Respon Lemak Abdominal dan Saluran Pencernaan Ayam Kampung dan Ayam Arab Terhadap Ransum Berserat Kasar Tinggi dengan Daun Katuk

(1)

ii RINGKASAN

Ryanda Agung Widyanata, D24070277. 2013. Respon Lemak Abdominal dan Saluran Pencernaan Ayam Kampung dan Ayam Arab Terhadap Ransum Berserat Kasar Tinggi dengan Daun Katuk. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Dwi Margi Suci, MS. Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, M.Si.

Katuk dengan nama latin Sauropus adrogynus (L) Merr, merupakan bagian dari keluarga Euphorbiaceae. Pemberian daun katuk dapat mengurangi akumulasi lemak abdominal, meningkatkan efektifitas penyerapan pakan terhadap organ dalam ayam, serta mencegah terjadinya keracunan yang dialami oleh organ dalam ayam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap organ dalam ayam kampung jantan dan betina, serta ayam arab jantan dan betina.

Penelitian dilakukan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terdapat dua perlakuan yang diberikan, yaitu: menggunakan pakan ransum tepung daun katuk kepada ayam kampung jantan dan betina, dan menggunakan ransum tepung daun katuk kepada ayam arab jantan dan betina. Peubah yang diamati ialah bobot organ dalam, panjang organ dalam, serta volume organ dalam. Bobot organ dalam yang diamati diantaranya adalah jejunum, duodenum, ilium, lemak abdominal, sekum, hati, jantung, ginjal, tembolok, dan kolon. Panjang organ dalam yang diamati diantaranya adalah jejunum, duodenum, ilium, kolon, dan sekum. Volume organ dalam yang diamati adalah volume tembolok.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan diuji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 0,05 dan 0,01. Rataan yang didapatkan dari bobot tembolok, bobot hati, bobot jantung, dan bobot lemak abdominal didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap jenis ayam perlakuan tersebut. Rataan bobot organ duodenum berbeda nyata pada ayam kampung jantan, ayam arab jantan, dan ayam arab betina. Rataan bobot jejunum, kolon, dan ilium didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dari seluruh ayam perlakuan. Rataan bobot sekum pada ayam kampung betina, ayam arab jantan, ayam arab betina memiliki hasil yang berbeda nyata pada P < 0,05. Rataan bobot sekum pada ayam kampung betina, ayam arab jantan, ayam arab betina memiliki hasil yang berbeda nyata, dan rataan bobot sekum ayam kampung jantan mendapatkan hasil sangat berbeda nyata. Rataan panjang organ dalam sekum yang didapatkan hasil berbeda nyata dari seluruh jenis ayam perlakuan tersebut. Rataan panjang organ dalam duodemum, jejenum, ilium, dan kolon serta rataan volume organ tembolok didapatkan hasil rataan yang tidak berbeda nyata dari seluruh jenis ayam perlakuan.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun katuk kepada ayam perlakuan terhadap organ dalam memiliki hasil yang berbeda terhadap pertambahan bobot, panjang organ dalam serta volume organ dalam yang dipengaruhi oleh tingkat efektifitas penyerapan terhadap pakan yang dikonsumsi. Kata-kata kunci : tepung daun katuk, ayam arab, ayam kampung, lemak abdominal,


(2)

iii ABSTRACT

Response Abdominal and Intenstinal Fat of Native Chicken and Arab Chicken by High Fiber Diet with Katuk Leaf Meal

R. A. Widyanata, D. M. Suci, and W. Hermana

Katuk with scientific name Sauropus adrogynus (L) Merr, is a part of the family of Euphorbiaceae. Native chicken is a local chicken from Indonesia which is the result of domestication from red jungle fowl (Gallus Gallus) and the green jungle fowl (Gallus varius). Arab Chicken are the descendants of Brakel Chicken Kriel-Silver from Belgium. The purpose of this research was to determined the effect of katuk leaf meal in the ration of the internal organs of Native Chicken and Arab Chicken. The research is conducted in Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. There are two treatments, namely: P0 (using ration of katuk leaf meal for Native Chicken), P1 (using ration of katuk leaf meal for Arab Chicken). Each treatment consist of 3 replication, namely: U1, U2 and U3. Twenty heads of Native Chicken was 10 weeks of age (10 males and 10 females with 1 male and 1 female

taken as the chicken’s control) and Arab Chicken’s too. To determine the

effectiveness of the differences of using katuk leaf meal feeding rations between Native Chicken and Arab Chicken. Measured and observed variables are the abdominal and intenstinal fat, such as : duodenum, jejenum, ilium, caecum, colon. Analysis data using ANOVA and test of variance with Duncan test. The result of Duncan test showed that the abdominal and intenstinal fat, such as : duodenum, jejenum, ilium, caecum, colonhave different results on weight gain, length of organs and organ volumes were affected by the level of effectiveness of the absorption of the feed consumed.

Keywords : katuk leaf meal, native chicken, arab chicken, abdominal, digestibility system


(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pakan memberikan pengaruh yang cukup besar pada pertumbuhan ayam. Pakan yang diberikan harus sesuai kebutuhan yang diperlukan. Faktor yang ikut mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam adalah kandungan protein dan energi pakan. Selain itu perlu diperhatikan kadar protein yang efesien pada ransum sehingga biaya produksi dapat diminimumkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk bersifat anti bakteri dan menurunkan bau kandang. Pengaruh dari tepung daun katuk pada ayam kampung dapat meningkatkan mutu telur, kadar -karotin telur serta menurunkan kadar kolesterol telur. Pemberian daun katuk juga dapat memberikan efisiensi yang tinggi terhadap pakan tanpa menurunkan berat badan serta pemberian esktrak daun katuk mampu meningkatkan efisiensi pertumbuhan, menurunkan akumulasi lemak, meningkatkan rasa daging.

Daun katuk kaya akan zat besi, provitamin A dalam bentuk β-karotin, vitamin C, protein dan mineral lainnya. Pemilihan ransum tepung daun katuk untuk ayam kampung dan ayam arab, karena pada serat daun katuk memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat mengurangi kadar lemak abdominal, merangsang pertumbuhan sekum, serta tidak meningkatkan kadar toksisitas pada organ.

Pemberian tepung daun katuk dapat meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi efek penurunan bobot badan dan pemberian esktrak daun katuk mampu meningkatkan efisiensi pertumbuhan, menurunkan akumulasi lemak, dan meningkatkan rasa daging (Santoso, 2004).

Ayam kampung memiliki daya adaptasi yang baik dan ayam arab berpotensi menghasilkan telur hingga 70% dari jumlah populasi. Pengaruh daun katuk juga dapat memperbaiki kualitas dari telur maupun pencernaan pada ayam kampung maupun ayam arab.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap organ pencernaan pada Ayam Kampung dan Ayam Arab.


(4)

TINJAUAN PUSTAKA Daun Katuk

Hulshoff et al. (1997) melaporkan bahwa di antara sayuran dan buah-buahan yang diteliti di Indonesia, daun katuk mengandung karoten tertinggi. Di samping itu daun katuk juga mengandung alpha-tocopherol. Katuk memiliki nama latin Sauropus androgynus (L.) Merr, adalah salah satu tanaman yang dapat tumbuh tinggi hingga mencapai 2 m - 3 m, katuk termasuk kepada famili Euphorbiceae.

Gambar 1. Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)

Sumber : Brooks, 2008

Santoso et al. (2004) menyebutkan bahwa daun katuk kaya akan asam benzoate dimana asam tersebut dapat dikonversikan menjadi estradiol benzoat yang mempunyai peranan memperbaiki performa alat reproduksi. Suprayogi et al. (2007) menemukan bahwa daun katuk mengandung androstan-17-one, 3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha, yang dapat dikonversikan menjadi estradiol. Penggunaan daun katuk pada ayam petelur telah terbukti mampu menurunkan kadar kolesterol telur sebesar 40% (Santoso et al., 2004) dan meningkatkan efisiensi produksi sebanyak 20%.

Katuk mengandung nutrisi yang tinggi, yaitu karotenoid (Hulshoff et al., 1997), vitamin C (Padmavathi dan Rao, 1990), dan vitamin E. (Ching dan Mohamed, 2001) dengan warna daunnya yang hijau gelap disebabkan oleh kadar klorofil yang tinggi, selain itu daun katuk juga mengandung protein, lemak, tanin, saponin flavonoid, dan alkaloid (Azis dan Muktiningsih, 2006). Santoso et al. (2004) menyatakan bahwa jika pemberian partisi alkaloid dari daun katuk sebanyak 30 mg/kg pada pakan dapat menurunkan kadar kolesterol telur sebesar 26%, meningkatkan mutu telur serta meningkatkan efisiensi produksi pada ayam arab


(5)

3

petelur. Katuk termasuk tanaman yang memiliki kandungan klorofil tinggi (Rahayu dan Limantara, 2005).

Bender dan Ismail (1975), menyatakan bahwa senyawa kimia pada alkaloid papaverin (PPV) yang diduga mempunyai efek fisiologis dalam tubuh. Kumai et al..

(1994), ikut andil dalam pembuktian bahwa pemberian PPV cenderung mengurangi kecernaan lemak kasar. Hal ini disebabkan oleh suatu efek penghambatan dari PPV terhadap sintesis cairan empedu, sehingga kecernaan lemak kasar menurun.

Menurut Sofyan et al. (2000), serat kasar adalah fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam larutan basa maupun larutan asam encer setelah pendidihan masing-masing selama 30 menit. Serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan sebagian dari pentosan-pentosan (Anggorodi, 1990). Pertumbuhan ternak tergantung dari jumlah konsumsi ransum yang dimakan. Tingkat energi di dalam ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi. Banyaknya pakan yang dikonsumsi tergantung pada jenis hewan yang bersangkutan, besarnya, keaktifanya, temperatur lingkungan dan pakan untuk pertumbuhan atau untuk mempertahankan produksis telur. Tomaszewska et al. (1993) juga menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan adalah merupakan faktor penentu yang paling penting yang menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat oleh ternak dan selanjutnya mempengaruhi tingkat produksi.

Menurut NRC (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah besarnya tubuh ternak, aktivitas ternak, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum. Amrullah (2004) menyatakan bahwa terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap konsumsi harian ransum yaitu kandungan kalori ransum dan suhu lingkungan.

