Induction of somatic embryogenesis and in vitro selection of four soybean genotypes for aluminum tolerance

INDUKSI EMBRIOGENESIS SOMATIK
DAN SELEKSI IN VITRO EMPAT GENOTIPE KEDELAI
UNTUK TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

VINA NOVITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Induksi
Embriogenesis Somatik dan Seleksi In vitro Empat Genotipe Kedelai untuk
Toleransi terhadap Cekaman Aluminium adalah karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Januari 2013
Vina Novita
NRP A253090041

SUMMARY
VINA NOVITA. Induction of Somatic Embryogenesis and In Vitro Selection
of Four Soybean Genotypes for Aluminum Tolerance. Supervised by NURUL
KHUMAIDA and SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Soybean (Glycine max (L.) Merr.) is an important source of protein for
many Indonesian and the demand of soybean for food is increasing year by year.
The increasing demand of soybean is not met by national production mainly due
to decreasing harvest area. Therefore, expansion of soybean harvested area should
be the main priority in the effort to increase soybean production. However, the
targeted area should not be in competition with the other more profitable crops
such as corn and rice. Dry acid soil, the main marginal lands in Indonesia, can be
developed as an expansion of soybean planting areas because of the area reach
102.8 million hectares. Efficient crop improvement programs should be targeted
to generate high yielding soybean varieties grown in acid soil. Currently, more
than sixty varieties of soybean have been released by the Ministry of Agriculture,
however, few are tolerant to acid soil. The constraint in developing soybean

varieties for adaptation to adverse environmental condition is low genetic
variability. Genetic variability can induced by conventional and non conventional
plant breeding. In vitro selection is one strategy from non conventional plant
breeding to produce plants that can be use as a source of variation in a breeding
program. The use of somatic embryo for in vitro selection program is very
valuable since the selected traits will be inherited in the progenies. Embryogenesis
somatic was reported to be genotype specific for soybean. The general objective
of this research was to obtain soybean promising lines tolerant to Al toxicity.
Specifically, this study was aimed to obtain the optimum medium for induction
and proliferation of somatic embryo, and to regenerate embryogenic callus of four
soybean genotypes; and to obtain tolerant Al somaclones (putative). This study
consisted of two experiments, which was induction of somaclonal variation of
four soybean genotypes via somatic embryogenesis and in vitro selection of four
soybean genotypes using AlCl3 to generate a putative somaclone acid soil tolerant.
Embryogenic callus was obtained from the experiment of optimation of
embryogenic callus induction medium. Induced callus had morphological

differences, color and diameter in each type of media being used and the type of
genotypes. The morphology of the formed callus can be classified into six groups.
Callus can be induced at 6 weeks after treatment (WAT) on MS medium with the

addition of 10 mg/l 2,4-D and 10 mg/l NAA in all soybean genotypes. Callus
induced on medium with 5 mg/l NAA had callus morphology that tends to be
green and then rooted. Callus induced on MS medium with the addition of 40
mg/l 2,4-D tends to had compact callus. In MS medium containing 40 mg/l 2,4-D,
54.5% of the Tanggamus genotype callus was embryogenic. Tanggamus
genotypes was the only genotype that successfully formed somatic embryo
(globular, torpedo and cotyledonary stages) after cultured for 4 weeks in medium
containing 40 ppm 2,4-D and subcultured for another 4 weeks in the same media.
The other genotype (Willis) formed only preembryonic mass (PEM) and failed to
form somatic embryo after cultured in four different induction mediums. In order
to increase the number of somatic embryo formed, several proliferation methods
were tested for Tanggamus genotype. MS liquid medium supplemented with 10
mg/l 2,4-D resulted in the highest rate of proliferation (approximately 52 globularstage embryos at 4 WAT). In the in vitro selection experiment, the fresh weight of
callus on all genotypes without AlCl3 increased at 8 WAT. Fresh weight of callus
on medium containing AlCl3 (100-500 mg/l) increased up to 8 WAT, but began to
decline at 12 WAT. The total number of somaclone Al-tolerant candidates
(putative) was 9 candidates, that were Wilis (3 candidates), Tanggamus (2
candidates), SP-10-4 (1 candidates), and CG-22-10 (3 candidates).

Keywords :


Glycine max (L.) Merr., 2,4-D, AlCl3, somatic embryos, globular,
acid soil, in vitro selection.

RINGKASAN
VINA NOVITA. Induksi Embriogenesis Somatik dan Seleksi In vitro Empat
Genotipe Kedelai untuk Toleransi terhadap Cekaman Aluminium. Dibimbing
oleh NURUL KHUMAIDA dan SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Produksi kedelai pada tahun 2011 sebesar 851 ribu ton mengalami
penurunan sebesar 56 ribu ton dibandingkan produksi tahun 2010. Kebutuhan
kedelai di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan yaitu kebutuhan tahun
2011 sebesar 2.16 juta ton dan meningkat sebesar 2.2 juta ton pada tahun 2012.
Produksi kedelai lokal hanya sebesar 851 ribu ton atau 29% dari total kebutuhan,
sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 2.09 juta ton untuk
memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri (BPS 2012). Rendahnya produksi
kedelai nasional diperkirakan terjadi akibat dari penurunan luas panen. Program
peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan melalui program intensifikasi, yaitu
perbaikan teknik budidaya dan perbaikan varietas. Keragaman plasma nutfah yang
tinggi merupakan syarat utama dalam perbaikan varietas tanaman. Salah satu
teknik untuk meningkatkan keragaman adalah melalui induksi variasi somaklonal,

misalnya melalui embriogenesis somatik. Somaklon yang diperoleh dari
embriogenesis somatik kemudian dapat diseleksi menggunakan agen seleksi
melalui seleksi in vitro sehingga diperoleh somaklon dengan sifat yang
diinginkan. Keberhasilan seleksi in vitro untuk mendapatkan tanaman kedelai
dengan sifat yang diinginkan memerlukan, yaitu tersedianya keragaman di tingkat
sel atau jaringan, metode seleksi in vitro untuk mengidentifikasi sel atau jaringan
sesuai dengan sifat yang diinginkan, dan metode regenerasi sel jaringan menjadi
tanaman secara in vitro yang efektif. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
mendapatkan kandidat varietas yang toleran tanah masam. Secara khusus,
penelitian ini bertujuan mendapatkan media induksi, proliferasi, dan serta
meregenerasikan kalus embriogenik pada empat genotipe kedelai, dan
mendapatkan somaklon kedelai yang putatif toleran cekaman Al. Pada penelitian
ini dilakukan 2 percobaan, yaitu induksi variasi somaklonal empat genotipe
kedelai melalui embriogenesis somatik dan seleksi in vitro empat genotipe kedelai
menggunakan AlCl3 untuk menghasilkan somaklon yang putatif toleran cekaman
tanah masam. Hasil yang didapatkan pada percobaan optimasi media induksi

