Isolation and characterization of an aluminum tolerance gene in Rice

(1)

ALUMINIUM DARI TANAMAN PADI

DEWI INDRIYANI ROSLIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Isolasi dan Karakterisasi Gen Toleran Aluminium dari Tanaman Padi” adalah karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Desember 2011

Dewi Indriyani Roslim G361044011


(3)

DEWI INDRIYANI ROSLIM. Isolation and Characterization of an Aluminum Tolerance Gene in Rice. Supervised by ALEX HARTANA, MIFTAHUDIN, UTUT WIDYASTUTI, and HAJRIAL ASWIDINNOOR.

Aluminum (Al) toxicity is the major limiting factor of crop production in acid soil. Aluminum tolerance in rice is considered as a quantitative trait controlled by many genes. The objectives of this research were to isolate, clone, characterize the aluminum tolerance gene, and to develope codominant marker for rice B11 gene. Plant materials used in this research were four rice genotypes namely Grogol, Hawara Bunar, IR64, and Krowal, and the F2 segregating rice population derived from a cross between sensitive rice genotype IR64 and Al-tolerant rice genotype Hawara Bunar. A rice Al tolerance gene was isolated based on a combination between rye-rice syntenic relationship and RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction) approaches. The cDNA of rice Al tolerance gene was synthesized from mRNA isolated from Hawara Bunar after being stressed under 15 ppm Al at pH 4.0 for 24 hours. The Al tolerance gene was characterized by sequencing, bioinformatically analyzing, and introducing it to tobacco plant. The inheritance pattern of rice Al tolerance gene was analyzed by developing the CAPS (Cleaved Amplified Polymorphism Sequence) codominant marker of rice Al tolerance gene through a series of PCR, sequencing, and restriction enzyme analysis of the PCR fragment from IR64 and Hawara Bunar, followed by testing the marker in F2 rice population. This research has succesfully cloned an Al tolerance gene from Indonesian local rice genotype Hawara Bunar, called B11 gene. The B11 gene expression was induced by Al with higher expression level in Hawara Bunar than that of IR64. Transgenic tobacco plants carrying the gene were more tolerant to Al stress than that of non-transgenic tobacco plants. The B11 protein was similar to bacterial ribosomal L32 proteins and was predicted as a transcription factor with bZIP domain and C2H2-zinc finger like motif. Comparison between the B11 gene sequences of the IR64 and Hawara Bunar showed 8 SNPs (Single Nucleotide Polymorphisms). One of the SNPs located at nucleotide 668 causing AluI restriction site based polymorphism between IR64 and Hawara Bunar, which was then used as a basis of B11-CAPS codominant marker development. The marker segregation followed a single gene inheritance pattern. The marker might be used for MAS (Masrker Assisted Selection) in rice breeding programs to obtain Al-tolerant lines.

Key words: aluminum, Al tolerance gene, rice, root re-growth, transgenic plant, CAPS marker.


(4)

DEWI INDRIYANI ROSLIM. Isolasi dan Karakterisasi Gen Toleran Aluminium dari Tanaman Padi. Dibimbing oleh ALEX HARTANA, MIFTAHUDIN, UTUT WIDYASTUTI, dan HAJRIAL ASWIDINNOOR.

Aluminium (Al) merupakan salah satu faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian di tanah masam. Tanaman yang toleran terhadap cekaman Al dapat diseleksi menggunakan parameter fisiologi terkait toleransi cekaman Al seperti kemampuan root re-growth (RRG) setelah tercekam Al. Toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen, namun gen yang mendasarinya masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mengisolasi, mengklon, mengkarakterisasi, dan mengembangkan penanda molekuler kodominan dari gen toleran Al dari tanaman padi. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian dibagi menjadi tiga tujuan, yaitu (1) menentukan konsentrasi dan waktu periode cekaman Al yang dapat membedakan respon terhadap cekaman Al pada tiga genotipe padi gogo lokal (Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal) dan varietas padi sensitif Al (IR64), dan mengevaluasi keefektifan karakter RRG sebagai parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al; (2) mengisolasi dan mengkarakterisasi gen toleran Al dari genotipe padi yang toleran Al, kemudian mengintroduksi dan menguji ekspresinya pada tanaman model tembakau (Nicotiana tabacum L.); dan (3) mengembangkan penanda molekuler kodominan dari gen toleran Al yang dapat digunakan sebagai alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection) dan mengidentifikasi pola pewarisannya pada populasi padi F2 hasil persilangan IR64 dan Hawara Bunar.

Penentuan konsentrasi dan waktu periode cekaman Al dilakukan dengan 1) percobaan kultur hara menggunakan berbagai perlakuan konsentrasi Al di ruang pertumbuhan, 2) percobaan pot di rumah kaca menggunakan media tanah masam Podsolik Merah Kuning berkelarutan Al tinggi dengan pH 4.6, dan 3) phenotyping populasi padi F2. Isolasi gen dilakukan dengan kombinasi pendekatan sintenik antara padi dan rye (Secale cereale L.) dan RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction) menggunakan cetakan berupa cDNA dari genotipe padi yang toleran Al yang telah mendapat cekaman 15 ppm Al pada pH 4.0 selama 24 jam. Karakterisasi dilakukan dengan pendekatan sekuensing, analisis bioinformatika, dan tembakau transgenik yang diintroduksi gen toleran Al. Pewarisan gen toleran Al dilakukan melalui analisis urutan nukleotida pada produk PCR dari genotipe/varietas padi toleran Al dan sensitif Al, analisis situs enzim restriksi, dan desain primer berdasarkan situs enzim restriksi yang memberikan polimorfisme pada kedua tetua, serta mengaplikasikannya pada populasi padi F2.

Perlakuan 15 ppm Al selama 72 jam dapat membedakan genotipe padi yang toleran Al (Grogol dan Hawara Bunar) dari yang sensitif Al (IR64 dan Krowal). Percobaan pot menggunakan media tanah masam berkelarutan Al tinggi memberikan hasil yang sejalan dengan percobaan kultur hara. Nilai RRG tiap tanaman pada populasi padi F2 bervariasi yang mengindikasikan bahwa karakter RRG dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman padi yang toleran Al pada populasi padi segregasi dan dapat dijadikan sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi.


(5)

Ekspresi gen B11 diinduksi oleh Al dan ekspresinya pada Hawara Bunar lebih tinggi daripada IR64. Gen B11 dapat meningkatkan toleransi tanaman tembakau transgenik terhadap cekaman Al. Protein B11 yang disandikannya mirip dengan protein L32 ribosomal bakteri dan diprediksi berperan sebagai faktor transkripsi dengan domain bZIP dan motif seperti C2H2-zinc finger.

Urutan nukleotida dari gen B11 IR64 dan Hawara Bunar mengandung 8 polimorfisme nukleotida tunggal (SNPs). Salah satu SNPs menyebabkan polimorfisme berdasarkan situs enzim restriksi AluI dan ini kemudian menjadi dasar untuk membuat penanda molekuler kodominan B11-CAPS (Cleaved Amplified Polymorphism Sequence). Penanda molekuler B11-CAPS bersegregasi mengikuti pola pewarisan gen tunggal. Penanda molekuler B11-CAPS berpotensi sebagai alat seleksi pada program pemuliaan tanaman padi untuk mendapatkan genotipe padi yang toleran Al.

Kata kunci: aluminium, gen toleran Al, padi, root re-growth, tanaman transgenik, penanda molekuler CAPS.


(6)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a.

pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik atau tinjauan suatu masalah.

b.

dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB.

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

ALUMINIUM DARI TANAMAN PADI

DEWI INDRIYANI ROSLIM

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Doktor pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Dra. Triadiati, M.Si.

Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP, M.Si. Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Satoto, MS


(9)

Tanaman Padi

Nama Mahasiswa : Dewi Indriyani Roslim

NIM : G361044011

Program Studi : Biologi

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, M.Sc. Ketua Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Anggota

Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc.

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Biologi

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.


(10)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kemudahan selama melalukan penelitian hingga penyelesaian penulisan disertasi ini. Disertasi yang berjudul Isolasi dan Karakterisasi Gen Toleran Aluminium dari Tanaman Padi memuat hasil penelitian tentang karakter root re-growth sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi, isolasi, dan pewarisan gen toleran cekaman Al pada padi. Bab yang berjudul KARAKTER ROOT RE-GROWTH SEBAGAI PARAMETER TOLERANSI CEKAMAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI telah dipublikasikan di Jurnal Natur Indonesia, 2010 13(1):82-88.

Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Miftahudin, M.Si., Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si., dan Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing, atas segala curahan waktu, pikiran, nasehat, dan arahan selama penelitian dan penulisan hasil disertasi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada peneliti di Kebun Percobaan Muara, Bogor yang berada di bawah naungan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) yang telah memberikan bahan tanaman untuk penelitian dan ijin melakukan sebagian kegiatan penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Nunu yang telah membantu penulis dengan penuh keikhlasan selama penelitian di rumah kaca; Bapak Sutiyo yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan peralatan; dan kepada Saleha Hannum, S.Si., M.Si. atas segala bantuan, diskusi, dan dukungannya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada TPSDP (Technological and Professional Skills Development Sector Project) Universitas Riau yang telah membiayai pendidikan S3. Penelitian ini dibiayai oleh Hibah Bersaing tahun 2007-2009 dan sebagian dari dana Hibah Insentif Riset Dasar RISTEK tahun 2008-2009 atas nama Dr. Ir. Miftahudin, M.Si., serta Hibah Penelitian Mahasiswa Program Doktor IPB dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2009.

Penulis sampaikan terima kasih yang tulus ikhlas kepada anak-anakku dan suami tercinta dan tersayang atas segala pengertian, pengorbanan, kesetiaan, kesabaran, dukungan moril, serta do’a sehingga penulis mampu melewati semuanya sampai selesai. Penulis menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada anak-anakku dan suami atas segala waktu, tenaga, dan pikiran yang banyak tersita untuk penelitian dan penyelesain studi S3 ini. Kepada kedua orang tua: H. Roslim Noor dan Hj. Yurhanis, penulis mengucapkan terima kasih atas do’a yang senantiasa dipanjatkan untuk keberhasilan penulis, dukungan moril, dan meteril, serta kasih sayangnya. Kepada Bapak Kasil Wahono dan Ibu Supriati, kakak-kakak dan adik-adik, penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan, do’a, perhatian, dan simpati yang diberikan kepada penulis selama ini.

Akhirnya penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan biologi di Indonesia.

Bogor, Desember 2011 Dewi Indriyani Roslim


(11)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 1971 dari ayah H. Roslim Noor dan ibu Hj. Yurhanis. Penulis merupakan putri ketiga dari tujuh bersaudara.

Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 46 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan mendapat gelar Sarjana pada tahun 1995.

Tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB melalui proyek Development of Undergraduate Education (DUE project) DIKTI dan mendapat gelar Magister Sains pada tahun 2001. Penulis diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau (UNRI) pada tahun 2000. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan Doktor di IPB melalui Technological and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) UNRI. Sampai saat ini penulis merupakan staf pengajar di Jurusan Biologi FMIPA UNRI.

Penulis menikah dengan Ir. Suyud Kaswanto dan telah dikarunia tiga orang putra-putri: Ghifari Nurzamzam Kaswanto (16 tahun), Intan Nurzahra Kaswanto (14 tahun), dan Mutia Nurhaliza Kaswanto (12 tahun).


