Daerah Penangkapan serta Faktor yang Berpengaruh terhadap Hasil Tangkapan Utama Pukat Udang di Laut Arafura

DAERAH PENANGKAPAN SERTA FAKTOR YANG
BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA
PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA

DANIEL REZKI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian Daerah Penangkapan
serta Faktor Teknis yang Berpengaruh terhadap Hasil Tangkapan Utama
Pukat Udang di Laut Arafura adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Daniel Rezki
NIM C451120161

RINGKASAN
DANIEL REZKI. Daerah Penangkapan serta Faktor Teknis yang Berpengaruh
terhadap Hasil Tangkapan Utama Pukat Udang di Laut Arafura. Dibimbing oleh
RONNY IRAWAN WAHJU, MULYONO S BASKORO, dan MOHAMMAD
IMRON
Udang merupakan komoditas perikanan ekonomis penting dan merupakan
salah satu komoditas ekspor perikanan Indonesia. Komoditas ini mempunyai nilai
produksi Rp 7.308.097.682.000,00 pada tahun 2011, yang sebagian besar berasal
dari hasil tangkapan pukat udang di Arafura. Namun produksinya udang dari
tahun ke tahun berfluktuasi dan cenderung menurun serta beberapa perusahaan
pukat udang tidak lagi aktif. Oleh karena itu perlu dikaji kembali beberapa faktor
yang mempengaruhi laju tangkap, seperti faktor teknis penangkapan dan
informasi yang menunjang daerah penangkapan. Tujuan dari penelitian ini adalah

menganalisis faktor teknis seperti waktu penangkapan (siang dan malam), lama
towing, kecepatan towing, dan kedalaman perairan terhadap laju tangkap pukat
udang serta mengestimasi daerah penangkapan udang yang potensial.
Data pada penelitian ini diperoleh dengan observasi langsung pada kapal
pukat udang di Laut Arafura selama satu bulan pada bulan Juli 2013. Data jurnal
penangkapan pukat udang diperoleh dari Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.
Selanjutnya, data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif komparatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor teknis yang dapat
meningkatkan laju tangkap yaitu : 1) kedalaman perairan 11-20 meter; 2) lama
towing 91-150 menit; 3) kecepatan towing 2.5-3.0 knot dan 4) penangkapan
dilakukan pada malam hari. Adapun daerah penangkapan potensial pukat udang
berada di sekitar kepulauan Aru yang terdiri 9 area penangkapan. Laju tangkap
tertinggi terdapat pada area I (500000 - 5030000 LS dan 135030000 - 13600000 BT),
sedangkan laju tangkap terendah pada area A (5030000 - 6000000 LS dan 135000000
- 135030000 BT).
Kata kunci: faktor teknis, daerah penangkapan, laju tangkap, towing, pukat udang,
Arafura.

SUMMARY
DANIEL REZKI. Catch Area and Technical Factors that Influence the Main

Shrimp Trawl Catches in the Arafura Sea. Supervised by RONNY IRAWAN
WAHJU, MULYONO S BASKORO, dan MOHAMMAD IMRON
Shrimp is an economically important commodity that being one of
Indonesian fisheries export commodity. This commodity had production value
IDR 7,308,097,682,000.00 in 2011, which largely produced by shrimp trawl in
Arafura sea. The problems were shrimp production was decreasing year by years
and some shrimp trawl company had not active anymore. Therefore some factors
that influenced catch rate were needed to be assess, such as technical factors and
informations about fishing ground. The objectives of this research are to analyze
technical factors such as fishing time (day and night), towing duration, towing
speed, and depth towards shrimp trawl catch rate and estimate the potential
fishing ground of shrimp.
Data of this research was collected by direct observation from shrimp
trawl vessel in Arafura sea for one month in July 2013. Data of shrimp trawl
fishing journal were collected from Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Data was
analyzed by using descriptive comparative method.
The results showed technical factors that increasing catch rate were : 1)
trawling at 11-20 meters waters depth, 2) 90-150 minutes towing duration, 3) 2.53.0 knot towing speed, and 4) trawling during night. The potential fishing ground
for shrimp trawl was around Aru Archipelago that consisted 9 fishing ground
areas. Highest catch rate was known on area I (500000 - 5030000 S and 135030000 13600000 E) and the lowest catch rate was estimate on area A (5030000 - 6000000 S

and 135000000 - 135030000 E).
Keywords : technical factors, fishing ground, catch rate, towing, shrimp trawl,
Arafura.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

DAERAH PENANGKAPAN SERTA FAKTOR YANG
BERPENGARUH TERHADAP HASIL TANGKAPAN UTAMA
PUKAT UDANG DI LAUT ARAFURA

DANIEL REZKI


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Deni Achmad Soeboer SPi, MSi

Judul Tesis

Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi

: Daerah Penangkapan serta Faktor yang Berpengaruh
terhadap Hasil Tangkapan Utama Pukat Udang di Laut

Arafura
: Daniel Rezki
: C451120161
: Teknologi Perikanan Laut

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil
Ketua

Prof Dr Mulyono S Baskoro, MSc
Anggota

Dr. Ir. Mohammad Imron, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknologi Perikanan Tangkap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 23 Juli 2014

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun judul
dari karya ilmiah ini adalah “Daerah Penangkapan serta Faktor yang Berpengaruh
terhadap Hasil Tangkapan Utama Pukat Udang di Laut Arafura”.
Penulis sadar bahwa selesainya karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Ronny Irawan Wahju, M Phil, Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc serta

Dr Ir Mohammad Imron, M Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan dan arahan yang membangun dalam
penyelesaian karya ilmiah ini;
2. Rebyct II-CTI Kementerian Kelautan Perikanan dan PT Dwi Bina Utama yang
telah memfasilitasi penelitian ini;
3. Ayah, Ibu, Adik, seluruh keluarga, serta teman-teman saya atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2014
Daniel Rezki

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xii


DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

DAFTAR ISTILAH

xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Kerangka pemikiran


1
1
2
2
3
3

2 PENGARUH WAKTU PENANGKAPAN TERHADAP LAJU TANGKAP
UDANG
4
Pendahuluan
4
Tujuan
5
Manfaat
5
Metodologi
5
Hasil dan Pembahasan
6

Kesimpulan
10
3 PENGARUH LAMA TOWING TERHADAP LAJU TANGKAP UDANG
Pendahuluan
Tujuan
Manfaat
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan

11
11
12
12
12
13
15

4 PENGARUH KECEPATAN TOWING TERHADAP LAJU TANGKAP
UDANG
Pendahuluan
Tujuan
Manfaat
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan

