Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara yang di kenal oleh negara-negara besar dunia. Hal ini dikarenakan bahwa bangsa Indonesia merupakan Negara yang kaya akan hasil sumber daya alam, bahkan Indonesia disebut-sebut sebagai Negara yang agraris. Namun ironisnya, sebagai negara agraris yang tanahnya subur dan gemah ripah loh jinawi saat ini Indonesia bukan saja tidak mampu berswasembada pangan, tetapi sebaliknya justru mengalami krisis pangan. Mengacu pada UU no 32 Tahun 2004: 1 bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam kaitan dengan ketahanan pangan, sebenarnya batas- batas yurisdiksinya sudah jelas. Kewajiban menyediakan pangan yang harganya terjangkau, tersedia setiap saat dalam jumlah cukup dan bisa diakses yang merupakan esensi konsepsi ketahanan pangan telah didesentralisasikan ke daerah. Pemerintah tampaknya belum menentukan respons strategis atas situasi krisis pangan. Kalangan internasional menyebutkan krisis ini sebagai silence tsunami yang mengancam ketahanan pangan, konflik, dan kelaparan, di dalam negeri walaupun harga beras masih bisa ditekan, gelombang krisis menyebabkan kelangkaan pangan dan dapat mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Apalagi, 1 Pemerintah Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jika produksi beras nasional tidak bisa dipertahankan pada level aman akibat perubahan iklim global yang memicu bencana alam. 2 Dalam makna yang lebih hakiki, negara wajib memenuhi kebutuhan masyarakat dalam standar kehidupan yang layak baik kebutuhan sandang, pangan untuk mewujudkan segenap visi dan misi tujuan Negara RI. Ketahanan pangan merupakan salah satu program utama di Indonesia. Ketahanan pangan nasional membaik dengan ditunjukkan oleh peningkatan produksi pangan, ketergantungan pangan terhadap impor sangat kecil dan peningkatan konsumsi energi, protein dan kualitas konsumsi pangan. Namun hal itu tidak bisa menjamin hubungan yang sinergis dengan kondisi ketahanan pangan di daerah. Di daerah, masih seringnya kita dengar masalah busung lapar menunjukkan bahwa permasalahan ketahanan pangan di daerah belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan penguatan ketahanan pangan daerah dengan melakukan advokasi kembali yang lebih intensif kepada pemerintah daerah sesuai dengan tugas, wewenang dan kesepakatan yang telah dibuat. Selain itu pemerintah daerah harus terus berupaya untuk mensosialisasi kelembagaan ketahanan pangan daerah yang telah terbentuk dan mendorong keikutsertaan swasta dan masyarakat agar memiliki kesempatan berperan seluas- luasnya untuk mewujudkan ketahanan pangan daerah dengan memperhatikan aspek ketahanan pangan. Menurut hemat penyusun, kebijakan ketahanan pangan seharusnya merupakan prioritas kebijakan nasional, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 45 UU No. 71996 tentang Pangan, bahwa pemerintah bersama 2 Republika : Selasa, 6 Mei 2008. Mencermati Kebijakan Ketahanan Pangan masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, pada ayat 1, Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Berbicara masalah kemiskinan tidak terlepas dari membahas masalah ketahanan pangan bahkan juga ketahanan gizi, karena kedua hal tersebut saling terkait. Disisi lain mengabaikan ketahanan pangan berarti membiarkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Bagi Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar, dimana masalah pangan selalu merupakan masalah yang sensitif. Sering terjadi gejolak politik karena dipicu oleh kelangkaan dan naiknya harga pangan. Pembangunan pertanian dimasa yang akan datang merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari kelanjutan tahun-tahun sebelumnya dengan tekanan perhatian kepada permasalahan yang berkembang. Pemenuhan kebutuhan pangan akan tetap menjadi prioritas utama pembagian pertanian, hal ini karena permintaan pangan akan terus meningkat dengan bertambahnya pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi yang masih tergantung pada beras. Dengan tidak mengesampingkan komoditas yang lainnya, ketahanan pangan telah menjadi komitmen nasional berdasarkan pada pemahaman atas peran strategis dalam pembangunan nasional. Tiga aspek peran strategis tersebut antara lain adalah: 3 1 Akses terhadap pangan dan gizi yang cukup merupakan hak yang paling azasi bagi manusia. 3 Irawan P.B. 2004. Peranan Pembangunan Manusia dalam Mendukung Pemantapan Ketahanan Pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. LIPI Jakarta 2 Peranan penting pangan bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas dan ketahanan pangan. 3 Komitmen Indonesia untuk mewujudkan ketahanan pangan tertuang pada Undang-Undang UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia PP No. 68 tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Berkaitan dengan ketahanan pangan juga terdapat dalam Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang salah satunya bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan baik pada tingkat rumah tangga, daerah maupun nasional. Pada tanggal 11 Juni 2005, pemerintah mencanangkan strategi kebijakan yang disebut Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan RPPK. Strategi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan petani-hutan; meningkatkan daya saing produk pertanian, perikanan dan kehutanan; serta menjaga kelestarian sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan Kantor Menko Perekonomian 2005. RPPK diawali dengan penegasan dan pengakuan atas posisi strategis dan peran multi fungsi pertanian, perikanan dan kehutanan yang salah satunya dikaitkan dengan ketahanan pangan. Secara definisi, konsep ketahanan pangan telah jelas seperti telah disebutkan terdahulu. Namun dalam penjabarannya terdapat variasi dikarenakan konsep ketahanan pangan memang luas dan kompleks menyangkut berbagai hal. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan Bab 1, pasal 1, menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. 4 Berkaitan dengan pemerintah daerah Kabupaten Bulungan dalam mewujudkan ketahanan pangan, dimana pemerintah pusat memberikan wewenang serta tanggung jawab penuh kepada pemerintah daerah untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Badan Bimas Ketahan Pangan Departemen Pertanian. Ketersediaan dan kemandirian pangan, Tingkat dan Kualitas konsumsi pangan. Dengan menganalisis aspek konsumsi pangan rumah tangga secara implisit sudah tercermin aspek keterjangkauan rumah tangga terhadap pangan, atau sudah masuk aspek harga pangan dan pendapatan rumah tangga karena faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah daya beli rumah tangga yang merupakan gabungan dari aspek pendapatan rumah tangga dan harga pangan. Tabel 1.1 Jumlah Produksi Beras Kabupaten BulunganTahun 2009 No Kecamatan Jumlah Ton 2006 Jumlah Ton 2007 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kecamatan Tanjung Palas Utara Kecamatan Tanjung Palas Tengah Kecamatan Tanjung Palas Barat Kecamatan Tanjung Palas Kecamatan Tanjung Palas Timur Kecamatan Tanjung Selor Kecamatan Peso Kecamatan Peso Hilir Kecamatan Sekatak Kecamatan Bunyu 1.043 2.706 1.024 1.386 2.033 4.554 298 1.024 32 97 2.771 1.624 1.130 1.350 2.829 5.379 304 1.023 51 216 Jumlah 14.197 Ton 16.677 Ton Sumber; Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan 2009 Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun dinilai belum mencukupi dalam konteks ketahanan pangan, karena masih banyak variabel yang berpengaruh untuk mencapai ketahanan pangan tingkat daerah dan rumah tangga. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Bila terjadi kelebihan pangan tersebut dapat diperdagangkan antar wilayah. Memenuhi kebutuhan dalam negeri dalam jumlah yang besar sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pengolahan pangan. Kabupaten Bulungan sebagai salah satu daerah di wilayah utara Kalimantan Timur merupakan Kabupaten yang memiliki sumber daya alam khususnya sektor agraris sebagai leading sektor pembangunan daerah. Arah kebijakan Revitalisasi Pembangunan Pertanian Dalam Arti Luas di Kabupaten Bulungan adalah untuk mendorong pengamanan ketahanan pangan, peningkatan daya saing, diversifikasi, peningkatan produktivitas dan nilai tambah produksi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan untuk kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk Bulungan pada tahun 2006 tercatat sebanyak 109.219 jiwa dengan luas wilayah 18.010,5 Km. Sektor pertanian memiliki peluang yang cukup besar dalam mendorong perekonomian di Kabupaten Bulungan. Oleh karena itu kebijakan dan program penguatan baik pada tahap off farm dan on farm utamanya kegiatan teknologi budidaya tanaman serta pengolahan dan pemasaran khususnya tanaman pangan menjadi prioritas. 5 Seperti yang tercantum dalam Keputusan Bupati Bulungan, bahwa untuk meningkatkan produksi pertanian, swasembada pangan lestari dan berkelanjutan dalam mewujudkan ketahanan pangan diperlukan tersedianya sarana yang cukup. 6 Di sisi lain upaya peningkatan produksi beras menghadapi berbagai tantangan seperti konversi lahan sawah, rusaknya saluran irigasi dan stagnasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi. Permasalahan utamanya adalah kurangnya intensifikasi pada padi lahan kering atau lahan basah dan kurang irigasi bagi padi lahan basah, dan belum efektifnya pengembangan padi pasang surut, demikian juga pada tanaman palawija yang masih dibudidayakan 5 Laporan Tahunan Tahunan Dinas Pertanian Kab. Bulugan Tahun 2008 6 Keputusan Bupati Bulungan tentang Penetapan Kebutuhan an Harga Eceran Teringgi HET Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian 2009. dalam skala kecil. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri domestik. Bila terjadi kelebihan surplus, pangan tersebut dapat diperdagangkan antar wilayah terutama bagi wilayah yang mengalami defisit pangan dan ekspor. Sebaliknya bila terjadi defisit, sebagian pangan untuk konsumsi dalam negeri dapat dipenuhi dari pasar luar negeri atau impor. Fragmentasi itu jelas terlihat pada lembaga yang dominan mempengaruhi keputusan petani, ternyata kurang serasi kaitannya dengan lembaga yang mempengaruhi keputusan pelaku pasar, impor pangan dan lembaga kredit untuk petani kecil. Lembaga yang mempengaruhi keputusan konsumen tidak lagi terkait dengan lembaga lain dalam kerangka memperkokoh ketahanan pangan nasional, karena sebagian besar telah diserahkan kepada mekanisme pasar internasional. Dari uraian diatas maka penyusun tertarik untuk meneliti “Implementasi Kebijakan Ketahanan Pangan Kalimantan Timur Studi Penelitian Pada Dinas Ketahanan Pangan di Pemkab Bulungan” Dari hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran tentang bagaimana mewujudkan ketahanan pangan yang lebih baik khususnya di Kabupaten Bulungan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas yang mendasari pemikiran dalam Penelitian ini, maka rumusan masalah dalam Penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bulungan dalam mewujudkan ketahanan pangan dan peningkatan produksi serta kesejahteraan masyarakat ? 2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat Pemerintah Kabupaten Bulungan dalam mewujudkan ketahanan pangan dan peningkatan produksi serta kesejahteraan masyarakat ?

C. Tujuan Penelitian