Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013

PEMETAAN HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN TEKNIK
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN
TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2013

Page

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

RIYMA MAYSA

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Hutan
Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan
Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013 adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015

Page

iii

Riyma Maysa
NIM E14100132

ABSTRAK
RIYMA MAYSA. Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem
Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun
2013. Dibimbing oleh SRI RAHAJU.
Data dan informasi mengenai tutupan lahan hutan rakyat, baik luas, jenis,

jumlah produksi dan harga masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk
memetakan hutan rakyat di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka
menggunakan teknik sistem informasi geografis (SIG) berupa pemanfaatan
teknologi citra satelit Landsat 8 OLI. Identifikasi dilakukan secara visual dan uji
akurasi menggunakan matrik kontingensi (confusion matrix). Berdasarkan hasil
interpretasi diperoleh delapan kelas tutupan lahan yaitu badan air, hutan rakyat,
hutan tanaman, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar dan
tanah terbuka. Hutan rakyat tersebar di seluruh desa sebesar 819.22 ha. Uji akurasi
menyatakan tingkat kesesuaian citra hasil klasifikasi dengan kondisi aktual di
lapangan. Semakin tinggi nilai akurasi, maka hasil klasifikasi citra akan
mendekati kondisi sebenarnya di lapangan. Hasil uji akurasi menunjukkan nilai
overall accuracy sebesar 83.61% dan kappa accuracy sebesar 80.01%.
Kata kunci: pemetaan, interpretasi visual, hutan rakyat, Kecamatan Talaga

ABSTRACT
RIYMA MAYSA. Mapping of Community Forest Using Geographic Information
System (GIS) in Subdistrict of Talaga, Majalengka 2013. Supervised by SRI
RAHAJU.
Data and information about community forest land cover for area, type,
total production and the price are still limited. The purpose of this study is to map

the community forest in Subdistrict of Talaga, Majalengka using geographic
information system (GIS) technique in the form of technology utilization of
Landsat satellite 8 OLI. Identification is done visually and accuracy test using
confusion matrix. Based on the interpretation results were obtained eight land
cover classes that are water body, community forest, plantation forest, ocupation,
dryland agriculture, wetland, slash and open land. Community forest is spreaded
all over the village in the amount of 819.22 ha. Accuracy test showed
classification of compatibility level image result with actual conditions in the field.
The higher the value of accuracy, the result of image classification will be closer
to the actual conditions in the field. Accuracy test results showed that the value of
overall accuracy is 83.61% and kappa accuracy is 80.01%.
Keywords: mapping, visual interpretation, community forest, Subdistrict Talaga

PEMETAAN HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN TEKNIK
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN
TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2013

RIYMA MAYSA

Page


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

Judul Skripsi : Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi
Geografis (SIG) di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka
Tahun 2013
Nama
: Riyma Maysa

NIM
: E14100132

Disetujui oleh

Dra Sri Rahaju, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Page

Tanggal Lulus:

v

Dr Ir Ahmad Budiaman, M.ScF.trop
Ketua Departemen

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
berjudul “Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi
Geografis di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013” dilakukan
dalam rangka melengkapi salah satu syarat kelulusan sebagai Sarjana Kehutanan
IPB.
Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, adik-adik,
beserta seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan, semangat dan kasih
sayang yang telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra Sri
Rahaju, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, nasihat, ilmu,
kesabaran, motivasi, dan waktu yang diberikan kepada penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr
Ir Budi Kuncahyo, MS atas saran dalam penulisan skripsi, Bapak Dr Ir Yulius
Hero, MSc selaku ketua sidang komprehensif dan Bapak Effendi Tri Bahtiar,
Shut, MSc selaku dosen penguji sidang komprehensif atas masukan, saran, nasihat
dan motivasi yang diberikan. Terimakasih penulis sampaikan pula kepada Dinas
Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Majalengka dan Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Majalengka atas bantuan dan
arahan saat melakukan penelitian.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Uus Saepul SHut dan

rekan-rekan Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan
IPB atas bimbingan, masukan dan sarannya, DMNH 47, Himmaka 47 dan Pondok
Assalamah atas dukungan, semangat dan kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Riyma Maysa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

