Analisis Keragaan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perdagangan Bilateral Indonesia-Chili.

PERFORMA PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA-PER
ANALISIS KERAGAAN DAN FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERDAGANGAN BILATERAL
INDONESIA-CHILI
HI ALIRAN PERDAGANGAN

SAWITRI NURKHOTIMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
RJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keragaan dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perdagangan Bilateral Indonesia-Chili adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Sawitri Nurkhotimah
NRP H151137274

 Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
SAWITRI NURKHOTIMAH. Analisis Keragaan dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perdagangan Bilateral Indonesia-Chili. Dibimbing oleh
LUKYTAWATY ANGGRAENI dan YETI LIS PURNAMADEWI.

Secara konseptual perdagangan internasional terjadi karena adanya skala
ekonomi dan spesialisasi. Sebagai upaya meningkatkan kinerja ekspor dan
perluasan akses pasar ke negara-negara non tradisional, saat ini pemerintah
Indonesia tengah mengkaji untuk meningkatkan level kerjasama perdagangan
bilateral dengan negara Chili. Kecenderungan untuk mengadakan perdagangan
bebas oleh negara-negara di dunia di berbagai kawasan untuk membuka peluang
dan mengatasi hambatan perdagangan. Kerjasama dan perdagangan IndonesiaChili diharapkan dapat membuka potensi yang jauh lebih besar dalam
perdagangan kedua negara. Chili sebagai pintu gerbang perdagangan untuk
kawasan Amerika Selatan dengan zona perdagangan bebas ZOFRI (Zona
Iquaque) sehingga bisa melakukan re-ekspor di kawasan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keragaan perdagangan
bilateral Indonesia-Chili, mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor IndonesiaChili yang mempunyai daya saing dan derajat integrasinya, serta menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan bilateral Indonesia-Chili.
Keragaan perdagangan dianalisis secara deskriptif, dimana pertumbuhan ekspor
Indonesia ke Chili lebih rendah dibandingkan pertumbuhan impor dari Chili,
dengan komoditi yang diperdagangkan adalah non migas. Kedua negara menganut
strategi outward looking, dimana kedua negara mengandalkan sektor perdagangan
luar negeri sebagai salah satu motor penggerak pembangunan negara. Hasil
estimasi nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Intra-Industry Trade
(IIT) kedua negara menunjukkan komoditi unggulan ekspor dan impor Indonesia

berdaya saing tinggi namun secara keseluruhan berada pada derajat integrasi satu
arah (no integration).
Berdasarkan nilai RCA dan indeks IIT maka komoditi unggulan terpilih
untuk komoditi ekspor Indonesia ke Chili yaitu Nanas, Karet alam (TSNR), Teh
hitam, Alas kaki olah raga, Surface-active prep, Video recording. Sedangkan
komoditi unggulan terpilih untuk impor Indonesia adalah Minyak dan lemak ikan,
anggur, katoda tembaga, bubur kertas,, dan tepung dan pellet ikan.
Pada model ekspor Indonesia ke Chili, terdapat empat variabel bebas yang
berpengaruh signifikansi terhadap ekspor Indonesia ke Chili sesuai dengan tanda
yang diharapkan, yaitu GDP per kapita Chili dengan tanda positif, tarif Chili
dengan tanda negatif, tanda negatif untuk dummy Sanitary and Phytosanitary
Measure (SPS) Chili dan tanda positif untuk dummy Technical Barriers to Trade
(TBT) Chili. Pada model impor terdapat dua variabel bebas yang signifikan
mempengaruhi impor Indonesia dari Chili yaitu nilai tukar rill dengan tanda
positif dan tanda negatif untuk dummy Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS)
Indonesia. Kedua model berpengaruh dengan kegiatan perdagangan tahun
sebelumnya.
Berdasarkan hasil tersebut maka perlu adanya dukungan dan fasilitasi
pemerintah kepada pelaku usaha dalam rangka memenuhi persyaratan terkait


kebijakan SPS sehingga komoditi yang diekspor sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh kedua negara. Pentingnya fasilitasi dalam kegiatan promosi dan
pameran dagang karena komoditi unggulan Indonesia memiliki daya saing tinggi
namun nilai ekspornya rendah, sedangkan tingkat integrasi satu arah dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan investasi. Selain itu, pemerintah diharapkan
lebih fokus kepada pembentukan kerjasama yang mengarah pada PTA
(Preferential Trade Agreement) sebagai upaya penurunan/penghapusan tarif untuk
komoditi unggulan terpilih Indonesia yang berdaya saing di pasar Chili, karena
Chili masih menerapkan tingkat tarif rata-rata enam persen. Hasil penelitian ini
menjadi penting untuk pemerintah dalam menetapkan kebijakan dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kerjasama perdagangan.
Kata kunci: RCA, IIT, Panel Data, Perdagangan Bilateral Indonesia-Chili

SUMMARY
SAWITRI NURKHOTIMAH. The Performance Analysis and the Factors
Affecting the Bilateral Trade Indonesia-Chile. Supervise by LUKYTAWATY
ANGGRAENI and YETI LIS PURNAMADEWI.
Conceptually, international trade occurs because economies of scale and
specialization. To improve the performance of exports and expansion of market
access to non-traditional countries, the Indonesian government is currently

reviewing to increase the level of bilateral trade cooperation with Chile. The
tendency to hold free trade by the countries in the world is to seize opportunities
and overcome trade barriers. The cooperation between Indonesia and Chile is
expected to unlock the potential that is greater in the trade for both countries.
Chile is country as a trade gateway to South America with a free trade zone
ZOFRI (Zone Iquaque) so that it can carry out the re-export to the region.
The purpose of this study was to analyze the performance of bilateral trade
between Indonesia and Chile, identifying commodities exports for Chile and
Indonesia that has competitiveness and the degree of integration, as well as to
analyze the factors that affect the flow of bilateral trade between Indonesia and
Chile. Performance of trades analyzed descriptively, where the growth of
Indonesia's exports to Chile is lower than the growth of imports from Chile, with
the commodities being traded is a non-oil. Both countries have principles outward
looking, its mean trading with the other country is plays an important role in
economic growth for this countries. The results of Revealed Comparative
Advantage (RCA) and Intra-Industry Trade (IIT) showed that export and import
potential commodities has a highly competitive but no integration.
Based on the result of RCA and IIT index, potential commodities for
export Indonesia to Chile are Pineapples, Natural Rubber, Black tea, Sports
footwear, Surface-active prep, Video recording. On the other side potential

