Position Analysis of Indonesia’s White Pepper in the World Market

ANALISIS POSISI LADA PUTIH INDONESIA
DI PASAR LADA PUTIH DUNIA

KRISTIAWAN HADINATA GINTING

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul analisis posisi lada putih
Indonesia di pasar lada putih dunia adalah benar karya Saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor,


Februari 2014

Kristiawan Hadinata Ginting
NIM H451110451

RINGKASAN
KRISTIAWAN HADINATA GINTING. Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di
Pasar Lada Putih Dunia. Dibimbing oleh HARIANTO dan AMZUL RIFIN.
Penurunan produksi dan ekspor lada putih Indonesia diikuti oleh
desakan/tekanan di pasar utama nya yaitu pasar dunia. Desakan tersebut berasal
dari lada putih Vietnam dan lada hitam. Dengan demikian perlu dilihat berada
dimanakah posisi atau daya saing lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia
saat ini, akibat adanya desakan-desakan tersebut, sehingga diperoleh
saran/informasi untuk penetapan strategi-kebijakan yang tepat dalam rangka
menjaga pangsa pasar ekspor lada putih Indonesia yang sudah ada, serta
harapannya untuk meningkatkan pangsa pasar lada putih Indonesia di pasar lada
putih dunia.
Penelitian ini bertujuan: (1) menentukan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi volume perdagangan lada putih di dunia, (2) menentukan

posisi/daya saing lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia, dan (3)
menentukan alternatif strategi-kebijakan yang tepat untuk pemasaran lada putih
Indonesia di pasar impor lada putih dunia; dengan menganalisis volume
perdagangan lada putih dunia serta permintaan impor lada putih dunia yang
bersumber dari Indonesia dan Vietnam. Analisis volume perdagangan lada putih
dunia menggunakan model regresi linear berganda logaritmik. Sementara analisis
permintaan impor lada putih dunia yang bersumber dari Indonesia dan Vietnam
menggunakan adopsi model AIDS (Almost Ideal Demand System).
Hasil analisis menunjukkan bahwa lada putih Indonesia memiliki daya
saing di pasar lada putih dunia, yang lebih baik dibandingkan lada putih Vietnam,
sehingga Indonesia pun memiliki peluang yang lebih baik untuk meningkatkan
pangsa pasar lada putih nya. Lada putih Indonesia juga memiliki prospek yang
baik, dilihat dari potensi pasar lada putih dunia itu sendiri. Pasar lada putih dunia
masih memiliki potensi untuk dimasuki, walaupun terdapat desakan lada hitam
yang dapat diolah lebih lanjut menjadi lada putih.
Strategi yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah meningkatkan
penawaran ekspor lada putih nya, karena hasil analisis menunjukkan bahwa
permintaan impor lada putih dunia yang bersumber dari Indonesia memiliki
elastisitas harga sendiri yang bersifat elastis. Peningkatan penawaran ekspor lada
putih Indonesia juga akan membuat harga lada putih Indonesia lebih kompetitif,

dimana harga lada putih yang lebih kompetitif tersebut akan mengatasi desakan
lada hitam dan menekan balik pangsa pasar lada putih Vietnam.
Upaya-upaya atau kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan guna
mendukung strategi yang telah ditetapkan, antara lain: (1) meningkatkan
produktivitas tanaman lada; (2) mencegah alih fungsi dan menambah luasan lahan
tanaman lada, yang keduanya harus diiringi oleh upaya peningkatan produktivitas
tanaman lada; serta (3) menjaga mutu lada putih Indonesia.
Kata kunci: daya saing, lada putih Indonesia

SUMMARY
KRISTIAWAN HADINATA GINTING. Position Analysis of Indonesia’s White
Pepper in the World Market. Supervised by HARIANTO and AMZUL RIFIN.
The declining of Indonesia’s white pepper production and export are
followed by pressures in its main market, that is world white pepper market. The
pressures come from Vietnam’s white pepper and black pepper. Thus, as the
impact of these pressures, it is important to be seen about position or
competitiveness of Indonesia’s white pepper in the world market at nowadays,
which is also useful as suggestions/informations in determining the appropriate
strategy-policy in order to maintain the existing market share of Indonesia’s white
pepper, and be expected to expand the Indonesia’s white pepper market share in

the world market.
The objectives of this research are: (1) to determine the factors that
affecting world white pepper trade volume, (2) to determine the
position/competitiveness of Indonesia’s white pepper in world white pepper
market; (3) to determine the alternative of strategy-policy that proper to
Indonesia’s white pepper marketing in world white pepper import market; by
analyzing world white pepper trade volume and world white pepper demand
sourced from Indonesia and Vietnam. World white pepper trade volume is
analyzed by using logarithmic multiple linear regression model. Meanwhile,
world white pepper demand sourced from Indonesia and Vietnam is analyzed by
using adopted model of Almost Ideal Demand System Model (AIDS).
The result shows that Indonesia’s white pepper has competitiveness or
advantages in world white pepper import market, which is better than Vietnam’s
white pepper, so that Indonesia has a better opportunity to increase her white
pepper market share. Indonesia’s white pepper also has a better prospects, as seen
from the potency of world white pepper market itself. World white pepper market
still has potency to be entered, even though there is a pressure from black pepper
which can be processed into white pepper.
The strategy that need to be implemented by Indonesia is to increase her
white pepper export supply, because of the world white pepper import demand

sourced from Indonesia has elastic own price elasticity. The increasing of
Indonesia’s white pepper export supply will also make Indonesia’s white pepper
price more competitive, which can be used to overcome the pressure of black
pepper and suppress the market share of Vietnam’s white pepper.
The efforts or policies that need to be implemented by Indonesia to
support the established strategy, including: (1) to increase the productivity of
cultivated pepper plant; (2) to prevent the pepper cultivation land from conversion
and expand the pepper cultivation area, which both of them must be followed by
increasing of cultivated pepper plant productivity; and (3) to maintain the quality
of Indonesia’s white pepper.
Keywords: competitiveness, Indonesia’s white pepper

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS POSISI LADA PUTIH INDONESIA
DI PASAR LADA PUTIH DUNIA

KRISTIAWAN HADINATA GINTING

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis


: Dr Ir Suharno, M.A.Dev

Penguji Wakil Program Studi pada Ujian : Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Tesis

Judul Tesis
Nama
NIM

: Analisis Posisi Lada Putih Indonesia di Pasar Lada Putih
Dunia
: Kristiawan Hadinata Ginting
: H451110451

