Different Photoperiod and Light Intensity on Growth and Survival of Juvenile Tinfoil Barb Barbonymus schwanenfeldii.
PERBEDAAN LAMA PENYINARAN DAN INTENSITAS CAHAYA
TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA SINTASAN BENIH
IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii
MOCHAMAD NURDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbedaan Lama
Penyinaran dan Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan serta Sintasan Benih
Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2014
Mochamad Nurdin
NIM C151114051
RINGKASAN
MOCHAMAD NURDIN. Perbedaan Lama Penyinaran dan Intensitas Cahaya
terhadap Pertumbuhan serta Sintasan Benih Ikan Tengadak Barbonymus
schwanenfeldii. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan ANI WIDIYATI.
Ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii merupakan salah satu jenis ikan
endemik yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera, habitatnya di sungai sedang,
sungai besar, maupun rawa banjiran. Ikan tengadak sebagai salah satu komoditas
ikan hias, namun berpotensi untuk dibudidayakan sebagai ikan konsumsi.
Permasalahan ikan tengadak adalah overfishing, terancam punah, budidaya belum
berkembang, pertumbuhan lambat, dan sintasan rendah. Untuk mendukung
budidaya ikan tersebut sangat dibutuhkan teknologi produksi benih secara massal
dan berkesinambungan. Manipulasi lingkungan dengan lama penyinaran dan
intensitas cahaya diduga dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama penyinaran dan intensitas cahaya
yang terbaik terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak.
Ikan uji adalah benih ikan tengadak dengan rata-rata bobot dan panjang
tubuh awal 0.12±0.04 g dan 2.01±0.22 cm. Ikan dipelihara dalam bak plastik 50
liter sebanyak 50 ekor/bak dan diberi pakan 3 kali sehari. Penggunaan lampu TL
putih dengan intensitas cahaya yang berbeda dan penentuan lama penyinaran
dengan automatic timer. Perlakuan terdiri atas (L6I250) lama penyinaran 6 jam dan
intensitas cahaya 250 lux, (L6I400) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya
400 lux, (L6I550) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 550 lux, (L12I250)
lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 250 lux, (L12I400) lama penyinaran
12 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L12I550) lama penyinaran 12 jam dan
intensitas cahaya 550 lux, (L18I250) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya
250 lux, (L18I400) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L18I550)
lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux. Setiap perlakuan dengan
tiga kali ulangan. Parameter pengamatan penelitian adalah laju pertumbuhan
spesifik, panjang mutlak, sintasan, jumlah konsumsi pakan, efesiensi pakan, serta
daya tahan tubuh ikan terhadap arus air yang dianalisis menggunakan analisis
sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan dengan selang kepercayaan 95%. Data sebaran bobot
dan panjang ikan serta kualitas air dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya interaksi lama penyinaran dan
intensitas cahaya pada benih ikan tengadak yang berpengaruh nyata terhadap laju
pertumbuhan spesifik, panjang mutlak ikan, jumlah konsumsi pakan, dan tingkat
daya tahan tubuh benih ikan tengadak. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap
sintasan dan efesiensi pakan. Selain itu, lama penyinaran dan intensitas cahaya
juga mempengaruhi sebaran bobot dan panjang benih ikan tengadak.
Pemeliharaan benih ikan tengadak yang terbaik bila dipelihara pada lama
penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux.
KEYWORDS: Barbonymus schwanenfeldii, growth, light intensity, photoperiod,
survival
SUMMARY
MOCHAMAD NURDIN. Different Photoperiod and Light Intensity on Growth
and Survival of Juvenile Tinfoil Barb Barbonymus schwanenfeldii. Supervised by
KUKUH NIRMALA and ANI WIDIYATI.
Tinfoil barb Barbonymus schwanenfeldii is one of the endemic fish species
from Borneo and Sumatera. Tinfoil barb as one of the ornamental fish
commodities, but has the potential to be aquaculture as a consumption fish. To
support the much needed aquaculture juvenile mass production technologies and
sustainable. Problems Tinfoil barb is overfishing, endangered, aquaculture has not
grown, relatively slow growth, and low survival rate. Environmental manipulation
such as photoperiod and light intensity could be expected to be applied to increase
fish production. This study aimed to determine the best of photoperiod and light
intensity on growth and survival of juvenile Tinfoil barb.
Tinfoil barb with the initial average of body weight and length of 0.12±0.04
g and 2.01±0.22 cm were used. Fish were reared in the plastic tank with water
volume of 50 l and stocked of 50 fish each tank. Fish was fed commercial food
three times a day. White fluorescent lamp was used in order to adjust to light
intensity and provided with automatic timer. Factorial completely randomized
design with two factors was performed. The treatments of this experiment were as
followed: (L6I250) photoperiod of 6 hours and 250 lux, (L6I400) photoperiod of 6
hours and 400 lux, (L6I550) photoperiod of 6 hours and 550 lux, (L12I250)
photoperiod of 12 hours and 250 lux, (L12I400) photoperiod of 12 hours and 400
lux, (L12I550) photoperiod of 12 hours and 550 lux, (L18I250) photoperiod of 18
hours and 250 lux, (L18I400) photoperiod of 18 hours and 400 lux, (L18I550)
photoperiod of 18 hours and 550 lux. Each treatment consisted of three replicates.
Parameter study are survival rate, specific growth rate, absolute length, total feed
intake, feed efficiency, and vitality of juvenile Tinfoil barb to water flow were
analyzed using analysis of variance followed by Duncan's test post hoc to
determine differences between treatments with 95% confidence interval. Data
distribution of the weight and length of the fish, water quality were analyzed
descriptively.
The results showed the existence of interaction photoperiod and light
intensity on juvenile Tinfoil barb that significantly affect the specific growth rate,
absolute length, total feed intake, and vitality level of juvenile Tinfoil barb. But no
significantly effect on survival and efficiency feed. In addition, photoperiod and
light intensity also affects the distribution of weight and length of juvenile Tinfoil
barb. Growth and survival Tinfoil barb the best performances at photoperiod of 12
hours and 550 lux was found.
Key words: Barbonymus schwanenfeldii, growth, light intensity, photoperiod,
survival
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERBEDAAN LAMA PENYINARAN DAN INTENSITAS CAHAYA
TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA SINTASAN BENIH
IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii
MOCHAMAD NURDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji luar komisi: Dr Ir Eddy Supriyono, MSc
Judul Tesis : Perbedaan Lama Penyinaran dan Intensitas Cahaya terhadap
Pertumbuhan serta Sintasan Benih Ikan Tengadak Barbonymus
schwanenfeldii
Nama
: Mochamad Nurdin
NIM
: C151114051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
Ketua
Dr Ir Ani Widiyati, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 sampai November 2013 ini ialah
manipulasi lingkungan budidaya perikanan, dengan judul Perbedaan Lama
Penyinaran dan Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan serta Sintasan Benih
Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
dan Ibu Dr Ir Ani Widiyati, MSi selaku pembimbing serta Bapak Dr Ir Eddy
Supriyono, MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ibu Ir Siti Farikah, MM sebagai Kepala Badan
Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Kabupaten Bogor, Bapak Eri Setiadi, SSi MSc dan Ir Imam Taufik,
MSi dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Mochamad Nurdin
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
3
3
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Parameter Penelitian
Analisis Data
3
3
3
3
4
5
6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
7
7
14
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
18
18
18
DAFTAR PUSTAKA
18
DAFTAR TABEL
1 Parameter dan alat pengukuran kualitas air
5
2 Rata-rata laju pertumbuhan spesifik (LPS), panjang mutlak (PM), sintasan
(SR) pada benih ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan
intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
8
3 Rata-rata jumlah konsumsi pakan (JKP) dan efesiensi pakan (EP) pada benih
ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
setelah dipelihara selama 30 hari
9
4 Kualitas air selama pemeliharaan benih ikan tengadak dengan perbedaan
lama penyinaran dan intensitas cahaya
13
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram kerangka pemikiran pertumbuhan serta sintasan benih ikan
tengadak melalui manipulasi lingkungan dengan lama penyinaran dan
intensitas cahaya
2
2 Desain penelitian perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya pada
Benih ikan tengadak
4
3 Grafik pertambahan bobot benih ikan tengadak selama pemeliharaan dengan
perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
7
4 Grafik pertambahan panjang benih tengadak selama pemeliharaan dengan
perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
7
5 Sebaran bobot benih ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan
intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
10
6 Sebaran panjang benih ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan
intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
11
7 Tingkat daya tahan tubuh benih ikan tengadak terhadap arus air setelah
dipelihara dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya. Hurufhuruf yang sama diatas balok data menunjukkan pada tiap perlakuan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
12
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Juli 1983 sebagai anak
sulung dari pasangan Djarkasih dan Eti Nurbaeti. Pendidikan sarjana di tempuh di
Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun 2005. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program magister pada Program Studi Ilmu Akuakultur dan pada perguruan tinggi
yang sama diperoleh pada tahun 2012.
Penulis bekerja sebagai Penyuluh Perikanan pada Badan Ketahanan
Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Bogor sejak tahun 2012 hingga sekarang.
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii merupakan salah satu jenis ikan
endemik yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera, habitatnya di sungai sedang,
sungai besar, maupun rawa banjiran (Huwoyon et al. 2010). Ikan tengadak yang
dikenal dengan Tinfoil barb pada ukuran 1 – 2 inchi dijadikan sebagai komoditas
ikan hias, namun berpotensi untuk dibudidayakan sebagai ikan konsumsi yang
dilakukan di kolam atau keramba jaring apung (Widiyati et al. 2012). Ikan
tengadak sebagai ikan hias ukuran satu inchi dijual Rp. 1000 per ekor, sedangkan
harga ikan tengadak untuk konsumsi di Kalimantan Barat Rp. 40.000–55.000 per
kg (200-300 g/ekor). Untuk mendukung budidaya ikan tersebut sangat dibutuhkan
teknologi produksi benih secara massal dan berkesinambungan.
Keberadaan ikan tengadak sudah mulai berkurang akibat tingginya tingkat
penangkapan yang tidak memperhatikan tingkat kelestariannya di alam
(overfishing) dan terancam punah. Kottelat and Widjanarti (2005), mengatakan
akibat overfishing yang dilakukan sejak tahun 2000 mengakibatkan populasi ikan
di Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) menyusut drastis, diperkirakan
populasi ikan di TNDS tinggal 25%. Ikan hasil tangkapan ini memasok sekitar
60% dari hasil perikanan ikan air tawar di Kalimantan Barat. Sejumlah ikan
tangkapan di kawasan danau ini antara lain ikan jelawat Leptobarbus hoevenii,
ikan baung Mystus nemurus, ikan belida Chitala lopis, dan ikan tengadak
Barbonymus schwanenfeldii. Usaha produksi benih tengadak dari hasil budidaya
masih belum berkembang, meskipun beberapa penangkar sudah mulai
membudidayakan benih-benih ikan, namun masih dari hasil tangkapan di alam.
Sintasan benih tengadak yang dipelihara di kolam 30-50% dan pertumbuhan ikan
tengadak relatif lambat. Hasil penelitian Huwoyon et al. (2010) ikan tengadak
ukuran awal 5-6 cm (3-5 g) dengan padat tebar 20 ekor/m3 dan dipelihara selama
150 hari menghasilkan laju pertumbuhan spesifik 0.57±0.02%.
