Ecological and Psychological Carrying Capacity of Tourism in Themepark, Case Study: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor.

KAJIAN DAYA DUKUNG EKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
UNTUK WISATA DI TAMAN BERTEMA
Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor

GHOITSA ROHMAH NURAZIZAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Daya Dukung
Ekologis dan Psikologis untuk Wisata di Taman Bertema, Studi Kasus: Taman
Wisata Matahari, Cisarua Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Ghoitsa Rohmah Nurazizah
NIM E352110041

RINGKASAN
GHOITSA ROHMAH NURAZIZAH. Kajian Daya Dukung Ekologis dan
Psikologis untuk Wisata di Taman Bertema, Studi Kasus: Taman Wisata
Matahari, Cisarua Bogor. Dibimbing oleh RICKY AVENZORA dan NANDI
KOSMARYANDI.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis jumlah maksimum wisatawan yang
dapat diterima di dalam tapak Taman Wisata Matahari (TWM) tanpa memberikan
perubahan lingkungan yang tidak dapat diterima dan/atau tanpa mengurangi
kualitas pengalaman yang diperoleh oleh wisatawan. Metode Cifuentes digunakan
dalam menganalisis daya dukung ekologis tapak, sedangkan hasil dari
Importance-Performance Analysis dan Analisis Customer Satisfaction Index
digunakan untuk mengelaborasi hasil analisis daya dukung ekologis tapak dengan
daya dukung psikologis wisatawan.
Perbedaan intensitas penggunaan tapak memberi pengaruh yang berbeda

pada beberapa faktor ekologis tapak. Perbedaan nyata ditunjukkan oleh variabel
kadar air tanah, penetrasi tanah, serta kualitas tumbuhan (kerapatan, tekstur,
panjang dan produktivitas). Perbedaan kepadatan di dalam objek berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan wisatawan hanya pada tipe hari kunjungan low
visits, namun perbedaan ini tidak terjadi pada tipe condensed dan peak visits.
Meskipun demikian, nilai CSI di seluruh tipe hari kunjungan masih berada pada
rentang agak puas hingga puas.
Luas penggunaan ruang setiap wisatawan pada blok A1 (rekreasi darat)
adalah 1.08 m2/orang. Cukup kecilnya luas yang dibutuhkan wisatawan
dikarenakan kunjungan wisatawan didominasi oleh kunjungan keluarga dan
dilakukan untuk berinteraksi sosial. Kedua hal tersebut diduga menyebabkan
tingginya tingkat toleransi dalam menerima kehadiran pengguna lain. Pada blok
A2 (rekreasi air) dan A3 (rekreasi jelajah buatan), masing-masing dapat
menampung 4 756 dan 986 orang wisatawan per hari. Berdasarkan luas
penggunaan ruang pada blok A1 serta kuota blok A2 dan A3, nilai daya dukung
fisik TWM adalah 129 904 orang wisatawan per hari. Daya dukung ekologis
TWM diperoleh setelah pengurangan faktor koreksi tanah (26.75%), sungai
(1.04%), dan rumput (7.56) sehingga nilainya adalah 87 043 orang wisatawan per
hari. Daya dukung ekologis tersebut belum melampaui daya dukung psikologis
wisatawan jika mempertimbangkan nilai CSI di setiap periode hari kunjungan

yang masih pada rentang agak puas.
Kata kunci: daya dukung, taman bertema, ekologis, psikologis, ekowisata

SUMMARY
GHOITSA ROHMAH NURAZIZAH. Ecological and Psychological Carrying
Capacity of Tourism in Themepark, Case Study: Taman Wisata Matahari, Cisarua
Bogor. Supervised by RICKY AVENZORA and NANDI KOSMARYANDI.
The research aims to analyze the maximum number of tourists who can be
accepted by Taman Wisata Matahari (TWM) site without creating environmental
changes that cannot be accepted and/or without reducing the quality of tourist
experience. Cifuentes methods used in analyzing the ecological carrying capacity,
while the results of Importance-Performance Analysis and Customer Satisfaction
Index Analysis used to elaborate the ecological carrying capacity with the tourist
psychological carrying capacity.
The intensity of use gives a different effect on several ecological factors of
the site. The significant differences indicated by variable of water content of soil,
penetration of soil and quality of plants (density, texture, length and productivity).
The density of sites affects the tourist satisfaction significantly only in the low
visits, but does not apply to the tourist satisfaction in the condensed and peak
visit. Nonetheless, the CSI value of all visit types was still in the range between

somewhat satisfied to satisfied.
Each tourist only uses space about 1.08 m2 /tourist on the block A1 (ground
recreation). They only need narrow space because they dominantly come with
family and motivated to do social interaction. Both reasons are allegedly caused
high levels of tolerance in accepting the presence of other tourists. In block A2
(water recreation) and A3 (artificial exploring recreation), each area can
accommodate about 4 756 and 986 tourist/day. Based on the tourists’ space
needed on the block A1 and the quota of block A2 and A3, the value of the
physical carrying capacity of TWM are 129 904 tourist/day. Ecological carrying
capacity of TWM is obtained after reduced by correction factor of soil (26.75%),
correction factor of steam flow (1.04%), and correction factor of grass (7.56%), so
the value are 87 043 tourist/day. Ecological carrying capacity was not exceeded
the carrying capacity of tourist psychology when considering the value of CSI in
each period of visit type is still in the range of somewhat satisfied.
Keywords: carrying capacity, theme park, psychological, ecological, ecotourism

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN DAYA DUKUNG EKOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
UNTUK WISATA DI TAMAN BERTEMA
Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor

GHOITSA ROHMAH NURAZIZAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Frans Teguh, MA

