Biodiesel Production by In Situ Transesterification of Microalgae Chlamydomonas sp., and Synechococcus sp. Cultivated in a Technical Grade Media

 

PROD
DUKSI BIIODISEL
L SECAR
RA TRAN
NSESTER
RIFIKASII IN
SITUD
DARI MIK
KROALG
GAChlam
mydomonaas sp.
DANSyynechococccus sp. YANG
Y
DIK
KULTIVA
ASI DEN
NGAN ME
EDIA
TEKN

NIS

PATMAW
WATI

SEKOL
LAH PASC
CASARJA
ANA
INSTITU
UT PERTA
ANIAN BO
OGOR
BOGO
OR
2013
3

 


ii 
 

 

iii
 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Produksi Biodisel Secara
Transesterifikasi In Situdari Mikroalga Chlamydomonas sp. danSynechococcus sp.
yang Dikultivasi dengan Media Teknisadalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juli2013

Patmawati
NIM C351110111

 

iv 
 

RINGKASAN
PATMAWATI. Produksi Biodisel Secara Transesterifikasi In Situ dari Mikroalga
Chlamydomonas sp. dan Synechococcus sp.yang Dikultivasi dengan Media Teknis.
Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM, IRIANI SETYANINGSIH dan UNTUNG
SUDADI.
Cadangan minyak dunia semakin turun.Di sisi lain, polusi lingkungan oleh
emisi gas buang hasil pembakaran bahan bakar minyak terus meningkat. Indonesia
memiliki total cadangan minyak bumi sebesar 9 milyar barel yang akan habis dalam
waktu 23 tahun. Oleh karena itu, perlu dicari bahan bakar alternatif yang bersifat
terbarukan.Salah satu diantaranya adalahbiodisel.Mikroalga berpotensi untuk

dikembangkan sebagai sumber biodiesel. Pengembangan biodisel umumnya
membutuhkan biaya produksi yangsangat mahal. Oleh sebab itu, perlu dicari
alternatif proses produksi biodesel yang lebih efisien, yaitu menggunakan media
kulturtechnical grade dan teknik proses transesterifikasi in situ.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap.Tahap pertama berupa peremajaan dan
penyediaan stok empat isolat mikroalga dalam media BG 11. Tahap kedua yaitu
kultivasi pada skala lab, skala lapang pada akuariumdalam media N2P1, N2P2 atau
N3P3 dan analisis kadar lipid, kadar air, rendemen, asam lemak bebas dan
komposisi asam lemak. Tahap ketiga adalah produksi biodisel dengan proses
transesterifikasi in situ dan dilakukan perhitungan rendemenserta karakterisasi
biodisel sesuai dengan SNI.
Chlamydomonas sp. ICBB 9114 menghasilkan rendemen biomassa tertinggi
(0.44 g/L) dan kadar air yang rendah, sedangkan Chlamydomonas sp. ICBB 9112
menghasilkan rendemen biomassa terendah (0.19 g/L) dengan kadar kadar air dan
asam lemak bebas tertinggi. Synechococcus sp. ICBB 9111 memiliki kadar abu
tertinggi, sedangkanChlamydomonas sp. ICBB 9113 memiliki kadar abu dan asam
lemak bebas terendah.
Asam lemak C18:3 dominan terdapat pada Synechococcussp. ICBB 9111
(47.03%),Chlamydomonas sp. ICBB 9113 (42.57%) dan Chlamydomonas sp. ICBB
9114 (34.42%), sedangkan Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dominan mengandung

jenis asam lemak terbaik (C16:0, 47.38%)sehingga dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodisel karena memiliki titik leleh (melting point) yang rendah,
bilangan setan yang tinggi dan cenderung tidak mudah teroksidasi.
Produksi biodiesel dari mikroalga diawali dengan proses ekstraksi lipid dari
biomassa dan dilanjutkan dengan konversi lipid menjadi fatty acid metyl ester
(FAMEs) melalui proses transesterfikasi. Chlamydomonas sp. ICBB 9114
menghasilkan FAMEs tertinggi (3523.20mg/100g), sedangkan kadar FAMEs
terendah dihasilkan oleh Synechococcus sp. ICBB 9111 (2181.10 mg/100 g). Hasil
karakterisasi biodisel dari Chlamydomonas sp. ICBB 9114 sesuai dengan SNI
kecuali untuk bilangan asam.
Kata-kunci: FAME, media kultur teknis, mikroalga, transesterifikasi in situ.

v
 

SUMMARY
PATMAWATI. Biodiesel Production by In Situ Transesterification of Microalgae
Chlamydomonas sp., and Synechococcus sp. Cultivated in a Technical Grade
Media. Supervised by BUSTAMI IBRAHIM, IRIANI SETYANINGSIH and
UNTUNG SUDADI.

During the time being, the world’s oil supply is going to be less. In the other
side, enviroment pollution derived from fosil fuel combustion is going tobe more
extensive. Indonesia has 9 billion barrel of oil reserve which will be run out in 23
years. Therefore, alternative source of energy should be developed, such as
biodiesel. Microalgae have a high productivity and potential to be developed as
biodiesel. This development need a high cost. This study is intended to find an
alternativeof biodiesel production from microalgae which is more cost efficient. We
developed a new improvement by using technical grade culture nutrient and in
situtransesterification process.
The study consisted of three stages. The first was regeneration and
providing four isolates in BG 11 medium. The second was cultivation in lab scale,
aquarium scale using N2P1, N2P2 or N3P3 medium, and analyses of lipid, water,
ash, yield, free fatty acid (FFA), and characterization of the fatty acid. The last was
biodiesel production byin situtransesterification process,yield measurement and
characterization of the biodiesel.
Isolate Chlamydomonas sp. ICBB 9114 produced the highest yield of
biomass (0.44 g/L) with low water content, whileChlamydomonas sp. ICBB 9112
produced the lowest biomass (0.19 g/L) with the highest water and FFA content.
Synechococcus sp. ICBB 9111 had the highest ash content, whileChlamydomonas
sp. ICBB 9113 had the lowest ash and FFA content.

Fatty acid content with C18:3 type was dominant in Synechococcus sp.
ICBB 9111 (47.03%), Chlamydomonas sp. ICBB 9113 (42.57%), and
Chlamydomonas sp. ICBB 9114 (34.42%). While, C16:0 type was dominant in
Chlamydomonas sp. ICBB 9112. It marked that Chlamydomonas sp. ICBB 9112
had a good quality of FA which could be used as biodiesel needing a low melting
point, high cetan number, and unoxidizable.
After lipid extraction, the process was continued with convertion to fatty
acid metyl ester (FAMEs) through transesterification process. Chlamydomonas sp.
ICBB 9114 produced the highest FAMEs (3523.20 mg/100 g). The characteristics
of the biodiesel originated fromChlamydomonas sp. ICBB 9114 producedby in situ
transesterficationwere suitable with SNI biodiesel criteria except for the acid value.
Keywords: FAME, in situ transesterification, microalgae, technical grade media.
 

  vi 
 
 

 


 
 

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

vii
 

 

PRODUKSI BIODISEL SECARA TRANSESTERIFIKASI IN
SITUDARI MIKROALGAChlamydomonas sp.
DANSynechococcus sp. YANG DIKULTIVASI DENGAN MEDIA

TEKNIS

PATMAWATI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

 

viii 
 


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Eng Uju Sadi, SPiMSi

ix
 

Judul Penelitian

:

Nama
NIM :

:

Produksi Biodisel Secara Transesterifikasi In Situ dari
Mikroalga Chlamydomonas sp. dan Synechococcus sp. yang
Dikultivasi dengan Media Teknis
Patmawati
C351110111


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc
Ketua

DrIrUntung Sudadi, MSc
Anggota

Dr IrIriani Setyaningsih, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

DrTati Nurhayati,SPi MSi

DrIrDahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 4 Juli 2013

Tanggal Lulus:

 


 

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Produksi Biodisel
Secara Transesterifikasi In Situdari
Mikroalga Chlamydomonas sp.
danSynechococcus sp. yang Dikultivasi dengan Media Teknis.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis, terutama kepadaDr. Ir.
Bustami Ibrahim, M.Sc, Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MSdan Dr. Ir. Untung Sudadi,
M.Sc sebagai dosen pembimbing tesis yang senantiasa memberikan arahan serta
bimbingan selama penyusunan tesis ini.Keluarga besar Indonesian Center for
Biodiversity and Biotechnology (ICBB) yang menyediakan fasilitas untuk
penelitian.Keluarga terutama Ayah, Ibu, Kakak dan Adik-adik yang telah
memberikan doa, kasih sayang dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
tesis ini.Aidil Fadli Ilhamdy selaku rekan penelitian yang selalu bekerjasama dalam
menyelesaikan penelitian dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan praktik
produksi bahan bakar alternatif, khususnya biodisel dari biomass mikroalga.

Bogor, Juli 2013

Patmawati

 

xi

 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
2
2

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Pelaksanaan Penelitian
Prosedur Pengujian
Rancangan Percobaan

3
3
3
4
6
10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Empat Jenis Mikroalga
Karakteristik Kimia Biomassa Empat Jenis Mikroalga
Komposisi Asam Lemak Empat Jenis Mikroalga
Produksi Fatty Acid Metyl Ester (FAMEs) Empat Jenis Mikroalga
Karakterisasi Biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang Diproduksi
secara Transesterfikasi In situ

11
11
13
16
20
21

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

23
23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3

Peremajaan empat jenis mikroalga
Produksi biomassa mikroalga
Produksi biodiesel secara transesterifikasi in situ

4
5
6

xii 
 

4

5

6
7
8
9
10

Kurva Pertumbuhan empat jenis mikroalga pada media BG 11
Synechococcus sp. ICBB 911; (b) Chlamydomonas sp. ICBB 9112;
Chlamydomonas sp. ICBB 9113; (d) Chlamydomonas sp. ICBB 9114
Kurva Pertumbuhan empat jenis mikroalga pada media teknis
Synechococcus sp. ICBB 911; (b) Chlamydomonas sp. ICBB 9112;
Chlamydomonas sp. ICBB 9113; (d) Chlamydomonas sp. ICBB 9114
Morfologi mikroalga
Diagram persentasi komposisi asam lemak
Synechococcus sp. ICBB 9111
Diagram persentasi komposisi asam lemak
Chlamydomonas sp. ICBB 9112
Diagram persentasi komposisi asam lemak
Chlamydomonas sp. ICBB 9113
Diagram persentasi komposisi asam lemak
Chlamydomonas sp. ICBB 9114

(a) 12
(c)
(a) 12
(c)
14
18
18
19
19

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6

Komposisi media kultur
Karakterisasi biomassa mikroalga
Hasil karakterisasi komposisi asam lemak 4 jenis mikroalga
Komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh empat jenis mikroalga
Hasil Fatty acid metyl ester (FAMEs) empat jenis mikroalga
Karakterisasi biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang diproduksi
secara transesterifikasi in situ

3
15
17
20
21
21

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1
2

Contoh perhitungan asam lemak
Hasil pengukuran asam lemak menggunakan GC-FID

27
27

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cadangan minyak dunia menipis dan polusi lingkungan akibat emisi
karbondioksida dari sisa pembakaran bahan bakar fosil meningkat (Demirbas
2009).Krisis energi,khususnya yang dihadapi Indonesia semakin berat. Harga
minyak telah mencapai 100-an US$ per barrel pada awal tahun 2008, sehingga
memperberat beban anggaran subsidi, baik subsidi bahan bakar langsung (sektor
rumah tangga dan transportasi) maupun subsidi listrik akibat ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil. Total cadangan minyak bumi Indonesia 86,9 milyar
barel dengan cadangan terbukti hanya 9 milyar barel. Jika kapasitas produksi per
tahun400 juta barel, maka cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam
tenggang waktu 23 tahun (KESDM 2011). Hal ini mendorongperlunya
pengembangan bahan bakar alternatif terbarukan dan ramah lingkungan, salah
satunya adalah biodiesel.
Biodieseladalah bahan bakar cair berupa ester alkil dari asam lemak yang
dihasilkan melalui proses transesterifikasi (SNI 2006). Produksi biodieseldari
bahan nabati telah banyak dilakukan. Di sisi lain, pengkajian pengembangan
biodiesel dari biomassa mikroalga belum optimal meskipun produktivitasnya
tinggi (Tian et al.2010). Dengan kandungan 30-70% minyak, mikroalga dapat
menghasilkan 58.700 - 136.900 liter biodiesel/ha, lebih besar dibandingkan
produktivitas bahanbaku lain seperti jagung (172 L/ha), kedelai (446 L/ha), canola
(1.190 L/ha), jarak (1.892 L/ha), kelapa (2.689 L/ha) dan kelapa sawit (5.950
L/ha). Budidaya mikroalga juga tidak memerlukan lahan yang luas seperti bahan
baku biodiesel yang lain (Demirbas 2011), sehingga lahan yang produktif untuk
produksi bahan pangan tidak perlu dikonversi untuk produksi bahan bakar. Oleh
sebab itu, penggunaan mikroalga sebagai bahan baku biodiesel sangat
menjanjikan.
Chlamydomonas sp. dan Synechococcus sp. adalah mikroalga yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Arisanti (2011)
melaporkan tiga isolat Chlamydomonas sp. yang memiliki kandungan lipid 31,25,
32 dan 25% (berat kering) serta satu isolat Synechococcus sp. dengan kandungan
lipid 25% (berat kering).Pengembangan biodisel umumnya membutuhkan biaya
produksi yangsangat mahal. Menurut Krawczyk (1996) biaya produksi yang
utama adalah untuk biaya bahan baku (minyak dan lemak) dan biaya proses
produksi. Biaya bahan baku mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Alternatif
proses produksi biodesel dari biomassa mikroalga yang dapat dikembangkan dan
efisien yaitu menggunakan media kultur technical grade dan teknik proses
transesterifikasi in situ. Penelitian ini bertujuan mengkaji produksi biodisel secara
transesterifikasi in situdari biomassa mikroalga Chlamydomonas sp.
danSynechococcus sp. dengan media kultur yang murah.
Perumusan Masalah
Biaya proses produksi untuk pembuatan biodisel dari mikroalga terutama
biaya penyediaan bahan baku dan proses konversi minyak menjadi biodisel masih


 

sangat mahal. Alternatif proses produksi yang dapat dikembangkan yaitu
menggunakan kultur dengan biaya yang murah sehingga dapat bersaing dengan
bahan bakar fosil yaitu dengan mengkultivasi mikroalga Chlamydomonas sp.
danSynechococcus sp. dengan menggunakan media teknis dan proses konversi
minyak secara langsung dari biomassa mikroalga tanpa melewati proses ekstraksi
lipid.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji produksi biodisel secara transesterifikasi
in situdari mikroalga Chlamydomonas sp. danSynechococcus sp. dengan media
kultur yang murah.