kalus embriogenik adalah kalus berhasil diinduksi hampir pada seluruh genotipe.
Kalus yang terinduksi memiliki perbedaan morfologi, warna, dan diameter kalus
pada masing-masing jenis media dan jenis genotipe yang digunakan. Berdasarkan

pengamatan pada 6 minggu setelah tanam (MST), morfologi kalus dikelompokkan
dalam enam kategori. Kalus dapat diinduksi pada media MS dengan penambahan
2,4-D 10 mg/l dan NAA 10 mg/l pada semua genotipe kedelai. Kalus yang
terinduksi pada media

dengan NAA 5 mg/l memiliki morfologi kalus yang

cenderung berwarna hijau dan kemudian berakar. Kalus yang terinduksi pada
media MS dengan penambahan 2,4-D 40 mg/l cenderung menginduksi kalus yang
paling sedikit. Pada percobaan optimasi media induksi embrio somatik hanya
berhasil menginduksi kalus embriogenik pada genotipe Tanggamus pada media
MS dengan penambahan 2,4-D 40 mg/l sebesar 54.5%. Kalus embriogenik tidak
berhasil diperoleh pada genotipe Wilis yang diinduksi pada media MS dengan
penambahan 2,4-D 40 mg/l. Kalus embriogenik juga tidak berhasil diperoleh pada
genotipe Wilis dan Tanggamus pada media MS dengan penambahan 2,4-D 10
mg/l dan NAA 10 mg/l. Pada media MS dengan penambahan pikloram 40 mg/l
dan media MS dengan penambahan pikloram 20 mg/l juga tidak berhasil
menginduksi kalus embriogenik baik pada genotipe Tanggamus maupun Wilis.
Pada percobaan optimasi media proliferasi embrio somatik diperoleh media yang
paling sesuai yaitu media MS cair ataupun padat dengan penambahan 2,4-D 10

mg/l pada genotipe Tanggamus. Media yang optimum untuk regenerasi embrio
somatik kedelai belum diperoleh pada penelitian ini. Pada percobaan seleksi in
vitro empat genotipe kedelai dengan AlCl3 untuk menghasilkan somaklon yang
putatif toleran cekaman tanah masam, diperoleh informasi bahwa bobot klum
kalus embriogenik dengan pemberian AlCl3 100-500 mg/l hampir seluruhnya
mengalami peningkatan sampai dengan 8 MSP, akan tetapi mulai terjadi
penurunan pada 12 MSP pada media seleksi in vitro. Jumlah total kandidat
somaklon toleran cekaman Al (putatif) yang berhasil didapatkan adalah 9 kandidat
yaitu Wilis (3), Tanggamus (2), SP-10-4 (1), dan CG-22-10 (3).

Kata kunci: Glycine max (L.) Merr., 2,4-D, AlCl3, embrio somatik, globular, tanah
masam, seleksi in vitro.

©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan sebagian besar pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

INDUKSI EMBRIOGENESIS SOMATIK
DAN SELEKSI IN VITRO EMPAT GENOTIPE KEDELAI
UNTUK TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

VINA NOVITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.


: Induksi Embriogenesis Somatik dan Seleksi In vitro
Empat Genotipe Kedelai untuk Toleransi terhadap
Cekaman Aluminium
Nama
: Vina Novita
NRP
: A 253090041
Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Judul Tesis

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si
Ketua

Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP., M.Si
Anggota


Diketahui

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc

Tanggal Ujian : 30 November 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Induksi Embriogenesis Somatik dan
Seleksi In vitro Empat Genotipe Kedelai untuk Toleransi terhadap Cekaman
Aluminium” dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih yang tak

terhingga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si dan Dr. Sintho
Wahyuning Ardie, SP., M.Si selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan
arahannya selama perencanaan, pelaksanaan, dan penulisan tesis. Kemudian
kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku ketua Program Studi Pemuliaan
dan Bioteknologi Tanaman IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. selaku peguji luar komisi pada saat Ujian
Tesis yang telah memberikan banyak saran. Seluruh staf pengajar dan semua
teknisi yang telah memberikan bantuan selama penulis belajar di IPB. Tak lupa
penulis sampaikan terima kasih kepada Dr. Ika Roostika dan Dr. Atra Romeida
yang telah memberikan inspirasi dan motivasi. Ibu Siti Kholifah dan Ibu Juju
Juariah di Laboratorium Kultur Jaringan I dan III, Bapak Yudiansyah, Bapak Joko
Mulyono, dan Bapak Iwan di IPB atas bantuannya selama penelitian. Aminullah,
STP. atas bantuan dan dukungan semangat selama penulis melaksanakan
penelitian dan penulisan tesis. Kemudian kepada teman-teman S2 dan S3 PBT
angkatan 2008, 2009, dan 2010 atas kebersamaannya. Dan terima kasih kepada IMHERE B.2c IPB untuk dana penelitian. Kemudian yang tercinta kedua orang
tua, dr. H. Achmad Rusli dan ibu Hj. Erna Tuti. Kakak dan adik tercinta, Yunita
Syafitri, SE.Ak, dr. Ismail Bastomi, SpOT., dr. Rika Marlina, dr. Tedy Gazali,
drg. Lukita Praninditya, dan keponakan tersayang Arib Fauzan Azli atas doa,
restu, dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan pasca sarjana di IPB.
Semoga segala bentuk bantuan dari segala pihak mendapatkan berkah dan nilai
ibadah sehingga tesis ini dapat berguna. Amin Ya Robbal alamin.