1

Manfaat Penelitian

2
2

Waktu dan Lokasi Penelitian


2

Alat dan Data

2

Prosedur Kerja

2
6

Kondisi Umum Lokasi

6

Identifikasi Tutupan Lahan

6

Analisis Akurasi


10

Analisis Tutupan Lahan

11

Definisi Hutan Rakyat

13

Sebaran Hutan Rakyat

13

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

15

SIMPULAN DAN SARAN


17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

26

vii

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page

METODE

DAFTAR TABEL
1 Karakterstik citra Landsat 8 OLI
2 Matrik kesalahan (confusion matrix)
3 Kelas tutupan lahan di Kecamatan Talaga menggunakan Citra Landsat
8 OLI tahun 2013
4 Matrik kesalahan hasil klasifikasi citra Landsat 8 OLI tahun 2013 di
Kecamatan Talaga
5 Luas tutupan lahan di Kecamatan Talaga tahun 2013
6 Tutupan lahan kawasan TNGC di wilayah Kecamatan Talaga
7 Sebaran hutan rakyat di Kecamatan Talaga tahun 2013

3
5
7
10
12
12
14

DAFTAR GAMBAR
1 Peta Citra Landsat 8 OLI Kecamatan Talaga
2 Peta Tutupan Lahan Kecamatan Talaga

4
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data jumlah penduduk Kecamatan Talaga tahun 2014
2 Data mata pencaharian di Kecamatan Talaga tahun 2014
3 Contoh perhitungan uji akurasi
4 Tabel sebaran hutan rakyat di Kecamatan Talaga tahun 2013
5 Peta Hasil Overlay Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai di
Wilayah Kabupaten Majalengka
6 Luas desa di Kecamatan Talaga

20
21
22
23
24
25

1
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan rakyat menyimpan potensi yang sangat berarti dalam pengelolaan
hutan secara nasional. Hasil penelitian IPB pada tahun 1976 dan UGM pada tahun
1977 dalam Darusman dan Hardjanto (2006) tentang konsumsi kayu pertukangan
dan kayu bakar ternyata sebagian besar disediakan oleh hutan rakyat. Hutan
rakyat menjadi alternatif sumber pasokan bahan baku kayu selain dari hutan alam
dan hutan tanaman yang semakin berkurang.
Hutan rakyat di Indonesia telah diusahakan sejak puluhan tahun lalu dan
terbukti sangat bermanfaat tidak hanya bagi pemiliknya, tetapi juga masyarakat
dan lingkungannya. Hutan rakyat di Jawa memiliki luas relatif lebih sempit
namun memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa.
Status kepemilikan, aksesibilitas, informasi, budidaya dan pengelolaan hutan
rakyat di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik (Darusman dan Hardjanto 2006).
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu bagian dari wilayah Provinsi
Jawa Barat yang memiliki luas hutan rakyat sebesar 10 757 ha (Dishutbunnak
2012). Perkembangan hutan rakyat di Kabupaten Majalengka semakin
berkembang sejak dilaksanakannya program oleh Departemen Kehutanan yang
dikenal dengan nama gerakan sengonisasi pada tahun 1989 dan gerakan nasional
rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL) tahun 2003 untuk merehabilitasi lahan
kritis. Luas lahan kritis di Kabupaten Majalengka pada tahun 2005 sebesar 18 320
ha (13.69% dari luas total Kabupaten Majalengka) dan mengalami penurunan
pada tahun 2011 sebesar 10.02%.
Data mengenai hutan rakyat, baik luas, jenis, jumlah produksi dan harga
masih bersifat seadanya. Perlu diketahui jenis tanaman, kelas (sebaran) umum,
lokasi dan luas hutan rakyat yang telah dibangun untuk memperkirakan hasil
produksi hutan rakyat yang dapat dipanen secara lestari (Hindra 2006). Teknik
sistem informasi geografis (SIG) merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk menganalisis luas dan sebaran hutan rakyat secara lengkap, cepat
dan relatif akurat. Menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta (2009) SIG adalah
sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, mengumpulkan,
memanipulasi dan menganalisis objek-objek atau fenomena di permukaan bumi
dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting untuk dianalisis.
Menurut Prahasta (2009) SIG dapat merepresentasikan dunia nyata yang dapat
disimpan dan kemudian diproses sedemikian rupa sehingga akhirnya disajikan
dalam bentuk yang lebih sederhana. Penelitian dilakukan di Kecamatan Talaga
Kabupaten Majalengka yang memiliki potensi luas hutan rakyat cukup besar.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan luas dan sebaran hutan rakyat di
Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka tahun 2013 dengan menggunakan
teknik SIG.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai luas
dan sebaran hutan rakyat tahun 2013 di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka
sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam kegiatan perencanaan dan
pengelolaan hutan rakyat kedepannya.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2014 di wilayah
Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan data
dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014 di Laboratorium
Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB.