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi ... 7

Mekanisme Keracunan Aluminium pada Tanaman ... 9

Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanaman ... 11

Gen dan Protein yang Responsif Cekaman Aluminium pada Tanaman ... 14

Pewarisan Gen Toleran Aluminium pada Tanaman ... 17

KARAKTER ROOT RE-GROWTH SEBAGAI PARAMETER TOLERANSI CEKAMAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI Abstrak ... 19

Abstract ... 19

Pendahuluan ... 20

Bahan dan Metode ... 22

Hasil dan Pembahasan ... 25

Simpulan ... 33

ISOLASI, KLONING, DAN KARAKTERISASI GEN TOLERAN ALUMINIUM DARI TANAMAN PADI Abstrak ... 35

Abstract ... 35

Pendahuluan ... 36

Bahan dan Metode ... 38

Hasil dan Pembahasan ... 45

Simpulan ... 68

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM Abstrak ... 69

Abstract ... 69

Pendahuluan ... 70

Bahan dan Metode ... 71

Hasil dan Pembahasan ... 74


(13)

SIMPULAN UMUM ... 87 DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN ... 99


(14)

Halaman 1. Rata-rata Root Re-Growth (RRG), Penghambatan Pertumbuhan Akar

(PPA) relatif, dan Panjang Akar Relatif (PAR) pada empat genotipe padi menggunakan konsentrasi Al sebesar 45 dan 60 ppm Al selama 24 jam, pH 4.00±0.02 diikuti masa pemulihan selama 48 jam ... 26

2. Rata-rata Root Re-Growth (RRG), Penghambatan Pertumbuhan Akar (PPA) relatif, dan Panjang Akar Relatif (PAR) pada empat genotipe padi dan pada perlakuan 9, 12, dan 15 ppm Al, pH 4.00±0.02 selama 72 jam diikuti masa pemulihan selama 48 jam ... 28 3. Analisis BLASTn pada urutan nukleotida fragmen cDNA dari gen B11. .. 48 4. Analisis BLASTp pada urutan asam amino deduksi dari protein B11 ... 49 5. Rasio pewarisan sifat resistensi kanamisin pada generasi T1 dari 5


(15)

Halaman 1. Bagan alir penelitian isolasi dan karakterisasi gen toleran Al dari

tanaman padi ... 5

2. Bunga padi ... 8

3. Profil akar pada empat genotipe padi setelah perlakuan 0, 45, dan 60 ppm Al pada pH 4.0±0.02 selama 24 jam ... 26

4. Profil akar empat genotipe padi setelah perlakuan cekaman Al sebesar 0, 9, 12, dan 15 ppm, pH 4.0±0.02 selama 72 jam diikuti 48 jam pemulihan ... 28

5. Gejala sekunder keracunan Al di tajuk pada empat genotipe padi yang diamati pada hari ke-45 setelah tanam ... 30

6. Kurva sebaran nilai Root Re-Growth (RRG) pada populasi padi F2 hasil persilangan tetua padi yang sensitif Al (P1: IR64) dan toleran Al (P2: Hawara Bunar), setelah perlakuan cekaman Al sebesar 15 ppm, pH 4.00±0.02 selama 72 jam diikuti pemulihan selama 48 jam ... 32

7. Diagram skematik vektor ekspresi pGWB5 yang telah disisipi gen toleran Al (gen B11) ... 38

8. (A) Ekspresi gen B11 pada genotipe padi yang sensitif Al (IR64) dan toleran Al (Hawara Bunar) setelah diberi perlakuan 0 dan 15 ppm Al pada pH 4.0±0.02 selama 24 jam. (B) Ekspresi relatif gen B11 terhadap gen Ubiquitin ... 47

9. Fragmen cDNA dari gen B11 (573 pb). ... 47

10. Struktur DNA dari gen B11 yang terdiri dari 3 ekson dan 2 intron ... 47

11. Urutan nukleotida cDNA dan asam amino deduksi dari gen B11 ... 48

12. (A) Peta vektor entri rekombinan pENTR/D-TOPO-B11 (sumber: Invitrogen). (B) Orientasi dan urutan nukleotida ORF (huruf berwarna merah) dari gen B11 di dalam vektor entri rekombinan pENTR/D-TOPO-B11 ... 51

13. Vektor ekspresi rekombinan pGWB5-B11. ... 52

14. Hasil PCR menggunakan primer B11_ORF (346 pb). ... 53


(16)

transgenik generasi T0 (T0-1, T0-2, T0-6, T0-13, dan T0-15) terhadap cekaman Al sebesar 0 (-Al) dan 8.1 ppm (+Al) pada pH 4.0 selama 5 minggu ... 55 17. Respon tembakau non-transgenik pada media seleksi biji (MS+100

μg/ml kanamisin) dan non-seleksi (MS) ... 58 18. Respon kecambah tembakau transgenik generasi T1 (T1-1, T1-2, T1-6,

T1-13, dan T1-15) pada media seleksi biji mengandung 100 μg/ml kanamisin selama 21 hari ... 59 19. Respon tembakau non-transgenik (Nt) dan lima nomor tembakau

transgenik generasi T1 (T1-1, T1-2, T1-6, T1-13, dan T1-15) terhadap cekaman Al sebesar 8.1 ppm pada pH 4.2 selama 3 dan 8 hari, dengan nilai rata-rata standar eror (SEmean) ... 61 20. Elektroforegram pita HPT (A) dan B11_ORF (B) ... 63 21. Domain bZIP, motif seperti C2H2-zinc finger, dan beberapa situs asam

amino yang terkandung di dalam protein B11 ... 65 22. Polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) pada intron 1 fragmen DNA

B11 di antara genotipe padi Hawara Bunar dan IR64 ... 74 23. Pola pita fragmen DNA B11-CAPS pada empat genotipe padi ... 77 24. Pola pita fragmen DNA B11-CAPS pada populasi padi F2 ... 78


(17)

Halaman 1. Komposisi larutan hara minimal (Miftahudin et al. 2002) yang

dimodifikasi ... 100 2. Nilai Kuadrat Tengah pada perlakuan cekaman 45 dan 60 ppm Al untuk

karakter RRG (root re-growth), PPA (penghambatan pertumbuhan akar) relatif dan PAR (panjang akar relatif) ... 100 3. Nilai Kuadrat Tengah pada perlakuan cekaman 9, 12, dan 15 ppm Al

untuk karakter RRG (root re-growth), PPA (penghambatan pertumbuhan akar) relatif dan PAR (panjang akar relatif) ... 100 4. Ukuran produk PCR menggunakan primer ubiquitin padi dengan

cetakan berupa cDNA dan DNA ... 101 5. Komposisi larutan MS (Murashige & Skoog) dan vitamin B5 ... 102 6. Media transformasi dan pertumbuhan tembakau transgenik ... 102


(18)

Latar Belakang

Tingkat pertambahan jumlah penduduk yang tinggi mendorong dibukanya lahan untuk pemukiman. Pembukaan lahan untuk pemukiman sudah merambah jauh ke lahan subur yang sebaiknya diperuntukkan bagi pertanian dan perkebunan. Akibatnya, kegiatan pertanian terpaksa dilakukan di lahan marginal (lahan kurang subur). Lahan marginal dapat berupa tanah rawa, gambut, maupun tanah masam dengan pH sangat rendah di bawah 5.

Tanah masam meliputi tanah masam kering dan basah. Pada penelitian ini difokuskan pada tanah masam kering karena padi gogo yang diteliti tumbuh di tanah masam kering. Selain itu dibandingkan luas daratan di Indonesia, tanah masam kering lebih luas (54%) dibandingkan tanah masam rawa (18%) yang meliputi gambut, pasang surut, dan lebak (Mulyani et al. 2004). Kegiatan pertanian di tanah masam sangat tidak menguntungkan karena aluminium (Al) berada dalam bentuk sangat larut. Kelarutan Al yang tinggi di tanah masam dapat merugikan tanaman karena Al dapat merusak akar, mengganggu penyerapan unsur hara, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akhirnya menurunkan produksi (Mossor-Pietraszewska 2001; Kochian et al. 2004).

Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah cekaman Al pada tanah masam adalah memperbaiki kondisi tanah misalnya dengan pengapuran atau memperbaiki tanaman itu sendiri. Perbaikan tanaman bisa dilakukan dengan merakit genotipe yang toleran Al baik secara konvensional maupun non-konvensional. Secara non-konvensional, perbaikan tanaman diarahkan dengan mencari penanda molekuler serta mengisolasi dan mengklon gen toleran Al (Kochian et al. 2004; Sasaki et al. 2004).

Spesies tanaman pertanian mengembangkan mekanisme untuk mentoleransi cekaman Al. Gandum (Triticum aestivum L.) dan beberapa spesies tanaman pertanian lainnya memiliki mekanisme toleransi cekaman Al yang melibatkan pelepasan anion organik seperti asam malat pada gandum (Delhaize et al. 1993b; Delhaize & Ryan 1995; Li et al. 2000), asam sitrat pada gandum (Li et al. 2000) dan kacang buncis (Miyasaka et al. 1991), dan asam oksalat pada bayam (Spinacia oleracea L. cv. Quanneng) (Yang et al. 2005). Gen yang


(19)

mengendalikan sifat tersebut telah diisolasi dan merupakan anggota dari famili gen ALMT untuk asam malat (Sasaki et al. 2004; Raman et al. 2005) dan MATE untuk asam sitrat (Magalhaes et al. 2007; Maron et al. 2010). Famili gen tersebut menyandikan protein membran yaitu suatu transporter pada membran yang membantu efluks anion organik melintasi membran plasma.

Akan tetapi pada tanaman padi mekanismenya masih belum dapat dijelaskan. Penelitian yang intensif sedang dilakukan oleh sejumlah peneliti di dunia (Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001, 2003; Ma et al. 2005; Mifathudin et al. 2007; Huang et al. 2009; Yamaji et al. 2009) untuk dapat menjelaskan mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al serta kemungkinan mengisolasin gennya.

Tahapan awal untuk mengisolasi gen toleran Al dari tanaman padi dilakukan dengan mengeksplorasi genotipe padi yang toleran terhadap cekaman Al (Khatiwada et al. 1996). Asfaruddin (1997), Farid (1997), dan Syakhril (1997) melaporkan bahwa beberapa genotipe padi lokal Indonesia ada yang tergolong toleran Al (Grogol, Hawara Bunar, Jambu, dan Seratus Malam) dan sensitif Al (Jatiluhur, Krowal, Randah Padang, dan Sirumbia). Genotipe padi Grogol dan Hawara Bunar yang digunakan pada penelitian ini, selain memiliki sifat toleran terhadap cekaman Al, juga mempunyai sifat efisien dalam penggunaan unsur nitrogen (Syakhril 1997; Jagau 2000), kalium (Asfarudin 1997; Trikoesoemaningtyas 2002), dan fosfor (Swasti 2004) dalam kondisi tercekam Al serta tahan penyakit blas daun (Farid 1997). Keefisienan penggunaan unsur hara makro esensial tersebut sangat penting bagi tanaman guna mengatasi gejala keracunan Al (Pecsvaradi et al. 2005). Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa beberapa genotipe padi lokal Indonesia berpotensi sebagai sumber gen toleran Al. Meskipun demikian sampai saat ini belum ada gen toleran Al yang berhasil diisolasi dari tanaman padi lokal Indonesia. Apabila gen toleran Al berhasil diisolasi dari tanaman padi maka akan sangat berguna untuk mempelajari mekanisme fisiologi dari toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al serta untuk mengembangkan tanaman pangan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan toleran Al melalui transfer gen toleran Al dari padi.


(20)

Usaha untuk mengisolasi dan mengklon gen toleran Al dari tanaman padi telah pula dilakukan oleh Prasetiyono (2003), yaitu dengan pendekatan pemetaan penanda molekuler mikrosatelit. Namun penelitian yang menggunakan populasi segregasi hasil persilangan DUPA X ITA131 tersebut belum berhasil mengidentifikasi adanya keterpautan antara penanda molekuler mikrosatelit yang diuji dengan QTL (Quantitative Trait Locus) toleransi cekaman Al. Berbeda dengan hasil yang diperoleh Prasetiyono (2003), Nguyen et al. (2001, 2002, 2003) dan Wu (2000) berhasil memetakan beberapa QTL terkait toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Pemetaan dilakukan menggunakan penanda molekuler AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), dan SSR (Simple Sequence Repeat). Posisi QTL tersebut tersebar di beberapa kromosom padi yang mengindikasikan bahwa toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al merupakan karakter yang kompleks.