Bogor, Januari 2013

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 28 November 1983 dari ayah dr. H.
Achmad Rusli dan ibu Hj. Erna Tuti. Penulis merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara.
Jenjang pendidikan penulis berturut-turut adalah lulusan SMA Negeri 1
Palembang tahun 2002. Tahun 2006 penulis mendapat gelar sarjana (S1) di
Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tahun
2009 penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB untuk mengambil
program magister dengan Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman,
Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten pratikum mata
kuliah Kultur Jaringan Lanjut pada tahun ajaran 2011/2012. Biaya penelitian
diperoleh dari program I-MHERE B.2c. Makalah presentasi poster yang berjudul
“In Vitro Selection of Four Soybean Genotypes for Acid Soil Tolerance :
Optimation of Somatic Embryo-Induction Medium” disampaikan pada Seminar
Internasional The 2nd SUIJI 3-4 Juli 2012 di IPB ICC Botani Square Bogor.
Makalah presentasi oral yang berjudul “Induction of Somatic Embryogenesis and
In Vitro Selection of Four Soybean Genotypes for Aluminum Tolerance”
disampaikan pada Seminar Internasional I-MHERE B.2c IPB di IPB ICC Botani
Square Bogor pada tanggal 5-6 September 2012.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xi

PENDAHULUAN ......................................................................................

1

Latar Belakang ...................................................................................

1

Tujuan Penelitian ...............................................................................

3

Hipotesis ............................................................................................

3

Manfaat Penelitian .............................................................................

3

Ruang Lingkup Penelitian .................................................................

5

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

7

Produksi dan Kebutuhan Kedelai ......................................................

7

Taksonomi, Morfologi dan Budidaya Kedelai ..................................

7

Pengaruh Cekaman Al dan Mekanisme Toleransi Al pada Tanaman

9

Pemanfaatan Variasi Somaklonal untuk Seleksi In Vitro ..................

10

Embriogenesis Somatik Kedelai ........................................................

12

Zat Pengatur Tumbuh ........................................................................

16

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL EMPAT GENOTIPE
KEDELAI MELALUI EMBRIOGENESIS SOMATIK ............................

17

Abstrak...............................................................................................

17

Pendahuluan .......................................................................................

18

Bahan dan Metode .............................................................................

19

Hasil dan Pembahasan .......................................................................

25

Simpulan ............................................................................................

41

SELEKSI IN VITRO EMPAT GENOTIPE KEDELAI DENGAN AGEN
SELEKSI AlCl3 UNTUK MENGHASILKAN SOMAKLON YANG
PUTATIF TOLERAN CEKAMAN TANAH MASAM…………………...
Abstrak...............................................................................................

43
43

Pendahuluan .......................................................................................

44

Bahan dan Metode..............................................................................

45

Hasil dan Pembahasan........................................................................

46

Simpulan ............................................................................................

52

PEMBAHASAN UMUM ............................................................................

53

SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................

57

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

59

LAMPIRAN ................................................................................................

67

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Data produksi, luas panen dan produktivitas kedelai nasional tahun
2001-2011 ............................................................................................

2.

7

Status penelitian embriogenesis somatik kedelai di mancanegara dan
di Indonesia ..........................................................................................

14

4.

Komposisi media induksi kalus embriogenik ......................................

21

5.

Pengaruh

media

terhadap

morfologi

kalus

empat

genotipe

kedelai............................................................................................

26

6.

Pengaruh media terhadap warna kalus empat genotipe kedelai……

27

7.

Pengaruh genotipe terhadap diameter kalus pada 6 MST…………..

28

8.

Pengaruh media terhadap diameter kalus pada 6 MST……………..

29

9.

Jumlah embrio somatik genotipe Tanggamus setelah di subkultur ke
media N4 (N4 (MS + sukrosa 30 g/l + 2,4-D 10 mg/l + NAA 10 mg/l
+ glisin 2 mg/l + arginin 100 mg/l + glutamin 100 mg/l + vit B5)
pada 12 minggu setelah subkultur (MSS).......................................

31

10. Pengaruh komposisi media proliferasi terhadap pertambahan bobot
kalus pada 6 MSP...........................................................................
11. Pengaruh genotipe terhadap pertambahan bobot kalus pada 6 MSP

34
34

12. Jumlah embrio somatik genotipe Tanggamus setelah di subkultur ke
yang sama dengan media asal pada 4 MSS.....................................

38

13. Pertambahan jumlah embrio somatik genotipe Tanggamus pada 4
minggu setelah proliferasi (MSPr)...................................................

39

14. Rataan persentase jumlah kalus yang mati akibat keracunan Al pada
keempat genotipe kedelai yang diuji pada 2, 4, 8 dan 12 MSP............

48

15. Rataan persentase kalus yang mati akibat keracunan Al dan jumlah
kalus hidup pada keempat genotipe kedelai pada 12 MSP................

50

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Kerangka berpikir penelitian seleksi in vitro empat genotipe kedelai
dengan agen seleksi AlCl3 untuk menghasilkan somaklon yang
putatif toleran cekaman tanah masam. .................................................

4

2.

Diagram alir kegiatan ...........................................................................

6

3.

Proses embriogenesis pada kedelai ......................................................

13

4.

Sumber eksplan ....................................................................................

20

5.

Posisi eksplan pada media....................................................................

21

6.

Berbagai keragaan respon eksplan kotiledon kedelai pada berbagai
media induksi kalus embriogenik ........................................................

22

7.

Skor warna kalus ..................................................................................

23

8.

Struktur PEM dari kalus kedelai dengan struktur struktur kompak,
berwarna putih kekuningan dan diameter yang besar ..........................

9.

Pembentukan embrio somatik

30

secara langsung pada genotipe

Tanggamus ...........................................................................................

32

10. Regenerasi kalus embriogenik kedelai .................................................

33

11. Keragaan kalus pada media proliferasi ................................................

34

12. Ciri-ciri kalus embriogenik dan tidak embriogenik genotipe
Tanggamus pada media dengan 2,4-D 40 mg/l pada saat 4 MST........

35

13. Keragaan kalus pada media induksi embrio somatik ...........................

36

14. Struktur embrio somatik sekunder .......................................................

37

15. Tahapan embriogenesis somatik kedelai .............................................

38

16. Proliferasi embrio somatik genotipe Tanggamus .................................

39

17. Proliferasi embrio somatik genotipe Tanggamus .................................

39

18. Kondisi embrio globular setelah di pindahkan ke berbagai media
regenerasi cair dan padat ......................................................................

41

19. Persentase kematian kalus ....................................................................

46

20. Kalus yang mati pada media seleksi AlCl3...........................................

47

21. Bobot kalus selama 12 MSP .................................................................

49

22. Kondisi embrio globular setelah dipindahkan ke media media seleksi
Al cair dan padat ...................................................................................

51

23. Kondisi kandidat somaklon pada media MS0 pada 24 MSP ...............

51

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Keragaan tanaman kedelai varietas Wilis dalam pot .........................

67

2.

Komposisi Media Murashige and Skoog dan media Gamborg ...........

68

3.

Deskripsi kedelai varietas Tanggamus .................................................

