informasi yang berkenaan dengan ukuran perusahaan, sehingga tingkat underpricing perusahaan yang berskala
besar cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan yang berskala kecil.
Skala perusahaan terbukti mendukung teori uncertainty of company value yaitu ketidakpastian nilai perusahaan di masa
datang akan membuat investor ragu-ragu menginvestasikan uangnya di saham emiten. Ketika investor membaca
prospektus, menganalisa skala perusahaan atau total aktivanya dan menilai bahwa total
aktiva dapat dipergunakan untuk menambah penghasilan emiten dan
mampu menutupi kewajibannya, maka risiko ketidakpasrtian di masa datang dapat diperkecil. Ukuran perusahaan yang
besar mengindikasikan bahwa perusahaan dalam keadaan yang stabil Dianingsih, 2003.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Yasa 2002, Ghozali dan Mansur 2002 serta Amelia J. dan
Saftiana 2005 yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing.
c. Pengaruh EPS terhadap Underpricing Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa EPS tidak
berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian EPS dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,991 0,05 dengan koefisien bertanda positif. Artinya, Hipotesis tiga H
3
yang menyatakan bahwa EPS berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing
pada perusahaan yang terdaftar di BEI, ditolak. Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ardiansyah 2004 dan Handayani 2008 yang menunjukkan bahwa EPS berpengaruh negatif
siginifikan terhadap underpricing. Artinya semakin tinggi EPS maka semakin kecil terjadinya
underpricing. Pertumbuhan EPS yang positif memperoleh bagian laba
yang lebih besar dimasa yang akan datang atas setiap lembar saham yang dimilikinya. Apabila EPS perusahaan tinggi,
akan semakin banyak investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi
Handayani , 2008. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Sulistio 2005 yang menyatakan bahwa EPS tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing. Hal
itu menggambarkan bahwa investor yang melakukan kegiatan investasi merupakan investor jangka panjang.
Investor tidak hanya menginginkan keuntungan jangka pendek atau investor yang tujuannya hanya ingin
memperoleh initial return akan tetapi lebih kepada kinerja perusahaan jangka panjang. Investor menginginkan bahwa
perusahaan dapat dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, investor
berharap bahwa dana hasil penjualan saham kepada masyarakat dapat dikelola dengan baik oleh perusahaan
secara efektif dan efisien. Perusahaan harus secara tepat menggunakan dana hasil penjualan saham agar tidak terjadi
pengeluaran yang tidak berguna atau tidak menguntungkan. Dengan kata lain perusahaan harus melakukan seleksi yang
tepat untuk melakukan investasi apa saja yang dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan di masa yang
akan datang. Dengan demikian nilai EPS yang tinggi atau rendah tidak menjadi faktor utama bagi investor untuk
menanamkan modalnya pada suatu perusahaan sehingga tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing.
d. Pengaruh NPM terhadap Underpricing Hasil analisis menunjukkan bahwa NPM tidak berpengaruh
negatif signifikan terhadap underpricing. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian NPM dengan tingkat signifikansi
0,975 0,05. Artinya, Hipotesis empat H
4
yang menyatakan bahwa NPM berpengaruh negatif signifikan
terhadap underpricing pada perusahaan di BEI, ditolak. Hal itu menunjukkan bahwa peningkatan NPM tidak
berpengaruh terhadap terjadinya underpricing. Rasio NPM yang tercantum dalam prospektus perusahaan
tidak menjadi informasi yang utama bagi investor untuk melakukan investasi. NPM tidak bisa dijadikan ukuran untuk
melihat sejauh mana keberhasilan sebuah perusahaan dalam operasionalnya sehari-hari atau dalam menghasilkan laba.
NPM tidak bisa dijadikan tolak ukur apakah sebuah perusahaan telah menjalankan usahanya secara efektif
sehingga semua kegiatan yang dilakukan telah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. NPM merupakan
perbandingan antara laba setelah pajak dengan penjualan bersih. Penjualan tidak bisa dijadikan faktor keberhasilan
sebuah perusahaan, akan tetapi jauh sebelum terjadinya penjualan sebaiknya memperhatikan hal-hal lain, seperti
hutang, pemanfaatan aktiva, modal sendiri, dll. Hutang yang tinggi tentunya akan membebani perusahaan ke depannya.