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Harianto, MS
Ketua


Dr Amzul Rifin, SP, MA
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tesis: 9 Desember 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Analisis Posisi Lada Putih
Indonesia di Pasar Lada Putih Dunia ini dapat diselesaikan. Penyelesaian tesis ini

juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Dr Ir Harianto, MS dan Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku komisi pembimbing,
atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada
penulis selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Suharno, M.A.Dev selaku evaluator pada kolokium tesis dan selaku
penguji luar komisi pada ujian tesis, atas arahan dan masukan yang telah
diberikan kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji perwakilan dari program studi
pada ujian tesis atas arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Bapak Taufik Amir dari International Pepper Community (IPC) yang telah
membantu penulis dalam pengumpulan data.
5. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas Beasiswa
Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian
Pendidikan Nasional (BUPKLN KEMENDIKNAS) yang telah diberikan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program
Studi Magister Sains Agribisnis IPB.
6. Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB, yakni Prof Dr Ir Rita
Nurmalina, MS; Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB,
yakni Dr Ir Suharno, M.A.Dev; serta seluruh Staf Program Studi Magister

Sains Agribisnis IPB; atas dorongan semangat dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis.
7. Seluruh dosen Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB atas pengajaran
yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di
Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB.
8. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Magister Sains
Agribisnis IPB atas semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
9. Yang terkasih, kedua orang tua ku Bapak Budiman Ginting dan Ibu
Magdalena Tarigan, serta adik ku Erika Dinata Kristi Ginting, atas segala
doa, dukungan, dan kasih sayangnya.
10. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang mana juga
telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor,

Februari 2014

Kristiawan Hadinata Ginting


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
6
6
6
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Komoditi Lada
Tinjauan Penelitian Terdahulu

7
7
9

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional

19
19
28

4 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Spesifikasi Model dan Definisi Variabel
Pendugaan Model dan Pengujian Hipotesis

29
29
29
30
35

5 GAMBARAN UMUM
Produksi Lada di Dunia
Konsumsi Lada di Dunia
Ekspor Lada di Dunia
Keragaan Komoditi Lada di Indonesia
Keragaan Komoditi Lada di Vietnam

36
36
37
39
40
44

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Volume Perdagangan Lada Putih Dunia
Permintaan Impor Lada Putih Dunia yang
Bersumber dari Indonesia dan Vietnam
Daya Saing Lada Putih Indonesia
Strategi Pemasaran Lada Putih Indonesia

46
46

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

61
61
61

DAFTAR PUSTAKA

62

LAMPIRAN

69

RIWAYAT HIDUP

88

50
54
59

DAFTAR TABEL
1 Total ekspor lada oleh beberapa negara produsen tahun 2004-2011
dalam ton
2 Total impor lada oleh beberapa negara produsen tahun 2004-2011
dalam ton
3 Impor lada oleh beberapa negara nonprodusen (consuming countries)
selama tahun 2004-2010 dalam ton
4 Ekspor dan reekspor lada oleh beberapa negara nonprodusen
(consuming countries) selama tahun 2004-2010 dalam ton
5 Luas areal dan produksi perkebunan lada di Indonesia menurut
pengusahaan tahun 2009
6 Ukuran-ukuran elastisitas penawaran
7 Ukuran-ukuran elastisitas permintaan
8 Ukuran-ukuran elastisitas model regresi logaritmik
9 Ukuran-ukuran elastisitas model AIDS
10 Kriteria uji hipotesis dua arah dengan uji-t
11 Kriteria uji hipotesis dua arah dengan uji-F
12 Total konsumsi lada oleh beberapa negara produsen tahun 1993-2011
dalam ton
13 Perbandingan konsumsi dan produksi lada beberapa negara produsen
tahun 1993-2011 dalam ton
14 Total ekspor lada Indonesia ke negara tujuan ekspor (pasar impor)
tahun 2001-2010 (ton)
15 Ekspor lada hitam dan putih Indonesia ke negara tujuan ekspor (pasar
impor) tahun 2001-2010 (ton)
16 Total ekspor lada Vietnam ke negara tujuan ekspor (pasar impor) tahun
2001-2010 (ton)
17 Hasil pendugaan model volume perdagangan lada putih dunia
18 Hasil pendugaan model Almost Ideal Demand System (AIDS)
19 Nilai-nilai elastisitas model AIDS kelompok negara
20 Dampak penurunan harga sebesar satu persen terhadap pangsa pasar
kelompok negara berdasarkan nilai-nilai elastisitas model AIDS

1
2
2
3
9
24
25
31
34
36
36
38
39
43
44
46
48
51
51
54

DAFTAR GAMBAR
1 Ekspor lada putih oleh Indonesia
2 Mekanisme terjadinya perdagangan internasional
3 Strategi peningkatan daya saing lada putih Indonesia di pasar
internasional
4 Kerangka pemikiran operasional
5 Saluran tataniaga lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
6 Saluran tataniaga lada hitam di Provinsi Lampung
7 Harga lada Indonesia di pasar lada dunia
8 Harga lada Vietnam di pasar lada dunia
9 Pergerakan harga lada putih dan hitam dunia

4
19
27
28
41
42
42
45
50

10 Daya saing lada putih Indonesia terhadap lada putih Vietnam secara
teoritis
11 Ekspor lada putih Indonesia ke negara tujuan utama

55
58

DAFTAR LAMPIRAN
1 Produksi lada putih Indonesia dan Bangka Belitung tahun 2002-2010
(ton)
2 Data harga lada putih Bangka Belitung (Muntok White Pepper) di
Pangkalpinang (Rp/kg)
3 Produksi dan ekspor lada putih oleh negara-negara tahun 2001-2011
dalam ton
4 Produksi lada di Indonesia per provinsi tahun 2004-2011 dalam ton
5 Tren ekspor lada putih dan hitam oleh negara-negara produsen tahun
2001-2011
6 Produksi lada beberapa negara produsen utama tahun 1993-2011 dalam
ton
7 Ekspor lada beberapa negara produsen tahun 1993-2011 dalam ton
8 Tren pengusahaan lada putih di Indonesia tahun 2002-2011
9 Tren produksi lada hitam Indonesia tahun 2002-2011
10 Data variabel pada model volume perdagangan lada putih dunia
11 Hasil pengolahan data pada model volume perdagangan lada putih
dunia dengan software Minitab 14 dan Eviews 4.1
12 Hasil uji asumsi pada model volume perdagangan lada putih dunia
13 Data variabel pada model Almost Ideal Demand System Indonesia
14 Kecenderungan harga-harga lada putih dan hitam dunia tahun 19852011 (USD/ton)
15 Data variabel pada model Almost Ideal Demand System Vietnam
16 Hasil pengolahan data pada model Almost Ideal Demand System
dengan software STATA 11
17 Pergerakan harga-harga lada putih Indonesia, Vietnam, dan dunia
tahun 2001-2011 (USD/ton)