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang esensial karena memiliki
beberapa kualitas karakteristik (spektrum atau panjang gelombang), kuantitas
(intensitas) dan periodisitas (fotoperiode/lama penyinaran) yang merangsang efek
fisiologi pada ikan. Menurut Boeuf and Le-Bail (1999), teknik manipulasi
lingkungan untuk meningkatkan pertumbuhan dan sintasan ikan diantaranya
dengan manipulasi lama penyinaran dan intensitas cahaya. Penyinaran dalam
waktu yang lebih lama dapat meningkatkan pertumbuhan dan efesiensi pakan
pada ikan Gilthead seabream Sparus aurata L. (Vardar and Yildirim 2012), benih
Mirror carp Cyprinus carpio (Yagci and Yigit 2009) dan Rainbow trout
Oncorhynchus mykiss (Ergun et al. 2003; Sonmez et al. 2009; Barimani et al.
2013). Selain itu, lama penyinaran dapat mempengaruhi perkembangan renang
larva Atlantic salmon Salmo salar L. (Martin et al. 2012), tingkat melatonin
Lipped barb Osteochilus hasselti C.V (Prayoga et al. 2012), pematangan gonad
Atlantic cod Gadus morhua L. (Karlsen et al. 2006) dan Goldfish Carassius
auratus (Sarkar and Upadhyay 2011). Sedangkan pada ikan nokturnal, lama
penyinaran yang diminimalkan dapat meningkatkan pertumbuhan, efesiensi pakan
serta warna tubuh pada benih African catfish Clarias gariepinus (Musthapha et al.
2
2012), ternyata dapat mempengaruhi jumlah sel darah dan menurunkan stress
pada Clarias batrachus (Srivastava and Choudhary 2010).
Kemampuan ikan untuk tertarik pada sumber cahaya berbeda-beda. Cahaya
dengan segala aspek yang dikandungnya seperti intensitas dan panjang gelombang
akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung pergerakan atau
tingkah laku ikan. Peristiwa pergerakan berkumpulnya ikan di bawah cahaya
dapat dikatakan pengaruh secara langsung, sedangkan peristiwa tidak langsung
yakni karena adanya cahaya maka plankton dan ikan-ikan kecil berkumpul
kemudian ikan yang dimaksud berkumpul dengan tujuan mencari makan. Boeuf
and Le-Bail (1999) ada ikan yang menyukai pada intensitas cahaya rendah, ada
juga ikan yang menyukai intensitas cahaya tinggi. Berdasarkan hasil penelitian
Karakatsouli et al. (2010), pertumbuhan Mirror common carp Cyprinus carpio
pada intensitas cahaya 150 dan 300 lux tidak berbeda nyata.
Teknik manipulasi lingkungan dengan lama penyinaran dan intensitas
cahaya diduga dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi ikan. Namun kajian
mengenai pengaruh lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan
serta sintasan ikan belum dilakukan pada pendederan ikan tengadak.
Kerangka Pemikiran
Permasalahan pada benih ikan tengadak yaitu overfishing, terancam punah,
budidaya belum berkembang, pertumbuhan relatif lambat dan sintasan rendah.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan manipulasi lingkungan,
diantaranya dengan penambahan lama penyinaran dan intensitas cahaya selama
pemeliharaan benih tengadak. Secara kuantitas, penambahan penyinaran dan
intensitas cahaya yang optimal akan memudahkan ikan untuk melihat pakannya
sehingga diduga dapat meningkatkan jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan
serta mempengaruhi ukuran ikan dan diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan ikan. Secara kualitas, penambahan penyinaran dan intensitas cahaya
akan berdampak pada daya tahan tubuh ikan terhadap arus air yang pada akhirnya
meningkatkan sintasan ikan.
Benih
Tengadak
a. Tangkap lebih
b. Terancam punah
c. Budidaya belum
berkembang
d. Pertumbuhan
lambat
e. Sintasan rendah
Gambar 1.
a. Lama
penyinaran
b. Intensitas
cahaya
Kuantitas
a. Jumlah konsumsi pakan
b. Efesiensi pakan
c. Ukuran ikan
Peningkatan
Pertumbuhan
Manipulasi
lingkungan
Kualitas
Daya tahan tubuh ikan
terhadap arus air
Peningkatan
Sintasan
Diagram kerangka pemikiran pertumbuhan serta sintasan benih ikan
tengadak melalui manipulasi lingkungan dengan lama penyinaran
dan intensitas cahaya
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama penyinaran dan intensitas
cahaya yang terbaik terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan diperoleh teknologi manipulasi
lingkungan untuk meningkatkan produksi benih ikan tengadak terutama
kebutuhan untuk ikan hias.
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2013 di
Instalasi Penelitian Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih ikan tengadak
dengan bobot dan panjang tubuh awal 0.12±0.04 g dan 2.01±0.22 cm serta pakan
komersil dengan kandungan protein 32.6%, lemak 8.75%, air 8.13%, abu 12.2%,
serat kasar 0.96%, dan BETN 37.4%.
Alat yang digunakan adalah bak plastik berukuran 70 cm x 40 cm x 35 cm
sebanyak 27 buah untuk pemeliharaan ikan selama penelitian, lampu TL putih
sebanyak 27 buah dengan intensitas cahaya yang berbeda, automatic timer
sebanyak 9 buah, plastik hitam, penggaris, dan timbangan digital dengan ketelitian
0.01 g.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
faktorial dengan dua faktor perlakuan, yaitu lama penyinaran dan intensitas
cahaya yang berbeda. Lama penyinaran terdiri atas tiga taraf, yaitu 6 jam, 12 jam,
dan 18 jam. Sedangkan intensitas cahaya terdiri dari tiga taraf, yaitu 250 lux, 400
lux, dan 550 lux. Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Dengan demikian,
ada sembilan perlakuan, yaitu:
1. (L6I250) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 250 lux
2. (L6I400) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 400 lux
3. (L6I550) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 550 lux
4. (L12I250) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 250 lux
5. (L12I400) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 400 lux
6. (L12I550) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux
7. (L18I250) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux
4
8. (L18I400) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 400 lux
9. (L18I550) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux
Prosedur Penelitian
Bak plastik pada masing-masing perlakuan ditutupi dengan plastik hitam
untuk mencegah keluarnya cahaya yang diberi perlakuan. Lampu untuk
penyinaran masing-masing perlakuan dipasang 30 cm dari permukaan air.
Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter dan aplikasi lama
penyinaran setiap perlakuan menggunakan automatic timer. Bak plastik diisi air
masing-masing sebanyak 50 liter serta dilengkapi aerasi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Desain penelitian perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
pada benih ikan tengadak
Sebelum ikan ditebar diukur panjang dan bobot badannya. Padat tebar ikan
50 ekor setiap bak plastik dan selanjutnya diadaptasikan selama 3 hari. Perlakuan
lama penyinaran dan intensitas cahaya yang berbeda mulai dilakukan, selama
pemeliharaan ikan diberi pakan buatan berbentuk pasta secara at satiation dan
diberikan pada jam 08.00, 12.00, 16.00 WIB. Wadah percobaan di sipon satu kali
setiap pagi untuk menghilangkan feses dan ditambahkan air baru kurang dari
10%.
Pengambilan sampel ikan berikutnya untuk mengetahui pertumbuhan ikan
pada hari ke-10 dan ke-20, sedangkan pengukuran kualitas air dilakukan pada hari
ke-0, 10, 20, dan 30. Setelah ikan dipelihara selama 30 hari, selanjutnya ikan
dilakukan uji daya tahan tubuh ikan terhadap arus air dilakukan pada bak fiber
berukuran 150 cm x 70 cm x 30 cm yang di dalamnya terdapat jaring (¼ inchi)
berukuran 50 cm x 20 cm x 20 cm dengan ketinggian air 10 cm, dan diberikan
arus air melalui pompa dengan kecepatan arus 1,5 m/s. Selanjutnya semua ikan
5
pada setiap wadah percobaan dimasukkan ke dalam jaring kemudian dihitung ikan
yang terbawa arus dan ikan yang bertahan atau melawan arus air. Setelah itu,
semua ikan dilakukan penimbangan bobot dan pengukuran panjang sehingga
diketahui sebaran ukuran ikan, pertumbuhan ikan, serta sintasan. Pada akhir
penelitian dihitung jumlah pakan yang telah dikonsumsi ikan.
Parameter Penelitian
Parameter pengamatan penelitian adalah pertambahan bobot ikan,
pertambahan panjang ikan, laju pertumbuhan spesifik, panjang mutlak, sintasan,
jumlah konsumsi pakan, efesiensi pakan, daya tahan tubuh ikan terhadap arus air,
sebaran bobot dan panjang ikan, serta kualitas air (oksigen terlarut/DO, pH, suhu,
kesadahan, alkalinitas, amonia). Adapun parameter kualitas air yang diukur dan
alat yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter dan alat pengukuran kualitas air
Parameter Kualitas Air
Alat yang digunakan
Oksigen terlarut (mg/l)
DO meter
pH
pH meter
Suhu (oC)
Termometer
Kesadahan (mg/l)
Titrimetri
Ammonia (mg/l)
Spektrofotometer
Alkalinitas (mg/l)
Titrimetri
Sintasan
Sintasan (%) =
Nt
x 100% (Effendie 1997)
No
Keterangan:
Nt = Jumlah ikan akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah ikan awal penelitian (ekor)
Efesiensi Pakan
EP (%) =
(Wt + D) - Wo
x 100% (Takeuchi 1988)
F
Keterangan:
EP = Efesiensi pakan (%)
F
= Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian (g)
Wt = Biomassa ikan akhir selama pemeliharaan (g)
Wo = Biomassa ikan awal pemeliharaan (g)
D
= Biomassa ikan yang mati selama pemeliharaan (g)
6
Laju Pertumbuhan Spesifik
LPS = Ln Wt – Ln Wo x 100% (Schulz et al. 2005)
t
Keterangan:
LPS = Laju pertumbuhan spesifik (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g)
Wo = Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (g)
t
= Lama pemeliharaan (hari)
Panjang Mutlak
Pm = Pt – Po (NRC 1983)
Keterangan:
Pm = Panjang mutlak ikan (cm)
Pt
= Panjang ikan pada akhir penelitian (cm)
Po = Panjang ikan pada awal penelitian (cm)
Analisis Data
Data laju pertumbuhan spesifik, panjang mutlak, sintasan, jumlah konsumsi
pakan, efesiensi pakan, serta daya tahan tubuh ikan terhadap arus air dianalisis
dengan sidik ragam menggunakan alat bantu SPSS versi 16.0 dan dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dengan
selang kepercayaan 95%. Sedangkan data pertambahan bobot ikan, pertambahan
panjang ikan, sebaran bobot ikan, sebaran panjang ikan, serta kualitas air (DO,
pH, suhu, kesadahan, alkalinitas, ammonia) dianalisis secara deskriptif.
7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya berpengaruh terhadap
pertumbuhan benih ikan tengadak yaitu pertambahan bobot ikan (Gambar 3) dan
pertambahan panjang ikan (Gambar 4).
Gambar 3. Grafik pertambahan bobot benih ikan tengadak selama pemeliharaan
dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
Gambar 4. Grafik pertambahan panjang benih ikan tengadak selama
pemeliharaan dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas
cahaya
8
Pertambahan bobot benih ikan tengadak relatif lebih cepat pada perlakuan
L12I550 (lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux) dan L18I550 (lama
penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux). Pertambahan panjang benih
ikan tengadak pada awal pemeliharaan hingga hari ke-10 mengalami peningkatan
yang cepat, kemudian mengalami peningkatan panjang ikan secara perlahanlahan. Pertambahan panjang benih ikan tengadak yang lebih cepat pada perlakuan
L18I550 (lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux).