69

4.

Deskripsi kedelai varietas Wilis...........................................................

70

5.

Deskripsi kedelai genotipe CG-22-10 dan SP-10-4 .............................

71

6. Prosedur penyiapan preparat parafin untuk analisis histologi kalus

7.

kedelai ..................................................................................................

72

Prosedur pembuatan media padat untuk seleksi in vitro dengan AlCl3

74

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu bahan pangan utama sumber protein bagi
masyarakat Indonesia. Produksi nasional kedelai saat ini baru mampu memenuhi
sekitar 40% dari kebutuhan dalam negeri. Produksi kedelai pada tahun 2011
sebesar 851 ribu ton mengalami penurunan sebesar 56 ribu ton dibandingkan
produksi tahun 2010 (BPS 2012). Penurunan produksi diperkirakan terjadi akibat
dari penurunan luas panen. Luas lahan produksi kedelai yang dibutuhkan untuk
meningkatkan produksi mencapai 1.3 juta ha (Deptan 2012). Setiap tahun,
pemerintah harus mengimpor kedelai untuk menutupi kekurangan produksi. Oleh
karena itu, upaya peningkatan produksi kedelai perlu dipercepat. Upaya tersebut
tersusun dalam program pemerintah melalui program swasembada kedelai.
Program peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan melalui metode
intensifikasi, yaitu perbaikan teknik budidaya dan perbaikan varietas, serta
melalui program ekstensifikasi yaitu perluasan areal tanam termasuk ke daerah
berlahan marginal. Lahan marginal di Indonesia sebagian besar berupa lahan
kering masam dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai perluasan areal
tanam karena luasnya mencapai 102.8 juta ha di Indonesia (Mulyani et al. 2004).
Namun demikian, masih ditemukan kendala pada tanah masam yaitu kemasaman
tanah yang rendah, keracunan aluminium (Al) dan kekahatan hara seperti N, P, K,
Ca, Mg dan Mo serta kurang aktifnya mikroba tanah. Kendala pada tanah masam
tersebut dapat diatasi dengan perbaikan teknik budidaya dan penggunaan varietas
kedelai yang toleran terhadap pH rendah dan keracunan Al.
Perbaikan teknik budidaya yang umum dilakukan adalah penambahan
kapur pertanian misalnya kapur dolomit [CaMg(CO3)2]. Hasil penelitian
Kamprath (1970) menunjukkan bahwa untuk setiap 1.0 me Al-dd diperlukan 1.65
ton/ha CaCO3 ton/ha. Di samping itu, aplikasi pupuk pertanian pada tanah masam
juga harus diikuti oleh aplikasi pupuk P untuk mendukung pertumbuhan tanaman
(Atman 2005). Produksi biji kedelai baru mengalami peningkatan dari 1.32
menjadi 1.44 ton/ha di tanah masam setelah diaplikasikan kapur dolomit sebanyak
0.5 ton/ha dan untuk pemberian pupuk P yang efektif adalah sebesar 120 kg/ha
P2O5 (Anwar et al. 1995). Mengingat besarnya input kapur pertanian dan

2

pemupukan P, aplikasi kapur pertanian dan penambahan pemupukan P pada tanah
masam tanpa penggunaan varietas toleran dianggap kurang efisien. Perbaikan
varietas tanaman agar toleran terhadap cekaman tanah masam memerlukan
keragaman plasma nutfah yang tinggi. Varietas kedelai nasional toleran tanah
masam yang sudah dilepas oleh pemerintah adalah Tanggamus, Sibayak, Nanti,
Ratai dan Seluah. Tim pemulia kedelai IPB memiliki beberapa galur harapan
toleran naungan dengan produktivitas tinggi (F7) yaitu CG-22-10 dan SP-10-4
namun sampai saat ini belum diketahui tingkat toleransinya terhadap cekaman Al.
Teknik perakitan varietas unggul dapat dilakukan secara konvensional
yaitu melalui persilangan dari berbagai tetua yang memiliki sifat unggul yang
diinginkan, dan secara non konvensional yang salah satunya melalui melalui
induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro. Variasi somaklonal adalah
keragaman yang muncul di antara tanaman hasil perbanyakaan secara kultur in
vitro (Larkin & Scowcroft 1981). Embriogenesis somatik merupakan salah satu
teknik kultur in vitro yang memberikan peluang tinggi untuk mendapatkan
keragaman di tingkat sel atau jaringan. Media induksi embriogenesis somatik pada
kedelai dilaporkan memiliki sifat genotype specific. Variasi somaklonal yang
diperoleh melalui embriogenesis somatik dapat digunakan sebagai materi seleksi
in vitro dengan menggunakan media seleksi yang sesuai sehingga diperoleh
somaklon dengan sifat yang diinginkan. Peran seleksi in vitro dalam program
pemuliaan tanaman adalah mempercepat waktu seleksi (Jain 2001). Menurut
Wenzel dan Fouroughi-Wehr (1993), seleksi in vitro memiliki beberapa
keuntungan yaitu tidak dipengaruhi lingkungan, dapat dilakukan seleksi pada
tingkat sel, dan dapat dilakukan seleksi untuk satu faktor tunggal. Sehingga
tanaman yang dihasilkan dari seleksi in vitro tetap mempertahankan sifat-sifat
unggul sebelumnya dan menambah sifat unggul baru yang diinginkan seperti
ketahanan terhadap cekaman tanah masam.
Keberhasilan penggunaan teknik seleksi in vitro untuk mendapatkan
tanaman kedelai dengan sifat yang diinginkan memerlukan: 1) tersedianya
keragaman di tingkat sel atau jaringan, 2) metode seleksi in vitro untuk
mengidentifikasi sel atau jaringan sesuai dengan sifat yang diinginkan, dan 3)
metode regenerasi sel jaringan menjadi tanaman secara in vitro yang efektif

3

(Widoretno et al. 2003). Pengujian kalus embriogenik pada media seleksi Al
pertama kali dilakukan oleh Meredith (1978) menggunakan AlCl3 dengan
konsentrasi 200 dan 400 mg/l. Pada konsentrasi tersebut diketahui pertumbuhan
kalus terhambat sehingga dapat dilakukan untuk mendapatkan tanaman putatif
toleran cekaman Al melalui seleksi in vitro. Seleksi in vitro terhadap toleransi
cekaman Al telah dilakukan pada dua kultivar tomat (Sutjahjo et al. 2004) dan
pada jagung (Sutjahjo 2006), dengan menggunakan agen seleksi AlCl3 pada
konsentrasi 0, 100, 200 dan 800 mg/l. Penelitian Mariska et al. (2004)
menghasilkan beberapa galur harapan kedelai yang memiliki ketahanan yang lebih
baik terhadap Al dan pH rendah dibandingkan varietas yang toleran dengan
menggunakan agen seleksi AlCl3 pada konsentrasi 100 dan 500 mg/l dengan
menggunakan eksplan embrio somatik. Kerangka berpikir penelitian ini disajikan
pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan kandidat varietas
yang toleran tanah masam. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan media induksi dan proliferasi kalus embriogenik, serta
meregenerasikan kalus embriogenik pada empat genotipe kedelai
2. Mendapatkan somaklon kedelai yang putatif toleran cekaman Al
Hipotesis Penelitian
1.