Berdasarkan analisis pemetaan komparatif antara peta genetik kromosom 3 dari padi dan kromosom 4 dari rye, Miftahudin et al. (2005) kemudian berhasil menunjukkan adanya hubungan sintenik antara daerah lokus gen toleran Al (Alt3) pada kromosom 4RL tanaman rye dengan segmen kromosom 3 dari tanaman padi. Lokus Alt3 tersebut diapit oleh penanda molekuler B1 dan B4. Wilayah kromosom 3 padi yang menunjukkan hubungan sintenik dengan daerah lokus Alt3 yang diapit penanda molekuler B1 dan B4 merupakan daerah yang kaya gen dengan kerapatan 4.3 kb per gen. Apabila berhasil diketahui bahwa gen Alt3 tersebut atau heterolognya juga ada di segmen kromosom 3 padi dan dapat diidentifikasi protein yang disandikannya, maka langkah menuju isolasi gen toleran Al dari tanaman padi semakin dekat. Oleh karena itu penelitian ini akan dipusatkan pada daerah gen tersebut pada tanaman padi.

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gen dari padi yang bertanggung jawab terhadap toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka dilakukan tiga kegiatan penelitian dengan tujuan masing-masing sebagai berikut:


(21)

1. Menentukan parameter toleransi cekaman Al yang dapat digunakan untuk membedakan respon di antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. 2. Mengisolasi, mengklon, dan mengkarakterisasi gen penyandi toleransi

cekaman Al dari tanaman padi.

3. Mengembangkan penanda molekuler terkait gen toleran Al dari tanaman padi yang dapat digunakan sebagai alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection).

Kegiatan pertama (A) adalah mengembangkan metode analisis toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al untuk menghasilkan parameter toleransi cekaman Al yang dapat diaplikasikan pada individu tanaman padi. Parameter toleransi cekaman Al tersebut selanjutnya digunakan untuk menapis empat genotipe padi (Grogol, Hawara Bunar, IR64, dan Krowal) dengan tujuan menentukan atau verifikasi genotipe yang toleran Al dan sensitif Al yang akan digunakan pada penelitian bagian kedua dan ketiga; Bagian kedua (B) adalah mengisolasi gen toleran Al dari genotipe padi yang toleran Al. Tahapannya meliputi penapisan 19 penanda molekuler STS (Sequence Tag Sites) yang terkait toleransi tanaman rye terhadap cekaman Al menggunakan teknik PCR dan RT-PCR, mengisolasi gen toleran Al, dan kemudian mengintroduksi dan menguji ekspresinya pada tanaman model tembakau (Nicotiana tabacum L.); dan Bagian ketiga (C) adalah mengembangkan penanda molekuler terkait gen toleran Al yang dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman padi dari suatu populasi segregasi atau sebagai alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection) dan mengidentifikasi pola pewarisannya pada populasi padi F2 hasil persilangan IR64 dan Hawara Bunar. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk:

1. Mempelajari mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.

2. Melakukan seleksi awal pada pemuliaan tanaman padi menggunakan karakter fisiologi dan penanda molekuler terkait toleransi cekaman Al.

3. Mengembangkan peta genetik baru terkait toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.


(22)

4. Mengembangkan tanaman lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan bersifat toleran terhadap cekaman Al dengan mentransfer gen toleran Al dari tanaman padi menggunakan teknik rekayasa genetik.

Gambar 1. Bagan alir penelitian isolasi dan karakterisasi gen toleran Al dari tanaman padi


(23)

Botani Padi

Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia dan merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Tanaman padi termasuk ke dalam famili Poaceae (Gramineae). Spesies padi yang banyak dibudidayakan adalah Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima L. (Matsuo & Hoshikawa 1993). Oryza sativa L. terdiri dari dua sub spesies, yaitu: indica dan japonica. Oryza sativa sub spesies indica dibudidayakan di daerah selatan Pegunungan Himalaya dan Oryza sativa sub spesies japonica didomestikasi di bagian selatan China (Londo et al. 2006).

Oryza sativa sub spesies japonica memiliki ciri berdaun sempit dan berwarna hijau tua, bentuk biji membulat, lebar, dan tebal; memiliki bulu yang panjang atau ada juga yang tidak berbulu; rambut pada glume tebal dan panjang; distribusinya meliputi Jepang, Korea, dan Cina bagian utara. Oryza sativa sub spesies indica mempunyai daun yang sempit dan berwarna hijau terang; biji ramping dan tipis, umumnya tidak berbulu, namun kadang-kadang bulunya hanya pendek saja dan mempunyai glume dengan bulu yang tipis dan pendek; distribusinya meliputi Cina bagian selatan, Taiwan, India dan Sri Lanka. Walaupun kedua sub spesies dapat saling membuahi, tetapi persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan hasil seleksi dari persilangan japonica dan indica. Selain kedua sub spesies ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong javanica yang memiliki sifat antara dari kedua sub spesies utama di atas. Javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa (Matsuo & Hoshikawa 1993).

Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan lemma jika bunga telah masak (Gambar 2).

Padi dijadikan organisme model dalam kajian genetika tumbuhan karena padi memiliki ukuran kromosom yang relatif lebih kecil dibandingkan tanaman serealia lainnya, yaitu 389 Mb (IRSGP 2005) serta daur hidupnya yang pendek yaitu 3-4 bulan. Sebagai tanaman model, genom padi telah disekuensing (Kurata


(24)

& Yamazaki 2006). Sekuensing genom padi ini menjadi bahan baku penting dalam upaya pemuliaan tanaman padi yang menggunakan rekayasa genetika. Selain itu, informasi sekuen DNA genom tanaman padi dapat dimanfaatkan untuk mengisolasi gen dari tanaman lain dengan pendekatan analisis pemetaan komparatif dan map based cloning (Sasaki et al. 2004; Miftahudin et al. 2004, 2005).

Gambar 2. Bunga padi. Kepala sari berjumlah enam buah yang berwarna kuning, keluar dari lemma (a) dan palea (b) jika bunga telah masak.

Beberapa genotipe padi gogo lokal Indonesia yang telah dievaluasi secara lapang dan toleran terhadap cekaman Al, diantaranya CT6510-24-1-3, Grogol, Hawara Bunar, IRAT 144, Jambu, Ketan Gudel, Seratus Malam, dan TB154-TB-1 (Asfaruddin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997). Grogol adalah genotipe padi gogo lokal yang berasal dari Bantul, Yogyakarta dan mempunyai ciri adanya batang berwarna putih yang mendukung malai, warna lamina daun hijau tua, jumlah anakan pada tanaman dewasa (umur 4 bulan) paling banyak empat anakan dan memiliki postur tanaman yang tinggi. Hawara Bunar berasal dari Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Hawara Bunar memiliki lamina daun berwarna hijau tua dengan ciri khusus yaitu memiliki pangkal batang atau pelepah serta ujung kulit biji yang berwarna ungu. Tinggi tanaman dapat mencapai lebih dari 2 meter. Biji berbentuk oval dengan bulu yang pendek. Waktu berbunga rata-rata 59 hst (hari setelah tanam) dan jumlah anakan rata-rata 4 batang (Ahmad 2009).

Selain Grogol dan Hawara Bunar, satu genotipe padi gogo lokal lain yang digunakan sebagai bahan tanaman dalam penelitian ini adalah Krowal. Krowal merupakan genotipe padi gogo yang berasal dari Lumajang, Jawa Timur. Krowal memiliki daun berwarna hijau cerah dan jumlah anakan sekitar 14 batang dan

(a)


(25)

tingginya dapat mencapai 150 cm. Satu varietas padi yang sensitif Al, yaitu IR64, digunakan pada penelitian ini sebagai pembanding. Varietas padi IR64 merupakan padi sawah inbrida yang diintroduksi dari IRRI dan dilepas di Indonesia pada tahun 1986. Varietas padi IR64 mempunyai biji berbentuk panjang atau ramping dan tinggi tanaman mencapai 115-126 cm (Suprihatno et al. 2009). Waktu berbunga 52 hst dan jumlah anakan rata-rata 13 batang (Ahmad, 2009).

Mekanisme Keracunan Aluminium pada Tanaman

Sejak awal pertumbuhannya, tanaman sudah dihadapkan pada berbagai cekaman, baik cekaman biotik (serangan hama, penyakit, dan gulma) maupun cekaman abiotik (kekeringan, kadar garam tinggi, logam berat, suhu tinggi maupun rendah, dan tanah masam). Keracunan Al pada tanah masam merupakan faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian (Samac & Tesfaye 2003). Sekitar 30% dari total area tanah di dunia terdiri dari tanah masam. Sekitar 20% luas pertanaman jagung, 13% luas pertanaman padi, dan 5% luas pertanaman gandum di dunia terdapat pada tanah masam. Sebagian besar area tanah masam (60%) berada di daerah tropis (Kochian 2000).

Umumnya tanah masam di Indonesia didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) dan derajat keasamannya dapat disebabkan oleh frekuensi pencucian kation dari tanah, praktek-praktek pertanian, dan hujan asam. Ion Al3+ mendominasi tanah masam yang memiliki pH<5 dan merupakan fitotoksik utama, karena Al3+ dapat mengkelat unsur hara. Unsur hara yang terkelat sulit dan atau tidak dapat diserap oleh akar tanaman (Delhaize & Ryan 1995), akibatnya tanaman kekurangan unsur hara dan pertumbuhannya terhambat.

Bagian tanaman yang pertama kali kontak dengan tanah adalah akar, sehingga target utama kerusakan akibat Al adalah akar (Ryan et al. 1993). Beberapa laporan menyebutkan bahwa keracunan Al dapat menurunkan dan merusak sistem perakaran yang menyebabkan tanaman rentan terhadap cekaman kekeringan dan mengalami defisiensi nutrien mineral (Kochian 1995; Samac & Tesyafe 2003, Kochian et al. 2004).


(26)

Aluminium dapat menyebabkan kerusakan membran akar, akar menebal, menggulung, dan pendek (Delhaize & Ryan 1995). Respon keracunan Al secara cepat menunjukkan bahwa Al pertama kali menghambat perluasan dan pemanjangan sel-sel akar. Periode paparan Al yang lebih lama akan menghambat pembelahan sel (Kochian 1995; Matsumoto 2000). Pada tanaman padi daerah kerusakan akibat Al berada 1 mm dari ujung akar (Miftahudin et al. 2007).

Kerusakan akar berkorelasi dengan akumulasi Al di ujung akar. Akumulasi Al di dalam sel-sel tembakau dapat menekan aktifitas mitokondria yang dimonitor dari adanya reduksi 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide dan penyerapan Rhodamine 123. Setelah 12 jam, akumulasi Al tersebut memicu produksi Reactive Oxygen Species (ROS), menghambat respirasi sehingga sel kehabisan ATP, dan hilangnya kemampuan akar untuk tumbuh. Peristiwa itu dapat dicegah dengan penambahan antioksidan butylated hidroxyanisol. Pada tanaman kacang kapri (Pisum sativum L.), Al juga memicu produksi ROS, menghambat respirasi sehingga sel kehabisan ATP, yang semuanya dapat menghambat pemanjangan akar. Disimpulkan bahwa Al dapat mempengaruhi fungsi mitokondria yang menyebabkan produksi ROS (Yamamoto et al. 2002).

Aluminium dapat berinteraksi dengan struktur ekstraseluler dan intraseluler di akar dan menyebabkan penghambatan pertumbuhan akar pada tanaman yang sensitif Al. Mekanismenya meliputi: Al berinteraksi dengan komponen di dalam dinding sel akar, menghentikan proses mitosis dan pembelahan sel (Matsumoto 2000), merusak membran plasma dan memblok sistem transpor ion tertentu melintasi membran plasma, merusak dinamika sitoskeletal, berinteraksi dengan mikrotubul dan filamen aktin (Sivaguru et al. 2003), berinteraksi dengan jalur transduksi sinyal, meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ sitoplasma (Kochian et al. 2004), menginduksi pembentukkan ROS, disfungsi mitokondria, dan juga merusak membran sel dengan peroksidasi lipid membran, dan akhirnya menghambat pertumbuhan akar tanaman (Yamamoto et al. 2002).