70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
83
84
85
86
87

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rempah-rempah (spices) memainkan peranan yang penting dalam sejarah
peradaban, penjelajahan, dan perdagangan di dunia, yang mana salah satu
komoditi nya adalah lada. International Pepper Community (IPC) dan Food and
Agriculture Organization of The United Nations (FAO) (2005) mencatat bahwa
lada memiliki tempat yang penting dalam perdagangan rempah-rempah dunia
karena menjadi komoditi pertama yang diperdagangkan secara internasional dan
membuka rute-rute perdagangan antara “Dunia Barat” dan “Dunia Timur”. Saat
ini, aktivitas perdagangan lada di dunia direpresentasikan oleh ekspor dan impor
yang terjadi antar negara-negara.
Selama periode tahun 2004-2011, negara produsen yang merupakan
pengekspor lada paling besar adalah Vietnam. Indonesia menjadi negara
pengekspor lada terbesar yang kedua. Negara produsen lain yang termasuk dalam
lima besar pengekspor lada terbesar adalah Brazil, India, dan Malaysia. Jumlah
ekspor negara-negara produsen tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Total ekspor lada oleh beberapa negara produsen tahun 2004-2011 dalam
ton
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Negara

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Total

Vietnam
98 494 109 565 116 670 82 904 89 705 134 264 116 861 123 808
872 271
Indonesia 44 191 35 055 35 663 38 446 52 407 50 642 62 599 36 487
355 490
Brazil
40 529 33 977 42 187 38 665 36 585 35 746 30 786 32 641
291 116
India
14 049 15 751 26 376 43 941 26 665 21 267 18 486 23 750
190 285
Malaysia
18 984 16 799 16 605 15 064 13 396 13 124 14 077 14 324
122 373
Srilanka
5 353
8 130
8 190
9 009
6 242
6 584 12 219
5 056
60 783
Cina
3 479
2 530 10 185
4 801
6 620
2 100
4 569
4 450
38 734
Lainnya
6 332
5 560
4 377
5 481
5 843
9 950
9 600 10 450
57 593
Total
231 411 227 367 260 253 238 311 237 463 273 677 269 197 250 966 1 988 645

Sumber: IPC (2012)1 (Diolah)
Sisi impor dapat dilihat dari impor yang dilakukan oleh negara-negara
produsen dan juga oleh negara-negara nonprodusen lada (yang hanya
mengkonsumsi, tidak memproduksi lada). Jumlah impor lada yang dilakukan oleh
beberapa negara produsen lada, dapat dilihat pada Tabel 2.

1a
International Pepper Community [IPC]. 2012. Total Export of Pepper from Producing Countries, 2001-2010 in MT
[Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/1.08.pdf; bInternational
Pepper Community [IPC]. 2012. Pepper News and Market Review January 2012 [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012].
Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/admin/data/news/1332295452pdf.pdf; cInternational Pepper Community [IPC]. 2013. Market
Review 2012 2012-The Outstanding Year [Internet]. [diunduh tanggal 28 April 2013]. Tersedia pada:
http://www.ipcnet.org/index.php?p=ndetail&id=697&act=guide.

2
Tabel 2 Total impor lada oleh beberapa negara produsen tahun 2004-2011 dalam
ton
No

Negara

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

1
2
3
4
5
6
7
8

India
Vietnam
Malaysia
Cina
Indonesia
Brazil
Srilanka
Lainnya
Total

15 695
325
4 606
4 259
343
202
34
159
25 623

18 858
60
4 969
4 777
844
363
44
202
30 117

16 897
1 500
7 512
5 331
1 042
249
50
321
32 902

11 395
3 500
3 914
4 972
1 393
550
47
688
26 459

14 808
6 800
3 133
4 891
1 255
753
96
476
32 212

16 022
7 700
5 759
6 213
3 327
469
62
584
40 136

17 180
17 870
5 958
3 356
3 312
501
62
2 133
50 372

13 548 124 403
10 000 47 755
4 682 40 533
3 276 37 075
4 101 15 617
558
3 645
35
430
2 255
6 818
38 455 276 276

Total

Sumber: IPC (2012)2 (Diolah)
Pada rentang tahun 2004-2011, negara produsen lada yang melakukan
impor lada paling banyak adalah India. Kemudian diikuti, berturut-turut, oleh
Vietnam, Malaysia, Cina, Indonesia, Brazil, dan Srilanka. Jumlah ekspor lada
yang dilakukan oleh Vietnam, Indonesia, Brazil, India, Malaysia, dan Srilanka
lebih banyak dari pada jumlah impor nya. Khusus untuk Cina, jumlah impor lada
yang dilakukan oleh negara tersebut hampir menyamai jumlah ekspor nya
(bandingkan data pada Tabel 1 dan 2). Sementara itu, beberapa negara
nonprodusen lada (consuming countries) yang melakukan impor dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Impor lada oleh beberapa negara nonprodusen (consuming countries)
selama tahun 2004-2010 dalam ton
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Negara
USA
Jerman
Belanda
Singapura
Rusia
Perancis
Jepang
Spanyol
United Kingdom
Uni Emirat Arab
Lainnya
Total

2004
2005
65 990 66 895
27 459 22 731
14 226 13 183
10 316 12 936
7 698
9 356
8 693
9 210
8 146
8 993
9 232
7 991
5 464
6 840
1 514
510
100 945 100 782
259 683 259 427

2006
2007
2008
2009
70 539 63 941 64 789 65 855
26 031 31 460 28 084 26 221
15 409 14 745 13 090 15 765
15 847 13 154 13 144 12 437
10 099
7 473
9 589
9 358
9 469
8 732
8 780
8 359
9 208
9 108
7 781
8 784
8 503
7 663
7 727
8 659
9 105
7 201
8 066
7 761
3 422 10 071 10 782 10 782
98 887 94 648 99 449 105 575
276 519 268 196 271 281 279 556

2010
Total
70 470 468 479
28 950 190 936
15 000 101 418
13 300
91 134
9 070
62 643
8 880
62 123
8 908
60 928
6 862
56 637
7 900
52 337
10 860
47 941
101 082 701 368
281 282 1 895 944

Sumber: IPC (2012)3 (Diolah)
Pada periode tahun 2004 sampai 2010, negara nonprodusen yang
melakukan impor lada yang paling banyak adalah Amerika (USA). Sepuluh besar
negara pengimpor lainnya, secara berturut-turut, yaitu Jerman, Belanda,
Singapura, Rusia, Perancis, Jepang, Spanyol, United Kingdom, dan Uni Emirat
Arab. Negara-negara nonprodusen pengimpor juga ada yang melakukan ekspor
2a
International Pepper Community [IPC]. 2012. Import of Pepper by Producing Countries, 2001-2010, Quantity in
Metric Tons [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/1.11.b.pdf;
b
International Pepper Community [IPC]. 2012. Pepper News and Market Review January 2012 [Internet]. [diunduh tanggal 14
November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/admin/data/news/1332295452pdf.pdf; cInternational Pepper Community
[IPC]. 2013. Market Review 2012-The Outstanding Year [Internet]. [diunduh tanggal 28 April 2013]. Tersedia pada:
http://www.ipcnet.org/index.php?p=ndetail&id=697&act=guide.
3
International Pepper Community [IPC]. Import of Pepper by Consuming Countries, 2001-2010, Quantity in Metric
Tons [Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/1.12.a.pdf.