Alat dan Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System
(GPS), alat tulis, kamera, kompas, tally sheet serta laptop yang dilengkapi dengan
software ArcGIS 9.3 dan Erdas Imagine 9.1. Data yang digunakan adalah data
primer dan data sekunder. Data primer berupa citra satelit Landsat 8 OLI
(path/row: 121/65 perekaman tanggal 15 Juni 2013) yang diperoleh dari situs
http://earthexplorer.usgs.gov dan data hasil ground check lapangan. Data sekunder
berupa peta batas administrasi Kabupaten Majalengka, peta jaringan jalan dan
sungai Kabupaten Majalengka, Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK) Jawa
Barat, peta tematik penutupan hutan dan lahan Kementerian Kehutanan 2011 dan
data hasil wawancara di lapangan.

Prosedur Kerja
Pra Pengolahan Citra
Pra pengolahan citra merupakan tahap awal sebelum melakukan pengolahan
citra lebih lanjut.
1. Perubahan format dan penggabungan citra (layer stack)
Citra Landsat 8 OLI yang diperoleh memiliki format TIFF kemudian
dilakukan proses layer stack untuk mendapatkan band citra komposit dan
berformat img. Citra Landsat 8 terdiri atas 9 saluran Operational Land
Imager (OLI) yaitu band 1 sampai 9. Pada penelitian ini digunakan citra
multiband meliputi band yang memiliki resolusi spasial 30 meter yaitu band 1
– 7 dan 9. Menurut Jaya (2010) interpretasi menggunakan citra berwarna
lebih mudah dibandingkan hanya menggunakan satu band. Band yang
digunakan adalah band 754. Kombinasi band 754 dipilih karena memberikan
kenampakan visual terbaik untuk klasifikasi tutupan lahan dan memiliki

3
tampilan mendekati warna alam sehingga variasi informasi lebih banyak
dibandingkan dengan kombinasi lainnya (Mentari 2013). Tabel 1
menunjukkan karakteristik band yang terdapat pada citra Landsat 8 OLI.
Tabel 1 Karakterstik citra Landsat 8 OLI
Panjang gelombang
Saluran Band
(μm)
Band 1 – Coastal blue
0.43 – 0.45
Band 2 – Blue
0.45 – 0.51
Band 3 – Green
0.53 – 0.59
Band 4 – Red
0.64 – 0.67
Band 5 – NIR
0.85 – 0.88
Band 6 – SWIR-1
1.57 – 1.65
Band 7 – SWIR-2
2.11 – 2.29
Band 8 – Panchromatic
0.50 – 0.68
Band 9 – Cirrus
1.36 – 1.38

Resolusi
(m)
30
30
30
30
30
30
30
15
30

Sumber: USGS (2013)