Aluminium yang masuk ke simplas dapat mengganggu metabolisme tanaman karena Al mengkelat dan menggantikan unsur hara esensial dari tempat berfungsinya (Delhaize & Ryan 1995). Selain itu Al dapat mengganggu proses


(27)

metabolisme yang membutuhkan Ca2+, seperti regulasi pembelahan dan pemanjangan sel, yang akhirnya akan menghambat pemanjangan akar (Ma et al. 2004).

Tanaman padi yang sensitif Al (IR64) mengakumulasi Al dalam jumlah tinggi dibandingkan tanaman padi yang toleran Al (Hawara Bunar). Akumulasi Al yang tinggi pada tanaman padi yang sensitif Al telah menyebabkan kerusakan akar, dan ini tidak terjadi pada tanaman padi yang toleran Al. Aluminium juga dapat menyebabkan perubahan struktur sel-sel epidermis, penebalan, dan kerusakan pada permukaan ujung akar (Wahyuningsih 2009).

Mekanisme Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanaman

Spesies tanaman pertanian menunjukkan keragaman genetik dalam merespon keracunan Al dan keragaman ini sangat berguna bagi para pemulia tanaman untuk merakit tanaman resisten Al. Tanaman resisten Al berarti tanaman menunjukkan pertumbuhan akar yang baik karena meningkatnya vigor tanaman ketika ditumbuhkan pada larutan atau tanah masam berkelarutan Al tinggi. Ada dua mekanisme sehingga tanaman menjadi resisten Al, yaitu mekanisme eksklusi Al dan mekanisme toleransi cekaman Al. Mekanisme eksklusi Al difasilitasi oleh kemampuan tanaman mengeluarkan Al dari ujung akar, sedangkan mekanisme toleransi cekaman Al didukung oleh kemampuan tanaman untuk mentolerir Al yang sudah masuk ke bagian simplas tanaman (Kochian 1995). Pada tulisan berikutnya Kochian et al. (2004) menggunakan istilah toleran Al untuk tanaman yang resisten Al. Oleh karena itu istilah tanaman toleran Al dan tanaman resisten Al memiliki pengertian yang sama, yaitu tanaman yang memiliki pertumbuhan akar lebih baik ketika tercekam Al dibandingkan tanaman sensitif Al.

Detoksifikasi Al internal melalui pembentukkan kompleks Al dengan ligan terutama asam organik merupakan cara tanaman mentolerir Al yang masuk ke simplas. Secara fisiologi, Al bukan menginduksi enzim-enzim yang terlibat dalam sintesis dan metabolisme asam organik, tetapi Al menginduksi protein transpor yang spesifik untuk asam organik tertentu (Delhaize et al. 1993b; Ryan et al. 1995). Pendapat tersebut dibuktikan oleh Ryan et al. (1995) bahwa tidak ada perbedaan kandungan malat di ujung akar dengan aktifitas enzim PEP carboxylase


(28)

atau malate dehydrogenase pada ujung akar tanaman gandum (Triticum aestiuvum

L.) yang sensitif Al dan toleran Al, meskipun Al mengaktifasi pelepasan malat secara terus-menerus dan dalam jumlah banyak pada tanaman gandum yang toleran Al.

Berdasarkan akumulasi Al di dalam tajuk, strategi adaptasi tanaman terhadap cekaman Al dibagi menjadi 3 kelompok, yakni:

1. Akar tidak menyerap Al sehingga tidak ada Al yang terakumulasi di tajuk (strategi penghindaran). Mekanisme ini terjadi karena tanaman mengeksudasi senyawa asam organik dari akar. Senyawa asam organik yang dieksudasi dapat meningkatkan pH rhizosfer sehingga Al berada dalam bentuk tidak larut dan tidak toksik bagi tanaman. Selain itu asam organik tersebut dapat mengkelat Al sehingga Al tidak diserap tanaman. Jenis asam organik yang dieksudasi dapat berupa asam malat pada gandum (Delhaize et al. 1993b; Delhaize & Ryan 1995; Li et al. 2000), asam sitrat pada gandum (Li et al. 2000) dan kacang buncis (Miyasaka et al. 1991), dan asam oksalat pada bayam (Spinacia oleracea L. cv. Quanneng) (Yang et al. 2005). Asam sitrat membentuk kompleks yang lebih kuat dengan Al3+ dan lebih efektif dalam mendetoksifikasi Al dibandingkan suksinat dan asam malat (Ownby & Popham 1989). Efluks malat tersebut dipicu oleh Al yang berinteraksi dengan komponen membran plasma (Delhaize & Ryan 1995).

2. Tanaman menahan dan mengakumulasi Al di akar, terutama di jaringan korteks dan epidermis akar. Pada jaringan muda yang belum mempunyai endodermis, Al bisa lolos masuk ke tajuk melalui jaringan meristem akar dan pembuluh akar (stele). Pada tanaman gandum, bila sudah melebihi ambang batas yang bisa ditolerir oleh sitoplasma, maka Al yang diakumulasi di akar akan dikeluarkan. Protein yang terlibat dalam mekanisme pengeluaran Al dari akar tanaman gandum dikendalikan oleh gen Alt1 (Delhaize et al. 1993a). 3. Tanaman mengakumulasi Al di dalam tajuk (Al akumulator). Contoh

Camelia sinensis (teh), Pinus sp, Rhizophora spp (bakau), dan Melastoma malabathtricum L (Watanabe & Osaki 2001).

Kelompok ke-2 dan 3 menggunakan mekanisme toleransi cekaman Al, yaitu mentolerir Al yang masuk ke simplas. Oleh karena itu, tanaman yang toleran


(29)

harus mampu mengurangi penyerapan Al atau menetralkan unsur tersebut jika sudah masuk ke dalam sel-sel akar.

Mekanisme toleransi cekaman Al pada beberapa spesies terutama anggota Triticeae melibatkan efluks anion organik seperti malat dan sitrat dari ujung akar tanaman. Gen yang mengendalikan sifat tersebut telah diisolasi dan merupakan anggota dari famili gen ALMT (Sasaki et al. 2004) dan MATE (Magalhaes et al. 2007; Maron et al. 2010). Famili gen tersebut menyandikan protein membran yaitu suatu transporter pada membran yang membantu efluks anion organik melintasi membran plasma. Ada bukti juga bahwa Al mengaktifasi protein kinase yang kemudian membantu fosforilasi protein transporter malat (ALMT) (Sasaki et al. 2004). Pada buckwheat, Al menginduksi pelepasan oksalat, lalu oksalat mengikat Al. Kompleks oksalat-Al kemudian dikeluarkan dari ujung akar. Bersamaan dengan itu, terjadi juga mekanisme detoksifikasi internal yang melibatkan pengikatan Al oleh oksalat di daun dan oleh sitrat di xylem (Ma & Hiradate 2000).

Mekanisme toleransi cekaman Al pada Triticeae lainnya adalah eksklusi Al (Delhaize et al. 1993a; Vitorello et al. 2005), demikian pula pada spesies padi liar Oryza rufipogon L. Oryza rufipogon L. merupakan tetua liar padi budidaya dan menunjukkan kemampuan mentolerir cekaman Al lebih tinggi dibandingkan O. sativa L. (Nguyen et al. 2003).

Pada tanaman gandum, barley (Hordeum vulgare L.), dan shorgum (Shorgum bicolor L.), toleransi cekaman Al dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dengan pewarisan yang sederhana (Sasaki et al. 2004; Magalhaes et al. 2004) sehingga mudah untuk mendeteksinya. Sebaliknya pada Arabidopsis,jagung (Zea mays L.), dan padi, toleransi cekaman Al merupakan sifat kuantitatif dengan kontribusi banyak gen (QTL, Quantitative Trait Loci) (Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001, 2002, 2003; Kochian et al. 2004) sehingga kemungkinan toleransi cekaman Al merupakan kombinasi beberapa mekanisme. Tidak heran jika toleransi cekaman Al pada tanaman padi lebih tinggi dibandingkan spesies tanaman sereal lainnya (Famoso et al. 2010) dan tidak heran juga jika agak sulit untuk mengidentifikasi mekanismenya. Beberapa mekanisme toleransi cekaman Al yang mungkin terjadi pada padi dan jagung adalah eksudasi ligan pengkelat Al


(30)

lainnya dari akar, pembentukkan barrier pH rhizosfer, pengikatan Al oleh musilage yang disekresikan oleh akar, pembuangan Al yang terakumulasi di ujung akar melalui beberapa tipe transporter Al, dan detoksifikasi Al. Detoksifikasi Al terjadi dengan cara membiarkan Al tetap berada di dinding sel, mengkelat Al di sitoplasma dengan ligan organik, dan mengasingkan kompleks Al-ligan organik ke dalam vakuola (Kochian et al. 2004).

Gen dan Protein yang Responsif Cekaman Aluminium pada Tanaman

Studi genetik telah menunjukkan bahwa toleransi cekaman Al pada beberapa spesies tanaman serealia merupakan karakter multigenik (Ryan et al. 2010). Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi lokus gen toleran Al dan mengisolasi gennya, yaitu: (1) identifikasi lokus gen toleran Al dengan teknik pemetaan molekuler dan mengembangkan penanda molekuler terkait toleransi cekaman Al; (2) isolasi dan karakterisasi gen-gen yang diinduksi selama cekaman Al; (3) produksi dan evaluasi tanaman mutan; dan (4) penggunaan berbagai tanaman transgenik dalam studi toleransi cekaman Al (Samac & Tesyafe 2003).

Toleransi cekaman Al di dalam anggota Triticeae merupakan karakter kualitatif. Beberapa lokus gen toleran Al yang telah terdeteksi melalui teknik pemetaan pada anggota Triticeae adalah Alt1 atau AltBH pada gandum (Delhaize et al. 1993a; Kochian 2000; Budzianowski & Wos 2004), Alp pada barley (Tang et al. 2000), dan Alt3 pada rye (Aniol & Gustafson 1984; Miftahudin et al. 2002). Pada padi dan Arabidopsis, toleransi cekaman Al merupakan karakter kuantitatif. Sulit untuk menganalisis sifat kuantitatif, namun ketersediaan urutan nukleotida dari genom padi dan Arabidopsis beserta anotasinya mempermudah dan mempercepat penemuan gen-gen yang mendasari toleransi cekaman Al pada kedua tanaman tersebut (Kochian et al. 2004).

Gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al diyakini merupakan gen yang terlibat dalam toleransi cekaman Al dan pada beberapa tanaman telah berhasil diidentifikasi. Beberapa gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al pada tanaman gandum adalah gen penyandi metallothionein-like proteins (WALI1), phenylalanine ammonialyase (WALI4), putatif inhibitor proteinase


(31)

(WALI3 dan WALI5), dan asparagine synthetase. Ekspresi gen wali1, wali3, wali4, dan wali5 juga diinduksi oleh logam berat lain seperti Cd, Fe, Zn, Cu, dan La (Snowden et al. 1995). Selain itu ada protein TaMDR1 (Triticum aestivum Multidrug Resistance) yang ekspresinya juga diinduksi oleh Al. Protein TaMDR1 merupakan anggota dari superfamili protein ATP-binding cassette (ABC) (Sasaki et al. 2002).

Milla et al. (2002) melaporkan 13 gen yang ekspresinya diregulasi oleh cekaman Al pada tanaman rye. Gen-gen tersebut menyandikan protein yang terlibat dalam pemanjangan dan pembelahan sel (aquaporin tonoplas dan ubiquitin-like protein SMT3), stress oksidatif (glutathione peroksidase, glucose-6-phosphate-dehydrogenase, dan askorbat peroksidase), metabolisme besi (iron deficiency-spesific proteins IDS3a, IDS3b, dan IDS1; S-adenosyl methionine synthase dan methionine synthase), dan mekanisme seluler lainnya (pathogenesis-related proteins 1,2, heme oxygenase, dan epoxide hydrolase). Penemuan gen dan protein yang responsif Al tersebut memberikan pandangan baru mengenai respon tanaman toleran Al terhadap keracunan Al.