commodities for import Indonesia from Chile are Fish fats & oils, Grapes,
Copper, Wood pulp unbleached, Wood pulp bleached,, and Flour of fish.
In the model of Indonesia's exports to Chile, there are four independent
variables that affect the significance of the Indonesian exports to Chile that equal
to the expected sign, the GDP per capita Chile with positif sign, Chilean rates with
negative sign, negative sign for dummy Sanitary and Phytosanitary Measures
(SPS) Chile and positive sign for dummy Technical Barriers to Trade (TBT)
Chile. On the import model, there are two independent variables that significantly
affect Indonesia's imports from Chile that the real exchange rate with positive sign
and negative sign for dummy Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS)
Indonesia. Both models are influential with the previous year's trade activities.
Based on these results, government support and facilitation is needeed for
stakeholder of businesses in order to meet the requirements related to SPS that
commodities are exported in accordance with the standards set by the two
countries. Necessary also in the form of trade facilitation and promotion of trade
fairs due to commodity Indonesia have high competitiveness, but the value of
exports is low. Related to the degree of integration may be one way to increase
investment facilitation. In addition, the government is expected to be more

focused on the establishment of cooperation that led to the PTA (Preferential

Trade Agreement) as an effort to decrease/elimination of tariffs for commodities
that has elected Indonesia's competitiveness in the Chilean market, as Chile still
apply an average tariff rate of six percent. These results are important to take a
trade policy formulation in order to enhance its economic growth and trade
cooperation.
Keywords: Revealed Comparative Advantage, Intra-Industry Trade, Panel Data,
Bilateral Trade

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS KERAGAAN DAN FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERDAGANGAN BILATERAL

INDONESIA-CHILI
MAKSIMUM TIGA BARIS,
LIMA BELAS KATA TIDAK TERMASUK KATA

NAMA SAWITRI NURKHOTIMAH PENULIS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015 SCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Muhammad Firdaus, SP, MSi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian adalah perdagangan bilateral dalam kerangka
perdagangan internasional, dengan judul Analisis Keragaan dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perdagangan Bilateral Indonesia-Chili.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si
dan Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran demi penyempurnaan tesis ini dari awal sampai selesai.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Ketua
Program Studi Ilmu Ekonomi beserta pengelola Program Magister pada Program
Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB dan semua dosen yang
telah mengajar penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada
Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Karya ini penulis
persembahkan untuk keluarga kecil tercinta, suami Romi Bagus Setia, ananda
Raisha Kirana Setia dan Adinda Tsurayya. Terima kasih tanpa batas atas segenap

keridhoan, do‟a, dukungan, kasih sayang dan pengertiannya selama ini. Kepada
orang tua dan keluarga atas do‟a tulus serta dukungannya. Tidak lupa rekan-rekan
kuliah kelas Kementerian Perdagangan S2 IPB Batch 1 dan 2 yang telah
membantu dan memberikan semangat hingga selesainya tesis ini. Semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2015
Sawitri Nurkhotimah

I
iii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

viii
xi

xii
xii
xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
6
7
7
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

8
8
19
21
22

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Spesifikasi Model
Definisi Operasional
4 KERAGAAN PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA-CHILI
Gambaran Umum Perekonomian Indonesia dan Chili
Gambaran Umum Keragaan Perdagangan Indonesia-Chili ke Dunia
Gambaran Umum Keragaan Perdagangan Bilateral Indonesia-Chili
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Daya Saing Komoditi Unggulan Indonesia-Chili
Analisis Tingkat Integrasi Perdagangan Indonesia-Chili
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan
Bilateral Indonesia-Chili
6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

23
23
23
25
26
27
27
29
31
34
34
36
37
42
42
42

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

47

RIWAYAT HIDUP

53

iv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11

Pangsa pasar ekspor Indonesia dalam perdagangan
Internasional tahun 2009-2013
Kontribusi negara-negara kawasan Amerika Selatan terhadap
total ekspor Indonesia tahun 2009-2013 (%)
Perbandingan makroekonomi Indonesia-Chili tahun 2013
Jenis dan sumber data
Klasifikasi dari nilai IIT
Performa perdagangan bilateral Indonesia-Chili tahun
2001-2013
Sepuluh komoditi terbesar ekspor dan impor Indonesia
tahun 2013 dan share terhadap total ekspor impor tahun 2013
Kontribusi enam eksportir terhadap total impor Chili terhadap
enam komoditi ekspor terpilih Indonesia tahun 2013
Hasil RCA dan IIT komoditi unggulan
Estimasi parameter dan signifikansi (p-value) variabel penjelas
yang diduga mempengaruhi ekspor Indonesia ke Chili
2001-2013
Estimasi parameter dan signifikansi (p-value) variabel penjelas
yang diduga mempengaruhi impor Indonesia dari Chili
2001-2013

1
3
4
23
24
32
33
35
37

38

40

DAFTAR GAMBAR
1 Negara tujuan ekspor non-migas Indonesia tahun 2014
2 Kurva perdagangan internasional
3 Ekspansi moneter dalam sistem nilai tukar mengambang
4 Dampak pemberlakuan tarif
5 Kerangka pemikiran penelitian
6 Perbandingan GDP perkapita Indonesia dan Chili
7 Nilai tukar dan inflasi Chili
8 Nilai tukar dan inflasi Indonesia
9 Pertumbuhan ekspor impor Indonesia ke dunia
tahun 2001-2013
10 Pertumbuhan ekspor impor Chili ke dunia tahun 2001-2013
11 Kinerja ekspor enam komoditi terpilih Indonesia
tahun 2009-2013