Konsumsi mempengaruhi pertumbuhan ternak, menurut Daghir (1998) diperkirakan 63% dari penurunan pertumbuhan disebabkan menurunnya konsumsi ransum dari ayam. Pertumbuhan juga menurun karena konsumsi ransusmnya menurun, hal ini karena temperatur tinggi dan ayam dalam keadaan stres (Leeson dan Summer, 2001). Namun palatabilitas dapat dipengaruhi oleh bentuk, bau, rasa, tekstur, dan suhu pakan yang diberikan. Selera atau palatabilitas merupakan faktor internal yang merangsang lapar pada ternak (Anggorodi, 1990)

Jagung mengandung pro-vitamin A untuk meningkatkan kualitas daging dan telur, jagung mempengaruhi warna kuning pada kulit dan kuning telur, tapi


(6)

4

kandungan asam amino esensialnya rendah terutaman lisin dan triptofan, sehingga harus diimbangi dengan penggunaan bahan lain sebagai sumber protein yang kandungan asam aminonya tinggi (Suprijatna, 2005).

Suprayogi et al. (2007) menyatakan bahwa 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid yang banyak terdapat dalam daun katuk dapat dihidrolisis menjadi asetat dan berperan dalam siklus asam sitrat untuk menghasilkan ATP. Ini dapat menjelaskan tentang fenomena membaiknya konversi pakan pada ayam Arab petelur yang disuplementasi ekstrak daun katuk. Suprayogi (2007) mengatakan pada daun katuk mengandung tujuh senyawa aktif utama, yaitu lima kelompok senyawa polyunsaturated fatty acid yang merupakan kelompok senyawa eicosanoids yaitu, antara lain Octadecanoic acid; 9-Eicosine; 5, 8, 11-Heptadecatrienoic acid; 9, 12, 15-Octadecatrienoic acid; dan 11, 14, 17-Eicosatrienoic acid. Lima kelompok senyawa ini berperan sebagai prekursor dalam metabolisme seluler yang menghasilkan senyawa prostaglandin, thromboxan, prostacyclin, dan leukotrine.

Penggunaan pada taraf 5%, 10%, dan 15% tepung daun katuk dalam ransum untuk kualitas karkas terbaik ditunjukan pada ayam broiler yang diberi 15% tepung daun katuk, karena mengandung vitamin A tertinggi, kolesterol, dan lemak abdomen terendah (Nasution, 2005). Selain itu serat kasar mempunyai pengaruh terhadap distribusi kadar kolesterol dalam organ atau bagian tubuh hewan tertentu, artinya di satu bagian tubuh kadar kolesterolnya turun, tetapi di bagian lain justru meningkat (Siswanto, 2007).

Anti Nutrisi pada Tanaman Katuk

Zat anti nutrisi tanin dan saponin merupakan kelemahan yang terdapat dalam tanaman katuk dengan kadar yang cukup besar. Tanin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air dan dapat mengendapkan protein dari larutan. Tanin yang diberikan dalam jumlah besar kepada unggas dapat menekan pertumbuhan, karena tanin tersebut dapat menekan retensi nitrogen dan dapat menurunkan daya cerna asam-asam amino yang seharusnya dapat diserap oleh villi-villi usus dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan-jaringan tubuh (Santoso et al., 2004).

Anti nutrisi tersebut umumnya terjadi karena faktor dalam (intrinsic factor) yaitu suatu keadaan ketika tanaman tersebut mempunyai atau mampu memproduksi


(7)

5

anti nutrisi tersebut di dalam organ tubuhnya. Selain itu terdapat faktor luar (enviroment factor), yaitu keadaan dimana secara genetik tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan, zat yang tidak diinginkan masuk ke dalam organ tubuhnya (Wiradimadja, 2007).

Ayam Kampung

Ayam kampung adalah sebutan di Indonesia bagi ayam peliharaan yang tidak ditangani dengan cara budidaya massal komersial serta tidak berasal-usul dari galur atau ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial tersebut. Ayam lokal Indonesia merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius).

Rasyaf (2006) mengemukakan bahwa ada tiga sistem pemeliharaan ayam kampung di Indonesia yaitu system ekstensif, semi intensif, dan intensif. Pemeliharaan secara intensif dilakukan dengan empat prinsif, yaitu kandang sehat, pakan teratur, vaksinasi berkala dan biosekuriti.

Kebutuhan gizi ayam kampung paling tinggi selama minggu awal dari kehidupan, oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral, dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. Perbaikan genetik dan peningkatan mutu pemeliharaan ayam kampung harus didukung dengan perbaikan nutrisi pakan (Yuniza dan Wahyu, 1996). Pertambahan bobot badan anak ayam buras yang dipelihara intensif rata-rata 373,40 g dan yang dipelihara secara ekstensif adalah 270,67 g (Murtidjo, 2006).

Gambar 2. a) Morfologi Ayam Kampung Jantan dan b) Morfologi Ayam Kampung Betina

Sumber : Suharno, 1996


(8)

6 Ayam Arab

Ayam arab (Gallus turcicus) secara morfologi memiliki warna bulu yang bervariasi seperti warna emas, perak atau kuning emas kemerahan (Darmana dan Sitanggang, 2002). Darmana dan Sitanggang (2002) mengungkapkan bahwa ayam arab adalah hasil dari kawin silang antara ayam breekels (asal Belgia) dengan ayam kampung lokal.

a) b)

Gambar 3. a) Morfologi Ayam Arab betina dan b) Morfologi Ayam Arab Betina

Sumber : Kholis dan Sitanggang, 2002

Ayam arab bersifat gesit, lincah, aktif dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat, pada ayam betina dewasa mampu memproduksi hasil telur sebanyak ± 200 butir telur/tahun dengan berat telur rata-rata 40 gram. Selain itu ayam arab ini memiliki produktivitas telur yang cukup tinggi (Kholis dan Sitanggang, 2003).

Lemak Abdominal

Lemak adalah sebuah zat yang ditemukan pada jaringan tanaman dan hewan. Lemak tidak dapat dilarutkan dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti benzena, eter, dan klorofom. Lemak dapat bereaksi sebagai suatu pembawa elektron, pembawa substrat dalam reaksi enzim, sebagai komponen dari membran biologi, sumber dan tempat penyimpanan energi (McDonald et al., 2002).

Pada unggas lemak merupakan bahan penting yang harus terkandung dalam bahan pakan, selain menyumbangkan energi, lemak dapat berfungsi dalam memperbaiki konsistensi fisik dari pakan dan dispersi dari campuran bahan-bahan mikro seperti vitamin dalam pakan. Pentingnya karakterisasi kualitas lemak dapat mempengaruhi nilai dan keamanan nutrisi pakan. Karakteristik atau sifat dari lemak digunakan untuk menaksir nilai nutrisi yang mencakup kelembapan, ketidakmurnian, asam lemak terbang, total asam lemak, dan komposisi asam lemak.


(9)

7

Kelebihan lemak abdominal ada hubungannya dengan tingginya konversi ransum karena diperlukan lebih banyak ransum untuk menghasilkan lemak dalam bobot yang sama dibandingkan dengan menghasilkan daging (Amrullah, 2004). Lemak abdomen akan meningkat pada ayam yang diberi ransum dengan protein rendah dan energi tinggi (Fontana et al., 1993). Penurunan lemak abdominal merupakan hal yang menguntungkan bagi produsen dan konsumen, karena memperbaiki kualitas karkas dengan daging yang rendah lemak (Sanz et al., 2005).

Santoso dan Sartini (2001) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun katuk sebesar 3% mampu menurunkan deposisi lemak abdominal dan karkas. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Santoso et al. (2004) telah membuktikan bahwa ekstrak daun katuk mampu menurunkan kadar kolesterol dan lemak total daging broiler secara nyata, serta mampu memperkaya asam amino terutama asam glutamat, total asam amino dan kadar proteinnya.

Saluran Pencernaan

Beberapa saluran pencernaan yang akan dibahas yaitu tembolok, jejunum, duodenum, ilium, sekum, dan kolon. Usus halus yang terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan illium (Sturkie, 2000). Fungsi dari usus halus adalah sebagai tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan nutrien, serta sebagai penggerak aliran ransum dalam usus. Fungsi lain usus halus ialah untuk meningkatkan penyerapan nutrien (Akoso, 1998).

Antara proventrikulus dan mulut terdapat pelebaran kerongkongan, disebut tembolok. Ransum disimpan untuk sementara waktu dalam tembolok, kemudian ransum tersebut dilunakkan sebelum menuju ke proventrikulus. Ransum kemudian secara cepat melalui proventikulus ke empedal. Fungsi tembolok adalah menampung sementara ransum yang masuk. Selanjutnya ransum dilunakkan dengan bantuan saliva dari kelenjar mulut, esophagus dan tembolok. Di dalam tembolok terjadi aktivitas enzim amilase dan proses fermentasi oleh bakteri yang didukung kondisi pH tembolok sekitar 6,3 dengan hasil akhir berupa asetat. Selain itu menurut Zhou et al. (1990) bahwa pada pemberian pakan secara force feeding akan meningkatkan ukuran tembolok.

Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus ayam. Pada bagian duodenum disekresikan enzim pankreatik yang berupa enzim amilase, lipase dan


(10)

8

tripsin. Ada beberapa enzim yang dihasilkan oleh dinding sel dari small intestine

yang dapat mencerna protein dan karbohidrat (North, 1990). Pencernaan ransum ayam di dalam usus kecil secara enzimatik dengan berfungsinya enzim-enzim terhadap protein lemak dan karbohidrat. Protein oleh pepsin dan khemotripsin akan diubah menjadi asam amino. Lemak oleh lipase akan diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Karbohidrat oleh amilase akan diubah menjadi disakarida dan kemudian menjadi monosakarida.

Menurut Lundin et al. (1993) serat dapat meningkatkan densitas volume epitel dan vilus di daerah jejunum, ileum, dan usus halus. Menurut Sutardi (l997) pertumbuhan usus dan sekum dapat dirangsang oleh serat. Sekum atau usus buntu ayam ada dua buah (seka) dan terletak pada persimpangan antara usus halus dan usus besar. Fungsi dari sekum pada unggas adalah membantu penyerapan air serta mencerna karbohidrat dan protein dengan bantuan bakteri yang ada pada sekum. Dalam sekum pada umumnya terdapat sisa pakan yang lunak yang tidak dicerna dan akan dibuang (North dan Bell, 1990). Sebagian serat dapat dicerna dalam sekum yang disebabkan adanya bakteri fermentasi tetapi jumlahnya sangat rendah dibandingkan pada sebagian spesies mamalia (Pond et al., 1995).