Studi genetik terkait toleransi cekaman Al pada tanaman padi terus dilakukan dan telah diidentifkasi 19 lokus gen yang ekspresinya diinduksi dan diregulasi oleh cekaman Al (Mao et al. 2004). Tujuh gen diantaranya menyandikan protein yang terlibat dalam metabolisme komponen dinding sel di akar, namun tidak ada gen yang terlibat dalam sintesis dan pelepasan asam organik. Hal ini sejalan dengan yang telah dilaporkan oleh Ma et al. (2002, 2005) bahwa saat cekaman Al, tanaman padi baik yang toleran Al maupun sensitif Al memberikan respon yang sama yaitu melepaskan asam sitrat dalam jumlah yang sedikit.

Pada tanaman padi telah diisolasi 2 gen yang kemungkinan dibutuhkan untuk toleransi cekaman Al pada tanaman padi, yaitu gen STAR1 yang menyandikan ATP-binding cassette dan STAR2 yang menyandikan domain transmembran dari protein transporter ABC (ATP-binding cassette) baru. Protein STAR1 dan STAR2 membentuk suatu kompleks seperti protein transporter ABC tipe bakterial yang berfungsi mendetoksifikasi Al. Kompleks protein tersebut mentranspor UDP-glukosa yang mungkin digunakan untuk memodifikasi dinding


(32)

sel, namun mekanismenya masih belum dapat dijelaskan (Huang et al. 2009). Ekspresi gen STAR1 dan STAR2 diregulasi oleh faktor transkripsi ART1, tetapi tidak ada korelasi antara ekspresi gen dari faktor transkripsi ART1 dengan sifat toleransi cekaman Al pada tanaman padi (Yamaji et al. 2009).

Sebanyak 33 QTL untuk karakter toleransi cekaman Al telah teridentifikasi pada ke-12 kromosom tanaman padi (Wu et al. 2000; Ma et al. 2002; Nguyen et al. 2001, 2003; Xue et al. 2006) dan QTL pada kromosom 1, 3, dan 9 terdeteksi pada berbagai studi QTL toleransi cekaman Al pada padi. Karakter toleransi cekaman Al yang terdeteksi pada QTL tersebut adalah panjang akar relatif dengan mengukur panjang akar terpanjang atau akar utama saat tercekam Al dibandingkan dengan kontrol. Akan tetapi sampai saat ini belum ada gen terkait toleransi cekaman Al yang terletak pada posisi salah satu QTL yang telah teridentifikasi, yang berhasil diisolasi. Gen STAR1 dan STAR2 yang telah diklon dan diyakini dibutuhkan untuk toleransi cekaman Al pada tanaman padi tidak terletak pada salah satu QTL tersebut (Huang et al. 2009). Hasil ini menimbulkan dugaan bahwa toleransi cekaman Al pada padi memang merupakan karakter yang kompleks yang merupakan kontribusi dari banyak gen.

Tanaman merespon sinyal yang berupa cekaman abiotik dan biotik melalui jalur transduksi sinyal. Sinyal diterima oleh tanaman lalu diteruskan melalui aliran transduksi sinyal di dalam sel-sel tanaman. Aliran transduksi sinyal selanjutnya memfosforilasi protein regulator dan faktor transkripsi. Faktor transkripsi kemudian menginduksi ekspresi gen-gen responsif Al yang menyebabkan perubahan fisiologi, morofologi, dan perkembangan sebagai respon tanaman terhadap cekaman tersebut. Ada tumpang tindih pada pola ekspresi gen-gen responsif pada kedua cekaman yang kemudian menghasilkan jaringan transduksi sinyal yang kompleks dan kenyataan ini membuat tanaman dapat merespon perubahan lingkungan secara optimal (Trewavas 2000). Beberapa faktor transkripsi seperti protein ethylene-responsive-element-binding factors (ERF), basic-domain leucine zipper (bZIP), dan WRKY berperan dalam meregulasi ekspresi dari gen-gen yang responsif terhadap cekaman abiotik dan biotik seperti suhu rendah, kekeringan, pelukaan, dan infeksti patogen (Singh 2002).


(33)

Pewarisan Gen Toleran Aluminium pada Tanaman

Studi pewarisan sifat toleransi cekaman Al pada tanaman untuk membuat peta genetik telah menuntun ditemukannya lokus gen toleran Al. Pada anggota Triticeae, toleransi cekaman Al merupakan karakter kualitatif dengan pewarisan yang sederhana, sedangkan pada Arabidopsis, jagung, dan padi merupakan karakter kuantitatif dengan pewarisan yang kompleks (Kochian et al. 2004).

Lokus gen yang mengendalikan toleransi cekaman Al pada gandum dan rye, yang terkonservasi pada kromosom 4 homoelog, terpaut erat dengan penanda molekuler BCD1230 tetapi terpaut jauh dari CDO1395 (Miftahudin et al. 2002). Sebaliknya gen yang mengendalikan toleransi cekaman Al pada tanaman barley sangat terpaut dengan CDO1395. Kemungkinan bahwa gen AltBH, Alt3, dan Alp merupakan lokus yang orthologous karena tingginya derajat sinteni di antara kromosom 4DL, 4RL, dan 4HL dan kemungkinan memiliki fungsi yang sama (Miftahudin et al. 2004). Namun hingga saat ini belum diketahui protein yang disandikan oleh gen toleran Al tersebut.

Sembilan QTL yang terdeteksi oleh Nguyen et al. (2003) meliputi satu QTL untuk panjang akar pada kondisi tanpa cekaman Al atau kontrol (CRL), 3 QTL untuk panjang akar pada kondisi cekaman Al (SRL), dan 5 QTL untuk panjang akar relatif (RRL). Pemetaan ini konsisten di antara beberapa populasi padi. Yang menarik adalah QTL utama untuk RRL tersebut yang menjelaskan 24.9% variasi fenotipe, ditemukan pada kromosom 3 dan berkoresponden dengan kromosom homoeologous grup 4 dari anggota Triticeae (Miftahudin et al. 2002).

Isolasi kandidat gen toleran Al berdasarkan kloning (map-based cloning) (Shen et al. 2004) membutuhkan penanda molekuler yang mengapit pada jarak yang relatif dekat dengan kandidat gen toleran Al. Ketersediaan informasi urutan nukleotida DNA genom padi beserta anotasinya diharapkan akan mempercepat dan memudahkan mengembangkan penanda molekuler terkait toleransi cekaman Al pada tanaman padi. Penanda molekuler dikembangkan berdasarkan polimorfisme urutan nukleotida antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. Penanda molekuler tersebut kemudian dapat digunakan untuk membuat peta


(34)

genetik, dan kemudian dapat dijadikan alat seleksi pada MAS (Marker Assisted Selection) (Collard & Mackill 2008).

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, sifat toleransi cekaman Al pada tanaman padi dikendalikan oleh sejumlah lokus (QTL) yang telah dipetakan diantaranya pada kromosom 1 dan 3 padi (Wu et al. 2000; Nguyen et al. 2001; Mao et al. 2004). Klon BAC padi yang akan digunakan pada penelitian ini mengandung sekuen yang bersegregasi bersama-sama dengan lokus gen Alt3 rye (Miftahudin et al. 2002). Melalui analisis kolineariti tampak bahwa wilayah gen Alt3 di antara penanda molekuler B1 dan B4 pada kromosom 4RL rye menunjukkan hubungan sinteni yang sangat baik dengan sekuen BAC kromosom 3 padi (Miftahudin et al. 2004). Wilayah yang diapit penanda molekuler B1 dan B4 pada kromosom padi merupakan daerah yang kaya gen dengan kerapatan 4.3 kb per gen (Miftahudin et al. 2005).

Berdasarkan analisis kesejajaran dari predicted coding sequences menggunakan program Blastn yang tersedia di website http://www.ncbi. nlm.nih.gov/ (Altschul 1997) yang telah dilakukan, diketahui bahwa klon BAC padi tersebut mengandung bagian sekuen penyandi protein yang ekspresinya diinduksi oleh beberapa cekaman abiotik seperti cekaman logam berat CdCl2. Selain itu dengan pertimbangan ukuran genom padi yang paling kecil dibandingkan anggota serealia lainnya, maka informasi dari padi dapat dipakai sebagai dasar untuk melakukan isolasi kandidat gen toleran Al dari padi dan tanaman serealia lainnya.


(35)

CEKAMAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI

(Root Re-Growth as an Aluminum Tolerance Parameter in Rice)

Abstrak

Aluminium merupakan salah satu faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian di tanah masam. Tanaman yang toleran Al dapat diseleksi menggunakan parameter fisiologi terkait toleransi cekaman Al seperti kemampuan Root Re-Growth (RRG) setelah tercekam Al. Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi dan waktu periode cekaman Al yang dapat membedakan respon terhadap cekaman Al pada tiga genotipe padi gogo lokal (Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal) dan varietas padi sensitif Al (IR64), dan mengevaluasi keefektifan karakter RRG sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi. Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan, yaitu (1) percobaan kultur hara menggunakan berbagai perlakuan konsentrasi Al di ruang pertumbuhan, (2) percobaan pot di rumah kaca menggunakan media tanah masam Podsolik Merah Kuning berkelarutan Al tinggi, dan (3) phenotyping populasi padi F2 menggunakan karakter RRG. Karakter RRG dapat dijadikan parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi menggunakan perlakuan cekaman Al sebesar 15 ppm pada pH 4.0±0.02 selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Percobaan pot menggunakan media tanah masam berkelarutan Al tinggi memberikan hasil yang sejalan dengan percobaan kultur hara. Grogol dan Hawara Bunar termasuk genotipe padi yang toleran Al, sedangkan IR64 dan Krowal termasuk genotipe padi yang sensitif Al. Karakter RRG efektif digunakan untuk menyeleksi tanaman padi yang toleran Al pada populasi segregasi F2.

Kata kunci: root re-growth, toleransi cekaman aluminium, parameter, padi. Abstract

Aluminum (Al) is one of the major limiting factors of crop production in acid soils. Aluminum tolerant plants can be selected from a breeding population by one of the physiological parameters representing Al tolerance character, such as root re-growth capability during recovery from the Al-stress. In this study we determined the concentration and time exposure of Al stress that was able to differentiate the response of three local upland rice varieties (Grogol, Hawara Bunar, and Krowal) and an Al-sensitive rice variety (IR64) to Al-stress, and evaluated the effectiveness of root re-growth (RRG) characters as an Al tolerance parameter in rice. The study consisted of three experiments, which were (1) nutrient culture experiment with different Al concentration treatments in growth chamber, (2) pot experiment in greenhouse using Jasinga yellow red podzolic acid soil containing 26,66 me/100 g Al and pH 4,6 as planting media, and (3) phenotyping of F2 population using RRG character. The results showed that Al treatment at 15 ppm for 72 h was able to distinctly differentiate between Al-tolerant (Grogol and Hawara Bunar) and Al-sensitive varieties (Krowal and IR64). Planting of the rice varieties on acid soils showed similar result as that of


(36)

the nutrient culture. Phenotyping of F2 population using RRG character indicated the existence of RRG value variation. These variations demonstrated that RRG character can be used as an Al tolerance parameter in rice and therefore can be effectively applied to screen rice F2 population that segregate to Al tolerance character.

Key words: root re-growth, aluminum tolerance, parameter, rice. Pendahuluan

Aluminium (Al) merupakan salah satu faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian pada tanah masam karena Al dapat menjadi racun bagi tanaman. Keracunan akibat kelarutan Al yang tinggi pada tanah masam dapat diperbaiki dengan pengapuran, namun tindakan ini tidak praktis dan membutuhkan biaya tinggi. Pendekatan alternatif yang mungkin dilakukan adalah menggunakan genotipe-genotipe tanaman yang toleran Al. Beberapa genotipe padi lokal asal Indonesia telah dievaluasi dan dilaporkan toleran terhadap cekaman Al (Khatiwada et al. 1996). Penapisan terhadap 150 genotipe/varietas padi lokal Indonesia oleh Asfaruddin (1997), Farid (1997), dan Syakhril (1997), yaitu dengan menanam semua genotipe/varietas padi di tanah masam dengan pH 4.9, kelarutan Al 2.6 me/100 g, dan kejenuhan Al sekitar 70%, menunjukkan ada empat genotipe yang tergolong toleran Al, tahan kekurangan N dan penyakit blas, serta efisien menggunakan K dalam keadaan tercekam Al. Keempat genotipe tersebut adalah Grogol, Hawara Bunar, Jambu, dan Seratus Malam. Genotipe yang tergolong sensitif Al diantaranya Jatiluhur, Krowal, Randah Padang, dan Sirumbia.