2
11
16
18
22
27
28
28
30
30
35

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji asumsi
2 Hasil estimasi model ekspor
3 Hasil estimasi model impor
4 Daftar tarif rata-rata Indonesia dan Chili

47
50
51
52

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan perdagangan internasional mengarah pada bentuk
perdagangan yang lebih bebas yang disertai dengan berbagai bentuk kerjasama
bilateral, regional dan multilateral. Perdagangan bebas (liberalisasi) yang terus
diupayakan oleh berbagai negara didasari oleh argumen bahwa perdagangan yang
lebih bebas akan memberikan manfaat bagi negara-negara yang terlibat
perdagangan dan serta meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan
tidak ada perdagangan. Selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar negara,
perdagangan bebas juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan
meningkatkan efisiensi ekonomi (Hadi 2000). Salah satu tujuan utama perjanjian
perdagangan internasional adalah berupaya mengurangi atau menghilangkan
hambatan perdagangan.
Kegiatan perdagangan internasional suatu negara adalah dengan
meningkatkan ekspor serta mengendalikan impor dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Selama ini tingkat konsumsi sebagai penyumbang utama
struktur pendapatan nasional Indonesia, diharapkan dengan perdagangan
internasional mampu meningkatkan pendapatan nasional Indonesia dari sisi net
ekspor, hal ini berdasarkan prinsip looking forward yang dianut, yakni
mengandalkan perdagangan luar negeri sebagai motor penggerak perekonomian.
Peningkatan volume ekspor akan berpengaruh terhadap penerimaan devisa dan
pengembangan teknologi suatu negara sehingga akan menarik investasi baik dari
luar maupun dalam negeri. Pengendalian impor secara umum bertujuan untuk
melindungi pasar dan produksi dalam negeri agar mampu bersaing dalam pasar
internasional. Ekspor dan impor sangat penting untuk membentuk dan
mengendalikan neraca perdagangan (Balance of Payment) di suatu negara. Impor
harus dibiayai dengan nilai yang sama dari ekspor untuk mempertahankan
keseimbangan neraca perdagangan. Kunci keberhasilan suatu perjanjian
perdagangan bilateral tergantung pada skala ekonomi, sistem ekonomi, kebijakan
dan komitmen perdagangan masing-masing negara, bebas hambatan yang
diberlakukan masing-masing negara, serta komplementaritas dan persaingan
ekonomi kedua negara (Kwon 2001).
Tabel 1 Pangsa pasar ekspor Indonesia dalam perdagangan internasional tahun
2009-2013
Tahun

Ekspor Indonesia
(US $ Milyar)

Ekspor Dunia
(US $ Milyar)

Pangsa Pasar
Indonesia (%)

2009
2010
2011
2012
2013
Trend (%)

116,509.99
157,779.10
203,496.62
190,031.84
182,551.75
11.45

12,310,033.19
15,050,924.29
18,055,465.16
18,003,055.01
17,974,395.14
9.81

0.95
1.05
1.13
1.06
1.02
1.53

Sumber: diolah dari Trademap 2014

2
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2009-2013
peluang Indonesia dalam pasar dunia terbuka cukup besar dengan trend eskpor
Indonesia ke dunia sebesar 11.45% dan semakin meningkatnya permintaan dunia
dengan trend sebesar 9.81%. Berdasarkan data perdagangan internasional tersebut
dapat dilihat bahwa trend pangsa pasar Indonesia sebesar 1.53%. Kondisi ini
berdasarkan perbandingan besarnya total ekspor Indonesia dengan total ekspor
dunia. Perdagangan internasional memberikan implikasi yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dunia.
Selama ini realisasi perdagangan bilateral Indonesia sangat didominasi
oleh lima mitra dagang utama (Gambar 1). Dalam rangka meningkatkan produk
ekspor non migas yang akan memacu kinerja perdagangan, Indonesia tengah
berusaha meningkatkan penetrasi pasar baru dan diversifikasi pasar nontradisional, salah satunya dengan upaya kerjasama perdagangan menuju
perdagangan bebas dengan Chili. Hal ini juga berdasarkan rekomendasi hasil
Studi Kelayakan Perjanjian Perdagangan Bebas dalam Joint Study Group (JSG)
pada tahun 2002 dan selesai pada pertemuan ketiga di Bali tahun 2009
(http://www.sice.oas.org/). Senada dengan pernyataan Menteri Perdagangan
dalam misi dagang Indonesia ke Amerika Latin yang menargetkan pertumbuhan
ekspor ke pasar nontradisional mencapai hingga 25%. Dirjen Kerjasama
Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan, menyatakan bahwa
perjanjian kerjasama ini adalah upaya untuk meningkatkan pangsa pasar barang
dan jasa serta investasi Indonesia di Amerika Tengah dan Selatan
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/).

Gambar 1 Negara tujuan ekspor non-migas Indonesia tahun 2014
Sumber: Kementerian Perdagangan

Chili adalah negara yang termasuk dalam kawasan Amerika Selatan,
dimana merupakan salah satu kawasan yang cukup dinamis dengan pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2011
pertumbuhan ekonomi Amerika Selatan mencapai 4.34%, hal ini terutama
didorong oleh pertumbuhan ekonomi Panama, Peru, Chili, Kolombia dan Bolivia
yang terus mengalami pertumbuhan ekonomi antara lima sampai sepuluh persen.
Pada tahun 2012 Chili menempati urutan ketiga dalam pertumbuhan ekonomi di
kawasan Amerika Selatan yakni mencapai 5,5%, setelah Panama (9,5%) dan Peru
(7%).