2. Registrasi
Registrasi merupakan kegiatan penyamaan posisi antara satu citra dengan
peta lainnya dengan mengabaikan sistem koordinat dari citra tersebut. Proses
registrasi dilakukan dengan menyamakan posisi citra dengan PDTK. Hal
tersebut perlu dilakukan pada citra untuk mendapatkan nilai piksel yang
sebenarnya pada posisi yang tepat (Jaya 2010).
3. Pemotongan citra (cropping)
Data citra yang telah teregistrasi selanjutnya dilakukan pemotongan citra
(cropping) untuk mendapatkan areal penelitian yaitu Kecamatan Talaga
menggunakan peta batas administrasi Kabupaten Majalengka.
Interpretasi Visual Citra
Interpretasi atau penafsiran citra merupakan kegiatan mengkaji citra dan
menilai arti pentingnya suatu obyek. Interpretasi visual merupakan kegiatan
mengkaji citra dengan maksud mengidentifikasi objek yang tergambar didalam
citra berdasarkan ciri atau karakteristik objek tersebut secara keruangan (spasial).
Karakteristik objek dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi rona/warna,
tekstur, pola, bentuk, bayangan, ukuran, asosiasi dan situs (BAPLAN 2008).
Identifikasi awal tutupan lahan dimaksudkan untuk memberikan gambaran awal
mengenai jumlah dan macam penutupan lahan.
Pengambilan Data di Lapangan (Ground check)
Kegiatan ground check dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
keadaan tutupan lahan yang sebenarnya di lapangan. Penentuan lokasi ground
check telah ditentukan sebelumnya menggunakan metode purposive sampling
dengan tujuan titik sampel tersebar di seluruh desa dan mewakili masing-masing
tutupan lahan. Kegiatan meliputi pengambilan titik pengamatan, dokumentasi
tutupan lahan dan wawancara masyarakat sekitar mengenai pengelolaan hutan
rakyat. Jumlah titik diambil secara menyebar sebanyak 61 titik yang disajikan
pada Gambar 1.

4

Gambar 1 Peta Citra Landsat 8 OLI Kecamatan Talaga
Analisis Pengolahan Citra
Interpretasi visual citra mengacu pada kriteria tutupan hutan dan lahan yang
dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan 2008 sebanyak 23 kelas yang dilakukan
modifikasi menjadi delapan kelas meliputi badan air, hutan rakyat, hutan tanaman,
pemukiman, pertanian lahan kering (PLK), sawah, semak/belukar dan tanah
terbuka. Data pendukung untuk melakukan analisis pengolahan citra adalah peta
tematik penutupan hutan dan lahan dari Kementerian Kehutanan tahun 2011.
Evaluasi Akurasi
Evaluasi akurasi digunakan untuk melihat tingkat kesalahan yang terjadi
pada klasifikasi tutupan lahan sehingga dapat ditentukan besarnya persentase
ketelitian pemetaan. Akurasi ketelitian pemetaan dilakukan dengan membuat
matrik kontingensi atau matrik kesalahan (confusion matrix). Matrik kontingensi
yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah sampel yang diklasifikasi
(Jaya 2010). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) matrik kesalahan adalah matrik
bujursangkar yang berfungsi untuk membandingkan antara data lapangan dan
korespondensinya dengan hasil klasifikasi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah
sampel yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas
secara benar atau salah, persentase banyaknya sampel dalam masing-masing kelas
serta persentase kesalahan total. Contoh dari matrik kesalahan disajikan pada
Tabel 2.

5

Data
referensi
A
B
C
D
Jumlah
User’s
accuracy

Tabel 2 Matrik kesalahan (confusion matrix)
Diklasifikasikan ke dalam kelas
Jumlah
A
B
C
D
X11
X12
X13
X14
ΣX1j
X21
X22
X23
X24
ΣX2j
X31
X32
X33
X34
ΣX3j
X41
X42
X43
X44
ΣX4j
ΣXi1
ΣXi2
ΣXi3
ΣXi4
N

Producer’s
accuracy
X11 / ΣX1j
X22 / ΣX2j
X33 / ΣX3j
X44 / ΣX4j
Overall acc.