3
 

2 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Juli 2012 sampai Mei 2013 bertempat di
Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Cilubang Nagrak,
Situgede, Kabupaten Bogor; Laboratorium Bikomia Hasil Perairan, Departeman
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; dan
Laboratorium Manajeman Mutu, Departeman Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian adalah tiga isolat mikroalga
Chlamydomonas sp. dan satu isolat Synechococcus sp., media biakan standar Blue
green (BG11)dan media N2P1, N2P2 atau N3P3 (Tabel 1) serta bahan kimia lain
untuk analisis.
Tabel 1Komposisi media kultur
BG 11
NaNO3 p.a
K2HPO4p.a
MgSO4.7H2O p.a
CaCl2.2H2O p.a
Citric Acid p.a
Fe ammonium
Citrate p.a
EDTA p.a
Na2CO3p.a

Trace Metal p.a.
Komposisi trace metal
H3BO3p.a
MnCl2.4H2O p.a
ZnSO4.7H2O p.a
Na2MoO4.2H2O p.a
CuSO4.5H2O p.a
Co(NO3)2.6H2O p.a

Komposisi
(g/L)
1.5
0.04
0.02
0.036
0.006
0.006

NaNO3 teknis
K2HPO4 teknis
MgSO4 teknis
CaCl2 teknis
Ca(H2PO4)2 teknis
KCl teknis

Komposisi (g/L)
N2P1
N2P2
N3P3
0.75
0.75
1.5
0
0.02
0.04
0.075
0.075
0.075
0.036
0.036
0.036
0.0453
0.0226
0
0.0238
0.0119
0

0.001
0.075

(NH4)2SO4 teknis
Na2CO3 teknis

0.5823
0.4876

1 mL
2.86
1.81
0.222
0.079
0.39
0.049

Komposisi media

0.5823
0.4876

0.006
0.006
Citric Acid p.a
Fe ammonium
0.006
0.006
Citrate p.a
Trace Metalp.a
1 mL
1mL
Komposisi Trace Metal
H3BO3p.a
2.86
2.86
MnCl2.4H2O p.a
1.81
1.81
ZnSO4.7H2O p.a
0.222
0.222
Na2MoO4.2H2O p.a 0.079
0.079
CuSO4.5H2O p.a
0.39
0.39
Co(NO3)2.6H2O p.a 0.049
0.049

0
0.02
0.006
0.006
1mL
2.86
1.81
0.222
0.079
0.39
0.049

Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer, otoklaf, akuarium, shaker,
laminar flow, spektrofotometer, neraca analitik, kertas saring, botol bening
100 mL, aerator, lampu 2000 luxdan akuarium dengan sumber cahaya matahari.


 

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama, peremajaan dan
penyediaan stok empat isolat dalam media BG 11. Tahap kedua, kultivasi pada
skala lab danpada skala lapang menggunakanakuariumdenganmedia N2P1, N2P2
atau N3P3, dilanjutkan analisis kadar lipid, kadar air, rendemen, kadar asam
lemak bebas dan komposisi asam lemak. Tahap ketiga,produksi biodisel secara
transesterfikasi in situ terhadap biomassa mikroalga terseleksi pada tahap dua
menggunakan metode Kartika et al. (2013) yang dimodifikasi, dilanjutkan dengan
perhitungan rendemen, pengukuran menggunakan GC FID, dan dianalisis sesuai
dengan SNI biodisel.
Peremajaan isolat
Tahapan peremajaan diawali dengan mempersiapkan media Blue Green 11
(BG11) yang merupakan media khusus untuk blue green algae. Sebanyak dua ml
isolat mikroalga diinokulasikan ke dalam 50 ml media BG11 dalam botol bening
±100 ml, digoyang menggunakan shaker, suhu dikondisikan 29oC dan digunakan
sumber cahaya yang berasal dari lampu 2000 lux selama tiga minggu atau hingga
mencapai nilai OD(Optical Density) 0.5. Proses peremjaan dengan volume
minimal 500 mL diberikan aerasi udara (Gambar 1).
 
Synechococcus sp.
  ICBB 9111 
 
 
 
 
 
 
 
 

Chlamydomonas sp.
ICBB 9112 

Chlamydomonas sp.
ICBB 9113 

Chlamydomonas sp.
ICBB 9114 

Kultivasi pada media BG 11 pada skala lab

Sediaan mikroalga

Gambar 1Peremajaan empat jenis mikroalga
Produksi biomassa
Produksi biomassa pada skala lapang dilakukan diluar ruangan
menggunakan akuarium dan matahari sebagai sumber cahaya. Kultivasi dilakukan
dengan memindahkan 20% kultur segar mikroalga ke dalam 80 liter media
(N2P1, N2P2 atau N3P3) menggunakan matahari sebagai sumber cahayadengan
suhu antara 30-38oC.Synechococcus sp. ICBB 9111 dikultivasi pada media N2P1,
Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dikultivasi pada media N2P1, Chlamydomonas
sp. ICBB 9113 dikultivasi pada media N2P2, Chlamydomonas sp. ICBB 9114
dikultivasi pada media N3P3.Pertumbuhan setiap isolat mikroalga diukur setiap
hari berdasarkan kerapatan optik pada panjang gelombang620 nm hingga
mencapai nilai OD ≥0.5 (Arisanti 2011). Pemanenan dilakukan pada saat tercapai
nilai OD0.5 dengan cara menambahkan tawas dengan konsentrasi 0.3 g/L untuk

5
 

mengendapkan biomassa mikroalga dan kemudian disaring. Biomassa yang
diperoleh dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80oC selama 12-24 jam atau
sampai diperoleh bobot kering yang stabil, kemudian dilakukan analisis kadar
air,kadar abu, kadar lipid, kadar asam lemak bebas (free fatty acid, FFA),
perhitungan rendemen dan karakterisasi asam lemak (Gambar 2).
 
Synechococcus sp.
  ICBB 9111 
 
 
 
 
Kultivasi
ke media
  teknis (N2P1)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Chlamydomonas sp.
ICBB 9112 

Chlamydomonas sp.
ICBB 9113 

Chlamydomonas sp.
ICBB 9114 

Kultivasi ke media
teknis (N2P1)

Kultivasi ke media
teknis (N2P2)

Kultivasi ke media
teknis (N3P3)

 

Sediaan mikroalga

Kultivasi pada kolam akuarium

Pemanenan awal stationer (OD 0,5)

Biomassa basah

Pengeringan

Biomassa kering

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Uji kadar air
Uji kadar lemak
Uji kadar abu
Perhitungan rendemen
Analisis asam lemak bebas
Karakterisasi asam lemak

Gambar 2Produksi biomassa mikroalga
Produksi biodiesel
Proses transesterifikasi in situ dilakukan terhadap serbuk biomassa dengan
cara menuangkan larutan 0.075 mol/L KOH-metanol secara perlahan dan
digoyang kontinyu dengan kecepatan 100 rpm selama 5 jam pada suhu 50oC.
Proses ini untuk mengkonversi secara langsung trigliserida yang terkandung
dalam biomassa mikroalga menjadi biodisel (fatty acid metil ester, FAMEs).
Larutan 0.075 mol/L KOH-metanol sebelum digunakan diaduk selama 10 menit
dan ditambahkan n-heksan (100 % bahan).Rasio larutan KOH-metanol dengan
serbuk biomassa yang digunakan sebesar 6:1.Proses reaksi setelah tercapai,
campuran dibiarkan sampai dingin (suhu ruang), kemudian filtrat dipisahkan dari


 

ampas. Filtrat yang terpisah selanjutnya dievaporasi dan didekantasi untuk
memisahkan gliserol dari biodisel.Lapisan gliserol berada di bagian bawah dan
berwujud semi padat.Biodisel yang sudah dipisahkan kemudian dilakukan
pencucian biodisel dengan aquadest hingga pHnya netral (Gambar 3).

