PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN DALAM BIDANG SOSIAL DAN PENDIDIKAN

THOUGHT OF KH. AHMAD DAHLAN IN THE FIELDS
OF EDUCATION AND SOCIAL

Abstract

By
Defti Arlen

Around the early 19th century, Muslims in Yogyakarta have not really understood
what it was Islam. This underlying KH. Ahmad Dahlan to do updates in social and
educational fields. This research is qualitative research. The purpose of this research
is to know the thoughts of KH. Ahmad Dahlan and analyze his contributions in the
field of social and education. The research object is KH. Ahmad Dahlan’s thought.
Getting data techniques are literature study and documentation. Validation techniques
using the Triangulation. Data analysis techniques using the Critical Discourse
Analysis (CDA). Based on the research that has been carried out and obtained the
following results: 1) KH. Ahmad Dahlan’s Thought in the social field is inseparable
from one of factors that affect the intellect in the region of the Middle East, the
character plays an important role when it is Sayid Jamaluddin Al Afghani. Real
motion made Ahmad Dahlan, namely: establishing a social organization
Muhammadiyah, always invites Muslims perform prayers at the Eid musalla,

changing the direction of the Qibla, as well as care for orphans. 2) KH. Ahmad
Dahlan’s Thought in the field of education is inseparable from all outside influence,
namely Muhammad Abduh. KH. Ahmad Dahlan moved to build Islamic school.
Collaboration educational system between the secular education system and
education teach religion only. So formed religious school and common knowledge
taught. While the method using the method of education the pupils asked.

Keyword: KH Ahmad Dahlan, Social Thought, Education Thought.

.
PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN DALAM BIDANG
SOSIAL DAN PENDIDIKAN

Abstrak

Oleh
Defti Arlen

Sekitar awal abad ke 19 muslim di Yogyakarta belum benar-benar memahami apa itu
Islam. Hal inilah yang mendasari KH. Ahmad Dahlan untuk melakukan pembaruan

dalam bidang sosial dan pendidikan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan menganalisis
sumbangan pemikirannya dalam bidang sosial dan pendidikan. Objek penelitian
adalah pemikiran KH. Ahmad Dahlan. Teknik pengumpulan data menggunakan studi
literatur dan dokumentasi. Pengecekan keabsahan data menggunakan triangulasi.
Teknik analisis data menggunakan Critical Analysis Discourse (CDA). Berdasarkan
penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam
bidang sosial dipengaruhi oleh kaum intelek di wilayah Timur Tengah, yang bernama
Sayid Jamaluddin Al Afghani. Gerak nyata yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan
yaitu: mendirikan organisasi sosial Muhammadiyah, senantiasa mengajak umat
muslim melakukan sholat ied di tanah lapang, mengubah arah kiblat, serta
menyayangi anak yatim. 2) Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan
tidak terlepas pula dari pengaruh luar yaitu Muhammad Abduh. KH. Ahmad Dahlan
tergerak untuk membangun sekolah Islam. Sistem pendidikan mengkolaborasikan
antara sistem pendidikan sekuler dan pendidikan yang hanya mengajarkan agama
saja. Sehingga terbentuklah sekolah agama dan pengetahuan umum pun tetap
diajarkan. Sedangkan metode pendidikan menggunakan metode murid bertanya.

Kata kunci: KH Ahmad Dahlan, pemikiran bidang sosial, pemikiran bidang
pendidikan


DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

SkemaKerangkaPikir………………………………………
Gambar KH Ahmad Dahlan………………………………...
GambarNyai Ahmad Dahlan……………………………….
LambangOrganisasiMuhammadiyah………………………
LambangOrganisasiAisyiyah………………………………
GambarAnggotaPengurusMuhammadiyah……………….
Muriddan Guru Madrasah Muhammadiyah……………….
Masjid Gedhe……………………………………………….


50
137
138
139
140
141
142
143

DAFTAR TABEL

Halaman
1.1 Empat Model Pokokpembaruanpendidikan
diPondokMuhammadiyah…………………………………….
1.2 PembentukanPemikiran KH. Ahmad Dahlan
Dalambidangsosialberdasarkanpemikiran
SayidJamaluddin Al Afghani………………………………….
1.3 PembentukanPemikiran KH. Ahmad Dahlan
Dalambidangpendidikanberdasarkanpemikiran

Muhammad Abduh……………………………………………..

114

117

124

PERSEMBAHAN

Dipersembahkan dengan setulus kasih kepada:
Sepasang pahlawan yang telah mengajariku membaca mulai dari Alif- BaTa, A- B- C- D, berhitung 1- 2- 3- dan seterusnya, Ayahanda Hasannuddin,
A.Md dan Ibunda Sutinah Wati.

Diperuntukkan dengan sebening cinta kepada:
Seorang kekasih, sahabat, teman dalam suka dan duka
Sekaligus suami yang senantiasa sabar, M. Saipurrozi, S.Hut

Sebagai kado sederhana kepada:
Anakku yang selalu berada di sampingku,

Nata Raja Diwangga

M OT T O

H ist oria V it a e M a gist ra
(Cic e ro)

Se ba ik - ba ik nya m a nusia a da la h dia ya ng be rguna
ba gi m a nusia la in.
(m e )

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Defti Arlen dilahirkan di Tanjung Raja Kec.
Tanjung Raja Kabupaten Lampung Utara pada tanggal 23
Desember 1989. Penulis adalah anak ke satu dari lima
bersaudara pasangan Bapak Hasannuddin dan Ibu Sutinah Wati.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis antara lain :
1. 1995 - 2001 SD Negri 02 Tanjung Raja Lampung Utara
2. 2001 – 2004 SMP N 01 Tanjung Raja Lampung Utara

3. 2004 – 2007 SMA Gajah Mada Bnadar Lampung
4. 2007 – 2011 Mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi
Pendidikan Sejarah.
5. 2012 sampai dengan sekarang Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program
Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

vii

SANWANCANA

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul ”Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam Bidang Sosial dan
Pendidikan”.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam rangka memperoleh gelar
Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


pada Program Pascasarjana

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Kegeruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar
maupun dari dalam diri penulis sendiri, penulisan tesis ini pun tidak lepas dari
bimbingan, bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P Herianto, M.S selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Lampung sekaligus sebagai pembimbing I tesis yang telah banyak
memberikan saran dan masukan yang sangat membangun.

viii

3. Bapak Dr. Bujang Rahman, M,Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Hi. Pargito, M.Pd selaku ketua Program Pascasarjana Magister