Terdapat media induksi, proliferasi dan regenerasi kalus embriogenik yang
optimal pada masing-masing genotipe

2.

Terdapat somaklon kedelai yang putatif toleran cekaman Al
Manfaat Penelitian

1.

Diperoleh informasi media induksi embriogenesis terbaik dalam menginduksi
embrio somatik pada genotipe Tanggamus

2.

Diperoleh informasi media proliferasi terbaik dalam memperbanyak embrio
globular pada genotipe Tanggamus

3.

Diperoleh kandidat somaklon toleran cekaman Al (putatif)

4

Produksi kedelai
nasional belum
mencukupi

Impor kedelai
meningkat

Populasi penduduk dan
konsumsi kedelai
meningkat setiap tahun

Program Swasembada
Kedelai

Ekstensifikasi:
Perluasan areal

Kendala:
Lahan subur

Pemanfaatan
lahan marginal:
Lahan kering
Tanah masam
Lahan pasang
surut

Tanah masam

Intensifikasi :
1. Teknik budidaya
2. Perbaikan varieats

Perbaikan varietas

Non konvensional
Variasi somaklonal
Fusi Protoplas
Rekayasa Genetika

Konvensional
Persilangan
Introduksi

Seleksi in vitro dengan
agen seleksi AlCl3

Somaklon toleran
cekaman Al (putatif)

Kandidat varietas
toleran tanah masam

Gambar 1.

Kerangka berpikir penelitian seleksi in vitro empat genotipe kedelai
dengan agen seleksi AlCl3 untuk menghasilkan somaklon toleran
cekaman Al.

5

Ruang Lingkup Penelitian
Program peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan melalui program
intensifikasi, yaitu perbaikan teknik budidaya dan perbaikan varietas. Keragaman
plasma nutfah yang tinggi merupakan syarat utama dalam perbaikan varietas
tanaman. Salah satu teknik untuk meningkatkan keragaman adalah melalui
induksi variasi somaklonal, misalnya melalui embriogenesis somatik. Somaklon
yang

diperoleh

dari

embriogenesis

somatik

kemudian

dapat

diseleksi

menggunakan agen seleksi tertentu melalui seleksi in vitro sehingga diperoleh
somaklon dengan sifat yang diinginkan. Keberhasilan seleksi in vitro untuk
mendapatkan tanaman kedelai dengan sifat yang diinginkan memerlukan
tersedianya keragaman di tingkat sel atau jaringan, metode seleksi in vitro untuk
mengidentifikasi sel atau jaringan sesuai dengan sifat yang diinginkan, dan
metode regenerasi sel jaringan menjadi tanaman secara in vitro yang efektif.
Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yaitu peningkatan variasi
somaklonal empat genotipe kedelai melalui embriogenesis somatik dan seleksi in
vitro empat genotipe kedelai menggunakan AlCl3 untuk menghasilkan somaklon
yang putatif toleran cekaman Al. Percobaan pertama dilakukan untuk
mendapatkan media induksi, proliferasi kalus embriogenik dan embrio somatik,
serta meregenerasikan kalus embriogenik dan embrio somatik pada empat
genotipe kedelai. Hasil penelitian pada percobaan pertama dijadikan sebagai
sumber bahan eksplan yaitu berupa klum kalus embriogenik yang kemudian
diseleksi pada percobaan kedua. Pada percobaan kedua yaitu seleksi in vitro
empat genotipe kedelai menggunakan AlCl3 untuk menghasilkan somaklon yang
putatif toleran cekaman Al bertujuan untuk mendapatkan somaklon toleran
terhadap cekaman Al (putatif). Garis besar kegiatan penelitian disajikan pada
Gambar 2.

6

6

Penanaman dalam pot: kotiledon muda (Tanggamus, Wilis, CG-22-10 dan SP-10-4

Percobaan 1a. Optimasi media
induksi kalus embriogenik

Output : Media terbaik induksi kalus
embriogenik dan klum kalus embriogenik

Percobaan 1b. Optimasi media
proliferasi embriogenik

Output : Media terbaik proliferasi
ES dan klum kalus embriogenik

Percobaan 1c. Optimasi media
induksi embrio somatik

Output : Media terbaik induksi
ES dan populasi ES

Percobaan 1d. Optimasi media
proliferasi embrio somatik

Output
:
Media
terbaik
proliferasi ES dan populasi ES

Percobaan 1e. Regenerasi kalus
embriogenik dan embrio somatik

Percobaan 2a. Seleksi in vitro kalus
embriogenik kedelai terhadap cekaman
Al dengan AlCl3

Output : kandidat somaklon
toleran cekaman Al (putatif)

Percobaan 2b. Regenerasi somaklon toleran cekaman Al

Gambar 2.

Diagram alir kegiatan penelitian induksi embriogenesis somatik dan seleksi in vitro empat genotipe kedelai untuk toleransi
terhadap cekaman Aluminium

TINJAUAN PUSTAKA
Produksi dan Kebutuhan Kedelai
Produksi kedelai nasional pada tahun 2011 sebesar 851 ribu ton
mengalami penurunan sebesar 56 ribu ton dibandingkan produksi tahun 2010
(BPS 2012). Penurunan produksi diperkirakan terjadi akibat dari penurunan luas
panen (Tabel 1). Sebaliknya, kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun
mengalami peningkatan, misalnya kebutuhan pada tahun 2011 adalah sebesar 2.16
juta ton, kemudian kebutuhan pada tahun 2012 meningkat menjadi sebesar 2.2
juta ton kedelai. Produksi kedelai nasional hanya sebesar 851 ribu ton atau 29%
dari total kebutuhan, sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 2.09
juta ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri (BPS 2012).
Tabel 1. Produksi, luas panen dan rataan produktivitas kedelai nasional tahun
2006-2011
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Produksi
(ribu ton)
747.61
592.53
775.71
974.51
907.03
851.30

Luas Panen
(Ha)
580 534
459 116
590 956
722 791
660 823
620 928

Produktivitas
(Ku/Ha)
12.88
12.91
13.13
13.48
13.73
13.59

Sumber : BPS (2012)

Taksonomi, Morfologi dan Budidaya Kedelai
Kedelai dikelompokkan pada divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae,
ordo Rosales, famili Leguminoseae, sub famili Papilionaceae, genus Glycine,
spesies Glycine max (L.) Merill. Kedelai memiliki jumlah kromosom somatik 2n
= 40. Tanaman kedelai merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan
tinggi 40-90 cm, bercabang, dan umur tanaman antara 72-90 hari. Sistem
perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder
(serabut) yang tumbuh dari akar tunggang (Adie & Krisnawati 2007).

