Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim

(1)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(2)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

DAFTAR ISI

BAB Hal

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ii-iii

I Mengapa kinetika enzim dipelajari 1

II Cara Memperoleh Data Kinetika Enzim 1-4

III Cara Menganalisa Data Kinetik 4-50

III. 1. Reaksi 1 (satu) substrat (one substrat reaction) 1. 1. Latar belakang secara teoritis

a. Asumsi (anggapan) kesetimbangan………. 5-8 b. Asumsi (anggapan) steady-state………. 8-11 1. 2. Perlakuan data (Treatment of data)

a. Persamaan Lineweaver-Burk ………. 12 b. Persamaan Eadie-Hofstee……… 12-13

c. Persamaan Hanes………. 13

d. Plot liner langsung (direct linear plot)………. 13-15 1. 3. Hasil yang signifikan (significant of results).

Parameter Km dan Vmaks (kcat) adalah nilai :

a. Untuk karakterisasi spesifitas enzim terhadap

substrat tertentu……… 15-16 b. Untuk menentukan antara mekanisme steady

state atau kesetimbangan (equilibrium)…………. 16-17

c. Untuk memperlihatkan peranan enzim dalam

metabolisme……… 17-18

1. 4. Beberapa pengembangan model sederhana Lebih dari satu perantara (intermediate).


(3)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

b. Tempat aktip (active site) lebih dari satu. ……… 19-20

III. 2. Reaksi inhibisi dari satu substrat (Inhibition of one-substrat reaction).

2. 1. Latar belakang teoritis………. 20-21 2. 2. Perlakuan data

a. Inhibisi kompetitip………. 21-22 c. Inhibisi non-kompetitip………. 22-23 d. Inhibisi un-kompetitip………. 23-24 2. 3. Hasil yang signifikan……….. 24-27 III. 3. Efek perubahan pH terhadap reaksi yang dikatalisa

Enzim

3. 1. Latar belakang teoritis ……… 27-28

3. 2. Perlakuan data………. 29-30

3. 3. Hasil yang sibnifikan (significance of results)…… 30-31 III. 4

.

Efek perubahan temperatur terhadap reaksi yang

dikatalisa enzim

4. 1. Latar belakang teoritis……… 31-32

4. 2. Perlakuan data………. 32-33

4. 3. Hasil yang signifikan……….. 33 III. 5. Reaksi 2 (dua) substrat

5. 1. Latar belakang teoritis……… 34-35 5. 2. Penurunan persamaan untuk reaksi 2 (dua) substrat 35-37 5. 3. Signifikansi dari parameter persamaan……… 37-38

5. 4. Perlakuan data………. 38-41

5. 5. Hasil yang signifikan……….. 41-45 5. 6. Reaksi yang meliputi 2 (dua) substrat……… 45-46 IV. Kinetika pre-steady-state

IV. 1. Latar belakang……….. 46-47 IV. 2. Penggunaan dari tehnik stopped-flow

IV. 2. 1. Penentapan tetapan kecepatan……….. 47-48 IV. 2. 2. Identifikasi dari spesies sementara……… 48-49 IV. 3. Metode relasasi……… 49-50


(4)

KINETIKA ENZIM

I. Mengapa kinetika enzim dipelajari

1. Kinetika, bersama dengan teknik yang lainnya, memberikan informasi yang berharga terhadap mekanisme kerja dari enzim.

2. Dapat memberikan pengertian tentang peranan enzim dibawah kondisi yang terdapat didalam sel dan tanggapan (respon) enzim terhadap perubahan dari konsentrasi metabolit.

3. Dapat membantu untuk memperlihatkan bagaimana aktifitas dapat dikendalikan, dimana mungkin memberikan hal-hal yang berharga terhadap mekanisme pengaturan dibawah kondisi fisiologis.

II. Cara Memperoleh Data Kinetik Enzim

Dilakukan dengan suatu percobaan yang bertujuan untuk menentukan kecepatan pembentukan hasil (produk) reaksi enzimatis (kehilangan substrat) dalam kondisi tertentu. Kemudian pada percobaan ini dimungkinkan untuk mengubah berbagai parameter, seperti ; konsentrasi daripada substrat, pH, temperatur, atau konsentrasi dari perubahan ligand, dan mengumpulkan data untuk dianalisa dalam bentuk model teoritis.

Kecepatan dari reaksi yang dikatalisa enzim tertentu selalu dapat ditentukan dengan berbagai cara, dimana yang satu mungkin lebih baik daripada yang lainnya. Sebagai contoh adalah reaksi yang dikatalisa oleh enzim hexokinase.

Mg2+

D-glukose + ATP D-glukose 6-phosphat + ADP

Kecepatan dari reaksi ini dapat dimonitoring dengan memindahkan sampel dari campuran reaksi dalam selang waktu yang diketahui sesudah penambahan enzim, hentikan reaksi secepatnya (misalnya, dengan penambahan asam untuk menginaktifasi enzim) dan ditentukan jumlah hasil (produk) yang terbentuk. Dalam

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(5)

keadaan ini kromatografi pertukaran ion (chromatography ion-exchange) merupakan tehnik yang sangat berguna untuk memisahkan hasil (produk) dari substrat. Secara jelas bahwa prosedur penentuan dengan ‘stop dan sample’ (atau discontinuous) mempunyai kemungkinan kesalahan sampling (sampling errors) dan kerja yang sungguh-sungguh pada pemisahan dan estimasi hasil (products).

Metode yang lebih memadai adalah penentuan terus menerus (continous) dari beberapa perubahan sifat selama reaksi berlangsung. Pada reaksi diatas, tidak ditemukan adanya perubahan absorbansi yang memadai, sebagai contoh, tetapi dapat dilakukan perubahan bila D-glukose-6-phosphat yang dihasilkan, digabung (couple) dengan reduksi dari NADP+ menjadi NADPH mempergunakan glukose-6-phosphat dehydrogenase.

NADP+ tidak mengabsorbsi pada 340 nm, namun NADPH akan mengabsorbsi, maka hal ini memungkinkan memonitor hasil yang diperoleh yaitu NADPH (dan karenanya D-glukose-6-phosphat) secara bersamaan. Bila digunakan prosedur penentuan dengan penggabungan (couple assay procedure) seperti ini maka harus ditambahkan gabungan enzim dan substrat secukupnya sehingga D-glukose-6-phosphat yang terbentuk pada reaksi awal akan segera dirubah yakni menjadi D-glukose- -lactone-6-phosphat, sehingga reaksi penggabungan tidak berupa kecepatan terbatas (rate limiting). Beberapa analisa terperinci dari kinetik sistim penentuan dengan penggabungan (couple assay procedure) telah menunjukkan kondisi dimana kecepatan reaksi sebenarnya yang diinginkan dapat ditentukan. Sudah barang tentu, ternyata bahwa penggabungan enzim harus mempunyai kemurnian yang tinggi dan tentu bebas dari enzim yang dicoba ditentukan dalam jumlah yang dapat dideteksi. Pada sejumlah keadaan, tidak mungkin untuk memonitor reaksi yang terus menerus (baik secara langsung terhadap reaksi yang diinginkan atau dengan mempergunakan penentuan coupling) sehingga metode ‘stop and sample’ harus dikerjakan. Sebagai contoh, pada reaksi yang dikatalisa oleh ornithine decarboxylase.

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(6)

Bila L-[1-14C] ornithine digunakan, CO2 yang dibebaskan akan radioaktip. Gas CO2

ini dapat dikurung oleh basa yang sesuai (misalnya ethanolamine yang dilarutkan dalam 2-methoxyethanol) dan radioaktifitas diestimasi dengan scintillation counting. Penentuan jumlah CO2 yang terbentuk sesudah berbagai waktu reaksi dapat

digunakan untuk menghitung kecepatan reaksi. Prosedur penentuan yang mencakup substrat yang berlabel radioaktif sangat sensitip dan mempunyai harga yang teliti bila digunakan substrat dalam konsentrasi rendah atau bila jumlah aktifitas enzim rendah. Bila telah diputuskan metode penentuan, maka untuk memperoleh data yang dapat dicapai, beberapa faktor berikut ini sangat penting diperhatikan yaitu :

1. Substrat, buffer, dan sebagainya, sedapat mungkin harus mempunyai kemurnian yang tinggi, karena kontaminan mungkin mempengaruhi aktifitas enzim. Sebagai contoh, Sediaan NAD+ secara komersiel kadang kadang mengandung inhibitor dehydrogenase, dan telah ditemukan bahwa berbagai sediaan ATP mengandung ion vanadate (VO43-) dalam jumlah yang sedikit, yang bekerja sebagai inhibitor

yang kuat dari adenosinetri-phosphatase (Na+, K+-teraktifasi).

2. Harus diketahui dengan pasti bahwa sediaan enzim tidak engandung suatu senyawa (atau enzim yang lain) yang dapat mengganggu penentuan.

Kemungkinan perubahan substrat menjadi produk yang dikatalisa non-enzim dapat diuji dengan melakukan percobaan kontrol yang tepat (mis; mempergunakan panas untuk inaktifasi-enzim).

3. Enzim harus stabil (yaitu tidak kehilangan aktifitas enzim dalam jumlah yang nyata) selama waktu yang dipakai untuk penentuan . Pemecahan dari substrat (selain dengan enzim) tidak ditemukan.

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(7)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

4. Karena aktifitas enzim dapat dengan nyata dipengaruhi oleh perubahan dalam pH, temperatur, dsb, maka penting memastikan bahwa parameter ini dapat distabilkan dengan mempergunakan buffer, penangas dengan termostated, dsb.

5. Harus diperiksa bahwa, telah dicapai suatu keadaan steady-state, kecepatan reaksi ditentukan tetap pada waktu yang diinginkan dan sebanding terhadap jumlah enzim yang ditambahkan.

6. Kecepatan awal reaksi harus ditentukan, mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi dari hasil inhibisi, peristiwa reaksi balik, dan kehabisan substrat. III. Cara Menganalisa Data Kinetik

Seperti dalam penelitian dari berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka analisa kinetika dipandang dari segi model teoritis, kemudian kebenaran model diuji dan melalui persamaan yang diperoleh dari model ditarik kesimpulan nilai tetapan (konstanta). Pada kinetika enzim diuraikan (dijelaskan) beberapa latar belakang teoritis sampai kinetika steady-state, kemudian diperlihatkan bagaimana mempergunakan data kedalam persamaan yang dihasilkan, dan akhirnya menjelaskan signifikansi dari hasil yang diperoleh.

III. 1. Reaksi 1 (satu) substrat (one substrat reaction)

Misalnya; Hydrolase ( bila H2O dalam jumlah yang berlebihan), Isomerase, dan

umumnya Lyase.

1. 1. Latar belakang secara teoritis a. Asumsi (anggapan) kesetimbangan b. Asumsi (anggapan) steady-state

1. 2. Perlakuan data (Treatment of data) a. Persamaan Lineweaver-Burk

b. Persamaan Eadie-Hofstee

c. Persamaan Hanes

d. Plot liner langsung (direct linear plot) 1. 3. Hasil yang signifikan (significant of results). Parameter Km dan Vmaks (kcat) adalah nilai :

a. Untuk karakterisasi spesifitas enzim terhadap substrat tertentu. b. Untuk menentukan antara mekanisme steady state atau kesetimbangan (equilibrium).