16

5 PENGARUH KEDALAMAN PERAIRAN TERHADAP LAJU
TANGKAP UDANG
Pendahuluan
Tujuan

16
16
17
17
17
20

21
21
22

Manfaat
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan

22
23
24
27

6 DAERAH PENANGKAPAN UDANG DI LAUT ARAFURA
Pendahuluan
Tujuan
Manfaat
Metodologi
Hasil dan Pembahasan

28
28
29
29
29
29

7 PEMBAHASAN UMUM

37

8 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

39
39
39

DAFTAR PUSTAKA

40

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

65

DAFTAR TABEL
1 Hasil tangkapan pukat udang pada siang dan malam hari
2 Hasil tangkapan pukat udang dengan lama towing yang berbeda
3 Hasil tangkapan pukat udang dengan kecepatan towing yang
berbeda
4 Sidik raga Anova
5 Hasil tangkapan pukat udang dengan kedalaman perairan yang
berbeda
6 Komposisi dan laju tangkap udang berdasarkan bulan
penangkapan
7 Komposisi dan laju tangkap udang pada tiap area penangkapan

8
13
18
23
24
31
35

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran pendekatan masalah
2 Perbedaan komposisi hasil tangkapan pukat udang pada siang dan
malam hari
3 Laju tangkap udang berdasarkan waktu penangkapan yang
berbeda
4 Laju tangkap tiap jenis udang pada siang dan malam hari
5 Laju tangkap udang dengan lama towing yang berbeda
6 Laju tangkap tiap jenis udang dengan lama towing yang berbeda

3
7
8
9
14
15

7 Laju tangkap udang dengan kecepatan towing yang berbeda
8 Laju tangkap tiap jenis udang dengan kecepatan towing yang
berbeda
9 Siklus hidup udang penaeidae
10 Laju tangkap udang berdasarkan kedalaman perairan yang
berbeda
11 Laju tangkap tiap jenis udang berdasarkan kedalaman perairan
yang berbeda
12 Lokasi daerah penangkapan armada pukat udang berdasarkan
bulan
13 Kompilasi daerah operasi pukat udang berdasarkan bulan
14 Peta penyebaran hutan mangrove di kawasan Maluku dan Papua
15 Area penangkapan pukat udang dengan tiga jenis udang dengan
laju tangkap tertinggi dan laju tangkap udang total

19
19
22
25
26
30
32
33
34

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data olahan observasi dan jurnal penangkapan pukat udang di
Arafura
2 Pengaruh lama towing terhadap laju tangkap udang pada saat
siang dan malam hari
3 Hasil uji spss pengaruh waktu penangkapan terhadap laju tangkap
udang
4 Hasil uji spss pengaruh kedalaman terhadap laju tangkap udang
5 Hasil uji spss pengaruh lama towing terhadap laju tangkap udang
6 Hasil uji spss pengaruh kecepatan towing terhadap laju tangkap
udang
7 Data produksi PT Dwi Bina Utama tahun 2009-2013
8 Desain alat tangkap pukat udang
9 Dokumentasi hasil tangkapan utama pukat udang
10 Dokumentasi penelitian

44
47
48
49
53
55
57
60
61
62

DAFTAR ISTILAH
BED

Deskriptif komparatif
Echosounder
Fishing ground
Fishing base
Hauling

: Bycatch Excluder Device (alat untuk
mengeluarkan hasil tangkapan sampingan
pukat udang);
: Analisa data yang menggambarkan dan
membandingkan hasil;
: Alat untuk mendeteksi kedalaman dan
topografi dasar perairan;
: Daerah penangkapan dari udang maupun ikan
target;
: Pangkalan dari armada penangkapan
: Proses pengangkatan jaring setelah dilakukan

Headless

:

Head on

:

Inner carton

:

Juvenil

:

Knot

:

Laju tangkap

:

Nokturnal

:

Nutrien

:

Setting
Tickler chain

:
:

Try net

:

penarikan jaring;
Jenis udang yang dikemas dengan dipotong
kepalanya terlebih dahulu;
Jenis udang yang dikemas dengan kepala yang
utuh;
Tempat kemasan untuk udang yang berbentuk
kotak karton dengan ukuran 2 kg dan 1.5 kg;
Biota dalam ukuran, bentuk dan umur tertentu
yang belum dewasa;
Ukuran kecepatan untuk kapal dengan satuan
mil laut per jam;
Ukuran jumlah tangkapan yakni hasil
tangkapan (kg) dibagi dengan upaya
penangkapan (jam);
Perilaku biota yang aktif bergerak dan mencari
makan pada malam hari;
Unsur atau senyawa kimia yang digunakan
untuk metabolisme atau fisiologi organisme;
Persiapan awal pengoperasian alat tangkap;
Rantai pengejut yang berfungsi untuk
merangsang udang untuk melompat dan
sekaligus berfungsi sebagai pemberat pada
pukat udang;
Jaring pukat udang berukuran kecil yang
digunakan untuk mengestimasi jumlah udang
yang tertangkap.

1

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang merupakan komoditas perikanan yang memiliki potensi besar dan
merupakan produk ekspor dengan nilai jual yang cukup tinggi. Nilai produksi
udang dari sektor penangkapan di peraran laut Indonesia mencapai
Rp7.308.097.682.000,00 pada tahun 2011 (KKP 2011). Potensi ini menjadi daya
tarik bagi beberapa pelaku perikanan, terutama perusahaan perikanan untuk
bersaing dalam bidang penangkapan udang.
Laut Arafura merupakan salah satu daerah penangkapan udang yang
sangat potensial di Indonesia. Potensi udang penaeidae di perairan tersebut
mencapai 12.206 ton pada tahun 2011 (KKP 2011). Adapun luas perairannya
mencapai 150.000 km2 dengan daerah penangkapan intensif seluas 73.500 km2
(Marpaung 2006).
Kegiatan penangkapan udang di perairan Arafura banyak menggunakan
bottom trawl dengan tipe double rig shrimp trawl. Menurut Subani dan Barus
(1989), trawl merupakan alat tangkap yang paling efektif digunakan untuk
menangkap udang. Hasil tangkapan utamanya adalah jenis udang penaeidae.
Adapun beberapa hasil tangkapan sampingannya berupa ikan dan jenis biota
lainnya.
Seiring dengan perkembangan waktu, pengoperasian trawl di beberapa
perairan Indonesia banyak menimbulkan konflik antar nelayan. Hal Ini
dikarenakan alat tangkap ini dinilai tidak ramah lingkungan dan merugikan
nelayan skala kecil. Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden mengeluarkan
Keppres no. 39 tahun 1980 yang berisi tentang penghapusan trawl di seluruh
perairan Indonesia. Nikijuluw (2002) menginformasikan bahwa adanya Keppres
39/1980 menyebabkan penurunan yang cukup drastis pada komoditas produksi
udang nasional. Oleh karena permasalahan tersebut pemerintah kemudian
melakukan upaya peningkatan produksi udang dengan mengeluarkan Keppres
No. 85 tahun 1982. Regulasi ini memberi kesempatan kepada para pelaku usaha
perikanan untuk menggunakan alat tangkap trawl yang harus dimodifikasi dengan
penambahan Turtle Excluder Device (TED). Alat tangkap tersebut selanjutnya
diberi nama pukat udang. Daerah operasi penangkapan juga dibatasi, yakni hanya
perairan Indonesia timur. Perairan yang diperbolehkan meliputi Kepulauan Kei,
Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru, Irian Jaya dan Laut Arafura.
Perairan Arafura yang cukup luas membutuhkan keterampilan dan
pengetahuan dalam mencari daerah penangkapan udang potensial. Pada umumnya
nelayan membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak mendapat hasil yang
optimal karena dalam menentukan daerah penangkapan udang hanya berdasarkan
kebiasaan dan pengalaman. Padahal, daerah penangkapan ikan (DPI) merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha penangkapan udang. Oleh
karena itu, pemetaan terhadap jumlah hasil tangkapan udang sangat diperlukan
sebagai acuan untuk mengetahui daerah operasi yang potensial.
Daerah operasi penangkapan pukat udang yang potensial sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti iklim dan kedalaman
perairan. Faktor teknis pada pengoperasian kapal pukat udang cukup penting