Usus halus dapat menghasilkan enzim amilase, protease, dan lipase yang memiliki fungsi sebagai pemecah zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh tubuh (Moran, 1985). Panjang dari usus halus memiliki variasi yang pada umumnya disesuaikan pada ukuran tubuh, tipe makanan, dan faktor-faktor lainnya. Pada ayam broiler memiliki rataan panjang usus relatif sebesar 19,21 ± 1,79 cm/100 g bobot badan (Puspitasari, 2006) dan bobot usus halus berkisar antara 2,31-2,49% (Elfiandra, 2007). Alonso et al. (2000) dan Bardocz et al. (1995), peningkatan berat relatif jejunum dan kemampuan perenggangan usus dapat disebabkan oleh tingginya level karbohidrat kompleks termasuk pati yang resisten, oligosakarida, dan polisakarida non pati dan oleh persentase lektin dalam ransum. Panjang usus ayam memiliki hasil yang berbeda pada ukuran, sesuai dengan Ressang (1986), panjang usus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan, dan faktor-faktor lain.


(11)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 8 Mei sampai dengan tanggal 12 Juni 2011 berlokasi di kandang C, Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas dan Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 ekor ayam umur 10 minggu yang terdiri atas 18 ekor ayam arab (9 ekor jantan dan 9 ekor betina ) dan 18 ekor ayam kampung ( 9 ekor jantan dan 9 ekor betina) yang diberi ransum selama 5 minggu dan 4 ekor ayam yang diberi pakan komersil sebagai pembanding ( 2 ekor ayam arab jantan dan betina dan 2 ekor ayam kampung jantan dan betina ). Ternak dipelihara selama 4 minggu.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan ialah kandang batre yang terbuat dari besi kecil dan potongan bambu sebagai tempat ransum serta minum. Setiap kandang batre diletakkan 3 ayam.

Ransum dan Air Minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan kebutuhan nutrien ayam, menggunakan bahan-bahan : dedak padi, bungkil kelapa, pollard, CPO, CaCO3, premik, Dl-Meth, L-Lysine, tepung daun katuk. Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Ransum komersial diberikan pada ayam pembanding dengan kandungan nutrien seperti pada Tabel 3. Ransum yang diberikan dalam bentuk mash.


(12)

10

Tabel 1. Komposisi Ransum Perlakuan

Bahan Makanan Komposisi Ransum (%)

Dedak Padi 56,2

Bungkil Kelapa 17

Pollard 7

CPO 9

CaCO3 2

Premik 0,5

Dl-Meth 0,4

L-Lysine 0,9

Tepung Daun Katuk 7

Total 100

Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan

Nutrien Kandungan Nutrien

Ransum Perlakuan

Bahan Kering (%) 91,2

Energi Bruto (kkal/kg)* 2650

Protein Kasar (%)* 13,8

Lemak Kasar (%)* 8

Serat Kasar (%)* 12,6

Ca (%) 0,9

P. Total (%)** 0,9

P. Tersedia** 0,6

Na (%)** 0,06

Cl (%)** 0,1

Meth (%)** 0,6

Lys (%) 1,3

Meth+Cys (%)** 0,7

Keterangan : * = Hasil Analisis Laboratorium Industri dan Teknologi Pakan (2011 ). ** = Hasil perhitungan tanpa kandungan nutrisi daun katuk.

EM = 2650 x 0,72 = 1908 kkal/kg Tabel 3. Kandungan Nutrien Ransum Komersial

Nutrien Kandungan

Nutrien

Kadar Air (%) 13

Serat Kasar (%) max 7

Protein Kasar (%) 16-18

Ca (%) 3,25-4,25

Lemak Kasar (%) max 7

Abu % max 14%

P. Total (%) 0,6-1


(13)

11 Prosedur

Pembuatan Tepung Daun Katuk

Setelah daun katuk didapatkan kemudian daun katuk dikeringkan dengan menggunakan oven bersuhu 60°C selama 48 jam. Daun katuk yang kering kemudian digiling hingga halus dan digunakan sebagai bahan penyusun ransum pakan ayam kampung dan ayam arab. Kandungan nutrien tepung daun katuk dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrien Tepung Daun Katuk * (As fed)

Nutrien Jumlah (%)

Bahan Kering 82,41

Abu 7,76

Protein Kasar 33,11

Serat Kasar 15,52

Lemak kasar 3,51

Beta-N 22,51

Ca 1,38

P. Total 0,44

P. non phytat** 0,132

Energi Bruto (kkal/kg) 4.028

EM (kkal/kg)*** 1.610

Keterangan : * = Hasil analisis Lab. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (2007) ** = P non phytat=0,3 x P. total

*** = Hasil estimasi Energi Metabolis Berdasarkan NRC (1994), dengan rumus : EM 39,15DM-39,15ash-9,72CP-63,81CF

Pemeliharan Ayam Perlakuan

Ransum diberikan tiga kali sehari kepada seluruh ayam perlakuan yaitu pada pagi, siang dan sore hari ad libitum. Pemberian ransum dipisahkan tiap kandang. Sisa ransum dan ransum yang tumpah dihitung secara kumulatif. Air minum diberikan ad libitum. Pada saat awal ayam datang air minum diberi Vitastress untuk mengurangi stress pada ayam setelah perjalanan. Dosis pemberian Vitastress adalah 5 gram untuk 5 liter air bersih. Air minum diberikan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari dan tempat air minum dibersihkan setiap sore hari.

Pemotongan Ayam Perlakuan

Ayam perlakuan dipilih secara acak dari salah satu setiap ulangan. Setelah dilakukan pemotongan ayam dibului, kemudian ditimbang bobot organ, saluran pencernaan, pengukuran panjang usus halus, dan pengukuran volume tembolok.


(14)

12 Rancangan Percobaan dan Analisa Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis ragam dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 0,05 dan 0,01.

Model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah :

Yij = μ + τi + єij

Keterangan:

Yij : Pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ : Rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

єij : Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Peubah yang Diamati :

1. Bobot potong (g) yaitu bobot ayam sebelum dipotong.

2. Bobot lemak abdominal (g) yaitu penimbangan lemak abdominal ayam perlakuan (ayam arab jantan, ayam arab betina, ayam kampung jantan, ayam kampung betina).

Persentase lemak abdominal yaitu persentase lemak abdominal dihitung pada setiap ayam perlakuan (ayam arab jantan, ayam arab betina, ayam kampung jantan, ayam kampung betina).

Bobot Lemak Abdominal

Persentase Bobot Lemak Abdominal (%) = X 100% Bobot Potong

3. Bobot usus (g) yaitu penimbangan usus seperti duodenum, jejenum, sekum, kolon, ilium.

Bobot Usus

Persentase Usus (%) = X 100%

Bobot Potong

4. Panjang usus (cm) yaitu panjang usus ayam perlakuan (ayam arab jantan, ayam arab betina, ayam kampung jantan, ayam kampung betina), diantaranya : duodenum, jejenum, sekum, kolon, ilium.

Panjang relatif usus yaitu panjang relatif organ dalam dihitung pada setiap panjang organ (Duodenum, Jejenum, Illium, Sekum, dan Kolon) dari ayam


(15)

13

perlakuan (ayam arab jantan, ayam arab betina, ayam kampung jantan, ayam kampung betina).

Panjang Organ (cm) Panjang Relatif Usus Halus (cm/g) =

Bobot Potong (g)

5. Volume tembolok (ml) yaitu diukur dengan cara tembolok diisi air lalu menggunakan penggaris milimeter mengelilingi tembolok untuk mengetahui volume tembolok ayam perlakuan (ayam arab jantan, ayam arab betina, ayam kampung jantan, ayam kampung betina).

Volume relatif tembolok yaitu volume relatif tembolok dihitung pada setiap organ tembolok dari ayam perlakuan (ayam arab jantan, ayam arab betina, ayam kampung jantan, ayam kampung betina).

Volume Tembolok (ml) Volume Relatif Tembolok (ml/g) =

Bobot Potong (g)

6. Bobot gizard (g) yaitu penimbangan gizard ayam perlakuan (ayam arab jantan, ayam arab betina, ayam kampung jantan, ayam kampung betina).

Bobot gizard

Persentase gizard (%) = X 100% Bobot Potong


(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ransum Terhadap Bobot Potong Ayam dan Lemak Abdominal Persentase lemak abdominal ayam perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan ayam pembanding. Data rataan bobot potong, bobot dan persentase lemak abdominal ayam perlakuan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Bobot Potong dan Bobot Lemak Abdominal pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong (g)

Bobot Lemak Abdominal (g)

Persentase Lemak Abdominal (%)

Kampung Jantan 987 3,37 ± 0,29 0,32 ± 0,29

Kampung Betina 834,67 0,58 ± 0,11 0,07 ± 0,11

Arab Jantan 994,67 2,03 ± 0,16 0,21 ± 0,16

Arab Betina 844 5,56 ± 0,77 0,67 ± 0,77

Pembanding Bobot Potong (g)

Bobot Lemak Abdominal (g)

Persentase Lemak Abdominal (%)

Kampung Jantan 1259 14,82 1,18

Kampung Betina 1168 30,03 2,57

Arab Jantan 1252 16,65 1,33

Arab Betina 946 32,11 3,39

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Lemak abdominal adalah lemak yang terdapat di sekeliling ampela, usus, otot sekitar perut sampai ischium, bursa fabrisius dan kloaka (Sukada, 2007). Berdasarkan hasil uji sidik ragam pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penggunaan ransum berserat kasar tinggi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penimbunan lemak abdominal pada setiap ayam perlakuan. Salah satu penyebab kecilnya persentase lemak abdominal karena kandungan serat kasar ransum yang semakin meningkat atau mengandung serat kasar yang tinggi (Sukada, 2007).

Persentase bobot lemak abdominal ayam betina cenderung lebih tinggi dari ayam jantan (Kubena et al., 1974) tetapi tidak sesuai dengan Tabel 5 yang menunjukkan hasil bahwa ayam kampung betina perlakuan memiliki persentase rendah dibandingkan ayam jantan perlakuan maupun ayam perlakuan lainnya. Ayam perlakuan yang diberikan ransum berbasis serat kasar tinggi mendapatkan nilai persentase yang lebih rendah daripada ayam pembanding yang diberikan pakan komersial.


(17)

15

Ayam jantan lebih efisien dalam mengubah makanan menjadi daging, sehingga jumlah makanan yang ditimbun sebagai lemak abdominal lebih sedikit (Purbasari, 1990). Efisiensi penggunaan energi metabolis untuk mendeposit lemak, menurun dengan meningkatnya kandungan serta kasar di dalam ransum (Theriez et al., 1980).