3
Potensi kerjasama di bidang ekonomi di kawasan Amerika Selatan cukup
besar namun belum termanfaatkan dengan baik oleh Indonesia. Kondisi ini
dikarenakan belum ada satupun kerjasama bilateral Indonesia dengan negaranegara di kawasan Amerika Selatan. Chili adalah negara pertama yang melakukan
inisiasi perdagangan dengan Indonesia, kemudian disusul Peru yang baru saja
menyelesaikan studi kelayakan kerjasama pada tahun 2014 yang dimulai sejak
tahun 2006. Volume ekspor Indonesia ke negara-negara Amerika Selatan untuk
periode tahun 2013 mencapai US $ 2.53 milyar atau 1,38% dari total ekspor
Indonesia. Sedangkan total ekspor Indonesia ke dunia pada tahun 2013 mencapai
US$. 182.551.754 ribu. Pada Tabel 2 menunjukkan kontribusi ekspor Indonesia
ke kawasan Amerika Selatan terhadap total ekspor selama tahun 2009-2013. Pada
tahun 2013 2 kontribusi negara-negara kawasan Amerika Selatan terhadap total
ekspor Indonesia tahun 2013 sebesar 1.39% kondisi lebih baik dibandingkan pada
tahun 2012 yang hanya 1.34%. Berdasarkan data kontribusi tersebut diperkirakan
pada tahun 2015 Chili menempati urutan keempat terbesar terhadap total ekspor
Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa Chili mempunyai peluang yang cukup
besar sebagai negara tujuan ekspor dalam rangka diversifikasi pasar Indonesia
dimana pada tahun 2013 nilai total ekspor Indonesia ke Chili sebesar US$
170.767 ribu.
Tabel 2 Kontribusi negara-negara kawasan Amerika Selatan terhadap total ekspor
Indonesia tahun 2009-2013 (%)
2009

2010

2011

2012

2013

Forecast
2015

Brazil

0.7625

0.9686

0.8525

0.7821

0.8296

0.8181

Argentina

0.1365

0.1782

0.1742

0.1645

0.1836

0.1996

Colombia

0.0726

0.0751

0.0685

0.0898

0.0723

0.0813

Chili

0.1431

0.1221

0.1051

0.0923

0.0935

0.0596

Ecuador

0.0323

0.0429

0.0443

0.0426

0.0446

0.0511

Venezuela

0.0329

0.041

0.0625

0.0505

0.0339

0.0488

Peru

0.1836

0.0597

0.0796

0.0841

0.0978

0.0421

Uruguay

0.0107

0.0193

0.0219

0.0201

0.0162

0.0224

Paraguay

0.0118

0.0157

0.0096

0.0096

0.0096

0.0071

Bolivia

0.0031

0.0023

0.0028

0.0039

0.0025

0.0031

Suriname

0.0041

0.003

0.0023

0.0037

0.0032

0.0028

Guyana

0.0009

0.0006

0.0008

0.0015

0.0013

0.0017

Amerika Selatan
1.3941
1.5285
Sumber : diolah dari Trademap 2014

1.4241

1.3447

1.3881

1.3375

Negara

Hubungan diplomatik Indonesia-Chili berlangsung sejak lama dan untuk
memperkuat hubungan yang sudah ada maka kedua kepala negara sepakat
melakukan studi kelayakan kerjasama perdagangan mengingat pentingnya posisi
kedua negara di Asia Tenggara dan wilayah Amerika Latin dengan Joint Study
Group Free Trade Agreement (JSG) Indonesia dan Chili dimulai pada tahun 2002
yang berakhir pada tahun 2009, lebih awal dari yang direncanakan selesai pada
tahun 2010. Pada tahun 2013 dalam konferensi APEC, kedua negara melakukan
perundingan dalam Indonesia-Chili Comprehensive Economic Partnership (ICCEPA) dengan pengesahan Term of Reference (TOR) IC-CEPA untuk

4
perdagangan barang, yang nantinya disusul bidang jasa dan investasi. Hal ini
sebagai tindak lanjut kesepakatan kedua kepala negara dalam KTT APEC 2012.
Pada bulan Mei 2014 tercapai langkah maju dengan negosiasi pertama dalam
perundingan ke-1 Trade in Goods (TIGs) di Santiago, guna membahas
Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif atau Comprehensive Economic
Partnership Agreement (CEPA) dalam upaya mencapai kesepakatan kerja sama di
bidang perdagangan dan investasi. Perundingan petama ini sebagai peletakan
landasan untuk perundingan substantive (request and offer). Semangat
menemukan peluang untuk meningkatkan perdagangan kedua negara yang
mendasari upaya kerja sama bilateral ini, dimana potensi perdagangan mencapai
US$ 400 juta, dengan nilai ekspor Indonesia ke Chili berpotensi naik US$ 93,8
juta, sementara impor Indonesia dari Chili meningkat US$ 91,4 juta (JSG 2009).
Pemilihan Chili sebagai mitra dagang oleh Indonesia didasarkan pada
pertimbangan bahwa Chili merupakan negara dengan perekonomian terbuka yang
aktif mengadakan perjanjian perdagangan bebas, baik secara multilateral, regional
maupun bilateral dengan negara-negara di dunia. Chili sebagai anggota WTO dan
tercatat sebagai anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Chili juga
bergabung dalam blok perdagangan Amerika Selatan the Southern Common
Market (MERCOSUR) dan anggota aliansi “Trans Pacific Strategic Economic
Partnership Agreement”. Adapun secara bilateral, Chili telah mengadakan
perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara di kawasan Amerika Latin
(Kolombia, Venezuela, Equador, Costa Rika), Kanada, Meksiko, Amerika Serikat,
Korea Selatan, China, Jepang, Malaysia, Vietnam, Thailand dan perjanjian
regional dengan Uni Eropa dan negara-negara CAMS (Costa Rica, El Savador,
Honduras, Guatemala, Nikaragua).
Berdasarkan data tahun 2013 seluruh penduduk kawasan Amerika Selatan
berjumlah sekitar 91 juta jiwa, sedangkan Chili jumlah penduduknya sekitar 17
juta sehingga menjadi negara yang tergantung pada impor. Jumlah penduduk Chili
terus meningkat dengan pertumbuhan mencapai 0.9% dalam lima tahun terakhir.
Chili disebut sebagai pintu masuk, karena dengan infrastruktur yang mapan dan
keberadaan dua daerah bebas pajak, yaitu ZOFRI (Zona Franca Iquique dan Zona
Franca Punta Arenas) merupakan pintu masuk bagi Indonesia untuk
meningkatkan perdagangan dengan negara tetangga di wilayah Amerika Latin,
seperti Peru, Bolivia, Argentina, Brazil, Paraguay dan Uruguay. Secara geografis,
posisi Chili menjadi pasar potensial, karena sangat strategis untuk re-ekspor ke
pasar lain di kawasan Amerika Selatan, hal ini menjadi potensi yang lebih besar
dan menguntungkan bagi Indonesia karena mempermudah masuknya produk
Indonesia ke Amerika Latin dan Chili pada khususnya.
Tabel 3 Perbandingan makroekonomi Indonesia-Chili tahun 2013
Faktor
Satuan
Chili
Indonesia
GDP
US $ Triliun
277.196
894.9
GDP Per Kapita (PPP)
US $
15791
5477
GDP Growth
%
4.1
5.78
Inflasi
%
1.8
4.61
Populasi
Juta
17.62
251.1
Total Ekspor
US $ Triliun
81.411
199.1
Total Impor
US $ Triliun
70.619
185
Sumber: World Bank 2014