X11/ΣXi1

X22/ΣXi2 X33/ΣXi3 X44/ΣXi4

Sumber : Jaya (2010)

Akurasi yang dihitung yaitu akurasi pembuat (producer’s accuracy), akurasi
pengguna (user accuracy), akurasi keseluruhan (overall accuracy) dan akurasi
kappa (kappa accuracy). Secara matematis akurasi di atas dinyatakan sebagai
berikut:
User’s accuracy =



� �=1 �

Producer’s accuracy =



� �=1 �

Overall accuracy =
Kappa (k) =

� � �=1 �
�2 −

– �(� �=1 �

�(� �=1 �



100% ; j = 1,…,4
100% ; i = 1,…,4

� �=1 �


� � �=1 �

� =1 � )

100%
)

; i = 1,…,4; j = 1,…,4

Keterangan:
Xii
= nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
Xij
= nilai sampel dalam baris ke-i dan kolom ke-j
N
= banyaknya sampel dalam contoh
Overall accuracy adalah rasio sederhana antara jumlah sampel yang benar
dengan total semua sampel yang dipergunakan dalam menguji akurasi. Producer’s
accuracy adalah akurasi yang diperoleh dengan membagi jumlah sampel yang
benar dengan total jumlah sampel yang digunakan sebagai referensi. User’s
accuracy adalah akurasi yang diperoleh dengan membagi jumlah sampel yang
benar dengan total jumlah sampel yang masuk ke dalam kelas tersebut. Kappa
accuracy adalah akurasi yang mempertimbangkan semua elemen yang ada pada
matrik kesalahan. Akurasi kappa lebih dianjurkan untuk digunakan karena
mempertimbangkan semua elemen yang ada pada matrik kesalahan sedangkan
overall accuracy secara umum masih over estimate (Jaya 2010).

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi
Letak Geografis
Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat memiliki
luas wilayah sebesar 4313.50 ha atau 3.58% dari luas total Kabupaten Majalengka
(120 424 ha). Secara geografis Kecamatan Talaga terletak antara 6° 58'  7° 03'
LS dan 108° 16'  108° 21' BT. Kecamatan Talaga terdiri atas 17 desa yang
dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu sebelah utara Kecamatan Banjaran, sebelah
selatan Kecamatan Cingambul, sebelah barat Kecamatan Bantarujeg dan sebelah
timur Kecamatan Cikijing (BPS 2014). Sebagian kecil wilayah Kecamatan Talaga
merupakan lahan Perhutani dan Taman Nasional Gunung Ciremai.
Iklim dan Topografi
Keadaan topografi Kecamatan Talaga berupa perbukitan terjal dengan
kemiringan lahan berkisar antara 15 – 40% dan ketinggian antara 400 – 1500
meter di atas permukaan laut (mdpl). Jenis tanah dominan latosol dan gromosol.
Curah hujan tahunan rata-rata bervariasi dari 2400 – 3800 mm dengan hari hujan
11 hari/bulan. Suhu rata-rata harian 23 – 28° C dan kelembaban udara 65 – 86%.
Sosial Masyarakat
Jumlah penduduk Kecamatan Talaga tahun 2014 adalah 43 787 jiwa yang
terdiri atas 22 203 jiwa laki-laki dan 21 584 jiwa perempuan dengan sebaran umur
yang berbeda-beda. Data lebih rinci disajikan pada Lampiran 1. Sebagian besar,
masyarakat bermata pencaharian sebagai petani (Lampiran 2). Kegiatan pertanian
yang dilakukan masyarakat terdiri atas dua jenis yaitu pertanian berupa sawah atau
tanaman musiman lainnya dan hutan rakyat dengan jenis dominan sengon (Albizia
falcataria), jabon (Anthocephalus cadamba) dan mahoni (Swietenia macrophylla).

Identifikasi Tutupan Lahan
Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) istilah penutupan lahan berkaitan
dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan istilah
penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu.
Berdasarkan interpretasi citra visual menggunakan citra Landsat 8 OLI dan
pengamatan langsung di lapangan, terdapat delapan kategori tutupan lahan yang
ditemukan di Kecamatan Talaga meliputi badan air, hutan rakyat, hutan tanaman,
pemukiman, PLK, sawah, semak/belukar dan tanah terbuka yang disajikan pada
Tabel 3.