Biomassa kering
mikroalga

Transesterifikasi dengan menambahkan KOHmetano dan n-heksan pada suhu 50 oC, kecepatan
pengadukan 100 rpm selama 5 jam

Dekantasi dan evaporasi

Pencucian dan pengeringan

 
 
Biodisel

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perhitungan rendemen
Pengukuran dengan GC FID
Uji densitas
Uji bilangan asam
Uji bilangan iod
Uji bilangan penyabunan
Perhitungan bilangan setana

Gambar 3Produksi biodisel secara transesterifikasi in situ

Prosedur Pengujian
 

Pengujian yang dilakukan berupa pengujian terhadap biomassa, hasil
ekstraksi lipid dan hasil esterifikasi lipid yang menghasilkan Fatty acid metyl
ester (FAMEs).
Analisis biokimia mikroalga
 

Biomassa yang telah kering selanjutnya dianalisis komposisi kimia berupa
kadar lemak, kadar air dan kadar abu. Berikut penjelasan metode yang digunakan
dalam analisis :
1)Analisis kadar lipid (AOAC 1999)

Sampel sebanyak 3 gram ditimbang dan ditambahkan pelarut kloformmetanol dengan perbandingan 2:1 sebanyak 25 ml. Proses maserasi dilakukan
selama 3 jam. Tahapan selanjutnya, dilakukan penyaringan dengan menggunakan
kertas saring whatman no. 41 untuk memisahkan filtrat dan supernatan.
Supernatan yang sudah terpisah diekstrak kembali dengan kloroform-metanol

7
 

sebanyak dua kali ulangan dan hasil filtratnya disatukan dalam wadah yang sama
dengan filtrat yang sama. Filtrat yang sudah terkumpul, ditambahkan NaCl 0.88%
sebanyak 5 ml dan divorteks. Hasil vorteks terdiri dari dua lapisan. Lapisan atas
terdiri dari komponen pengotor seperti protein dan lapisan bawah merupakan
lemak. Lapisan atas dibuang dengan menggunakan pipet dan lapisan bawah
disaring dengan menggunakan saringan yang dilapisi natrium sulfat anhidrous
yang berfungsi menyerap air. Filtrat diuapkan pelarutnya dengan gas
nitrogen.Lemak yang sudah dikeringkan kemudian disimpan dalam desikator
selama20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dihitung berdasarkan rumus:
% Lemak =

Berat lemak ( g )
x100 %
Berat sampel (g)

Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat labu

2) Analisis kadar air (AOAC 2007)
Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu pada
suhu 105-110oC selama 15 menit atau sampai berat konstan, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira
sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan
dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan
dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat
basah) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% kadar air =

B ‐B
B

Keterangan:
B = Berat sampel (gram)
B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan
B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

%

3) Analisis kadar abu (AOAC 2007)
Sampel sebanyak dua gram ditempatkan dalam wadah porselin kemudian
dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105oC selama delapan jam. Kemudian
sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap
selama ± 20 menit. Tahapan berikutnya yaitu diabukan dalam tanur bersuhu
600oC selama tiga jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus
berikut:
Kadar abu =

Berat abu
x100%
Berat sampel


 

Analisis kualitas lipidmikrolaga
 

Lipid yang sudah diesktraksi dari keempat jenis mikrolaga kemudian
dianalisis komposisi asam lemak dan dianalisis asam lemak bebas (FFA). Berikut
penjelasan metode yang digunakan dalam analisis :
1) Analisis asam lemak
Minyak alga yang telah diperoleh dari hasil ekstraksi kemudian dianalisis
kualitasnya. Analisis yang dilakukan berupa analisis total asam lemak dengan gas
chromatography(AOCS 1990)
Sebanyak 25 mg sampel ditambah dengan 1 mL larutan standar internal
C17:0 1 mg/ml. Heksan dalam campuran diuapkan dengan N2 kemudian ditambah
1.5 ml NaOH-metanol 0.5 N dan diisi dengan N2, ditutup rapat, divorteks dan
dipanaskan dalam penangas air suhu 100oC selama 5 menit. Sampel setelah
diinginkan, ditambahkan 2 ml BF3-metanol (14% b/v), diisi N2 ditutup rapat dan
dipanaskan selama 30 menit. Sampel setelah didinginkan pada suhu ruang,
ditambahkan 1 ml heksan dan dilakukan pengadukan dengan vorteks.Tahap
selanjutnya yaitu penambahan 5 ml larutan NaCl jenuh dan divorteks. Lapisan
heksan yang terpisah diberi Na2SO4 dan siap diinjeksi ke dalam alat GC FID.
Sebanyak 1µl sampel disuntikan pada GC dengan suhu injector 55 oC
sampai 340 oC, pada suhu 200 oC min -1dan dipertahankan 340 oC selama 35
menit.Suhu detector yang digunakan 365 oC. Temperatur GC disetting dari 55 oC
sampai 360 oC,pada suhu45 oC min -1sampai 80 oC, dinaikkan hingga suhu 10 oC
min -1, dan dipertahankan pada suhu 360 oC selama 15menit.Gas helium
digunakan sebagai gas pembawa dan sampel yang diinjeksi diseparasi
menggunakan kolom (15 m x 0.32 mm).Identifikasi asam lemak dalam
sampeldigunakan asam lemak standar sebagai pembanding.Jenis asam lemak
ditentukan dengan membandingkan RRT (Relative Retention Time) asam lemak
pada sampel dengan RRT asam lemak pada standar eksternal.
Asam lemak (mg/g) =
RF =

area asam lemak sampel
area asam lemak standar

area SI pada standar ekstrem
area ALX pada standar ekternal

X

X

berat sampel mg X RF X 1000
berat SI (mg)

berat SI pada standar eksternal
berat ALX pada standar eksternal

Keterangan :
SI
: standar internal
ALX : asam lemak X
RF
: rentention factor
2) Analisis asam lemak bebas (SNI 01-2891-1992)
Sebanyak 2–5 gram contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan dengan 50 ml etanol 95% netral.
Larutan dikocok lalu ditambahkan 3-5 tetes indikator PP dan dititer dengan
larutan standard NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah
selama 15 detik). Prosedur ini juga dilakukan untuk blanko. Perhitungan asam
lemak bebas sebagai berikut:
Asam Lemak Bebas (FFA) =

9
 

Keterangan :
V = volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (ml)
T = normalitas NaOH
m = bobot contoh (gram)
M = bobot molekul asam lemak
Analisis biodiesel
Biodiesel yang telah diperoleh melalui proses transesterikasi, kemudian
dihitung jumlah rendemen, uji densitas, uji bilangan asam dan pengukuran
menggunkan GC-FID. Berikut penjelasan metode yang digunakan dalam analisis :
1) Perhitungan rendemen
Rendemen (%) =