2

dalam menentukan keberhasilan operasi penangkapan. Beberapa faktor tersebut
meliputi waktu pengoperasian, kecepatan towing, dan lama towing. Oleh karena
itu, informasi daerah penangkapan beserta dengan faktor teknis pengoperasian alat
tangkap sangat perlu untuk dikaji agar para pelaku usaha mengetahui dan
mendapatkan acuan untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan.

Rumusan Masalah
Hasil tangkapan utama pukat udang terdiri dari udang Banana (Penaeus
merguensis), udang Ende (Metapenaeus endeavouri), udang Tiger (Penaeus
semisulcatus), dan udang Kerosok (Parapenaeopsis sculptilis). Total hasil
tangkapan di Laut Arafura telah menyumbang produksi sebesar 29.32 % dari
total komoditas udang di Indonesia (Wijopriono et al. 2007).
Permasalahan yang terjadi adalah beberapa perusahaan pukat udang tidak
lagi melakukan operasi penangkapan akibat keuntungan yang kurang sesuai
dengan biaya operasional karena hasil tangkapan yang kurang maksimal
(Sumiono et al. 2011). Oleh karena itu informasi tentang daerah penangkapan
potensial dan faktor teknis operasi penangkapan sangat dibutuhkan sebagai salah
satu upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan. Diharapkan dengan
optimalnya hasil tangkapan keuntungan perusahaan juga maksimal sehingga dapat
menjamin keberlanjutan usaha perikanan pukat udang.
Penelitian yang mengkaji mengenai peta daerah penangkapan udang di
Arafura dan faktor teknis penangkapan masih sulit ditemukan. Informasi
mengenai peta penangkapan udang yang berbasis waktu sangat dibutuhkan agar
biaya dan hasil produksi dapat optimal. Adapun tahap selanjutnya, adalah
diperlukan pengetahuan faktor penangkapan yang mendukung keberhasilan hasil
tangkapan udang yang optimal. Faktor teknis yang dianalisis pada penelitian ini
hanya dibatasi pada waktu penangkapan (siang dan malam), kedalaman perairan,
lama towing dan kecepatan towing. Faktor tersebut merupakan faktor yang dapat
dikontrol nelayan, sehingga hasil penelitian ini akan mudah diterapkan. Hasil
penelitian ini diharapakn dapat menjawab “apakah perbedaan waktu penangkapan,
lama towing, kecepatan towing kedalaman perairan dan daerah penangkapan dapat
meningkatkan laju tangkap pukat udang”.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1) Menganalisis dan menentukan perlakuan faktor teknis seperti waktu
penangkapan, lama towing, kecepatan towing serta kedalaman perairan yang
dapat menyebabkan laju tangkap udang lebih tinggi di Laut Arafura; dan
2) Menentukan daerah penangkapan dan penyebaran dari udang penaeidae yang
ditangkap dengan pukat udang di Laut Arafura.

3

Manfaat
Tiga manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini, yaitu:
1. Informasi kepada nelayan dan stakeholder tentang daerah penangkapan
potensial dan faktor teknis yang mempengaruhi hasil tangkapan udang,
2. Acuan dalam pengoperasian alat tangkap pukat udang agar diperoleh hasil
yang maksimal; dan
3. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan.
Kerangka Pemikiran
Keberhasilan penangkapan udang dipengaruhi oleh informasi daerah
penangkapan potensial serta faktor teknis pengoperasian. Oleh karena itu
diperlukan penelitian yang dapat memberi acuan dalam meningkatkan laju
tangkap pukat udang. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Potensi Udang di Arafura
Permasalahan
1. Kurangnya informasi distribusi hasil tangkapan
2. Penentuan faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan udang dalam
operasi penangkapan
Pengambilan Data sekunder dari
Sekolah Tinggi Perikanan
berupa :
- Waktu penangkapan
- Kedalaman
- Kecepatan towing
- Lama towing
- Hasil Tangkapan

Pengambilan data primer dari
observasi berupa:
- Waktu penangkapan
- Kedalaman perairan
- Kecepatan towing
- Lama towing
- Hasil Tangkapan
Analisis

Analisis DPI
- Analisis Deskriptif

Analisis Statistik
- Uji T
- Uji Annova
- Uji Kruskall-Wallis
- Uji lanjut Games-Howell
- Uji lanjut Scheffe

1. Peta daerah penangkapan udang
2. Faktor teknis yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan
Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan masalah

4

2 PENGARUH WAKTU PENANGKAPAN TERHADAP LAJU
TANGKAP UDANG
Pendahuluan
Udang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang bernilai
ekonomis tinggi dan mempunyai prospek pasar yang sangat cerah karena
komoditas ini paling banyak diminati konsumen di berbagai penjuru dunia.
Sampai sekarang, udang tetap menjadi komoditas unggulan hasil perikanan
dengan nilai terbesar (21%) dari nilai perdagangan dunia. Bagi Indonesia, udang
dapat dikatakan sebagai komoditas ekspor andalan penghasil devisa karena dari
nilai total ekspor hasil perikanan, 50% berasal dari penjualan udang. Berbagai
varietas udang bernilai ekonomis tinggi banyak diekspor ke Jepang, Hongkong,
Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Uni Eropa. Harga dan permintaannya
selalu meningkat di pasaran internasional sehingga menghasilkan devisa negara
yang besar. Jumlah produksi usaha penangkapan udang di laut Indonesia
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,15 % per tahun (Manggabarani 2003).
Alat tangkap yang efektif dalam menangkap udang di laut adalah pukat
udang. Pukat udang yang digunakan dalam penelitian adalah pukat udang ganda
(double rig shrimp trawl). Pukat udang ganda menggunakan dua buah unit jaring
sekaligus. Penggunaan pukat udang ganda berpengaruh terhadap efisiensi tenaga
dibandingkan dengan satu jaring dengan luas sapuan yang sama. Pukat udang
ganda ini digunakan di Indonesia secara komersial sejak awal tahun 1970
(Pelita 1) terutama di perairan Irian Jaya (Laut Arafura, Teluk Bintuni) dan
sebagian perairan Maluku (sekitar Kepulauan Aru) (Subani dan Barus 1989).
Satu trip penangkapan pukat udang yang berada di Arafura umumnya
kurang lebih dua bulan. Penangkapan pukat udang dilakukan siang maupun
malam hari apabila kondisi memungkinkan. Hal tersebut dikarenakan banyaknya
masalah yang terjadi pada saat operasi misalnya kerusakan jaring, kerusakan
mesin dan lain-lain. Waktu operasi pada pukat udang di Arafura yakni 24 jam
sehari. Kru kapal dibagi menjadi dua kelompok yang bergantian shift kerja
dengan durasi delapan jam.
Hasil tangkapan utama pada alat tangkap pukat udang adalah udang.
Udang mempunyai dua periode tingkah laku yang berbeda yaitu aktif pada malam
hari dan pasif pada siang hari. Udang melakukan banyak aktivitas pada malam
hari dan membenamkan diri pada siang hari. Menjelang matahari terbit udang
membenamkan diri di dalam lumpur atau pasir atau mencari tempat yang agak
gelap (Subramanian 2000).
Keberadaan target tangkapan di suatu perairan sangat menentukan
keberhasilan penangkapan. Posisi alat tangkap harus dipastikan sesuai dengan
keberadaan target tangkapan tersebut. Keberadaan atau posisi dari suatu target
tangkapan juga dipengaruhi oleh kebiasaan, sifat dan tingkah lakunya. Tingkah
laku target tangkapan juga harus diketahui apakah target tangkapan lebih banyak
tertangkap pada siang hari atau malam hari. Sehingga bisa didapatkan strategi
penangkapan yang baik terkait waktu penangkapan ideal sehingga hasilnya
efektif.