Pengaruh Ransum Terhadap Bobot Tembolok, Volume Tembolok, dan Volume Relatif Tembolok

Persentase bobot tembolok ayam jantan perlakuan dan pembanding cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan ayam betina perlakuan dan pembanding. Data rataan bobot tembolok, volume tembolok, dan volume relatif tembolok ayam perlakuan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Bobot Potong dan Bobot Organ Tembolok pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Tembolok (g) Persentase Bobot Tembolok (%) Volume Tembolok (ml) Volume Relatif Tembolok (ml/g)

Kampung Jantan 6,11 ± 0,37 0,68 ± 0,37 32,67 ± 0,01 0,03 ± 0,01

Kampung Betina 4,60 ± 0,18 0,55 ± 0,18 32,67 ± 0,01 0,04 ± 0,01

Arab Jantan 9,17 ± 0,10 0,94 ± 0,10 40 ± 0,002 0,04 ± 0,002

Arab Betina 7,60 ± 0,16 0,90 ± 0,16 29 ± 0,01 0,03 ± 0,01

Pembanding Bobot Tembolok (g) Persentase Bobot Tembolok (%) Volume Tembolok (ml) Volume Relatif Tembolok (ml/g)

Kampung Jantan 8,83 0,70 52 0,04

Kampung Betina 7,87 0,67 45 0,04

Arab Jantan 17,34 1,38 65 0,05

Arab Betina 8,71 0,92 38 0,04

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Tembolok memiliki bentuk seperti kantong atau pundi–pundi yang merupakan pembesaran dari oesophagus. Pada bagian dindingnya terdapat banyak kelenjar mukosa yang menghasilkan getah yang berfungsi untuk melembekkan makanan. Tembolok berfungsi menyimpan dan menerima pakan untuk sementara sebelum masuk ke proventriculus (Nesheim et al., 1979).

Ransum berbasis serat kasar tinggi pada Tabel 6 menunjukkan hasil sidik ragam yang tidak berbeda nyata pada setiap ayam perlakuan dengan peubah bobot tembolok dan volume tembolok. Ransum berserat kasar tinggi tidak menyebabkan tembolok pada ayam perlakuan mengalami pembengkakan.


(18)

16

Perbedaan persentase bobot tembolok dapat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan formulasi yang diberikan dan ukuran awal organ tembolok sebelum diberikan pakan formulasi daun katuk, serta dapat juga dipengaruhi oleh besarnya bobot hidup ayam. Hal ini karena adanya perbedaan respons biologis tiap spesies hewan percobaan berbeda (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) dan dosis yang diberikan.

Ayam kampung jantan menunjukkan volume relatif tembolok yang lebih rendah daripada ayam kampung betina, hal ini karena ayam kampung jantan lebih sedikit dalam menampung makanannya di dalam tembolok, selain itu aktivitas dalam tembolok didukung kondisi pH tembolok yang kurang efisien dibandingkan ayam kampung betina (Zhou et al., 1990). Volume relatif ayam perlakuan dengan ransum berbasis serat kasar tinggi didapatkan kisaran lebih rendah daripada volume relatif ayam pembanding.

Pengaruh Ransum Terhadap Bobot Potong Ayam dan Gizard

Persentase bobot gizard ayam betina perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan ayam jantan perlakuan. Rataan bobot potong, bobot dan persentase gizard ayam perlakuan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Bobot Potong dan Bobot Gizard pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong (g) Bobot Gizard (g) Persentase Gizard (%)

Kampung Jantan 987 28,29 ± 0,29 0,029 ± 0,001b

Kampung Betina 834,67 25,43 ± 0,11 0,031 ± 0,003a

Arab Jantan 994,67 23,78 ± 0,16 0,024 ± 0,002a

Arab Betina 844 25,76 ± 0,77 0,030 ± 0,002a

Pembanding Bobot Potong (g) Bobot Gizard (g) Persentase Gizard (%)

Kampung Jantan 1259 22,93 0,018

Kampung Betina 1168 16,72 0,014

Arab Jantan 1252 17,2 0,014

Arab Betina 946 22,35 0,024

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Angka yang diikuti oleh subscript adalah berbeda nyata pada taraf uji (P<0,05)

Hasil uji sidik ragam persentase bobot gizard pada Tabel 7 didapatkan hasil berbeda nyata pada taraf (P<0,05) terhadap setiap ayam perlakuan menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi. Persentase bobot gizard ayam perlakuan didapatkan hasil kisaran yang lebih tinggi antara 0,024% – 0,031%, sedangkan


(19)

17

persentase bobot gizard ayam pembanding didapatkan kisaran antara 0,014% – 0,024%.

Pengaruh Ransum Terhadap Bobot dan Persentase Duodenum, Jejunum, Ilium, Sekum, dan Kolon

Perhitungan bobot dilakukan terhadap organ saluran pencernaan, khususnya ialah bobot duodenum, bobot jejunum, bobot ilium, bobot sekum, dan bobot kolon. Bobot dan persentase duodenum akan ditampilkan pada Tabel 8, jejunum pada Tabel 9, Ilium pada Tabel 10, sekum pada Tabel 11, dan kolon pada Tabel 12.

Duodenum

Duodenum berbentuk huruf V dengan bagian pas descendens sebagai bagian yang turun dan bagian pas ascendens sebagai bagian yang naik (Akoso, 1998). Bobot dan persentase duodenum akan ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Bobot Potong dan Bobot Duodenum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong

(g)

Bobot Duodenum (g)

Persentase Duodenum (%)

Kampung Jantan 987 5,06 ± 0,10 0,53± 0,10b

Kampung Betina 834,67 4,56 ± 0,08 0,54 ± 0,08ab

Arab Jantan 994,67 4,56 ± 0,03 0,46 ± 0,03b

Arab Betina 844 5,76 ± 0,07 0,68 ± 0,07a

Pembanding Bobot Potong

(g)

Bobot Duodenum (g)

Persentase Duodenum (%)

Kampung Jantan 1259 3,66 0,29

Kampung Betina 1168 4,12 0,35

Arab Jantan 1252 5,86 0,47

Arab Betina 946 3,66 0,39

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Angka yang diikuti oleh subscript adalah berbeda nyata pada taraf uji (P<0,05) dan (P>0,01)

Hasil uji sidik ragam Tabel 8 bobot duodenum yang diberikan ransum berbasis serat kasar tinggi pada ayam kampung betina perlakuan didapatkan hasil sangat berbeda nyata (P>0,01) dan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) pada ayam kampung jantan, ayam arab jantan, dan ayam arab betina perlakuan. Ayam arab betina mempunyai persentase bobot duodenum yang besar jika dibandingkan dengan persentase bobot duodenum ayam perlakuan lainnya.

Tabel 8 menjelaskan bahwa persentase bobot duodenum ayam perlakuan memiliki kisaran yang lebih tinggi antara 0,46%-0,68%, sedangkan persentase bobot duodenum ayam pembanding berkisar antara 0,29%-0,47%. Kisaran persentase


(20)

18

bobot ayam pembanding lebih kecil daripada ayam perlakuan yang diberikan ransum berbasis serat kasar tinggi. Ayam betina perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam jantan perlakuan, kecenderungan ini disebabkan karena ayam betina perlakuan memiliki bentuk adaptasi yang lebih baik terhadap ransum berbasis serat kasar tinggi (Sturkie, 2000). Unggas yang diberi ransum berbasis serat kasar tinggi cenderung mempunyai saluran pencernaan yang lebih besar dibandingkan dengan unggas pemakan biji-bijian atau karnivora (Sturkie, 2000).

Jejunum

Jejunum merupakan bagian dari usus halus dengan fungsi sebagai tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan nutrien, serta sebagai penggerak aliran ransum dalam usus (Akoso, 1998). Rataan bobot potong, bobot dan persentase jejunum ayam perlakuan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Bobot Potong dan Bobot Jejunum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasi Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong (g) Bobot Jejunum (g) Persentase Jejunum (%)

Kampung Jantan 987 8,56 ± 0,24 0,83 ± 0,24

Kampung Betina 834,67 6,26 ± 0,16 0,75 ± 0,16

Arab Jantan 994,67 8,62 ± 0,17 0,87 ± 0,17

Arab Betina 844 9,20 ± 0,54 1,08 ± 0,54

Pembanding Bobot Potong (g) Bobot Jejunum (g) Persentase Jejunum (%)

Kampung Jantan 1259 6,96 0,55

Kampung Betina 1168 9,12 0,78

Arab Jantan 1252 8,72 0,70

Arab Betina 946 7,58 0,80

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Hasil uji sidik ragam bobot jejunum pada Tabel 9 dengan menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap ayam perlakuan. Persentase bobot jejunum ayam perlakuan memiliki kisaran yang lebih tinggi daripada ayam pembanding. Peningkatan bobot relatif jejunum dan kemampuan perenggangan usus selain karena penggunaan serat kasar tinggi pada ransum, dapat juga disebabkan oleh tingginya level karbohidrat kompleks termasuk pati yang resisten, oligosakarida, dan polisakarida non pati dan oleh persentase lektin dalam ransum (Alonso et al., 2000 dan Bardocz et al., 1995).


(21)

19 Ilium

Ilium juga merupakan bagian tari usus halus dengan fungsi yang sama seperti jejunum, yaitu sebagai tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan nutrien, serta sebagai penggerak aliran ransum dalam usus (Akoso, 1998). Ilium merupakan tempat terjadinya gerak peristaltik (kontraksi otot polos) yang bertujuan untuk mendorong bahan-bahan dalam sistem pencernaan ke sekum dan rektum (Blakely dan Bade, 1991). Rataan bobot potong, bobot dan persentase ilium ayam perlakuan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Bobot Potong dan Bobot Ilium pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong (g) Bobot Ilium (g) Persentase Ilium (%)

Kampung Jantan 987 6,58 ± 0,11 0,65 ± 0,11

Kampung Betina 834,67 6,25 ± 0,14 0,74 ± 0,14

Arab Jantan 994,67 5,99 ± 0,11 0,60 ± 0,11

Arab Betina 844 6,62 ± 0,14 0,78 ± 0,14

Pembanding Bobot Potong (g) Bobot Ilium (g) Persentase Ilium (%)

Kampung Jantan 1259 5,27 0,42

Kampung Betina 1168 6,9 0,59

Arab Jantan 1252 6,03 0,48

Arab Betina 946 6,58 0,70

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Hasil uji sidik ragam bobot ilium pada Tabel 10 dengan ransum berbasis serat kasar tinggi didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap ayam perlakuan. Persentase bobot ilium cenderung lebih besar pada ayam betina perlakuan maupun ayam betina pembanding. Persentase bobot ilium ayam perlakuan didapatkan hasil yang lebih tinggi daripada persentase bobot ilium ayam pembanding. Kecenderungan nilai persentase bobot ilium yang lebih tinggi pada ayam betina disebabkan karena kemampuan beradaptasi terhadap pakan yang diberikan lebih baik daripada ayam jantan (Sturkie, 2000).