Judul Tesis : Kajian Daya Dukung Ekologis dan Psikologis untuk Wisata di
Taman Bertema, Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua
Bogor
Nama
: Ghoitsa Rohmah Nurazizah
NIM
: E352110041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF
Ketua


Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Manajemen Ekowisata dan
Jasa Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
21 Januari 2014

Tanggal Lulus:


Judul Tesis : Kajian Daya Dukung Ekologis dan Psikologis untuk Wisata di
Taman Bertema, Studi Kasus: Taman Wisata Matahari, Cisarua
Bogor
: Ghoitsa Rohmah Nurazizah
Nama
: E352110041
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF
Anggota

Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Manajemen Ekowisata dan

Jasa Lingkungan

Tanggal Ujian:
21 Januari 2014





L。ョ@

Sekolah Pascasatjana

Tanggal Lulus:

2 8 FE8 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan April hingga September 2013 ini berjudul Kajian Daya
Dukung Ekologis dan Psikologis untuk Wisata di Taman Bertema, Studi Kasus:
Taman Wisata Matahari, Cisarua Bogor. Daya dukung wisata merupakan topik
yang menarik seiring berkembangnya tren pembangunan berkelanjutan dan
sustainable tourism. Nilai daya dukung ini sangat penting untuk dipertimbangkan
dalam semua bentuk wisata.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, MScF
dan Bapak Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF selaku pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan dalam membangun kerangka berpikir dan analisis.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Frans Teguh, MA selaku
dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan dalam
menyelaraskan hasil penelitian dengan kebutuhan bisnis pariwisata. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sutono dari Laboratorium
Fisik Tanah Bogor, dan Bapak Azwir beserta staf Taman Wisata Matahari yang
telah membantu selama proses pengumpulan dan analisa data. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada ayah dan ibu, seluruh keluarga, rekan
seperjuangan, dan semua pihak yang telah mendoakan, memotivasi, dan
membantu menyelesaikan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Januari 2014
Ghoitsa Rohmah Nurazizah

DAFTAR ISI
PRAKATA

iv

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

8
8
10
11
11

2 TINJAUAN PUSTAKA
Taman Bertema
Ekowisata
Ekologi Pariwisata
Psikologi Pariwisata
Konsep Daya Dukung Wisata

13
13
15
16
20
22

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Rancangan Penelitian

26
26
26
26
28

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Karakteristik dan Tingkat Partisipasi Wisatawan
Kajian Ekologis Tapak
Kajian Psikologis Wisawatan
Daya Dukung Ekologis dan Psikologis Taman Wisata Matahari

32
32
34
37
41
55

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

61
61
62

DAFTAR PUSTAKA

62

LAMPIRAN

67

RIWAYAT HIDUP

71

DAFTAR TABEL
Munsell Color Chart untuk rumput
Kategori tekstur dan kerapatan rumput
Komponen data ekologis dan psikologis
Kriteria nilai Customer Satisfaction Index
Sumberdaya manusia berdasarkan status kepegawaian dan tingkat
pendidikan
6. Profil wisatawan TWM
7. Motivasi dalam mengunjungi TWM
8. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan bermain
9. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan duduk-duduk
10. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan istirahat
11. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berfoto
12. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berkumpul
13. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan makan-makan
14. Luas penggunaan ruang per wisatawan untuk kegiatan berpiknik
15. Penggunaan ruang untuk rekreasi darat
16. Kuota dan durasi untuk kegiatan rekreasi air
17. Kuota dan durasi untuk kegiatan rekreasi jelajah buatan
18. Kuota harian jumlah wisatawan untuk kegiatan rekreasi air
19. Kuota harian jumlah wisatawan untuk kegiatan rekreasi jelajah buatan

1.
2.
3.
4.
5.

19
20
26
32
33
35
36
47
47
49
50
51
52
53
54
54
54
55
56

DAFTAR GAMBAR
1. Alur pikir penelitian
2. Tiga pola utama taman bertema: pola magic wand, pola loop, dan pola
grid
3. Perbedaan efek kerumunan tehadap kepuasan rekreasi di kawasan alami
dan kawasan artifisial
4. Kuadran Importance-Performance Analysis
5. Konsep pengembangan wisata Taman Wisata Matahari
6. Pertumbuhan jumlah wisatawan TWM periode 2008 – 2012
7. Tingkat partisipasi wisatawan
8. Persen kadar air tanah di TWM
9. Penetrasi tanah di TWM
10. Profil Sungai Ciliwung
11. Kualitas visual rumput di TWM
12. Kadar air dalam rumput di TWM
13. Analisis kuadran kualitas aktivitas wisata di TWM
14. Analisis kuadran kualitas wahana wisata di TWM
15. Analisis kuadran kualitas sarana dan prasarana wisata di TWM
16. Analisis kuadran kualitas lingkungan wisata di TWM
17. Analisis kuadran kualitas pelayanan SDM di TWM
18. Kepuasan total wisatawan saat low visits
19. Kepuasan total wisatawan saat condensed visits

12
14
25
31
32
34
37
38
38
39
40
40
42
42
43
44
45
46
46

20. Kepuasan total wisatawan saat peak visits
21. Pola penggunaan ruang untuk kegiatan bermain
22. Pola penggunaan ruang untuk duduk-duduk
23. Pola penggunaan ruang untuk kegiatan istirahat
24. Pola penggunaan ruang untuk berfoto
25. Pola penggunaan ruang untuk berkumpul
26. Pola penggunaan ruang untuk makan-makan
27. Pola penggunaan ruang untuk berpiknik
28. Pola masuk dan keluar wisatawan TWM
29. CSI dan persentase kepadatan wisatawan di TWM