X 100

2) Uji densitas (SNI 04-7182-2006)
Pengukuran densitas dilakukan dengan menghitung selisih berat dengan
cara menimbang volume tertentu dari biodisel di dalam gelas piknometer dan
berat gelas piknometernya sendiri pada suhu 40 oC.
Densitas (g/mL) =
3) Uji bilangan asam(SNI 04-7182-2006)
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 gram di dalam Erlenmeyer, kemudian
ditambahkan 25 ml etanol netral 95% dan dipanaskan selama 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk.Larutan kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N dengan
indikator larutan Phenolptalin 1% dalam etanol, sampai tepat terlihat warna merah
jambu. Bilangan asam sampel dihitung sebagai berikut:

Bilangan asam =

K H

K H

,

4) Uji bilangan iod (SNI 04-7182-2006)
Sampel ditimbang sebanyak 0.1 gram
di dalam erlenmeyer lalu
ditambahkan 20 ml kloroform dan 25 ml larutan Wijs, dan diaduk hingga
homogen. Selanjutnya sampel dan pelarut tersebut direaksikan di dalam ruangan
gelap selama 1 jam.Kedalam campuran, selanjutnya ditambahkan 20 ml larutan
KI 15% dan 100 ml aquades hingga campuran berwarna gelap. Setelah itu
campuran dititrasi dengan menggunakan Na2SO3 0,1 N dengan indikator pati
hingga didapatkan warna titrat yang bening.
Bilangan iod =

.

Keterangan:
B: volume larutan Na2S2O3 blangko (mL)

10 
 

C: Volume larutan untuk Na2S2O3 sampel (mL)
N: normalitas larutan Na2S2O3
W: bobot sampel (g)
5) Uji bilangan penyabunan (SNI 04-7182-2006)
Sampel ditimbang sebanyak 0.1gram di dalam erlenmeyer bertutup.
Perlahan ditambahkan 25 ml KOH 0.5 N beralkohol dengan pipet.Labu
erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan contoh didinginkan dengan
hati-hati sampai contoh tersabunkan dengan sempurna. Larutan didinginkan dan
bagian dalam dari pendingin tegak dibilas dengan sedikit air. Selanjutnya larutan
tersebut ditambahkan 1 ml larutan indikator Phenolptalin, kemudian dititrasi
dengan HCl 0.5 N sampai warna merah jambu menghilang. Titrasi juga dilakukan
untuk blanko, yaitu pelarut KOH 0.5 N. Bilangan penyabunan sampel dihitung
sebagai berikut :
SV = [(VHCl blanko-VHCLsampel) x 28.5]/Wsampel
6) Uji bilangan ester
Bilangan ester dihitung sebagai selisih antara bilangan penyabunan dan
bilangan asam :
EV = SV- AV
7) Perhitungan bilangan setana
Bilangan setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin disel yang
diinjeksikan ke ruang bakar secara spontan. Azam et al. (2005) membuat
persamaan untuk menentukan bilangan setana sebagai fungsi dari angka iodin
(IV) dan saponifikasi (SN) sebagai berikut:
CN = 46.3 + 5458/SN – 0.255 X IV
Keterangan:
CN: bilangan setana
SN: bilangan penyabunan
IV: bilangan iod
Rancangan Percobaan
Data pengamatan karakterisasi biomassa mikroalga dianalisis
menggunakan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran umum tentang data
yang telah diperoleh dengan ulangan sebanyak 2 kali (n=2). Hasil yang disajikan
merupakan nilai rata-rata±standar deviasi (SD).

11
 

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Empat Jenis Mikroalga
Pertumbuhan keempat mikroalgadiukur berdasarkan nilai OD(Optical
Density) yang diukur setiap hari pada masing-masing media kultur. Pada saat
peremajaan dikulturdalam media BG 11 dan pada saat skala lapang dikultur
menggunakan media teknis yang berbeda setiap mikroalga. Synechococcus sp.
ICBB 9111 dikultivasi pada media N2P1, Chlamydomonas sp. ICBB 9112
dikultivasi pada media N2P1, Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dikultivasi pada
media N2P2, Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dikultivasi pada media N3P3.
Synechococcus sp. ICBB 9111, Chlamydomonas sp. ICBB 9112,
Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dan Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang
ditumbuhkanpada media BG 11 mencapai OD 0.5 pada hari ke- 67, 38, 43 dan 54
(Gambar 4). Pertumbuhan keempat jenis mikroalga pada media BG 11
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai OD 0.5 karena merupakan masa
adaptasi pertumbuhan/peremejaan. Mikroalga pada tahap ini menghasilkan
makromolekul dan regenerasi sel yang cukup lambat, hal ini dapat disebabkan
karena sumber cahaya berupa lampu 2000 lux sehingga proses fotosintesis kurang
optimum.
Synechococcus sp. ICBB 9111 dan Chlamydomonas sp. ICBB 9112 yang
ditumbuhkan pada pada media N2P1 mencapai OD 0.5 yaitu pada hari ke- 27 dan
21. Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dan Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang
ditumbuhkan pada media N2P2 dan media N3P3 mencapai OD 0.5 yaitu pada hari
ke-15 dan 19 (Gambar 5). Morfologi keempat mikroalga dapat dilihat pada
Gambar 6. Laju pertumbuhan keempat mikroalga dalam media teknis pada skala
lapang membutuhkan waktu untuk mencapai OD 0.5 yang relatif lebih singkat.
Menurut Mata et al. (2011), pertumbuhan alga dipengaruhi oleh faktor abiotik,
biotik dan operasional. Faktor abiotik meliputicahaya (kualitas dan kuantitas),
suhu, konsentrasi nutrisi, O2, CO2, pH, salinitas dan adanya bahan kimia beracun.
Faktor biotik antara lain adanya patogen (bakteri, jamur, virus) dan persaingan
antar alga lainnya. Faktor operasional seperti proses pencampuran dan kedalaman
media dalam aquarium. Cahaya merupakan faktor pembatas paling penting dalam
kultivasi alga, baik di ruang terbuka maupun ruang tertutup.Aspek dasar
terpenting secara biologi dari cahaya adalah kuantitas dan kualitasnya. Kedua
karakter ini berfluktuasi di perairan, bergantung kepada waktu (harian, musiman
dan tahunan), ruang (perbedaan lokasi dan kedalaman), kondisi cuaca.Pengaruh
suhu terhadap spesies mikroalga yang dikultur di laboratorium telah banyak
didokumentasikan dengan baik, tetapi besarnya efek suhu dalam produksi
biomassa di luar ruangan masih belum cukupdiakui.