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Lampung sekaligus
sebagai dosen pembahas utama tesis. Terimakasih kepada bapak yang telah
banyak memberikan masukan serta bimbingannya.
5. Ibu Dr. Risma Margaretha Sinaga, M.Hum selaku pembimbing II yang telah
memberikan banyak ilmu pengetahuan, masukan, saran, dan kritik sehingga
peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.
6. Ibu Dr. Pujiati,M.Pd selaku dosen pembahas kedua yang telah memberikan
masukan, saran sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Pascasarjana Magister Pendidikan Ilmu
Pengetahuan SosialFKIP Universitas Lampung.
8. Rekan-rekan seperjuangan magister pendidikan IPS angkatan 2012 Apriyanti,
S.Pd, Inayahtullah, S.Pd, ibu Fauziah, S.Pd, Ibu fatma, ibu Sumarti, fatma
rosa, mb merita sagita.
9. Teman – teman magister Pendidikan IPS FKIP Univerrsitas Lampung
10. Serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan
tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

ix

Semoga amal baik yang Bapak, Ibu, Saudara berikan, akan selalu

mendapatpahala dari dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhir kata dengan
kerendahan hati, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Juni 2014
Penulis,

Defti Arlen

x

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari sentuhan ajaran agama,
khususnya Agama Islam. Hal ini dibuktikan dengan adanya sekolah-sekolah yang
bernuansa Islami, seperti pondok pesantren dan madrasah. Agama Islam tersebar
dan berkembang dengan pesat. Persebarannya pun sampai pada Pulau Jawa. Hal

ini dipertegas dengan pendapat Sutrisno (1998: 9-10) menyatakan bahwa, “Di
Pulau Jawa agama Islam juga berkembang dengan pesat. Kapan tepatnya agama
Islam masuk ke Jawa dengan tepat sungguh sulit menetapkannya.”

Perkembangan Agama Islam yang terjadi di Pulau Jawa belum dapat dikatakan
berhasil, khususnya pada abad ke- 19. Hal ini diperjelas oleh pernyataan Anshoriy
(2010: 35) menyatakan bahwa.
“Masyarakat Islam di tanah Jawa pada permulaan abad ke 20 boleh
dikatakan gelap, pengap, dan tidak cukup memuaskan. Hal ini disebabkan
sikap Pemerintah Hindia Belanda yang menghalang-halangi
perkembangan agama Islam, ditambah keadaan jiwa masyarakat Indonesia
yang masih jauh dari yang diinginkan menurut Islam. Potret umat Islam di
tanah Jawa sebelum tahun 1900, secara spiritual tampak mengalami
kemunduran”.
Keadaan yang demikian, diperparah lagi dengan adanya sikap dari Pemerintah
Hindia Belanda yang memarginalkan umat muslim. Sehingga sangat sulit untuk
mengalami perkembangan sebagaimana yang diungkapkan oleh Fakhruddin

2
dalam Sutrisno (1998: 20) menyatakan bahwa, “Umat Islam Indonesia pada waktu
sebelum tahun 1900 tampak dalam keadaan kemunduran. Umat Islam dilanda
oleh arus formalisme tanpa menyadari dan menghayati apa yang terkandung
dalam ajaran itu.” Formalisme dalam agama menunjukkan keadaan atau gejala di
mana

masyarakat

pendukung

dan

pemeluknya

hanya

berpegang

dan

memperlihatkan segi lahiriyah dari pengalaman agama itu, tanpa mendalami arti
hakikinya.

Berbagai ritual merajalela tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Hal-hal
tersebut seperti: bid’ah, khurafat, takhayul, dan syirik. Sutrisno (1998. 26-27)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bid’ah, khurafat, takhayul, dan syirik
adalah sebagai berikut.
“Bid’ah ialah penemuan baru atau penyimpangandari apa yang biasa
dilakukan dan disetujui menurut sunah, sedangkan yang dimaksud dengan
takhayul ialah kepercayaan terhadap yang serba khayal seperti bayangan,
fantasi, gagasan khayal yang menguasai seluruh jiwa seorang manusia atau
kelompok. Takhayul menyebabkan manusia selalu hidup dalam ketakutan
dan kekhawatiran serta menyebabkan berbagai jenis penyakit atau
gangguan jiwa. Takhayul sendiri mengakui bahwa segala bayangan dan
khayalan itu merupakan suatu kebenaran. Akhirnya, manusia akan tidak
berdaya karena rasa takut dan khawatir. Syirik mengandung arti
mempersekutukan Tuhan Yang Maha Esa. Baik takhayul, maupun
khurafat, dan syirik menunjukkan tanda-tanda kelemahan”.

Keadaan umat Islam yang demikian, menurut catatan sejumlah tokoh pembaharu
Islam ketika itu khususnya untuk daerah di Pulau Jawa, juga disebabkan oleh
upaya para Wali dalam menyiarkan agama Islam belum sampai kepada taraf
memberikan ajaran yang termuat dalam Al- Quran secara utuh. Lebih lanjut
Anshoriy (2010: 36) menyatakan bahwa.
”Ajarannya baru sampai kepada hal-hal dasar yang membentuk umat
Islam, dalam pengertian, sebagai suatu bangsa yang menganggap agama

3
Islam itu adalah agama dari para raja di tanah Jawa. Meskipun pengajaran
untuk shalat, puasa, dan sebagainya sudah diberikan, tetapi para Wali
belum sempat memberikan hikmah dan faedah dari ibadah-ibadah
tersebut. Maka tidak heran jika ibadah secara Islam pada waktu itu baru
menjadi upacara keagamaan dan belum dipahami maksud dan tujuannya.
Itulah sebabnya tidak terdapat sinar kebesaran dan kecemerlangan dalam
masyarakat yang menganut agama Islam.”

Masyarakat melaksanakan zakat dan kurban seperti yang diajarkan agama Islam.
Masyarakat juga mencari ilmu dan menyadari bahwa menyia-nyiakan anak yatim
itu berdosa. Meskipun demikian, dalam masyarakat Jawa ketika itu sepertinya
tidak mengindahkan hukum dan ajaran agama Islam. Ditambah lagi masyarakat
Islam seperti belum mantap dalam hal ketauhidan, masih memakai adat dan
tradisi-tradisi yang telah diwariskan sebagai bagian di dalam upacara-upacara
keagamaan.