46
47
48
49
50
51
52
53
55
59

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil uji Anova dan Duncan untuk perubahan tingkat partisipasi
wisatawan di setiap tipe kunjungan
2. Hasil uji Anova dan Duncan untuk kondisi tanah
3. Hasil uji Anova dan Duncan untuk kondisi rumput
4. Hasil uji Anova dan Duncan untuk CSI

67
67
68
70

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting dalam
pembangunan nasional. Industri ini gencar dikembangkan secara massal karena
dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membuka kesempatan
kerja, serta merangsang pertumbuhan ekonomi regional. Dalam kancah nasional,
pariwisata memberikan kontribusi terbesar ketiga (3.25%) setelah migas dan
minyak kelapa sawit (Kemenparekraf 2011). Seiring dengan meningkatnya minat
pasar terhadap pariwisata bertema back to nature, banyak daerah yang memiliki
potensi keindahan sumberdaya alam mulai mengembangkan pariwisata.
Fenomena ini juga terjadi di Kawasan Puncak sejak tahun 1980-an, diawali
dengan dibukanya Taman Safari Indonesia. Keindahan alam perbukitan dan suhu
yang sejuk membuat kawasan ini menjadi daerah andalan pariwisata Kabupaten
Bogor.
Ketidaktegasan pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan
pengembangan pariwisata telah menyebabkan tidak terkendalinya pemanfaatan
ruang di Kawasan Puncak. Paradigma tersebut perlu dicermati, karena di satu sisi
pariwisata memang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat namun di sisi lain
dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan bagi keberlangsungan
wisata sendiri. Pengembangan pariwisata yang intensif dan eksploitatif dapat
menyebabkan penurunan daya tarik wisata karena menimbulkan degradasi
kualitas lingkungan dan permasalahan sosial, seperti mobilisasi penduduk ke area
sekitar objek wisata, peningkatan jumlah simpul kemacetan lalu lintas, serta
kemungkinan meningkatnya potensi kejahatan dan premanisme.
Dalam rangka mengantisipasi dampak negatif pariwisata, prinsip
sustainable development perlu diterapkan agar tercipta pariwisata berkelanjutan
yang menjaga keseimbangan pilar ekologi, sosial-budaya, dan sosial-ekonomi.
Pariwisata berkelanjutan membutuhkan pemahaman mendalam, khususnya pada
aspek ekologis, yang diwujudkan dengan pemahaman daya dukung lingkungan
(Agenda 21). Daya dukung dalam konteks pariwisata berkaitan dengan batasbatas kehadiran wisatawan dan fasilitas pendukung agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan fisik atau kehidupan masyarakat, sehingga
diperoleh kepuasan kunjungan wisatawan optimal tanpa terganggu oleh kehadiran
wisatawan lain (Clivaz et al. 2004; Inskeep 1991 dalam Liu 1994; WTO 1993).
Daya dukung dalam kegiatan wisata bersifat site specific dan dinamis, dipengaruhi
oleh jenis dan intensitas kegiatan, jumlah dan karakteristik pengguna, waktu dan
distribusi waktu, serta kondisi lingkungan yang menyertainya di saat kegiatan itu
terjadi (Cooper et al. 1998; Pigram & Jenkins 1999; Seidl & Tisdell 1999).
Pernyataan beberapa akademisi tersebut menunjukkan bahwa daya dukung
wisata terdiri dari dua bagian besar daya dukung, yaitu daya dukung ekologis dan
daya dukung psikologis (Zacarias et al. 2011). Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, indikator ekologis yang dipertimbangkan adalah kondisi tapak
seperti: luas tapak, jenis dan intensitas penggunaan tapak, tingkat kebisingan,
kualitas air, dan jumlah wisatawan (Simon et al. 2004). Aspek psikologis juga
memegang peranan sangat penting terkait dengan sifat daya dukung yang sangat