12 
 

0.6

y = 0,007x + 0,0335

R² = 0,9978

0.4

OD

OD

0.4
67

0.2

0.2

38

0

0
0

20

40

60

0

80

Pengamatan (hari ke-)

(a)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

y = 0,0101x + 0,0002 R² = 0,9186

43

0

20

40

20

30

40

y = 0,0077x + 0,0251 R² = 0,9726

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

54

60

0
(d)

Pengamatan hari ke-

(c)

10

Pengamatan (hari ke-)

(b)

OD

OD

y = 0,0124x + 0,0199 R² = 0,9917

0.6

20

40

60

Pengamatan (hari ke-)

Gambar 4 Kurva Pertumbuhan empat jenis mikroalga pada media BG 11 (a)
Synechococcus sp. ICBB 911; (b) Chlamydomonas sp. ICBB 9112; (c)
Chlamydomonas sp. ICBB 9113; (d) Chlamydomonas sp. ICBB 9114
0.6

y = 0,0165x + 0,1175 R² = 0,875

0.6

y = 0,0191x + 0,0623 R² = 0,8578

0.5
0.4
OD

OD

0.4
0.2
27

0.2

0
0
(a)

0.6

10

20

30

(b)

0

10
20
Pengamatan (hari ke-)

30

y = 0,0222x + 0,0829 R² = 0,8418

0.8

y = 0,035x + 0,026 R² = 0,908

0.6
OD

OD

21

0.1
0

Pengamatan (hari ke-)

0.5
0.4
0.3
0.2

0.4
0.2

15

0.1
0
(c)

0.3

19

0
0

0

10
Pengamatan (hari ke-)

20

(d)

5

10

15

20

Pengamatan (hari ke-)

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan empat jenis mikroalga pada media media teknis
(a) Synechococcus sp. ICBB 911; (b) Chlamydomonas sp. ICBB 9112;
(c) Chlamydomonas sp. ICBB 9113; (d) Chlamydomonas sp. ICBB
9114
 

13
 

Karakteristik Kimia Biomassa Empat Jenis Mikroalga
Mikroalga dipanen pada saat mencapai OD 0.5. Pemanenan dilakukan
dengan cara menambahkan tawas sebanyak 0.3 g/L (hasil desk study). Biomassa
mikroalga yang telah mengendap kemudian disaring menggunakan kertas saring
dan dibilas dengan air, selanjutnya biomassa dikeringkan pada oven selama 24 -48
jam dengan suhu 80oC. Biomassa yang telah kering dianalisis kadar air, kadar abu,
dan kadar asam lemak bebas (FFA). Hasil karakterisasi biomassa mikroalga dapat
dilihat pada Tabel 2.
Yield biomassa kering mikroalga berkisar antara 0.19-0.45 g/L (Tabel 2).
Yield biomassa tertinggi dihasilkan oleh Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dan yield
biomassa terendah dihasilkan oleh Chlamydomonas sp. ICBB 9112. Hal ini
berbeda dengan hasil Arisanti (2011) yang menunjukkan bahwa biomassa
tertinggidihasilkan oleh Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 0.439 g/L
dan biomassa terendah dihasilkan oleh Chlamydomonas sp.ICBB 9113 sebesar
0.188 g/L. Tinggi rendahnya jumlah biomassa yang dihasilkan tergantung
kemampuan sel mikroalga untuk tumbuh dan membelah diri yang dipengaruhi
oleh jenis mikroalga, media pertumbuhan dan faktor lingkungan. Menurut Kersey
dan Munger (2009), produksi biomassa mikroalga merupakan faktor penting,
karena dengan biomassa dapat menghasilkan karbohidrat, protein dan lipid.
Keberhasilan teknik kultur bergantung pada kesesuaian antara jenis mikroalga
yang dibudidayakan dan beberapa faktor lingkungan seperti cahaya, suhu dan pH.
Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat dalam bahan makanan
dengan derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno 2008).Kadar air
keempat jenis mikroalga berkisar antara 8.5-11%. Kadar air tertinggi yaitu
Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dan kadar air terendah Chlamydomonas sp. ICBB
9114 (Tabel 2). Kandungan air yang tinggi pada biomassa mikroalga akan
berpengaruh terhadap jumlah pelarut yang akan dipakai pada saat proses ekstraksi.
Semakin tinggi kadar air maka pelarut yang digunakan akan semakin banyak.
Selain itu, kadar air yang tinggi pada bahan akan mempengaruhi proses
penyimpanan. Kandungan air yang relatif tinggi akan mempercepat kemunduran
kualitas bahan, dalam hal ini, kualitas lipid yang dihasilkan. Kandungan air yang
tinggi pada bahan akan mempercepat kerusakan lipid terutama reaksi hidrolisis.
Semakin tinggi kadar air yang ada pada mikroalga kandungan asam lemak bebas
yang terukur semakin tinggi. Ketaren (1986) menyatakan bahwa hidrolisis adalah
reaksi air dengan minyak/lemak yangmenyebabkan putusnya beberapa ikatan
ester dari minyak/lemak, sehingga menghasilkangliserol dan asam lemak bebas.
Reaksi hidrolisis dapat dipercepat oleh suhu dan tekanan tinggi dengan sejumlah
air berlebih.Menurut Daramola et al. (2007), asam lemak bebas dapat dihasilkan
dari proses oksidasi poly unsaturated fatty acids (PUFA) yang terkandung dalam
bahan.
Bahan pangan sebagian besar yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air,
sisanya terdiri dari unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik
atau kadar abu. Bahan-bahan organik terbakar dalam proses pembakaran tetapi zat
anorganiknya tidak terbakar, karena itulah disebut abu (Winarno 2008).Kadar abu
keempat jenis mikroalga berkisar antara 30.50-43.39%. Kadar abu tertinggi yaitu
Synechococcus sp. ICBB 9111 dan kadar abu terrendah yaitu Chlamydomonas sp.
ICBB 9113. Kadar abu yang tinggi pada keempat jenis mikroalga berasal dari

14 
 

media yang dipakai pada proses kultivasi, karena bahan kimia yang digunakan
dalam proses kultur berupa mineral.
Proses pembilasan biomassa sebelum dilakukan pengeringan tidak dapat
menurunkan kandungan abu/mineral yang ada pada biomassa, sehingga perlu
dicari alternatif lain untuk menurunkan kadar abu tersebut. Tingginya kadar abu
pada biomassa mikroalga disebabkan juga oleh proses pemanenan dengan
menggunakan flokulan yang merupakan kelemahan dari metode ini.Media yang
belum terlarut sempurna pada saat kultur dapat terukur sebagai abu. Menurut
Sudarmadji et al. (1996),elemen mineral tidak dapat dirusak dengan pemaparan
panas, cahaya, zat pengoksidasi, pH ekstrim maupun faktor lainnya yang
mempengaruhi zat gizi organik. Mineral dalam abu biasanya dalam bentuk metal
oksida, sulfida, fosfat, nitrat, klorida dan halida lainnya.Menurut Bilanovic et
al.(1988), pemanenan mikroalga yang layak secara ekonomi untuk produksi
biofuel yaitu hanya dengan pengendapan menggunakan bahan kimia
(flokulasi)dalam hal ini kontaminasi oleh koagulan tidak menjadi perhatian.