Sekum

Sekum atau usus buntu mempunyai panjang sekitar 10 cm hingga 15 cm dan berisi calon feses (Akoso, 1998) dengan salah satu fungsi sebagai terjadinya digesti serat oleh aktivitas mikroorganisme (Akoso, 1998). Rataan bobot potong, bobot dan persentase sekum ayam perlakuan disajikan pada Tabel 11.


(22)

20

Tabel 11. Rataan Bobot Potong dan Bobot Sekum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong (g) Bobot Sekum (g) Persentase Sekum (%)

Kampung Jantan 987 4,61 ± 0,09 0,45 ± 0,09ab

Kampung Betina 834,67 5,07 ± 0,20 0,61 ± 0,20a

Arab Jantan 994,67 3,19 ± 0,10 0,32 ± 0,10b

Arab Betina 844 2,64 ± 0,01 0,31 ± 0,01b

Pembanding Bobot Potong (g) Bobot Sekum (g) Persentase Sekum (%)

Kampung Jantan 1259 5,73 0,46

Kampung Betina 1168 2,92 0,25

Arab Jantan 1252 3,03 0,24

Arab Betina 946 2,42 0,26

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Angka yang diikuti oleh subscript adalah berbeda nyata pada taraf uji (P<0,05) dan (P>0,01)

Hasil uji sidik ragam bobot sekum Tabel 11 dengan menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi didapatkan hasil sangat berbeda nyata pada taraf (P>0,01) yaitu ayam kampung jantan. Ayam perlakuan selain ayam kampung jantan didapatkan hasil yang berbeda nyata yaitu pada taraf (P<0,05).

Ayam kampung betina mendapatkan hasil persentase bobot sekum paling tinggi sebesar 0,61% dan persentase bobot sekum terendah didapatkan oleh ayam arab betina sebesar 0,31%. Ayam kampung perlakuan cenderung memiliki hasil yang lebih besar daripada ayam arab perlakuan. Hal ini disebabkan karena pada ayam kampung perlakuan lebih baik dalam beradaptasi terhadap ransum berserat kasar tinggi yang diberikan daripada ayam arab perlakuan dalam pertumbuhan sekum (Sutardi, l997). Persentase sekum ayam perlakuan didapatkan kisaran yang lebih tinggi antara 0,31% - 0,61%, sedangkan ayam pembanding dengan ransum komersil didapatkan kisaran persentase sekum antara 0,24% - 0,46%.

Kolon

Kolon memungkinkan terjadinya reabsorsi air untuk meningkatkan kandungan air pada sel tubuh dan mengatur keseimbangan air pada unggas (North dan Bell, 1990). Rataan bobot potong, bobot dan persentase kolon ayam perlakuan disajikan pada Tabel 12.


(23)

21

Tabel 12. Rataan Bobot Potong dan Bobot Kolon pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong (g) Bobot Kolon (g) Persentase Kolon (%)

Kampung Jantan 987 2,01 ± 0,05 0,20 ± 0,05

Kampung Betina 834,67 2,28 ± 0,07 0,27 ± 0,07

Arab Jantan 994,67 1,94 ± 0,06 0,19 ± 0,06

Arab Betina 844 1,79 ± 0,02 0,21 ± 0,02

Pembanding Bobot Potong (g) Bobot Kolon (g) Persentase Kolon (%)

Kampung Jantan 1259 1,43 0,11

Kampung Betina 1168 1,81 0,15

Arab Jantan 1252 1,82 0,15

Arab Betina 946 1,74 0,18

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Hasil uji sidik ragam Tabel 12 dengan menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap ayam perlakuan. Persentase bobot kolon ayam betina perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi daripada ayam jantan perlakuan. Persentase bobot kolon ayam perlakuan didapatkan hasil yang lebih tinggi daripada ayam pembanding yang diberikan pakan komersial. Kecenderungan persentase bobot kolon yang tinggi pada ayam betina disebabkan karena ayam betina lebih baik dalam beradaptasi terhadap ransum yang diberikan daripada ayam jantan (Sturkie, 2000).

Rataan dan Panjang Relatif Duodenum, Jejunum, Ilium, Sekum, dan Kolon Rataan dan panjang relatif menggunakan uji sidik ragam terhadap ayam perlakuan dengan ransum berbasis serat kasar tinggi dan ayam pembanding dengan ransum komersial dapat dilihat dan disajikan pada Tabel 13 (panjang duodenum), Tabel 14 (panjang jejunum), Tabel 15 (panjang ilium), Tabel 16 (panjang sekum), dan Tabel 17 (panjang kolon).

Duodenum

Hasil rataan dan panjang relatif menggunakan uji sidik ragam pada Tabel 13 dengan menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap ayam perlakuan. Adaptasi yang baik terhadap konsumsi ransum dengan serat kasar yang tinggi mempengaruhi pertumbuhan panjang duodenum lebih baik (Sutardi, l997).


(24)

22

Tabel 13. Rataan Panjang Duodenum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong

(g)

Panjang Duodenum (cm)

Panjang Relatif Duodenum (cm/g)

Kampung Jantan 987 25,50 ± 0,007 0,026 ± 0,007

Kampung Betina 834,67 22,33 ± 0,002 0,027 ± 0,002

Arab Jantan 994,67 23,20 ± 0,003 0,023 ± 0,003

Arab Betina 844 24,93 ± 0,002 0,030 ± 0,002

Pembanding Bobot Potong

(g)

Panjang Duodenum (cm)

Panjang Relatif Duodenum (cm/g)

Kampung Jantan 1259 23 0,018

Kampung Betina 1168 27,5 0,024

Arab Jantan 1252 26,3 0,021

Arab Betina 946 23 0,024

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Panjang relatif duodenum menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi pada Tabel 13 terhadap ayam betina perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi daripada ayam jantan perlakuan. Panjang relatif duodenum ayam perlakuan memiliki hasil yang lebih tinggi daripada ayam pembanding. Tingginya kandungan serat kasar pada ransum perlakuan menyebabkan pertumbuhan panjang duodenum lebih baik (Sutardi, 1997) daripada ransum komersial pada ayam pembanding.

Jejunum

Hasil uji sidik ragam jejunum terhadap ransum berbasis serat kasar tinggi pada setiap ayam perlakuan didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Bobot potong, rataan panjang jejunum, dan panjang relatif jejunum pada ayam perlakuan dengan ransum berbasis serat kasar tinggi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan Bobot Potong dan Panjang Jejunum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong

(g)

Panjang Jejunum (cm)

Panjang Relatif Jejunum (cm/g)

Kampung Jantan 987 53,40 ± 0.01 0,055 ± 0.01

Kampung Betina 834,67 52 ± 0.02 0,062 ± 0.02

Arab Jantan 994,67 58,40 ± 0.01 0,059 ± 0.01

Arab Betina 844 53,97 ± 0.002 0,064 ± 0.002

Pembanding Bobot Potong

(g)

Panjang Jejunum (cm)

Panjang Relatif Jejunum (cm/g)

Kampung Jantan 1259 48 0,038

Kampung Betina 1168 58 0,050

Arab Jantan 1252 65 0,052

Arab Betina 946 55 0,058


(25)

23

Panjang relatif jejunum pada Tabel 14 menunjukkan ayam betina perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi daripada ayam jantan perlakuan. Panjang relatif jejunum ayam perlakuan didapatkan hasil yang lebih tinggi daripada ayam pembanding. Panjang dari jejunum bervariasi tergantung pada kebiasaan makan dan adaptasi terhadap ransum yang diberikan (Scanes et al., 2004).

Ilium

Hasil uji sidik ragam panjang ilium pada Tabel 15 dengan menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi pada setiap ayam perlakuan didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tabel 15 menunjukan bahwa panjang relatif ilium menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi terhadap ayam betina perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan ayam jantan perlakuan.

Tabel 15. Rataan Bobot Potong dan Panjang Ilium pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong

(g)

Panjang Ilium (cm)

Panjang Relatif Ilium (cm/g)

Kampung Jantan 987 50.33 ± 0.01 0,049 ± 0.01

Kampung Betina 834,67 40 ± 0,005 0.050 ± 0,005

Arab Jantan 994,67 47.17 ± 0.01 0.048 ± 0.01

Arab Betina 844 48.90 ± 0.01 0.058 ± 0.01

Pembanding Bobot Potong

(g)

Panjang Ilium (cm)

Panjang Relatif Ilium (cm/g)

Kampung Jantan 1259 49 0,039

Kampung Betina 1168 42,5 0,036

Arab Jantan 1252 36 0,029

Arab Betina 946 37 0,039

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Panjang relatif ilium ayam perlakuan memiliki hasil yang lebih daripada ayam pembanding. Hal tersebut ikut dipengaruhi oleh kemampuan usus terutama ilium untuk meregang dalam menampung tingkat serat kasar dengan volume yang lebih besar. Kisaran yang lebih tinggi pada ayam betina perlakuan dibandingkan ayam jantan perlakuan disebabkan ayam betina perlakuan lebih baik beradaptasi terhadap ransum berbasis serat kasar tinggi, sebab lain karena kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum dapat meningkatkan panjang usus per kilogram bobot badan ayam (Abdelsamie dan Farrel, 1995).


(26)

24 Sekum

Rataan panjang sekum pada ayam perlakuan dengan ransum berbasis serat kasar tinggi (bobot potong, rataan panjang sekum, dan panjang relatif sekum) disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 menunjukkan hasil bahwa kandungan ransum berbasis serat kasar tinggi mempengaruhi laju pertumbuhan panjang sekum ayam.