9
site specific dan dinamis, sehingga analisis terhadap motivasi, persepsi, serta
aspirasi wisatawan (Zacarias et al. 2011) harus dilihat berdasarkan kondisi musim
kunjungan pada saat kegiatan wisata terjadi.
Kawasan Puncak merupakan kawasan strategis. Kawasan ini menjadi salah
satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Indonesia, yaitu KSPN Puncak-Gede
Pangrango (PP RI No 50/2011). Dalam Perpres No 54/2008, kawasan ini juga
ternyata masuk ke dalam Kawasan Lindung (Kecamatan Cisarua). Kedua fungsi
ini harus dapat dicapai oleh Kawasan Puncak dengan mengoptimalkan fungsi
kawasan untuk kegiatan pariwisata pegunungan seperti yang tertuang dalam
Keppres No 114/1999. Dalam Keppres tersebut kegiatan pariwisata yang
dilakukan harus tetap menjamin kenyamanan dan keamanan masyarakat serta
serasi dengan lingkungan alamnya serta membuka kesempatan kerja dan berusaha
yang optimal bagi penduduk setempat dalam kegiatan kepariwisataan sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Salah satu objek wisata yang memanfaatkan kondisi keindahan lingkungan
Kawasan Puncak adalah Taman Wisata Matahari (TWM). Objek wisata dengan
luas kawasan sekitar 30 hektar ini terletak di lembah Desa Cilember dan dibelah
oleh aliran Sungai Ciliwung. Daya tarik utama TWM adalah keberagaman wahana
rekreasi buatan yang dipadukan dengan kondisi lingkungan alami. Letaknya yang
strategis mudah dijangkau dari DKI Jakarta, Sukabumi dan Cianjur juga menjadi
salah satu faktor penarik dalam mendatangkan wisatawan.
Selama lima tahun terakhir TWM telah mengalami pertumbuhan jumlah
wisatawan yang sangat pesat, mencapai lebih dari 200% (TWM 2012).
Pertumbuhan tersebut menunjukkan nilai positif dalam meraih keuntungan
finansial, baik bagi pengelola maupun masyarakat lokal. Lebih dari 60%
masyarakat Desa Cilember dan Desa Leuwimalang menggantungkan hidupnya
pada sektor pariwisata (Desa Cilember 2012). Meskipun keberadaan TWM secara
langsung bermanfaat bagi masyarakat lokal, jika pengelolaannya tidak
mempertimbangkan daya dukung lingkungan maka keberadaan TWM dapat
mengancam kelestarian lingkungan maupun kenyamanan berwisata. Kedua hal
tersebut dapat berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha wisata yang dijalankan.
Beberapa penelitian dan teori terkait daya dukung (Saveriades 2000;
Kamperman 2000; Clivaz et al. 2004; Suleva 2007) membuktikan bahwa
pelaksanaan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan kapasitas daya dukung
lingkungan akan menimbulkan dampak negatif. Dari sisi ekologis, jumlah
kedatangan wisatawan yang tidak terkendali dapat menyebabkan penurunan
kualitas biofisik serta potensi gangguan terhadap tumbuhan dan satwa (Clivaz et
al. 2004). Dari sisi psikologis, kedatangan wisatawan yang tidak terkendali dapat
menimbulkan kepadatan di dalam objek sehingga menimbulkan konflik
penggunaan ruang yang dapat menurunkan kualitas pengalaman wisatawan
(Mitrasinovic 2006; Pigram & Jenkins 1999; Cooper et al. 1998). Selain itu
jumlah wisatawan yang melampaui kapasitas pelayanan pengelola juga akan
menurunkan kualitas pengalaman wisatawan (William & Buswell 2003). Dengan
demikian, jika daya dukung ekologis dan psikologis terlampaui maka akan
menurunkan kualitas lingkungan dan menghasilkan daya dukung baru yang lebih
rendah (Seidl & Tisdell 1999).

10
Pertumbuhan minat rekreasi harus diseimbangkan dengan kondisi spesifik
lingkungan TWM agar tercipta pemanfaatan ruang yang efektif. Menyadari tren
pertumbuhan minat berwisata yang harus diselaraskan dengan prinsip
keberlanjutan ekowisata, maka dianggap perlu untuk melakukan kajian daya
dukung ekologis dan psikologis untuk kegiatan wisata di TWM mengingat objek
tersebut terletak di Kawasan Puncak yang juga berfungsi sebagai kawasan lindung
(Perpres No 54/2008).
Perumusan Masalah
Taman Wisata Matahari (TWM) adalah objek wisata berbentuk taman
bertema, yaitu suatu sumberdaya rekreasi buatan yang menawarkan pelayanan
jasa, dibangun dalam satu tema atau lebih, dan mencakup segmen pasar yang luas,
serta menawarkan beragam atraksi sebagai perwujudan fantasi wisatawan (Suleva
2007; Mitrasinovic 2006; Kamperman 2000). Sebagai taman bertema, TWM
dibangun atas tema rekreasi darat, air, dan jelajah yang dikemas dalam lansekap
alami-buatan.
Pengelola TWM pada dasarnya mengusung konsep berkelanjutan, salah
satunya dilakukan dengan tetap mempertahankan tema alam serta tetap
melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan pengelolaan. Namun, dalam
pelaksanaannya pengelola masih kurang memperhatikan keberlanjutan ekologis
dengan menetapkan dan mempromosikan daya tampung objek sebesar 100 000
orang wisatawan per hari tanpa melalui penghitungan daya dukung lingkungan.
Kebijakan tersebut dapat menyebabkan peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan, mengingat kondisi kunjungan wisatawan saat ini saja sering
mengalami penumpukan di dalam dan di luar objek. Secara temporal pun
kunjungan mengalami penumpukan di akhir pekan sebesar 78% dari total jumlah
kunjungan (TWM 2012).
Penumpukan wisatawan merupakan permasalahan serius karena dapat
menimbulkan tekanan ekologis. Secara psikologis, penumpukan wisatawan juga
dapat menimbulkan ketidaknyamanan serta penurunan tingkat kepuasan
wisatawan. Penumpukan wisatawan telah menimbulkan persepsi umum bahwa
TWM merupakan sumber kemacetan Kawasan Puncak (Haryudi 2013; Sidik
2010). Hal ini dapat menjadi bumerang bagi keberlanjutan usaha wisata TWM itu
sendiri. Upaya dalam menyesuaikan jumlah wisatawan dengan kondisi ekologis
objek adalah dengan mempertimbangkan nilai daya dukung ekologis dan
psikologis wisatawan.
Semua definisi daya dukung pariwisata pada dasarnya berusaha
menggabungkan komponen perilaku wisatawan (persepsi & motivasi wisatawan)
dengan komponen biofisik (Mc Cool & Lime 2001; Saveriades 2000). Banyak
pihak telah sepakat untuk memaknai daya dukung wisata sebagai jumlah
maksimum wisatawan yang masih dapat ditampung oleh suatu kawasan pada saat
yang sama, tanpa menyebabkan kehancuran fisik lingkungan, ekonomi, dan sosial
budaya serta penurunan tingkat kepuasan wisatawan (Clivaz et al. 2004; Inskeep
1991 dalam Liu 1994; Ceballos-Lascurain 1996). Daya dukung bersifat dinamis
dan site specific (Cooper et al. 1998) sehingga sangat bergantung pada kondisi
ekologis tapak, kondisi psikologis pengguna, serta waktu terjadinya.