Pengaruh perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap laju
pertumbuhan spesifik, panjang mutlak, dan sintasan pada benih ikan tengadak
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik (LPS), panjang mutlak (PM),
sintasan (SR) pada benih ikan tengadak dengan perlakuan perbedaan
lama penyinaran dan intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
Parameter
Perlakuan
LPS (%)
PM (cm)
SR (%)
L6I250
4.99±0.26a
1.16±0.07ab
92.67±7.02a
L6I400
5.11±0.37ab
1.13±0.18a
92.67±1.15a
L6I550
5.07±0.14ab
1.20±0.11ab
96.00±4.00a
L12I250
5.22±0.46ab
1.22±0.18abc
96.67±5.77a
L12I400
5.31±0.40ab
1.30±0.13abcd
97.33±4.62a
L12I550
5.64±0.23b
1.42±0.18cd
96.67±3.06a
L18I250
5.19±0.28ab
1.27±0.04abcd
96.67±4.16a
L18I400
5.40±0.33ab
1.40±0.03bcd
95.33±1.15a
L18I550
5.62±0.37ab
1.46±0.05d
97.33±1.15a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). (L6I250) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya
250 lux, (L6I400) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L6I550) lama penyinaran 6
jam dan intensitas cahaya 550 lux, (L12I250) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
(L12I400) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L12I550) lama penyinaran 12 jam
dan intensitas cahaya 550 lux, (L18I250) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
(L18I400) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L18I550) lama penyinaran 18 jam
dan intensitas cahaya 550 lux.
Laju pertumbuhan spesifik benih ikan tengadak tertinggi pada perlakuan
L12I550 (lama penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 550 lux) yaitu
5.64±0.23% (p0.05) dengan perlakuan L12I550 (lama
penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 1.42±0.18 cm.
Sedangkan panjang mutlak benih ikan tengadak terendah pada perlakuan L6I400
9
(lama penyinaran 6 jam dengan intensitas cahaya 400 lux) yaitu 1.13±0.18 cm.
Nilai sintasan pada semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05)
yang berkisar antara 92.67% sampai dengan 97.33%.
Pengaruh perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap jumlah
konsumsi pakan dan efesiensi pakan pada benih ikan tengadak seperti ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah konsumsi pakan (JKP) dan efesiensi pakan (EP) pada
benih ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas
cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
Parameter
Perlakuan
JKP (g)
EP (%)
a
L6I250
54.61±1.80
49.9±2.89a
L6I400
55.08±1.62a
51.48±7.59a
L6I550
55.33±2.49a
50.67±4.71a
L12I250
62.68±3.97b
47.13±7.49a
L12I400
58.32±3.06ab
52.14±6.36a
L12I550
63.47±2.66b
52.54±2.96a
L18I250
60.76±2.87ab
47.92±4.79a
L18I400
59.67±4.14ab
54.75±12.57a
L18I550
64.44±5.10b
50.36±3.45a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). (L6I250) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya
250 lux, (L6I400) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L6I550) lama penyinaran 6
jam dan intensitas cahaya 550 lux, (L12I250) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
(L12I400) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L12I550) lama penyinaran 12 jam
dan intensitas cahaya 550 lux, (L18I250) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
(L18I400) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L18I550) lama penyinaran 18 jam
dan intensitas cahaya 550 lux.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya pengaruh lama penyinaran dan
intensitas cahaya terhadap jumlah konsumsi pakan dan efesiensi pakan pada benih
tengadak. Jumlah konsumsi pakan benih ikan tengadak terbanyak pada perlakuan
L18I550 (lama penyinaran 18 jam dengan intensitas cahaya 550 lux) yaitu
64.44±5.10 g tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan L12I550 (lama
penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 63.47±2.66 g dan
perlakuan L12I250 (lama penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 250 lux) yaitu
62.68±3.97 g, sedangkan jumlah konsumsi pakan benih ikan tengadak terendah
pada perlakuan L6I250 (lama penyinaran 6 jam dengan intensitas cahaya 250 lux)
yaitu 54.61±1.80 g. Efesiensi pakan benih ikan tengadak tertinggi pada perlakuan
L18I400 (lama penyinaran 18 jam dengan intensitas cahaya 400 lux) yaitu
54.75±12.57%. Sedangkan efesiensi pakan benih ikan tengadak terendah pada
perlakuan L12I250 (lama penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 250 lux) yaitu
10
47.13±7.49%. Namun demikian, efesiensi pakan benih ikan tengadak pada semua
perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05).
Sebaran ukuran ikan di akhir penelitian memperlihatkan adanya pengaruh
perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan ikan.
Selain itu, ukuran benih ikan berpengaruh terhadap harga jualnya, ikan yang lebih
besar harga jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil.
Sebaran bobot benih ikan tengadak setelah dipelihara pada perbedaan lama
penyinaran dan intensitas cahaya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Sebaran bobot benih ikan tengadak dengan perbedaan lama
penyinaran dan intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan lama penyinaran dan intensitas
cahaya berpengaruh terhadap sebaran bobot benih ikan tengadak. Populasi benih
ikan tengadak yang memiliki bobot
≥0.7 g, terbanyak pada perlakuan L 12I550
(lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 45.06% dan paling
sedikit pada perlakuan L6I250 (lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 250
lux) yaitu 22.02%. Populasi benih ikan tengadak yang memiliki bobot antara 0.51
g dan 0.69 g, terbanyak pada perlakuan L18I400 (lama penyinaran 18 jam dan
intensitas cahaya 400 lux) yaitu 24.50% dan paling sedikit pada perlakuan L18I250
(lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux) yaitu 18.01%. Sedangkan
populasi benih ikan tengadak yang memiliki bobot
≤0.5 g, terbanyak pada
perlakuan L6I250 (lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 250 lux) yaitu
59.34% sedangkan paling sedikit pada perlakuan L12I550 (lama penyinaran 12 jam
dan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 32.99%.
11
Populasi benih ikan tengadak setelah dipelihara dengan perbedaan lama
penyinaran dan intensitas cahaya menyebabkan sebaran panjang tubuh ikan, dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Sebaran panjang benih ikan tengadak dengan perbedaan lama
penyinaran dan intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
Populasi benih ikan tengadak yang memiliki panjang tubuh
≥3.6 cm,
terbanyak pada perlakuan L12I550 (lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya
550 lux) yaitu 37.48% dan paling sedikit pada perlakuan L6I250 (lama penyinaran
6 jam dan intensitas cahaya 250 lux) yaitu 10.95%. Populasi benih ikan tengadak
yang memiliki panjang tubuh antara 3.1 cm dan 3.5 cm, terbanyak pada perlakuan
L6I250 (lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 250 lux) yaitu 50.72% dan
paling sedikit pada perlakuan L6I400 (lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya
400 lux) yaitu 31.70%. Sedangkan populasi benih ikan tengadak yang memiliki
panjang tubuh ≤3.0 cm, terbanyak pada perlakuan L 6I400 (lama penyinaran 6 jam
dan intensitas cahaya 400 lux) yaitu 48.07% dan paling sedikit pada perlakuan
L18I550 (lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 19.13%.
Hasil pengujian tingkat daya tahan tubuh benih ikan tengadak terhadap
kecepatan arus dapat dilihat pada Gambar 7. Benih ikan tengadak yang paling
banyak terbawa arus dari perlakuan L18I550 (lama penyinaran 18 jam dan intensitas
cahaya 550 lux) yaitu 8.1% (p0.05) dengan
perlakuan lama penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 550 lux setelah
dipelihara selama 30 hari. Ikan tengadak merupakan ikan diurnal dan habitatnya
di iklim tropis. Lama penyinaran cahaya pada iklim tropis rata-rata 12 jam, Boeuf
and Le Bail (1999) mengatakan intensitas penyinaran minimal diperlukan
sehingga ikan dapat membedakan cahaya dari kegelapan, sebagian besar ikan
mengikuti ritme alami (diurnal atau musiman) periode cahaya untuk aktifitasnya
termasuk ritme pola makan. Pada benih ikan Mirror carp Cyprinus carpio setelah
dipelihara selama 90 hari dengan lama penyinaran 24 jam meningkatkan
pertumbuhan dan efesiensi pakan (Yagci and Yigit 2009). Pertumbuhan Rainbow
trout lebih baik bila dipelihara dengan lama penyinaran 16 jam (Ergun et al. 2003;
Sonmez et al. 2009; Barimani et al. 2013).
Pemeliharaan benih ikan tengadak pada intensitas cahaya 550 lux
menghasilkan pertumbuhan bobot dan panjang ikan relatif lebih cepat dengan
lama penyinaran yang sama daripada intensitas cahaya 250 lux dan 400 lux, dan
sebaliknya. Hal ini diduga pada intensitas cahaya 550 lux, benih ikan tengadak
lebih mudah melihat dan memakan pakan yang diberikan selama pemeliharaan
sehingga menyebabkan pertumbuhan ikan lebih cepat. Selain itu, nutrisi yang
terserap oleh tubuh ikan akan meningkatkan daya tahan tubuh ikan yang
berdampak pada sintasan ikan. Pada saat kondisi cahaya gelap, benih ikan
tengadak cenderung bergerak menyebar sehingga membutuhkan energi yang lebih
tinggi. Aktifitas metabolisme yang tinggi memerlukan energi yang besar.
Sedangkan pada saat kondisi cahaya terang, benih ikan tengadak cenderung
berkumpul dan diam di satu tempat sehingga aktifitas metabolismenya tidak
memerlukan energi yang tinggi. Menurut Boeuf and Le Bail (1999) pada
umumnya intensitas cahaya yang lebih tinggi akan meningkatkan pertumbuhan
yang optimal, intensitas cahaya 600-1300 lux menyebabkan pertumbuhan optimal
ikan Seabream. Karakatsouli et al. (2010), pertumbuhan Mirror common carp
Cyprinus carpio pada intensitas cahaya 150 dan 300 lux (p>0.05).
15
Benih ikan tengadak selama penelitian diberikan pakan komersil secara at
satiation karena sumber energi pada ikan adalah pakan tetapi energi dalam pakan
tidak dapat digunakan sampai pakan tersebut dicerna dan diserap oleh sistem
pencernaan. Pakan yang dimakan oleh ikan, setelah masuk ke dalam rongga mulut
akan ditelan dan setelah itu melalui segmen esophagus akan masuk ke dalam
lambung. Selanjutnya pakan tersebut secara perlahan-lahan akan bergerak ke
segmen bagian belakang. Di dalam usus terjadi penyerapan zat-zat pakan hasil
pencernaan dan sisa pakan yang tidak dicerna akan dikeluarkan melalui anus
berupa feses (Affandi et al. 2004). Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas air
selama penelitian dilakukan pensiponan setiap hari untuk membuang sisa pakan
dan feses yang dikeluarkan oleh benih ikan tengadak. Menurut Fujaya (2004)
komponen pakan berupa protein, lemak, dan karbohidrat dipecah menjadi
senyawa-senyawa yang sederhana, nutrien ini yang dapat diserap oleh enterosit
dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk selanjutnya digunakan mensintesis senyawa
baru (anabolisme) dan menghasilkan energi (katabolisme).