Menurut Anshoriy (2010: 37) “Alam animisme masih kuat di lingkungan
masyarakat. Misalnya memperlakukan Al-Quran sebagai jimat, sebagai kitab
keramat yang harus dipuja-puja. Padahal, Al-Quran semestinya dibaca dan
dimengerti sebagai petunjuk dalam amalan manusia agar selamat hidupnya dunia
akhirat.” Sesuai dengan alam dan pikiran animisme itu, masyarakat sering
mengadakan ritual selamatan ataupun pertemuan di antara keluarga dan para
tetangga, dengan hidangan berbagai sajian lengkap untuk dipersembahkan kepada
para arwah leluhur dan arwah Nabi Muhammad SAW.

Ditinjau dari segi kemasyarakatan dan budaya, ritual selamatan memang memiliki
nilai sosial seperti keakraban di antara masyarakat itu sendiri. Hanya saja karena
penyajian sesajian itu justru untuk suatu tujuan yang berdasarkan alam pikiran
animis, maka terasa menyimpang dari ajaran agama Islam yang murni atau yang

4
sesuai dengan Al Quran dan Hadist. Maka dari itu untuk memurnikan kembali
ajaran Islam diperlukan tokoh pemikir yang kelak akan membawa pembaharuan
di dalam ajaran agama Islam. Ada banyak tokoh pembaru Agama Islam yang
tersebar di Indonesia diantaranya: Syaikh Jamil Jambek, Syaikh al Minangkabawi,
dan KH Ahmad Dahlan dari Yogyakarta sesuai dengan fokus kajian peneliti.

Yogyakarta memang sudah terkenal sebagai kota perjuangan yang bersejarah.
Sejarah memberi bukti berkali-kali Yogyakarta tampil ke muka sebagai pusat
perjuangan. Di samping itu, yogyakarta juga memegang peranan penting dalam
pembangunan nasional. Ditinjau dari segi geografi, Yogyakarta terhitung daerah
pedalaman yang sunyi dan jauh dari keramaian maupun hubungan dari dunia luar.

Uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa sekitar tahun 1900 awal
kemunculan tokoh pembaru dalam Islam. Lebih lanjut Anshoriy (2010: 37)
menegaskan “Dalam setting sosio kultural seperti itulah muncul seorang
pembaharu atau bisa dikatakan seorang yang memberikan pencerahan yang kelak
pemikirannya akan banyak membawa perubahan, baik dalam ajaran agama Islam,
sosial serta memberikan kontribusi dalam alam pendidikan.” Dalam hal ini dia
adalah KH Ahmad Dahlan sesuai dengan fokus penelitian.

Semasa pertumbuhan dan perkembangan KH Ahmad Dahlan banyak melihat
berbagai kejadian atau fenomena yang dianggapnya tidak sesuai dengan ajaran
Agama Islam. Sehingga fenomena tersebut mempengaruhi pola pikir KH Ahmad
Dahlan bertekat untuk melakukan pemurnian ajaran Islam kembali. Pemikiran
atau ide-ide K.H. Ahmad Dahlan tidak terlepas dari hasil petualangannya dalam
rangka menimba ilmu di berbagai tempat seperti Mekkah dan Kairo. Maka saat

5
KH Ahmad Dahlan menimba ilmu inilah dia banyak berjumpa dengan tokohtokoh pembaru Islam. Diantaranya Sayid Jamaluddin Al Afghani, Muhammad
Abduh, dan Rasyid Ridha.

Pemikiran bidang sosial KH Ahmad Dahlan tertuang dalam gerakan
Muhammadiyah yang ia dirikan pada tanggal 18 November 1912. Organisasi ini
mempunyai

karakter

sebagai

gerakan

sosial

keagamaan.

Titik

tekan

perjuangannya mula-mula adalah pemurnian ajaran Islam dan bidang pendidikan.
Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam upaya pemberantasan
bid’ah, khurafat dan tahayul. Lebih lanjut menurut Sanusi (2013: 91) sebagai
berikut. “dalam praktik sosialnya, K.H Ahmad Dahlan hendak menyederhanakan
praktik sosial yang dianggapnya rumit dan menjadi beban bagi masyarakat.
Seperti halnya acara slametan yang bila dilaksanakan akan membutuhkan modal
yang tidak sedikit”.

Ide pembaruannya menyentuh aqidah dan syariat, misalnya tentang upacara
kematian talqin, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, menziarahi kuburan
yang dikeramatkan, memberikan makanan sesajen kepada pohon-pohon besar,
jembatan, rumah angker dan sebagainya. Hal tersebut sangat bertentangan dengan
Islam, dikarenakan dapat mendorong timbulnya kepercayaan syirik serta dapat
merusak aqidah Islam.

Latar belakang lahir Muhammadiyah ada dua hal, yaitu: pertama, bahwa kelahiran
Muhammadiyah didorong oleh tersebarnya gagasan pembaharuan Islam dari
Timur Tengah ke Indonesia pada tahun-tahun pertama abad XX, terutama melalui
tokoh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Dari kedua tokoh

6
pembaharuan Islam ini, gagasan Muhammad Abduh diakui memiliki pengaruh
paling besar dan bertahan lama terhadap lahirnya Muhammadiyah. Hal ini
dikarenakan Muhammad Abduh, seperti juga K.H. Ahmad Dahlan, dalam agenda
pembaharuan

mereka

lebih

memberikan

perhatian

kepada

upaya-upaya

pendidikan.

Kedua, kenyataan bahwa Muhammadiyah muncul sebagai respon terhadap
pertentangan ideologis yang telah berlangsung lama dalam masyarakat Jawa.
Dalam kaitan ini, Muhammadiyah lahir dari proses pertentangan yang panjang
dan berlangsung perlahan antara dua kelompok besar dalam masyarakat Jawa. Di
pulau Jawa, kelompok elitnya kembar: kaum priyayi, kaum muslimin yang
dangkal tingkat komitmen keIslamannya, sedang di satu pihak, dan kaum santri,
kaum muslimin yang taat.

Konsep Islam yang hendak K.H. Ahmad Dahlan dekati serta dikaji melalui
kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara
tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir
agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur'an sematamata, tetapi juga dapat memahami makna yang terkandung di dalam Al Quran.
Maka diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang terdapat
di dalam Al Qur’an.

Bidang pendidikan, K.H hmad Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan
pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif
metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu
pengetahuan umum. Maka K.H Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah

7
agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda.
Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an. Di
samping itu, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah
umum. K.H Ahmad Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolahsekolah, masjid, langgar, rumah sakit, dan poliklinik.

K.H.

Ahmad

Dahlan

semakin

meningkatkan

dakwah

dengan

ajaran

pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan
bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi
Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan
dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris,
kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam
dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan
Kejawen.