3
dan reekspor (reexport) lada. Singapura merupakan negara yang paling banyak
melakukan ekspor dan reekspor selama periode tahun 2004-2010, yaitu sebesar 96
020 ton. Jumlah yang diekspor dan direekspor oleh Singapura, dalam periode
tersebut, lebih besar dari pada impornya (91 134 ton). Bahkan, Singapura mampu
melampaui jumlah ekspor Srilanka dan Cina, yang termasuk dalam sepuluh besar
negara produsen lada di dunia, pada selang tahun 2004-2010. Jumlah lada yang
diekspor dan direekspor oleh beberapa negara nonprodusen yang melakukan
impor, selama tahun 2004-2010, selengkapnya, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Ekspor dan reekspor lada oleh beberapa negara nonprodusen (consuming
countries) selama tahun 2004-2010 dalam ton
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Negara
Singapura
Belanda
Jerman
Meksiko
USA
Uni Emirat Arab
Perancis
Belgia
Ghana
Polandia
Lainnya
Total

2004
17 659
10 357
8 736
5 785
4 414
1 864
942
1 326
1 500
474
13 138
66 195

2005
12 190
10 417
8 372
4 485
4 620
5 083
1 301
1 470
2 005
1 128
12 194
63 265

2006
15 231
11 655
9 801
6 593
5 349
843
1 375
1 782
1 500
1 274
11 550
66 953

2007
16 007
11 342
9 385
4 081
5 329
6 268
1 711
1 890
1 522
1 444
12 380
71 359

2008
12 363
9 705
14 349
5 376
5 364
5 901
2 449
1 578
1 372
1 519
13 702
73 678

2009
9 570
9 974
11 503
6 175
5 467
5 901
2 966
1 424
1 372
1 400
15 115
70 867

2010
13 000
10 900
11 129
5 470
5 590
6 325
2 500
1 890
1 500
1 525
15 444
75 273

Total
96 020
74 350
73 275
37 965
36 133
32 185
13 244
11 360
10 771
8 764
93 523
487 590

Sumber: IPC (2012)4 (Diolah)
Lada yang diperdagangkan atau diekspor-diimpor ini umumnya adalah
lada putih (white pepper), lada hitam (black pepper), ground pepper, green
pepper, dan oleoresin. Akan tetapi, dua jenis komoditi lada yang utama atau
paling besar jumlah yang diperdagangkannya adalah lada putih dan lada hitam.
Jumlah ekspor lada putih dan lada hitam atas jumlah keseluruhan lada yang
diekspor oleh negara-negara produsennya mencapai lebih dari 95 persen. Untuk
harga, lada putih memiliki kecenderungan lebih mahal dibandingkan dengan lada
hitam.
Indonesia adalah salah satu penghasil dan pengekspor utama lada putih di
dunia. Komoditi ini (di Indonesia), diantaranya, diusahakan di daerah Kalimantan
Barat; Kalimantan Timur; dan Bangka Belitung. Data menunjukkan bahwa
Bangka Belitung merupakan produsen lada putih yang paling besar di Indonesia.
Produksi lada putih Bangka Belitung mencapai sekitar 80-97 persen dari total
produksi lada putih Indonesia. Bahkan, jika melihat sedikit ke belakang, sampai
akhir tahun 90-an, pasokan lada putih Bangka Belitung di pasar dunia mencapai
60-80 persen (Kurniawati et al. 2009). Lada putih dari Bangka Belitung sendiri
telah dikenal luas di pasar lada dunia dengan nama Muntok White Pepper. Sebagai
komoditi ekspor, komoditi lada putih ini memberikan kontribusi devisa bagi
Indonesia. Pada tahun 2010, nilai ekspor lada putih Indonesia mencapai US$ 73
701 0005. Sementara, pada tahun yang sama, di triwulan pertama, nilai ekspor
4
International Pepper Community [IPC]. Export and Re-export of Pepper by Consuming Countries, 2001-2010,
Quantity
in
Metric
Tons
[Internet].
[diunduh
tanggal
14
November
2012].
Tersedia
pada:
http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/1.13.a.pdf.
5
International Pepper Community [IPC]. 2012. Indonesia: Annual Export of Black and White Pepper 2001-2010
[Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/2.17.pdf.

4

Jumlah ekspor lada putih Indonesia (ton)

lada bagi Bangka Belitung mencapai US $ 5 885 143.436; triwulan kedua sebesar
US $ 7 527 867.307; dan triwulan ketiga sebesar US $ 13 085 128.278.
Beberapa tahun terakhir, jumlah ekspor lada putih Indonesia mengalami
tren penurunan, seperti yang terlihat pada Gambar 1. Ekspor terendah terjadi pada
tahun 2011 (dibandingkan tahun 2002), dan hingga tahun 2011, jumlah ekspor
lada putih belum pernah lagi mencapai kondisi seperti pada tahun 2002.
Penurunan ekspor lada putih Indonesia tersebut sejalan dengan penurunan
produksi lada putih di Indonesia dan Bangka Belitung (tren produksi lada putih
Indonesia dan Bangka Belitung dapat dilihat pada Lampiran 1). Penurunan
produksi lada putih ini mencerminkan adanya permasalahan pada
pengusahaannya. Sebagai produsen lada putih terbesar di Indonesia, adanya
permasalahan pengusahaan komoditi lada putih di Bangka Belitung tentunya
memberi dampak yang signifikan terhadap keragaan komoditi lada putih di
Indonesia.
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Tahun