Synechococcus sp. ICBB 9111

Chlamydomonas sp. ICBB 9112

Chlamydomonas sp. ICBB 9113

Chlamydomonas sp. ICBB 9114

Gambar 6Morfologi mikroalga

15
 

Tabel 2Hasil karakterisasi biomassa mikroalga.
Komposisi kimia
Jenis mikroalga
Synechococcus sp.
ICBB 9111
Chlamydomonas sp.
ICBB 9112
Chlamydomonas sp.
ICBB 9113
Chlamydomonas sp.
ICBB 9114

Kadar air
(%)

Kadar abu
(%)

Free fatty acid
(FFA)
(%)
1.41±0.00

Yield
biomassa (g/l)

43.39±0.15

Kadar
lipid
(%)
4.19±0.01

10.72±0.31
11.00±0.00

42.50±0.71

4.41±0.03

1.53±0.00

0.19

10.00±0.00

30.50±0.00

4.90±0.05

0.84±0.00

0.26

8.5±0.00

36.50±0.00

5.05±0.12

0.92±0.00

0.45

0.21

Kadar abu menunjukkan kandungan senyawa organologam (Cu, Fe, Mg)
maupun mineral dalam bahan.Kadar abu yang tinggi pada bahan baku akan
mempengaruhi terhadap kualitas minyak/biodiesel yang dihasilkan. Kandungan
abu yang tinggi pada bahan akan berdampak pada kandungan abu pada minyak
yang dihasilkan. Kadar abu yang tinggi akan berbahaya jika digunakan pada
sebagai bahan bakar, karena senyawa organologam atau mineral tersebut akan
mengendap dan menyebabkan karat pada mesin (Edlund et al. 2002). Untuk
meningkatkan kinerja motor pada mesin diesel, kadar abu bahan bakar nabati
harus serendah mungkin, karena abu dapat mengikis unit-unit injektor pada motor.
Berdasarkan SNI 04-7182-2006 mengenai mutu biodiesel,kadar abu yang
memenuhi syarat mutu biodiesel maksimum 0,02%.
Mineral Ca, Co, Cu, Fe, Mg, Mn, dan Ni dapat menyebabkan oksidasi dan
berpengaruh terhadap kualitas serta pemelihaaran minyak dan lemak secara
langsung (Gonzalves et al. 2010). Mineral Cu, Pb, and Zn merupakan katalis
oksidasi pada biodiesel (Lepri et al. 2011). Agencia Nacional do Petroleo (ANP),
Gas Natural Biocombustiveis Bazil mensyaratkan kandungan mineral maksimum
dalam biodiesel untuk Na, K, Ca and Mg (5 mg kg-1), P (10 mg kg-1), dan S (50
mg kg-1), akan tetapi peraturan ini masih dalam proses (Resolucao ANP 2008).
Menurut Soares et al.(2012) komponen utama dan trace elements (Al, As, Ba, Ca,
Cd, Co,Cr, Cu, Fe, K, La, Mg, Mn, Mo, Na, Ni, P, Pb, S, Se, Sn, Sr, Ti, Tl, U, V,
and Zn), terukur pada fatty acid methyl esters (FAMEs). Komponen tersebut
berasal dari mikroalga yang segar, residu biomassa, lipid, FAMEs kasar, fraksi
terlarut dan FAMEs murni pada mikroalga Chlorella sp.
Kadar lipid keempat isolat mikroalga berkisar 4.19-5.05%.Synechococcus
sp. ICBB 9111 mempunyai kadar lipid terendah dan Chlamydomonas sp. ICBB
9114 tertinggi kadar lipidnya. Tinggi rendahnya kadar lipid mikroalga
dipengaruhi oleh jenis mikroalga maupun kondisi kultur. Menurut Lin dan Lin
(2011), pada kondisi stress (cekaman) lingkungan seperti defisiensi nitrogen
(amonium), aktivitas metabolisme lipid mikroalga umumnya terganggu. Menurut
Chen et al. (2011), mikroalgadengan karakteristik yang sensitif terhadap
perubahan kondisi budidaya diharapkan dapat memproduksi minyak dengan profil
asam lemak yang konsisten untuk dikonversi menjadi biodisel yang berkualitas
tinggi atau sesuai dengan spesifikasi standar.Hingga saat ini, sebagian besar
penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan metabolisme lipid adalah dengan
mendisain laboratorium untuk menciptakan kondisi atau faktor pembatas namun
terkontrol.Budidaya mikroalga dalam skala besar di kolam terbuka atau dengan
sistem fotobioreaktor tertutup untuk memproduksi minyak dipengaruhi oleh faktor

16 
 

lingkungan yang komplek seperti kondisi cuaca (terutama fluktuasi suhu dan
radiasi cahaya) dan teknik manajemen budidaya.
Kadar asam lemak bebas (FFA) keempat jenis mikroalga berkisar antara
0.84-1.53%. Kadar FFA tertinggi yaitu Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dan kadar
FFA terrendah yaitu Chlamydomonas sp. ICBB 9113. Tinggi rendahnya kadar
FFA yang dihasilkan berpengaruh terhadap proses pembuatan biodiesel. Kadar
FFA yang terukur kurang 2% persen, sehingga proses pembuatan biodiesel dapat
dilakukan dengan satu tahapan yaitu transesterifikasi menggunakan katalist basa.
Menurut Canacki dan Van Gerpen (2001) terbentuknya sabun pada proses
produksi biodiesel dari minyak yang mempunyai kadar air dan asam lemak bebas
tinggi akan menyulitkan proses pencucian dan rendahnya rendeman biodiesel.
Alternatif yang bisa dilakukan jika kadar asam lemak bebas tinggi yaitu dengan
dua tahap proses yaitu menggunakan katalis asam (esterifikasi) dan katalis basa
(transesterifikasi), akan tetapi akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang
dibutuhkan akan lebih tinggi. Menurut Tyson (2004), minyak yang mengandung
asam lemak bebas 10% akan kehilangan rendeman biodiesel sebesar 30% apabila
diproses menjadi biodiesel dengan cara transesterifikasi.
Komposisi Asam Lemak Empat Jenis Mikroalga
Asam lemak penyusun minyak dan lemak terdiri dari asam lemak jenuh
(saturated fatty acid) dan asam lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid dan
polyunsaturated fatty acid). Jumlah dan komposisi asam-asam lemak jenuh dan
tak jenuh dalam minyak dan lemak tergantung pada jenis minyak dan lemak
tersebut (Martin et al. 2010).
Ekstraksi lipid untuk karakterisasi asam lemak menggunakan pelarut
kloroform-metanol. Sheng et al.(2011), menyatakan bahwa kombinasi pelarut
kloroform-metanol dapat menembus sampai bagian tilakoid, karboksisom sel
mikroalga Synechocystis. Kemampuan penetrasi yang baik dan kerusakan
membran intraseluler merupakan indikasi bahwa ektraksi lipid dengan metode
berbasis kombinasi kloroform-metanol dapat menghasilkan lipid yang
maksimum.Meskipun metode ini dikembangkan untuk mengekstraksi lipid netral
seperti triacylgliserol (TAG), tetapi juga cocok untuk mengekstraksi lipid polar.
Hal ini terjadi karena metode inimemiliki tingkat efisiensi yang tertinggi, namun
toksisitas kloroform dan metanol membuat pelarut ini tidak cocok untuk dipakai
pada ekstraksi skala besar.Hasil karakterisasi komposisi asam lemak 4 jenis
mikrolaga yang di ekstraksi dengan kloroform-metanol dapat dilihat pada Tabel 3.
Komposisi asam lemak Synechococcussp. ICBB 9111 mempunyai nilai
dominan asam lemak tertinggi berupa asam lemak C18:3 (47.03%), tertinggi
kedua C16:0 (24.71%), dan yang terendah C8:0 (0.9%) (Gambar 7). Hasil
penelitian Sahu et al. 2013 menunjukkan bahwa Synechococcussp. mempunyai
asam lemak C16:1 (82.12 ± 0.62%), C16:0 (8.74 ± 0.13%) dan C18:2 (5.45 ±
0.17%). Perbedaan komposisi asam lemak tersebut karena setiap mikroalga
mempunyai kemampuan mensintesis yang berbeda tergantung jenis isolat dan
kondisi kultur mikroalga.
Komposisi asam lemak Chlamydomonas sp. ICBB 9112 mempunyai nilai
dominan asam lemak yaitu C16:0 (47.38%), tertinggi kedua C18:3 (21.61%), dan
yang terendah C8:0 (0.7%) (Gambar 8). Komposisi asam lemak Chlamydomonas