Tabel 16. Rataan Bobot Potong dan Panjang Sekum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong (g)

Panjang Sekum (cm)

Panjang Relatif Sekum (cm/g) Kampung Jantan 987 26,00 ± 0.01 0,027 ± 0.01b Kampung Betina 834,67 27,71 ± 0.01 0,033 ± 0.01a Arab Jantan 994,67 29,33 ± 0,001 0,030 ± 0,001a Arab Betina 844 27,33 ± 0,001 0,032 ± 0,001a

Pembanding Bobot Potong (g)

Panjang Sekum (cm)

Panjang Relatif Sekum (cm/g) Kampung Jantan 1259 25 0,020 Kampung Betina 1168 24 0,021 Arab Jantan 1252 31,2 0,025 Arab Betina 946 29 0,031 Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Angka yang diikuti oleh subscript adalah berbeda nyata pada taraf uji (P<0,05)

Hasil uji sidik ragam panjang sekum pada Tabel 16 didapatkan hasil berbeda nyata pada taraf (P<0,05) terhadap setiap ayam perlakuan menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi. Semakin tinggi kadar serat kasar ransum, aktivitas mikroba sekum semakin meningkat menyebabkan dinding sekum semakin menebal dan merenggang (Abdelsamie dan Farrel, 1995).

Tabel 16 menjelaskan bahwa panjang relatif sekum ayam betina perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan ayam jantan perlakuan. Panjang relatif sekum ayam perlakuan didapatkan hasil kisaran yang lebih tinggi antara 0,027 cm/g – 0,032 cm/g, sedangkan panjang relatif sekum ayam pembanding didapatkan kisaran antara 0,020 cm/g – 0,031 cm/g. Perbedaan ini disebabkan karena serat kasar tinggi dalam ransum ayam perlakuan ikut mempengaruhi pertumbuhan sekum lebih baik (Sutardi, 1997).

Kolon

Hasil uji sidik ragam pada Tabel 17 terhadap ransum berbasis serat kasar tinggi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap ayam perlakuan.


(27)

25

Panjang relatif kolon ayam perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan panjang relatif kolon ayam pembanding.

Tabel 17. Rataan Bobot Potong dan Panjang Kolon pada Ayam Perlakuan dengan Ransum Berbasis Serat Kasar Tinggi dan Ayam Pembanding

Perlakuan Bobot Potong

(g)

Panjang Kolon (cm)

Panjang Relatif Kolon (cm/g)

Kampung Jantan 987 7.17 ± 0.001 0,007 ± 0.001

Kampung Betina 834,67 8.33 ± 0.001 0,010 ± 0.001

Arab Jantan 994,67 9 ± 0.001 0,009 ± 0.001

Arab Betina 844 7.33 ± 0.002 0,009 ± 0.002

Pembanding Bobot Potong

(g)

Panjang Kolon (cm)

Panjang Relatif Kolon (cm/g)

Kampung Jantan 1259 7 0,006

Kampung Betina 1168 7,2 0,006

Arab Jantan 1252 9,9 0,008

Arab Betina 946 6 0,006

Keterangan : Uji Duncan menggunakan taraf 0,05 dan 0,01

Panjang relatif kolon ayam betina perlakuan tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan ayam jantan perlakuan. Panjang relatif kolon ayam perlakuan menggunakan ransum berbasis serat kasar tinggi didapatkan hasil yang lebih tinggi daripada ayam pembanding.


(28)

26 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Lemak abdominal ayam perlakuan yang diberikan ransum berbasis serat kasar tinggi dengan tepung daun katuk didapatkan hasil yang lebih rendah dari pada ayam pembanding dengan ransum komersial. Bobot organ ayam betina yang diberikan ransum berbasis serat kasar tinggi pada umumnya cenderung didapatkan hasil yang lebih tinggi dari pada ayam jantan yang diberikan ransum yang sama. Secara keseluruhan pemberian ransum berbasis serat kasar tinggi memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan ransum komersial.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penentuan kadar pemberian serat kasar yang berbeda untuk melihat lebih jauh manfaat dan pengaruh pertumbuhan organ dalam ayam kampung (jantan dan betina) dan ayam arab (jantan dan betina).


(29)

RESPON LEMAK ABDOMINAL DAN SALURAN PENCERNAAN

AYAM KAMPUNG DAN AYAM ARAB TERHADAP RANSUM

BERSERAT KASAR TINGGI DENGAN DAUN KATUK

SKRIPSI

RYANDA AGUNG WIDYANATA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(30)

RESPON LEMAK ABDOMINAL DAN SALURAN PENCERNAAN

AYAM KAMPUNG DAN AYAM ARAB TERHADAP RANSUM

BERSERAT KASAR TINGGI DENGAN DAUN KATUK

SKRIPSI

RYANDA AGUNG WIDYANATA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(31)

ii RINGKASAN

Ryanda Agung Widyanata, D24070277. 2013. Respon Lemak Abdominal dan Saluran Pencernaan Ayam Kampung dan Ayam Arab Terhadap Ransum Berserat Kasar Tinggi dengan Daun Katuk. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Dwi Margi Suci, MS. Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, M.Si.

Katuk dengan nama latin Sauropus adrogynus (L) Merr, merupakan bagian dari keluarga Euphorbiaceae. Pemberian daun katuk dapat mengurangi akumulasi lemak abdominal, meningkatkan efektifitas penyerapan pakan terhadap organ dalam ayam, serta mencegah terjadinya keracunan yang dialami oleh organ dalam ayam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap organ dalam ayam kampung jantan dan betina, serta ayam arab jantan dan betina.

Penelitian dilakukan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terdapat dua perlakuan yang diberikan, yaitu: menggunakan pakan ransum tepung daun katuk kepada ayam kampung jantan dan betina, dan menggunakan ransum tepung daun katuk kepada ayam arab jantan dan betina. Peubah yang diamati ialah bobot organ dalam, panjang organ dalam, serta volume organ dalam. Bobot organ dalam yang diamati diantaranya adalah jejunum, duodenum, ilium, lemak abdominal, sekum, hati, jantung, ginjal, tembolok, dan kolon. Panjang organ dalam yang diamati diantaranya adalah jejunum, duodenum, ilium, kolon, dan sekum. Volume organ dalam yang diamati adalah volume tembolok.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan diuji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 0,05 dan 0,01. Rataan yang didapatkan dari bobot tembolok, bobot hati, bobot jantung, dan bobot lemak abdominal didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap jenis ayam perlakuan tersebut. Rataan bobot organ duodenum berbeda nyata pada ayam kampung jantan, ayam arab jantan, dan ayam arab betina. Rataan bobot jejunum, kolon, dan ilium didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dari seluruh ayam perlakuan. Rataan bobot sekum pada ayam kampung betina, ayam arab jantan, ayam arab betina memiliki hasil yang berbeda nyata pada P < 0,05. Rataan bobot sekum pada ayam kampung betina, ayam arab jantan, ayam arab betina memiliki hasil yang berbeda nyata, dan rataan bobot sekum ayam kampung jantan mendapatkan hasil sangat berbeda nyata. Rataan panjang organ dalam sekum yang didapatkan hasil berbeda nyata dari seluruh jenis ayam perlakuan tersebut. Rataan panjang organ dalam duodemum, jejenum, ilium, dan kolon serta rataan volume organ tembolok didapatkan hasil rataan yang tidak berbeda nyata dari seluruh jenis ayam perlakuan.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun katuk kepada ayam perlakuan terhadap organ dalam memiliki hasil yang berbeda terhadap pertambahan bobot, panjang organ dalam serta volume organ dalam yang dipengaruhi oleh tingkat efektifitas penyerapan terhadap pakan yang dikonsumsi. Kata-kata kunci : tepung daun katuk, ayam arab, ayam kampung, lemak abdominal,


(32)

iii ABSTRACT

Response Abdominal and Intenstinal Fat of Native Chicken and Arab Chicken by High Fiber Diet with Katuk Leaf Meal

R. A. Widyanata, D. M. Suci, and W. Hermana

Katuk with scientific name Sauropus adrogynus (L) Merr, is a part of the family of Euphorbiaceae. Native chicken is a local chicken from Indonesia which is the result of domestication from red jungle fowl (Gallus Gallus) and the green jungle fowl (Gallus varius). Arab Chicken are the descendants of Brakel Chicken Kriel-Silver from Belgium. The purpose of this research was to determined the effect of katuk leaf meal in the ration of the internal organs of Native Chicken and Arab Chicken. The research is conducted in Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. There are two treatments, namely: P0 (using ration of katuk leaf meal for Native Chicken), P1 (using ration of katuk leaf meal for Arab Chicken). Each treatment consist of 3 replication, namely: U1, U2 and U3. Twenty heads of Native Chicken was 10 weeks of age (10 males and 10 females with 1 male and 1 female

taken as the chicken’s control) and Arab Chicken’s too. To determine the

effectiveness of the differences of using katuk leaf meal feeding rations between Native Chicken and Arab Chicken. Measured and observed variables are the abdominal and intenstinal fat, such as : duodenum, jejenum, ilium, caecum, colon. Analysis data using ANOVA and test of variance with Duncan test. The result of Duncan test showed that the abdominal and intenstinal fat, such as : duodenum, jejenum, ilium, caecum, colonhave different results on weight gain, length of organs and organ volumes were affected by the level of effectiveness of the absorption of the feed consumed.

Keywords : katuk leaf meal, native chicken, arab chicken, abdominal, digestibility system


(33)

RESPON LEMAK ABDOMINAL DAN SALURAN PENCERNAAN

AYAM KAMPUNG DAN AYAM ARAB TERHADAP RANSUM

BERSERAT KASAR TINGGI DENGAN DAUN KATUK

RYANDA AGUNG WIDYANATA D24070277

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(34)

Judul : Respon Lemak Abdominal dan Saluran Pencernaan Ayam Kampung dan Ayam Arab Terhadap Ransum Berserat Kasar Tinggi dengan Daun Katuk

Nama : Ryanda Agung Widyanata

NIM : D24070277

Menyetujui

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Dwi Margi Suci, MS.) (Ir. Widya Hermana, M.Si)

NIP : 19610905 198703 2 001 NIP : 19680110 199203 2 001

Mengetahui

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr) NIP : 19670506 199103 1 001


(35)

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumatera Selatan, Palembang pada tanggal 31 Juli 1989 dari pasangan Bapak Sopiyanto dan Ibu Sutakariyati. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Teluk Pucung XI Bekasi pada tahun 1995 dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan selanjutnya di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 21 Bekasi pada tahun 2001. Penulis aktif menjadi staf Palang Merah Remaja (PMR) SMPN 21, lulus pada tahun

2004. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Mutiara 17 Agustus Bekasi pada tahun 2004. Penulis aktif dalam Organisasi Siswa (OSIS) dengan menjadi staf dari Divisi Rekrutmen dan Olahraga pada tahun pertama, kemudian penulis aktif dalam organisasi Rohani Islam (ROHIS) pada tahun kedua dengan menjadi staf Pengembangan Sumberdaya Siswa (PSDM), pada tahun ketiga penulis menjadi ketua Divisi Pengembangan Sumberdaya Siswa (PSDM). Penulis lulus dari SMA pada tahun 2007.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2008 – 2009 sebagai staf Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM). Penulis pernah menjadi Runner Up dalam Industrial Event 2008 yang diselenggarakan oleh STT Telkom Bandung.