(8)

c. Untuk memperlihatkan peranan enzim dalam metabolisme. 1. 4. Beberapa pengembangan model sederhana

e. Lebih dari satu perantara (intermediate). f. Inhibisi substrat.

g. Tempat aktip (active site) lebih dari satu.

III. 2. Reaksi inhibisi dari satu substrat (Inhibition of one-substrat reaction).

2. 1. Latar belakang teoritis 2. 2. Perlakuan data

a. Inhibisi kompetitip b. Inhibisi non-kompetitip c. Inhibisi un-kompetitip 2. 3. Hasil yang signifikan

III. 3. Efek perubahan pH terhadap reaksi yang dikatalisa enzim.

III. 4

.

Efek perubahan temperatur terhadap reaksi yang dikatalisa enzim.

Penjelasan.

1. 1. Latar belakang secar teoritis (theoretical background)

Diasumsikan bahwa katalisis terjadi via pembentukan yang reversible dan cepat dari kompleks antar enzim, E, dan substrat,S. (bahagian enzim dimana substrat berikatan dikenal sebagai tempat aktip (active site) dari enzim). Kompleks ini kemudian pecah secara lambat menghasilkan produk,P, dan enzim semula (skema 1).

k1

E + S ES k- 1

k2

ES E + P Keterangan;

Skema 1. perubahan dari substrat menjadi produk pada reaksi yang dikatalisa enzim.

k1, k-1, k2 memperlihatkan kecepatan tetap untuk masing masing perlakuan.

Penjelasan peramaan kinetik dari skema ini dapat diturunkan dengan mempergunakan satu persatu kedua tipe asumsi sebagai berikut.

1. 1. a. Asumsi (anggapan) kesetimbangan k1

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(9)

E + S ES k- 1

k2

ES E + P

k 1

Reaksi E + S ES

k – 1

dianggap setimbang dan hanya sedikit diganggu oleh pemecahan E S untuk menghasilkan P (product). Untuk memperjelas hal ini lebih baik diasumsikan bahwa nilai k 2 relatip lebih rendah dari k –1.

Tetapan kesetimbangan K : diperoleh dengan,

[E] [S]

K = ……… 1)

[ES]

[E] adalah konsentrasi enzim bebas dan [S] adalah konsentrasi substrat bebas. Namun, karena konsentrasi substrat total lebih besar dari konsentrasi total enzim, sehingga seluruh substrat adalah bebas dan dapat dianggap [S ] bebas sama dengan [S] total.

Pada berbagai konsentrasi dari S dapat dihitung fraksi F, dari keberadaan enzim sebagai ES dengan,

[ES]

F =

[E] + [E S]

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

Sekarang, dari persamaan 1,

[E] + [S] ES =

[K] Maka,


(10)

[E] + [S] [E] + [S] F = [E] +

K K

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

S

= ………….. 2 )

[K] + [S]

Bila konsentrasi total enzim adalah [E]O, maka [ES] = F [E]O, sehingga dari

persamaan 2 )

[E] + [S ]

[ES] =

[K] + [S ]

Kecepatan pembentukan hasil (P), v, diperoleh dari ;

v = k2 [ES]

k2[E]O + [S]

= ………. 3 ) [K] + [S]

Kadang kadang persamaan 4), ditulis dalam bentuk; kcat [E]O + [S]

v =

[K] + [S]

Dimana kcat adalah tetapan reaksi orde pertama = k2 (bentuk ini kadang kadang

dikenal sebagai turnover number dari enzim). Tipe persamaan ini diperlihatkan pada gbr 1 (dimana persamaan 3) menunjukkan v akan menaik terus sampai nilai maksimum (atau batas) bila [S] meningkat. Kecepatan maksimum akan diamati bila


(11)

seluruh enzim dalam bentuk kompleks ES. Kecepatan maksimum (batas) = Vmaks akan

sama dengan k2 [E]O, sehingga persamaan 3) dapat ditulis sebagai :

Vmaks + [S]

v = ……….. 4)

K + [S]

Persamaan 4) disebut juga persamaan Michaelis Menten (Peneliti yang pertama sekali menemukan analisis kinetika enzim secara matematik)

Dari persamaan 4) dan gambar 1 dapat diambil kesimpulan bahwa bila [S] adalah kecil bila dibandingkan dengan K, reaksi adalah orde pertama pada [S], karena v = Vmaks [S]/K. Bila [S] adalah besar dibandingkan dengan K, reaksi adalah orde nol pada

[S], karena v = Vmaks. Pada nilai intermediate (antara) dari [S], reaksi adalah orde

fraksional pada [S].

Bila v = Vmaks/2, [S] = K. Sehingga K berhubungan dengan konsentrasi dari substrat

bila kecepatan adalah setengah maksimum.

Ini dikenal sebagai tetapan Michaelis atau Km. Bila menggunakan asumsi

kesetimbangan, maka Km adalah = K pada persamaan 1).

1. 1. b. Asumsi (anggapan) steady-state

Pada pendekatan ini, harus dihilangkan anggapan yang menyatakan bahwa E + S ES, kesetimbangan tidak diganggu oleh peruraian ES. Sebagai gantinya, diasumsikan bahwa ES berada dalam keadaan steady-state, yakni bahwa, konsentrasi

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(12)

ES selalu tetap, sebab kecepatan pembentukannya sama dengan kecepatan peruraian. Bila dilakukan penelitian dengan percobaan antara variasi [ES] dengan waktu, maka diperoleh grafik seperti yang terlihat pada gambar 2.

Sesudah fase awal (periode pre-steady-state) konsentrasi ES berada dalam keadaan tetap dan keadaan ini digunakan sebagai asumsi steady-state terhadap perubahan substrat menjadi product dengan dikatalisis oleh enzim, untuk mengevaluasi fraksi dari enzim dalam bentuk kompleks ES. (Asumsi steady-state adalah benar, maka kecepatan perubahan [ES] harus lebih kecil bila dibandingkan dengan kecepatan perubahan [S] atau [P].

Pada percobaan dimana konsentrasi substrat lebih besar daripada enzim, diperoleh nilai maksimum [ES] dan kecepatan perubahan [ES] akan kecil.

Sekarang, berdasarkan asumsi steady-state, kecepatan pembentukan dari ES (= k1 [E] [S]) harus sama dengan kecepatan peruraiannya (= k- 1 [ES] + k2 [ES]).

k1 [E] [S] = k- 1 [ES] + k2 [ES]

k1 [E] [S]

ES =

k- 1 + k2

Dengan cara yang sama seperti terdahulu,

[ES]

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(13)

F =

[E] + [ES] [S]

=

k- 1 + k2

+ [S] k1

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

Bila konsentrasi total enzim adalah [E]O maka, [ES] = F [E]O

[E]O [S]

=

k- 1 + k2

+ [S] k1

Dan kecepatan pembentukan hasil (product), v, diperoleh dengan :

v = k2 [ES]

k2 [E]O [S]

=

k- 1 + k2

+ [S] k1

Ganti harga k2 [E]O = Vmaks

Vmaks [S]

v = ……….. 5 )

k- 1 + k2


(14)

k1

Persamaan 5 ) disebut juga persamaan Briggs-Haldane , yaitu peneliti pertama pada tahun 1925 yang mempergunakan asumsi steady-state untuk kinetika enzim.

Dengan mempergunakan dugaan steady-state, istilah K yang terdapat pada persamaan 4 ) telah diganti dengan (k-1 + k2 ) / k1.

Hanya bila, k2 ≤ k –1, ketika asumsi kesetimbangan menjadi batasan keadaan dari

asumsi steady-state, maka harga K menjadi sama dengan tetapan disosiasi dari komplek ES ( K = k –1 /k1). Kemudian ditemukan bahwa tetapan Michaelis,

konsentrasi substrat ketika kecepatan adalah setengah maksimal, tidak selalu sama dengan tetapan disosiasi. Mempergunakan salah satu dari kedua asumsi, diperoleh persamaan dasar reaksi kinetik enzimatik, yaitu ;

Vmaks [S]

v = ……….. 6 )

K m + [S]

Bentuk integrasi dari persamaan Michaelis Menten Vmaks [S]

v =

K m + [S]

Kecepatan, v, dapat dinyatakan sebagai – d[S]/dt, sehingga : d[S] Vmaks [S]

dt = Km+ [S]

Pisahkan variabel, integralkan antara limit pada waktu nol ketika konsentrasi substrat = [S]o dan waktu t dimana konsentrasi substrat = [S]t.

[S] [S] d[S] t

∫ d[S] + Km ∫ = - Vmaks ∫ dt,

[S] o [S] o [S] o [S]

Sehingga [S] – [S]o + Km . ln = - Vmaks .t

[S]o Dengan penataan kembali maka,

1 [S]o

[S]o– [S] = - Km . ln + Vmaks .

t t [S] Maka,

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(15)

Plot dari [S]o – [S] / t terhadap 1 / t ln ( [S]o / [S] ) (gbr A 4.1) memberikan garis lurus. Nilai – Km diperoleh dari slope dan nilai Vmaksdiperoleh dari intersep.

Fig.4.1. Analysis of the progress curve of an enzyme-catalysed reaction using the integratedform of the Michaelis-Menten equation

1. 2. Perlakuan data (treatment of data)

Sangat sukar untuk menentukan batasan harga dari v (seperti Vmaks) ∫secara langsung

dari hasil plot v terhadap [S] (gbr.1) dan sehingga Km tidak dapat langsung ditentukan

dengan cara ini. Untuk mengatasi masalah ini, persamaan 6 ) dapat ditata kembali dalam berbagai cara untuk memberikan gambar grafik yang memuaskan. Diketahui ada 4 (empat) bentuk terbaik dari cara penataan kembali, seperti yang tercantum dibawah ini.

1. 2. a. Persamaan Lineweaver-Burk

Persamaan ini diperoleh dengan melakukan kebalikan dari kedua bahagian persamaan 6 ).

1 Km 1 1

= +

v [S] Vmaks Vmaks

Sehingga plot 1/v terhadap 1/[S] memberikan garis lurus dengan slope Km/Vmaks dan

intersep terhadap sumbu x adalah –1/Km dan terhadap sumbu y adalah 1/Vmaks. (gbr.

3a )

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(16)

Fig. 3. Graphical representations of enzyme kinetic data according to the equations of (a) Lineweaver and Burk, (b) Eadie and hofstee, and (c) Hanes. It should be remembered that the equation

1. 2. b. Persamaan Eadie-Hofstee Persamaan 6 ) bila ditata kembali menghasilkan ;

v Vmaks v

= -

[S] Km Km

Maka plot antara v/[S] terhadap v akan menggambarkan garis lurus dengan slope – 1/Km, dan intersep dengan sumbu x adalah Vmaks (gbr. 3b)

1. 2. c. Persamaan Hanes

Persamaan 6 ), bila ditata kembali akan menghasilkan: [S] [S] Km

= +

v Vmaks Vmaks

Sehingga plot dari [S]/v terhadap [S] adalah garis lurus dengan slope 1/Vmaks dan intersep terhadap sumbu x adalah – Km (gbr. 3c)

1. 2. d. Plot liner langsung (the direct linear plot)

Metode ini mempergunakan pendekatan yang agak berbeda dengan yang telah diuraikan pada 2a, 2b, dan 2c. Persamaan 6 ) ditata kembali sehingga menghasilkan :

v

Vmaks = v + . Km ……….. 7 ).