5

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Menganalisis perbedaan laju tangkap udang pada siang dan malam hari
2. Mengetahui jenis udang yang laju tangkapnya dipengaruhi oleh waktu
penangkapan

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan mengenai waktu pengoperasian yang efektif kepada
pelaku usaha perikanan udang
2. Memberikan informasi bagi akademisi dan peneliti mengenai pengaruh waktu
penangkapan terhadap jumlah dan jenis udang yang tertangkap

Metodologi
Metode pengumpulan data untuk data primer yang dianalisis pada
penelitian ini adalah observasi dengan mengikuti kegiatan operasi penangkapan
pukat udang pada kapal Binama No 7 milik Perusahaan Dwi Bina Utama selama
satu bulan pada bulan Juli 2013. Selanjutnya data tersebut digabungkan dengan
data sekunder yang diperoleh dari Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Data
sekunder yang digunakan berupa jurnal penangkapan armada pukat udang pada
tahun 2011 dan 2012 yang berisi jenis dan jumlah udang yang tertangkap serta
waktu operasinya. Penggabungan data ini bertujuan memperbanyak jumlah
sampel, yang juga diperoleh pada musim dan daerah penangkapan yang berbeda,
sehingga diharapakan hasil analisis dapat berlaku pada waktu, musim serta daerah
penangkapan yang berbeda.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif komparatif dimana menurut Nazir (1988) metode ini bersifat ex post
facto yang berarti data dikumpulkan setelah semua kejadian telah selesai
berlangsung. Peneliti dapat melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji
hubungan sebab akibat dari data-data yang tersedia. Penelitian ini mengkomparasi
hasil tangkapan udang pada siang dan malam hari
Data waktu penangkapan dikelompokkan menjadi siang dan malam
dengan kategori siang pukul 07.00-17.00 WIT dan kategori malam pukul 19.00
hingga 05.00 WIT (Batista et al. 2012). Batasan ini dibuat agar perbedaan
intensitas cahaya matahari berdasarkan waktu dapat lebih jelas.
Seluruh data digabungkan dan dikelompokkan berdasarkan spesies udang
dan disajikan dalam bentuk laju tangkap yakni dengan membagi hasil tangkapan
udang (kg) dengan lama towing (jam) pada tiap setting. Laju tangkap rata-rata
pada siang dan malam hari didapatkan dengan membagi total laju tangkap dengan
jumlah setting.
Pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Apabila data terdistribusi normal maka pengujian dilakukan menggunakan uji-t
dengan selang kepercayaan 95 % (Priyatno 2011).

6

Adapun hipotesis yang diuji pada analisis ini adalah:
1. H o : waktu penangkapan tidak berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang;
2. H 1 : waktu penangkapan berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang.
Rumus persamaan uji-t menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah
sebagai berikut:
�� − ��
� =
1
1
�� �� � + � �
��
��
��2 =

(�� − 1)��2 − (�� − 1)��2
�� + �� − 2

Keterangan :
Xa
= rata-rata kelompok a
Xb
= rata-rata kelompok b
Sp
= standar deviasi gabungan
Sa
= standar deviasi kelompok a
Sb
= standar deviasi kelompok b
na
= banyaknya sampel di kelompok a
nb
= banyaknya sampel di kelompok b
DF
= na + nb -2
dengan kriteria pengujian terima H 0 jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel atau nilai
signifikansi > 0.05 dan tolak H 0 jika –t hitung < t tabel ; t hitung > t tabel atau
nilai signifikansi < 0.05. Apabila data tidak terdistribusi normal maka pengujian
menggunakan statistik non parametrik uji Mann-Whitney. Analisis statistika pada
penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS.

Hasil dan Pembahasan
Hasil tangkapan di atas kapal dipisahkan menurut jenis dan ukuran
sebelum ditimbang. Hasil tangkapan tersebut dimasukkan kedalam inner carton.
Udang yang dimasukkan ke dalam inner carton ada yang utuh kepala (head on)
dan ada yang tanpa kepala (headless). Ada dua faktor yang mempengaruhi yakni
permintaan pasar, dan juga mutu udang tersebut. Jenis udang yang biasanya utuh
kepala adalah udang Tiger (Penaeus semisulcatus) dan Black Tiger (Penaeus
monodon) dengan kapasitas 1.5 kg per inner carton. Apabila udang tersebut
dalam keadaan tidak baik atau baru selesai moulting sehingga karapaks lunak
(soft) maka dilakukan pemotongan kepala. Jenis udang Jerbung atau Banana
(Penaeus merguiensis), udang Ende pink (Metapenaeus monoceros), udang Kiji,
udang Krosok, dan udang lainnya, setelah dibersihkan, kepalanya dibuang
sehingga produknya disebut headless. Jenis udang tersebut disortir menurut
ukuran, mutu dan jenisnya, kemudian dimasukan dalam kemasan inner carton
dengan kapasitas 2 kg.
Setelah udang-udang tersebut selesai disortir dan dimasukkan ke dalam
inner carton, jumlah inner carton tiap jenis udang selalu dicatat oleh ABK kapal.
Catatan tersebut selalu diberikan ke Nahkoda atau Mualim kapal untuk dilihat dan

7

dicatat ke dalam buku jurnal hasil tangkapan selama satu trip penangkapan.
Catatan tersebut dapat diamati dengan mudah oleh peneliti sehingga dapat
diketahui berapa jumlah tangkapan udang tiap waktu operasi baik siang maupun
malam hari. Perbedaan komposisi udang pada saat siang dan malam hari dapat
dilihat pada Gambar 2