11
Berdasarkan gagasan tersebut, pendekatan penilaian daya dukung wisata
suatu tapak tidak dapat disama-ratakan dengan tapak lain. Penilaian daya dukung
harus mempertimbangkan aspek ekologis tapak yang dipengaruhi oleh jenis
aktivitas yang dilakukan, intensitas kegiatan, serta karakteristik pengguna di setiap
kondisi kunjungan. Kondisi kunjungan yang dimaksud adalah perbedaan kondisi
jumlah wisatawan pada saat low visits, condensed visits, dan peak visits (Avenzora
2013). Dengan pendekatan tersebut, penilaian diharapkan mendekati nilai daya
dukung wisata yang sebenarnya. Adapun alur pikir penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk menganalisis jumlah maksimum wisatawan yang
dapat diterima tapak Taman Wisata Matahari (TWM) tanpa memberikan
perubahan lingkungan yang tidak dapat diterima dan/atau tanpa mengurangi
kualitas pengalaman yang diperoleh wisatawan. Rincian tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mengkaji karakteristik wisatawan TWM termasuk profil dan partisipasinya
dalam objek.
2. Menganalisis aspek ekologis yang dipengaruhi langsung oleh kegiatan wisata
di TWM.
3. Menganalisis aspek psikologis wisatawan TWM dari kepuasan dan motivasi
kunjungan.
4. Mengelaborasi daya dukung ekologis dan psikologis tapak secara
keseluruhan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian yang diharapkan dapat diberikan kepada
pemangku kepentingan adalah:
1. Dapat menjadi bahan rujukan bagi pengembangan konsep pariwisata
berkelanjutan untuk objek wisata taman bertema.
2. Dapat menjadi bahan masukan untuk landasan kebijakan bagi pemerintah
dalam pengelolaan dan pengaturan area wisata di Kawasan Puncak.
3. Dapat menjadi masukan informasi untuk pengelolaan objek wisata berbentuk
taman bertema.
4. Dapat memberi wawasan baru untuk mengubah paradigma eksploitasi
sumberdaya alam menjadi pemanfaatan tanpa mengurangi kelestarian
lingkungan sebagai objek daya tarik wisata.

12
Pentingnya daya dukung untuk pemanfaatan
lestari Kawasan Strategis Puncak

Perdagangan

Industri

Pariwisata

Permukiman

Perkebunan

Taman Bertema
TAMAN WISATA MATAHARI

-

Manfaat pelaksanaan pariwisata
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Penyerapan tenaga kerja
Membuka peluang usaha/perekonomian
Merangsang pertumbuhan ekonomi regional

Benturan
Kepentingan

Dampak negatif pelaksanaan pariwisata
- Penurunan kualitas & kenyamanan lingkungan.
- Mobilisasi penduduk ke dalam objek dan daerah
sekitarnya.
- Simpul kemacetan lalu lintas.
- Menjamurnya sektor ekonomi informal.

dibutuhkan KAJIAN DAYA DUKUNG
Daya Dukung Ekologi
(Analisis Cifuentes)

Daya Dukung Psikologi
(Analisis Deskripsi Kuantitatif Wisatawan)

Variabel

Variabel

PCC
- Luas efektif tapak untuk rekreasi
- Luas pemakaian ruang setiap wisatawan/m2
- Faktor rotasi kunjungan harian
RCC
- Faktor koreksi biologi lingkungan (rumput)
- Faktor koreksi fisik lingkungan (tanah & sungai)

-

Karakteristik Wisatawan
Motivasi Kunjungan
Tingkat Partisipasi Wisatawan
Tingkat Kepuasan Wisatawan

Jumlah wisatawan maksimal yang dapat menggunakan tapak tanpa
memberikan perubahan yang tidak dapat diterima lingkungan dan/atau
mengurangi kualitas pengalaman yang diperoleh wisatawan.

Gambar 1 Alur pikir penelitian

13

2 TINJAUAN PUSTAKA
Taman Bertema
Taman bertema merupakan salah satu sumberdaya rekreasi komersil, terdiri
dari atribut lingkungan, fasilitas, dan atraksi yang dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi (Pigram & Jenkins 1999). Atribut
lingkungan berupa dimensi ruang (kawasan), atribut fasilitas berupa keseluruhan
kenyamanan yang ditawarkan, sedangkan atribut atraksi berupa wahana dan
pertunjukkan. Seperti usaha jasa lainnya, taman bertema menawarkan berbagai
atraksi intangible yang proses pembeliannya tidak mengakibatkan kepemilikan
(Kamperman 2000). Taman bertema merupakan generator penarik jumlah
wisatawan dan penghasil pendapatan terbesar dibandingkan sektor wisata lainnya
(Holloway 2002 dalam Suleva 2007), juga termasuk dalam produksi padat modal
yang dikembangkan secara modern dengan consumen oriented (Pearce 1988).
Pendirian taman bertema ditujukan untuk menciptakan suasana tertentu
dalam waktu tertentu, yang menekankan pada [minimal] satu tema dominan
dengan memodifikasi seluruh arsitektur lansekap, termasuk wahana,
pertunjukkan, pelayanan makanan, atraksi kostum, dan usaha ritel (Kamperman
2000). Kesatuan tema tersebut digunakan untuk menciptakan dan
mempertahankan partisipasi wisatawan. Kesatuan tema juga ditujukan untuk
menciptakan fantasi yang dapat menghasilkan kualitas pengalaman bagi
wisatawan (Mitrasinovic 2006). Kualitas pengalaman wisatawan sendiri
dipengaruhi oleh motivasi dan manfaat yang diterima selama berada di dalam
kawasan.
Segala atribut di dalam taman bertema telah dihitung, ditimbang, diukur,
dipertimbangkan dan diantisipasi untuk dapat menghasilkan kualitas pengalaman
wisatawan yang diharapkan (Mitrasinovic 2006). Karakteristik utama taman
bertema adalah sebagai berikut (Suleva 2007; Robinett 1999 dalam Mitrasinovic
2006; Davidson 1992):
1. segmen pasar luas, terutama segmen keluarga;
2. berisi satu tema atau lebih;
3. terdiri dari beberapa atmosfer hiburan seperti petualangan, seni pertunjukkan,
atraksi kostum, dll;
4. padat modal dan padat karya;
5. memiliki standar pelayanan, fasilitas, dan kebersihan;
6. menawarkan kegiatan/atraksi untuk beragam selera dan usia agar
memperpanjang length of stay wisatawan hingga 5-7 jam; dan
7. menerapkan kebijakan tiket terusan.
Taman bertema memiliki tiga tingkatan produk yaitu (Kamperman 2000;
Kotler & Armstrong 2001):
1. Produk inti: produk utama yang dibeli wisatawan, berupa atribut intangible,
berbentuk kegembiraan, suasana, dan aktivitas rekreasi (menikmati wahana).
2. Produk berwujud: produk untuk menghasilkan pemasukan tambahan untuk
pengelola, seperti toko ritel, jasa katering, penjualan makanan dan minuman,
serta penjualan souvenir.