Gambar 1 Ekspor lada putih oleh Indonesia (IPC dan FAO 2005; BPS RI 2012;
dan IPC9 [Diolah])
Penurunan produksi lada putih, seperti yang terjadi di Bangka Belitung,
antara lain disebabkan oleh: produktivitas tanaman lada yang rendah akibat teknik
budidaya yang masih tradisional; berkurangnya luas areal tanam lada yang
diantaranya disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk penambangan timah dan
penanaman kebun kelapa sawit; serangan hama dan penyakit pada tanaman lada,
terutama yang paling banyak ditemui adalah penyakit busuk pangkal batang;
harga input dan sarana produksi pertanian yang mahal, seperti junjung dan pupuk;
masalah permodalan yang dihadapi oleh sebagian besar petani lada; serta
6
Anonim. 2011. Realisasi Ekspor Diperkirakan Meningkat [Internet]. [diunduh tanggal 26 November 2012]. Tersedia
pada: http://cetak.bangkapos.com/bisnis/read/38824/Realisasi+Ekspor+Diperkirakan+Meningkat.html.
7
Ibid
8
Anonim. 2011. Harga Lada Terus Naik [Internet]. [diunduh tanggal 25 November 2012]. Tersedia pada:
http://bangka.tribunnews.com/mobile/index.php/2011/01/08/harga-lada-terus-naik.
9
International Pepper Community [IPC]. 2012. Indonesia: Annual Export of Black and White Pepper 2001-2010
[Internet]. [diunduh tanggal 14 November 2012]. Tersedia pada: http://www.ipcnet.org/n/statpdf/pdf/2.17.pdf.

5
rendahnya inovasi pada produk pascapanen lada. Akan tetapi, permasalahan yang
paling pasti adalah harga lada yang cenderung rendah dan berfluktuasi, sehingga
tidak cukup menarik bagi para petani untuk merawat kebun dan meningkatkan
produksi lada mereka. Senada dengan hal tersebut, International Pepper
Community (IPC) dan Food and Agriculture Organization of The United Nations
(FAO) (2005) menyatakan bahwa isu utama yang mempengaruhi produksi dan
pemasaran lada selama beberapa dekade terakhir adalah volatilitas harga. Siklus,
dimana posisi harga lada rendah, terjadi cukup teratur, yaitu setiap delapan hingga
sepuluh tahun. Hal ini sangat mempengaruhi pendapatan para petani, sehingga
mengakibatkan kurangnya perawatan kebun, tingginya serangan hama dan
penyakit, dan bahkan ditinggalkannya pengusahaan perkebunan lada (mengenai
harga lada putih, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2).
Sementara Indonesia, yang sudah dikenal di dunia sebagai penghasil lada
putih (yang terkenal adalah Muntok White Pepper, yang dihasilkan di Bangka
Belitung) menghadapi kenyataan penurunan produksi lada putih dan juga
ekspornya, muncul Vietnam, dengan tren peningkatan atas produksi dan ekspor
lada putih nya. Situasi ini dapat menyebabkan “tekanan” bagi pangsa lada putih
Indonesia di pasar lada putih dunia (internasional). Terlebih lagi karena pasar
utama yang menyerap hasil produksi lada putih Indonesia dan Vietnam samasama pasar dunia. Sebenarnya, Cina juga merupakan negara utama penghasil lada
putih di dunia, bersama Indonesia dan Vietnam. Akan tetapi, lada putih yang
dihasilkan oleh Cina sebagian besar untuk pasar domestik mereka sendiri, yang
disimpulkan dari perbandingan jumlah produksi dan ekspor lada putih nya
(berdasarkan perbandingan data IPC pada Lampiran 3) dan hasil wawancara
dengan pihak BP3L (Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada)
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Desakan terhadap pangsa lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia
semakin mungkin terjadi karena dapat disubstitusinya lada putih dengan lada
hitam (IPC dan FAO 2005). Kulit lada hitam dikupas dan kemudian dijadikan
bahan obat-obatan, sedangkan isinya dikeringkan dan dijadikan bubuk yang
berfungsi sama dengan lada putih (lada hitam diubah menjadi lada putih). Harga
lada hitam yang lebih murah, serta jumlah ekspor (pasokan) nya yang lebih
banyak dibandingkan lada putih menjadikannya alternatif pilihan. Ditambah lagi
dengan fakta bahwa pertumbuhan ekspor lada hitam lebih besar dibandingkan
dengan lada putih; terlihat dari besar slope (kemiringan) tren ekspor lada hitam
yang lebih besar dari pada lada putih (Lampiran 5); yang juga berarti bahwa
penyerapan atau permintaan komoditi lada hitam di pasar impor lada dunia lebih
besar dari pada lada putih.
Adanya “tekanan/desakan pasar” ini, menuntut Indonesia untuk memiliki
dan meningkatkan daya saing, khususnya daya saing ekspornya, agar mampu
mempertahankan dan harapannya meningkatkan pangsa pasar lada putih nya.
Peningkatan daya saing juga berguna untuk mendukung usaha peningkatan
produksi lada putih yang dilakukan oleh pemerintah, seperti misalnya melalui
program revitalisasi lada putih yang dilakukan di Bangka Belitung. Akan menjadi
masalah baru nantinya, apabila peningkatan produksi lada putih tercapai, tetapi
tidak tersedia pasar untuk menyerapnya, dalam hal ini pasar ekspor yang
merupakan pasar utama lada putih Indonesia.

6
Perumusan Masalah
Indonesia, yang sudah dikenal di dunia sebagai penghasil lada putih 10
menghadapi kenyataan penurunan produksi dan juga ekspor lada putih. Situasi ini
diikuti oleh adanya desakan/tekanan terhadap pangsa pasar nya di pasar lada putih
dunia atau internasional, yang berasal dari Vietnam 11 dan dapat disubstitusinya
komoditi lada putih dengan lada hitam. Dengan demikian perlu dilihat berada
dimanakah posisi atau daya saing lada putih Indonesia saat ini, akibat adanya
desakan-desakan tersebut, di pasar lada putih dunia. Hal ini berguna sebagai
saran/informasi untuk menentukan strategi-kebijakan yang tepat dalam rangka
menjaga pangsa pasar ekspor lada putih Indonesia yang sudah ada, serta
harapannya untuk meningkatkan pangsa pasar lada putih Indonesia di pasar lada
putih dunia.
Oleh sebab itu, penelitian ini melakukan analisis mengenai pasar ekspor
lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia, dengan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi volume perdagangan lada putih di
dunia?
2. Bagaimana posisi/daya saing lada putih Indonesia di pasar impor lada putih
dunia?
3. Bagaimana alternatif strategi-kebijakan pemasaran lada putih Indonesia di
pasar impor lada putih dunia?

Tujuan
1.
2.
3.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume perdagangan
lada putih di dunia.
Menentukan posisi/daya saing lada putih Indonesia di pasar impor lada putih
dunia.
Menentukan alternatif strategi-kebijakan yang tepat untuk pemasaran lada
putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia.