(36)

vii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmatnya-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Respon Lemak Abdominal dan Saluran Pencernaan Ayam Kampung dan Ayam Arab Terhadap Ransum Berserat Kasar Tinggi dengan Daun Katuk” dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Mei 2011 – Juni 2011 bertempat di kandang C, Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas dan Laboratorium Analisis Bahan Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Ayam arab dan ayam kampung merupakan ayam yang sudah lama dikenal dan dipelihara oleh masyarakat sebagai penghasil sumber protein hewani berupa telur dan daging. Ayam tersebut juga mudah dalam beradaptasi dan mudah dipelihara sehingga peneliti menggunakan ayam tersebut dibandingkan ayam broiler. Sumber bahan pakan alternatif yang mengandung nilai nutrien tinggi dan untuk penunjang kebutuhan hidup ternak khususnya pada unggas adalah daun katuk. Daun katuk merupakan tanaman yang mengandung serat kasar tinggi dan nutrien yang baik untuk ternak contohnya sumber provitamin A dalam bentuk karoten. Penggunaan tepung daun katuk karena memiliki serat kasar yang tinggi pada ransum yang memiliki fungsi untuk meningkatkan kualitas organ dalam ayam kampung dan ayam arab. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2013


(37)

viii DAFTAR ISI

RINGKASAN ... ii ABSTRACT ... iii RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vii DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2 Daun Katuk... 2 Anti Nutrisi pada Tanaman Katuk ... 4 Ayam Kampung ... 5 Ayam Arab ... 6 Lemak Abdominal ... 6 Saluran Pencernaan ... 7 MATERI DAN METODE ... 9 Lokasi dan Waktu ... 9 Materi ... 9 Ternak ... 9 Kandang dan Peralatan ... 9 Ransum dan Air Minum... 9 Prosedur ... 11 Pembuatan Tepung Daun Katuk ... 11 Pemeliharan Ayam Perlakuan ... 11 Pemotongan Ayam Perlakuan ... 11 Rancangan Percobaan dan Analisa Data ... 12 Peubah yang Diamati ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14 Pengaruh Ransum Terhadap Bobot Potong Ayam dan Lemak Abdominal ... 14 Pengaruh Ransum Terhadap Bobot Tembolok, Volume Tembolok, dan

Volume Relatif Tembolok ... 15 Pengaruh Ransum Terhadap Bobot dan Persentase Duodenum, Jejunum,

Ilium, Sekum, dan Kolon ... 17 Duodenum ... 17 Jejunum ... 18


(38)

ix

Ilium ... 19 Sekum ... 19 Kolon... 20 Rataan dan Panjang Relatif Duodenum, Jejunum, Ilium, Sekum, dan Kolon 21 Duodenum ... 21 Jejunum ... 22 Ilium ... 23 Sekum ... 24 Kolon... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26 Kesimpulan ... 26 Saran ... 26

UCAPAN TERIMA KASIH ... 27 DAFTAR PUSTAKA ... 28 LAMPIRAN ... 31


(39)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Ransum Perlakuan ... 10 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan Perhitungan ... 10 3. Kandungan Nutrien Ransum Komersial ... 10 4. Kandungan Nutrien Tepung Daun Katuk * (As fed) ... 11 5. Rataan Bobot Lemak Abdominal pada Ayam Perlakuan dengan

Ransum ... 14 6. Rataan Bobot Organ Tembolok Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 15 7. Rataan Bobot Duodenum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 17 8. Rataan Bobot Jejunum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 18 9. Rataan Bobot Ilium pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 19 10.Rataan Bobot Sekum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 20 11.Rataan Bobot Kolon pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 21 12.Rataan Panjang Duodenum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 22 13.Rataan Panjang Jejunum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 22 14.Rataan Panjang Ilium pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 23 15.Rataan Panjang Sekum pada Ayam Perlakuan dengan Ransum

Berbasis Serat Kasar Tinggi ... 24 16.Rataan Panjang Kolon pada Ayam Perlakuan dengan Ransum


(40)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) ... 2 2. a) Morfologi Ayam Kampung Jantan dan b) Morfologi ... 5 3. a) Morfologi Ayam Arab betina dan b) Morfologi Ayam Arab Betina .. 6


(41)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Tembolok ... 32 2. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Hati ... 33 3. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Jantung ... 34 4. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Lemak Abdominal ... 35 5. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Gizard ... 376 6. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Duodenum ... 37 7. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Jejunum ... 38 8. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Ilium ... 39 9. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Sekum ... 40 10. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Bobot Organ Kolon ... 41 11. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Panjang Organ Duodenum ... 42 12. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Panjang Organ Jejunum ... 43 13. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Panjang Organ Ilium ... 44 14. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Panjang Organ Sekum ... 45 15. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan

Panjang Organ Kolon ... 46 16. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Pertambahan


(42)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pakan memberikan pengaruh yang cukup besar pada pertumbuhan ayam. Pakan yang diberikan harus sesuai kebutuhan yang diperlukan. Faktor yang ikut mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam adalah kandungan protein dan energi pakan. Selain itu perlu diperhatikan kadar protein yang efesien pada ransum sehingga biaya produksi dapat diminimumkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk bersifat anti bakteri dan menurunkan bau kandang. Pengaruh dari tepung daun katuk pada ayam kampung dapat meningkatkan mutu telur, kadar -karotin telur serta menurunkan kadar kolesterol telur. Pemberian daun katuk juga dapat memberikan efisiensi yang tinggi terhadap pakan tanpa menurunkan berat badan serta pemberian esktrak daun katuk mampu meningkatkan efisiensi pertumbuhan, menurunkan akumulasi lemak, meningkatkan rasa daging.

Daun katuk kaya akan zat besi, provitamin A dalam bentuk β-karotin, vitamin C, protein dan mineral lainnya. Pemilihan ransum tepung daun katuk untuk ayam kampung dan ayam arab, karena pada serat daun katuk memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat mengurangi kadar lemak abdominal, merangsang pertumbuhan sekum, serta tidak meningkatkan kadar toksisitas pada organ.

Pemberian tepung daun katuk dapat meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi efek penurunan bobot badan dan pemberian esktrak daun katuk mampu meningkatkan efisiensi pertumbuhan, menurunkan akumulasi lemak, dan meningkatkan rasa daging (Santoso, 2004).

Ayam kampung memiliki daya adaptasi yang baik dan ayam arab berpotensi menghasilkan telur hingga 70% dari jumlah populasi. Pengaruh daun katuk juga dapat memperbaiki kualitas dari telur maupun pencernaan pada ayam kampung maupun ayam arab.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap organ pencernaan pada Ayam Kampung dan Ayam Arab.


(43)

TINJAUAN PUSTAKA Daun Katuk

Hulshoff et al. (1997) melaporkan bahwa di antara sayuran dan buah-buahan yang diteliti di Indonesia, daun katuk mengandung karoten tertinggi. Di samping itu daun katuk juga mengandung alpha-tocopherol. Katuk memiliki nama latin Sauropus androgynus (L.) Merr, adalah salah satu tanaman yang dapat tumbuh tinggi hingga mencapai 2 m - 3 m, katuk termasuk kepada famili Euphorbiceae.

Gambar 1. Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)

Sumber : Brooks, 2008

Santoso et al. (2004) menyebutkan bahwa daun katuk kaya akan asam benzoate dimana asam tersebut dapat dikonversikan menjadi estradiol benzoat yang mempunyai peranan memperbaiki performa alat reproduksi. Suprayogi et al. (2007) menemukan bahwa daun katuk mengandung androstan-17-one, 3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha, yang dapat dikonversikan menjadi estradiol. Penggunaan daun katuk pada ayam petelur telah terbukti mampu menurunkan kadar kolesterol telur sebesar 40% (Santoso et al., 2004) dan meningkatkan efisiensi produksi sebanyak 20%.

Katuk mengandung nutrisi yang tinggi, yaitu karotenoid (Hulshoff et al., 1997), vitamin C (Padmavathi dan Rao, 1990), dan vitamin E. (Ching dan Mohamed, 2001) dengan warna daunnya yang hijau gelap disebabkan oleh kadar klorofil yang tinggi, selain itu daun katuk juga mengandung protein, lemak, tanin, saponin flavonoid, dan alkaloid (Azis dan Muktiningsih, 2006). Santoso et al. (2004) menyatakan bahwa jika pemberian partisi alkaloid dari daun katuk sebanyak 30 mg/kg pada pakan dapat menurunkan kadar kolesterol telur sebesar 26%, meningkatkan mutu telur serta meningkatkan efisiensi produksi pada ayam arab


(44)

3

petelur. Katuk termasuk tanaman yang memiliki kandungan klorofil tinggi (Rahayu dan Limantara, 2005).

Bender dan Ismail (1975), menyatakan bahwa senyawa kimia pada alkaloid papaverin (PPV) yang diduga mempunyai efek fisiologis dalam tubuh. Kumai et al..

(1994), ikut andil dalam pembuktian bahwa pemberian PPV cenderung mengurangi kecernaan lemak kasar. Hal ini disebabkan oleh suatu efek penghambatan dari PPV terhadap sintesis cairan empedu, sehingga kecernaan lemak kasar menurun.

Menurut Sofyan et al. (2000), serat kasar adalah fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam larutan basa maupun larutan asam encer setelah pendidihan masing-masing selama 30 menit. Serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan sebagian dari pentosan-pentosan (Anggorodi, 1990). Pertumbuhan ternak tergantung dari jumlah konsumsi ransum yang dimakan. Tingkat energi di dalam ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi. Banyaknya pakan yang dikonsumsi tergantung pada jenis hewan yang bersangkutan, besarnya, keaktifanya, temperatur lingkungan dan pakan untuk pertumbuhan atau untuk mempertahankan produksis telur. Tomaszewska et al. (1993) juga menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan adalah merupakan faktor penentu yang paling penting yang menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat oleh ternak dan selanjutnya mempengaruhi tingkat produksi.

Menurut NRC (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah besarnya tubuh ternak, aktivitas ternak, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum. Amrullah (2004) menyatakan bahwa terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap konsumsi harian ransum yaitu kandungan kalori ransum dan suhu lingkungan.