Kerosok
5%
King
1%

Siang

Red B. tiger
1% 0%

Kiji
13%

Uchiwa
1%

Tiger
48%
Ende Blue
15%
Ende Pink
14%

Banana
2%
Kerosok
2% Red B. tiger
1% 0%
Kiji
Uchiwa 4%
2%
King
1%

Malam

Ende Blue
20%
Ende Pink
12%

Tiger
57%

Banana
1%

Gambar 2 Perbedaan komposisi hasil tangkapan pukat udang pada siang
dan malam hari
Spesies udang yang dominan tertangkap pada siang dan malam hari
didominasi oleh tiga jenis udang yakni udang Tiger (Penaeus semisulcatus), Ende
blue (Metapenaeus endeavouri) dan Ende pink (Metapenaeus monoceros)
(Gambar 2). Namun komposisinya dibandingkan jenis udang lain berbeda, dimana
pada siang hari udang Tiger (Penaeus semisulcatus) sebesar 48 %, sedangkan
pada malam hari 57 %. Udang Ende blue (Metapenaeus endeavouri) pada siang
hari 15 % sedangkan pada malam hari 20 %. Berbeda pada udang Ende pink

8

(Metapenaeus monoceros) persentase pada siang hari lebih besar yakni 14 %
dibandingkan malam hari yakni 12 %. Laju tangkap tiap jenis udang pada siang
dan malam hari dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil tangkapan pukat udang pada siang dan malam hari
Hasil tangkapan
Laju tangkap (kg/jam)
Jumlah
Jenis udang
Siang (kg) Malam (kg)
Siang
Malam
Tiger
1440.57
3729.28
5169.85
7.31a
13.86b
Banana
62.45
46.29
108.74
0.32a
0.17b
Ende pink
434.18
766.4
1200.58
2.20a
2.85b
Ende blue
457.91
1283.03
1740.94
2.32a
4.77b
Uchiwa
36.96
138.82
175.79
0.19a
0.52b
King
18.56
46.05
64.62
0.09a
0.17b
Kiji
392.98
287.73
680.71
1.99a
1.07b
Kerosok
135.13
140.44
275.57
0.69a
0.52a
Red
32.56
48.87
81.43
0.17a
0.18a
B. tiger
9.19
5.35
14.54
0.05a
0.02b
Total
3020.5
6492.25
9512.76
15.33a
24.13b
n setting
197
269
466
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada uji-t dengan taraf uji 5 %. Data diolah dari Andang (2011),
Hamran (2012) dan data observasi lapangan (2013)

Laju tangkap (kg/jam)

Data yang didapatkan diuji normalitasnya dengan uji KolmogorovSmirnov dengan hasil data terdistribusi normal (P = 0.373 > 0.05). Oleh karena itu
digunakan uji statistik parametrik yakni uji-t. Hasil uji-t menunjukan waktu
penangkapan berpengaruh terhadap laju tangkap udang (P = 0.00 < 0.05; tolak
H 0 ). Laju tangkap pada malam hari lebih tinggi yakni 24.1 ± 9.6 kg/jam,
dibandingkan pada siang hari yang laju tangkapnya lebih rendah yakni 15.3 ± 7.6
kg/jam (Gambar 3). Perbedaan laju tangkap udang pada siang dan malam hari
dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Siang
Malam
Waktu penangkapan

Gambar 3 Laju tangkap udang berdasarkan waktu penangkapan yang berbeda

9

B. tiger
Red
Kerosok
Kiji
King
Malam

Uchiwa

Siang

Ende blue
Ende pink
Banana
Tiger
0,00

5,00

10,00
15,00
20,00
Laju tangkap (kg/jam)
Gambar 4 Laju tangkap tiap jenis udang pada siang dan malam hari
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Douglas et al.
(2008) yang menemukan bahwa udang penaeidae jenis Penaeus plebejus,
Metapenaeus bennettae, Metapenaeus macleayi lebih banyak tertangkap pada
malam hari dibandingkan siang hari. Begitu juga Batista et al. (2012) yang
menyatakan bahwa udang lebih banyak tertangkap pada saat malam hari
dikarenakan udang bersifat nokturnal.
Udang memiliki sifat nokturnal, yaitu aktif pada waktu malam hari
sedangkan siang hari udang beristirahat di dasar lumpur (Mujiman 1989). Bishop
(2008) menyatakan bahwa udang penaeidae memiliki tingkah laku
membenamkan diri pada waktu siang hari. Tingkah laku mengubur diri tersebut
berguna untuk menyimpan energi dan juga upaya untuk menghindari predator
(Dall et al. 1990). Namun untuk udang yang berukuran kecil (juvenile) dan udang
yang berada pada daerah yang lebih dangkal di sekitar muara sungai, tidak
membenamkan diri pada siang hari (Simoes et al. 2010)
Tingkah laku udang yang membenamkan diri pada siang hari dan berada
di bawah permukaan substrat menyebabkan udang lebih sedikit tertangkap, karena
tickler chain (rantai pengejut) tidak dapat merangsang dan menyapu udang
dengan optimal. Malam hari udang lebih banyak dapat dikejutkan oleh tickler
chain untuk melompat dan masuk ke dalam jaring karena udang berada di atas
substrat perairan.
Jenis udang yang secara statistik berbeda nyata laju tangkapnya antara
siang dan malam hari adalah udang dengan panjang karapas pada hasil observasi
lebih besar yakni udang Tiger (Penaeus semisulcatus) 7.0-9.0 cm, Ende blue
(Metapenaeus endeavouri) 5.7-6.7 cm, Ende pink (Metapenaeus monoceros) 5.76.7 cm, Banana (Penaeus merguiensis) 7.0-8.0 cm, Kiji (Metapenaeopsis
eboracensis) 5.0-5.3 cm, Uchiwa (Thenus orientalis) 6.6-7.6 cm, King (Penaeus
lattisulcatus) 5.6-6.6 cm dan Black tiger (Penaeus monodon) 11.5-12.5 cm. Hal
ini diduga karena ukuran dari jenis udang tersebut lebih besar dibandingkan
dengan udang Kerosok (Parapenaeopsis sculptilis) dan Red (Metapenaeus ensis)

10

dengan panjang karapas masing-masing 3.8-4.1 cm dan 4.2-4.5 cm (Gambar 4).
Jenis udang yang secara statistik signifikan lebih banyak tertangkap pada malam
hari diduga dapat membenamkan diri lebih dalam dan tidak tersapu oleh rantai
pengejut. Ukuran tubuh dari udang diduga berkorelasi dengan kemampuan udang
tersebut untuk membenamkan diri semakin dalam. Sesuai dengan hasil penelitian
Simoes et al. (2010) yakni tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah
udang yang berukuran kecil dengan perbedaan waktu penangkapan siang dan
malam hari.