Manfaat
1.
2.
3.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang keilmuan agribisnis,
khususnya mengenai pemasaran, juga daya saing, lada putih Indonesia.
Menjadi informasi dan pengetahuan bagi penelitian lanjutan.
Sebagai sumber informasi untuk pengembangan komoditi lada putih bagi
pemerintah Indonesia dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta pihakpihak (para pelaku) yang terlibat di dalam sistem agribisnis komoditi lada
putih Indonesia.

10

Yang terkenal adalah Muntok White Pepper, yang dihasilkan di Bangka Belitung.
Dengan tren peningkatan produksi dan ekspor lada putihnya.

11

7
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pasar ekspor lada putih
adalah pasar lada putih suatu negara pengekspor tertentu di suatu negara
pengimpor tertentu, dilihat dari sudut pandang negara pengekspor tertentu
tersebut. Sementara, yang dimaksudkan dengan pasar impor lada putih adalah
pasar lada putih dari negara pengekspor tertentu di negara pengimpor tertentu,
dilihat dari sisi negara pengimpor tertentu tersebut. Negara-negara pengekspor
yang dianalisis dalam penelitian ini, terkait daya saing nya, adalah Indonesia dan
Vietnam. Alasan pemilihan Vietnam adalah karena tren peningkatan produksi dan
ekspor lada putihnya. Jika dibandingkan (data dari IPC, dapat dilihat pada
Lampiran 3), maka terlihat bahwa jumlah ekspor lada putih Vietnam hampir
menyamai jumlah produksi nya (pada tahun-tahun tertentu jumlah ekspor lebih
besar dari pada jumlah produksi). Bahkan, baik jumlah ekspor, maupun produksi
lada putih Vietnam mulai melampaui Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut juga
dapat disimpulkan bahwa pasar utama lada putih dari Vietnam adalah pasar
ekspor/impor (dunia), sama hal nya dengan Indonesia.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Komoditi Lada
Lada menjadi salah satu jenis rempah-rempah yang paling tua dan penting
di dunia, sehingga lada juga seringkali disebut King of Spices. Pada abad
pertengahan dan zaman Renaissance, dalam sejarah penjelajahan, rempah-rempah
(termasuk di dalamnya lada) mempunyai kedudukan yang tinggi dan sangat
spesial. Bahkan pada zaman kuno dan medieval, nilainya seringkali disetarakan
dengan emas dan batu permata. Produk utama komoditi lada yang diperdagangkan
di dunia (secara internasional) adalah lada putih (white pepper) dan lada hitam
(black pepper). Lada putih dan lada hitam sebenarnya berasal dari buah lada yang
sama. Lada putih merupakan olahan dari buah lada yang telah matang di pohon,
dipanen, dan dikelupas kulitnya, serta dikeringkan. Sedangkan lada hitam
merupakan buah tanaman lada yang dipanen sebelum buah matang dan masih
berwarna hijau, serta langsung dikeringkan tanpa pengelupasan kulit.
Lada (Piper nigrum Linn) merupakan famili Piperaceae. Famili tersebut
terdiri dari 10-12 genus dan 1 400 spesies, yang bentuknya beragam, seperti
herba, semak, tanaman menjalar, hingga pohon-pohonan. Lada dari genus Piper
merupakan spesies tanaman yang berasal dari Ghats, Malabar India (Rismunandar
2007). Ciri morfologi dari tanaman lada antara lain: 1) berakar tunggang (dikotil);
2) perakarannya terdiri atas dua jenis, yaitu akar yang tumbuh dari buku di atas
tanah (untuk menopang batang pokok dan menjalar atau memanjat pada tiang
panjat atau inangnya) dan akar yang tumbuh dari buku di dalam tanah (sebagai
penghisap makanan atau feeding roots); 3) memiliki satu batang pokok dengan
dua macam cabang (orthotropis atau vertikal dan plagiotropis atau horizontal),
yang menyebabkan lada memiliki cabang yang banyak; 4) buku-buku batang agak
membengkak, dimana dari buku-buku tersebut keluar daun, tunas, dan
perbungaan; 5) berdaun tunggal, letaknya berselang-seling pada cabang, berwarna

8
hijau gelap, lembaran daun sebelah atas agak mengkilap dan sebelah bawahnya
pucat dan berkelenjar; 6) perbungaannya berbentuk bulir yang tumbuh di seberang
daun, bunganya berukuran kecil, dan tanpa perhiasan bunga; 7) buahnya buni tak
bertangkai, berbiji satu, berkulit keras, dibalut oleh daging buah yang tebal; serta
8) memiliki tinggi antara 5-15 m.
Tanaman lada dikenal sebagai tanaman tahunan dan perkebunan, yang
pada dasarnya merupakan tanaman tropis, serta membutuhkan curah hujan dan
suhu yang tinggi, yang banyak dan merata. Lada dapat tumbuh pada daerah
dengan ketinggian mencapai 1 500 m di atas permukaan laut (dpl), tetapi tumbuh
lebih subur di daerah pada ketinggian 500 m dpl atau kurang, dengan curah hujan
2 200-5 000 mm dalam setahun, suhu antara 18°C-35°C, kelembaban udara
berkisar antara 50-100 persen, serta perubahan musim yang cukup baik (musim
kemarau yang cukup panjang, sekitar 2-3 bulan untuk menumbuhkan bunga dan
buah).
Di Indonesia, budidaya lada sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang
lampau. Tanaman lada kemungkinan dibawa koloni Hindu ke Jawa antara tahun
100 SM (Sebelum Masehi) sampai 600 M (Masehi). Marcopolo dalam riwayat
hidupnya pada tahun 1298, menguatkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa
pada tahun 1280 di Jawa telah terdapat pengusahaan tanaman lada. Pada tahun
1720 sepertiga bagian dari seluruh keuntungan yang diperoleh VOC, semasa
menduduki Indonesia, berasal dari komoditi lada. Pada tahun 1772, kontribusi
lada semakin besar terhadap seluruh keuntungan VOC tersebut, yaitu mencapai
dua per tiga bagiannya (Ditjenbun Deptan 2009). Bahkan sebelum perang dunia
kedua, Indonesia memasok 80 persen kebutuhan lada dunia (Edizal 1998).
Tanaman lada di Indonesia memiliki banyak nama daerah, diantaranya lada
(Aceh, Batak, Lampung, Buru, dan Nias), raro (Mentawai), lado (Minangkabau),
merico (Jawa), maica (Bali), ngguru (Flores), malita lo dawa (Gorontalo), marica
atau barica (Sulawesi Selatan), rica jawa (Halmahera, Ternate, Minahasa), leudeu
pedih (Gayo), sahang (Bangka, Banjarmasin, Jawa Barat), sakang (Madura), saha
(Bima), dan mboko saah (Ende).
Adapun daerah-daerah di Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk
budidaya lada, antara lain: Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Timur,
Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara,
Bengkulu, Kalimantan Tengah, dan lainnya (selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 4). Lampung dan Bangka Belitung merupakan produsen lada terbesar di
Indonesia, dimana Bangka Belitung sebagai produsen lada putih (Muntok White
Pepper) dan Lampung sebagai produsen lada hitam (Lampong Black Pepper).
Budidaya lada di Indonesia ini sebagian besar dilakukan oleh rakyat atau
smallholders, bukan oleh pemerintah ataupun swasta dalam skala yang besar.
Sekitar 99,9 persen produksi lada Indonesia dihasilkan dari perkebunan lada yang
dikelola oleh rakyat (petani) atau smallholders (lihat Tabel 5).