[S]

Vmaks dan Km diperlakukan sebagai variabel dan v serta [S] sebagai tetapan

(konstanta). Bila nilai pengamatan pertama dari v dan [S] (yaitu, v1 dan [S]1 diplot

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(17)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

seperti yang terlihat pada gbr. 4a, maka berdasarkan persamaan 7 ) terlihat bahwa garis yang menghubungkan hasil percobaan menyatakan masing masing nilai dari Vmaks dan Km yang sesuai dengan nilai pengamatan dari v dan [S]. Apabila diperoleh

sekumpulan data kedua dari v dan [S] (yaitu, v2 dan [S]2, garis yang baru dapat

digambarkan (gbr. 4b). Titik dari perpotongan garis menghasilkan nilai yang unik dari Vmaks dan Km yang sesuai dengan 2 kumpulan (set) data. Prosedure ini dapat

diulang untuk memperoleh data selanjutnya (gbr. 4b). Bila pada percobaan ini tidak ditemukan kesalahan (error) maka berbagai garis akan berpotongan pada titik yang sama.. Dalam praktek sejumlah titik perpotongan ditemukan (jumlah maksimum dari titik tersebut adalah n(n – 1)/2, dimana n adalah jumlah pengamatan dari v dan [S]). Prosedur yang benar adalah kemudian mempergunakan median dari nilai Vmaks dan Km sebagai nilai yang terbaik.

Tidak mungkin memberikan jawaban yang sederhana terhadap pertanyaan yang mana dari berbagai metode plotting data yang harus digunakan.

Dalam berbagai keadaan harus diusahakan agar data sebaik mungkin, karena dari data yang kurang baik tidak menggambarkan suatu kesimpulan. Lineweaver-Burk plot (gbr. 3a) adalah yang paling banyak digunakan dan mempunyai keuntungan bahwa variabel v dan [S] diplot pada sumbu yang berbeda.

Namun, pada analisis kesalahan yang terjadi pada pengumpulan data (dan karena itu pada penentuan parameter Km dan Vmaks) memperlihatkan bahwa terjadi distribusi

yang tidak merata dari kesalahan dalam cakupan nilai dari 1/v dan [S] pada lineweaver-Burk plot.

Untuk yang disebabkan hal ini, dianjurkan pemakaian Eadie-Hofste dan Hanes plot, sebab pada plot ini distribusi kesalahan akan lebih merata. Plot liner langsung mempunyai beberapa keuntungan : 1. Nilai v dan [S] diplot secara langsung, maka Vmaks dan Kmaks dapat ditentukan tanpa membutuhkan perhitungan . 2. Secara statistik

dapat dipercaya; pemakaian nilai median dari Vmaks dan Km meminimumkan pengaruh


(18)

Fig.4. The direct linear plot in wich experimental values of and [S] are plotted directly. (a) A Straight line drawn throught one set of experimental values;the dashed lines indicate pairs of values of Vmax and Km that are consistent

with the experimental values. In (b) a number of sets of experimental values are plotted. The point of intersection of the various lines gives the values of Vmax and Km that uniquely satisfy the experimental data.

Namun, plot liner langsung mempunyai beberapa keburukan. Metode ini tidak baik untuk data pada reaksi multi-substrat, sebab akan menghasilkan banyak garis.

Sebagai tambahan, dengan persamaan 6 ) pada metode ini sukar untuk mendeteksi awal reaksi. Saat ini (terutama dengan ketersediaan yang banyak dari mikrokomputer) telah umum memperoleh ‘best fit’ dari nilai Vmaks dan Km dengan mempergunakan

program komputer pada mana data difitting secara langsung pada persamaan 6 ), dan kini beberapa program ini ada tersedia diperdagangan.

Akhirnya, dapat dikatakan bahwa penentuan Vmaks dan Km juga dapat diperoleh dari bentuk integrasi persamaan 6 ).

Konsentrasi substrat (atau product) pada keseluruhan reaksi dimonitor dalam banyak fraksi, seperti, periode ‘initial rate’. Nilai Vmaks dan Km dapat ditentukan dari single progress curve yang pada dasarnya menggambarkan deretan penentuan kecepatan pada nilai konsentrasi substrat yang berbeda.

Kekurangan yang terbesar dari metode ini adalah ketelitian dari estimasi Vmaks dan Km

sangat peka terhadap kesalahan dalam mengestimasi titik akhir dari reaksi. Sebagai tambahan, kurva yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung reaksai kecepatn awal sebenarnya pada keadaan dimana terjadi pengurangan secara nyata dalam

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(19)

kecepatan selama waktu yang dipakai untuk mencampur komponen yang ditentukan dan pembacaannya.

Satuan (Unit) Km dan Vmaks akan sama pada mana [S] dan v ditentukan. Sehingga Km

dinyatakan dalam satuan konsentrasi, yaitu, mol dm-3.

Kecepatan, v, dapat dinyatakan dalam beberapa cara, tergantung pada informasi yang digunakan. Untuk enzim yang murni, v dinyatakan sebagai moles substrat yang terpakai per satuan waktu, perberat enzim. Pada sistim SI ini harus dalam istilah katal kg-1, dan pada sistem lama ini berada dengan istilah unit mg-1.

Bila Mr dari enzim juga diketahui, dapat dihitung konsentrasi molar dari tempat aktip

enzim dalam larutan dan kemudian mengevaluasi kcat (=Vmaks/[E]O, dimana juga

dikenal sebagai turnover number dari enzim.

1. 3. Hasil yang signifikan (significance of results)

1. 3. a. Spesifitas enzim untuk substrat dapat diterangkan sebagai berikut; Dari persamaan 3 ) diperoleh,

[E]O [S]

v =

Km + [S]

M.T Simanjuntak: Di mia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©20

ktat Kuliah Bioki

06

Subsitusi [E]O = [E] + [ES] dan ingat bahwa [ES] = [E] [S]/Km, maka diperoleh

kcat

v = [E] [S] ……….. 8 ). Km

maka kcat/Km adalah tetapan kecepatan orde kedua nyata yang menjelaskan

kecepatan dalam istilah konsentrasi dari enzim bebas dan substrat bebas. Bila ada 2 (dua) substrat yang berkompetisi S1 dan S2 untuk enzim, berdasarkan

persamaan 8 ) bahwa kecepatan reaksi adalah : kcat

v S 1 = [E] [ S 1] Km S 1


(20)

v S 2 = [E] [ S 2] Km S 2

Rasio dari kecepatan reaksi ini diperoleh dari :

vS 1 (kcat/Km)S 1 [S 1]

= .

v S 2 (kcat/Km)S 2 [S 2]

Maka, pada konsentrasi S1 = S2, kecepatan reaksi relatip dari kedua substrat dapat

ditentukan dengan nilai relatip kcat/Km. Rasio kcat/Km. dapat digunakan sebagai menentukan spesifisitas enzim untuk substrat. Sebagai contoh, pada reaksi yang dikatalisa oleh fumarate hydrolase, berturut turut untuk fumarate, fluorofumarate, chlorofumarate dan bromofumarate adalah 1,6 x 108, 9,8 x 107, 2,0 x 105 dan 2,5 x 104 s-1 (mol dm-3)-1. Terlihat bahwa spesifisitas yang tinggi ditemukan pada fumarate dan fluorofumarate, subsitusi oleh halogen yang lebih besar akan mengurangi reaktifisitas substrat secara nyata.

1. 3. b. Rasio dari kcat/Km dapat digunakan untuk uji aplikabilitas dari

mekanisme steady state atau kesetimbangan.

Mempergunakan asumsi steady-state, dengan memperhatikan persamaan 5 ) dan 6 ), diperoleh bahwa :

k-1 + k2

Km =

k1

Sekarang, bila k2 > k-1 (dimana ini adalah bentuk tertinggi dari asumsi steady-state), maka Km = k2/k1. Dengan mengganti k2 dengan kcat, ternyata bahwa kcat/Km adalah

sama dengan k1, tetapan kecepatan untuk asosiasi enzim dengan substrat. Dari

penelitian reaksi cepat diketahui bahwa tetapan kecepatan difusi yang terkendali untuk asosisasi enzim dengan substrat adalah 109 (mol dm-3)-1 s-1.. Sehingga, bila

kcat/Km merupakan urutan besarannya maka dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini

bekerja mekanisme steady-state. Ini merupakan keadaan sebenarnya dari fumarate hydrolase, catalase, dan triosephosphatase isomerase, dimana secara berurutan nilai

kcat/Km adalah 1,6 x 108, 4,0 x 107, dan 2,4 x 108s-1 (mmol dm-3)-1. Namun, bila nilai kcat/Km lebih rendah dari nilai ini, maka disimpulkan bahwa yang bekerja adalah

mekanisme kesetimbangan.

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(21)

1. 3. c. Peranan enzim pada metabolisme mungkin ditentukan oleh hubungan dari nilai Km terhadap konsentrasi substrat yang digunakan. Sebagai contoh :

Isoenzim IV hexokinase (dikenal juga sebagai glukokinase) yang terdapat dalam hati dan mempunyai Km yang tinggi untuk glukose (10 mmol dm-3), namun isoenzim I-III

mempunyai distribusi jaringan yang lebih luas dan nilai Km rendah (40 µmol dm-3),

sehingga untuk keadaan umum dari glukose darah pada makhluk yang puasa (yaitu 3 mmol dm-3), isoenzim I-III bekerja secara maksimum, namun isoenzim IV hanya bekerja sebesar 25 % dari kecepatan maksimumnya. Setelah menerima karbohidrat, tingkatan glukose darah meningkat menjadi 9,5 mmol dm-3 dan isoenzim IV sekarang bekerja dengan ½ kecepatan maksimumnya. Sebab isoenzim (IV) hati dapat memperlakukan ekstra glukose ini, mengubahnya menjadi D-glukose 6 phosphate, yang merupakan langkah awal dari proses penyimpanan glukose.

Fig. 5. The variation in velocity of the reactions catalysed by hexokinase isoenzymes with concentration of D-glukose

Dari contoh diatas jelas bahwa untuk mengintrepetasi parameter Km harus dalam

bentuk murni (yaitu konsentrasi substrat dimana kecepatan adalah ½ maksimum). Kadang kadang dianggap Km sebagai penentuan afinitas enzim terhadap substrat (nilai

Km tinggi menyatakan afinitas lemah).

1. 4 Beberapa pengembangan terhadap model sederhana k1

E + S E S k- 1

k 2

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(22)

E S E + P

Sampai saat ada beberapa pengembangan dari model sederhana reaksi enzimatis yakni :

1. Lebih dari satu reaksi antara (intermediate)

Dalam berbagai keadaan (kasus), kemungkinan tidak realistis untuk menyarankan bahwa hanya satu intermediate (enzim-kompleks) yang ditemukan dalam suatu proses reaksi. Dalam hal ini mirip ‘kompleks Michaelis’ yang memperlihatkan awal (non-kovalen) gabungan enzim dan substrat dan paling sedikit satu tambahan kompleks dimana berlangsung pengaturan beberapa pengikatan. Pada hydrolisa substrat amida dan ester yang dikatalisa oleh chymotrypsin, terlihat bukti yang jelas untuk peranan intermediate enzyme-acyl. Sehingga digambarkan reaksi sebagai berikut :

E + S ES ES’ E + P.