5
Perbandingan data makroekonomi kedua negara pada Tabel 3
menunjukkan bahwa dari sisi GDP perkapita Chili lebih besar daripada Indonesia.
GDP perkapita yang tinggi merupakan signal adanya potensi pasar yang
mengindikasikan tingkat daya beli yang tinggi. Dalam lima tahun terakhir GDP
perkapita Chili menunjukkan trend yang terus naik. Kebijakan pasar bebas dan
terbuka telah menjadikan Chili sebagai negara yang relatif stabil
perekonomiannya di kawasan Amerika Selatan. Pada tahun 2006 Chili mencapai
GDP per kapita tertinggi di Amerika Latin. Hal ini harus dapat dimanfaatkan oleh
Indonesia sebagai pangsa pasar baru tujuan ekspor, dimana mengharuskan
Indonesia mempunyai daya saing dalam komoditi ekspornya.
Melihat peta persaingan Indonesia di pasar Chili, mitra dagang utama
Chili adalah Amerika Serikat dengan persentase sebesar 23%, kemudian
China sebesar 18%, dan yang ketiga terbesar adalah Brasil dengan persentase
sebesar 6.4%. Untuk jajaran negara ASEAN, Thailand merupakan negara pesaing
Indonesia yang harus diperhitungkan dimana pada tahun 2011 total ekspor
Thailand ke Chili bernilai US$ 619 juta jika dibandingkan dengan tahun 2010
naik 15.7 % atau US$ 45.2 juta hal ini menjadikan Thailand adalah negara
ASEAN terbesar yang memasok produknya ke pasar Chili, menempati urutan ke20 terbesar dengan persentase 0.92%. Indonesia berada pada posisi kedua,
sedangkan Malaysia dan Vietnam masing-masing berada pada posisi ketiga dan
keempat dengan perolehan masing- masing devisa sebesar US$ 155.1 juta dan
149.9 juta. Disusul Singapura dengan ekspornya bernilai US$ 68.2 juta dan
Philipina US$ 44.7 juta (ITPC Chili, 2012).
Negara pesaing Indonesia semakin berkembang dan eksis dipasar Chili,
bukan hanya FTA yang dilakukan oleh negara pesaing di Chili, namun promosi
besar-besaran mereka lakukan di Chili. Secara periodik setiap tahun pesaing
Indonesia seperti China, Thailand, Malaysia, Taiwan, India membawa misi
dagang dan mengadakan pertemuan bisnis sebagai upaya promosi produk-produk
baru maupun untuk mempertahankan pasar yang telah ada agar tetap eksis di Chili.
Dalam rangka memperkuat perdagangan antara Indonesia dan Chili pada tahun
2009 Kementerian Perdagangan Indonesia telah resmi membuka Indonesia Trade
Promotion Center (ITPC) di Santiago yang bertujuan untuk mempromosikan
produk-produk andalan ekspor Indonesia dan membantu masalah-masalah yang
dihadapi para pengusaha Chile yang melakukan hubungan dagang dengan para
pengusaha Indonesia.
Kegiatan perdagangan didominasi komoditi non migas untuk kedua negara.
Komoditi ekspor utama Indonesia ke Chili pada tahun 2013 adalah footwear,
upper of leather, sebesar US $ 27.003 ribu, sedangkan komoditi utama impor
Indonesia adalah tembaga (Iron ores & concentrates; including roasted iron
pyrites) yang merupakan komoditas unggulan ekspor Chili yang belum dapat
disubstitusikan oleh negara lain dengan nilai US $ 108.290 ribu.
Produk-produk ekspor utama Indonesia di pasar Chili masih menghadapi
tingkat tarif sebesar 6% serta Pajak Pertambahan Nilai (PPn) sebesar 10%
(Trademap 2014). Selain tarif, kebijakan untuk melindungi produk dalam negeri
dengan pemberlakuan Non-Tarrif Measure Barrier (NTM), antara lain dengan
ketentuan Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS) dan Technical Barriers to
Trade (TBT). Indonesia diharapkan bersiap dan mampu mengantisipasi berbagai
dampak demi mewujudkan kerjasama yang lebih besar serta mampu