Pada penelitian ini diduga semakin lama penyinaran dan peningkatan
intensitas cahaya akan meningkatkan jumlah konsumsi pakan benih ikan
tengadak, dan sebaliknya (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan Boeuf and Le Bail
(1999), cahaya mempengaruhi pertumbuhan ikan dan juga merangsang laju
konsumsi pakan. Pada keadaan cukup pakan, ikan akan mengkonsumsi pakan
hingga memenuhi kebutuhan energinya, penggunaan energi untuk metabolisme
dan pertumbuhan sesuai dengan ukuran ikan (Fujaya 2004). Menurut Affandi et
al. (2004) proses pencernaan dan penyerapan zat makanan membutuhkan energi
yang besarnya tergantung pada kualitas pakan dan kuantitas pakan yang
dikonsumsi oleh ikan.
Indikator untuk menentukan efesiensi pakan ikan dalam memanfaatkan
pakan adalah persentase nilai efesiensi pakan. Efesiensi pakan merupakan suatu
ukuran yang menyatakan rasio untuk menghasilkan biomassa ikan dengan jumlah
pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Efesiensi pakan pada semua
perlakuan lama penyinaran 6 jam, 12 jam, 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
400 lux, 550 lux tidak berbeda nyata (p>0.05), hal ini diduga bahwa penyerapan
nutrisi pakan yang diberikan pada benih ikan tengadak relatif sama. Efesiensi
pakan tidak berbeda nyata (p>0.05) pada benih Mirror carp Cyprinus carpio
dengan lama penyinaran 12 jam dan 16 jam (Yagci and Yigit 2009), dan juga
benih Rainbow trout dengan lama penyinaran 16 jam dan 24 jam (Ergun et al.
2003).
Benih ikan tengadak setelah dipelihara pada perbedaan lama penyinaran dan
intensitas cahaya juga mempengaruhi sebaran ukuran bobot dan panjang ikan
(Gambar 5 dan Gambar 6). Populasi benih ikan tengadak dengan lama penyinaran
6 jam pertumbuhan bobot dan panjang tubuhnya relatif lebih lambat dibandingkan
dengan lama penyinaran 12 jam dan 18 jam. Pertumbuhan bobot dan panjang
tubuh benih ikan tengadak lebih cepat pada intensitas cahaya 550 lux
dibandingkan dengan 250 lux dan 400 lux. Sebaran pertumbuhan benih ikan
tengadak ini dapat dijelaskan bahwa perilaku makan untuk mendeteksi dan
menangkap pakan dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan lama penyinaran
melalui penglihatan oleh mata ikan tengadak.
16
Perubahan lingkungan direkam oleh alat indra dan salah satu diantaranya
oleh mata yang memungkinkan untuk dapat melihat pada hampir ke seluruh
bagian dari lingkungan sekelilingnya, dan retina merupakan bagian terpenting dari
mata yang terdiri atas jaringan uraf saraf peka cahaya. Jarak penglihatan pada
ikan, tidak hanya tergantung pada sifat indera penglihat saja tetapi juga pada
keadaan penglihatan di dalam air. Pada kejernihan air yang baik dan terang maka
jarak penglihatan ikan akan lebih jelas. Sedangkan dalam keadaan air yang keruh,
kemampuan daya penglihatan ikan di dalam air akan sangat jauh berkurang. Maka
dari itu, selama penelitian dijaga kejernihan air sehingga intensitas cahaya yang
diberikan tidak berkurang. Boeuf and Le Bail (1999) ikan sensitif terhadap
cahaya, sensitivitas dan ketajaman mata bergantung pada terangnya bayangan
yang mencapai retina. Menurut Fujaya (2004) pada sejumlah besar spesies ikan
dengan aneka ragam habitat, retina ikan memperlihatkan struktur yang bervariasi
tergantung tekanan selektif intensitas cahaya dan spektrum dalam lingkungan.
Perbedaan tekanan selektif tersebut menyebabkan perbedaan ketebalan retina,
perbedaan subjenis sel retina (khususnya fotoreseptor), dan spesialisasi wilayah
kon dan rod pada sel retina.
Pada penelitian ini benih ikan tengadak dipelihara dengan intensitas cahaya
yang berbeda dan menggunakan spektrum cahaya putih (full spectrum). Spektrum
cahaya putih digunakan supaya tidak terjadi bias adanya pengaruh panjang
gelombang terhadap perlakuan lama penyinaran dan intensitas cahaya.
Karakatsouli et al. (2010) pertumbuhan Mirror common carp Cyprinus carpio
lebih baik dipelihara pada spektrum cahaya merah dan biru. Perkembangan kon di
retina mata Cyprinus carpio mencapai puncaknya pada panjang gelombang
cahaya berwarna merah, hijau, dan biru (Neumeyer 1992).
Ikan mampu mendeteksi perbedaan intensitas cahaya dan spektrum cahaya
(panjang gelombang) oleh fotoreseptor sel retina. Kon dan rod adalah dua jenis
fotoreseptor yang masing-masing berbentuk kerucut dan batang. Kumpulan kon
diduga lebih banyak pada perlakuan dengan intensitas cahaya 550 lux daripada
intensitas cahaya 250 lux dan 400 lux. Pada saat ikan dipelihara dalam kondisi
cahaya terang maka akan banyak kumpulan kon (bertanggung jawab pada
penglihatan terang/photopik), dan saat ikan dipelihara dalam kondisi gelap maka
akan banyak rod (bertanggung jawab pada penglihatan cahaya samar atau
gelap/scotopik). Dengan berkembangnya adaptasi terhadap gelap dan terang,
maka ikan akan mudah memakan pakan. Aktifitas makan yang baik akan
menunjang pertumbuhan ikan. Menurut Fujaya (2004) perbedaan kepekaan
cahaya pada kon dan rod disebabkan oleh kandungan pigmen penglihatan yang
berbeda. Kon mengandung rhodopsin yang merupakan gabungan retinen dan
fotopsin yang peka terhadap warna, sedangkan rod adalah gabungan retinen dan
scotopsin. Pada saat cahaya terang menyinari mata, kon bergerak menjauhi
membran pembatas terluar, sedangkan rod diselimuti epithelium berpigmen. Saat
cahaya samar atau gelap, rod mendekati membran pembatas terluar dan segmen
terluar pada kon dilindungi oleh epithelium berpigmen.
Untuk mengetahui tingkat daya tahan tubuh benih ikan tengadak setelah
dipelihara selama 30 hari dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas
cahaya, maka dilakukan pengujian terhadap kecepatan arus air sebesar 1.5 m/s
artinya diujikan 2-3 kali lipat dari kecepatan arus air di alam aslinya. Ikan
tengadak merupakan ikan endemik yang berasal dari Kalimantan yang habitatnya
17
di sungai besar dan sungai kecil, salah satunya di sungai Kapuas. Daerah estuari
sungai Kapuas merupakan daerah yang sangat kompleks karena adanya pengaruh
seperti sapuan arus, hempasan ombak dan pasang surut laut. Menurut Jumarang et
al. (2011), pergerakan massa air sungai Kapuas Kalimantan Barat pada kondisi
purnama lebih tinggi dibandingkan saat perbani dengan kecepatan arus 0.05–0.70
m/s. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Agustini et al. (2013) kecepatan arus
sungai Kapuas dengan kisaran 0.48-0.56 m/s. Hasil penelitian memperlihatkan
adanya interaksi antara lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap daya
tahan tubuh benih ikan tengadak, semakin lama penyinaran dengan intensitas
cahaya semakin tinggi diduga akan menurunkan daya tahan tubuh benih ikan
tengadak (Gambar 7). Menurut Boeuf and Le Bail (1999), intensitas cahaya yang
intensif dapat menyebabkan stress bahkan kematian. Hasil penelitian Setiadi et al.
(2002), kematian larva Red spotted grouper Epinephelus akaara diduga semakin
tinggi seiring dengan peningkatan intensitas cahaya dan intensitas cahaya terbaik
pada 500 lux.
Kualitas air mempunyai peran yang sangat penting dalam keberhasilan
budidaya ikan. Indikator kualitas air untuk menilai kelayakan budidaya ikan
biasanya didasarkan pada faktor fisika dan kimia air pada kolom air. Kualitas air
selama pemeliharaan pada perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
masih layak untuk kehidupan dan pertumbuhan benih ikan tengadak karena dalam
lingkungan terkontrol (Tabel 4). Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi
ikan sehingga diperlukan dalam jumlah yang cukup. Kadar oksigen terlarut
selama penelitian sekitar 4.56 - 5.36 mg/l, ikan dapat bertahan hidup dengan kadar
oksigen terlarut lebih dari 3 mg/l (Boyd 1988). Suhu air selama pemeliharaan
benih ikan tengadak pada semua perlakuan relatif stabil yang berkisar antara
23.6oC hingga 25.4oC, fluktuasi suhu air ± 3oC (Boyd 1988). Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8.5.
Alkalinitas berperan sebagai sistem penyangga (buffer) agar perubahan pH tidak
terlalu besar. Alkalinitas tinggi akan mengalami fluktuasi pH harian yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai alkalinitas rendah. Nilai alkalinitas yang
terlalu tinggi tidak disukai oleh ikan karena biasanya diikuti dengan nilai
kesadahan yang tinggi. Ammonia berasal dari limbah pakan karena pakan tidak
dimanfaatkan sepenuhnya oleh ikan ikan, feses ikan, sisa metabolisme, dan nutrisi
lain yang terlarut. Jumlahnya bervariasi tergantung intensitas, jenis ikan, ukuran
ikan, dan jenis pakan yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan. Ammonia
bersifat toksik bagi ikan, ikan tidak dapat bertahan pada ammonia bebas dengan
kadar yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen
oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufokasi (Effendi 2000).
18
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemeliharaan benih ikan tengadak terbaik bila dipelihara pada lama
penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux dapat meningkatkan laju
pertumbuhan spesifik 0.42%, panjang mutlak 16.39%, jumlah konsumsi pakan
1.26%, efesiensi pakan 5.41%, dan tingkat daya tahan tubuh benih ikan tengadak
terhadap arus air 1.3%.
Saran
Untuk lebih meningkatkan pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak,
sebaiknya perlu diteliti lebih lanjut dengan lama penyinaran 12 jam dan intensitas
cahaya di atas 550 lux sehingga dapat diketahui intensitas cahaya yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2004. Fisiologi Ikan Pencernaan
dan Penyerapan Pakan. Bogor (ID): Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Agustini T, Jumarang MI, Ihwan A. 2013. Simulasi pola sirkulasi arus di muara
Kapuas Kalimantan Barat. Jurnal Prisma Fisika, I(1): 33-39.
Barimani S, Kazemi MB, Hazaei K. 2013. Effects of different photoperiod
regimes on growth and feed conversion rate of young Iranian and French
Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss). World Applied Sciences Journal,
21(10): 1440-1444.doi:10.5829/idosi.wasj.2013.21.10.2700.
Boeuf G, Le-Bail PY. 1999. Does light have an influence on fish growth?.
Aquaculture, 177: 129-152.
Boyd EC. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Alabama (US): Auburn University Agricultural Experiment Station.
Effendi H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Bogor (ID): Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama
Ergün S, Yigit M, Türker A. 2003. Growth and feed consumption of young
Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss) exposed to different photoperiod
TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA SINTASAN BENIH
IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii
MOCHAMAD NURDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbedaan Lama
Penyinaran dan Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan serta Sintasan Benih
Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2014
Mochamad Nurdin
NIM C151114051
RINGKASAN
MOCHAMAD NURDIN. Perbedaan Lama Penyinaran dan Intensitas Cahaya
terhadap Pertumbuhan serta Sintasan Benih Ikan Tengadak Barbonymus
schwanenfeldii. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan ANI WIDIYATI.
Ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii merupakan salah satu jenis ikan
endemik yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera, habitatnya di sungai sedang,
sungai besar, maupun rawa banjiran. Ikan tengadak sebagai salah satu komoditas
ikan hias, namun berpotensi untuk dibudidayakan sebagai ikan konsumsi.
Permasalahan ikan tengadak adalah overfishing, terancam punah, budidaya belum
berkembang, pertumbuhan lambat, dan sintasan rendah. Untuk mendukung
budidaya ikan tersebut sangat dibutuhkan teknologi produksi benih secara massal
dan berkesinambungan. Manipulasi lingkungan dengan lama penyinaran dan
intensitas cahaya diduga dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama penyinaran dan intensitas cahaya
yang terbaik terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak.
Ikan uji adalah benih ikan tengadak dengan rata-rata bobot dan panjang
tubuh awal 0.12±0.04 g dan 2.01±0.22 cm. Ikan dipelihara dalam bak plastik 50
liter sebanyak 50 ekor/bak dan diberi pakan 3 kali sehari. Penggunaan lampu TL
putih dengan intensitas cahaya yang berbeda dan penentuan lama penyinaran
dengan automatic timer. Perlakuan terdiri atas (L6I250) lama penyinaran 6 jam dan
intensitas cahaya 250 lux, (L6I400) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya
400 lux, (L6I550) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 550 lux, (L12I250)
lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 250 lux, (L12I400) lama penyinaran
12 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L12I550) lama penyinaran 12 jam dan
intensitas cahaya 550 lux, (L18I250) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya
250 lux, (L18I400) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L18I550)
lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux. Setiap perlakuan dengan
tiga kali ulangan. Parameter pengamatan penelitian adalah laju pertumbuhan
spesifik, panjang mutlak, sintasan, jumlah konsumsi pakan, efesiensi pakan, serta
daya tahan tubuh ikan terhadap arus air yang dianalisis menggunakan analisis
sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan dengan selang kepercayaan 95%. Data sebaran bobot
dan panjang ikan serta kualitas air dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya interaksi lama penyinaran dan
intensitas cahaya pada benih ikan tengadak yang berpengaruh nyata terhadap laju
pertumbuhan spesifik, panjang mutlak ikan, jumlah konsumsi pakan, dan tingkat
daya tahan tubuh benih ikan tengadak. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap
sintasan dan efesiensi pakan. Selain itu, lama penyinaran dan intensitas cahaya
juga mempengaruhi sebaran bobot dan panjang benih ikan tengadak.
Pemeliharaan benih ikan tengadak yang terbaik bila dipelihara pada lama
penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux.
KEYWORDS: Barbonymus schwanenfeldii, growth, light intensity, photoperiod,
survival
SUMMARY
MOCHAMAD NURDIN. Different Photoperiod and Light Intensity on Growth
and Survival of Juvenile Tinfoil Barb Barbonymus schwanenfeldii. Supervised by
KUKUH NIRMALA and ANI WIDIYATI.
Tinfoil barb Barbonymus schwanenfeldii is one of the endemic fish species
from Borneo and Sumatera. Tinfoil barb as one of the ornamental fish
commodities, but has the potential to be aquaculture as a consumption fish. To
support the much needed aquaculture juvenile mass production technologies and
sustainable. Problems Tinfoil barb is overfishing, endangered, aquaculture has not
grown, relatively slow growth, and low survival rate. Environmental manipulation
such as photoperiod and light intensity could be expected to be applied to increase
fish production. This study aimed to determine the best of photoperiod and light
intensity on growth and survival of juvenile Tinfoil barb.
Tinfoil barb with the initial average of body weight and length of 0.12±0.04
g and 2.01±0.22 cm were used. Fish were reared in the plastic tank with water
volume of 50 l and stocked of 50 fish each tank. Fish was fed commercial food
three times a day. White fluorescent lamp was used in order to adjust to light
intensity and provided with automatic timer. Factorial completely randomized
design with two factors was performed. The treatments of this experiment were as
followed: (L6I250) photoperiod of 6 hours and 250 lux, (L6I400) photoperiod of 6
hours and 400 lux, (L6I550) photoperiod of 6 hours and 550 lux, (L12I250)
photoperiod of 12 hours and 250 lux, (L12I400) photoperiod of 12 hours and 400
lux, (L12I550) photoperiod of 12 hours and 550 lux, (L18I250) photoperiod of 18
hours and 250 lux, (L18I400) photoperiod of 18 hours and 400 lux, (L18I550)
photoperiod of 18 hours and 550 lux. Each treatment consisted of three replicates.
Parameter study are survival rate, specific growth rate, absolute length, total feed
intake, feed efficiency, and vitality of juvenile Tinfoil barb to water flow were
analyzed using analysis of variance followed by Duncan's test post hoc to
determine differences between treatments with 95% confidence interval. Data
distribution of the weight and length of the fish, water quality were analyzed
descriptively.
The results showed the existence of interaction photoperiod and light
intensity on juvenile Tinfoil barb that significantly affect the specific growth rate,
absolute length, total feed intake, and vitality level of juvenile Tinfoil barb. But no
significantly effect on survival and efficiency feed. In addition, photoperiod and
light intensity also affects the distribution of weight and length of juvenile Tinfoil
barb. Growth and survival Tinfoil barb the best performances at photoperiod of 12
hours and 550 lux was found.
Key words: Barbonymus schwanenfeldii, growth, light intensity, photoperiod,
survival
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERBEDAAN LAMA PENYINARAN DAN INTENSITAS CAHAYA
TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA SINTASAN BENIH
IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii
MOCHAMAD NURDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji luar komisi: Dr Ir Eddy Supriyono, MSc
Judul Tesis : Perbedaan Lama Penyinaran dan Intensitas Cahaya terhadap
Pertumbuhan serta Sintasan Benih Ikan Tengadak Barbonymus
schwanenfeldii
Nama
: Mochamad Nurdin
NIM
: C151114051
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
Ketua
Dr Ir Ani Widiyati, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 sampai November 2013 ini ialah
manipulasi lingkungan budidaya perikanan, dengan judul Perbedaan Lama
Penyinaran dan Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan serta Sintasan Benih
Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
dan Ibu Dr Ir Ani Widiyati, MSi selaku pembimbing serta Bapak Dr Ir Eddy
Supriyono, MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ibu Ir Siti Farikah, MM sebagai Kepala Badan
Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Kabupaten Bogor, Bapak Eri Setiadi, SSi MSc dan Ir Imam Taufik,
MSi dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Mochamad Nurdin
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
3
3
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Parameter Penelitian
Analisis Data
3
3
3
3
4
5
6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
7
7
14
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
18
18
18
DAFTAR PUSTAKA
18
DAFTAR TABEL
1 Parameter dan alat pengukuran kualitas air
5
2 Rata-rata laju pertumbuhan spesifik (LPS), panjang mutlak (PM), sintasan
(SR) pada benih ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan
intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
8
3 Rata-rata jumlah konsumsi pakan (JKP) dan efesiensi pakan (EP) pada benih
ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
setelah dipelihara selama 30 hari
9
4 Kualitas air selama pemeliharaan benih ikan tengadak dengan perbedaan
lama penyinaran dan intensitas cahaya
13
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram kerangka pemikiran pertumbuhan serta sintasan benih ikan
tengadak melalui manipulasi lingkungan dengan lama penyinaran dan
intensitas cahaya
2
2 Desain penelitian perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya pada
Benih ikan tengadak
4
3 Grafik pertambahan bobot benih ikan tengadak selama pemeliharaan dengan
perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
7
4 Grafik pertambahan panjang benih tengadak selama pemeliharaan dengan
perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
7
5 Sebaran bobot benih ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan
intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
10
6 Sebaran panjang benih ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan
intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
11
7 Tingkat daya tahan tubuh benih ikan tengadak terhadap arus air setelah
dipelihara dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya. Hurufhuruf yang sama diatas balok data menunjukkan pada tiap perlakuan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
12
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Juli 1983 sebagai anak
sulung dari pasangan Djarkasih dan Eti Nurbaeti. Pendidikan sarjana di tempuh di
Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun 2005. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program magister pada Program Studi Ilmu Akuakultur dan pada perguruan tinggi
yang sama diperoleh pada tahun 2012.
Penulis bekerja sebagai Penyuluh Perikanan pada Badan Ketahanan
Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Bogor sejak tahun 2012 hingga sekarang.
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii merupakan salah satu jenis ikan
endemik yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera, habitatnya di sungai sedang,
sungai besar, maupun rawa banjiran (Huwoyon et al. 2010). Ikan tengadak yang
dikenal dengan Tinfoil barb pada ukuran 1 – 2 inchi dijadikan sebagai komoditas
ikan hias, namun berpotensi untuk dibudidayakan sebagai ikan konsumsi yang
dilakukan di kolam atau keramba jaring apung (Widiyati et al. 2012). Ikan
tengadak sebagai ikan hias ukuran satu inchi dijual Rp. 1000 per ekor, sedangkan
harga ikan tengadak untuk konsumsi di Kalimantan Barat Rp. 40.000–55.000 per
kg (200-300 g/ekor). Untuk mendukung budidaya ikan tersebut sangat dibutuhkan
teknologi produksi benih secara massal dan berkesinambungan.
Keberadaan ikan tengadak sudah mulai berkurang akibat tingginya tingkat
penangkapan yang tidak memperhatikan tingkat kelestariannya di alam
(overfishing) dan terancam punah. Kottelat and Widjanarti (2005), mengatakan
akibat overfishing yang dilakukan sejak tahun 2000 mengakibatkan populasi ikan
di Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) menyusut drastis, diperkirakan
populasi ikan di TNDS tinggal 25%. Ikan hasil tangkapan ini memasok sekitar
60% dari hasil perikanan ikan air tawar di Kalimantan Barat. Sejumlah ikan
tangkapan di kawasan danau ini antara lain ikan jelawat Leptobarbus hoevenii,
ikan baung Mystus nemurus, ikan belida Chitala lopis, dan ikan tengadak
Barbonymus schwanenfeldii. Usaha produksi benih tengadak dari hasil budidaya
masih belum berkembang, meskipun beberapa penangkar sudah mulai
membudidayakan benih-benih ikan, namun masih dari hasil tangkapan di alam.
Sintasan benih tengadak yang dipelihara di kolam 30-50% dan pertumbuhan ikan
tengadak relatif lambat. Hasil penelitian Huwoyon et al. (2010) ikan tengadak
ukuran awal 5-6 cm (3-5 g) dengan padat tebar 20 ekor/m3 dan dipelihara selama
150 hari menghasilkan laju pertumbuhan spesifik 0.57±0.02%.
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang esensial karena memiliki
beberapa kualitas karakteristik (spektrum atau panjang gelombang), kuantitas
(intensitas) dan periodisitas (fotoperiode/lama penyinaran) yang merangsang efek
fisiologi pada ikan. Menurut Boeuf and Le-Bail (1999), teknik manipulasi
lingkungan untuk meningkatkan pertumbuhan dan sintasan ikan diantaranya
dengan manipulasi lama penyinaran dan intensitas cahaya. Penyinaran dalam
waktu yang lebih lama dapat meningkatkan pertumbuhan dan efesiensi pakan
pada ikan Gilthead seabream Sparus aurata L. (Vardar and Yildirim 2012), benih
Mirror carp Cyprinus carpio (Yagci and Yigit 2009) dan Rainbow trout
Oncorhynchus mykiss (Ergun et al. 2003; Sonmez et al. 2009; Barimani et al.