Penanaman di tanah masam dengan kelarutan Al yang tinggi untuk menapis plasma nutfah padi merupakan cara paling akurat untuk mengidentifikasi derajat toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Namun demikian, uji lapang ini membutuhkan areal yang lebih luas, waktu yang lama untuk memperoleh data karena pengamatan dilakukan sampai tanaman dewasa atau berproduksi, konsentrasi Al di lapang tidak seragam, dan pengaruh lingkungan sangat besar (Anas & Yoshida 2000). Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode seleksi yang secara efisien dapat diaplikasikan pada fase awal pertumbuhan tanaman dan pada kondisi konsentrasi Al yang seragam. Metode tersebut adalah


(37)

      

metode kultur hara (Khatiwada et al. 1996; Miftahudin et al. 2002; Zhang et al. 2004) dan morfologi yang diukur adalah panjang akar karena Al secara cepat (yang terjadi hanya beberapa menit setelah tanaman terpapar Al) menghambat pertumbuhan akar (Kochian et al. 2004). Beberapa peubah yang dapat digunakan untuk mengukur toleransi cekaman Al pada metode kultur hara adalah Panjang Akar Relatif (PAR atau RRL, Relative Root Length), pemanjangan akar relatif (RRE, Relative Root Elongation), dan pertumbuhan kembali akar (RRG, Root Re-Growth) setelah tanaman mendapat perlakuan cekaman Al. Peubah PAR telah digunakan oleh Suparto (1999) untuk mengevaluasi 20 genotipe padi hasil penapisan di lapang oleh Asfaruddin (1997), Farid (1997), dan Syakhril (1997). Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa genotipe padi menunjukkan perbedaan toleransinya terhadap cekaman Al antara hasil uji lapang dan kultur hara.

Selain ketidakkonsistenan antara hasil uji lapang dengan kultur hara, kelemahan karakter PAR lainnya adalah kesulitan untuk mencari akar kecambah padi yang seragam sebelum perlakuan Al dan hanya dapat diterapkan pada populasi yang seragam secara genetik seperti galur inbred rekombinan (RIL, Recombinant Inbred Lines) atau galur mendekati isogenik (NIL, Near Isogenic Lines) karena memungkinkannya memperoleh data panjang akar baik dari kecambah padi yang ditumbuhkan pada media kontrol (tanpa Al) dan perlakuan cekaman Al. Seleksi tanaman yang toleran Al pada populasi segregasi seperti populasi F2 memerlukan parameter yang dapat diaplikasikan pada tiap tanaman, karena tiap tanaman dalam populasi F2 secara genetik berbeda selain itu tidak memungkinkan dibuat perlakuan pembanding tanpa cekaman Al (kontrol). Oleh karena itu perlu dicari metode penentuan parameter toleransi cekaman Al yang dapat diaplikasikan pada populasi segregasi.

Salah satu karakter yang sudah dikembangkan untuk mengamati toleransi cekaman Al pada populasi segregasi adalah karakter RRG. Karakter RRG ini telah diaplikasikan untuk menentukan toleransi cekaman Al pada tiap individu dari populasi segregasi F2 dan silang balik (backcross) pada tanaman triticale (x Triticosecale Wittmack) (Zhang et al. 1999) dan rye (Secale cereale L.) (Miftahudin et al. 2004, 2005). Pada tanaman triticale, toleransi cekaman Al yang dicirikan oleh karakter RRG bersifat kontinu, dikendalikan oleh banyak gen


(38)

(poligen), dan tanaman yang toleran Al memiliki nilai RRG lebih besar atau sama dengan 2.2 cm. Pada tanaman rye, karakter RRG dikendalikan oleh gen tunggal dominan dan tanaman yang toleran Al memiliki nilai RRG lebih besar atau sama dengan 2.5 cm.

Parameter RRG didasarkan pada kemampuan akar tanaman untuk tumbuh kembali secara normal setelah tercekam Al. Nilai RRG ditentukan dengan cara menghitung selisih panjang akar utama setelah pemulihan dengan setelah perlakuan Al selama waktu tertentu. Akar dari tanaman yang toleran Al akan sedikit atau sama sekali tidak mengalami kerusakan ketika tercekaman Al dibandingkan akar dari tanaman yang sensitif Al (Delhaize et al. 2004; Liao et al. 2006), sehingga akar dari tanaman yang toleran Al akan memiliki kemampuan pertumbuhan akar kembali yang lebih tinggi dibanding akar dari tanaman yang sensitif Al. Hingga saat ini belum ada yang melaporkan mengenai penggunaan karakter RRG sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi dan waktu periode cekaman Al yang dapat membedakan respon terhadap cekaman Al pada tiga genotipe padi gogo lokal (Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal) dan varietas padi sensitif Al (IR64), dan mengevaluasi keefektifan karakter RRG sebagai parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al.

Bahan dan Metode

Bahan Tanaman. Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga genotipe padi gogo lokal Indonesia (Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal) dan satu varietas padi sensitif Al (IR64) serta populasi padi F2 hasil persilangan IR64 dengan Hawara Bunar. Benih padi diperoleh dari Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor, Jawa Barat.

Rancangan Percobaan. Analisis Root Re-Growth (RRG) I dan II merupakan percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah genotipe padi, yaitu Grogol, Hawara Bunar, IR64, dan Krowal. Faktor kedua adalah konsentrasi Al, yakni 2 tingkat konsentrasi Al (45 dan 60 ppm Al) pada analisis RRG I dan 3 tingkat konsentrasi Al (9, 12, dan 15 ppm Al) pada analisis


(39)

      

RRG II. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan pada RRG I dan 2 ulangan pada RRG II.

Analisis Root Re-Growth (RRG) I. Analisis RRG bertujuan menentukan konsentrasi dan periode cekaman Al serta karakter fisiologis yang tepat sebagai respon tanaman padi terhadap cekaman Al. Analisis RRG dilakukan dengan metode kultur hara di dalam ruang tumbuh (growth chamber)dengan suhu 29° C-31°C dan pencahayaan 300 PPFD (photo proton flux density) selama 12 jam setiap hari. Percobaan terdiri dari tiga ulangan. Tiap ulangan terdiri dari 10 tanaman untuk masing-masing genotipe/varietas padi yang ditanam dalam satu bak kultur hara.

Benih padi direndam dalam larutan khloroks 5.25% selama 15 menit. Setelah dicuci dengan air destilata, biji direndam selama 24 jam dalam air destilata pada suhu ruang dan keadaan gelap, lalu dikecambahkan pada kertas merang lembab selama 3 hari pada suhu ruang. Benih-benih yang berkecambah dipilih sebanyak 10 kecambah per genotipe/varietas padi yaitu yang memiliki panjang akar 0.5-1.0 cm. Kecambah tersebut lalu ditanam pada jaring plastik yang diapungkan di atas larutan hara minimal modifikasi dari Miftahudin et al. (2002) (Lampiran 1), pada pH 4.00±0.02 selama 24 jam dan diberi aerasi. Perlakuan Al dilakukan menggunakan konsentrasi 0 (kontrol), 45, dan 60 ppm Al selama 24 jam. Setelah itu, kecambah ditumbuhkan pada larutan hara tanpa Al selama 48 jam (disebut masa pemulihan pertumbuhan akar). Pengukuran panjang akar dilakukan pada akhir perlakuan cekaman Al dan pada akhir masa pemulihan. Nilai RRG diperoleh dengan cara menghitung selisih panjang akar pada akhir pemulihan dengan panjang akar pada akhir perlakuan Al. Selain RRG, dihitung juga nilai Penghambatan Pertumbuhan Akar (PPA) relatif dan Panjang Akar Relatif (PAR) sebagai pembanding RRG. Persen penghambatan pertumbuhan akar relatif dihitung dengan rumus sebagai berikut:

 

Δperlakuan: selisih panjang akar sesudah dan sebelum cekaman Al pada setiap perlakuan; Δkontrol: selisih panjang akar pada periode antara sesudah dan


(40)

sebelum cekaman Al pada kontrol. Panjang akar relatif (PAR) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Analisis Root Re-Growth (RRG) II. Analisis RRG II dilakukan sama seperti analisis RRG I, tetapi perlakuan cekaman Al diberikan dengan konsentrasi dan periode yang berbeda, yaitu sebesar 0 (kontrol), 9, 12, dan 15 ppm Al pada pH 4.00±0.02 selama 72 jam. Pada analisis RRG II dihitung nilai RRG, PPA, dan PAR.

Uji Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanah Masam Berkelarutan Aluminium Tinggi. Tahapan ini dilakukan untuk verifikasi hasil percobaan kultur hara. Percobaan dilakukan di rumah kaca dan masing-masing genotipe/varietas padi diberi dua perlakuan yakni tanah Al dan tanah netral. Tanah Al berupa tanah masam Podsolik Merah Kuning dengan kelarutan Al sebesar 26.66 me/100g dan pH 4.6, diambil dari Gajruk, Jasinga-Bogor, Jawa Barat, sedangkan tanah netral diambil dari daerah Baranangsiang, Bogor. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 3 tanaman. Tanaman ditanam secara gogo dalam pot plastik berdiameter 31 cm dan tinggi 22 cm. Respon tanaman yang diamati adalah kerusakan sekunder pada daun setelah 45 hari tanam dan kemampuan setiap tanaman menghasilkan anakan produktif relatif atau memproduksi biji pada saat panen. Anakan produktif relatif = (jumlah anakan pada tanah Al/jumlah anakan pada tanah netral) x 100%.

Analisis RRG pada Populasi Padi F2. Analisis RRG pada populasi padi F2 bertujuan menguji efektifitas karakter RRG sebagai parameter untuk menyeleksi tanaman padi yang toleran Al. Tanaman padi F2 (IR64 X Hawara Bunar) yang dianalisis berjumlah 153 tanaman. Perlakuan Al diberikan pada konsentrasi 15 ppm, pH 4.00±0.02 selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Panjang akar diukur setelah akhir perlakuan Al dan pemulihan, lalu dihitung nilai RRG dari setiap tanaman F2.


(41)

      

Analisis Data. Data hasil analisis RRG I dan II dianalisis menggunakan Analisis Ragam untuk Rancangan Acak Kelompok menggunakan program SPSS versi 15.0. Perbedaan di antara perlakuan diuji menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT, Duncan Multiple Range Test) pada taraf uji 5%. Segregasi karakter RRG pada populasi padi F2 dianalisis menggunakan Uji Khi-Kuadrat pada α = 0.05.

Hasil dan Pembahasan

Karakter Root Re-Growth sebagai Parameter Toleransi Cekaman Aluminium pada Padi

Analisis root re-growth tahap pertaman (RRG I) menunjukkan bahwa nilai RRG pada keempat genotipe padi berbeda nyata, yaitu Grogol dan Hawara Bunar sebagai genotipe padi yang toleran Al (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997) memiliki nilai RRG lebih besar dibandingkan IR64 dan Krowal yang sensitif Al (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997). Demikian pula dengan nilai penghambatan pertumbuhan akar (PPA) relatif, berbeda nyata antar genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. Akan tetapi Grogol dan Hawara Bunar sebagai genotipe padi yang toleran Al mengalami penghambatan pertumbuhan akar sama besarnya dengan IR64 dan Krowal yang sensitif Al, yaitu lebih dari 75% (Tabel 1). Nilai PAR pada genotipe padi Grogol, Hawara Bunar, dan Krowal tidak berbeda nyata, tetapi ketiganya berbeda nyata dengan IR64 yang memiliki nilai PAR paling kecil. Hasil analisis RRG tahap pertama ini mengindikasikan bahwa meskipun terdapat perbedaan nyata pada karakter RRG namun tingkat cekaman Al yang digunakan terlalu tinggi sehingga akar tanaman dari genotipe yang toleran Al juga sangat terhambat; dan pengukuran dengan karakter PAR tidak memberikan hasil yang sejalan dengan uji lapang yang telah dilakukan sebelumnya (Asfarudin 1997; Farid 1997; Syakhril 1997).