8
Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri, yakni pada kepala putik
diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang sama. Bunga kedelai biasanya
membuka pada pagi hari pada kondisi suhu relatif rendah dengan kelembaban
yang cukup. Biasanya bunga kedelai telah terserbuki sebelum bunga membuka.
Kemungkinan untuk terjadi penyerbukan silang sangat kecil yaitu kurang dari 1%.
Keadaan ini mengakibatkan kedelai menjadi homozigot dan kemurnian varietas
dapat dipertahankan selama beberapa generasi, sehingga biji-biji dalam satu
polong adalah identik (Poelhman 1996).
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini
didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe
determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman
mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila
pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai
berbunga. Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman hari pendek dikarenakan hari
yang pendek akan menginisisasi pembungaan, karena lama periode gelap
merupakan faktor yang menentukan dalam pembungaan. Penelitian menunjukkan
bahwa dalam satu menit periode gelap dapat menghambat perkembangan bunga.
Suhu hangat dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan kedelai dan
sebaliknya, suhu dingin akan menghambat dua proses tersebut (Adie &
Krisnawati 2007).
Kedelai dibudidayakan melalui tahapan pemilihan benih, persiapan lahan,
penanaman, dan pemeliharaan. Dalam upaya meningkatkan produktivitas kedelai
sangat diperlukan ketersediaan varietas unggul dan benih yang bermutu tinggi.
Kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan
tanah, iklim, dan pola tanam yang berbeda sehingga kendala satu agroekosistem
akan berbeda dengan agroekosistem yang lain. Oleh karena itu, ketersediaan
varietas yang beradaptasi dengan setiap wilayah agroekosistem sangat diperlukan
(Arsyad 2000). Tanaman kedelai biasanya ditanam pada lahan sawah (irigasi dan
tadah hujan), lahan kering (masam dan non masam) dan lahan pasang surut
(Adisarwanto & Sunarlim 2000).

9
Pengaruh Cekaman Al dan Mekanisme Toleransi Al pada Tanaman
Lahan marginal di Indonesia sebagian besar berupa tanah kering masam
dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai perluasan areal tanam karena
luasnya mencapai 102.8 juta ha di Indonesia dan tersebar di wilayah Sumatra,
Kalimantan, dan Papua. Luas tanah kering masam yang sesuai untuk usaha
pertanian sekitar 55.8 juta ha (Mulyani et al. 2004). Tanah masam memiliki pH
tanah ≤ 5.5 (Kochian et al. 2005). Saat pH tanah berada dibawah 5 maka
aluminium (Al) dalam bentuk Al3+ akan meracuni perakaran tanaman. Sementara
itu Sanchez (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang buruk pada
tanah masam berkaitan dengan kejenuhan Al yang tinggi. Tanah masam dapat
mengubah populasi dan aktivitas jasad mikro yang berperan pada transformasi N,
S dan P dalam tanah, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi
ketersediaan unsur-unsur tersebut bagi tanaman.Tanah masam akan meningkatkan
ketersediaan unsur-unsur Mn dan Al (Kennedy 1992). Unsur-unsur ini merupakan
racun bagi tanaman. Keberadaan Mn dan Al ada pada saat pH tanah rendah.
Gejala keracunan Al sangat cepat (dimulai pada hitungan menit) akan
menyebabkan kerusakan pada akar dan penyerapan air dan nutrisi akan terhambat.
Respon yang sangat cepat mengindikasikan bahwa Al pertama kali akan
menghambat perkembangan dan sel pada akar serta perpanjangan akar. Daerah
keracunan Al terlokalisasi pada ujung akar (Ryan et al. 1997). Karena Al sangat
reaktif maka banyak daerah yang menjadi target keracunan yaitu dinding sel,
permukaan plasma membran, sitoskleton dan nukleus. Aluminium tidak hanya
mempengaruhi dinding sel tetapi juga mengakibatkan kerusakan struktur
membran plasma akar. Interaksi Al dengan senyawa lipid dan protein membran
dapat memicu peroksidasi lipid sehingga sel kehilangan integritas membran
plasma (Yamamoto et al. 2003). Dampak dari Al yaitu akan menginduksi reactive
oxygen species (ROS) dan juga rusaknya membran oleh peroxidative (Horst et al.
1992).
Mekanisme toleransi terhadap Al pada tanaman secara garis besar dibagi
menjadi dua yaitu mekanisme eksternal dan internal. Perbedaan utama antara dua
mekanisme tersebut adalah tempat detoksifikasi Al, yaitu pada mekanisme
eksternal di apoplas dan pada mekanisme internal di simplas. Mekanisme