Sumber: Mitrasinovic (2006)

Gambar 2 Tiga pola utama taman bertema: pola magic wand, pola loop, dan
pola grid

15
ataupun ketidaksesuaian penggunaan lahan. Karenanya, pengoptimalan manfaat
taman bertema harus disertai dengan usaha dalam meningkatkan kepuasan
wisatawan, melindungi sumberdaya lingkungan, dan mengintegrasikan kebutuhan
sosial ekonomi masyarakat (Kamperman 2000). Pengelola harus berhati-hati
dalam menyeimbangkan sentuhan modern, kualitas wahana, dan fasilitas lainnya
dengan kondisi lingkungan yang ada, serta harus mengoptimalkan peran
masyarakat lokal (Haden 2006).
Ekowisata
Ekowisata merupakan bentuk baru dari wisata dengan perbedaan utama
terletak pada orientasi lingkungan, nilai pendidikan, etika konservasi, serta
keberpihakan pada manfaat langsung bagi masyarakat lokal (Beeton 1998).
Menurut Milne (1996 dalam Hall & Page 1999) ekowisata menstimulasi kawasan
remote untuk menghasilkan keuntungan ekonomi dengan daya tarik berupa fitur
‘unknown’ dan ‘untouched’. Gagasan wisata pada kawasan remote juga
diungkapkan oleh Ceballos-Lascurain (1996) yang mendefinisikannya sebagai
perjalanan dan kunjungan ke kawasan alami yang relatif tidak terganggu secara
bertanggung jawab terhadap lingkungan, bertujuan menikmati dan menghargai
alam serta budaya yang menyertainya (baik dulu dan sekarang), mempromosikan
konservasi, memiliki dampak lingkungan yang rendah, serta melibatkan peran
aktif masyarakat dan menguntungkan sosial ekonomi lokal.
Ekowisata harus berorientasi lingkungan, berkelanjutan secara ekologi,
memiliki nilai pendidikan, menyertakan kontribusi masyarakat lokal, dan
menciptakan kepuasan wisatawan (Page & Dowling 2002). Berdasarkan prinsip
tersebut, terminologi ekowisata sulit didefinisikan karena banyaknya unsur yang
dilibatkan (Alikodra 2012).
Ekowisata bukan hanya kegiatan di destinasi alam, untouched, dan remote
saja namun merupakan keseluruhan kegiatan yang terdiri dari 5 tahapan, yaitu
perencanaan, perjalanan menuju destinasi, kegiatan di destinasi, perjalanan pulang
dari destinasi, dan rekoleksi (Avenzora 2008a). Oleh karenanya definisi ekowisata
harus mencakup keseluruhan tahap tersebut dengan tetap mengacu pada tiga pilar
pembangunan berkelanjutan pada aspek ekologi, sosial-ekonomi, dan sosialbudaya. Karenanya definisi ekowisata secara holistik adalah kegiatan wisata yang
keseluruhan tahapannya mengacu pada prinsip berkelanjutan dan dapat dilakukan
pada semua bentuk pariwisata (Avenzora 2008a; Beeton 1998).
Ekowisata dapat memberikan banyak manfaat untuk menumbuhkan
ekonomi lokal. Manfaat ekonomi akan semakin besar jika masyarakat lokal dapat
memberikan kesan positif pada wisatawan (Stoffle et al. 1979). Namun manfaat
ini tidak dapat diraih tanpa menimbulkan dampak sosial dan/atau dampak
lingkungan (Place 1998). Hal tersebut menunjukkan sulitnya menerapkan prinsip
ideal ekowisata. Sulitnya penilaian, penentuan indikator, serta prosedur
pengawasan dalam menciptakan “sustainability” pada ekowisata terjadi karena
perbedaan keunikan, aktivitas, serta frekuensi kegiatan di setiap destinasi wisata
(Weaver & Lawton 1999 dalam Weaver 2004).
Prosedur umum yang digunakan dalam menjaga sifat “sustainability”
ekowisata adalah dengan pendekatan nilai daya dukung wisata. Daya dukung
wisata adalah jumlah maksimum wisatawan yang masih dapat ditampung oleh