Profil akar selama cekaman Al menunjukkan bahwa genotipe padi Grogol, Hawara Bunar, IR64, dan Krowal mengalami penghambatan pertumbuhan akar yang sama besarnya. Selama cekaman Al, keempat genotipe padi memiliki akar yang tebal, kaku, pendek, dan akar lateral tidak berkembang dengan baik (Gambar 3). Fenomena ini menunjukkan bahwa cekaman Al yang tinggi dapat merusak


(42)

sistem perakaran tanaman (Kochian et al. 2004). Hal ini terjadi karena pada pH<5.0, Al berada dalam bentuk Al3+ yang sangat toksik bagi akar tanaman. Tabel 1. Rata-rata Root Re-Growth (RRG), Penghambatan Pertumbuhan Akar

(PPA) relatif, dan Panjang Akar Relatif (PAR) pada empat genotipe padi menggunakan konsentrasi Al sebesar 45 dan 60 ppm Al selama 24 jam, pH 4.00±0.02 diikuti masa pemulihan selama 48 jam.

Faktor RRG (cm) PPA (%) PAR (%) Genotipe

Grogol 2.5b 76.2b 89.5a

Hawara Bunar 3.2a 75.6b 83.3a

IR64 2.0c 87.7a 61.9b

Krowal 1.0d 89.7a 81.5a

Konsentrasi Al (ppm) *

45 2.3 79.7 80.3

60 2.0 84.9 77.6

Keterangan: angka pada kolom dan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

(*): uji F berbeda nyata pada taraf uji 5%.

 

Gambar 3. Profil akar pada empat genotipe padi setelah perlakuan 0, 45, dan 60 ppm Al pada pH 4.0±0.02 selama 24 jam. G: Grogol, HB: Hawara Bunar, IR: IR64, K: Krowal. Bar = 1cm.

Pada tanaman jagung, daerah 2-3 mm dari ujung akar yang meliputi tudung akar dan meristem merupakan daerah sensitif Al dan dapat rusak oleh Al (Ryan et al. 1993). Kerusakan pada ujung akar menyebabkan akar tidak dapat tumbuh lagi, pendek, dan tebal. Hasil penelitian cekaman Al pada tanaman padi genotipe Taichung Native 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi cekaman Al pertumbuhan akar semakin terhambat (Wang & Kao 2004).


(43)

      

Konsentrasi Al yang digunakan pada analisis RRG I terlalu tinggi dan tidak dapat digunakan sebagai kondisi yang tepat untuk membedakan respon genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al. Oleh karena itu dilakukan analisis RRG II menggunakan tingkat cekaman Al yang lebih rendah daripada analisis RRG I.

Sebelum dilakukan Analisis RRG II telah dilakukan percobaan pendahuluan dengan memberikan perlakuan cekaman Al sebesar 3 dan 6 ppm selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Hasil percobaan pendahuluan ini menunjukkan kedua konsentrasi Al tersebut tidak dapat membedakan respon pertumbuhan akar antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al (data tidak disajikan). Oleh karena itu dilakukan Analisis RRG II dengan cekaman Al sebesar 9, 12, dan 15 ppm selama 72 jam lalu diikuti pemulihan selama 48 jam.

Analisis RRG tahap kedua (RRG II) menunjukkan bahwa nilai RRG dapat membedakan antara genotipe padi yang toleran Al dan sensitif Al, yaitu bahwa Grogol dan Hawara Bunar sebagai genotipe padi yang toleran Al memiliki nilai RRG lebih besar dibandingkan IR64 dan Krowal yang sensitif Al. Nilai PPA relatif Grogol paling kecil dibandingkan ketiga genotipe padi lainnya yang menandakan pertumbuhan akarnya tidak terlalu terhambat. Nilai PPA relatif Hawara Bunar tidak berbeda nyata dengan Krowal yang sensitif Al, namun demikian nilai PPA relatif Hawara Bunar masih lebih kecil dibandingkan Krowal. Varietas padi IR64 memiliki nilai PPA relatif paling besar yang berarti pertumbuhan akarnya paling terhambat. Nilai PAR belum dapat membedakan respon terhadap cekaman Al di antara keempat genotipe padi yang diuji (Tabel 2, Lampiran 3).

Pengamatan dampak keracunan Al terhadap morfologi akar dari keempat genotipe padi menunjukkan bahwa pada perlakuan Al sebesar 15 ppm selama 72 jam, pertumbuhan akar utama dan akar adventif dari genotipe padi yang sensitif Al relatif terhambat dan akar utama tidak mampu tumbuh kembali pada sebagian besar tanaman yang diuji. Sebaliknya pada genotipe padi yang toleran Al, pada saat cekaman maupun pemulihan, akar utama dan akar adventif masih dapat tumbuh dengan baik (Gambar 4). Penghambatan pertumbuhan akar lateral atau adventif akibat cekaman Al juga dijumpai pada genotipe jagung yang sensitif Al (Doncheva et al. 2005).


(44)

Tabel 2. Rata-rata Root Re-Growth (RRG), Penghambatan Pertumbuhan Akar (PPA) relatif, dan Panjang Akar Relatif (PAR) pada empat genotipe padi dan pada perlakuan 9, 12, dan 15 ppm Al, pH 4.00±0.02 selama 72 jam diikuti masa pemulihan selama 48 jam.

Faktor RRG (cm) PPA (%) PAR (%) Genotipe

Grogol 2.8a 45.0c 72.9ab

Hawara Bunar 2.9a 54.9b 80.3a

IR64 0.6b 68.4a 61.4c

Krowal 0.6b 61.2b 65.0bc

Konsentrasi Al (ppm)

9 1.9 51.8b 73.8

12 1.6 58.4a 69.0

15 1.6 61.8a 66.9

Keterangan: angka pada kolom dan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

 

Gambar 4. Profil akar empat genotipe padi setelah perlakuan cekaman Al sebesar 0, 9, 12, dan 15 ppm, pH 4.0±0.02 selama 72 jam diikuti 48 jam pemulihan. G: Grogol, HB: Hawara Bunar, IR: IR64, K: Krowal,

: pertumbuhan akar lateral dari IR64 dan Krowal sangat terhambat saat tercekam Al selama 72 jam,

: akar utama tidak dapat tumbuh kembali pada masa pemulihan. Bar = 1cm.

Hasil analisis RRG II mengindikasikan bahwa karakter RRG dapat digunakan sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi dengan


(45)

      

pemberian perlakuan cekaman sebesar 9 sampai 15 ppm selama 72 jam dan pemulihan selama 48 jam. Kisaran konsentrasi Al tersebut sudah cukup memberikan respon penghambatan pertumbuhan akar yang besar pada genotipe padi yang sensitif Al tetapi tidak terlalu menghambat pertumbuhan akar dari genotipe padi yang toleran Al. Selain itu, karakter PAR tidak dapat digunakan sebagai parameter toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al pada konsentrasi cekaman Al antara 9-15 ppm. Oleh karena itu, pada tingkat cekaman Al sampai dengan 15 ppm selama 72 jam menggunakan larutan hara minimal, karakter PAR sebaiknya tidak digunakan untuk mengukur toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Untuk analisis RRG selanjutnya, konsentrasi Al yang diberikan sebesar 15 ppm selama 72 jam karena pada cekaman Al sebesar 15 ppm sebagian besar akar utama dari tanaman sensitif Al tidak mampu pulih kembali. Ma et al. (2000) melaporkan bahwa dampak keracunan Al pada tanaman bervariasi, bergantung konsentrasi Al, periode cekaman Al, pH media, serta komposisi media (Famoso et al. 2010).

Padi merupakan spesies tanaman serealia yang paling toleran terhadap cekaman Al (Kim et al. 2001). Variasi derajat toleransi cekaman Al juga dijumpai di dalam spesies padi, yaitu ada genotipe padi yang toleran Al dan ada yang sensitif Al (Ma et al. 2002; Famoso et al. 2010). Pada penelitian ini, Grogol dan Hawara Bunar tergolong genotipe padi yang toleran Al sedangkan IR64 dan Krowal termasuk yang sensitif Al.

Toleransi Cekaman Aluminium pada Tanaman Padi pada Tanah Masam Berkelarutan Aluminium Tinggi

Keempat genotipe padi ditanam di tanah Podzolik Merah Kuning yang memiliki pH asam dan berkelarutan Al tinggi untuk verifikasi hasil analisis RRG II terkait toleransi tanaman padi terhadap cekaman Al. Uji toleransi cekaman Al ini memberikan hasil yang sejalan dengan hasil analisis RRG II yaitu bahwa Grogol dan Hawara Bunar tergolong genotipe padi yang toleran Al, sedangkan IR64 dan Krowal tergolong sensitif Al. Hasil verifikasi ini juga sejalan dengan uji lapang di tanah masam berkelarutan Al tinggi yang dilakukan oleh Asfaruddin (1997), Farid (1997), dan Syakhril (1997).


(46)

Pada pengamatan hari ke-45 setelah tanam, terlihat bahwa IR64 mengalami kerusakan daun paling parah disusul Krowal. Gejala sekunder dari keracunan Al pada penelitian ini tampak nyata pada IR64 yaitu dari adanya kerusakan daun yang dimulai dari menguningnya ujung daun (Gambar 5). Ujung daun yang menguning berubah menjadi merah atau coklat pada seluruh helaian daun, hingga daun layu dan mati. Pengamatan pada saat fase reproduktif menunjukkan bahwa Grogol dan Hawara Bunar mengalami penurunan jumlah anakan produktif relatif berturut-turut sebesar 36% dan 27%, sedangkan IR64 mengalami penurunan jumlah anakan produktif lebih besar yaitu 74%, bahkan genotipe Krowal tidak mampu menghasilkan anakan produktif.

Gambar 5. Gejala sekunder keracunan Al di tajuk pada empat genotipe padi yang diamati pada hari ke-45 setelah tanam. I: penampilan daun pada posisi 1 cm dari ujung daun, II: penampilan daun pada posisi 4 cm dari ujung daun. Tanda panah (→) menunjukkan gejala sekunder keracunan Al. Bar = 1cm.

Gejala keracunan Al yang terjadi di tajuk atau daun pada penelitian ini diduga merupakan akibat dari rusaknya sistem perakaran oleh Al. Rusaknya sistem perakaran akan menghambat penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah yang kemudian mengakibatkan gejala sekunder keracunan Al pada bagian tanaman yang lain seperti tajuk. Gejala sekunder keracunan Al di tajuk yang umum dijumpai adalah perubahan seluler dan ultrastruktural daun, penurunan pembukaan stomata, penurunan aktifitas fotosintesis yang mengakibatkan klorosis dan nekrosis di daun, penurunan jumlah dan ukuran daun serta penurunan


(47)

      

biomasa tajuk (Mossor-Pietraszewska 2001). Selain itu, cekaman Al dapat menginduksi cekaman abiotik lain seperti kekeringan dan defisiensi unsur hara (Kochian et al. 2004).