2013). Selain itu, lama penyinaran dapat mempengaruhi perkembangan renang
larva Atlantic salmon Salmo salar L. (Martin et al. 2012), tingkat melatonin
Lipped barb Osteochilus hasselti C.V (Prayoga et al. 2012), pematangan gonad
Atlantic cod Gadus morhua L. (Karlsen et al. 2006) dan Goldfish Carassius
auratus (Sarkar and Upadhyay 2011). Sedangkan pada ikan nokturnal, lama
penyinaran yang diminimalkan dapat meningkatkan pertumbuhan, efesiensi pakan
serta warna tubuh pada benih African catfish Clarias gariepinus (Musthapha et al.
2
2012), ternyata dapat mempengaruhi jumlah sel darah dan menurunkan stress
pada Clarias batrachus (Srivastava and Choudhary 2010).
Kemampuan ikan untuk tertarik pada sumber cahaya berbeda-beda. Cahaya
dengan segala aspek yang dikandungnya seperti intensitas dan panjang gelombang
akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung pergerakan atau
tingkah laku ikan. Peristiwa pergerakan berkumpulnya ikan di bawah cahaya
dapat dikatakan pengaruh secara langsung, sedangkan peristiwa tidak langsung
yakni karena adanya cahaya maka plankton dan ikan-ikan kecil berkumpul
kemudian ikan yang dimaksud berkumpul dengan tujuan mencari makan. Boeuf
and Le-Bail (1999) ada ikan yang menyukai pada intensitas cahaya rendah, ada
juga ikan yang menyukai intensitas cahaya tinggi. Berdasarkan hasil penelitian
Karakatsouli et al. (2010), pertumbuhan Mirror common carp Cyprinus carpio
pada intensitas cahaya 150 dan 300 lux tidak berbeda nyata.
Teknik manipulasi lingkungan dengan lama penyinaran dan intensitas
cahaya diduga dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi ikan. Namun kajian
mengenai pengaruh lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan
serta sintasan ikan belum dilakukan pada pendederan ikan tengadak.
Kerangka Pemikiran
Permasalahan pada benih ikan tengadak yaitu overfishing, terancam punah,
budidaya belum berkembang, pertumbuhan relatif lambat dan sintasan rendah.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan manipulasi lingkungan,
diantaranya dengan penambahan lama penyinaran dan intensitas cahaya selama
pemeliharaan benih tengadak. Secara kuantitas, penambahan penyinaran dan
intensitas cahaya yang optimal akan memudahkan ikan untuk melihat pakannya
sehingga diduga dapat meningkatkan jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan
serta mempengaruhi ukuran ikan dan diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan ikan. Secara kualitas, penambahan penyinaran dan intensitas cahaya
akan berdampak pada daya tahan tubuh ikan terhadap arus air yang pada akhirnya
meningkatkan sintasan ikan.
Benih
Tengadak
a. Tangkap lebih
b. Terancam punah
c. Budidaya belum
berkembang
d. Pertumbuhan
lambat
e. Sintasan rendah
Gambar 1.
a. Lama
penyinaran
b. Intensitas
cahaya
Kuantitas
a. Jumlah konsumsi pakan
b. Efesiensi pakan
c. Ukuran ikan
Peningkatan
Pertumbuhan
Manipulasi
lingkungan
Kualitas
Daya tahan tubuh ikan
terhadap arus air
Peningkatan
Sintasan
Diagram kerangka pemikiran pertumbuhan serta sintasan benih ikan
tengadak melalui manipulasi lingkungan dengan lama penyinaran
dan intensitas cahaya
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama penyinaran dan intensitas
cahaya yang terbaik terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan diperoleh teknologi manipulasi
lingkungan untuk meningkatkan produksi benih ikan tengadak terutama
kebutuhan untuk ikan hias.
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2013 di
Instalasi Penelitian Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih ikan tengadak
dengan bobot dan panjang tubuh awal 0.12±0.04 g dan 2.01±0.22 cm serta pakan
komersil dengan kandungan protein 32.6%, lemak 8.75%, air 8.13%, abu 12.2%,
serat kasar 0.96%, dan BETN 37.4%.
Alat yang digunakan adalah bak plastik berukuran 70 cm x 40 cm x 35 cm
sebanyak 27 buah untuk pemeliharaan ikan selama penelitian, lampu TL putih
sebanyak 27 buah dengan intensitas cahaya yang berbeda, automatic timer
sebanyak 9 buah, plastik hitam, penggaris, dan timbangan digital dengan ketelitian
0.01 g.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
faktorial dengan dua faktor perlakuan, yaitu lama penyinaran dan intensitas
cahaya yang berbeda. Lama penyinaran terdiri atas tiga taraf, yaitu 6 jam, 12 jam,
dan 18 jam. Sedangkan intensitas cahaya terdiri dari tiga taraf, yaitu 250 lux, 400
lux, dan 550 lux. Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Dengan demikian,
ada sembilan perlakuan, yaitu:
1. (L6I250) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 250 lux
2. (L6I400) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 400 lux
3. (L6I550) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 550 lux
4. (L12I250) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 250 lux
5. (L12I400) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 400 lux
6. (L12I550) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux
7. (L18I250) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux
4
8. (L18I400) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 400 lux
9. (L18I550) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux
Prosedur Penelitian
Bak plastik pada masing-masing perlakuan ditutupi dengan plastik hitam
untuk mencegah keluarnya cahaya yang diberi perlakuan. Lampu untuk
penyinaran masing-masing perlakuan dipasang 30 cm dari permukaan air.
Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter dan aplikasi lama
penyinaran setiap perlakuan menggunakan automatic timer. Bak plastik diisi air
masing-masing sebanyak 50 liter serta dilengkapi aerasi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Desain penelitian perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
pada benih ikan tengadak
Sebelum ikan ditebar diukur panjang dan bobot badannya. Padat tebar ikan
50 ekor setiap bak plastik dan selanjutnya diadaptasikan selama 3 hari. Perlakuan
lama penyinaran dan intensitas cahaya yang berbeda mulai dilakukan, selama
pemeliharaan ikan diberi pakan buatan berbentuk pasta secara at satiation dan
diberikan pada jam 08.00, 12.00, 16.00 WIB. Wadah percobaan di sipon satu kali
setiap pagi untuk menghilangkan feses dan ditambahkan air baru kurang dari
10%.
Pengambilan sampel ikan berikutnya untuk mengetahui pertumbuhan ikan
pada hari ke-10 dan ke-20, sedangkan pengukuran kualitas air dilakukan pada hari
ke-0, 10, 20, dan 30. Setelah ikan dipelihara selama 30 hari, selanjutnya ikan
dilakukan uji daya tahan tubuh ikan terhadap arus air dilakukan pada bak fiber
berukuran 150 cm x 70 cm x 30 cm yang di dalamnya terdapat jaring (¼ inchi)
berukuran 50 cm x 20 cm x 20 cm dengan ketinggian air 10 cm, dan diberikan
arus air melalui pompa dengan kecepatan arus 1,5 m/s. Selanjutnya semua ikan
5
pada setiap wadah percobaan dimasukkan ke dalam jaring kemudian dihitung ikan
yang terbawa arus dan ikan yang bertahan atau melawan arus air. Setelah itu,
semua ikan dilakukan penimbangan bobot dan pengukuran panjang sehingga
diketahui sebaran ukuran ikan, pertumbuhan ikan, serta sintasan. Pada akhir
penelitian dihitung jumlah pakan yang telah dikonsumsi ikan.
Parameter Penelitian
Parameter pengamatan penelitian adalah pertambahan bobot ikan,
pertambahan panjang ikan, laju pertumbuhan spesifik, panjang mutlak, sintasan,
jumlah konsumsi pakan, efesiensi pakan, daya tahan tubuh ikan terhadap arus air,
sebaran bobot dan panjang ikan, serta kualitas air (oksigen terlarut/DO, pH, suhu,
kesadahan, alkalinitas, amonia). Adapun parameter kualitas air yang diukur dan
alat yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter dan alat pengukuran kualitas air
Parameter Kualitas Air
Alat yang digunakan
Oksigen terlarut (mg/l)
DO meter
pH
pH meter
Suhu (oC)
Termometer
Kesadahan (mg/l)
Titrimetri
Ammonia (mg/l)
Spektrofotometer
Alkalinitas (mg/l)
Titrimetri
Sintasan
Sintasan (%) =
Nt
x 100% (Effendie 1997)
No
Keterangan:
Nt = Jumlah ikan akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah ikan awal penelitian (ekor)
Efesiensi Pakan
EP (%) =
(Wt + D) - Wo
x 100% (Takeuchi 1988)
F
Keterangan:
EP = Efesiensi pakan (%)
F
= Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian (g)
Wt = Biomassa ikan akhir selama pemeliharaan (g)
Wo = Biomassa ikan awal pemeliharaan (g)
D
= Biomassa ikan yang mati selama pemeliharaan (g)
6
Laju Pertumbuhan Spesifik
LPS = Ln Wt – Ln Wo x 100% (Schulz et al. 2005)
t
Keterangan:
LPS = Laju pertumbuhan spesifik (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g)
Wo = Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (g)
t
= Lama pemeliharaan (hari)
Panjang Mutlak
Pm = Pt – Po (NRC 1983)
Keterangan:
Pm = Panjang mutlak ikan (cm)
Pt
= Panjang ikan pada akhir penelitian (cm)
Po = Panjang ikan pada awal penelitian (cm)
Analisis Data
Data laju pertumbuhan spesifik, panjang mutlak, sintasan, jumlah konsumsi
pakan, efesiensi pakan, serta daya tahan tubuh ikan terhadap arus air dianalisis
dengan sidik ragam menggunakan alat bantu SPSS versi 16.0 dan dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dengan
selang kepercayaan 95%. Sedangkan data pertambahan bobot ikan, pertambahan
panjang ikan, sebaran bobot ikan, sebaran panjang ikan, serta kualitas air (DO,
pH, suhu, kesadahan, alkalinitas, ammonia) dianalisis secara deskriptif.
7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya berpengaruh terhadap
pertumbuhan benih ikan tengadak yaitu pertambahan bobot ikan (Gambar 3) dan
pertambahan panjang ikan (Gambar 4).
Gambar 3. Grafik pertambahan bobot benih ikan tengadak selama pemeliharaan
dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
Gambar 4. Grafik pertambahan panjang benih ikan tengadak selama
pemeliharaan dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas
cahaya
8
Pertambahan bobot benih ikan tengadak relatif lebih cepat pada perlakuan
L12I550 (lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux) dan L18I550 (lama
penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux). Pertambahan panjang benih
ikan tengadak pada awal pemeliharaan hingga hari ke-10 mengalami peningkatan
yang cepat, kemudian mengalami peningkatan panjang ikan secara perlahanlahan. Pertambahan panjang benih ikan tengadak yang lebih cepat pada perlakuan
L18I550 (lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux).