16
suatu kawasan pada saat yang sama, tanpa menyebabkan kehancuran fisik
lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya, serta penurunan kualitas kepuasan
wisatawan (Clivaz et al. 2004; Inskeep 1991 dalam Liu 1994).
Ekologi Pariwisata
Ekologi penting dipelajari dalam studi pariwisata karena akan berpengaruh
pada perencanaan desain kawasan yang diterapkan. Pariwisata adalah industri
yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik-buruknya lingkungan.
Industri ini sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, seperti pencemaran
lingkungan, kerusakan pemandangan, serta sikap penduduk yang tidak ramah
(Soemarwoto 2004). Pariwisata tidak dapat berkembang jika tidak didukung oleh
kondisi lingkungan yang baik, karena pada dasarnya unsur yang dijual dalam
pariwisata adalah lingkungan itu sendiri.
Hubungan timbal balik antar sumberdaya menciptakan kondisi saling
mempengaruhi yang menimbulkan perubahan lingkungan. Lingkungan memang
memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya sendiri, namun kemampuan ini
memiliki batasan (Soemarwoto 2004). Apabila batas kemampuan terlampaui,
maka sumberdaya tersebut tidak dapat terperbarui sehingga menciptakan daya
dukung baru yang lebih rendah (Seidl & Tisdell 1999).
Pada sebuah tapak artifisial seperti taman bertema, keberlanjutan dapat
tercermin secara spasial dari pola pemanfaatan ruang di dalam tapak. Pemanfaatan
ruang pada taman bertema bersifat kontraproduktif dengan keberlanjutan karena
terjadi konversi ruang-ruang alami menjadi kawasan terbangun yang ekspansif.
Sedangkan ruang alami memiliki fungsi yang sangat penting untuk menjaga
keseimbangan ekosistem (Mukaryati et al. 2006).
Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, perlu diintegrasikan pemanfaatan
ruang dalam taman bertema dengan kepentingan fungsi ekologis. Fungsi ekologis
berkaitan dengan kondisi biogeofisik ekosistem yang cenderung statis dengan
kondisi tutupan lahan padat serta dipengaruhi oleh proses alami seperti hujan,
perpindahan materi, dan siklus energi (Mukaryati et al. 2006). Karenanya,
pemanfaatan ruang taman bertema harus disesuaikan dengan kondisi eksisting
kawasan dan memperhatikan daerah resapan, lokasi sungai, parit, saluran drainasi,
dan laininya. Menurut Mukaryati et al. (2006), fitur utama yang harus dijaga oleh
taman bertema yaitu:
1. proporsi rasio lahan terbangun dan area hijau,
2. saluran drainasi untuk pengendalian air,
3. instalasi pengelolaan limbah cair serta pemisahan sampah organik dan nonorganik dengan prinsip 4 R (reduse, re-use, recycle, recovery), serta
4. tipologi bangunan hemat energi berorientasi lingkungan.
Tanah
Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak
bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah memiliki peranan
sangat vital bagi semua kehidupan di bumi karena salah satu fungsinya adalah
untuk mendukung kehidupan tumbuhan dengan cara menyediakan unsur hara, air,
dan menopang akar. Dalam kegiatan berwisata, tanah berfungsi sebagai tempat
berpijak dan penopang kegiatan wisata di atasnya.

17
Kualitas tanah berhubungan dengan sifat fisik tanah, yaitu kondisi tekstur,
struktur, porositas, stabilitas, konsistensi warna, maupun suhu tanah. Sifat tanah
sangat berpengaruh terhadap perakaran tanaman. Kualitas fisik tanah akan
menurun jika terjadi erosi, penurunan unsur hara, penurunan bahan organik tanah
(Nursyamsi 2004) ataupun terjadinya pemadatan yang disebabkan oleh kegiatan
wisata.
Tanah dengan ketahanan yang baik adalah tanah dengan stabilitas agregat
yang tinggi. Stabilitas agregat tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air dalam
tanah. Jika kadar air dalam tanah berlebih, maka akan menurunkan kestabilan
agregat tanah terhadap pengaruh tetesan air atau pembenaman tanah dalam air.
Jika kadar air pada tanah minim, maka kandungan bahan organik yang berguna
untuk mempertahankan kestabilan agregat tanah akan berkurang (Asyakur 2009).
Kadar air dipengaruhi oleh proses evapotranspirasi, adhesi dan kohesi molekul air
(Murtilaksono & Wahjunie 2004), serta jumlah dan ukuran pori tanah. Semakin
tinggi nilai pori makro tana,h maka semakin tinggi nilai kadar airnya (Ginting
2007). Terdapat tiga jenis kadar air dalam tanah, mulai dari keadaan jenuh
(saturated) hingga keadaan kering udara (kering total). Kadar air yang
berpengaruh pada zona perakaran terletak pada keadaan jenuh.
Stabilitas agregat tanah juga dipengaruhi oleh penetrasi tanah. Penetrasi
tanah merupakan gambaran kemampuan akar tanaman dalam menembus tanah.
Penetrasi berhubungan positif dengan kepadatan dan ketahanan tanah (Lowery &
Schuler 1994 dalam BBLitbang SLP 2006). Hasil penelitian Vepraskas (1984
dalam BBLitbang SLP 2006) menunjukkan hubungan negatif antara ketahanan
penetrasi tanah dengan kandungan air tanah.
Penetrasi tanah linear dengan kepadatan tanah dan memiliki pengaruh pada
proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Tanah yang padat akan
menyulitkan proses infiltrasi sehingga menyebabkan aliran permukaan (surfaceflow) dan aliran antara (interflow). Pada akhirnya akan mengakibatkan erosi dan
sedimentasi. Erosi berdampak pada menipisnya lapisan top soil sehingga
menyebabkan penurunan kemampuan lahan.
Terjadinya erosi dapat diminimalisir dengan keberadaan serasah atau
tanaman penutup tanah seperti rumput (Kohnke & Bertrand 1959). Serasah
menjaga kestabilan agregat tanah dengan cara menahan splash erotion (percikan
langsung dari air hujan) serta mempertahankan kapasitas air yang cukup tinggi,
sehingga dapat menekan laju aliran permukaan.
Sungai
Sungai adalah tempat, wadah, atau jaringan pengaliran air mulai dari mata
air sampai muara yang kanan dan kirinya dibatasi oleh garis sempadan. Garis
sempadan adalah garis batas luar pengamanan sungai. Air sungai mengandung
sedikit sedimen dan makanan namun memiliki kandungan oksigen yang tinggi,
sehingga tidak mendukung keberadaan plankton (Setiowati & Furqonita 2007).
Di Indonesia, sungai dapat dijumpai di setiap tempat dengan kelasnya
masing-masing. Selain sebagai sumber air, sungai dimanfaatkan untuk
transportasi, mandi, mencuci, bahkan pada wilayah tertentu masih dapat
dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih untuk minum. Sungai mulai
digunakan untuk kegiatan wisata arung jeram sejak tahun 1970-an melalui
kegiatan kepencitaalaman (Garuda Adventure 2012).