10
eksternal merupakan mekanisme eksklusi Al (mencegah Al agar tidak melintasi
membran plasma masuk ke simplas), yaitu selektivitas membran plasma terhadap
pengambilan Al, meningkatkan pH dalam rizosfir atau apoplas akar, eksudasi
senyawa organik pengkelat Al, dan immobilisasi Al pada dinding sel. Mekanisme
internal merupakan mekanisme yang menyebabkan tanaman memiliki daya
toleransi untuk mengakumulasi Al dalam sel (tanaman membiarkan Al masuk ke
dalam simplas dan tidak memperlihatkan gejala keracunan). Mekanisme internal
yaitu kompartementasi (pengurungan) Al di vakuola, sintesis protein pengikat Al
yang akan menurunkan serapan Al, dan kelatisasi oleh asam organik (asam malat,
oksalat, fenolat, fulfat dan tartat) di sitosol (Kochian et al. 2005). Mekanisme
internal umumnya dimiliki oleh spesies tanaman pengakumulasi Al seperti
tanaman teh (Camelia sinensis L.) dan melastoma (Melastoma sp).
Kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati
netral, pada pH 5.5-7.0 dan pH optimal 6.0-6.5. Pada kisaran pH tersebut hara
makro dan mikro tersedia bagi tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi masam
(pH < 5.5), hara fosfor (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan
sulfur (S) tidak mudah tersedia bagi tanaman kedelai (Khan et al. 2001). Pada
tanah masam, unsur Mn, Al, dan Fe tersedia secara berlebihan, sehingga dapat
bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah masam yang mengandung Al tinggi yaitu
lebih dari 20% akan menyebabkan terjadinya keracunan pada akar kedelai,
sehingga akar tidak berkembang (pendek dan tebal), tanaman tumbuh kerdil, daun
berwarna kuning kecoklatan, dan tidak mampu membentuk polong (Sumarno &
Manshuri 2007).
Pemanfaatan Variasi Somaklonal untuk Seleksi In Vitro
Variasi somaklonal adalah keragaman genetik yang berasal dari kultur in
vitro (Larkin & Scowcroft 1981). Keragaman genetik merupakan faktor yang
sangat penting dalam program pemulian tanaman. Variasi somaklonal pada
tanaman yang dihasilkan dari kultur in vitro dapat digunakan untuk mendapatkan
sumber keragaman genetik baru dalam upaya perbaikan sifat tanaman yang
diinginkan serta untuk menghasilkan kultivar baru (Jain 2001). Perubahan genetik
yang terjadi dalam kultur in vitro disebabkan oleh penggandaan kromosom,

11
perubahan struktur kromosom (pindah silang), perubahan gen dan sitoplasma
(Bairu et al. 2011). Menurut Evans dan Sharp (1986) perubahan genetik yang
terjadi dalam kultur in vitro meliputi mutasi gen pada genom nukleus dan
sitoplasma, translokasi, delesi, inversi, transposabel elemen dan amplifikasi gen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya variasi somaklonal yaitu
sumber eksplan yang digunakan, lamanya sel atau jaringan tanaman yang
dikulturkan secara in vitro, tipe regenerasi yang digunakan, genotipe tanaman
donor, konsentrasi dan tipe zat pengatur tumbuh yang digunakan. Pada tanaman
kedelai telah dilaporkan terjadi variasi somaklonal yang diregenerasikan melalui
proses embriogenesis dan organogenesis. Penggunaan auksin 2,4-D dengan
konsentrasi yang tinggi juga telah dilaporkan dapat menginduksi variasi
somaklonal. Berbagai karakter dapat berubah akibat variasi somaklonal, akan
tetapi karakteristik yang lain dilaporkan tetap menyerupai tanaman induknya
(Gesteira et al. 2002).
Seleksi in vitro adalah teknik yang sangat berguna untuk menghasilkan
somaklon yang mempunyai karakteristik tertentu. Dengan teknik ini, variasi
somaklonal akan dapat diinduksi dan hasilnya dapat diseleksi dalam media
selektif yang sesuai. Dengan menggunakan seleksi in vitro, intensitas seleksi yang
lebih besar dan lebih homogen dapat diberikan ke populasi sel dan jaringan
tanaman sehingga dapat meningkatkan efisiensi didapatkannya varian tanaman
yang diinginkan (Widholm 1996).

Husni et al. (2006) menunjukkan bahwa

metode seleksi in vitro dapat meningkatkan toleransi kedelai terhadap kekeringan
yang ditunjukkan oleh kandungan prolin dari somaklon lebih tinggi daripada
tanaman asalnya. Masalah yang sering dihadapi dalam seleksi in vitro adalah
sulitnya induksi kalus dan teknik regenerasi dari sel yang tahan terhadap
komponen seleksi menjadi planlet. Dengan demikian, induksi kalus serta teknik
regenerasi perlu dikuasai terlebih dahulu.
Variasi somaklonal dapat dimanfaatkan sebagai sumber keragaman
genetik pada seleksi in vitro untuk memperoleh suatu sifat unik yang diinginkan.
Teknik seleksi in vitro digunakan untuk mengembangkan tanaman toleran
terhadap cekaman abiotik seperti toleran terhadap cekaman kekeringan, cekaman
temperatur rendah dan tinggi, cekaman aluminium serta cekaman salinitas (Bajji

12
et al. 2004). Seleksi in vitro lebih efisien karena melalui seleksi in vitro jutaan sel
dapat diseleksi dengan hanya menggunakan beberapa botol kultur, sedangkan
seleksi di lapang harus menggunakan beratus-ratus tanaman yang diuji pada areal
yang lebih luas, selain itu seleksi in vitro tidak terlalu dipengaruhi oleh
lingkungan serta memungkinkan melakukan seleksi pada tingkat sel (Biswas et al.
2002).

Embriogenesis Somatik Kedelai
Tersedianya metode embriogenesis somatik merupakan salah satu syarat
untuk melakukan seleksi in vitro. Embriogenesis somatik merupakan suatu proses
dimana sel somatik (baik haploid maupun diploid) berkembang membentuk
tumbuhan baru melalui tahap perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui
fusi gamet (Williams & Maheswaran 1986). Keuntungan embriogenesis
dibandingkan metode lain adalah bahwa pada proses embriogenesis dilaporkan
dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lama melalui pembentukkan kalus
embriogenik yang berulang-ulang sehingga tidak tergantung sumber eksplan
(Raemakers et al. 1995). Proses embriogenesis kedelai dilakukan melalui enam
tahap yaitu induksi, proliferasi, histodifferensiasi, desikasi, germinasi dan
konversi (Gambar 3). Proses induksi kalus yang ditunjukkan angka satu pada
Gambar 3, dapat dilakukan dengan menggunakan eksplan yang berasal dari
embrio zigotik, kotiledon muda dan bagian tanaman seperti kotiledon, daun serta
petiol. Untuk eksplan embrio zigotik, induksi dilakukan dengan menggunakan
ZPT auksin, sedangkan untuk eksplan yang berasal dari kotiledon muda,
digunakan auksin sebagai sumber ZPT, dan pada eksplan yang berasal dari bagian
tanaman seperti kotiledon, daun serta petiol digunakan sumber ZPT kombinasi
antara auksin dan sitokinin. Tahap proliferasi pada embrio somatik yang berasal
dari eksplan kotiledon muda membutuhkan ZPT jenis auksin. Proses selanjutnya
adalah maturasi atau pendewasaan kemudian desikasi lalu germinasi atau
perkecambahan dan proses terakhir adalah konversi menjadi tanaman.