9
Tabel 5

Luas areal dan produksi perkebunan lada di Indonesia menurut
pengusahaan tahun 2009

No
1.
2.
3.

Pengusahaan
Perkebunan Rakyat
Perkebunan Pemerintah (Negara)
Perkebunan Swasta
Total
Keterangan: -) Tidak mengusahakan

Produksi (ton)
82 833
1
82 834

Luas Areal (ha)
185 937
4
185 941

Sumber: Ditjenbun Deptan (2012)12 (Diolah)
Sampai dengan tahun 2011, luas areal tanaman lada perkebunan rakyat
adalah seluas 179 034 ha, dengan keterlibatan petani sebanyak 322 294 KK
(Kepala Keluarga). Total tanaman menghasilkan nya adalah seluas 110 896 ha.
Sedangkan luas areal tanaman lada perkebunan besar swasta sampai dengan tahun
2011 adalah seluas 4 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2011)13.
Lada putih dari Bangka Belitung sudah dikenal di pasar internasional.
Bahkan komoditi ini memiliki brand, yaitu Muntok White Pepper. Penamaan
Muntok White Pepper, salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka
Belitung, pertama kali diperdagangkan secara internasional (diekspor) melalui
pelabuhan Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat (setelah
pemekaran). Roosgandha (2003), menyebutkan bahwa petani lada di Kabupaten
Bangka, melakukan panen lada saat buah lada sudah masak yang ditandai dengan
warna kuning sampai merah. Panen umumnya dilakukan dengan pemetikan
mempergunakan tangan. Kemudian diolah dengan cara memasukkan lada yang
telah dipanen tersebut ke dalam karung plastik. Setelah itu direndam dalam air
(umumnya air mengalir) selama 7-14 hari, setelah itu dicuci untuk menghilangkan
kulitnya. Dilanjutkan dengan menjemurnya dibawah sinar matahari selama 2-3
hari. Dari hasil pengolahan tersebut akan diperoleh lada putih kering dengan
rendemen berkisar antara 15-45 persen atau rata-rata 24 persen. Perilaku ini juga
merupakan perilaku yang terjadi secara umum di Bangka Belitung. Oleh karena
itu, jika berbicara mengenai produksi lada di Bangka Belitung, maka yang
dimaksud adalah produksi lada putih.

Tinjauan Penelitian Terdahulu
Kelayakan Pengusahaan Lada
Marwoto (2003) melakukan penelitian tentang perkebunan lada rakyat
Kabupaten Bangka. Hasil penelitian menunjukan ketidakefisienan, yang tercermin
dari kecenderungan penurunan nilai NPV menjadi Rp 2 148 648 dan B/C sebesar
1.13 pada skala usaha 5 tahunan dan tingkat suku bunga 12 persen, dengan PC
sebesar 0.174; EPC sebesar 0.61; SRP sebesar 0.37; NT sebesar Rp -50 554 988;

12
[Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2012. Luas Areal dan Produksi
Perkebunan Lada Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan, Tahun 1967-2011 [Internet]. [diunduh tanggal 24 Januari 2013].
Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komoditiutama/7-Lada.
13
[Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2013. Pedoman Pascapanen Lada
[Internet]. [diunduh tanggal 13 Desember 2013]. Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id.

10
TO sebesar Rp -22 652 569; NPCO sebesar 0.83; TI sebesar Rp 19 352 505; dan
nilai NPCI sebesar 1.67.
Zakaria (2009) mengatakan bahwa secara umum, permasalahan usahatani
lada di Bangka Belitung adalah makin menurunnya luas areal, tingkat produksi
dan produktivitas, serta minat petani melakukan budidaya komoditas lada.
Menurunnya areal penanaman lada di Bangka Belitung merupakan akibat dari
motivasi petani lada mengalihfungsikan lahan untuk tambang timah rakyat, karena
harga jual produk lada cenderung rendah dan berfluktuasi, serta kurangnya
perhatian akan pemeliharaan tanaman lada. Nilai R/C ratio pengusahaan lada di
Bangka Belitung pada tahun 2008 adalah 1.52 untuk investasi selama
pertumbuhan pertanaman (9 tahun). Tingkat profitabilitasnya sebesar 34 persen
dan tingkat efisiensi usahataninya memadai.

Pasar dan Daya Saing Lada
Djulin dan Malian (2005), salah satunya, melakukan analisis pemasaran
dan integrasi pasar (dengan model Ravallion) lada putih di daerah produksi utama
(Bangka Belitung). Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa saluran
tataniaga lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diawali dari petani
yang menjual lada putih yang dihasilkan kepada pedagang desa atau pedagang
pengumpul. Beberapa pedagang pengumpul menghadapi dan menentukan harga
pembelian di tingkat petani. Seluruh lada putih yang dibeli pedagang pengumpul
dijual kepada eksportir yang berkedudukan di Pangkalpinang (ibukota Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung). Sebagian besar lada putih ini (90 persen) diekspor
dengan tujuan Singapura dan Amerika Serikat. Hanya sekitar 10 persen lada putih
yang dihasilkan dijual ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Marjin biaya yang dikeluarkan oleh pedagang desa, pedagang pengumpul,
dan eksportir berturut-turut Rp 135/kg, Rp 620/kg, dan Rp 600/kg. Pedagang
pengumpul mengeluarkan biaya cukup besar, khususnya untuk menanggung
terjadinya susut sebesar dua persen. Peluang terjadinya susut ini sangat besar,
karena lada putih yang dijual petani dan pedagang desa umumnya belum
memenuhi standar ekspor. Para eksportir menikmati marjin keuntungan yang
terbesar yaitu Rp 1 600/kg, diikuti oleh pedagang pengumpul (Rp 680/kg), dan
pedagang desa (Rp 565/kg). Besarnya keuntungan yang diterima oleh eksportir ini
terkait dengan kemampuan mereka untuk menaksir kecenderungan perubahan
nilai tukar.
Hasil analisis integrasi harga petani dan harga eksportir lada putih
menunjukkan bahwa harga jual di tingkat petani ditentukan oleh tingkat harga jual
petani pada bulan sebelumnya dan tingkat harga eksportir pada bulan sebelumnya.
Sedangkan dummy bulan panen tidak mempengaruhi harga jual di tingkat petani.
Hal ini diduga terkait dengan pola pemasaran yang dilakukan oleh petani dalam
bentuk penjualan secara bertahap. Dari dugaan parameter, diperoleh indeks
integrasi pasar (MII) sebesar 21.7. Hal ini menunjukkan bahwa integrasi harga
petani dan harga eksportir sangat lemah. Penentuan harga beli di tingkat petani
tidak ditentukan oleh harga di tingkat eksportir, tetapi antara petani dan pedagang
desa atau antara petani dan pedagang pengumpul. Lemahnya posisi tawar ini