Kesimpulan
1. Laju tangkap udang pada malam hari sebesar 24.1 ± 9.6 kg/jam yakni lebih
tinggi dibandingkan pada siang hari (15.3 ± 7.6 kg/jam). Sifat udang yang
nokturnal dan tingkah laku mengubur diri pada siang hari menjadi penyebab
perbedaan jumlah tangkapan antara siang dan malam hari.
2. Jenis udang yang laju tangkapnya dipengaruhi oleh waktu penangkapan adalah
udang Tiger (Penaeus semisulcatus), Ende blue (Metapenaeus endeavouri),
Ende pink (Metapenaeus monoceros), Banana (Penaeus merguiensis), Kiji
(Metapenaeopsis eboracensis), Uchiwa (Thenus orientalis), King (Penaeus
lattisulcatus) dan Black tiger (Penaeus monodon).

11

3 PENGARUH LAMA TOWING TERHADAP LAJU
TANGKAP UDANG
Pendahuluan
Pukat udang termasuk jenis trawl dasar perairan (bottom trawl) yang
dimodifikasi khusus untuk menangkap udang sebagai hasil tangkapan utama
(target catch). Bentuknya yang lebih kecil dan penggunaan tenaga mesin kapal
yang lebih rendah merupakan salah satu perbedaan pukat udang dengan trawl
udang lainnya. Selain itu pada bagian antara kantong dan badan jaring pada pukat
udang diberi alat tambahan berupa saringan yang disebut By-catch Excluder
Device (BED). By-catch Excluder Device berfungsi untuk menyaring dan
memisahkan udang dengan biota lain yang tidak termasuk hasil tangkapan
utama/target catch. Menurut Sainsbury (1996) secara umum alat tangkap pukat
udang terdiri dari jaring, ris atas (head rope), ris bawah (ground rope),
pelampung, pemberat, otter board, BED, rantai pengejut (tickler chain) dan warp.
Kapal pukat udang biasanya menempuh waktu 3 sampai 5 hari untuk
sampai di fishing ground. Pada saat kapal sudah mendekati fishing ground
kecepatan kapal diturunkan dan dilakukan persiapan yang dimulai dengan
membuka outer rig (boom) dan merakit alat tangkap. Tahapan dari pengoperasian
alat pukat udang adalah sebagai berikut:
a. Setting
Sebelum setting dimulai, faktor utama yang harus diperhatikan adalah keadaan
cuaca terutama arah dan kekuatan arus, gelombang serta kedalaman perairan.
Jika arus terlalu kuat maka setting sebaiknya dilakukan mengikuti arah arus.
Kecepatan yang diperlukan pada saat setting 4 – 7 knot.
b. Towing
Kecepatan kapal pada saat penghelaan jaring berkisar 2 sampai 3.5 knot yang
dapat dilihat dari GPS. Jika terlalu lambat maka posisi otter board dan bukaan
mulut jaring tidak optimal sehingga akan banyak mengeruk lumpur dan
sampah. Sebaliknya jika terlalu cepat maka posisi otter board dan bukaan
mulut jaring juga tidak optimal sehingga alat tangkap akan melayang.
Lamanya waktu penarikan jaring umumnya selama 1 hingga 3.5 jam
(Ayodhyoa 1975).
c. Hauling
Setelah diperkirakan hasil tangkapan udang sudah cukup maka jaring segera
diangkat sampai otter board berada di ujung rigger. Kemudian lazy line
ditarik sampai posisi kantong menggantung di atas dek untuk kemudian hasil
tangkapan ditumpahkan di atas dek tersebut. Selanjutnya kantong diikat
kembali lalu dapat diturunkan untuk memulai setting berikutnya.
Lama penarikan (towing) berhubungan dengan luas sapuan pukat udang,
dengan harapan banyak udang dan ikan demersal dapat masuk ke dalam jaring.
Semakin cepat penarikan jaring maka kemungkinan ikan lolos akan semakin kecil
(Triharyuni dan Trihargiyatno 2012).
Pukat udang adalah alat yang aktif menyapu dasar perairan menggunakan
jaring dengan lama towing bervariasi sesuai dengan keinginan nahkoda. Lama
towing adalah durasi ketika jaring selesai setting (sudah diturunkan ke dalam

12

perairan) dan ditarik dengan kecepatan dan arah tertentu. Pengetahuan mengenai
lama towing yang efektif menangkap udang diharapkan dapat meningkatkan hasil
tangkapan.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hubungan lama towing dengan jumlah udang yang tertangkap
2. Menganalisis lama towing yang efektif dalam menangkap udang

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan kepada perusahaan dan nelayan pukat udang mengenai
lama towing yang efektif dalam menangkap udang

Metodologi
Metode pengambilan data primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi yakni mengikuti kegiatan operasi penangkan pukat udang di Laut
Arafura selama satu bulan pada bulan Juli 2013. Data tersebut digabungkan
dengan data sekunder yang diperoleh dari Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Data
sekunder yang digunakan berasal dari kapal dengan ukuran alat tangkap yang
sama. Penggabungan ini bertujuan agar hasil analisis dapat berlaku pada waktu
operasi serta daerah penangkapan yang berbeda.
Data lama towing dikelompokkan ke dalam kisaran 30-90 menit, 91-150
menit dan 151-210 menit. Data hasil tangkapan dikelompokan berdasarkan
spesies dan selanjutnya diuji kenormalannya dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Apabila data terbukti terdistribusi normal maka selanjutnya data dianalisis dengan
menggunakan uji Anova. Namun jika data tidak terdistribusi normal maka uji
yang digunakan adalah uji Kruskall-Wallis.
Adapun hipotesis yang diuji pada analisis ini adalah:
1. H o : lama towing tidak berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang; dan
2. H 1 : minimal ada satu kisaran lama towing yang berpengaruh terhadap laju
tangkap pukat udang.
Rumus uji Anova adalah sebagai berikut :

�� 2 =

�� 2
�=
�� 2

�1(��1−�)2 + �2 (��2 −�)2 +⋯ + �2 (��� −�)2
�−1

�� =

�1 . �̅1 + �2 . �̅2 + … + �� . �̅�
�−1

13

�� 2 =

(�1 − 1)�12 + (�2 − 1)�22 + ⋯ + (�� − 1)��2
�−�

Keterangan :
Sb
= varian between
X
= rata-rata gabungan
Sw
= varian within
Xn
= rata-rata kelompok
Sn
= varian kelompok
Nn
= banyaknya sampel pada kelompok
K
= banyaknya kelompok
Selanjutnya, apabila kesimpulan yang diperoleh menunjukkan hasil tangkapan
pada setiap kisaran kedalaman berbeda nyata (F hitung > F tabel atau nilai signifikasi
< 0.05; atau tolak H o ) maka digunakan uji lanjut Scheffe. Pengujian ini dilakukan
untuk melihat kisaran lama towingi yang paling berpengaruh terhadap hasil
pengujian. Uji statistika pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS

Hasil dan Pembahasan
Lama towing adalah durasi ketika jaring selesai setting (sudah diturunkan
ke dalam perairan) yang ditarik dengan kecepatan dan arah tertentu. Lama towing
yang dilakukan nelayan bervariasi sekitar 1 hingga 3.5 jam. Penentuan lama
towing dilakukan oleh nahkoda maupun mualim berdasarkan pengalaman dan
juga jumlah udang yang tertangkap dari try net yang diangkat tiap 30 menit yang
berguna sebagai acuan apakah udang sudah banyak tertangkap atau tidak. Hasil
tangkapan pukat udang berdasarkan lama towing dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil tangkapan pukat udang dengan lama towing yang berbeda
Hasil tangkapan (kg)
Laju tangkap (kg/hauling)
Jenis
30-90 91-150 151-210 Jumlah
30-90 91-150 151-210
udang
(menit) (menit) (menit)
(menit) (menit) (menit)
Tiger
601 12735
2410.5 15746.5 19.39a 23.94b
23.87b
Banana
14
206
33
253
0.45a
0.39a
0.33a
Ende pink
159.5
3352
705 4216.5
5.15a
6.30a
6.98a
Ende blue
143 4966.5
1227 6336.5
4.61a
9.34b
12.15b
Uchiwa
18
486
108
612
0.58a
0.91a
1.07a
King
6
146
66
218
0.19a
0.27a
0.65b
Kiji
138
2044
566
2748
4.45a
3.84a
5.60a
Kerosok
28
752
278
1058
0.90a
1.41a
2.75b
Red
16
152
38
206
0.52a
0.29a
0.38a
B. tiger
3
48
18
69
0.10a
0.09a
0.18a
Total
1127 24888
5449.5 31463.5 36.34a 46.78b
53.96b
n setting
31
532
101
664
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada uji Anova dengan taraf uji 5 %. Data diolah dari Andang
(2011), Hamran (2012), dan data observasi lapangan (2013)

14

Laju tangkap (kg/hauling)

Rata-rata hasil tangkapan terbesar terdapat pada kisaran 150-210 menit
yakni 53.96 ± 25.1 kg/hauling, selanjutnya pada kisaran 91-150 yakni 46.78 ± 22
kg/hauling dan yang terkecil adalah kisaran 30-90 menit yakni 36.34 ± 17.9
kg/hauling (Gambar 5). Hasil uji Anova menunjukkan bahwa ada perbedaan
jumlah hasil tangkapan berdasarkan perbedaan lama towing karena nilai
signifikansinya lebih kecil dari 0.05 (tolak H 0 ). Hasil tersebut sesuai dengan
penelitian Paul (1985), yang menguji hubungan lama towing dengan hasil
tangkapan udang penaeidae dan memperoleh hasil berbeda nyata. Perbedaan
jumlah udang total dengan lama towing yang berbeda dapat dilihat pada
Gambar 5.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
30-90

91-150
151-210
Lama towing (menit)

.
Gambar 5 Laju tangkap udang dengan lama towing yang berbeda
Wieland et al. (2006) menguji pengaruh perbedaan lama towing antara 15
dengan 30 menit dan tidak menemukan perbedaan yang nyata walaupun
ditemukan hasil tangkapan udang pada 30 menit lebih banyak. Hal tersebut diduga
karena perbedaan durasi towing terlalu singkat yakni hanya 15 menit. Triharyuni
dan Trihargiyatno (2012) melakukan penelitian mengenai model produksi jaring
arad (mini trawl) dengan salah satu faktor yakni lama towing. Rentang lama
towing arad yakni 75 hingga 225 menit, dan diperoleh hasil bahwa lama penarikan
jaring memberi pengaruh nyata terhadap jumlah tangkapan.
Jenis udang dominan yang tertangkap dengan lama towing yang berbeda
adalah udang Tiger (Penaeus semisulcatus), Ende blue (Metapenaeus
endeavouri), dan Ende pink (Metapenaeus monoceros) (Gambar 6). Laju tangkap
udang Tiger pada 91-150 menit dengan 151-210 menit hampir sama, sehingga
lama towing 91-150 menit dinilai lebih efisien. Laju tangkap udang Ende pink
(Metapenaeus monoceros) semakin tinggi seiring bertambahnya lama towing
namun tidak signifikan (Tabel 2). Begitu juga dengan laju tangkap udang Ende
blue (Metapenaeus endeavouri) yakni semakin tinggi seiring pertambahan lama
towing namun setelah diuji dengan uji lanjut Scheffe lama towing yang signifikan
adalah 91-150 menit. Laju tangkap tiap jenis udang berdasarkan lama towing yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 6.

15

B. tiger
Red
Kerosok
Kiji
King
Uchiwa
Ende blue
Ende pink
Banana
Tiger
0,00

151-210 (menit)
91-150 (menit)
30-90 (menit)

10,00
20,00
Laju tangkap (kg/hauling)

30,00

Gambar 6 Laju tangkap tiap jenis udang dengan lama towing yang berbeda
Berdasarkan uji Anova didapat hasil bahwa pada lama towing yang diuji
berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan udang, Namun dari hasil uji
lanjut Scheffe, ketika dibandingkan jumlah tangkapan pada lama towing 91-150
menit dengan 151-210 menit hasilnya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan.
Lama towing yang signifikan pada saat penangkapan hanya dilakukan siang hari
adalah 91-150 menit. Begitu juga pada saat penangkapan malam hari, lama towing
yang signifikan perbedaannya terdapat pada kisaran 91-150 menit (Lampiran 2)
Hal ini dikarenakan semakin lama durasi towing, kemungkinan jaring menyapu
hingga daerah yang tidak ada gerombolan udang atau kedalaman yang jauh
berbeda, sehingga keragaan jaring juga berubah. Selain itu, kemungkinan jaring
sampai pada daerah dengan banyak rintangan seperti karang, kayu-kayu maupun
benda di laut yang menyebabkan efektivitas jaring terganggu (Can dan Demirci
2004). Oleh karena itu, armada pukat udang lebih baik melakukan operasi
penangkapan dalam kisaran waktu 91-150 menit. Walaupun pada kisaran 151-210
menit hasil tangkapan lebih banyak namun perbedaannya tidak signifikan. Lama
towing 151-210 menit juga akan memberi dampak terhadap kualitas hasil
tangkapan udang yang akan menurun karena terlalu lama mati, terluka akibat
jaring maupun tertindih biota lainnya (Gamito dan Cabral 2003).

Kesimpulan
1. Perbedaan lama towing berpengaruh terhadap laju tangkap udang baik siang
maupun malam operasi, dimana semakin lama durasi towing maka hasil
tangkapan semakin tinggi. Laju tangkap tertinggi terdapat pada kisaran lama
towing 151-210 menit yakni 53.96 ± 25.1 kg/hauling;
2. Perbedaan laju tangkap pada kisaran 91-150 menit dengan 151-210 menit
tidak signifikan baik siang maupun malam hari sehingga armada pukat udang
lebih baik melakukan operasi penangkapan pada 91-150 menit.