Inti gerakan pemurnian ajaran Islam seperti pendahulunya, Ibnu Taimiyah dan
Muhammad bin Abdul Wahab cukup bergema. K.H. Ahmad Dahlan dan
pengikutnya teguh pendirian dalam upaya menegakkan ajaran Islam yang murni
sesuai Al Qur’an dan Hadis, mengagungkan ijtihad intelektual bila sumbersumber hukum yang lebih tinggi tidak bisa digunakan, termasuk juga
menghilangkan taklid dalam praktik fiqih dan menegakkan amal ma’ruf nahi
munkar.

Menyadari hal tersebut, penulis bermaksud menganalisis kembali tentang
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam bidang sosial dan pendidikan, agar dapat
mencontoh tauladan beliau sebagai seseorang yang memiliki pemikiran

8
intelektual. Melakukan analisis yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah
merupakan sebuah usaha dalam mempelajari secara mendalam lagi terkait dengan
pemikiran dari K.H Ahmad Dahlan. Dengan demikian penulis akan menyusun
kembali peristiwa sejarah tentang K.H. Ahmad Dahlan yang ide-idenya tertuang
baik dalam bidang sosial maupun dalam bidang pendidikan dari berbagai sumber
buku dan literatur. Kemudian dari hasil yang telah dianalisis, ditemukan sebuah
rekonstruksi tentang pemikiran K.H Ahmad Dahlan.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka fokus dari penelitian yang
akan peneliti tindak lanjuti adalah sebagai berikut ini.
1. Pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam bidang Sosial ditinjau dari aspek
organisasi social dan amal usaha.
2. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam bidang Pendidikan ditinjau dari
aspek: sistem dan metode.

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diajukan di dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam bidang Sosial?
2. Bagaimanakah pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan?

9
D. Tujuan
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian yang
akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut ini.
1. Untuk mengetahui pemikiran K.H Ahmad Dahlan dan menganalisis
sumbangan pemikirannya dalam bidang sosial.
2. Untuk mengetahui pemikiran K.H Ahmad Dahlan dan menganalisis
sumbangan pemikirannya dalam bidang pendidikan.

E. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teori
dan manfaat secara praktik.
1. Secara teori, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dan sebagai rujukan dalam mengadakan penelitian lain yang berkaitan K.H
Ahmad Dahlan.
2. Secara praktik, penelitian ini dapat digunakan sebagai suplemen materi
pembelajaran pada siswa SMA kls XI semester 1 pada materi Pahlawan
Indonesia, mengenai pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam bidang sosial
dan pendidikan dalam sejarah bangsa Indonesia.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini sejarah dengan memperhatikan beberapa
aspek, seperti: subjek, objek, tempat, waktu, dan kajian ilmu yang dianggap sesuai
dengan isi penelitian. Sasaran dalam penelitian ini pemikiran K.H Ahmad Dahlan

10
dalam bidang sosial dan pendidikan. Waktu penelitian dimulai sejak bulan Juli
2013. Penelitian ini bersifat analisis literatur.

Sesuai materi sejarah, maka tidak terlepas dari tradisi IPS. Dalam upaya
mengungkapkan bagian pemikiran KH Ahmad Dahlan tentu mencakup beberapa
komponen-komponen yang berkaitan dengan tradisi IPS. Menurut Pargito (2010:
44-49) lima tradisi dalam pendidikan IPS sebagai berikut.
1. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship
transmission).
2. IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal
development of the individual).
3. IPS sebagai pendidikan reflektif (social studies as reflective inquiri).
4. IPS sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial (social studies as social
sciences).
5. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism).
Berdasarkan dari pernyataan tersebut di atas, maka tradisi IPS yang berkaitan
dengan penelitian ini yaitu IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies
as citizenship transmission), karena di dalam program citizenship transmission
ada suatu upaya untuk mengajarkan tentang nilai-nilai luhur. Misalnya
menceritakan sebuah kisah tentang perjuangan seorang pahlawan dan contohcontoh moral yang dapat membangkitkan inspirasi dan semangat para generasi
muda serta dapat dijadikan sebagai alat untuk mempererat rasa nasionalisme.
Tujuan citizenship transmission adalah membentuk sikap pribadi yang baik yang
diharapkan dapat dimiliki oleh generasi muda. Kaitannya dengan penelitian ini
adalah bahwa diharapkan generasi muda dapat mengetahui tentang sejarah
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam bidang sosial dan pendidikan serta
meneladani sifat-sifat kepahlawanan beliau, sehingga generasi muda memiliki

11
karakter atau pribadi yang baik, dan lebih memiliki sikap terpuji dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kaum Pembaru Pemikiran
Mencari jawaban dari pertanyaan, siapakah sesungguhnya yang dapat dikatakan
sebagai modernis atau pembaru pemikiran.? Merupakan suatu hal yang sulit,
karena para ahli belum mempunyai kesepakatan pendapat tentang siapa
dikategorikan sebagai pembaru pemikiran. Meski demikian penulis mencoba
memaparkan defenisi dari teori pembaru pemikiran dari beberapa para ahli seperti
berikut ini. Dr. Mochtar Pobotinggi dalam Taufik (2005: 55) merumuskan bahwa,
“Kaum intelektual atau pembaru pemikiran itu adalah anggota masyarakat yang
lebih mampu menyatakan perasaan dalam ucapan yang jelas (bijak)”. Sementara
itu, Abdullah (1981: 13) menyatakan bahwa.
“Cendekiawan atau pembaru pemikiran bukan kedudukan yang diangkat,
dan juga bukan berdasarkan pilihan orang banyak. Kecendikiawanan atau
pembaru pemikiran adalah bagaimana seseorang yang mau
menghubungkan dirinya dengan cita-cita dan nilai. Karenanya
cendikiawan atau pembaru pemikiran itu dibimbing oleh suatu misi
tertentu. Seseorang intelektual atau kaum modernis dituntut untuk dapat
menganalisis permasalahan masyarakat secara jujur dan objektif, apa
adanya tanpa dipengaruhi oleh hal-hal lain. Penilaian yang jujur dan
objektif itu diharapkan akan lahir analisis-analisis yang bermanfaat bagi
masyarakat”.
Lebih lanjut Sardar (1996: 88) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
intelektual muslim atau kaum modernis adalah, “Golongan muslim berpendidikan

13
yang memiliki kelebihan istimewa menyangkut nilai-nilai budaya dan karenanya
dapat dijadikan pemimpin”. Defenisi yang diberikan oleh Zianuddin Sardar ini
lebih menekankan pada komitmen keilmuan dan perjuangan demi tegaknya ajaran
Islam dalam tatanan masyarakat ke intelektual atau pemabaru pemikiran
seseorang ditandai oleh kedalaman ilmu yang ditekuni, selain profesi lainnya.
Melalui

ilmu-ilmu

tersebut

menjadikan

mereka

terpanggil

untuk

mendarmabaktikan dalam kehidupan yang dilandasi oleh prinsip-prinsip.