Maka dapat dilihat dengan mempergunakan asumsi steady-state pada berbagai intermediate dalam reaksi (ES dan ES’) bahwa persamaan kecepatan sama bentuk dengan persamaan Michaelis Menten tetapi interpretasi Km dalam pengertian

kecepatan tetap untuk setiap langkah reaksi akan berbeda dengan dalam bentuk sederhana

2. Inhibisi substrat (Substrat inhibition) kadang kadang, ditemukan bahwa, terjadi penurunan dari v pada konsentrasi substrat yang tinggi. Sebagai contoh, Plot Lineweaver – Burk, memperlihatkan kurva yang menaik pada nilai 1/[S] yang rendah, seperti hidrolisa d-fruktosa 1,6 bisfosfat (FBP) yang dikatalisa oleh fructose bifosfatase, dimana kurva menaik pada konsentrasi FBP diatas 0,1 mmol dm-3.

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(23)

Fig. 6. Lineweaver-Burk plot for the reaction catalysed by fructose-bisphosphatase.

The solid line represents the experimental data and shows that substrate inhibition occurs at high concentration of FBP (above about 0,1 mmol dm-3).

Fenomena ini dikenal sebagai inhibisi substrat dan umumnya diinterpretasikan dengan keberadaan 2 (dua) jenis tempat pengikatan substrat dalam enzim. Yang pertama bekerja, dengan afinitas yang tinggi, dengan tipe sifat kinetik [FBP] yang rendah sampai normal (bahagian yang lurus dari gbr diatas). Yang kedua pada [FBP] tinggi, afinitas rendah, merupakan tipe tempat (site) akan bekerja dan ini yang diduga mengurangi reaksi katalisa yang bekerja pada tipe pertama dari tempat (site).

1. Tempat aktip ganda (multiple active site)

Kinetik kompleks akan selalu diamati bila enzim tersusun dari sejumlah subunit dan mempunyai lebih dari satu tempat aktip. Bila ditemukan interaksi antara berbagai tempat (site) maka akan ditemukan plot kinetika yang non-liner, yang merupakan karakteristik dari kooperativitas positip atau negatip. Berbagai buku bacaan juga menguraikan komplikasi tambahan terhadap model reaksi enzimatis sederhana, seperti inhibisi oleh hasil reaksi dan terjadinya reaksi balik.

III. 2. Inhibisi dari reaksi satu substrat. (two substrate reaction)

Penelitian dari efek inhibitor pada reaksi yang dikatalisa oleh enzim adalah penting, tidak hanya untuk memperkenalkan berbagai istilah seperti kompetitip inhibisi, tetapi juga untuk memberi informasi tentang tempat aktip enzim dan terhadap inhibisi dimana kemungkinan cukup bermakna secara fisiologi. Uraian dalam hal ini dibatasi hanya untuk inhibitor yang bolak balik (reversible inhibitors), misalnya inhibitor yang bergabung secara bolak balik dengan enzim daripada enzim yang menyebabkan

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(24)

modefikasi kovalen irreversibel. Harus diperhatikan bahwa efek enzim-inhibitor adalah bolak balik bila hal ini akan berkurang dengan penurunan konsentrasi inhibitor (misalnya dengan pengenceran atau dialysis). Perbedaan antara inhibisi bolak balik dan tidak dapat balik tidak mutlak dan mungkin sukar dibedakan apabila inhibitor berikatan sangat kuat terhadap enzim dan dibebaskan dengan amat lambat. Dalam keadaan ini inhibitor disebut inhibitor berikatan kuat (tight-binding inhibitor)

III. 2. 1. Latar belakang teoritis (Theoritical background)

Salah satu cara dimana inhibisi yang dikatalisa reaksi enzim dapat dibicarakan adalah dalam bentuk skematis seperti dibawah ini

Diasumsikan bahwa kompleks mengandung-enzim berada dalam keadaan kesetimbangan satu dengan yang lain, misalnya bahwa pemecahan dari ES untuk menghasilkan produk (P) tidak secara nyata mengganggu kesetimbangan. Secara umum persamaan kinetika dapat dituliskan sebagai berikut :

[S]

KES

v = Vmaks

[S] [I] [S] [I]

1 + + +

KES KEI KESI’KES

atau dalam bentuk kebalikan (reciprocal) adalah :

1 1 [I] KES [I] 1

= 1 + + 1 + ………9 ) v Vmaks KESI Vmaks KEI [S]‘

M.T Si liah Biokimia a Enzim, 2006

USU Repository©2006


(25)

Bila berbagai asumsi dilakukan terhadap besaran berbagai tetapan disosiasi, maka persamaan 9) akan sangat sederhana. Dalam keadaan terbatas (limiting case) data kinetik dapat dibicarakan dalam lingkup plot lineweaver-burk, tetapi tentu dapat digunakan plot yang lain seperti yang terlihat pada gbr 4.3 dan, 4.4.

III. 2. 2. Perlakuan Data (Treatment of data).

Kasus (1). Inhibisi kompetitip (Competitive inhibition).

Bila diasumsikan bahwa, KESI = ∞ (seperti bila kompleks tidak dapat berkombinasi

dengan I atau kompleks EI dengan S), maka persamaan 9) akan berubah menjadi :

1 1 KES [I] 1 = + 1 +

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

v Vmaks Vmaks KEI [S]

dan efek inhibitor pada plot lineweaver diperlihatkan pada gbr 4.7.

Vmaks tidak dipengaruhi, tetapi Km hasil percobaan (yang nyata) meningkat dengan

faktor (1 + [I] / KEI).

Secara efektip, inhibitor mengikat beberapa enzim menjadi bentuk kompleks EI. Bila konsentrasi S meningkat secukupnya, efek dari kecepatan dapat diatasi (sehingga terjadi kompetitip). Banyak contoh kompetitip inhibisi ditemukan dalam reaksi dengan 1 (satu) substrat; maka, carbamoylcholine adalah inhibitor kompetitip dengan


(26)

acetylcholine pada reaksi yang dikatalisa oleh acetylcholinesterase dari erythrocyte sapi.

(CH3)3N CH2 CH2 O C NH2

O

carbomoylcholine

(CH3)3N CH2 CH2 O C CH3

O

acetylcholine

Meskipun dalam hal ini kesamaan struktur antara inhibitor dengan substrat sangat mirip sehingga kedua molekul berikatan pada tempat (site) yang sama.

Kasus (2). Inhibisi non-kompetitip (Non-Competitive inhibition).

Bila diasumsikan bahwa KESI = KEI (seperti, bahwa pengikatan dari S terhadap enzim

tidak mempengaruhi pengikatan [I]) sehingga persamaan 9, berubah menjadi ; 1 1 [I] KES [I] 1 = 1 + + 1 +

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

v Vmaks KEI Vmaks KEI [S]


(27)

Km tidak dipengaruhi, tetapi Vmaks akan menurun dengan faktor :

[I] 1 1 + KEI

Inhibitor akan mengubah E dan ES menjadi bentuk inaktip (EI dan ESI) tetapi tidak mempengaruhi distribusinya. Sehingga, peningkatan konsentrasi S tidak mengakibatkan perubahan efek dari inhibitor terhadap kecepatan. Contoh dari inhibisi non-kompetitip pada reaksi dengan satu substrat sangat sedikit dibandingkan dengan inhibisi kompetitip. Dalam kasus fructose–bisfosfat, AMP bekerja sebagai inhibitor non-kompetitip terhadap substrat fructose 1,6-bisfosfat.

Kasus (3). Inhibisi unkompetitip (Uncompetitive inhibition)

Bila diasumsikan bahwa KEI = ∞ (seperti, bila I tidak dapat berkombinasi dengan E,

tetapi hanya dengan kompleks ES sehingga persamaan 9), berubah menjadi;

1 1 [I]

KES 1

= 1 + +

v Vmaks KESI Vmaks [S]

dan efek dari inhibitor pada plot lineweaver diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(28)

Fig.4.9. The effect of uncompetitive inhibitor on a Lineweaver-Burk plot of enzyme kinetic data.

Km dan Vmaks tidak dipengaruhi oleh inhibitor, sehingga diperoleh garis yang paralel. Hanya ada beberapa kasus yang mengalami inhibisi unkompetitip pada reaksi satu substrat.(sebagai contoh inhibisi dari alkaline fosfatase dari intestine oleh L-phenylalanine) tetapi banyak contoh yang ditemukan dalam reaksi multi-substrat (misalnya, S-adenosylmethionine memperlihatkan inhibisi unkompetitip terhadap ATP pada reaksi yang dikatalisa oleh methionine adenosyltransferase dari jamur). Untuk reaksi 1 (satu) substrat diketahui ada 3 (tiga) jenis inhibisi enzim yakni; kompetitip, non-konpetitip dan unkompetitip. Berdasarkan pengalaman lebih baik memberi batasan untuk tipe inhibitor ini dalam lingkup efek terhadap parameter Km

dan Vmaks daripada berdasarkan hubungan antara tempat pengikatan untuk S dan I

pada enzim, yang lebih sukar untuk ditentukan. Bila nilai Vmaks/Km yang diperoleh

secara percobaan menurun dengan adanya inhibitor, maka inhibisi disebut mempunyai komponen kompetitip; Bila inhibitor tidak mempunyai efek terhadap nilai Vmaks yang nyata (diperoleh dari hasil percobaan) maka inhibisi disebut kompetitip. Bila ditemukan efek pada nilai Vmaks yang nyata (hasil percobaan), maka inhibisi mempunyai komponen unkompetitip; Bila inhibitor tidak mempunyai efek terhadap nilai nyata Vmaks/Km maka inhibisi disebut unkompetitip. Bila ditemukan kedua komponen kompetitip dan unkompetitip maka inhibisi disebut campuran (mixed). Dalam hal dimana efek terhadap Vmaks/Km lebih besar daripada terhadap Vmaks maka disebut inhibisi kompetitip utama (predominantly competitive inhibition); Pada mana efek terhadap Vmaks lebih besar daripada Vmaks/Km disebut inhibisi unkompetitip utama (predominatly uncompetitive inhibition) Bila efek terhadap Vmaks/Km dan Vmaks adalah sama (mis. tidak ada perubahan pada Km) keadaan ini disebut inhibisi nonkompetitip murni (pure noncompetuttip inhibition).

Plot Dixon

Persamaan 9 ), dapat ditata ulang menjadi:

1 1 KES 1 1 1 KES 1

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Bio a-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

kimi


(29)

v Vmaks Vmaks [S] Vmaks.KESI Vmaks KEI [S]

Maka, plot antara 1/v terhadap [I] pada [S] yang tetap akan merupakan garis lurus. Apabila 2 (dua) garis digambarkan (dari penentuan pada 2 dua) nilai [S] yang berbeda), nilai KEI akan ditemukan dari titik perpotongan (lih.gbr 4.2). (Ini dapat diperlihatkan dengan menyusun nilai 1/v sama pada 2 (dua) nilai [S]). Sehingga plot digunakan khusus bila v ditentukan pada konsentrasi inhibitor dalam jumlah yang besar, tetapi jumlah konsentrasi susbstrat terbatas. Untuk inhibisi kompetitip, garis perpotongan berada diatas absis (gbr. 4,2.a), dimana pada keadaan inhibisi non-kompetutip murni, titik perpotongan terdapat pada absis (gbr. 4.2.b). Untuk inhibisi unkompetitip tidak ditemukan titik perpotongan , sebab garis adalah parallel (gbr. 4.2.c). Plot Dixon tidak dapat digunakan untuk menetapkan nilai KESI.