Pengaruh perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap laju
pertumbuhan spesifik, panjang mutlak, dan sintasan pada benih ikan tengadak
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik (LPS), panjang mutlak (PM),
sintasan (SR) pada benih ikan tengadak dengan perlakuan perbedaan
lama penyinaran dan intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
Parameter
Perlakuan
LPS (%)
PM (cm)
SR (%)
L6I250
4.99±0.26a
1.16±0.07ab
92.67±7.02a
L6I400
5.11±0.37ab
1.13±0.18a
92.67±1.15a
L6I550
5.07±0.14ab
1.20±0.11ab
96.00±4.00a
L12I250
5.22±0.46ab
1.22±0.18abc
96.67±5.77a
L12I400
5.31±0.40ab
1.30±0.13abcd
97.33±4.62a
L12I550
5.64±0.23b
1.42±0.18cd
96.67±3.06a
L18I250
5.19±0.28ab
1.27±0.04abcd
96.67±4.16a
L18I400
5.40±0.33ab
1.40±0.03bcd
95.33±1.15a
L18I550
5.62±0.37ab
1.46±0.05d
97.33±1.15a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). (L6I250) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya
250 lux, (L6I400) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L6I550) lama penyinaran 6
jam dan intensitas cahaya 550 lux, (L12I250) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
(L12I400) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L12I550) lama penyinaran 12 jam
dan intensitas cahaya 550 lux, (L18I250) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
(L18I400) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L18I550) lama penyinaran 18 jam
dan intensitas cahaya 550 lux.
Laju pertumbuhan spesifik benih ikan tengadak tertinggi pada perlakuan
L12I550 (lama penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 550 lux) yaitu
5.64±0.23% (p0.05) dengan perlakuan L12I550 (lama
penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 1.42±0.18 cm.
Sedangkan panjang mutlak benih ikan tengadak terendah pada perlakuan L6I400
9
(lama penyinaran 6 jam dengan intensitas cahaya 400 lux) yaitu 1.13±0.18 cm.
Nilai sintasan pada semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05)
yang berkisar antara 92.67% sampai dengan 97.33%.
Pengaruh perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap jumlah
konsumsi pakan dan efesiensi pakan pada benih ikan tengadak seperti ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah konsumsi pakan (JKP) dan efesiensi pakan (EP) pada
benih ikan tengadak dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas
cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
Parameter
Perlakuan
JKP (g)
EP (%)
a
L6I250
54.61±1.80
49.9±2.89a
L6I400
55.08±1.62a
51.48±7.59a
L6I550
55.33±2.49a
50.67±4.71a
L12I250
62.68±3.97b
47.13±7.49a
L12I400
58.32±3.06ab
52.14±6.36a
L12I550
63.47±2.66b
52.54±2.96a
L18I250
60.76±2.87ab
47.92±4.79a
L18I400
59.67±4.14ab
54.75±12.57a
L18I550
64.44±5.10b
50.36±3.45a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). (L6I250) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya
250 lux, (L6I400) lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L6I550) lama penyinaran 6
jam dan intensitas cahaya 550 lux, (L12I250) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
(L12I400) lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L12I550) lama penyinaran 12 jam
dan intensitas cahaya 550 lux, (L18I250) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
(L18I400) lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 400 lux, (L18I550) lama penyinaran 18 jam
dan intensitas cahaya 550 lux.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya pengaruh lama penyinaran dan
intensitas cahaya terhadap jumlah konsumsi pakan dan efesiensi pakan pada benih
tengadak. Jumlah konsumsi pakan benih ikan tengadak terbanyak pada perlakuan
L18I550 (lama penyinaran 18 jam dengan intensitas cahaya 550 lux) yaitu
64.44±5.10 g tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan L12I550 (lama
penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 63.47±2.66 g dan
perlakuan L12I250 (lama penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 250 lux) yaitu
62.68±3.97 g, sedangkan jumlah konsumsi pakan benih ikan tengadak terendah
pada perlakuan L6I250 (lama penyinaran 6 jam dengan intensitas cahaya 250 lux)
yaitu 54.61±1.80 g. Efesiensi pakan benih ikan tengadak tertinggi pada perlakuan
L18I400 (lama penyinaran 18 jam dengan intensitas cahaya 400 lux) yaitu
54.75±12.57%. Sedangkan efesiensi pakan benih ikan tengadak terendah pada
perlakuan L12I250 (lama penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 250 lux) yaitu
10
47.13±7.49%. Namun demikian, efesiensi pakan benih ikan tengadak pada semua
perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05).
Sebaran ukuran ikan di akhir penelitian memperlihatkan adanya pengaruh
perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan ikan.
Selain itu, ukuran benih ikan berpengaruh terhadap harga jualnya, ikan yang lebih
besar harga jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil.
Sebaran bobot benih ikan tengadak setelah dipelihara pada perbedaan lama
penyinaran dan intensitas cahaya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Sebaran bobot benih ikan tengadak dengan perbedaan lama
penyinaran dan intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan lama penyinaran dan intensitas
cahaya berpengaruh terhadap sebaran bobot benih ikan tengadak. Populasi benih
ikan tengadak yang memiliki bobot
≥0.7 g, terbanyak pada perlakuan L 12I550
(lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 45.06% dan paling
sedikit pada perlakuan L6I250 (lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 250
lux) yaitu 22.02%. Populasi benih ikan tengadak yang memiliki bobot antara 0.51
g dan 0.69 g, terbanyak pada perlakuan L18I400 (lama penyinaran 18 jam dan
intensitas cahaya 400 lux) yaitu 24.50% dan paling sedikit pada perlakuan L18I250
(lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux) yaitu 18.01%. Sedangkan
populasi benih ikan tengadak yang memiliki bobot
≤0.5 g, terbanyak pada
perlakuan L6I250 (lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 250 lux) yaitu
59.34% sedangkan paling sedikit pada perlakuan L12I550 (lama penyinaran 12 jam
dan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 32.99%.
11
Populasi benih ikan tengadak setelah dipelihara dengan perbedaan lama
penyinaran dan intensitas cahaya menyebabkan sebaran panjang tubuh ikan, dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Sebaran panjang benih ikan tengadak dengan perbedaan lama
penyinaran dan intensitas cahaya setelah dipelihara selama 30 hari
Populasi benih ikan tengadak yang memiliki panjang tubuh
≥3.6 cm,
terbanyak pada perlakuan L12I550 (lama penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya
550 lux) yaitu 37.48% dan paling sedikit pada perlakuan L6I250 (lama penyinaran
6 jam dan intensitas cahaya 250 lux) yaitu 10.95%. Populasi benih ikan tengadak
yang memiliki panjang tubuh antara 3.1 cm dan 3.5 cm, terbanyak pada perlakuan
L6I250 (lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya 250 lux) yaitu 50.72% dan
paling sedikit pada perlakuan L6I400 (lama penyinaran 6 jam dan intensitas cahaya
400 lux) yaitu 31.70%. Sedangkan populasi benih ikan tengadak yang memiliki
panjang tubuh ≤3.0 cm, terbanyak pada perlakuan L 6I400 (lama penyinaran 6 jam
dan intensitas cahaya 400 lux) yaitu 48.07% dan paling sedikit pada perlakuan
L18I550 (lama penyinaran 18 jam dan intensitas cahaya 550 lux) yaitu 19.13%.
Hasil pengujian tingkat daya tahan tubuh benih ikan tengadak terhadap
kecepatan arus dapat dilihat pada Gambar 7. Benih ikan tengadak yang paling
banyak terbawa arus dari perlakuan L18I550 (lama penyinaran 18 jam dan intensitas
cahaya 550 lux) yaitu 8.1% (p0.05) dengan
perlakuan lama penyinaran 12 jam dengan intensitas cahaya 550 lux setelah
dipelihara selama 30 hari. Ikan tengadak merupakan ikan diurnal dan habitatnya
di iklim tropis. Lama penyinaran cahaya pada iklim tropis rata-rata 12 jam, Boeuf
and Le Bail (1999) mengatakan intensitas penyinaran minimal diperlukan
sehingga ikan dapat membedakan cahaya dari kegelapan, sebagian besar ikan
mengikuti ritme alami (diurnal atau musiman) periode cahaya untuk aktifitasnya
termasuk ritme pola makan. Pada benih ikan Mirror carp Cyprinus carpio setelah
dipelihara selama 90 hari dengan lama penyinaran 24 jam meningkatkan
pertumbuhan dan efesiensi pakan (Yagci and Yigit 2009). Pertumbuhan Rainbow
trout lebih baik bila dipelihara dengan lama penyinaran 16 jam (Ergun et al. 2003;
Sonmez et al. 2009; Barimani et al. 2013).
Pemeliharaan benih ikan tengadak pada intensitas cahaya 550 lux
menghasilkan pertumbuhan bobot dan panjang ikan relatif lebih cepat dengan
lama penyinaran yang sama daripada intensitas cahaya 250 lux dan 400 lux, dan
sebaliknya. Hal ini diduga pada intensitas cahaya 550 lux, benih ikan tengadak
lebih mudah melihat dan memakan pakan yang diberikan selama pemeliharaan
sehingga menyebabkan pertumbuhan ikan lebih cepat. Selain itu, nutrisi yang
terserap oleh tubuh ikan akan meningkatkan daya tahan tubuh ikan yang
berdampak pada sintasan ikan. Pada saat kondisi cahaya gelap, benih ikan
tengadak cenderung bergerak menyebar sehingga membutuhkan energi yang lebih
tinggi. Aktifitas metabolisme yang tinggi memerlukan energi yang besar.
Sedangkan pada saat kondisi cahaya terang, benih ikan tengadak cenderung
berkumpul dan diam di satu tempat sehingga aktifitas metabolismenya tidak
memerlukan energi yang tinggi. Menurut Boeuf and Le Bail (1999) pada
umumnya intensitas cahaya yang lebih tinggi akan meningkatkan pertumbuhan
yang optimal, intensitas cahaya 600-1300 lux menyebabkan pertumbuhan optimal
ikan Seabream. Karakatsouli et al. (2010), pertumbuhan Mirror common carp
Cyprinus carpio pada intensitas cahaya 150 dan 300 lux (p>0.05).
15
Benih ikan tengadak selama penelitian diberikan pakan komersil secara at
satiation karena sumber energi pada ikan adalah pakan tetapi energi dalam pakan
tidak dapat digunakan sampai pakan tersebut dicerna dan diserap oleh sistem
pencernaan. Pakan yang dimakan oleh ikan, setelah masuk ke dalam rongga mulut
akan ditelan dan setelah itu melalui segmen esophagus akan masuk ke dalam
lambung. Selanjutnya pakan tersebut secara perlahan-lahan akan bergerak ke
segmen bagian belakang. Di dalam usus terjadi penyerapan zat-zat pakan hasil
pencernaan dan sisa pakan yang tidak dicerna akan dikeluarkan melalui anus
berupa feses (Affandi et al. 2004). Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas air
selama penelitian dilakukan pensiponan setiap hari untuk membuang sisa pakan
dan feses yang dikeluarkan oleh benih ikan tengadak. Menurut Fujaya (2004)
komponen pakan berupa protein, lemak, dan karbohidrat dipecah menjadi
senyawa-senyawa yang sederhana, nutrien ini yang dapat diserap oleh enterosit
dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk selanjutnya digunakan mensintesis senyawa
baru (anabolisme) dan menghasilkan energi (katabolisme).