Ahmad Watik dalam Rais (1989: 3-4) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
intelektual muslim, cendekiawan atau pembaru pemikiran adalah sebagai berikut.

“Orang yang karena pendidikannya, baik formal maupun informal
mempunyai perilaku cendekiawan. Kecendikiawanan tersebut tercermin
dan merespon lingkungan hidupnya dengan sikap kritis, kreatif. Objektif,
analitis dan bertanggung jawab, karena karena sikap kecendikiawanan itu.
Ia mempunyai wawasan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Belum
tentu seorang yang ilmuan atau akademikus adalah seorang cendekiawan
atau pembaru pemikiran.selain itu, kategori cendekiawan dapat pula
dimasukkan budayawan, seniman, ulama atau siapa pun yang mempunyai
perilaku cendikiawan di atas”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa yang dimaksud dengan kaum
modernis atau pembaru pemikiran Islam adalah seorang muslim yang karena
pendidikannya, baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal,
mempunyai kedalaman berbagai disiplin keilmuan, keluasan pandangan yang
disertai kebijakan dan keadilan, sehingga dapat bergerak dalam multidimensi
aktivitas kehidupan, tidak terbenam dan terbawa arus perubahan, kemajuan, dan
perkembangan zaman. Namun dengan jiwa kritis, kreatif, objektif dan tanggung
jawab berusaha menjawab dengan berbagai alternatif pemecahan, mengarahkan
perubahan masyarakat, dengan mengubah pola pikir masyarakat dari tradisi

14
berfikir konvensional yang jauh tertinggal dari kemajuan zaman dengan pola pikir
yang berorientasi kepada kemajuan mengikuti perkembangan zaman yang
berdasarkan nilai-nilai Islam. Dalam hal ini sangat sesuai dengan kepribadian
seorang K.H Ahmad Dahlan yang dengan kepintaran yang Ia miliki dipergunakan
untuk meluruskan ajaran Islam khususnya pada awal abad ke dua puluh untuk
daerah Kauman Yogyakarta dan untuk umat Islam pada umumnya.

B. Tataran Teori Pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam Bidang Sosial
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasan-gagasan cemerlang, K.H Ahmad Dahlan dengan mudah diterima dan
dihormati di tengah kalangan masyarakat. Dengan cepat ia mendapat tempat di
organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, dan Komite Pembela Kanjeng Nabi
Muhammad SAW. Kontribusi pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam bidang sosial
ialah

dengan

mendirikan

organisasi

sosial

yaitu

yang

diberi

nama

Muhammadiyah. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 8 November 1912 M
atau 8 Djulhijah 1330 Hijriah. Menurut Ansoriy (2010: 56)
“Awal berdiri terdapat 9 orang pengurus inti yang pertama adalah Ahmad
Dahlan sebagai ketua dan Abdullah Sirat sebagai sekretaris. Sementara,
anggotanya adalah Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani,
Akis, dan Mohammad Fakih. Sejak awal Ahmad Dahlan telah menetapkan
bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik, tetapi bersifat sosial dan
bergerak di bidang pendidikan”.
Secara garis besar ada dua hal yang ingin dilakukan oleh K.H Ahmad Dahlan
secara serempak, yaitu pertama, melepaskan umat Islam dari kungkungan
takhayul, bi’dah dan khurafat yang membelenggu umat dari pemahaman tauhid
yang benar, dan ke dua, memajukan pendidikan umat Islam dengan memberikan

15
angkatan mudanya ilmu-ilmu Barat dalam rangka merebut kebahagiaan keduniaan
yang jugaharus dikejar oleh umat Islam.
Gerakan kembali ke Kitabullah dan Sunnah Rasul saw, dikumandangkan oleh
K.H Ahmad Dahlan sambil menyadarakan umat bahwa perbuatan syrik
merupakan penyakit terberat sedang obat yang sejati adalah tauhid yang benar.
Kata-kata yang dikutip oleh almarhum KH Hadjid, salah satu murid dari K.H
Ahmad Dahlan dalam Rais (2004; 16) “Al-daau musyaarakatullahi fi jabarulih
Wa al- dawaau tauhidullahi haqqan”. Bahwa tauhid yang benar dapat
memperbaiki seluruh dimensi kehidupan manusia sehingga dapat melepaskan
manusia dari setiap belenggu yang bersifat sosial, budaya, politik, ekonomi dan
lain-lain.

Landasan

dasar

K.H

Ahmad

Dahlan

dalam

menjalankan

organisasi

Muhammadiyah ini yaitu surat Al Ma’un. Bila dicermati secara mendalam surat
Al Ma’un itu terdapat beberapa pesan penting versi K.H Ahmad Dahlan dalam
Rais (2004; 17), antara lain.
“Pertama, orang yang mentelantarkan kaum dhu’afa tergolong di dalam
mereka yang mendustakan agama, kedua, ibadah shalat memiliki dimensi
sosial yang kelewat jelas, dalam arti tidak ada faedah shalat bila tidak
dikerjakan dimensi sosialnya, ketiga, melakukan amal shalih tidak boleh
dibarengi dengan riya’, dan keempat, termasuk mendustakan agama adalah
mereka yang tidak mau memberi pertolongan kepada orang lain, yang
bersifat egois dan egosentris”.
Inti yang terkandung di dalam surat Al Ma’un tersebut sudah jelas tujuannya dan
manfaatnya yaitu demi kepentingan hidup orang banyak serta demi terciptanya
suatu kehidupan yang adil dan sejahtera. Di samping itu, menurut Anshoriy
(2010; 84) menyatakan bahwa, “sebenarnya yang mendorong K.H Ahmad Dahlan

