Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI atau Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS

136 | E k o n o m i S y a r i a h T e r k i n i Ericson 13 menyebutkan strategi yang dapat digunakan untuk menjaga kondisi likuiditas adalah: 1. Melakukan rescheduling memperpanjang kewajiban-kewajiban yang akan jatuh tempo. 2. Melakukan diversifikasi sumber dana mayoritas sumber likuiditas bank syariah berasal dari dana pihak ketiga, injeksi dana oleh bank induknya, pinjaman di PUAS dan dari penerbitan sukuk korporasi. Diversifikasi dapat dilakukan dengan menciptakan produk-produk yang inovatif yang sesuai syariah dan menarik bagi masyarakat. 3. Melakukan koordinasi secara rutin antara unit kerja marketing, treasury dan pembiayaan dalam rapat ALCO Assets and Liabilities Committee untuk mengetahui kebutuhan dana yang muncul dari komitmen pembiayaan serta jangka waktunya sehingga unit kerja marketing dan treasury dapat mencari sumber dana yang sesuai.

c. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI atau Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS

SWBI merupakan mekanisme penitipan dana ke Bank Indonesia pada saat Bank Syariah mengalami kelebihan dana. SWBI adalah instrument moneter berdasarkan prinsip Syariah yang dapat dimanfaatkan oleh Bank Syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditasnya. Menurut peraturan Bank Indonesia PBI 14 Nomor 672004, SWBI adalah instrumen Bank Indonesia BI sebagai fasilitas penitipan dana jangka pendek bagi bank dan unit usaha Syariah yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah. Sehingga dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang diisyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian ‘athaya yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia. SWBI merupakan kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip Syariah. SWBI mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Merupakan tanda bukti penitipan dana berjangka pendek; 2. Diterbitkan oleh Bank Indonesia BI; 3. Merupakan instrumen kebijakan moneter dan sarana penitipan dana sementara; 4. Ada bonus atas transaksi penitipan dana. 13 Leon, Boy dan Sonny Ericso, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Non Devisa, cetakan 1, Jakarta, Grasindo, 2007. 14 Lebih lanjut lihat PBI Nomor 672004 tentang SWBI. K o n f e r e n s i I n t e r n a s i o n a l | 137 Adapun skema SWBI dapat dilihat pada Gambar di bawah ini Gambar 1 Skema Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Fatwa Dewan Syariah Nasional DSN No 36DSN-MUX2002 tentang SWBI menyatakan beberapa hal berikut: 1. Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrumen moneter berdasarkan prinsip syariah yang dinamakan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia SWBI, yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditasnya. 2. Akad yang digunakan untuk instrumen SWBI adalah akad wadi’ah sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN No. 01DSN-MUIIV2000 tentang Giro dan Fatwa DSN No. 02DSN-MUIIV2000 tentang Tabungan. 3. Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian ‘athaya yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia. 4. SWBI tidak boleh diperjualbelikan Terhitung bulan Maret 2008 SWBI tidak berlaku lagi dan digantikan dengan instrumen Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS. Pada tanggal 31 Maret 2008 bank Indonesia mengeluarkan Peraturan bank Indonesia Nomor 1011PBI tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS. PBI tersebut menyatakan yang dimaksud SBIS adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Penerbitan SBIS sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka bersifat kontraksi oleh Bank Indonesia bertujuan untuk mendukung efektifitas pengendalian moneter syariah. Melalui penerbitan SBIS, diharapkan dapat membantu Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas 138 | E k o n o m i S y a r i a h T e r k i n i menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang bermuara pada terpenuhinya tujuan Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sementara bagi perbankan syariah, instrumen ini dapat digunakan untuk pengelolaan likuiditas jangka pendeknya. Penerbitan SBIS dilakukan melalui mekanisme lelang dengan peserta Bank Umum Syariah BUS, Unit Usaha Syariah UUS, dan pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS atau UUS. Untuk dapat mengikuti lelang SBIS, bank syariah harus memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio yang ditetapkan oleh Bank Indonesia minimal 80. Penggunaan SBIS telah mendapat persetujuan dari Dewan Syariah Nasional berdasarkan fatwa No.64DSN-MUIXII2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah.Akad ju’alah adalah janji atau komitmen iltizam untuk memberikan imbalan tertentu ’iwadhju’l atas pencapaian hasil natijah yang ditentukan dari suatu pekerjaan dalam hal ini pengendalian moneter.Selain berfungsi sebagai instrument moneter, berdasarkan fatwa DSN tersebut, SBIS juga dapat digunakan sebagai instrument pengelolaan likuiditas bagi perbankan syariah. Hal ini didukung dengan jangka waktu SBIS yang hanya 1 satu bulan sampai dengan 12 dua belas bulan, meskipun tidak dapat diperdagangkan. Tabel 1. Karakteristik SBIS SBIS Keterangan Akad Ju’alah