6
menguntungkan Indonesia yaitu berupa FTA (Free Trade Agreement) ataupun
PTA (Preferential Trade Agreement).
Perumusan Masalah
Chili adalah negara pertama di bagian Amerika Latin yang
mengimplementasikan dan/atau mengadopsi kebijakan ekonomi berdasarkan
kompetisi/daya saing dan prinsip-prinsip pasar dengan membangun sistem
ekonomi. Tercatat dalam Global Competitiveness Report pada tahun 2013-2014
menempati rangking ke-34 sebagai negara yang paling kompetitif di dunia dan
yang pertama di Amerika Latin. Kebijakan ekonomi domestik Chili fokus pada
reformasi makroekonomi, stabilitas fiskal, merombak sistem dana pensiun
nasional, privatisasi kepemilikan nasional, reformasi pasar capital, dan revisi
hukum ketenagakerjaan. Bidang perdagangan, Chili mempunyai tujuan kebebasan
dan keterbukaan kebijakan perdagangan dengan struktur ekonomi dan industri
yang maju dengan tingkat assesibility yang tinggi ke pasar dunia serta berorientasi
tinggi pada ekspor. Pembangunan pondasi struktur ekonomi yang terbuka ini,
akan menjadikan Chili seperti negara Singapura di Amerika Latin.
Dalam lima tahun terakhir periode tahun 2009-2013, neraca perdagangan
menunjukkan Indonesia mengalami defisit terhadap Chili dimana trend ekspor
Indonesia -0.46% dengan total ekspor US $ 919,431 ribu, sedangkan trend impor
sebesar 0.84% dengan total impor US $ 1,318,418 ribu (Kementerian
Perdagangan, 2014). Hal ini dikarenakan impor tembaga sebagai bahan baku
industri di Indonesia masih sangat tergantung impor dari Chili dan belum bisa
disubstitusi dari negara lain. Meskipun Indonesia sebagai salah satu negara
penghasil tembaga, namun hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri
sebesar 30% dan sisanya adalah impor. Defisit perdagangan untuk Indonesia
mengindikasikan bahwa perdagangan yang selama ini terjadi belum memberikan
benefit untuk Indonesia, sehingga menarik untuk dikaji apakah terjadi kesesuaian
komoditi ekspor dan impor antara Indonesia dan Chili. Kebijakan perdagangan
Indonesia juga belum efektif terkait komoditi unggulan ekspor dan untuk
mengembangkannya.
Berdasarkan fakta perdagangan yang terjadi, menarik untuk diteliti
bagaimana potensi kinerja perdagangan Indonesia dengan Chili dalam rangka
pembentukan perdagangan bebas menuju perdagangan dua arah yang adil. Secara
umum tujuan Indonesia dalam hubungan kerjasama ini adalah untuk
meningkatkan kinerja ekspor dengan impor bahan baku yang lebih murah,
sedangkan Chili bertujuan agar produk holtikultura dapat masuk di pasar
Indonesia, karena pangsa pasar di Indonesia yang sangat besar. Ekspor Indonesia
harus bersaing dengan negara lain yang telah lebih dahulu memasuki pasar Chili,
sehingga perlu menganalisis daya saing perdagangan bilateral Indonesia dengan
Chili. Untuk itu perlu diketahui komoditas apa saja yang mempunyai daya saing
di pasar Chili, sehingga dapat menjadi acuan Indonesia dalam melakukan
negosiasi untuk memperluas pasar dan membuka akses pasar baru dengan
menjadikan Chili sebagai salah satu negara tujuan ekspor utama produk-produk
unggulan Indonesia.
Komoditi unggulan ekspor Indonesia tidak sepenuhnya mampu bersaing
dengan negara lain dalam pasar internasional. Berdasarkan penelitian terdahulu

7
Jalil (2012) dalam perdagangan Indonesia ke Uni Eropa yang menyimpulkan
terdapat 10 komoditi dengan nilai ekspor tertinggi namun hanya produk minyak
sawit, karet, kopi, alas kaki serta produk elektronik yang masuk dalam program
pemerintah dalam meningkatkan target ekspor. Klasifikasi kelompok 10 komoditi
utama yakni tekstil dan produk tekstil, elektronik, karet dan produk karet, sawit,
produk hasil hutan, alas kaki, otomotif, udang, kakao, kopi. Sedangkan kelompok
10 komoditi potensial adalah kulit dan produk kulit, peralatan medis, tanaman
obat, makanan olahan, minyak atsiri, ikan dan produk perikanan, kerajinan,
perhiasan, rempah-rempah, peralatan kantor (Kementerian Perdagangan, 2014).
Oleh karena itu, Indonesia harus bersiap dan bersaing mencari celah pasar untuk
meningkatkan ekspor baik komoditi unggulan dan komoditi potensial.
Secara unilateral Chili telah mengurangi tarif impor. Pemerintah Chili
memberlakukan tingkat tarif umum, dimana diberlakukan persentase yang sama
untuk semua produk. Sejak tahun 1999, tingkat tarif telah diturunkan dengan satu
poin persen per tahun. Rata-rata tarif pada 8% dan turun menjadi 6% pada tahun
2003. Chili adalah salah satu dari beberapa negara berkembang yang berjanji
untuk tidak goyah mendukung WTO’ s General Agreement on Trade in Services
(GATS) dan Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights
(TRIPS).
Untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia dan juga mengatasi
hambatan-hambatan perdagangan Indonesia-Chili, pemerintah Indonesia tengah
melakukan negosiasi untuk pembentukan FTA (Free Trade Agreement) ataupun
PTA (Preferential Trade Agreement) agar tercapai. Pencapaian kesepakatan
kerjasama Indonesia-Chili masih dalam negosiasi, namun diharapkan Indonesia
mampu mengantisipasi berbagai dampak serta mempersiapkan diri dalam
menghadapi FTA Indonesia-Chili yang mungkin segera terwujud. Rumusan
permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah keragaan perdagangan bilateral antara Indonesia dan Chili.
2. Apakah komoditi unggulan ekspor serta bagaimana tingkat daya saing dan
derajat integrasi perdagangan bilateral Indonesia-Chili.
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan bilateral
Indonesia-Chili.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji keragaan perdagangan dalam perdagangan bilateral Indonesia-Chili.
2. Mengidentifikasi komoditi ekspor unggulan serta daya saing dan derajat
integrasi perdagangan bilateral Indonesia-Chili.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan bilateral
Indonesia-Chili.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kondisi perdagangan bilateral Indonesia-Chili serta komoditas potensial yang
dapat menjadi daya saing ekspor Indonesia ke Chili dan sebaliknya. Selain itu,
juga dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan
bilateral Indonesia-Chili.