16
untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah adalah sebuah ayat firman Allah
yang telah ditelaahnya benar-benar yaitu surat Ali Imran ayat 104 yang artinya,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyuruh
manusia kepada keutamaan dan menyuruh berbuat kebajikan serta
mencegah berlakunya perbuatan yang munkar. Umat yang berbuat
demikian adalah yang akan bahagia.” (QS Ali Imran (3);104)
Gagasan

pendirian

Muhammadiyah

oleh

K.H

Ahmad

Dahlan

sempat

mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti di Srandakan,
Wonosari, Imogiri, dan lain-lain, telah berdiri cabang Muhammadiyah. Menurut
Adams (1966: 151) dalam Anshoriy (2010: 58) menuliskan sebagai berikut.
“Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad
Dahlan dengan mengadakan Tabligh ke berbagai kota, di samping juga
melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata
mendapat sambutan besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia.
Kiai Ahmad Dahlan sering mengadakan tabligh di Surabaya, yaitu di Gang
Peneleh. Dalam pengajian itu, HOS Cokroaminoto, Bung Karno, dan
Roeslan Abdoelgani untuk pertama kalinya mendengarkan penjelasan
tentang Islam dari Kiai Ahmad Dahlan“.
Sebagai seorang yang demokratis, Ahmad Dahlan juga memfasilitasi kebebasan
berpendapat bagi para angota Muhammadiyah. Ini dilakukan termasuk untuk
proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin. Selama hidupnya dalam aktivitas
gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan
anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene
Vargadering (persidangan umum). Lebih lanjut Herpratiwi (2009: 99),
menerangkan bahwa K.H Ahmad Dahlan dalam berorganisasi berpegang pada
beberapa prinsip sebagai berikut.
1. Senantiasa menghubungkan diri (mempertanggung jawabkan tindakannya)
kepada Allah.

17
2. Perlu adanya ikatan persaudaraan berdasar kebenaran (sejati).
3. Perlunya setiap orang, terutama para pemimpin terus menerus menambah
ilmu, sehingga dapat mengambil keputusan yang bijaksana.
4. Ilmu harus diamalkan.
5. Perlunya dilakukan perubahan apabila memang diperlukan untuk menuju
keadaan yang lebih baik.
6. Mengorbankan harta sendiri untuk kebenaran, ikhlas dan bersih.
Pemikiran K.H Ahmad Dahlan dalam bidang sosial ini dibuktikan dengan
didirikannya organisasi Muhammadiyah. Organisasi ini sebagai wadah untuk
memperjuangkan nasib rakyat Indonesia yang pada waktu itu masih mencari jati
diri serta untuk memperbaiki nasib rakyat. Di samping mendirikan sebuah
organisasi K.H Ahmad Dahlan juga ikut berperan serta dalam membina pemuda
daerah Kauman Yogyakarta khususnya supaya tidak terperosok pada jalan yang
sesat.
C. Tataran Teori Pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam Bidang Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah agen yang sangat kuat untuk menyosialisasikan
ideal-ideal dan doktrin-doktrin keIslaman membuat pihak pemerintah kolonial
memberikan perhatian serius terhadap pendidikan Islam. K.H Ahmad Dahlan
ingin mereformasi pendidikan Islam terpengaruh dan terinspirasi oleh ide-ide
yang berkembang di Timur Tengah seperti Muhammad Abduh. Pendapat ini
dipertegas dengan penyataan Latif (2005: 130) menyatakan bahwa.
“Pelopor awal dari kemunculan ideologi dan madrasah modernis-reformis
di Hindia adalah komunitas keturunan Arab. Usaha-usaha rintisan dari
masyarakat ini dikembangkan lebih lanjut oleh para santri pribumi yang
baru pulang dari Timur Tengah, terutama oleh mereka yang terpengaruh
oleh ide-ide Abduh ataupun yang telah secara langsung menjalin kontak
dengannya dan atau para muridnya di Mesir”.
Perkembangan pendidikan Islam oleh K.H Ahmad Dahlan dengan gigih ia
perjuangkan dan wujudkan dengan mendirikan lembaga pendidikan yang

18
menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu
pengetahuan umum terwujud pada tahun 1911.
Sekolah pertama yang berhasil didirikan K.H Ahmad Dahlan mulai dengan 8
orang siswa, bertempat di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5
m x 6 m, dan ia sendiri bertindak sebagai guru. Pada tahap awal, proses belajar
mengajar belum berjalan lancar. Untuk mengatasinya, Ahmad Dahlan tidak
segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk kembali.

Teori belajar dan pembelajaran K.H Ahmad Dahlan dilatar belakangi sejarah
kehidupannya dimasa itu. K.H. Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional yang
mampu membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan
pendidikan terbentuk karena pada masa itu penuh perjuangan. Adapun pengertian
pahlawan nasional menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2009 pasal 1 ayat 4
tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, sebagai berikut.
“Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara
Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah
yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang
semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan
prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan
bangsa dan negara Republik Indonesia”.

Begitu gigih perjuangan Ahmad Dahlan, hingga membuahkan hasilnya setelah
bekerja keras selama setahun. Tepatnya pada tanggal 1 Desember 1911, Sekolah
yang didirikan Ahmad Dahlan diresmikan dan diberi nama Madrasah Ibtidayah
Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa.
Enam bulan kemudian, terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah tersebut.

19
Sekolah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan ini telah tersebar luas hingga ke
pelosok. Ini bukti bahwa sekolah ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
Sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan ini memberikan warna yang berbeda di
dalam sistem pengajarannya dibandingkan dengan sekolah-sekolah khususnya
sekolah pesantren-pesantren yang berkembang pada saat itu. Sistem, metode dan
konsep pembelajaran yang dikembangkan oleh K.H Ahmad Dahlan ini
mengadopsi sedikit tentang sistem yang sedikit lebih modern yang tidak lagi
terikat atau konvensional. Tujuan dengan menggunakan metode ini adalah untuk
mempersiapkan peserta didik yang mampu bersaing dan menjawab tantangan
dunia seperti yang dituliskan oleh Herpratiwi (2009: 90) sebagai berikut.
“Pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh Dahlan kelihatannya memenuhi
harapan dan keperluan masyarakat. Pengaruh pendidikan dan
pengalamannya di Arab beliau bandingkan dengan pendidikan yang ada di
negara Indonesia yang sangat memprihatinkan. Oleh karenanya kepedulian
Ahmad Dahlan terhadap pendidikan sudah dibuktikan. Hal ini
dibuktikannya bahwa pernah menjadi guru agama di Kweekschool
(sekolah guru) Jetis Osvia atau Mosvia di Magelang dan diberbagai
tempat”.

Gagasan dalam bidang pendidikan, Ahmad Dahlan mendirikan kegiatan pengajian
yang diberi nama Fathul Asror Wa Mifftahus Sa’adah, wadah ini khusus
membimbing kaum muda usia 25 tahun agar tidak terjerumus ke dalam kenistaan,
kenakalan dan kemaksiatan pada umumnya, serta untuk gemar beramal.