sesuai Fatwa DSN-MUI . Ju’alah merupakan janji atau komitmen iltizam untuk memberikan imbalan reward’iwadhju’l tertentu atas pencapaian hasil natijah yang ditentukan dari suatu pekerjaan Jangka waktu 1 – 12 bulan Saat ini hanya tersedia SBIS dengan jangka waktu 3 bulan 91 hari Perdagangan di pasar sekunder Tidak dapat diperdagangkan Hanya dapat direpokandiagunkan kepada Bank Indonesia Imbalan RRT hasil lelang SBI terakhir. Penetapan besarnya imbalan ditentukan oleh Bank Indonesia Pembayaran imbalan Pada saat jatuh tempo bulanan K o n f e r e n s i I n t e r n a s i o n a l | 139 Pembatasan investasi dan kepemilikan Hanya dapat dimiliki oleh bank syariah yang memiliki FDR80 Tujuan ditetapkannya persyaratan FDR80 adalah agar bank tetap fokus kepada pembiayaan. Sumber: Bank Indonesia Dalam konteks operasi moneter syariah OMS, Bank Indonesia mengumumkan target penyerapan likuiditas melalui penerbitan SBIS ju’alah kepada bank syariah. Sebagai underlying ju’alah adalahpartisipasikontribusi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter penyerapan likuiditas melalui penempatan dana di rekening SBIS ju’alah dalam bentuk wadiah amanah. Jangka waktu titipan ditentukan oleh Bank Indonesia. Dana yang dititipkan tersebut tidak dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan dan tidak boleh ditarik oleh bank syariah sebelum jatuh tempo. d. Lending Facility: Repurchase Agreement Repo Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10 17 DPM tanggal 31 Maret 2008, Perihal: Tata Cara Transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia, disebutkan repurchase agreement SBIS atau disingkat Repo SBIS adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada perbankan syariah dengan agunan SBIS collateralized borrowing berjangka waktu 1 satu hari ON dan menggunakan akad qardh yang diikuti dengan rahn.Qard adalah pinjaman dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan rahn adalah penyerahan agunan oleh bank syariah rahin kepada Bank Indonesia murtahin sebagai jaminan untuk mendapatkan qard. Penggunaan akad ini telah mendapat izin dari Dewan Syariah Nasional. Tujuan dari penyediaan fasilitas ini adalah untuk membantu bank syariah apabila bank mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek. Dalam hal bank syariah memerlukan likuiditas, maka berdasarkan ketentuan Bank Indonesia dan fatwa DSN no.64DSN-MUIXII2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah, bank dapat merepokan SBIS yang dimilikinya dengan membayar sejumlah charge tertentu biaya repo sebagai denda gharamah karena bank telah melanggar komitmennya untuk tidak menarik dananya sebelum jatuh tempo sehingga dapat mengganggu kemaslahatan operasi moneter syariah. 140 | E k o n o m i S y a r i a h T e r k i n i Seperti halnya Repo SBIS, penyediaan fasilitas repo SBSN, bertujuan untuk membantu bank syariah yang sedang mengalami kesulitan likuiditas yang bersifat sementara jangka pendek. Perbedaan kedua fasilitas ini terletak pada underlying-nya dan akad yang digunakan. SBSN menggunakan akad jual beli ba’i yang diikuti dengan janji wa’d untuk membeli kembali. Bank syariah sebagai penjual dibolehkan untuk memberikan janji dalam dokumen yang terpisah untuk membeli kembali SBSN pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Penggunaan akad ini didasarkan atas opini DSN tentang repo SBSN. Sumber: Bank Indonesia Gambar 2 Mekanisme Repo SBSN Dengan tersedianya piranti kebijakan moneter syariah tersebut, maka selain dapat membantu Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya, juga dapat membantu bank syariah dalam pengelolaan likuiditas hariannya sehingga kecukupan likuiditas perbankan syariah diharapkan dapat terjaga. Bank syariah yang mengalami kelebihan likuiditas yang sifatnya jangka pendek atau kelebihan likuiditas yang belum dapat tersalurkan dalam bentuk pembiayaan dapat menempatkan kelebihan dananya di PUAS dan di Bank Indonesia dalam bentuk FASBIS dan atau SBIS. Sebaliknya jika piranti kebijakan moneter syariah tidak tersedia, sementara PUAS masih belum berfungsi dengan baik maka apabila terjadi kenaikan likuiditas perbankan syariah akibat naiknya dana pihak ketiga dan pelunasan pembiayaan, akan menjadi beban bagi bank syariah, karena dana tersebut menjadi idle yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja bank seiring meningkatnya cost of fund dan menurunnya pendapatan. Bank Syariah Bank Syariah Bank Syariah Bank Syariah 1 2 Beli-kembali wa’ad 1. Penjualan SBSN oleh Bank Syariah kepada Bank Indonesia Dalam jangka waktu tertentu Bank Syariah berjanji untuk membeli kembali SBSN dimaksud dokumen legal yg terpisah 2. Bank Syariah membeli kembali SBSN Jual K o n f e r e n s i I n t e r n a s i o n a l | 141 Demikian juga halnya jika perbankan syariah mengalami kesulitan likuiditas dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dananya dari PUAS, maka bank dapat melakukan peminjaman dana ke BI dalam bentuk repo sehingga operasional bank tetap dapat berjalan dengan baik dan kinerja bank tidak terganggu. Dengan adanya fasilitas repo diharapkan dapat membantu bank syariah dalam mengatasi permasalahan likuiditas sehingga tidak mengganggu penyaluran dana berupa pembiayaan.

e. Pasar Uang Antar Bank Syariah PUAS PUAS di Indonesia