11
terkait dengan tidak tersedianya informasi pasar yang cukup, sehingga petani
selalu menerima tingkat harga yang ditetapkan oleh para pedagang.
Sementara itu, hasil analisis integrasi harga eksportir dan harga dunia
memperlihatkan bahwa harga jual di tingkat eksportir dipengaruhi oleh tingkat
harga jual eksportir dan tingkat harga dunia pada bulan sebelumnya. Sedangkan
delta harga dunia (selisih harga dunia bulan ini dan bulan sebelumnya), serta
dummy bulan panen tidak mempengaruhi harga jual di tingkat eksportir. Dari hasil
analisis diperoleh indeks integrasi pasar (MII) antara harga eksportir dan harga
dunia sebesar 0.68. Angka indeks ini memberikan indikasi adanya integrasi pasar
yang kuat antara harga eksportir dan harga dunia. Hal ini berarti bahwa penentuan
harga beli oleh eksportir ditentukan oleh tingkat harga di pasar dunia, serta nilai
tukar rupiah. Integrasi harga ini sangat dimungkinkan, mengingat para eksportir
memiliki fasilitas informasi pasar dunia yang memadai. Penguasaan informasi
pasar dunia ini memberikan keuntungan bagi para eksportir, karena penurunan
harga lada putih di pasar dunia atau penurunan nilai tukar rupiah akan segera
direspon dalam bentuk penurunan harga beli. Namun jika harga lada di pasar
dunia menunjukkan kenaikan atau terjadi penguatan nilai tukar rupiah, maka para
eksportir memberikan respon secara lambat.
Triana (2000), dengan menggunakan metode two stage least squares
(2SLS), menganalisis penawaran ekspor lada putih Indonesia dan permintaan
impor lada putih di negara tertentu. Adapun negara-negara tujuan ekspor lada
putih Indonesia yang dianalisis adalah Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Jepang,
dan Singapura. Sementara itu, pesaing lada putih Indonesia (juga produsen lada
putih) yang dianalisis penawaran ekspornya yaitu Malaysia dan Brazil.
Permintaan impor diwakili oleh negara-negara: Amerika Serikat, Jerman,
Belanda, Jepang, dan Singapura.
Variabel eksogen (independen/bebas) yang digunakan dalam model
penawaran ekspor lada putih yaitu harga riil ekspor lada putih negara yang
melakukan penawaran ekspor, harga riil ekspor lada hitam negara yang
melakukan penawaran ekspor, produksi lada putih negara yang melakukan
penawaran ekspor, nilai tukar mata uang negara yang melakukan penawaran
ekspor (terhadap dollar USA), tingkat suku bunga negara yang melakukan
penawaran ekspor, volume ekspor lada putih negara yang melakukan penawaran
ekspor setahun sebelum nya (t-1), dan dummy standar mutu negara yang
melakukan penawaran ekspor. Sedangkan variabel eksogen (independen/bebas)
yang digunakan dalam model permintaan impor lada putih yaitu harga impor lada
putih suatu negara, pendapatan bruto riil suatu negara, jumlah penduduk suatu
negara, nilai tukar mata uang suatu negara (terhadap dollar USA; Amerika Serikat
terhadap rupiah), dan volume impor lada putih suatu negara setahun sebelumnya
(t-1).
Hasil dari penelitian ini, yang terkait dengan penawaran ekspor lada putih
Indonesia dan permintaan impor lada putih di negara tertentu, antara lain: (1)
penawaran ekspor lada putih Indonesia ke Jerman, Belanda, dan Singapura lebih
responsif terhadap perubahan produksi dibandingkan terhadap perubahan harga
ekspor lada putih dan lada hitam, nilai tukar, suku bunga, dan volume reekspor
lada putih Singapura. Sementara itu, penawaran ekspor ke Amerika dan Jepang
lebih responsif terhadap perubahan volume reekspor lada putih Singapura; (2)
penawaran ekspor lada putih Malaysia dan Brazil lebih responsif terhadap

12
perubahan produksi dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor lada putih dan
lada hitam, nilai tukar, suku bunga, dan volume reekspor lada putih Singapura;
dan (3) permintaan impor lada putih Amerika Serikat dan Belanda lebih responsif
terhadap perubahan pendapatan dibandingkan terhadap perubahan harga impor
lada putih dan lada hitam, jumlah penduduk, dan nilai tukar. Permintaan impor
lada putih Jepang lebih responsif terhadap perubahan harga lada hitam dunia.
Sedangkan untuk Jerman dan Singapura permintaan impornya lebih responsif
terhadap perubahan jumlah penduduk.
Edizal (2007) melakukan analisis penawaran ekspor dan permintaan impor
lada putih dunia dalam kaitannya meningkatkan daya saing lada putih Indonesia.
Penawaran ekspor yang dianalisis berasal dari: Indonesia, Malaysia, Brazil, dan
Singapura, sementara untuk permintaan impor berasal dari Amerika Serikat,
Masyarakat Ekonomi Eropa, Jepang, Singapura, dan rest of world. Variabelvariabel eksogen (independen/bebas) yang masuk dalam model penawaran ekspor
ini adalah harga ekspor lada putih, penawaran ekspor lada putih negara tertentu
tahun sebelumnya (t-1), nilai tukar, dan waktu (menggambarkan perubahan yang
bersifat monotonik seperti teknologi dan infrastruktur). Sedangkan variabelvariabel eksogen yang masuk dalam model permintaan impor lada putih yaitu
harga lada putih dunia, harga lada hitam dunia, indeks harga umum, pendapatan
per kapita negara pengimpor (tertentu), dan waktu (menggambarkan
kecenderungan perubahan selera).
Hasil analisis menunjukkan bahwa penawaran ekspor lada putih dari
Indonesia, Malaysia, Brazil, dan Singapura, dalam jangka pendek, bersifat
inelastis. Artinya bagi Indonesia adalah: (1) dalam jangka pendek adanya
perubah