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(30)

FIG A.4.2. The Dixon plot for determining inhibitor constants: (a), (b) and (c) show the plots for the cases of competitive, pure non-competitive, and uncompetitive inhibitition; respectively. Each represents data obtained at a constaant [S].

Interaksi antara enzim dengan substrat (S) dan inhibitor (I) 1. Ketentuan umum dalam reaksi enzimatis.

E : Enzim

S : Substrat

I : Inhibitor

ESI diasumsikan tidak aktip, dan KES, KEI, dan KESI merupakan tetapan dissosiasi. Maka,

[E] [S] [E] [I] [ES] = , [EI] =

KES KEI

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

dan,

[ES] [I] [E] [S] [I]

[ESI] = = ,


(31)

Fraksi enzim (F) dalam bentuk kompleks ES diperoleh dengan ; [ES]

F =

[E] + [ES] + [EI] + [ESI]

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

[S] KES

=

[S] [I] [S] [I] 1 + + +

KES KEI KESI . KES

Dalam penelitian ternyata bahwa, v berhubungan dengan kecepatan maksimum, Vmaks,

dengan ;

v = Vmaks. F

Sehingga;

[S]

KES

v = Vmaks

[S] [I] [S] [I] + +

KES KEI KESI . KES

III. 3. Efek perubahan pH pada reaksi yang dikatalisa - enzim.

Apabila terjadi perubahan pH maka akan diketemukan sejumlah efek yang jelas pada reaksi yang dikatalisa oleh enzim, seperti, inaktifasi enzim diluar interval pH yang ada atau perubahan dalam kedudukan ionisasi dari substrat dan kemungkinan yang ketiga adalah dapat mengubah posisi kesetimbangan bila H+ berperanan dalam reaksi, seperti, reaksi yang dikatalisa oleh creatine kinase.


(32)

Dalam hal ini, peningkatan pH akan mengubah kesetimbangan dalam sintesa phosphocreatine.

Namun, kemungkinan yang paling penting adalah perubahan kedudukan ionisasi rantai samping asam amino yang sangat penting untuk aktifitas katalitik enzim.

III.3. 1. Latar belakang teoritis (theoretical background).

Efek dari pH terhadap kecepatan dari reaksi yang dikatalisa enzim sangat kompleks, sebab baik Km maupun Vmaks dapat dipengaruhi, dan, dalam mengerjakan secara

mendetail analisis ionisasi yang terjadi, nilai dari kedua parameter harus diperoleh dalam interval nilai pH. Sejumlah penelitian yang mendetail tentang efek pH terhadap

Km dan Vmaks telah dilakukan dan umumnya lebih mudah menganalisa perubahan dalam Vmaks sebab parameter ini memperlihatkan hanya satu tetapan kecepatan, namun Km merupakan fungsi dari beberapa tetapan kecepatan. Hal ini akan jelas bila dilakukan analisis terhadap enzim bebas dan kompleks substrat-enzim yang masing masing mempunyai 2 (dua) rantai samping yang terionisasi, yang memperlihatkan bahwa perubahan dalam Vmaks tergantung ionisasi kompleks substrat-enzim;

Perubahan dalam Vmaks/Km tergantung pada ionisasi enzim bebas, dan perubahan dalam Km tergantung pada ionisasi baik enzim bebas maupun komples substrat-enzim. Untuk tujuan memperlihatkan bagaimana nilai pKa dapat diperoleh dari data hasil percobaan, maka dilakukan secara sederhana pada ionisasi satu rantai samping dalam enzim (persamaan yang sama akan dihasilkan bila mempergunakan ionisasi satu rantai samping pada kompleks substrat-enzim).

EH + E + H +

Diasumsikan bahwa EH + dalam bentuk tidak aktip dan E berada dalam bentuk aktip. Maka tetapan disosiasi asam, Ka, adalah ;

[E] [H +]

Ka =

[ EH +]

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

[E] [H +] [EH +] =

Ka

Fraksi, F, dari enzim dalam bentuk tidak terprotonasi (aktip) adalah;

[E] Ka

F = =


(33)

Bila (Vmaks)m adalah kecepatan maksimum ketika seluruh enzim berada dalam bentuk

tidak terprotonasi. Maka pada setiap pH, Vmaks yang diamati adalah ;

Vmaks = (Vmaks)m . F.

Maka, Ka

Vmaks = (Vmaks)m . …….. .. (10)

Ka + [H+]

Bila terdapat gugus ionisasi kedua dalam enzim, seperti yang diperlihatkan berikut ini;

HX YH - H + HX Y - H - X Y -

E + H + E + H + E inaktip pKa aktip pKa inaktip

Harga Vmaks pada setiap pH dapat diperoleh dari ;

(Vmaks)m

Vmaks = ……. (11)

[H+] Ka2

1 + +

Ka1 [H +]

III. 3. 2. Perlakuan data (treatment

of data)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

Berdasarkan persamaan (10), pada nilai pH dibawah pKa (mis. bila [H +] ≥ Ka , maka Ka

Vmaks = (Vmaks)m .

[H +]

Dalam bentuk logaritma adalah:

log Vmaks = Log (Vmaks)m - pKa + pH.

Maka, plot antara log Vmaksvs pH akan liner dengan slope = 1 (dalam praktek ini akan bekerja dengan baik sampai nilai pH 1,5 dibawah pKa ). Bila nilai pH diatas pKa (mis. bila [H +] ≤ Ka) maka,


(34)

Sehingga tidak ada variasi dari Vmaks terhadap pH. Plot dari log Vmaks terhadap

pH akan terlihat seperti gambar 4.10. Titik perpotongan ektrapolasi dari bahagian yang lurus plot merupakan nilai pKa.

Analisa yang sama terhadap persamaan 11 memperlihatkan bahwa bila terdapat 2 (dua) gugus ionisasi, maka plot log Vmaks terhadap pH mempunyai 3 (tiga) daerah dengan slope yang berbeda yaitu 1, 0, -1. seperti yang terlihat pada gambar 11. Daerah ini berhubungan secara berturutan dengan keadaan dimana [H +] ≥ Ka1, Ka1

[H +] ≥Ka2 dan Ka2 ≥ [H +]. Seperti terlihat pada gambar 11, nilai pKa1 dan pKa2

dapat diperoleh dari titik perpotongan ektrapolasi bahagian yang lurus dari plot. Namun, bila kedua nilai pKa lebih dekat daripada 1,5 pH unit, maka tergantung ionisasi dan nilai pKa yang diperoleh mungkin membutuhkan koreksi untuk memperoleh nilai sebenarnya.

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(35)

III. 3. 3. Hasil yang signifikan (significance of results).

Penelitian dari efek perubahan pH terhadap kecepatan reaksi yang dikatalisa oleh enzim umumnya disimpulkan bahwa terdapat “pH optimum” untuk reaksi tersebut. Pada uraian dari berbagai jenis efek pH diatas diketahui dengan berbagai tingkatan penyebab. Dalam keadaan dimana pada penelitian kinetika enzim pada pH optimum ditemukan hasil yang tidak sesuai dengan keadaan in vivo.

Selalu menarik untuk mencoba menentukan nilai pKa dan tipe tertentu rantai samping asam amino, dengan mempergunakan nilai pKa untuk asam amino. Namun, prosedur ini mempunyai kesukaran, sebab lingkungan dari rantai samping pada enzim sangat berbeda dengan asam amino bebas dan ini dapat menyebabkan perubahan yang besar terhadap pKa. Maka, pada pepsin, satu rantai samping asam aspartat mempunyai pKa sebasar 1,0, yang lain mempunyai 3 pH unit lebih rendah dari asam aspartat bebas. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus, hal ini dimungkin1kan dari penelitian kecepatran-pH untuk mengimplikasikan rantai samping tertentu pada mekanisme enzim tertentu, misalnya. rantai samping histidine dalam pancreatic ribonuclease, chymotripsin dan rantai samping asam karboksilat dalam lysozyme.

III. 4. Efek dari perubahan temperatur terhadap reaksi yang dikatalisa enzim (the effect of changes in temperature on enzyme-catalysed reactions)

Secara umum,efek dari perubahan dalam temperatur terhadap kecepatan reaksi yang dikatalisa oleh enzim tidak memberikan banyak informasi yang berguna, terutama yang berhubungan dengan mekanisme katalisis ( Kecuali pada penelitian

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(36)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

chymotrypsin-yang mengkatalisa hydrolysis N-acetyl-L-tryptophanamide, dimana, dari kecepatan reaksi yang tergantung pada temperatur dan data yang lain, profil energi untuk reaksi dapat dikontruksi. Namun, efek ini menjadi penting untuk menunjukkan perubahan struktur dalam enzim dan untuk perubahan aktivitas enzim pada organisme poikilothermik, dimana temperatur intraselluler sangat berubah. III. 4. 1. Latar belakang teoritis (theoretical background)

Dari teori keadaan transisi (transition-state) reaksi kimia, dapat diturunkan suatu rumus untuk variasi dari kecepatan tetap, k, terhadap temperatur, yang disebut persamaan Arrhenius, seperti yang tersebut dibawah ini;

-Ea / RT

k = A e ……… (12)

Dimana : A adalah faktor pre-eksponensial

R adalah tetapan gas

T adalah temperatur absolut

Ea adalah energi aktifasi untuk reaksi.

Dari persamaan (12) telah jelas bahwa terjadi kenaikan secara eksponensial pada kecepatan reaksi dengan temperatur.

Secara kuantitas dikenal istilah Q10, yaitu rasio dari kecepatan reaksi pada (T+10)K dibandingkan dengan pada TK. Mempergunakan persamaan 12 dapat dilihat bahwa temperatur sekitar 300 K (27OC), Q10 akan diperoleh dengan perkalian dari eEa / 75000. Untuk beberapa reaksi kimia, nilai dari Q10 adalah 2 – 4, sesuai dengan energi aktifasi sebesar 50 – 100 kJ mol –1 . Pertimbangan yang sama juga digunakan dalam hal reaksi yang dikatalisa enzim, tetapi nilai Ea (dan karena itu juga Q10) secara umum bila dilakukan perbandingan lebih rendah daripada nilai yang sesuai untuk reaksi yang dikatalisa oleh non-enzim. Sebagai contoh, Urea bila dihidrolisa dengan dikatalisa oleh asam, nilai Ea adalah 100 kJ mol-1, namun reaksi yang sama dikatalisa oleh urease akan menghasilkan Ea yang jauh lebih rendah yaitu 42 kJ mol-1. Diatas temperatur tertentu enzim akan kehilangan ikatan kuat dari struktur dalam 3 (tiga) dimensi, yang berguna untuk aktifitas katalitik. Inkubasi dari berbagai enzim pada temperatur diatas 323 K (50OC) akan mengakibatkan kehilangan yang cepat dari aktifitas katalitik.