18
Pemanfaatan air sungai disesuaikan dengan tingkat kualitas airnya yang
telah distandarisasi dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun. Kualitas air adalah
mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat yang ditetapkan
sebagai standar mutu air berbeda-beda, bergantung pada tujuan penggunaan.
Klasifikasi dan kriteria kualitas air di Indonesia, yaitu:
1. Kelas 1 : untuk air minum atau keperluan konsumsi.
2. Kelas 2 : untuk prasarana/sarana rekreasi air, misalnya arung jeram.
3. Kelas 3 : untuk pembudidayaan ikan air tawar dan peternakan
4. Kelas 4 : untuk irigasi.
Kualitas air sungai dapat ditinjau dari variabel warna, kecerahan, kecepatan
arus, dan debit aliran air. Warna merupakan salah satu parameter fisika yang dapat
diamati secara visual. Kejernihan warna sungai dipengaruhi oleh ketersediaan
substrat berupa lumpur yang mudah larut dalam air (Setiowati & Furqonita 2007).
Warna sungai cokelat keruh dapat disebabkan oleh sampah yang dibuang ke
dalam sungai.
Kecerahan/kekeruhan adalah bentuk pencerminan daya tembus atau
intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan (Odum 1971). Sungai tergolong
cerah jika masih dapat ditembus cahaya hingga di atas 40 cm. Kecerahan air dapat
digunakan untuk menduga keberadaan sedimen di dalam air. Semakin keruh air
menandakan semakin tingginya konsentrasi sedimen di dalam air. Metode cepat
untuk mengukur kekeruhan air dapat dilakukan dengan menggunakan alat secchi
disc dengan menggunakan persamaan Verbist et al. (2006 dalam Rahayu et al.
2009) dengan “D” merupakan kedalaman sechhi disc (cm).
Konsentrasi Sedimen mg/l = 3357.6 × D-1.3844

Kecepatan arus aliran sungai sangat berpengaruh terhadap kemampuan
badan sungai dalam mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar (Effendi
2003). Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan gradien antara hulu dan hilir.
Kecepatan arus merupakan faktor penting di perairan dan jika kecepatannya lebih
besar dari 5 m/s, maka hanya akan mengandung sedikit biota air (Whitton 1975).
Debit aliran sungai merupakan volume air yang mengalir dalam satuan
waktu. Debit air dipengaruhi oleh curah hujan dan aktivitas manusia yang
menggunakan lahan di sekitar sungai. Semakin tinggi aktivitas manusia dan curah
hujan, akan membuat debit air semakin tinggi. Handayani et al. (2005)
menyatakan bahwa studi kasus di DAS Ciliwung Hulu menunjukan pengaruh
penurunan tutupan hutan seluas 4.897 ha (18,1% luas DAS) tahun 1989 menjadi
4.459 ha (16,2% luas DAS) tahun 1998 menyebabkan peningkatan debit puncak
dan volume run off, masing-masing sebesar 18,9% dan 18,8%.
Sungai merupakan salah satu ekosistem yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan wisata seperti arung jeram. Arung jeram adalah suatu aktivitas
mengarungi sungai dengan mengandalkan keterampilan dan kekuatan fisik untuk
mendayung perahu yang berbahan lunak yang secara umum diterima sebagai
suatu kegiatan sosial, komersil dan olah raga (International Rafting
Federation/IRF).
Arung jeram merupakan salah satu kegiatan olah raga yang bernilai rekreasi
(sport tourism). Sebagai bagian dari kegiatan wisata minat khusus, arung jeram
sangat peka terhadap isu keamaan, isu keselamatan, isu lingkungan, serta

19

Tabel 1 Munsell Color Chart untuk rumput
Skor Warna
1
2
3
4
5
6
Sumber: Beard (1973)

Warna

20
Tabel 2 Kategori tekstur dan kerapatan rumput
a. Kategori tekstur berdasarkan lebar daun
Kategori
Lebar daun (mm)
Sangat halus
4
b. Kategori kerapatan rumput berdasarkan jumlah pucuk
Kategori
Jumlah pucuk / cm2
Tinggi
>200
Sedang
100 – 200
Rendah