17
 

sp. ICBB 9113 mempunyai nilai dominan asam lemak yaitu C18:3 (42.57%),
tertinggi kedua C16:0 (15.39%), dan yang terendah C10:0 (0.09%) (Gambar 9).
Menurut Canacki (2007), produksi bahan bakar disel memerlukan asam lemak
rantai pendek dan asam lemak jenuh, karena mempunyai titik leleh (melting point)
yang rendah, bilangan setan yang tinggi dan cenderung tidak mudah teroksidasi.
Chlamydomonas sp. ICBB 9112 memiliki C16:0 yang dominan sehingga dapat
digunakan untuk bahan baku pembuatan bahan bakar disel.Komposisi asam lemak
Chlamydomonas sp. ICBB 9114 mempunyai nilai dominan asam lemak tertinggi
yaitu C18:3 (34.42%), tertinggi kedua C16:0 (22.26%), dan yang terendah C18:0
(4.66%). Chlamydomonas sp. ICBB 9114 tidak teridentifikasi asama lemak rantai
C8:0, C10:0 dan C12:0 (Gambar 10). Berdasarkan hasil penelitian Poerschmann
et al. (2004) komposisi asam lemak Chlamydomonas sp. yang di tanam pada pH
7 fotoautotrof : C:14 (1,37%), C16:0 (33,3%), C18:0 (1,9%), C18:1ω9c (4,13%),
C18:1ω7c (2,78%), C18:2 ω6,9cc (0,37%), C18:3ω3,6,9ccc (35,43%), C20:1 ω9c
(0,41%).
Tabel 3Hasil karakterisasi komposisi asam lemak 4 jenis mikrolaga
Jenis asam
lemak
C8:0
N-Kaplirat
C 10 : 0
Kaprat
C 14 : 0
Miristat
C 16 : 0
Palmitat
C 18 : 0
Stearat
C 14 : 1
Miristoleat
C 16 : 1
Palmitoleat
C 18 : 1
Oleat
C 18 : 2
Linoleat
C 18 : 3
Linolenat

Synechococcus sp.
ICBB 9111
13.90

Chlamydomonas sp.
ICBB 9112
11.20

Chlamydomonas sp.
ICBB 9113
2.30

Chlamydomonas sp.
ICBB 9114
0

16.10

13.70

1.90

0

12.40

16.20

163

178.50

353.80

725

326

643.10

27.20

53.50

18

134.70

0

0

108.50

136.20

0

20.90

150.10

300.50

97.60

205.90

175.40

301.20

237.30

153.10

271.10

200.20

673.30

330.60

901.50

994.20

Hasil karaktersiasi komposisi asam lemak (Tabel 4) menunjukkan bahwa
Chlamydomonas sp. ICBB 9114 mempunyai nilai C16:0 (643.10 mg/100g) dan C18:0
(134.70 mg/100g) yang tinggi dibandingkan denganjenis mikroalga yang lain.

Asam lemak C16:0 dan C18:0 merupakan asam lemak tak jenuh yang akan
berpengaruh terhadap bilangan setana pada biodisel yang hasilkan. Knothe et al.
(2003),asam lemak jenuh tinggi pada minyak seperti C16:0 dan C18:0akan
menghasilkan bilangan setana yang tinggi. Semakin tidak jenuh komposisi asam
lemak maka akan menghasilkan bilangan setana yang tinggi. Bilangan setana pada
bahan bakar menunjukkan kemampuan daya bakar suatu bahan bakar. Menurut
Krawczyk (1996), rantai carbon minyak disel yaitu 15 karbon, yang hampir mirip
dengan rantai karbon minyak tanaman yang berkisar antara 14-16 karbon.
Berdasarkan karakteristik strukturnya menunjukkan bahwa biodisel dapat
mensubstitusi bahan bakar konvensional.

18 
 

50

47.03

Persentasi Asam lemak (%)

45
40
35
30

24.71

25
20

16.58

15
10
5

6.82
0.97

1.12

1.90

0.87

0
C 8 : 0 C 10 : 0 C 14 : 0 C 16 : 0 C 18 : 0 C 18 : 1 C 18 : 2 C 18 : 3
Jenis asam lemak

Gambar7

Diagram persentasi komposisi asam lemakSynechococcussp.
ICBB 9111
47.38

50

Persentasi asam lemak (%)

45
40
35
30
25

21.61

20
13.46

15

10.01

10
5

0.73

0.90

1.06

3.50
0,00

1.37

0
C 8 : 0 C 10 : C 14 : C 16 : C 18 : C 14 : C 16 : C 18 : C 18 : C 18 :
0
0
0
0
1
1
1
2
3
Jenis asam lemak

Gambar 8

Diagram persentasi komposisi asam lemakChlamydomonas sp.
ICBB 9112

19
 

42.57

45

Persentasi asam lemak (%)

40
35
30
25
20

15.39
12.80

15
7.70

10

5.12
5
0.11

7.09

8.28

0.85

0.09

0
C 8 : 0 C 10 : 0 C 14 : 0 C 16 : 0 C 18 : 0 C 14 : 1 C 16 : 1 C 18 : 1 C 18 : 2 C 18 : 3

Jenis asam lemak

Gambar 9

Diagram persentasi komposisi asam lemakChlamydomonas sp.
ICBB 9113

40
34.42

Persentasi asam lemk (%)

35
30
25

22.26

20
15
10.40
10
5

6.18

10.43
6.93

4.66

4.72

0
C 14 : 0 C 16 : 0 C 18 : 0 C 14 : 1 C 16 : 1 C 18 : 1 C 18 : 2 C 18 : 3
Jenis asam lemak

Gambar 10 Diagram persentasi komposisi asam lemakChlamydomonas sp.
ICBB 9114
Jenis asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh (saturated) dan asam lemak
tak jenuh (unsaturated) serta asam lemak tak jenuh terdiri dari
monounsaturateddan polyunsaturated. Hasil pengujian asam lemak jenuh untuk
keempat jenis mikroalga berkisar antara 423.3-956.3 mg/100g, asam lemak tak
jenuh berkisar antara 710.5-1932.3. Chlamydomonas sp. ICBB 9114 mempunyai
komposisi asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh dan asam lemak tidak jenuh

20 
 

tunggal atau ganda paling tinggi dibandingkan jenis mikroalga lainnya.
Chlamydomonas sp. ICBB 9114 juga mempunyai komposisi asam lemak tak
jenuh paling tinggi dibandingkan dengan komposisi jenis asam lemak lainnya.
Menurut Ramos et al. (2009), bilangan setana mempunyai hubungan yang linear
dengan jumlahasam lemak tidak jenuh. Knothe et al. (2003) menyatakan bahwa
bilangan setana yang rendah disebabkan oleh kandungan asam lemak tak jenuh
yang tinggi seperti C18:2 dan C18:3 ,akan tetapi jika asam lemak jenuh tinggi
seperti C16:0 dan C18:0 akan menghasilkan bilangan setana yang tinggi. Minyak
mikroalga dikenal mempunyai PUFAs yang tinggi dengan tiga atau lebih ikatan
rangkap, akan tetapi terdapat spesies yang memiliki jumlah asam lemak jenuh
(SFAs) yang tinggi (Chisti 2007).Ko