(37)

III. 4. 2. Perlakuan data (Treatment of data)

Berdasarkan persamaan Arrhenius (12), plot antara ln (kecepatan) terhadap 1/T memberikan garis lurus dengan slope –Ea/R. Bila dilakukan perhitungan berdasarkan

kehilangan aktifitas katalitik pada temperatur tinggi, akan ditemukan plot Arrhenius untuk reaksi yang dikatalisa oleh enzim mirip dengan yang terlihat pada gbr 4.12 (a). Perlu diperhatikan bahwa menurut Cornish-Bowden thn 1979, analisis plot Arrhenius lebih baik dilakukan bila variasi dari Km dan Vmaks dianalisa terpisah dalam interval

temperatur yang digunakan. Pada setiap temperatur, kecepatan yang diamati akan tergantung pada kedua parameter tsb.

Kesulitan akan muncul bila enzim ditermukan dalam 2 (dua) atau lebih bentuk inter-convertible (saling bertukar) dengan energi aktifasi yang berbeda. Maka akan terjadi dikontinuisitas dalam plot Arrhenius pada temperatur dimana perubahan antara kedua bentuk menjadi signifikan (gbr. 4-12 (b). Sebagai contoh dari sifat tipe ini diperlihatkan oleh enzim adenosinetrifosfatase (Na+, K+- teraktifasi) untuk mana

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(38)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

transisi kemungkinan terjadi dari perubahan structural dalam ikatan yang sangat kuat dari gabungan molekul fosfolipid dengan enzim.

III. 4. 3. Hasil yang signifikan (significance of results)

Seperti yang dijelaskan terdahulu bahwa nilai Q10 (demikian juga Ea) untuk reaksi

yang dikatalisa oleh enzim umumnya lebih rendah daripada untuk reaksi yang tidak dikatalisa oleh enzim. Umumnya untuk enzim pada spesies homoiothermik (mis. mamalia) nilai dari Q10 kira kira 2. Namun, pada spesies yang dapat mengadaptasi

kondisi dingin hal ini sangat penting sehingga reaksi metabolik yang esensial tidak terlampaui lambat menurun. Meskipun, seperti yang terlihat pada gambar 4.12, enzim umumnya kehilangan aktifitas pada temperatur diatas 323 K(50OC), dapat dicatat bahwa enzim dari bakteri termofilik (mis. Bacillus stearothermimophilus, yang bertumbuh pada temperatur sampai 363 K (90OC) adalah stabil pada temperatur yang tinggi ini. Penyebab pengecualian dari stabilitas enzim ini masih dalam penelitian; Dalam hal glyceraldehydes-3-fosfat dehydrogenase (yang mempunyai 4 subunit) diduga bahwa stabilisasi berasal dari peningkatan ikatan ionik inter-subunit dan interaksi hydrofobik.

III. 5. Reaksi 2 (dua) substrat (two substrate reactions)

Sampai saat ini pembicaraan hanya dilakukan terhadap reaksi yang dikatalisa enzim dengan satu substrat dan dalam hal ini telah dikenal istilah Km, Vmaks, kompetitip inhibisi dsb. Penelitian ini mempunyai keterbatasan, sebab oksidoreduktase, tranferase dan ligase mengkatalisa reaksi yang lebih dari satu substrat. Namun, banyak dari konsep yang berperanan pada kinetik satu substrat dapat digunakan pada analisis kinetik dari reaksi yang lebih kompleks ini. Pada bahagian ini akan diterangkan penggolongan secara luas dari tipe mekanisme reaksi dua substrat dan mengindikasikan bagaimana cara memperoleh persamaan yang dibutuhkan. Dan juga diperlihatkan bagaimana mempergunakan persamaan ini pada analisis data percobaan, dan menyimpulkan dengan penjelasan bagaimana kemungkinan dapat dibedakan antara berbagai tipe mekanisme yang mungkin.

III. 5. 1. Latar belakang teoritis (theoretical back ground) Reaksi dua substrat dapat dibagi menjadi 2 (dua) katagori;


(39)

(1). Pembentukan kompleks ternary (mis. kompleks yang terdiri dari enzim dan kedua substrat).

Dalam hal ini reaksi adalah :

E + A + B E + P + Q. Proses ini berjalan via kompleks ternary dari tipe EAB dan EPQ.

E + A + B EAB EPQ E + P + Q. Katagori ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) sub bahagian.

(1)(a) Reaksi dimana kompleks ternary dibentuk seperti cara berikut, mis, substrat kedua (B) dapat beikatan dengan enzim hanya setelah A telah berikatan terlebih dahulu.

E + A EA

EA + B EAB (tetapi E + B EB)

(1)(b) Reaksi dimana kompleks ternary dibentuk secara random, (mis, salah satu dari kedua substrat dapat yang pertama berikatan).

E + A EA E + B EB atau

EA + B EAB EB + A EAB

(2). Tidak terjadi pembentukan kompleks ternary

Golongan reaksi yang paling penting pada katagori ini berlangsung dengan subsitusi enzim atau mekanisme ping-pong, seperti, bentuk modefikasi enzim (E’) terbentuk bersamaan dengan hasil (produk) pertama, sebelum substrat kedua berikatan..

E + A E’ + P E’ + B E + Q

Golongan kedua dari enzim pada katagori ini bekerja via mekanisme Chance-Theorell (nama ini berasal dari peneliti yang pertama menemukan) dimana kompleks ternary barangkali terbentuk tetapi sangat cepat pecah menghasilkan produk pertama sehingga kompleks ternary secara kinetika tidak signifikan. Jenis mekanisme tipe ini telah diperlihatkan pada oksidasi etanol dan berbagai alkohol primer oleh NAD+ yang dikatalisa oleh alkohol dehydrogenase pada hati kuda. Alternatip cara yang terjadi pada reaksi yang dikatalisa enzim telah diajukan oleh Cleland thn 1970..

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(40)

Proses reaksi diperlihatkan dengan garis horizontal (bila perlu bercabang) dengan bentuk enzim digambarkan dibawah garis. Keberhasilan penambahan substrat dan pelepasan produk dilukiskan dengan garis vertikal. Tetapan kecepatan dapat ditentukan, bila perlu ditepatkan pada anak panah ini.

Sehingga secara acak mekanisme kompleks ternary (tipe (1)(b) diatas) adalah:

Dan mekanisme subsitusi-enzim (tipe (2) diatas adalah :

III. 5. 2. Penurunan persamaan untuk reaksi dua-substrat (derivation of equation for

two-substrate reactions)

Penurunan persamaan untuk menjelaskan kinetik dari berbagai tipe mekanisme tidak mempergunakan prinsip dasar lain sebagai tambahan untuk digunakan pada reaksi satu substrat, meskipun secara aljabar ternyata lebih kompleks. Untuk memperoleh persamaan kecepatan telah digunakan metode komputer.

Sebagai dasar pemikiran untuk ini adalah mengevaluasi konsentrasi dari kompleks yang mengandung berbagai enzim dalam ukuran konsentrasi total enzim, dibawah kondisi konsentrasi substrat. Sehubungan dengan ini digunakan asumsi steady-state

dengan cara yang sama untuk reaksi satu substrat. Kecepatan keseluruhan reaksi adalah sama dengan konsentrasi kompleks untuk tujuan regenerasi enzim bebas dikali dengan tetapan kecepatan untuk langkah regenerasi, seperti, skema reaksi berikut;

k1

E + EA EAB EPQ EP E + P.

Kecepatan dari seluruh reaksi v 1 sama dengan k 1 [EP]. Hal ini sebab

dibutuhkan regenerasi enzim bebas (dengan langkah k1 diatas) agar

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(41)

reaksi selanjutnya dapat berlangsung. Bila digunakan dugaan steady-state dalam hal mekanisme kompleks secara random (1)(b) maka persamaan yang diperoleh sangat kompleks, dalam bentuk akar dari konsentrasi substrat. Pada keadaan ini dapat digunakan praduga kesetimbangan dan menganggap bahwa E, EA, dan EAB keseluruhannya berada dalam kesetimbangan satu dengan yang lain.

Persamaan untuk v, yaitu kecepatan awal dari reaksi, yang dihasilkan dari perlakuan ini ditemukan dalam bentuk berikut;

Untuk mekanisme kompleks ternary (1)(a) dan (1)(b)

Vmaks [A][B]

v = …….. (13)

K’AKB + KB[A] + KA[B] + [A][B]

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

(Persamaan tipe ini juga diturunkan untuk mekanisme Theorell-Chance). Persamaan (13) menghasilkan uraian dari berbagai reaksi tipe ini dan ditetapkan keberadaan praduga kesetimbangan.

Untuk mekanisme subsitusi enzim (2).

Vmaks [A][B]

v = …….. (14)

KB[A] + KA[B] +

[A][B]

Ada sejumlah persamaan dengan formulasi yang berbeda untuk persamaan 13 dan 14, beberapa diantaranya adalah :

Untuk kecepatan awal ,v, dari reaksi dua substrat yang mengabaikan kinetika Michaelis Menten dinyatakan oleh The International Union of Biochemistry thn 1982

sebagai berikut; [E]O v =

1 1 1 1 + + +

kO kA[A] kB[B] kAB[A][B]

Dimana [E]O adalah total konsentrasi enzim dan kS adalah tetapan kecepatan


(42)

Vmaks kO kO = , kA = , [E]O KA

kO kO kO = dan kAB =

KB KA . K’B

Untuk reaksi ini juga telah diformulasi oleh Dalziel thn 1957 sbb :

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

[E]O 1 2 12

= O + + +

v [A] [B] [A][B]

Dimana : O dst, adalah koefisien Danziel. Koefisien ini memungkinkan

persamaan ditulis lebih ringkas, karena selalu ditemukan berupa kombinasi tetapan.

Sesuai dengan persamaan (13),

[E]O [E]OKA

O = , 1 =

Vmaks Vmaks

[E]OKB [E]O K’A KB

2 = dan 12 =

Vmaks Vmaks

III. 5. 3. Signifikansi dari parameter pada persamaan (Significance of the parameter in the equation)

Vmaks dalam persamaan (13) dan (14) memperlihatkan kecepatan maksimum pada keadaan jenuh dari substrat A dan B. Dalam praktikum, hasil tetapan KA dan KB pada persamaan (13) dan (14) menunjukkan tetapan Michaelis ( untuk bahan A dan B) dengan bahan lain mengalami konsentrasi jenuh. Hal ini dapat terlihat ; misalnya pada persamaan (13) bila pembilang dan penyebut dibagi dengan [B] maka diperoleh :

Vmaks [A]

v =

K’AKB KB[A] + + KA + [A]

[B] [B] Dan bila [B] ∞ , 1/ [B] = 0, maka ;

Vmaks [A]


(43)

KA + [A]

Dengan mempunyai bentuk yang sama dengan persamaan (6). Nilai K’A pada

persamaan (13) tidak mempunyai arti yang sederhana secara praktikum. Dalam pengertian mekanisme reaksi, tetapan K’A, KA, dan KB memperlihatkan kombinasi

dari tetapan kecepatan masing masing individu dalam reaksi (bandingkan dengan persamaan 5) untuk reaksi satu substrat. Dalam hal mekanisme kompleks ternary secara random (1)(b), nilai K’A, KA, dan KB mempunyai arti yang sederhana sebagai

tetapan disosiasi, sebab dalam hal ini digunakan praduga kesetimbangan untuk memperoleh persamaan (13).