7
7
Tabel 3 Kelas tutupan lahan di Kecamatan Talaga menggunakan Citra Landsat 8 OLI tahun 2013
Kelas tutupan
lahan

Koordinat

Deskripsi *)

Badan air

Bujur: 108° 17' 59.07" E
Lintang: 6° 59' 31.72" S

Seluruh kenampakan perairan, termasuk
laut, sungai, danau, waduk, terumbu
karang, dan padang lamun (lumpur
pantai)

Hutan rakyat

Bujur: 108° 19' 28.87" E
Lintang: 6° 59' 10.95" S

Seluruh kenampakan kebun, baik yang
sudah jadi tanaman tua maupun yang
masih merupakan tanaman muda

Hutan tanaman

Bujur: 108° 22' 24.74" E
Lintang: 6° 57' 34.29" S

Kelas penutupan lahan hutan hasil
budidaya manusia, meliputi hutan
tanaman industri maupun hutan tanaman
hasil reboisasi di dalam atau di luar
kawasan hutan

Pemukiman

Bujur: 108° 18' 29.85" E
Lintang: 6° 59' 8.43" S

Kenampakan kawasan pemukiman, baik
perkotaan atau pedesaan yang masih
mungkin untuk dipisahkan

Gambar pada citra
Kombinasi band 754
Skala 1:5000

Gambar di lapangan

7

8

8
Tabel 3 (Lanjutan)
Kelas tutupan
lahan

Koordinat

Deskripsi *)

Pertanian lahan
kering (PLK)

Bujur: 108° 16' 44.24" E
Lintang: 7° 0' 32.18" S

Semua aktivitas pertanian di lahan kering
seperti tegalan, kebun campuran dan
ladang.

Sawah

Bujur: 108° 17' 37.06" E
Lintang: 6° 58' 32.31" S

Semua aktivitas pertanian lahan basah
yang dicirikan oleh pola pematang (di
Pulau Jawa) yang mempunyai rotasi
tanam. Kelas ini juga memasukkan sawah
musiman, sawah tadah hujan dan sawah
irigasi.

Semak/belukar

Bujur: 108° 18' 32.92" E
Lintang: 6° 59' 49.48" S

Kawasan bekas hutan kering yang telah
tumbuh kembali (mengalami suksesi),
kawasan dengan pohon jarang (alami),
atau kawasan dengan dominasi vegetasi
berkayu bercampur dengan vegetasi
rendah (alami) lainnya.

Tanah terbuka

Bujur: 108° 17' 37.06" E
Lintang: 6° 58' 32.31" S

Kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi
dan lahan terbuka bekas kebakaran.

