Perjanjian Lama Keluarga menurut Alkitab

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti 127

B. Uraian Materi

1. Keluarga menurut Alkitab

a. Perjanjian Lama

Tidak ada kata untuk “keluarga” di Perjanjian Lama Bahasa Ibrani yang dapat disamakan secara tepat dengan kata modern, “keluarga inti”. Beberapa kelompok sosial digambarkan sebagai “suku”, dan menggambar asal etnik. Kata umumnya beth ab = rumah ayah dapat berarti keluarga inti yang tinggal di rumah yang sama Kejadian 50:7-8; kelompok sanak yang lebih besar atau luas termasuk dua atau lebih generasi Kejadian 7:1; 14:14; dan juga sanak dengan berarti lebih luas Kejadian 24:38. Kata lain menunjuk ke kelompok sanak yang besar dan kadang-kadang diterjemahkan sebagai “kaum” Bilangan 27:8-11. Pada kenyataannya, keluarga-keluarga yang digambarkan di Perjanjian Lama adalah rumah tangga yang mempunyai seorang laki-laki pada pusat kehidupan keluarga. Rumah tangga terdiri atas semua orang, anak-anak, kerabat lain, pelayan-pelayan dan orang lain yang tinggal di rumah. Sebelum masa Daud, hidup keluarga difokuskan pada keperluan umum yaitu pekerjaan, makanan, dan perlindungan. Rumah tangga adalah tempat dimana pendidikan, sosialisasi, dan pendidikan agamani, terjadi. Walaupun ada kekuatan-kekuatan di pola hidup ini, ada banyak penyalahgunaan, dan banyak contoh keluarga yang fungsinya terganggu di Perjanjian Lama misalnya keluarga Ishak, Yakub, Daud. Sentralisasi negara di Yerusalem di bawah Daud dan Salomo menjadi perubahan serupa dengan yang terjadi di peradaban lain. Ada pemindahan kekuasaan dari kepala keluarga ke penguasa di pusat. Keluarga harus menyumbang ke keperluan umum seperti Samuel mengatakan bahwa mereka harus melakukannya - 1 Samuel 8:10-18. Kemudian, selama negara berjalan dari satu krisis ke lain, utang meningkat dan orang kaya membeli tanah orang miskin, dan lebih dari itu mereka membeli orang miskin itu sendiri Yesaya 5:8-10; Amsal 2:6-8. Orang tua dan anak-anak Keinginan suami isteri yang paling besar ialah mempunyai banyak anak Mazmur 127:3-5, terutama laki-laki. Hal itu jelas kelihatan dalam sejarah Abraham dan caranya menghadap Allah, sumber datangnya anak itu. Anak sulung mempunyai kedudukan yang istimewa. Bila bapaknya meninggal, dia mendapat warisan dua kali lipat dan menjadi kepala keluarga. Tapi kadang-kadang orang tua ingin menunjukkan belas kasihan khusus kepada anak bungsunya. Seperti 128 Buku Guru Kelas XI SMASMK yang dilakukan Yakub terhadap Yusuf dan Benyamin. Anak perempuan tidak mendapat warisan dari bapaknya, kecuali sang bapak tidak mempunyai anak laki- laki bandingkan Ayub 42:13-15. Di Mesapotamia kuno, khususnya seperti yang digambarkan dalam naskah- naskah asal Nuzi, terbukti praktik mengadopsi anak oleh keluarga mandul, untuk menggantikan kedudukan anak kandung. Maka pertimbangan Abraham mengangkat seorang hambanya menjadi ahli warisnya, adalah selaras dengan praktik tersebut. Tapi tidak ada undang-undang khusus mengenai adopsi dalam Perjanjian Lama. Peristiwa-peristiwa adopsi yang diceritakan terkait dengan unsur asing misalnya Musa diangkat oleh putri Firaun [Keluaran 2:10] dan Ester oleh Mordekhai [Ester 2:7, 15] atau tidak merupakan adopsi murni karena anak yang diangkat adalah dari garis keturunan kandung, seperti dalam hal Yakub terhadap anak-anak Yusuf Kejadian 48:5, 12, dan Naomi terhadap anak Rut Rut 4:16-17. Pada usia kecil anak-anak diasuh oleh ibunya, tapi sesudah lebih besar, anak laki- laki dilibatkan dalam pekerjaan bapaknya, sehingga pada umumnya para bapaklah yang menentukan pendidikan putranya dan para ibu menentukan pendidikan putrinya. Bahwa penghormatan terhadap ibu patut sama seperti terhadap bapak dari pihak anak-anak, terbukti dari Firman ke-5 Keluaran 20:12. Solidaritas keluarga Ada dua unsur utama yang menimbulkan solidaritas keluarga pada zaman Bapak leluhur, yaitu 1 perasaan sedarah atau turunan; 2 kesatuan tempat tinggal dan kesamaan kewajiban-kewajiban sesuai adat kebiasaan dan hukum. Sesudah tanah Kanaan diduduki, kecenderungan rumah-rumah tangga terpisah dan berdiri sendiri melemahkan semangat solidaritas itu, namun semangat itu tetap penting selama zaman Perjanjian Lama. Salah satu ciri nyata dari kesatuan ini, ialah hak setiap anggota kelompok untuk dilindungi oleh kelompoknya, dan memang adalah kewajiban kelompok itu untuk memberi pelayanan tertentu kepada anggotanya.

b. Perjanjian Baru