Pemanfaatan aktiva yang kurang efektif akan menghasilkan laba yang kurang optimal atau bahkan menghasilkan biaya
yang tinggi. Besarnya modal sendiri akan berpengaruh pada kegiatan investasi dimasa depan, misalnya pembelian
perlengkapan atau peralatan baru untuk menunjang kegiatan operasional sehari-hari. Oleh karena itu rasio NPM tidak
menjadi faktor utama yang dipertimbangkan oleh investor sehingga tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing.
e. Pengaruh DER terhadap Underpricing Hasil analisis menunjukkan bahwa DER berpengaruh positif
signifikan terhadap underpricing. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian DER dengan tingkat signifikansi 0,049
0,05. Artinya, Hipotesis lima H
5
yang menyatakan bahwa DER berpengaruh positif signifikan terhadap
underpricing pada perusahaan yang terdaftar di BEI, diterima. Artinya, semakin tinggi DER maka semakin tinggi
pula terjadinya underpricing. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Kim et al
1993, Daljono 2000 dan Trisnaningsih 2005 yang mengemukakan bahwa DER berpengaruh positif signifikan
terhadap underpricing. Koefisien yang positif menunjukkan bahwa investor yang membeli saham di pasar perdana
merupakan investor jangka panjang. Jika DER semakin tinggi akan mengakibatkan kinerja perusahaan terganggu
dalam jangka panjang. Hal itu dikarenakan rasio ini yang menunjukkan rasio hutang ini mencerminkan resiko
perusahaan yang relatif tinggi sehingga megakibatkan ketidakpastian harga saham dan berdampak pada return
saham yang nantinya akan diterima investor, akibatnya investor cenderung menghindari saham-saham yang
memiliki DER tinggi. Semakin tinggi DER semakin tinggi pula resiko perusahaan. Para investor akan
mempertimbangkan rasio ini sebelum membeli saham
Artikel Ilmiah Mahasiwa 2013 5
perdana perusahaan, akibatnya tingkat ketidakpastian harga saham akan semakin besar dan underpricing akan semakin
tinggi. Hal ini sejalan dengan Ariawati 2005 yang menyatakan perusahaan yang memiliki tingkat DER tinggi
akan lebih cenderung menggunakan dana hasil IPO untuk membayar utangnya daripada untuk kegiatan investasi guna
melakukan ekspansi baru. Hal tersebut mengurangi minat investor untuk membeli saham. Para investor dalam
melakukan
keputusan investasi
tentu akan
mempertimbangkan informasi DER. Oleh sebab itu tingkat ketidakpastiannya akan semakin tinggi dan menyebabkan
semakin tinggi underpricing. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian
Durukan 2002 dan Handayani 2008 yang menyimpulkan bahwa DER tidak berpengaruh positif signifikan terhadap
terjadinya underpricing.
Kesimpulan dan keterbatasan
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut: a. Umur perusahaan, ukuran perusahaan, EPS, NPM, dan
DER secara simultan bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat underpricing pada perusahaan publik di
Bursa Efek Indonesia. b. Umur perusahaan tidak berpengaruh negatif signifikan
terhadap tingkat underpricing pada perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia.
c. Ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat underpricing pada perusahaan publik di
Bursa Efek Indonesia. d. EPS tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap
tingkat underpricing pada perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia.
e. NPM tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat underpricing pada perusahaan publik di Bursa
Efek Indonesia. f. DER berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia.
Keterbatasan Penelitian Ada beberapa keterbatasan penelitian antara lain:
a. Rentang waktu penelitian hanya dua tahun, sehingga untuk penelitian yang akan datang sebaiknya periode
penelitian ditambah waktunya, misalnya periode penelitian ditambah 5 tahun supaya diperoleh hasil
penelitian yang lebih akurat dalam jangka panjang dan hasilnya dapat digeneralisasikan agar hasil penelitian
lebih baik.
b. Variabel dalam penelitian ini hanya menggunakan lima variabel yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan,
EPS, NPM dan DER sehingga variabel yang mempengaruhi underpricing masih terbatas, untuk
penelitian selanjutnya hendaknya di tambah dengan variabel lain, misalnya variabel ukuran jumlah dewan
komisaris, sektor industri, nasionalitas, kualitas audit.
c. Ukuran perusahaan hanya diukur dengan total aset yang bukan tolak ukur yang sesuai untuk menentukan besar
kecilnya perusahaan, sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat diproksikan dengan tingkat
kemakmuran dari perusahaan, nilai saham, jumlah karyawan, dll.