Sejak awal pertumbuhannya, tanaman selalu dihadapkan pada berbagai cekaman, baik cekaman biotik (serangan hama, penyakit, dan gulma) maupun cekaman abiotik (kekeringan, kadar garam tinggi, logam berat, suhu tinggi maupun rendah, dan tanah masam). Cekaman Al pada tanah masam menyebabkan kerusakan sistem perakaran pada tanaman, menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta menjadi faktor utama yang membatasi produksi tanaman pertanian (Samac & Tesyafe 2003; Kochian et al. 2004). Produksi atau hasil merupakan karakter agronomi yang penting dan dapat diukur dari jumlah anakan produktif yang mampu dihasilkan oleh suatu tanaman padi. Genotipe padi yang toleran Al tidak mengalami penurunan jumlah anakan secara signifikan dibandingkan genotipe padi yang sensitif Al (Asfarudin 1997). Hasil verifikasi pada penelitian ini sejalan dengan yang pernah dilaporkan oleh Asfaruddin (1997), Farid (1997) dan Syakhril (1997) bahwa rata-rata jumlah anakan produktif pada Hawara Bunar dan Grogol yang ditanam pada tanah masam berkelarutan Al tinggi tidak berbeda nyata dengan jika ditanam pada Al rendah, sedangkan pada IR64 dan Krowal terjadi penurunan yang signifikan. Analisis RRG pada Populasi Padi F2

Hasil analisis RRG II dan uji toleransi cekaman Al pada tanah masam berkelarutan Al tinggi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara nilai RRG dengan toleransi cekaman Al dari keempat genotipe yang diuji. Grogol dan Hawara Bunar mempunyai nilai RRG yang tinggi dan keduanya tergolong genotipe padi yang toleran Al, sebaliknya IR64 dan Krowal memiliki nilai RRG yang rendah dan keduanya termasuk genotipe padi yang sensitif Al. Untuk menentukan efektifitas dari karakter RRG sebagai parameter toleransi cekaman Al pada tanaman padi, maka telah dilakukan phenotyping menggunakan karakter RRG pada populasi padi F2 hasil persilangan IR64 (tetua betina) dengan Hawara Bunar (tetua jantan).


(1)

Supartopo. 2006. Teknik persilangan padi (Oryza sativa L.) untuk perakitan varietas unggul baru. Bul Tek Pertan 11(2):76-80.

Suprihatno B, Daradjat A, Satoto, Baehaki, Widiarta IN, Setyono A, Indrasari SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Subang:Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 105 hlm.

Sutaryo B, Purwantoro A, Nasrullah. 2005. Seleksi beberapa kombinasi persilangan padi untuk ketahanan terhadap keracunan aluminium1. Ilmu Pert 12(1):20-31.

Swasti E. 2004. Fisiologi dan pewarisan sifat efisiensi fosfor pada padi gogo dalam keadaan tercekam aluminium. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syakhril. 1997. Evaluasi reaksi varietas-varietas padi gogo terhadap cekaman aluminium dan kekurangan nitrogen. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Taji A, Kumar P, Lakshmanan P. 2002. In Vitro Plant Breeding. New York: The Haworth Press.

Tang Y, Sorrells ME, Kochian LV, Garvin DF. 2000. Identification of RFLP markers linked to the barley aluminum tolerance gene Alp. Crop Sci

40:778-782.

Thakur A. 2003. RNA interference revolution. Electron J Biotechno 6(1):39-47. Trewavas A. 2000. Signal perception and transduction. Di dalam: Buchanan B,

Gruissem W, Jones R, editor. Biochemistry and Molecular Biology of Plants. Maryland: American Society of Plant Physiologists. hlm 930-986. Trikoesoemaningtyas. 2002. Fisiologi dan pewarisan sifat efisiensi kalium dalam

keadaan tercekam alumunium pada padi gogo (Oryza sativa L.). [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Vincze T, Posfai J, Roberts RJ. 2003. NEBcutter: a program to cleave DNA with restriction enzymes. Nucleic Acids Res 31: 3688-3691.

Vitorello VA, Capaldi FR, Stefanuto VA. 2005. Recent advances in aluminum toxicity and resistance in higher plants. Braz J Plant Physiol 17(1):129-143. Wahyuningsih E. 2009. Peroksidasi Lipid, Aktivitas SOD, dan Sekresi Asam

Sitrat pada Padi Lokal Indonesia selama Mendapat Cekaman Al. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(2)

Wang JW, Kao CH. 2004. Reduction of Aluminum-inhibited Root Growth of Rice Seedlings with Supplemental Calcium, Magnesium and Organic Acids.

Crop Env Bioinf 1:191-198.

Watanabe T, Osaki M. 2001. Influence of aluminum and phosphorus on growth and xylem sap composition in Melastoma malabathricum L. Plant Soil

237:63-70.

Wu P, Liao CY, Hu B, Yi KK, Jin WZ, Ni JJ, He C. 2000. QTLs and epistasis for aluminum tolerance in rice (Oryza sativa L.) at different seedling stages.

Theor Appl Genet 100:1295-1303.

Xu R, Li QQ. 2008. Protocol: Streamline cloning of genes into binary vectors in

Agrobacterium via the Gateway® TOPO vector system. Plant Methods

4(4). doi:10.1186/1746-4811-4-4.

Xue Y, Wan J, Jiang L, Wang Chunming, Liu L, Zang Y, Zhai H. 2006. Identification of quantitative trait loci assosiated with aluminum tolerance in rice (Oryza sativa L.). Euphytica 150:37-45.

Yamaguchi M, Sasaki T, Sivaguru M, Yamamoto Y, Osawa H, Ahn SJ, Matsumoto H. 2005. Evidence for the plasma membrane localization of Al-activated malate transporter (ALMT1). Plant Cell Physiol 46(5):812-816. Yamaji N, Huang CF, Nagao S, Yano M, Sato Y, Nagamura Y, Ma F. 2009. A

zinc finger transcription factor ART1 regulates multiple genes implicated in aluminum tolerance in rice. Plant Cell 21:3339-3349.

Yamamoto Y, Kobayashi Y, Devi SR, Rikiishi S, Matsumoto H. 2002. Aluminum toxicity is associated with mitocondrial dysfunction and the production of reactive oxygen species in plant cells. Plant Physiol 128:63-72.

Yang JL, Zheng SJ, Feng He, Matsumoto H. 2005. Aluminum resistance requires resistance to acid stress: a case study with a spinach that exudes oxalate rapidly when exposed to Al stress. J Exp Bot 56(414):1197-1203. Zha J, Weiler S, Oh KJ, Wei MC, Korsmeyer SJ. 2000. Posttranslational

N-myristoylation of BID as a molecular switch for targeting mitochondria and apoptosis. Science 290:1761-1765.

Zhang X, Jessop RS, Ellison F. 1999. Inheritance of root regrowth as indicator of apparent aluminium tolerance in triticale. Euphytica 108:97-103.

Zhang X, Garnet T, Davies K, Peck D, Humphries A, Auricht G. 2004. Genetic evaluation and improvement of acid stress tolerance in lucerne breeding. http://regional.org.au/au/asa/2004/poster/3/6/4/631_zhangxg.htm.

Zhou S, Sauve1 R, Thannhauser TW. 2009. Aluminum induced proteome changes in tomato cotyledons. Plant Signaling Behavior 4(8):769-772.


(3)

                                       

LAMPIRAN

                             


(4)

Lampiran 1. Komposisi larutan hara minimal (Miftahudin et al. 2002) yang dimodifikasi

Reagen (PA) Konsentrasi (mM)

CaCl2·2H2O 0.4

K2SO4 0.65 MgSO4·7H2O 0.25

NH4Cl 0.01

NH4NO3 0.04

Lampiran 2. Nilai Kuadrat Tengah pada perlakuan cekaman 45 dan 60 ppm Al untuk karakter RRG (Root Re-Growth), PPA (Penghambatan Pertumbuhan Akar) relatif dan PAR (Panjang Akar Relatif)

Sumber Keragaman db KT

RRG PPA PAR Kelompok 2 7.258 104.698* 508.313

Varietas 3 492.655** 331.094** 876.841* Konsentrasi Al 1 55.510 158.333* 45.941 Varietas*konsentrasi Al 3 2.214 20.108 80.696 Galat 14 13.558 16.960 207.728

Total Terkoreksi 23

Keterangan: (*) berbeda nyata pada 0.000<P<0.050 (**) berbeda nyata pada P=0.000

Lampiran 3. Nilai Kuadrat Tengah pada perlakuan cekaman 9, 12, dan 15 ppm Al untuk karakter RRG (Root Re-Growth), PPA (Penghambatan Pertumbuhan Akar) relatif dan PAR (Panjang Akar Relatif)

Sumber Keragaman db KT

RRG PPA PAR Kelompok 1 2.479 730.412** 1539.843** Varietas 3 997.558** 589.021** 428.469* Konsentrasi Al 2 21.800 206.368* 100.363 Varietas*konsentrasi Al 6 12.693 25.849 11.899 Galat 11 16.374 27.306 59.438

Total Terkoreksi 23

Keterangan: (*) berbeda nyata pada 0.000<P<0.050 (**) berbeda nyata pada P=0.000


(5)

 

Lampiran 4. Ukuran produk PCR menggunakan primer ubiquitin padi dengan cetakan berupa cDNA dan DNA genom padi

Primer Urutan nukleotida (5’---3’) Panjang (pb) Tm (°) %GC Ubiquitin_F CCAGGACAAGATGATCTGCC 20 52.25 55.00 Ubiquitin_R AAGAAGCTGAAGCATCCAGC 20 52.75 50.00 Ket: F: forward, R: reverse, pb: panjang basa, Tm: time melting.

Cetakan Ukuran produk PCR (pb)

cDNA 245 DNA 2028

>NM_001056014.1 Oryza sativa Japonica Group Os03g0234200 (Os03g0234200) mRNA, complete cds

product length = 245 bp

Forward primer 1 CCAGGACAAGATGATCTGCC 20 Template 297 ... 316

Reverse primer 1 AAGAAGCTGAAGCATCCAGC 20 Template 541 ... 522

>NC_008396.2 Oryza sativa Japonica Group DNA, chromosome 3, complete sequence, cultivar: Nipponbare

product length = 2028 bp

Features associated with this product: hypothetical protein

Forward primer 1 CCAGGACAAGATGATCTGCC 20 Template 7153583 ... 7153564

Reverse primer 1 AAGAAGCTGAAGCATCCAGC 20 Template 7151556 ... 7151575


(6)

Lampiran 5. Komposisi larutan MS (Murashige & Skoog) dan vitamin B5 5.1 Komposisi larutan MS

Kode Senyawa Konsentrasi stok (mg/L) Final konsentrasi (mg/L)

A NH4NO3 82500 1650

B KNO3 95000 1900

C CaCl2.2H2O 88000 440

D H3BO3 1240 6.2

KH2PO4 34000 170

CoCl2.6H2O 5.2 0.026

Na2MoO4.2H2O 50 0.25

KI 166 0.83

E MgSO4.7H2O 74000 370

MnSO4.4H2O 3010.8 22.3

ZnSO4.7H2O 1720 8.6

CuSO4.5H2O 5.2 0.025

F Na-EDTA 74.4 37.2

FeSO4.7H2O 5.56 27.8

5.2 Komposisi vitamin B5

Komponen Konsentrasi stok (mg/L) Final konsentrasi (mg/L)

Myo-inositol 10000 100

Thiamine-HCl 1000 10

Nicotinic acid 100 1

Pyridoxine-HCl 100 1

Lampiran 6. Media transformasi dan pertumbuhan tembakau transgenik

Nama media Komponen

Ko-kultivasi MS+vitamin B5+30 g/L sukrosa+ 3 g/L gellan gum+200 μM acetosyringone +0.5 μg/ml BAP

Eliminasi MS+vitamin B5+30 g/L sukrosa+ 3 g/L gellan gum+250 μg/ml cefotaxime +0.5 μg/ml BAP

Seleksi transforman

MS+vitamin B5+30 g/L sukrosa+ 3 g/L gellan gum+0.5 μg/ml BAP+50 μg/ml kanamycin+10 μg/ml hygromycin+250 μg/ml cefotaxime

Seleksi biji MS+vitamin B5+30 g/L sukrosa+ 3 g/L gellan gum+0.5 μg/ml BAP+100 μg/ml kanamycin

Sub kultur MS+vitamin B5+30 g/L gula+3 g/L gellan gum+0.5 μg/ml BAP Regenerasi MS+vitamin B5+30 g/L gula+3 g/L gellan gum