16

4 PENGARUH KECEPATAN TOWING TERHADAP LAJU
TANGKAP UDANG
Pendahuluan
Pukat udang adalah alat tangkap yang aktif, dimana alat tangkap ditarik
dengan kapal mengejar ikan maupun udang hingga masuk ke dalam jaring. Oleh
karena itu kecepatan kapal dalam menarik alat tangkap pada umumnya adalah
lebih besar dari kecepatan renang rata-rata ikan atau udang yang tertangkap. Pukat
udang dihela di sepanjang dasar perairan dengan kecepatan dan jangka waktu
tertentu. Mulut jaring dapat terbuka secara horizontal oleh karena adanya otter
board yang dipasang pada kedua sisi mulut. Mulut jaring dapat terbuka secara
vertikal oleh pelampung pada tali ris atas, dan pemberat pada tali ris bawah.
Dengan mulut yang terbuka sempurna selama ditarik, jaring akan menyaring
semua benda yang dilewatinya (Sparre dan Venema 1992)
Kecepatan towing adalah kecepatan setelah setting selesai dilakukan yakni
jaring telah berada pada dasar perairan. Penarikan jaring sebaiknya dilakukan
dengan dengan kecepatan yang sesuai dan konstan. Pada saat kantong jaring berisi
hasil tangkapan maka kecepatan akan semakin berkurang. Pada umumnya
penarikan jaring (towing) dilakukan selama 2 jam sampai dengan 3 jam.
Kecepatan kapal pada waktu towing antara 2.5 knot sampai dengan 3.5 knot.
Kecepatan ini juga dipengaruhi oleh dasar perairan, kedalaman perairan, arus,
angin dan gelombang (Ayodhyoa 1981).
Permasalahan yang dapat terjadi pada saat penarikan jaring antara lain:
warp terlalu panjang atau kecepatan towing terlalu lambat atau juga hal lain yang
mengakibatkan jaring mengeruk lumpur. Jaring juga dapat tersangkut pada karang
atau bangkai kapal, otter board tidak bekerja dengan baik yakni terbenam pada
lumpur atau hilang keseimbangan pada waktu awal towing dilakukan.
Arus perairan merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan towing.
walaupun dipengaruhi arus, diharapkan kecepatan towing dapat konstan sehingga
bukaan mulut jaring dapat optimal dan stabil. Kecepatan towing yang baik adalah
kecepatan yang dapat menyebabkan otter board tidak terbenam pada substrat,
mulut jaring terbuka dengan baik, serta rantai pengejut (tickler chain) tetap
menyentuh substrat perairan. Keragaan pukat udang yang baik akan
mempengaruhi jumlah udang yang tertangkap.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh kecepatan towing terhadap hasil tangkapan pukat
udang

17

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberi masukan dan informasi kepada perusahaan dan nelayan pukat udang
mengenai kecepatan yang baik untuk menangkap udang di Laut Arafura

Metodologi
Kecepatan towing adalah kecepatan kapal ketika melakukan penarikan
jaring pada dasar perairan setelah selesai setting. Kecepatan towing pukat udang
di Arafura berkisar antara 2 hingga 3.5 knot. Pada penelitian ini kecepatan towing
dibuat selang kelas tertentu mulai dari 2.1-2.5 knot, 2.6-3.0 knot dan 3.1-3.5 knot.
Dibuatnya selang kelas ini dikarenakan penentuan kecepatan kapal yang
ditentukan oleh nahkoda menggunakan GPS yang pada kondisi di lapangan
berfluktuasi. Adanya ombak dan juga arus mengakibatkan kecepatan yang
ditunjukan oleh GPS berfluktuasi dengan kisaran 0.2 knot diatas maupun dibawah
kecepatan sebenarnya.
Data yang dianalisis berjumlah 339 sampel yang merupakan
penggabungan dari hasil observasi lapangan dan jurnal penangkapan Sekolah
Tinggi Perikanan Jakarta. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis
deskriptif komparatif untuk membandingkan laju tangkap udang pada kecepatan
towing yang berbeda. Data hasil tangkapan terlebih dahulu diuji kenormalannya
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila hasil uji menunjukkan
data terdistribusi normal maka digunakan uji-t namun jika tidak maka pengujian
menggunkan uji non parametrik Mann-Whitney dengan selang kepercayaan 95 %
(Priyatno 2011). Adapun hipotesis yang diuji pada analisis ini adalah:
1. H o : Kecepatan towing tidak berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang;
2. H 1 : kecepatan towing berpengaruh terhadap laju tangkap pukat udang.
Adapun rumus uji Mann-whitney adalah sebagai berikut :
�2

�2 (�2 + 1)
− � �1
� = �1 . �2 +
2
�=�1 +1

Keterangan:
U
= nilai uji Mann-Whitney
n1
= sampel 1
n2
= sampel 2
R1
= peringkat ukuran sampel
dengan kriteria uji H 0 diterima bila U hitung ≥ U tabel atau nilai signifikansi >0.05
dan H 0 ditolak bila U hitung ≤ U tabel atau nilai signifikansi < 0.05.
Hasil dan Pembahasan
Laju tangkap terendah terdapat pada kisaran 2.1-2.5 knot yakni 12.1 ± 3.6
kg/jam (Gambar 7). Sedangkan laju tangkap udang tertinggi terdapat pada kisaran

18

3.1-3.5 knot yakni 16.2 ± 4.8 kg/jam. Hasil tangkapan pukat udang berdasarkan
kecepatan towing yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil tangkapan pukat udang dengan kecepatan towing yang berbeda
Hasil tangkapan (kg)
Laju tangkap (kg/jam)
Jenis udang 2.1-2.5 2.6-3.0 3.1-3.5 Jumlah 2.1-2.5 2.6-3.0 3.1-3.5
(knot)
(knot) (knot)
(knot) (knot)
(knot)
Tiger
359.8 1601.2 117.5 2078.4 4.86a 6.25b
13.05
Banana
12.6
44.1
6.3
62.9 0.17a
0.17a
0.70
Ende pink
94.0
317.6
11.3
422.8 1.27a
1.24a
1.25
Ende blue
124.0
371.0
1.2
496.2 1.68a
1.45a
0.13
Uchiwa
23.3
56.3
0.0
79.6 0.31a
0.22a
0.00
King
11.0
13.0
4.4
28.4 0.15a 0.05b
0.49
Kiji
134.0
458.1
2.1
594.2 1.81a
1.79a
0.23
Kerosok
104.0
347.5
3.2
454.6 1.40a
1.36a
0.36
Red
28.2
144.1
0.0
172.3 0.38a
0.56a
0.00
B. tiger
5.8
21.2
0.0
27.0 0.08a
0.08a
0.00
Total
896.60 3374.07 145.81 4416.5 12.12a 13.18b
16.20
n setting
74
256
9
339
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada uji Mann-Whitney dengan taraf uji 5 %. Data diolah dari
Susanto (2011) dan observasi lapangan (2013)
Jumlah ulangan pada kecepatan towing 3.1-3.5 knot hanya 9 kali sehingga
dianggap kurang representatif, maka tidak dilakukan analisis Jenis udang yang
tidak tertangkap pada kisaran kecepatan 3.1-3.5 knot adalah udang Uchiwa
(Thenus orientalis), Red (Metapenaeus ensis), dan Black tiger (Penaeus
monodon). Beberapa jenis udang yang tertangkap pada kisaran 3.1-3.5 knot lebih
rendah laju tangkapnya dibanding kisaran kecepatan yang lain seperti jenis udang
Ende blue (Metapenaeus endeavouri), Kiji (Metape