Konsumsi mempengaruhi pertumbuhan ternak, menurut Daghir (1998) diperkirakan 63% dari penurunan pertumbuhan disebabkan menurunnya konsumsi ransum dari ayam. Pertumbuhan juga menurun karena konsumsi ransusmnya menurun, hal ini karena temperatur tinggi dan ayam dalam keadaan stres (Leeson dan Summer, 2001). Namun palatabilitas dapat dipengaruhi oleh bentuk, bau, rasa, tekstur, dan suhu pakan yang diberikan. Selera atau palatabilitas merupakan faktor internal yang merangsang lapar pada ternak (Anggorodi, 1990)

Jagung mengandung pro-vitamin A untuk meningkatkan kualitas daging dan telur, jagung mempengaruhi warna kuning pada kulit dan kuning telur, tapi


(45)

4

kandungan asam amino esensialnya rendah terutaman lisin dan triptofan, sehingga harus diimbangi dengan penggunaan bahan lain sebagai sumber protein yang kandungan asam aminonya tinggi (Suprijatna, 2005).

Suprayogi et al. (2007) menyatakan bahwa 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid yang banyak terdapat dalam daun katuk dapat dihidrolisis menjadi asetat dan berperan dalam siklus asam sitrat untuk menghasilkan ATP. Ini dapat menjelaskan tentang fenomena membaiknya konversi pakan pada ayam Arab petelur yang disuplementasi ekstrak daun katuk. Suprayogi (2007) mengatakan pada daun katuk mengandung tujuh senyawa aktif utama, yaitu lima kelompok senyawa polyunsaturated fatty acid yang merupakan kelompok senyawa eicosanoids yaitu, antara lain Octadecanoic acid; 9-Eicosine; 5, 8, 11-Heptadecatrienoic acid; 9, 12, 15-Octadecatrienoic acid; dan 11, 14, 17-Eicosatrienoic acid. Lima kelompok senyawa ini berperan sebagai prekursor dalam metabolisme seluler yang menghasilkan senyawa prostaglandin, thromboxan, prostacyclin, dan leukotrine.

Penggunaan pada taraf 5%, 10%, dan 15% tepung daun katuk dalam ransum untuk kualitas karkas terbaik ditunjukan pada ayam broiler yang diberi 15% tepung daun katuk, karena mengandung vitamin A tertinggi, kolesterol, dan lemak abdomen terendah (Nasution, 2005). Selain itu serat kasar mempunyai pengaruh terhadap distribusi kadar kolesterol dalam organ atau bagian tubuh hewan tertentu, artinya di satu bagian tubuh kadar kolesterolnya turun, tetapi di bagian lain justru meningkat (Siswanto, 2007).

Anti Nutrisi pada Tanaman Katuk

Zat anti nutrisi tanin dan saponin merupakan kelemahan yang terdapat dalam tanaman katuk dengan kadar yang cukup besar. Tanin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air dan dapat mengendapkan protein dari larutan. Tanin yang diberikan dalam jumlah besar kepada unggas dapat menekan pertumbuhan, karena tanin tersebut dapat menekan retensi nitrogen dan dapat menurunkan daya cerna asam-asam amino yang seharusnya dapat diserap oleh villi-villi usus dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan-jaringan tubuh (Santoso et al., 2004).

Anti nutrisi tersebut umumnya terjadi karena faktor dalam (intrinsic factor) yaitu suatu keadaan ketika tanaman tersebut mempunyai atau mampu memproduksi


(46)

5

anti nutrisi tersebut di dalam organ tubuhnya. Selain itu terdapat faktor luar (enviroment factor), yaitu keadaan dimana secara genetik tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan, zat yang tidak diinginkan masuk ke dalam organ tubuhnya (Wiradimadja, 2007).

Ayam Kampung

Ayam kampung adalah sebutan di Indonesia bagi ayam peliharaan yang tidak ditangani dengan cara budidaya massal komersial serta tidak berasal-usul dari galur atau ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial tersebut. Ayam lokal Indonesia merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius).

Rasyaf (2006) mengemukakan bahwa ada tiga sistem pemeliharaan ayam kampung di Indonesia yaitu system ekstensif, semi intensif, dan intensif. Pemeliharaan secara intensif dilakukan dengan empat prinsif, yaitu kandang sehat, pakan teratur, vaksinasi berkala dan biosekuriti.

Kebutuhan gizi ayam kampung paling tinggi selama minggu awal dari kehidupan, oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral, dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. Perbaikan genetik dan peningkatan mutu pemeliharaan ayam kampung harus didukung dengan perbaikan nutrisi pakan (Yuniza dan Wahyu, 1996). Pertambahan bobot badan anak ayam buras yang dipelihara intensif rata-rata 373,40 g dan yang dipelihara secara ekstensif adalah 270,67 g (Murtidjo, 2006).

Gambar 2. a) Morfologi Ayam Kampung Jantan dan b) Morfologi Ayam Kampung Betina

Sumber : Suharno, 1996


(47)

6 Ayam Arab

Ayam arab (Gallus turcicus) secara morfologi memiliki warna bulu yang bervariasi seperti warna emas, perak atau kuning emas kemerahan (Darmana dan Sitanggang, 2002). Darmana dan Sitanggang (2002) mengungkapkan bahwa ayam arab adalah hasil dari kawin silang antara ayam breekels (asal Belgia) dengan ayam kampung lokal.

a) b)

Gambar 3. a) Morfologi Ayam Arab betina dan b) Morfologi Ayam Arab Betina

Sumber : Kholis dan Sitanggang, 2002

Ayam arab bersifat gesit, lincah, aktif dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat, pada ayam betina dewasa mampu memproduksi hasil telur sebanyak ± 200 butir telur/tahun dengan berat telur rata-rata 40 gram. Selain itu ayam arab ini memiliki produktivitas telur yang cukup tinggi (Kholis dan Sitanggang, 2003).

Lemak Abdominal

Lemak adalah sebuah zat yang ditemukan pada jaringan tanaman dan hewan. Lemak tidak dapat dilarutkan dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti benzena, eter, dan klorofom. Lemak dapat bereaksi sebagai suatu pembawa elektron, pembawa substrat dalam reaksi enzim, sebagai komponen dari membran biologi, sumber dan tempat penyimpanan energi (McDonald et al., 2002).

Pada unggas lemak merupakan bahan penting yang harus terkandung dalam bahan pakan, selain menyumbangkan energi, lemak dapat berfungsi dalam memperbaiki konsistensi fisik dari pakan dan dispersi dari campuran bahan-bahan mikro seperti vitamin dalam pakan. Pentingnya karakterisasi kualitas lemak dapat mempengaruhi nilai dan keamanan nutrisi pakan. Karakteristik atau sifat dari lemak digunakan untuk menaksir nilai nutrisi yang mencakup kelembapan, ketidakmurnian, asam lemak terbang, total asam lemak, dan komposisi asam lemak.


(1)

42 Lampiran 11. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Panjang Organ

Duodenum ANOVA

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 0,08 0,03 1,16 4,07 7,59

Erorr 8 0,04 0,01

Total 11 0,12 0,01

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Uji Lanjut Menggunakan DMRT

Perlakuan N Subset Stdev

A

Arab Jantan 3 0.02333 0,003

Kampung Jantan 3 0.027 0,007

Kampung Betina 3 0.027 0,002

Arab Betina 3 0.02967 0,002

Keterangan: N = ulangan

A = nilai DMRT pada taraf 5%


(2)

43 Lampiran 12. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Panjang Organ

Jejunum ANOVA

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 0,11 0,04 0,50 4,07 7,59

Erorr 8 0,38 0,05

Total 11 0,50 0,04

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Uji Lanjut Menggunakan DMRT

Perlakuan N Subset Stdev

1

Kampung Jantan 3 0.055 0,006

Arab Jantan 3 0.05867 0,007

Kampung Betina 3 0.062 0,017

Arab Betina 3 0.064 0,002

Keterangan: N = ulangan

A = nilai DMRT pada taraf 5%


(3)

44 Lampiran 13. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Panjang Organ

Ilium ANOVA

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 0,22 0,07 1,06 4,07 7,59

Erorr 8 0,37 0,05

Total 11 0,59 0,05

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Uji Lanjut Menggunakan DMRT

Perlakuan N Subset Stdev

A

Arab Jantan 3 0,047667 0,013

Kampung Betina 3 0,048 0,005

Kampung Jantan 3 0,051667 0,006

Arab Betina 3 0,058 0,005

Keterangan: N = ulangan

A = nilai DMRT pada taraf 5%


(4)

45 Lampiran 14. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Panjang Organ

Sekum ANOVA

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 0,21 0,07 13,62 4,07 7,59

Erorr 8 0,24 0,03

Total 11 0,26 0,02

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Uji Lanjut Menggunakan DMRT

Perlakuan N Subset Stdev

A B

Kampung Jantan 3 0.01533 b 0,005

Arab Jantan 3 0.02933 a 0,001

Arab Betina 3 0.031 a 0,001

Kampung Betina 3 0.03333 a 0,005

Keterangan: N = ulangan

A atau B = nilai DMRT pada taraf 5%

a atau b = Menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) ab = Menunjukkan hasil sangat berbeda nyata (P>0,01)


(5)

46 Lampiran 15. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Panjang Organ

Kolon ANOVA

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 0,01 0,005 1,64 4,07 7,59

Erorr 8 0,02 0,003

Total 11 0,04 0,003

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Uji Lanjut Menggunakan DMRT

Perlakuan N Subset Stdev

A

Kampung Jantan 3 0.00733 0,001

Arab Betina 3 0.00867 0,002

Arab Jantan 3 0.009 0,001

Kampung Betina 3 0.00967 0,001

Keterangan: N = ulangan

A = nilai DMRT pada taraf 5%


(6)

47 Lampiran 16. ANOVA dan Uji Duncan Ayam Perlakuan Terhadap Volume

Tembolok ANOVA

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 0,13 0,04 0,72 4,07 7,59

Erorr 8 0,12 0,01

Total 11 0,15 0,01

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil hitungan dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

Uji lanjut menggunakan DMRT

Perlakuan N Subset Stdev

A

Arab Betina 3 0.03433 0,007

Kampung Jantan 3 0.03433 0,007

Kampung Betina 3 0.03933 0,005

Arab Jantan 3 0.04033 0,002

Keterangan: N = ulangan

A = nilai DMRT pada taraf 5%