8
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan oleh pengambil kebijakan
sebagai alternatif kebijakan nasional untuk meningkatkan daya saing dalam
rangka meninngkatkan kinerja ekspor sekaligus mempersiapkan faktor-faktor
yang mempengaruhi aliran dan keterkaitan perdagangan Indonesia-Chili. Selain
itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain sebagai
salah satu referensi yang dapat mendukung suatu penelitian yang lebih mendalam
mengenai keterkaitan perdagangan, baik bilateral, multilateral ataupun regional.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan ruang lingkup yang ditentukan agar
dapat mencapai hasil yang diharapkan. Ruang lingkup penelitian ini yaitu :
1. Analisis deskriptif untuk melihat gambaran keragaan perdagangan yang
meliputi kinerja perdagangan bilateral Indonesia-Chili.
2. Analisis perdagangan Indonesia dan Chili dan menggunakan data time series
2009-2013 terkait keunggulan komparatif serta daya saing kedua negara
dengan nilai RCA rata-rata.
3. Menganalisis komoditi ekspor Indonesia ke Chili dan impor Indonesia dari
Chili untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan bilateral
Indonesia-Chili dengan menggunakan data tahun 2001-2013 dengan kode
Harmonize System (HS) 6 digit.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Liberalisasi Perdagangan
Liberalisasi perdagangan salah satunya dikemukakan oleh Shafaeddin
(2005) dalam United Nation Conference on Trade and Development, bahwa
liberalisasi perdagangan adalah setiap tindakan yang akan membuat rezim
perdagangan yang lebih netral, lebih dekat dengan sistem perdagangan bebas dari
intervensi pemerintah. Liberalisasi perdagangan terjadi karena semakin bebasnya
pergerakan arus barang dan jasa serta arus modal antar negara karena fenomena
ekonomi global. Liberalisasi perdagangan telah menyebabkan perkembangan dan
re-orientasi sektor industri sesuai dengan keunggulan komparatif. Singkatnya,
tidak ada keraguan bahwa liberalisasi perdagangan sangat penting ketika suatu
industri mencapai tingkat kematangan tertentu, asalkan dilakukan secara selektif
dan bertahap.
Peran liberalisasi perdagangan dapat dilihat dari fungsinya yang
memfasilitasi dan mempromosikan globalisasi sebagai proses substansi dari
berkembangnya teknologi dan ekonomi yang melihat pada keterbukaan dan
keintegrasian di seluruh dunia ke dalam satu sistem ekonomi. Semenjak seluruh
negara memerlukan perdagangan eksternal, dan negara-negara di Asia yang
biasanya tergantung pada pertumbuhan „export-led‟, hubungan perdagangan
internasional dan negosiasi menyediakan tempat yang cocok untuk membawa
tekanan yang dihadapi pemerintah dalam membuka perekonomiannya (Keet,
1999). Liberalisasi perdagangan menjadikan negara-negara menganut sistem
perekonomian terbuka (open economy) yaitu suatu negara memiliki kesempatan

9
mengkonsumsi lebih besar dari kemampuannya berproduksi karena terdapat
perbedaan harga relative dalam proses produksi yang mendorong spesialisasi.
Perbedaan harga relative disebabkan perbedaan penguasaan sumber daya.
Liberalisasi perdagangan diperkirakan akan dapat mendorong peningkatan
arus perdagangan barang dan jasa serta arus investasi antar negara terutama jika
didukung oleh perdagangan yang lebih fair dan adil. Karena itulah penganut
paham liberalis sangat berkeyakinan bahwa liberalisasi perdagangan dunia akan
dapat meningkatkan kemakmuran bagi semua negara yang terlibat. Pentingnya
peran liberalisasi perdagangan sebagai faktor pertumbuhan ekonomi di negaranegara berkembang dinyatakan oleh Berg dalam “World Economic Outlook”
(2002), dimana menggunakan cross-country econometric work, country case
study dan industry and firm-level analysis, menjelaskan bahwa perdagangan bebas
di negara-negara berkembang mempunyai peran yang signifikan dalam
pertumbuhan perekonomian, peningkatan produkstifitas dan pendapatan per
kapita.
Free Trade Area (FTA) dan Integrasi Ekonomi
Kegiatan ekonomi internasional memiliki kecenderungan untuk membentuk
organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari kumpulan
negara berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama untuk
menghadapi negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum
pembentukan grup ini adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan bermanfaat
bagi negara anggota. Contoh organisasi yang terkenal sekarang antara lain
European Union (EU) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA).
Pengaruh keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara tidak
langsung bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global.
Secara luas, pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk
meningkatkan integrasi ekonomi global.
FTA adalah salah satu bentuk respon dari kehadiran globalisasi, kegagalan
sistem perdagangan multilateral dan liberalisasi yang berimplikasi pada
pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan perdagangan baik hambatan
tarif maupun hambatan non tarif. Akan tetapi masing-masing negara anggota
bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota. FTA
berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam
kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief barrier) maupun hambatan non
tarif (non-tarrif barier=NTB). Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara
anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki “external
tariff” yang berbeda. Menurut Salvatore (1997), integrasi ekonomi adalah suatu
kebijakan komersial yang secara diskriminatif mengurangi atau bahkan
menghapus hambatan-hambatan perdagangan hanya kepada para negara anggota
kesepakatan. Kesepakatan penurunan atau penghapusan hambatan perdagangan
hanya akan berlaku bagi negara-negara yang saling sepakat dan tidak berlaku atau
diterapkan bagi negara-negara di luar itu. Contohnya AFTA (ASEAN Free Trade
Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang
mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993 serta ACFTA (ASEAN-China
Free Trade Area) yang telah diberlakukan 1 Januari 2010.
Tambunan (2001) menyatakan bahwa tujuan utama dari membentuk
integrasi regional atau kerja sama perdagangan bebas adalah untuk meningkatkan