Taktik atau teori pembelajaran yang dilakukan Ahmad Dahlan mula-mula
mengumpulkan pemuda dan mendiskusikan apa

yang diinginkan atau

kebutuhannya, misalnya berdarma wisata, membuat mereka gembira, namun
sedikit demi sedikit dimasukkan pendidikan agama, ahlak mulia dan pendidikan

20
kepemimpinan. Dibangkitkan jiwa wirausahanya, sikap mandiri, rela berkorban,
beramal, tak kenal lelah untuk menegakkan kebenaran. Ternyata tanpa disadari
oleh mereka kegiatan itu menarik dan efektif. Menurut Herpratiwi (2009: 98)
“Diajarkan juga kepada mereka agar memiliki jiwa yang sabar, tidak lekas marah,
mengemong, jujur dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi kenyataan,
mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah”.

Proses pembelajarannya sudah mengenal media pembelajaran, misalnya
menggunakan papan tulis, meja, kursi dan sebagaimana pendidikan model Barat.
Materi pelajarannya tidak hanya pendidikan agama Islam saja, namun diberi
pelajaran pengetahuan umum seperti ilmu pengetahuan alam dan berhitung.

Kelahiran sekolah Muhammadiyah tersebut, Ahmad Dahlan mengemukakan
beberapa azas pendidikan bernuansa Islami menurut Kutoyo (1998) dalam
Herpratiwi (2009: 99) azas pendidikan Islami sebagai berikut.
1. Penyebaran pengetahuan atau ilmu Islam merupakan kewajiban setiap
orang muslim.
2. Mengajar dan belajar adalah sifat yang hakiki yang wajib pada setiap
umat dan organisasi Islam.
3. Menyelenggarakan pendidikan, baik sekolah maupun pondok
pesantren serta pengajian. Untuk hal itu perlu membentuk guru
keliling.
4. Isi pendidikan dan pengajaran Islam adalah imam, cinta sesama, rasa
tanggungjawab, pengembangan berpikir, penguasaan terhadap diri
sendiri, dan pengajaran biasa seperti membaca, menulis, berhitung,
ilmu bumi dan menggambar.
5. Perlu disusun kesatuan sistem pendidikan dan azas pendidikan dan
pengajaran Islam.
Ada metode lainnya juga yang diterapkan oleh K.H Ahmad Dahlan di mana hal
ini pula lah yang menjadi pembeda Ahmad Dahlan dengan yang lainnya. Metode

21
bertanya terlebih dahulu kiranya dapat menjadi jalan bagi pemahaman murid
terhadap pelajar yang diberikan guru. Kebiasaan dengan menggunakan metode
murid bertanya terlebih dahulu tidak hanya K.H Ahmad Dahlan praktikan pada
murid-murid yang masih baru, begitu pula berlaku bagi murid yang sudah lama
berguru padanya. Perihal metode murid bertanya, guru menjawab sebagaimana
dipraktikan K.H Ahmad Dahlan terlihat dari percakapan dengan muridnya
sebelum memulai pelajaran. Seperti yang dituliskan oleh Basral (2010: 181)
sebagai berikut.
“Kalian maunya pengajian apa?” jawab Dahlan ketika ditanya perihal
pengajian hari itu. Daniel, sang murid baru berkata, “Begini, Kiai.
Biasanya kalau pengajian yang kami tahu dan selama ini kami ikuti itu
bahannya dari guru ngaji”. “kalau begitu, nanti yang pintar hanya guru
ngajinya,” jawab Dahlan sambil meletakkan biola”.
Begitulah apa yang dipraktikan K.H Ahmad Dahlan sehari-hari dalam mengajar.
Dalam paradigma modern, metode murid bertanya yang biasa dipraktikan K.H
Ahmad Dahlan dalam kehidupan sehari-hari adalah metode yang membuat murid
cenderung lebih aktif dan atraktif dalam memahami pelajaran. Karena di dalam
metode tersebut, tidak ada tekanan dari sang guru tentang pelajaran tertentu.
Metode bertanya adalah menugaskan kepada siswa untuk membuat pertanyaan
sebanyak-banyaknya, sesuai dengan materi atau pokok bahasan. Sehingga bukan
guru yang membuat pertanyaan tetapi siswa kemudian dibahas bersama
(cooperative learning).
Gagasan pikiran cemerlang Ahmad Dahlan tersebut, jelas tidak layak untuk
diabaikan. Gagasan dan pikiran semacam itu jelas mengandung banyak hal yang
perlu dipelajari terutama bagi pendidikan di Indonesia. Pada saat itu Ahmad
Dahlan sama sekali tidak mendapat dukungan dari lembaga pendidikan manapun,

22
sebab pada waktu itu belum ada sebuah sekolah pendidikan dasar sekalipun di
kalangan masyarakat pribumi, sehingga dapat dipahami kalau gerakan
pembaharuan yang dilandasi pendidikan bersifat sangat partikal, ialah
mengembangkan

gagasan dan pikiran sekaligus mengusahakan fasilitas

pendukung untuk melaksanakan gagasan dan pikirannya.
D. Hakekat Pendidikan IPS
Roberta Woolover dan Kathryn P. Scoot (1987) dalam Buku Dasar – Dasar Ilmu
Pengetahuan Sosial merumuskan ada lima perspektif dalam mengajarkan Ilmu

Pengetahuan Sosial (Pargito, 2010: 44). Kelima perspektif tersebut tidak berdiri
masing-masing, bisa saja ada yang merupakan gabungan dari perspektif yang lain.
Kelima perspektif tersebut ialah:
1. Ilmu Pengetahuan Sosial diajarkan sebagai pewarisan nilai kewarganegaraan

(social studies as citizenship transmission).
Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan
suatu bangsa sudah ada sejak adanya manusia itu sendiri, model ini
berkembang hingga tahun 1960 an. Dalam berbagai literatur program
pendidikan citizenship transmission dilakukan dengan memberikan contoh
dan cerita yang disusun untuk mengajarkan kebijakan, cita – cita luhur bangsa
dan nilai kebudayaan.
2. Ilmu Pengetahuan Sosial diajarkan sebagai Pendidikan ilmu-ilmu sosial

(social studies as social sciences)
Inilah alasan yag sangat kuat terhadap perlunya pendidikan ilmu pengetahuan
sosial sebagai program pendidikan ilmu – ilmu sosial adalah karena

23
mengajarkan ilmu –ilmu sosial secara terpisah – pisah memberatkan siswa
sekolah secara kurikuler. Program pembelajaran secara disipliner (terpisah)
hanya akan menambah beban siswa sekolah Sekolah Dasar sampai Sekolah
Menengah Atas dalam belajar.
3. Ilmu Pengetahuan Sosial diajarkan sebagai cara berpikir reflektif (social

studies as reflective inquiry).
Pendidikan reflektif bukan sekedar mengajarkan disiplin ilmu pengetahuan
dan pemindahan nilai secara akumulatif, tetapi kurikulum sekolah harus
berpegang kepadakebutuhan dan minat siswa sekolah. Siswa diarahkan agar
menjadi warga Negara yang efektif tidak hanya dengan menghafalkan isi
materi pelajaran tetapi mempraktekan pengambilan keputusan dalam
kehidupan sehari – hari.
4.