Pada penelitian ini diduga semakin lama penyinaran dan peningkatan
intensitas cahaya akan meningkatkan jumlah konsumsi pakan benih ikan
tengadak, dan sebaliknya (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan Boeuf and Le Bail
(1999), cahaya mempengaruhi pertumbuhan ikan dan juga merangsang laju
konsumsi pakan. Pada keadaan cukup pakan, ikan akan mengkonsumsi pakan
hingga memenuhi kebutuhan energinya, penggunaan energi untuk metabolisme
dan pertumbuhan sesuai dengan ukuran ikan (Fujaya 2004). Menurut Affandi et
al. (2004) proses pencernaan dan penyerapan zat makanan membutuhkan energi
yang besarnya tergantung pada kualitas pakan dan kuantitas pakan yang
dikonsumsi oleh ikan.
Indikator untuk menentukan efesiensi pakan ikan dalam memanfaatkan
pakan adalah persentase nilai efesiensi pakan. Efesiensi pakan merupakan suatu
ukuran yang menyatakan rasio untuk menghasilkan biomassa ikan dengan jumlah
pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Efesiensi pakan pada semua
perlakuan lama penyinaran 6 jam, 12 jam, 18 jam dan intensitas cahaya 250 lux,
400 lux, 550 lux tidak berbeda nyata (p>0.05), hal ini diduga bahwa penyerapan
nutrisi pakan yang diberikan pada benih ikan tengadak relatif sama. Efesiensi
pakan tidak berbeda nyata (p>0.05) pada benih Mirror carp Cyprinus carpio
dengan lama penyinaran 12 jam dan 16 jam (Yagci and Yigit 2009), dan juga
benih Rainbow trout dengan lama penyinaran 16 jam dan 24 jam (Ergun et al.
2003).
Benih ikan tengadak setelah dipelihara pada perbedaan lama penyinaran dan
intensitas cahaya juga mempengaruhi sebaran ukuran bobot dan panjang ikan
(Gambar 5 dan Gambar 6). Populasi benih ikan tengadak dengan lama penyinaran
6 jam pertumbuhan bobot dan panjang tubuhnya relatif lebih lambat dibandingkan
dengan lama penyinaran 12 jam dan 18 jam. Pertumbuhan bobot dan panjang
tubuh benih ikan tengadak lebih cepat pada intensitas cahaya 550 lux
dibandingkan dengan 250 lux dan 400 lux. Sebaran pertumbuhan benih ikan
tengadak ini dapat dijelaskan bahwa perilaku makan untuk mendeteksi dan
menangkap pakan dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan lama penyinaran
melalui penglihatan oleh mata ikan tengadak.
16
Perubahan lingkungan direkam oleh alat indra dan salah satu diantaranya
oleh mata yang memungkinkan untuk dapat melihat pada hampir ke seluruh
bagian dari lingkungan sekelilingnya, dan retina merupakan bagian terpenting dari
mata yang terdiri atas jaringan uraf saraf peka cahaya. Jarak penglihatan pada
ikan, tidak hanya tergantung pada sifat indera penglihat saja tetapi juga pada
keadaan penglihatan di dalam air. Pada kejernihan air yang baik dan terang maka
jarak penglihatan ikan akan lebih jelas. Sedangkan dalam keadaan air yang keruh,
kemampuan daya penglihatan ikan di dalam air akan sangat jauh berkurang. Maka
dari itu, selama penelitian dijaga kejernihan air sehingga intensitas cahaya yang
diberikan tidak berkurang. Boeuf and Le Bail (1999) ikan sensitif terhadap
cahaya, sensitivitas dan ketajaman mata bergantung pada terangnya bayangan
yang mencapai retina. Menurut Fujaya (2004) pada sejumlah besar spesies ikan
dengan aneka ragam habitat, retina ikan memperlihatkan struktur yang bervariasi
tergantung tekanan selektif intensitas cahaya dan spektrum dalam lingkungan.
Perbedaan tekanan selektif tersebut menyebabkan perbedaan ketebalan retina,
perbedaan subjenis sel retina (khususnya fotoreseptor), dan spesialisasi wilayah
kon dan rod pada sel retina.
Pada penelitian ini benih ikan tengadak dipelihara dengan intensitas cahaya
yang berbeda dan menggunakan spektrum cahaya putih (full spectrum). Spektrum
cahaya putih digunakan supaya tidak terjadi bias adanya pengaruh panjang
gelombang terhadap perlakuan lama penyinaran dan intensitas cahaya.
Karakatsouli et al. (2010) pertumbuhan Mirror common carp Cyprinus carpio
lebih baik dipelihara pada spektrum cahaya merah dan biru. Perkembangan kon di
retina mata Cyprinus carpio mencapai puncaknya pada panjang gelombang
cahaya berwarna merah, hijau, dan biru (Neumeyer 1992).
Ikan mampu mendeteksi perbedaan intensitas cahaya dan spektrum cahaya
(panjang gelombang) oleh fotoreseptor sel retina. Kon dan rod adalah dua jenis
fotoreseptor yang masing-masing berbentuk kerucut dan batang. Kumpulan kon
diduga lebih banyak pada perlakuan dengan intensitas cahaya 550 lux daripada
intensitas cahaya 250 lux dan 400 lux. Pada saat ikan dipelihara dalam kondisi
cahaya terang maka akan banyak kumpulan kon (bertanggung jawab pada
penglihatan terang/photopik), dan saat ikan dipelihara dalam kondisi gelap maka
akan banyak rod (bertanggung jawab pada penglihatan cahaya samar atau
gelap/scotopik). Dengan berkembangnya adaptasi terhadap gelap dan terang,
maka ikan akan mudah memakan pakan. Aktifitas makan yang baik akan
menunjang pertumbuhan ikan. Menurut Fujaya (2004) perbedaan kepekaan
cahaya pada kon dan rod disebabkan oleh kandungan pigmen penglihatan yang
berbeda. Kon mengandung rhodopsin yang merupakan gabungan retinen dan
fotopsin yang peka terhadap warna, sedangkan rod adalah gabungan retinen dan
scotopsin. Pada saat cahaya terang menyinari mata, kon bergerak menjauhi
membran pembatas terluar, sedangkan rod diselimuti epithelium berpigmen. Saat
cahaya samar atau gelap, rod mendekati membran pembatas terluar dan segmen
terluar pada kon dilindungi oleh epithelium berpigmen.
Untuk mengetahui tingkat daya tahan tubuh benih ikan tengadak setelah
dipelihara selama 30 hari dengan perbedaan lama penyinaran dan intensitas
cahaya, maka dilakukan pengujian terhadap kecepatan arus air sebesar 1.5 m/s
artinya diujikan 2-3 kali lipat dari kecepatan arus air di alam aslinya. Ikan
tengadak merupakan ikan endemik yang berasal dari Kalimantan yang habitatnya
17
di sungai besar dan sungai kecil, salah satunya di sungai Kapuas. Daerah estuari
sungai Kapuas merupakan daerah yang sangat kompleks karena adanya pengaruh
seperti sapuan arus, hempasan ombak dan pasang surut laut. Menurut Jumarang et
al. (2011), pergerakan massa air sungai Kapuas Kalimantan Barat pada kondisi
purnama lebih tinggi dibandingkan saat perbani dengan kecepatan arus 0.05–0.70
m/s. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Agustini et al. (2013) kecepatan arus
sungai Kapuas dengan kisaran 0.48-0.56 m/s. Hasil penelitian memperlihatkan
adanya interaksi antara lama penyinaran dan intensitas cahaya terhadap daya
tahan tubuh benih ikan tengadak, semakin lama penyinaran dengan intensitas
cahaya semakin tinggi diduga akan menurunkan daya tahan tubuh benih ikan
tengadak (Gambar 7). Menurut Boeuf and Le Bail (1999), intensitas cahaya yang
intensif dapat menyebabkan stress bahkan kematian. Hasil penelitian Setiadi et al.
(2002), kematian larva Red spotted grouper Epinephelus akaara diduga semakin
tinggi seiring dengan peningkatan intensitas cahaya dan intensitas cahaya terbaik
pada 500 lux.
Kualitas air mempunyai peran yang sangat penting dalam keberhasilan
budidaya ikan. Indikator kualitas air untuk menilai kelayakan budidaya ikan
biasanya didasarkan pada faktor fisika dan kimia air pada kolom air. Kualitas air
selama pemeliharaan pada perbedaan lama penyinaran dan intensitas cahaya
masih layak untuk kehidupan dan pertumbuhan benih ikan tengadak karena dalam
lingkungan terkontrol (Tabel 4). Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi
ikan sehingga diperlukan dalam jumlah yang cukup. Kadar oksigen terlarut
selama penelitian sekitar 4.56 - 5.36 mg/l, ikan dapat bertahan hidup dengan kadar
oksigen terlarut lebih dari 3 mg/l (Boyd 1988). Suhu air selama pemeliharaan
benih ikan tengadak pada semua perlakuan relatif stabil yang berkisar antara
23.6oC hingga 25.4oC, fluktuasi suhu air ± 3oC (Boyd 1988). Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8.5.
Alkalinitas berperan sebagai sistem penyangga (buffer) agar perubahan pH tidak
terlalu besar. Alkalinitas tinggi akan mengalami fluktuasi pH harian yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai alkalinitas rendah. Nilai alkalinitas yang
terlalu tinggi tidak disukai oleh ikan karena biasanya diikuti dengan nilai
kesadahan yang tinggi. Ammonia berasal dari limbah pakan karena pakan tidak
dimanfaatkan sepenuhnya oleh ikan ikan, feses ikan, sisa metabolisme, dan nutrisi
lain yang terlarut. Jumlahnya bervariasi tergantung intensitas, jenis ikan, ukuran
ikan, dan jenis pakan yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan. Ammonia
bersifat toksik bagi ikan, ikan tidak dapat bertahan pada ammonia bebas dengan
kadar yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen
oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufokasi (Effendi 2000).
18
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemeliharaan benih ikan tengadak terbaik bila dipelihara pada lama
penyinaran 12 jam dan intensitas cahaya 550 lux dapat meningkatkan laju
pertumbuhan spesifik 0.42%, panjang mutlak 16.39%, jumlah konsumsi pakan
1.26%, efesiensi pakan 5.41%, dan tingkat daya tahan tubuh benih ikan tengadak
terhadap arus air 1.3%.
Saran
Untuk lebih meningkatkan pertumbuhan dan sintasan benih ikan tengadak,
sebaiknya perlu diteliti lebih lanjut dengan lama penyinaran 12 jam dan intensitas
cahaya di atas 550 lux sehingga dapat diketahui intensitas cahaya yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2004. Fisiologi Ikan Pencernaan
dan Penyerapan Pakan. Bogor (ID): Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Agustini T, Jumarang MI, Ihwan A. 2013. Simulasi pola sirkulasi arus di muara
Kapuas Kalimantan Barat. Jurnal Prisma Fisika, I(1): 33-39.
Barimani S, Kazemi MB, Hazaei K. 2013. Effects of different photoperiod
regimes on growth and feed conversion rate of young Iranian and French
Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss). World Applied Sciences Journal,
21(10): 1440-1444.doi:10.5829/idosi.wasj.2013.21.10.2700.
Boeuf G, Le-Bail PY. 1999. Does light have an influence on fish growth?.
Aquaculture, 177: 129-152.
Boyd EC. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Alabama (US): Auburn University Agricultural Experiment Station.
Effendi H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Bogor (ID): Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama
Ergün S, Yigit M, Türker A. 2003. Growth and feed consumption of young
Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss) exposed to different photoperiod