10
perdagangan dan kerja sama dalam bidang ekonomi, seperti industri dan investasi
antar negara anggota, yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan di wilayah tersebut. Dua indikator ekonomi makro yang dapat
digunakan untuk melihat apakah tujuan tersebut tercapai adalah laju peningkatan
volume perdagangan antar negara anggota (intra-trade) dan laju pertumbuhan
PDB, baik masing-masing negara anggota secara individu atau PDB regional
(jumlah kenaikan PDB dari semua negara anggota) setelah terbentuknya integrasi
ekonomi antar negara.
Berdasarkan teori tahapan integrasi regional dari Bela Balassa (1960) maka
proses tahapan kerja sama ekonomi dan integrasi regional adalah sebagai berikut:
1. TPA atau Trade Preferency Arrangement, bentuk kerja sama ekonomi
regional yang masing-masing anggotanya memberikan preferensi dalam
bentuk tarif dan nontarif untuk produk orisinal masing-masing negara
anggota.
2. FTA atau Free Trade Area, suatu bentuk kerja sama ekonomi regional
yang perdagangan produk-produk orisinal negara-negara anggotanya tidak
dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Free Trade Area (FTA) adalah
kerjasama formal antara dua atau lebih negara untuk mengurangi
hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. FTA atau Free Trade
Area adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang
memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara anggotanya
tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk.
3. CU atau Customs Union, bentuk kerja sama ekonomi regional dengan
“internal tariff” untuk produk-produk orisinal dari/ ke masing-masing
negara anggota yang besarnya 0% atau dibebaskan dari bea masuk, dan
“external tariff” untuk produk yang berasal dari negara bukan anggota
untuk seluruh negara anggota adalah sama. Custom Union. Anggota
Custom Union tidak hanya mampu mengurangi atau menghilangkan tarif
antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama
terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah
negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang
mempunyai tarif eksternal rendah.
4. CM atau Common Market, suatu bentuk kerja sama ekonomi regional
yang memiliki kebebasan bergerak untuk faktor produksi, khususnya
tenaga kerja (SDM) dari/ ke masing-masing anggota. Common Market.
Jika kerja sama meningkat di antara negara Custom Union, maka dapat
terbentuk Common Market. Common Market menghilangkan semua tarif
dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi
seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan
menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar
negara anggota.
5. EU atau Economic Union, bentuk kerja sama ekonomi regional yang
memiliki kesatuan atau persamaan peraturan dalam bidang perpajakan,
tenaga kerja, jaminan sosial, dan lain-lain. Economic Union karena juga
melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak,
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
6. MU atau Monetary Union, bentuk kerja sama ekonomi regional yang
memiliki kesatuan/ persamaan mata uang. Monetary Union. Monetary

11
Union berada pada level integrasi keempat dengan satu mata uang bersama
antar negara. Contohnya Negara anggota European Union menggunakan
mata uang bersama, Euro.
Teori Perdagangan Internasional
Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam
Smith pada awal abad ke-19. Perdagangan internasional dapat didefinisikan
sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek
ekonomi negara lain, baik mengenai barang ataupun jasa. Hampir tidak ada satu
negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy 1997).
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan
perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan
mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Adapun subyek ekonomi yang
dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan
ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun
departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2001).
Alasan utama terjadinya perdagangan internasional seperti yang
dikemukakan oleh Krugman (2000), yaitu:
1. Negara-negara berdagang karena mereka mempunyai hasil produksi yang
berbeda satu sama lain.
2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala
ekonomi (economics of scale).
Berdasarkan pengertian dan tujuan dari terbentuknya FTA, maka
pembentukan kawasan perdagangan bebas akan memberikan pengaruh kepada
ekspor dan impor negara-negara tersebut. Kegiatan ini dapat terjadi karena adanya
perbedaan permintaan dan penawaran akibat adanya spesialisasi serta adanya
perbedaan tingkat harga antar negara-negara tersebut.
P

P
DA

P DB

ES

SB

SA
PB

X
P*

M

PA
ED
QA
Indonesia

Q

Q*
Perdagangan
Internasional

Q

QB

Q

Chili

Gambar 2 Kurva perdagangan internasional
Sumber : Salvatore 1997

Secara grafis kegiatan perdagangan internasional dapat dilihat pada
Gambar 2. Secara teoritis proses perdagangan internasional terjadi jika Indonesia
mengekspor suatu komoditi sebesar X ke negara lain yakni Chili apabila harga

12
domestik negara Indonesia (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif
lebih rendah yakni sebesar PA bila dibandingkan dengan harga domestik Chili.
Struktur harga yang terjadi di Indonesia lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sebesar QA sehingga di
Indonesia terjadi excesssupply sebesar X disebabkan Indonesia mempunyai
keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga mampu berspesialisasi pada
komoditi tersebut, dan jumlah inilah yang akan diekspor. Dengan demikian,
Indonesia mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain.
Dilain pihak, di Chili terjadi kekurangan supply dimana konsumsi domestiknya
sebesar QB lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga
harga yang terjadi di Chili lebih tinggi sebesar PB. Chili akan membeli/impor
komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah sebesar M. Jika
kemudian terjadi komunikasi antara Indonesia dengan Chili, maka akan terjadi
perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara sama
yakni pada titik ekuilibrium harga sebesar P* dengan jumlah sebanyak Q*.
Perdagangan internasional seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan
negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan
bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan
akses pasar ke negara lain (Stephenson 1994). Namun demikian, secara umum
terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global
barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan
dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluasluasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi
volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan
tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan
mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia.
Teori Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantages)
merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan absolut Adam Smith yang
dikemukakan oleh David Ricardo (1817). David Ricardo dalam Salvatore (2007)
mengatakan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu
memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang lebih murah daripada negara
lain. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of
Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost
comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage
(labor productivity).
Menurut Salvator (2007) Asumsi Teori Keunggulan Komparatif yang
mendasari adalah:
a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi
b. Perdagangan bersifat bebas
c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun
tidak ada mobilitas antara dua negara.
d. Biaya produksi konstan
e. Tidak terdapat biaya transportasi
f. Tidak ada perubahan teknologi
Dalam teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan

13
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Dengan kata lain, cost comparative
menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara
memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja
dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi.
Berdasarkan analisis production comparative advantage (labor
productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang di mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor
barang di mana negara tersebu