Daftar Pustaka
Ali, Syaiful dan Jogiyanto Hartono. 2002. Analisis Pengaruh Pemilihan Metode Akuntansi Terhadap Pemasukan Penawaran Perdana. Jurnal
Ekonomi dan Bisinis Indonesia. Vol 17. No 2 : 211-225. Amelia J. dan Yulia Saftiana. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Underpricing Penawaran Umum Perdana IPO di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Akuntansi. Vol. 1 No. 2. Juli. Ardiansyah, Misnen. 2004. Pengaruh Variabel Keuangan terhadap Awal
dan Return 15 Hari Awal dan Return 15 Hari Setelah IPO Serta Moderasi Besaran Perusahaan terhadap Hubungan antara Variabel
Keuangan dengan Awal dan Return 15 Hari Awal dan Return 15 Hari Setelah IPO. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.7. No 2.
Mei.
Ariawati, Siti. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Penawaran Perdana IPO Studi pada
Perusahaan Go Public yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 1999-2003. Tesis. Diponegoro : Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Daljono. 2000. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return
Saham yang Listing di BEJ Tahun 1990-1997. Simposium Nasional III, A Pendidik.
Dianingsih, H. I. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana IPO :
Studi Kasus pada Perusahaan Go-Public yang Terdaftar di BEJ tahun 1999-2001. Tesis. Semarang : Magister Manajemen
Universitas Diponegoro. Durukan, M. Banu. 2002. The Relationship between IPO return and
Factors Influencing IPO performance : Case of Istambul Stock Exchange. Manajerial Finance. Vol. 28. No.2
Febriana, Dian. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di BEJ 2000-
2002. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. Ghozali, Imam dan Mudrik Al Mansyur. 2002. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Underpriced di BEJ. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 4. No 1.
Gujarati, Damodar. 1999. Ekonmetrika Dasar. Edisi I. Terjemahan Sumarno Zain. Jakarta : Erlangga.
Handayani, Sri Retno. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana Studi Kasus Pada
Perusahaan Keuangan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2006. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.
Ismiati, Yuli. 2002. Harga Saham – Analisis Faktor Fundamental yang mempengaruhi Saham Manufaktur di Bursa Efek Jakarta.
http:library . Gunadarma.ac.idgo.php?id=jiptum-gdl-s1-2002-yuli-
8803- saham. Kim, Jeong Bong, I. Krinsky dan J. Lee. 1993. Motives for Going Public
and Underpricing: New Evidence from Korea. The International Journal of Accounting. 29. Hal : 46-61.
Kristiantari, I Dewa Ayu. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Saham
Perdana Di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Bali : Universitas Udayana.
Putra, Nandariko Shendy Adhe dan Yuli Budiarti. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum
Perdana Di Bursa Efek Indonesia. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Rachmawati H., Diyah. 2007. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental Terhadap Tingkat Underpricing Pada Penawaran
Umum Perdana Di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Ramadhani, Ayu Suci. 2009. Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi
dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 13. Hal : 15-28.
Riyanto, Bambang 2005. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan.
Artikel Ilmiah Mahasiwa 2013 6
Yogyakarta : BPFE. Rosyati dan Arifin Sabeni. 2002. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 1997-2000. Simposium Nasional IV. A
Pendidik. Sandhiaji, Bram Nugroho. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Penawaran Umum Perdana IPO Periode Tahun 1996-2002. Tesis. Semarang:
Universitas Diponegoro. Sari, Denty Puspita. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Underpricing Pada Perusahaan yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2008. Skripsi. Semarang : Universitas
Stikubank. Sulistio, Helen. 2005. Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi
terhadap Initial Return: Studi Pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional
Akuntansi VIII, IAI, September. Sumarso, Budhi. 2003. Ex Ante Uncertainty Positive Signal
Underpricing Of Initial Public Offering Of Equity In Indonesia. Kompak. No. 8. Mei- Agustus. Hal : 240-260.
Sunariyah. 2000. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. YKPN Yogyakarta.
Trisnaningsih, Sri. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Pada Perusahaan yang Go Public di Burssa
Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 4 No. 2. September. Malang : Universitas Brawijaya.
Yolana, Chastina dan Dwi Martani. 2002. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham
Perdana di BEJ Tahun 1994 – 2001. Solo : Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Yasa, Gerianta Wirawan. 2002. Penyebab Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta. Jurnal. Bali : Universitas
Udayana.
Artikel Ilmiah Mahasiwa 2013 7