13
Embrio zigotik

Bagian kotiledon,
daun, petiol

Kotiledon Muda

Eksplan

Auksin

Sitokininn

Auksin +
Sitokinin

Induksi

Proliferasi
Auksin

Histodifferensiasi/
Maturasi

Desikasi

Gambar 3.

Germinasi

Konversi

Proses embriogenesis pada kedelai. (Sumber : Wiebke-Strohm et al.
2012)

Eksplan yang digunakan dapat berasal dari embrio zigotik, kotiledon
muda, dan bagian dari jaringan tanaman yaitu kotiledon, buku batang, daun
(Lazzeri 1985). Embriogenesis somatik pada kedelai dilaporkan pertama kali oleh
Christianson et al. (1983). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa embrio
somatik dapat diperoleh secara langsung atau tidak langsung (melalui kalus)

14
(Ranch et al. 1985; Barwale et al. 1986). Keberhasilan dalam somatik
embriogenesis sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu genotipe,
jenis dan umur eksplan dan konsentrasi ZPT (Jimènez 2005). Penelitian mengenai
embriogenesis somatik kedelai telah dilakukan oleh para peneliti baik di
Indonesia dan di manca negara yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Penelitian embriogenesis somatik kedelai di manca negara dan di
Indonesia
Varietas/Genotipe

Eksplan

Komposisi media

ZPT

Hasil penelitian

Pustaka

10 kultivar
kedelai

Kotiledon
muda 4-6
mm

Induksi : ½ MS + vit
B5 + sukrosa 30 g/l +
phytagel 2 g/l , pH 7.0
Proliferasi : ½ MS + vit
B5 + sukrosa 30 g/l +
phytagel 2 g/l , pH 5.8
Histodifferensiasi : MS
+ vit B5 + maltosa 60
g/l + 5 g/l arang aktif +
phytagel 2 g/l , pH 5.8
Maturasi : MS + Vit B5
+ maltosa 60 g/l +
phytagel 2 g/l , pH 5.8
Germinasi : MS0 + vit
B5 + sukrosa 30 g/l +
phytagel 2 g/l , pH 7.0

2,4-D
180µM
(40 mg/l)
2,4-D
90µM
(20 mg/l)

cv. CD 12
merupakan
genotipe harapan
untuk
menghasilkan
somatik embrio.
Untuk
mendapatkan
tanaman pada
metode
embriogenesis
memerlukan waktu
sepuluh bulan.

Texeira et
al. 2011

BRSMG 68
Vencedora, IAS-5

Kotiledon
muda 3-4
mm

Induksi : MS + vit B5 +
sukrosa 30 g/l +
phytagel 2 g/l, pH 7.0
Proliferasi : MS + vit
B5 + sukrosa 30 g/l +
phytagel 2 g/l , pH 5.8

2,4-D
180µM
(40 mg/l)
2,4-D
90µM (20
mg/l)

BRSMG 68
Vencedora
memiliki potensi
untuk menginduksi
embrio yang tinggi

Droste et al.
2010

cv. K10

Kotiledon,
pucuk,
buku akar,
kotiledon
muda,
embrio
aksis
muda

Induksi embrio somatik
primer : MS + vit B5 +
sukrosa 60 g/l + gelrite
2 g/l + asparagin 5 mM
+ glutamin 684μM, pH
5.8
Induksi embrio somatik
sekunder : MS + vit B5
+ sukrosa 30 g/l +
gelrite 2 g/l + asparagin
5 mM + glutamin
684μM, pH 5.8
Maturasi : MS + vit B5
+ maltosa 60 g/l +
gelrite 2 g/l + arang
aktif 5 g/l, pH 5.8

2,4-D
164.8μM

Pemilihan jenis
dan umur eksplan
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
embriogenesis
somatik.
Penggunaan
eksplan embrio
muda (2-3 minggu
setelah anthesis)
sesuai pada
genotipe cv. K10
dibandingkan
penggunaan
eksplan yang lain.

Loganathan
et al. 2010

2,4-D
123.6μM

15
Varietas/
Genotipe
98 varietas
kedelai dari Cina

Ceneng,
Pangrango, CG30-10, CG-76-10,
Godek, Slamet

Eksplan

Komposisi media

Kotiledon
muda

Germinasi: MS0 + vit
B5 + sukrosa 30 g/l +
gelrite 2 g/l , pH 7.0
Regeneras i: MS0 + vit
B5 + manitol 30 g/l+
gelrite 2 g/l
Induksi : MS + 2 g/l
gelrite B5 + 30 g/l
sukrosa

Kotiledon
muda

Proliferasi : MS + 2 g/l
gelrite B5 + 30 g/l
sukrosa

ZPT

ABA 5
mg/l
NAA 10
mg/l +
2,4-D 10
mg/l
NAA 5
mg/l +
2,4-D 5
mg/l

Ceneng, Godek,
CG-76-10, Cg30-10

Kotiledon
muda

Induksi : MS + 2 g/l
gelrite B5 + 30 g/l
sukrosa

NAA 5
mg/l

14 genotipe
kedelai

Kotiledon
muda

Induksi embrio somatik
primer : MS + 2 g/l
gelrite + vit B5 + 30 g/l
sukrosa

2,4-D 40
mg/l

Induksi embrio somatik
sekunder : MS + 2 g/l
gelrite + vit B5 + 30 g/l
sukrosa
Germinasi: MS + 2 g/l
gelrite + vit B5 +
sukrosa 30 g/l arang
aktif 1g/l

2,4-D 10
mg/l +
NAA 10
mg/l
GA3 2
mg/l +
BAP 2
mg/l

Regenerasi: MS + 2 g/l
gelrite + vit B5 +
sukrosa 30 g/l

10 var Kedelai

Embrio
aksis
muda

MS + 2 g/l gelrite + 60
g/l sukrosa + glisin 2
mg/l +arginin 100 mg/l
+ glutamin 100 mg/l

2,4-D 40
mg/l

Hasil penelitian

Pustaka

Eksplan kotiledon
muda (4-5 mm)
paling sesuai
untuk
embriogenesis
somatik.
Genotipe Ceneng
menunjukkan
respon induksi dan
proliferasi kalus
embriogenik
terbaik.

Yang et al.
2009

Genotipe Ceneng
menghasilkan
rataan embrio fase
globular tertinggi.
Eksplan kotiledon
yang ditanam
dalam media yang
mengandung 2,4D dengan atau
tanpa NAAA
membentuk