K’A, KA dan KB menyatakan tetapan disosiasi untuk EA, AEB untuk memperoleh EB

dan EAB untuk memperoleh EA (catatan bahwa K’B = K’AKB / KA).

III. 3. 5. 4. Perlakuan data

(treatment of data)

Nilai dari parameter Vmaks, K’A dan KB pada persamaan 13 dapat diperoleh dari data

percobaan dengan melakukan fitting komputer yang sama dengan yang dilakukan untuk reaksi satu substrat. Namun, nilai lebih umum diperoleh dengan metode grafik yang terdiri dari plot primer dan sekunder. Kecepatan v, ditentukan pada berbagai nilai [A], dengan mempertahankan konsentrasi B tetap; prosedur ini kemudian diulangi pada nilai [B] tertentu. Dengan melakukan kebalikan dari persamaan (13), diperoleh persamaan :

1 KA KB K’AKB 1

= 1 + + + ……(15)

v [A] [B] [A][B] Vmaks

M.T Simanjuntak: Diktat K a Enzim, 2006

USU Repository©2006

uliah Biokimia-Pengantar Kinetik

Dapat dilihat bahwa plot primer dari 1/v terhadap 1/[A] pada nilai tertentu [B] akan

liner dengan ; 1 K’AKB


(44)

Vmaks [B]

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

1 KB

Dan intersep (pada y-axis) = 1 + …….(17) Vmaks [B]

Bila [B] meningkat, maka baik slope maupun intersep akan menurun.

(Garis pada plot primer (gbr.1.13) titik intersep dapat diatas, pada, atau dibawah axis, tergantung nilai relatip dari K’A, KA, dan KB. Pada berbagai nilai [B] Km ‘nyata’ untuk

A dapat diperoleh dari intersep pada x-axis. Dari persamaan (15) dapat terlihat bahwa

Km adalah ([B] KA + K’AKB)/([B] + KB); Km akan berubah dengan [B], kecuali K’A

= KA ketika titik interseksi pada x-axis.

Plot sekunder dari slope dan intersep plot primer terhadap 1/[B] disusun seperti gambar 4.14 (a) dan (b).


(45)

Dengan meneliti persamaan (16) terlihat bahwa plot slope terhadap 1/[B] (gbr.4.14 (a)) adalah liner dengan slope K’AKB/Vmaks dan intersep pada y-axis adalah KA/Vmaks. Dari persamaan (17) terlihat bahwa plot dari intersep terhadap 1/[B](gbr.4.14(b)) adalah liner dengan slope KB/Vmaks dan intersep pada y-axis adalah 1/Vmaks. Sehingga, dimungkinkan untuk menentukan kembali Vmaks, KB, KA, dan K’A dari slope dan

intersep plot sekunder ini. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa parameter K’A, KA

dan KB mempunyai arti yang sederhana pada mekanisme kompleks ternary secara acak = random (1)(b). Bila diketahui dari penelitian lain bahwa mekanisme ini dipergunakan terhadap enzim tertentu maka dapat digambarkan beberapa kesimpulan dari nilai relatip parameter ini. Sebagai contoh, untuk creatine kinase dari otot kelinci ditentukan secara langsung dari sintesis fosfocreatine dan ditemukan bahwa K’MgATP

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(46)

> KMgATP, dengan arti bahwa pengikatan dari satu substrat dipercepat oleh pengikatan

lainnya. (dikenal dengan istilah substrate synergism). Sebaliknya, pada oksidasi etanol oleh NAD+ yang dikatalisa oleh alcohol dehydrogenase dari jamur, K’NAD+ = KNAD, sebab pengikatan dari satu substrat tidak tergantung pengikatan lainnya.

Sekarang kembali pada persamaan (14) untuk mekanisme subsitusi enzim (2), ditemukan bahwa plot primer dari 1/v terhadap 1/[A] pada nilai [B] tertentu, terdiri dari kumpulan garis parallel (gbr.4.15). Ini dapat diperoleh dengan cara menginverse

persamaan (14).

1 KA KB 1

= 1 + + + ……..(18)

v [A] [B] Vmaks

Sebab, plot 1/v terhadap 1/[A] mempunyai slope KA/Vmaks; slope ini tidak tergantung pada [B], dihasilkan sebagai suatu kumpulan garis parallel. Dapat ditemukan parameter KB dan Vmaks (dan KA) dengan pembentukan plot sekunder dari intersep y-axis dari plot primer terhadap 1/[B]. Plot sekunder ini mempunyai slope KB/Vmaks dan intersep y-axis adalah 1/Vmaks

Sehingga dimungkinkan untuk menentukan kembali Vmaks , KB , KB A , dan K’adarislope dan intesep plot sekunder ini. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa parameter K’a ,

KA dan KB mempunyai arti yang sederhana pada mekanisme kompleks ternari secara

acak = random (1) (b). Bila diketahui dari penelitian lain bahwa mekanisme ini dipergunakan terhadap enzim tertentu maka dapat digambarkan beberapa kesimpulan dari nilai relatif parameter ini. Sebagai contoh, untuk creatine kinase dari otot kelinci ditentukan secara langsung sintesis fosfocreatine dan ditemukan bahwa K’MgATP >

KMgATP , dengan arti bahwa pengikatan dari satu substrat dipercepat oleh pengikatan

lainnya.(dikenal dengan istilah substrate synergis). Sebaliknya, pada oksidase etanol oleh NAD yang dikatalisa oleh + alcohol dehydrogenase dari jamur, K’NAD+ = KNAD ,

sebab pengikatan dari satu substrat tidak tergantung pengikatan lainnya. Sekarang kembali pada persamaan (14) untuk persamaan (14) untuk substitusi enzim (2),

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(47)

ditemukan bahwa plot primer dari 1/v terhadap 1/[A] pada nilai [B] tertentu, terdiri dari kumpulan garis paralel (gbr.4.15). ini dapat diperoleh dengan cara menginverse

persamaan (14).

1 KA KB 1

= 1 + + + ……..(18)

v [A] [B] Vmaks

Sebab, plot 1/v terhadap 1/[A] mempunyai slope KA/Vmaks; slope ini tidak tergantung

pada [B], dihasilkan sebagai suatu kunpulan garis paralel dapat ditemukan parameter KB dan Vmaks (dan KA) dengan pembentukan plot sekunder dari intersep y-axis dari

plot primer terhadap 1/[B]. Plot sekunder ini mempunyai slope KB/Vmaks dan intersep

y-axis adalah 1/vmaks.

II. 5. 5. Hasil yang signifikan; perbedaan antara berbagai mekanisme untuk reaksi dua substrat (Significance of results; distinction between the various mechanisms for two-substrate reactions)

Dari hasil uraian diatas, dapat dilihat bagaimana mekanisme subsitusi enzim dapat dibedakan dari mekanisme kompleks ternary, sebab mekanisme subsitusi enzim akan menghasilkan rangkaian garis parallel pada plot primer (gbr. 4.15).

Harus diperhatikan bahwa dibutuhkan pertimbangan yang cermat untuk memastikan bahwa garis pada plot seperti gbr 4.15 benar benar parallel, dan ini sangat baik membuat estimasi dari nilai K’A pada persamaan umum (13) dan kesalahan dari

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(48)

estimasi ini (K’A adalah sama dengan nol untuk mekanisme subsitusi enzim). Bila

dari plot primer diduga bahwa dalam keadaan tertentu mekanisme subsitusi enzim bekerja, pembuktian yang menegaskan tentang hal ini dapat diperoleh dari :

(1). Memperlihatkan reaksi partial, mis. pengubahan A menjadi P tanpa adanya B. E + A E’ + P

(2). Isolasi dari bentuk modifikasi enzim (E’ pada skema diatas), selalu mempergunakan label radioaktip yang sesuai.

Sehingga, pada reaksi yang dikatalisa oleh nukleosida difosfat kinase dari erythrocyte, mekanisme subsitusi enzim diperlihatkan oleh data kinetik:

GTP + dGDP GDP + dGTP

Pada keadaan inidimungkinkan untuk mengisolasi enzim yang dimodefikasi secara radiokatip, dimana rantai samping histidine difosforilasi, setelah enzim diinkubasi dengan [ -32P] GTP (mis. GTP dilabel pada posisi pada gugus trifosfat).

E + GTP E -- P + GDP

Dimana kemudian diikuti oleh

E -- P + dGDP E + dGTP

P adalah gugus fosforil

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(49)

Berbagai enzim yang bekerja via mekanisme subsitusi enzim meliputi amino-transferase, dimana kofaktor fosfat pyridoxal bergabung dengan enzim dan mengalami perubahan kovalen menjadi bentuk E’, dan fosfoglycerate mutase dari jamur atau mamalia. Sebenarnya ada 2 (dua) tipe fosfoglycerate mutase, yaitu enzim yang bersumber dari tumbuhan dan tidak tergantung pada 2,3-bisfosfo-D -glyserate primer, dimana enzim yang diperoleh dari jamur atau mamalia membutuhkan bahagian primer ini. Namun, kedua tipe ini sekarang diklasifikasikan sebagai Isomerase (EC5.4.2.1). Reaksi yang dikatalisa oleh enzim yang terakhir merupakan reaksi satu substrat, dimana 2-fosfo-D-gyserate (2PG) dirubah menjadi 3-fosfo-D-glyserate (3PG). Namun, dalam hal ini dibutuhkan molekul primer 2,3-bisfosfo-D-glyserate (BPG). Sehingga terdapat 2 (dua) bahagian reaksi.

E + BPG E --- P + 2 PG

E-- P + 3 PG E + BPG

Menghasilkan reaksi akhir,

3 PG + 2 PG

Dari analisis kinetika steady-state yang diuraikan diatas, ternayata dtidak dapat membedakan antara mekanisme kompleks ternary random dan yang tertentu, sebab keduanya diperoleh dengan mempergunakan persamaan (13). Sebagai catatan bahwa meskipun mekanisme Theorell-Chance juga diperoleh dengan persamaan (13), namun dapat dibedakan dari mekanisme kompleks ternary dengan membandingkan besaran dari berbagai parameter pada persamaan kecepatan dengan kecepatan reaksi pergi dan reaksi balik.

Perbedaan antara mekanisme kompleks ternary random dan tertentu dapat diperoleh bila data yang lain dapat digunakan, mis. dari tipe percobaan berikut:

(1). Percobaan pengikatan-substrat (substrate-binding experiments)

Pada mekanisme kompleks ternary acak(random)-tertentu (ordered), masing masing substrat, A dan B, akan berikatan dengan enzim, dimana pada mekanisme yang tertentu (ordered), substrat kedua (mis.B) tidak dapat berikatan bila tidak ada

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(1)

mekanisme tertentu sebahagian (partly ordered mechanisms). Prinsip yang digunakan untuk penurunan persamaan dan perlakuan data adalah sama dengan yang digunakan dalam analisis reaksi 2 (dua) substrat, meskipun secara aljabar lebih kompleks dan dibutuhkan data yang lebih akurat. Sebagai contoh analisis reaksi 3 (tiga) substrat yang dilakukan dengan penelitian terhadap glutamate dehydrogenase, dimana terlihat bahwa reaksi mirip dengan reaksi tipe random dengan 2- oxoglutarate, NH4+, dan pengikatan NADH dalam berbagai keadaan untuk membentuk kompleks quartenary.