Ilmu Pengetahuan Sosial diajarkan sebagai pengembangan pribadi siswa
(social studies as personal development of the individual)
Pengembangan pribadi seseorang melalui Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial tidak langsung tampak hasilnya tetapi setidaknya melalui Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial akan membekali kemampuan seseorang dalam
pengembangan diri melalui berbagai keterampilan sosial dalam kehidupannya.

5.

Ilmu Pengetahuan Sosial diajarkan sebagai kritik sosial (social studies as
social criticism). Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai media

pengembangan kritis siswa agar siswa dapat mengembangkan kemampuan
berfikir kritis dengan berbagai metode pemecahan masalah.

24
Penelitian ini masuk dalam tradisi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai
proses pewarisan kepada generasi penerus dalam kehidupan bermasyarakat (social
studies as citizenship transmission). Ada beberapa hal yang dapat dipetik
hikmahnya pada sebuah pemikiran KH Ahmad Dahlan baik dalam bidang sosial
maupun dalam bidang pendidikan. Secara global nilai luhur yang dapat dijadikan
teladan hidup bagi generasi penerus salah satunya adalah senantiasa memiliki jiwa
yang pantang menyerah, bekerja keras dan berusaha maksimal demi meraih
impian dan cita-cita. Selain itu, tekun di dalam beribadah dan juga giat dalam
bekerja, yang mana hal ini telah dibuktikan oleh KH Ahmad Dahlan dengan
melakukan terobosan dalam bidang organisasi sosial yakni Muhammadiyah, serta
dalam bidang pendidikan yaitu pondok pesantren Muhammadiyah.

E. Sejarah Dalam Lingkaran Tradisi IPS
Sejarah merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian
atau peristiwa manusia dimasa lampau. Jika hal ini dikaitkan dengan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), maka sejarah merupakan salah satu disiplin ilmu yang
terdapat di dalam IPS. Kedudukan sejarah di dalam IPS itu adalah sebagai
interdisisplin atau salah satu bagian dari ilmu pengetahuan sosial
.
Secara rinci Kartodirjo (1993: 120) mengemukakan sebab-sebab keterkaitan
antara ilmu sejarah dengan ilmu sosial, sebagai berikut.
1. Sejarah deskriptif-naratif sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan
berbagai masalah atau gejala yang serba kompleks.
2. Pendekatan multidimensional atau multidimensional atau social scientific
adalah yang paling tepat untuk dipergunakan sebagai cara menggarap
permasalahan atau gejala di atas.

25
3. Ilmu-ilmu social telah mengalami perkembangan pesat sehingga dapat
menyediakan teori dan konsep yang merupakan alat analitis yang relevan
sekali untuk keperluan analitis historis.
4. Lagi pula, studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informative
tentang apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana, tetapi ingin melacak
berbagai struktur masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses dalam
berbagai bidang, dan lain-lain.
Berkaitan dengan kutipan-kutipan tersebut di atas, maka jelas bahwa sejarah
memiliki kedudukan dalam pendidikan ilmu pengetahuan sosial, karena sejarah
itu sendiri bagian dari ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, mata pelajaran sejarah
dimasukkan di dalam kurikulum pendidikan dalam rangka untuk membantu
peserta didik mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai yang
diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat baik di tingkat lokal,
nasional maupun global. Sehingga peserta didik dapat berfikir sistematis, kritis,
bersikap dan bertindak di dalam kehidupan masyarakat.

Selain itu, pendidikan IPS bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar
peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampilan mengatasi setiap
masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
di masyarakat. Dalam hal ini, sejarah juga memiliki peranan dalam membentuk
sikap, pengetahuan, dan ketrampilan agar peka terhadap masalah-masalah social
yang terjadi, dan mampu mengatasi masalah-masalah yang terjadi, baik di
lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang
tanggung jawab utamanya adalah membantu peserta didik dalam mengembangkan
pengetahuan, ketrampilan, sikap, nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam

26
kehidupan masyarakat baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Hal ini
sejalan dengan tujuan kurikulum IPS yaitu mengkaji seperangkat fakta, peristiwa
konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku manusia untuk
membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan
pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini dan diantisipasi
untuk dimasa yang akan datang. IPS sebagai “the process of learning to live with
other people”. Dari uraian tersebut tampak bahwa IPS bertujuan untuk melatih
peserta didik agar berpikir sistematis, kritis, bersikap dan bertindak sehingga
mampu menyesuaikan diri terhadap kehidupan masyarakat. Dengan demikian
guru dituntut untuk melatih peserta didik untuk menemukan suatu isu-isu atau
masalah atau konsensus yang ada dalam kehidupan masyarakat.

Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmuilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena
sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabangcabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya).

Keterampilan dasar IPS dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori.
Namun secara umum dapat terbagi atas: (1) Work Study skill, contohnya adalah
membaca, membuat out line,membaca peta, dan menginterpretasikan grafik, (2)
Group process skill, contohnya adalah berpikir kritis dan pemecahan masalah
serta, (3) Social living skill, contohnya adalah tanggung jawab, bekerjasama
dengan orang lain, hidup dan bekerja sama dalam suatu kelompok. Sejarah telah

27
mencatat semua pengalaman umat manusia dari generasi ke generasi hingga
zaman modern ini. Belajar sejarah berarti juga menggunakan pengalaman orang
lain dari masa lampaunya, yang berarti mampu memproyeksikan diri ke masa
lampau sampai ribuan tahun yang lalu.

Menurut Mackenzie yang dikutip oleh Pargito (2010: 39-40). “Ilmu Sosial adalah
semua bidang ilmu y