IV. Kinetika Pre-steady-state (pre-steady-state kinetics)

IV. 1. Latar belakang; kebutuhan untuk tehnik spesial (Background; the need for special techniques)

Dari penelitian kinetika yang dilakukan dibawah kondisi steady-state hanya dapat ditemukan informasi yang terbatas tentang proses kecepatan individu dalam reaksi yang dikatalisa enzim. Kecepatan maksimum (Vmaks) dapat digunakan menghitung

nilai kcat, atau bilangan balik (turnover number) berdasarkan persamaan;

Vmaks

Kcat =

[E]0

Dimana [E]0 adalah konsentrasi enzim pada tempat aktip.

Nilai kcat untuk berbagai enzim telah diketahui dan terletak antara 10 sampai 107

detik-1 (Fersht,A,R., thn 1985). Nilai kcat memberikan bahan pemikiran untuk tetapan

kecepatan pada proses paling lambat dalam reaksi yang dikatalisa enzim. Pada percobaan steady-state, secara umum dikerjakan dengan konsentrasi enzim yang sangat rendah (1 nmol dm-3 ) dan dalam kondisi ini reaksi cukup lambat sehingga dapat digunakan metode ‘konvensional’ (mis. penambahan enzim secara manual untuk memulai reaksi dan diamati dengan spektrofotometer). Misalnya; bila [E]0 =

1nmol dm-3 dan kcat = 103 detik-1, Vmaks sama dengan 60 mol dm-3 min-1, dimana dapat

dimonitor dengan spektrofotometri secara memuaskan. Namun, bila diinginkan untuk meneliti proses yanag terjadi dalam selang waktu yang kurang dari beberapa detik (dan ini meliputi tahapan selain proses yang paling lambat dari reaksi keseluruhan). Sehingga dibutuhkan untuk menemukan metode pencampuran dan pengamatan yang lebih cepat. Masalah ini telah dapat diatasi dengan memperkenalkan metode

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(2)

‘Stopped-flow’ dimana dapat mengamati reaksi yang ditemukan dalam beberapa milli detik. Unsur penyusun alat ‘Stopped-flow’ diperlihatkan pada gbr 4.16.

Dinding penggerak (drive barrier) ditekan kedalam, biasanya secara mekanik, dan isi dari kedua syringes pereaksi (mis. enzim dan substrat) dicampur. Cairan piston dari syringe stopping mengalir keluar, sampai cairan ini mencapai dinding pemberhentian (stop barrier), ketika aliran berhenti. Pada titik ini oscilloscope akan bergerak dan perubahan absorbansi atau fluorescensi cairan dalam bejana (chamber) pengamatan dapat dicatat. Bercak yang disimpan oleh oscilloscope biasanya berupa fotograf yang dapat dianalisa pada waktu tertentu. Untuk peralatan tipe ini terdapat ‘dead time’, yang berhubungan dengan interval waktu antara mulai reaksi dengan pencampuran dan pemberhentian lairan cairan, kira kira 1 milli detik.

IV. 2. Penggunaan dari tehnik stopped-flow (application of the stopped-flow).

Tehnik stopped-flow telah dievaluasi pada elusidasi terperinci dari reaksi yang dikatalisa enzim. Akan diuraikan 2 (dua) tipe yang paling penting untuk diteliti; penentuan tetapan kecepatan masing masing tahapan pada reaksi dan identifikasi jenis sementara (transient species).

IV. 2. 1. Penetapan tetapan kecepatan (determination of rate constants).

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(3)

Contoh penetapan tetapan kecepatan masing masing tahapan dalam reaksi diperlihatkan oleh pengikatan NADH terhadap lactate dehydrogenase (isoenzyme LDH-5) dengan memonitor peningkatan fluoresensi NADH yang ditemukan pada pengikatan. Konsentrasi yang sama dari enzim pada tempat aktip dan substrat (masing masing 8 mol dm-3) dicampur dan peningkatan fluoresensi dimonitor selama lebih kurang 16 milli detik. Dengan menganalisa data dengan persamaan yang dikembangkan untuk reaksi bolak balik (reversible), dapat ditarik kesimpulan dari tetapan kecepatan sebagai :

k1

E + NADH E. NADH

k -1

k1 = 6,3 x 107 (mol dm-3)-1 detik-1

k –1 = 450 detik-1.

Penetapan tetapan kecepatan untuk perlakuan dissosiasi (k-1) adalah nilai pada

penentuan sifat alamiah proses lambat dari reaksi keseluruhan. Penelitian selanjutnya, mempergunakan penentuan stopped-flow dari perubahan fluoresensi pada bentuk mutant lactate dehydrogenase, memperlihatkan bahwa proses lambat dari reaksi keseluruhan berhubungan dengan perpindahan dari bahagian loop pada enzim secara fleksibel.. Perpindahan ini menyebabkan loop menutupi seluruh tempat aktip, dengan akibat terjadi perubahan fluoresensi dari rantai cabang tryptophan pada loop.

Sebagai catatan; untuk reaksi orde kedua dimana konsentrasi reaktan adalah sama, waktu paruh diperoleh dari 1/k[A], dimana [A] adalah konsentrasi awal dari reaktan dan k adalah tetapan kecepatan. Pada keadaan ini (dengan mengabaikan reaksi balik), dapat dilihat bahwa k = 6,3 x 107 (mol dm-3)-1 detik-1 dan [A] = 8 mol dm-3, maka t

1/2 ≈ 2 milli detik, yang dapat diukur dengan ukuran waktu dari peralatan

stopped-flow.

IV. 2. 2. Identifikasi dari spesies sementara (identification of transient species). Pada tehnik stopped-flow, konsentrasi enzim cukup tinggi untuk dapat mendeteksi dan mengidentifikasi kompleks yang mengandung enzim pada proses reaksi, dan untuk menentukan tetapan kecepatan perlakuan yang meliputi pembentukan dan kerusakan dari spesies ini. Mempergunakan absorbsi spektrofotometri, konsentrasi sebesar 10 mol dm-3 dapat dideteksi; dengan mempergunakan fluoresensi, kemungkinan mempunyai batas 10 kali lebih rendah. Pada percobaan yang dilakukan

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(4)

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006

USU Repository©2006

oleh Chance diperlihatkan bahwa oksidasi malachite green dengan H202 yang

dikatalisa oleh peroksidase membentuk kompleks enzyme-H202; percobaan ini

memperlihatkan pembuktian pertama secara langsung untuk partisipasi dari kompleks substrat-enzim pada reaksi yang dikatalisa enzim. Telah ditemukan pengembangan tehnik stopped-flow; dengan penggunaan alat deteksi scanning cepat yang dapat menscanning spectrum sampai 200 nm dalam jarak waktu 1 milli detik. Dengan ini berarti dimungkinkan untuk mencatat secara cepat perubahan dalam spectrum absorbsi dan menyebabkan identifikasi unsur antara (transient species) akan lebih pasti. Tehnik ini telah digunakan untuk memperlihatkan, contoh, bahwa NADH dihasilkan dalam fase reaksi cepat yang dikatalisa oleh alcohol dehydrogenase dari hati kuda (mis. etanol + NAD+ acetaldehyde + NADH + H+) berikatan dengan enzim, sebab absobsi maksimumnya (320 nm) yang berbeda dengan NADH bebas (340 nm).

IV. 3. Metode relasasi (relaxation methods)

Metode stopped-flow digunakan untuk penelitian suatu proses yang terjadi dalam beberapa milli detik. Batas yang lebih rendah ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pencampuran yang merata dari cairan dan ini dicapai dalam waktu 1 milli detik atau kurang. Telah dijelaskan bahwa dimungkinkan untuk menggunakan metode stopped-flow untuk meneliti reaksi antara NADH dan lactate dehydrogenase yang dilakukan dengan konsentrasi substrat dan enzim yang rendah. Namun, bila dalam hal ini tidak mungkin untuk menggunakan prosedur ‘konsentrasi rendah’ untuk memperoleh kecepatan dari reaksi cepat dalam skala waktu yang diinginkan, maka dapat digunakan yang disebut metode ‘relasasi’, dimana tidak memerlukan pencampuran reaktan. Pada metode ini, sistim dalam keadaan setimbang dirobah dengan perubahan yang tiba tiba dari temperatur atau parameter yang lain (tekanan, pH, dsb) dan kemudian di’relaks’ menjadi posisi yang baru dari kesetimbangan. (dengan menghentikan kodenser diantara electrode dalam larutan, temperatur akan menaik 5-10 K pada 1 detik. Posisi kesetimbangan akan berubah yang memberikan perubahan entalpi (∆H) untuk reaksi tidak sama dengan nol). Kecepatan ‘relasasi’ dimonitor dengan tehnik spektroskopi yang cocok (yang lain), dan akan berhubungan secara teoritis kepada tetapan kecepatan untuk reaksi bolak-balik yang ditemukan pada kesetimbangan. Dari penentuan pada berbagai konsentrasi reaktan, tetapan kecepatan dapat dievaluasi.


(5)

Metode lompatan-temperatur (temperature-jump metode) telah digunakan, sebagai contoh, memperlihatkan bahwa tetapan kecepatan untuk assosiasi NADH dengan malate dehydrogenase (k =5 x 108 (mol dm-3)-1 s-1) adalah berdekatan dengan batas yang dapat dihitung untuk kontrol difusi dari assosiasi enzim dengan substrat ( k ≈ 109(mol dm-3)-1 detik-1), misalnya, bahwa hampir seluruh pertemuan atau tubrukan antara enzim dan substrat akan membentuk kompleks. Metode telah digunakan untuk meneliti reaksi yang dikatalisa oleh alkaline fosfatase pada E. Coli; enzim via ini mengkatalisa hydrolysis dari berbagai ester fosfat, R ---- O ---- P, via pembentukan dan pemecahan dari fosforil enzim intermediate. Sebab kecepaatan reaksi hanya sedikit tergantung pada sifat alamiah gugus R, dan telah dipostulat bahwa, hydrolysis dari enzim fosforil merupakan gabungan kecepatan–perlakuan terbatas (rate –limiting step) untuk hydrolisa dari ester fosfat yang berbeda. Namun, pada perlakuan ini kecepatan (k4 dalam skema dibawah ini) telah ditentukan dengan tehnik stopped -flow

dan ditemukan lebih cepat daripada kecepatan reaksi keseluruhan (Trentham, D. R. dkk, thn 1968). Sifat alamiah dari perlakuan lambat telah disimpulkan dari percobaan dimana kecepatan pengikatan dari substrat analog yang tidak dapat dihydrolisa 4-nitrobenzylfosfat, terhadap enzim telah dipelajari dengan metode lompatan – temperatur (temperature-jump method).

Hasil memperlihatkan bahwa perubahan struktur dalam enzim ditemukan setelah pengikatan inhibitor dan kecepatan perubahan ini berhubungan dengan perlakuan lambat dari reaksi keseluruhan (k2 dalam skema dibawah ini).

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006


(6)

DAFTAR BACAAN

1. Nicholas C. Price and Lewis Steven; Fundamentals of Enzymology, second edition, Oxford University Press, N,Y. U. S. A, page 136-180 (1996)

2 Donald Voet, Judith G. Voet, Biochemistry. second edition. John Wiley & Son, Inc. New York. (1995).

M.T Simanjuntak: Diktat Kuliah Biokimia-Pengantar Kinetika Enzim, 2006