Keterangan : *) BAPLAN 2008

Gambar pada citra
Kombinasi band 754
Skala 1:5000

Gambar di lapangan

9
9
Badan air yang ditemukan di lapangan berupa sungai, kolam dan saluran
irigasi. Namun pada kenampakan citra Landsat 8 OLI yang digunakan, badan air
yang teridentifikasi hanya dalam bentuk sungai, sedangkan saluran irigasi dan
kolam tidak tampak karena luasnya yang relatif kecil. Sungai memiliki tampilan
warna ungu tua, tekstur halus, bentuk memanjang, ukuran kecil sampai besar dan
pola tidak teratur. Sungai dapat dengan mudah dibedakan dengan jaringan jalan
yang memiliki pola teratur dan ukuran hampir sama di sepanjang jalan.
Hutan tanaman merupakan hutan yang dibangun dalam rangka
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem
silvikultur tebang habis permudaan buatan (THPB) untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku industri pengolahan hasil hutan (Kepmenhut 101/Menhut-II/2004).
Hutan tanaman yang ditemukan di lapangan berupa tegakan pinus dengan luasan
cukup besar dan rapat dikelola oleh Perhutani.
Hutan rakyat, hutan tanaman dan semak/belukar memiliki warna yang sama
yaitu hijau, namun selain warna dapat dibedakan juga dengan menggunakan
elemen interpretasi lainnya. Perbedaan kenampakan warna dipengaruhi oleh jenis
tanaman dan kerapatan yang berbeda. Hutan tanaman lebih mudah diidentifikasi
karena memiliki warna hijau yang lebih gelap, pola teratur dan tekstur halus. Hal
tersebut disebabkan hutan tanaman memiliki kerapatan tinggi dan jenis tanaman
satu jenis yaitu pinus. Hutan rakyat memiliki tampilan warna hijau tua sampai
hijau muda dengan pola tidak teratur dan tekstur lebih kasar dari hutan tanaman.
Hal tersebut disebabkan hutan rakyat memiliki kerapatan sedang dengan tanaman
lebih dari satu jenis. Selain itu ditemukan juga warna hijau bercampur merah
muda karena lokasi hutan rakyat berada di dekat pemukiman. Semak/belukar
memiliki tampilan warna hijau lebih muda dari hutan rakyat dengan tekstur agak
kasar. Hal tersebut disebabkan semak belukar memiliki kerapatan yang sangat
rendah berupa tumbuhan bawah berukuran kecil sampai sedang, campuran jenis
rumput-rumputan dan alang-alang.
Pemukiman dan tanah terbuka memiliki warna yang hampir sama yaitu
merah muda. Pemukiman memiliki tampilan warna merah muda gelap dan tekstur
halus. Polanya teratur, mengelompok dan terdapat jaringan jalan sehingga lebih
mudah diinterpretasi. Tanah terbuka memiliki tampilan warna merah muda terang
dan putih dengan tekstur halus dan luasan relatif kecil.
Penggunaan lahan PLK memiliki tampilan kombinasi warna hijau tua
sampai hijau muda, ungu, kuning dan merah muda dengan tekstur kasar. Hal
tersebut disebabkan jenis tanaman yang ditanam berbeda-beda. Jenis tanaman
yang ditemukan di lapangan berupa sayur-sayuran, singkong, jagung, pisang dan
kacang-kacangan.
Sawah yang ditemukan di lapangan berupa sawah irigasi dan sawah tadah
hujan. Sawah yang menggunakan sistem irigasi memiliki tampilan warna ungu
kombinasi merah muda, sedangkan sawah tadah hujan memiliki warna ungu tua.
Keduanya memiliki tekstur halus, pola teratur dan luas relatif besar.
Lahan di Kecamatan Talaga sebagian besar milik pribadi dan sebagian kecil
dikelola Perhutani berupa hutan tanaman pinus dan Taman Nasional Gunung
Ciremai (TNGC). Kawasan TNGC memiliki tampilan warna dominan hijau dan
tekstur kasar. Hasil interpretasi tutupan lahan disajikan pada Gambar 2.

10

Gambar 2 Peta Tutupan Lahan Kecamatan Talaga

Analisis Akurasi
Perhitungan akurasi dilakukan untuk melihat keakuratan atau ketelitian hasil
klasifikasi objek pada citra. Data yang digunakan yaitu titik ground check di
lapangan. Nilai akurasi diperoleh melalui perhitungan producer’s accuracy, user’s
accuracy, overall accuracy dan kappa accuracy yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Matrik kesalahan hasil klasifikasi citra Landsat 8 OLI tahun 2013 di
Kecamatan Talaga
Data
referensi

Data
hasil
ground
check
lapangan

Data hasil interpretasi

Jumlah

PA
(%)

Kelas

1

2

3

4

5

6

7

8

1

4

0

0

0

0

2

0

0

6

66.67

2

0

17

0

0

0

1

0

0

18

94.44

3

0

0

1

0

0

0

0

0

1

100.00

4

0

0

0

7

0

0

0

0

7

100.00

5

0

1

0

0

10

0

0

0

11

90.91

6

0

0

0

1

1

6

0

0

8

75.00

7

0

0

0

0

3

0

4

1

8

50.00

8

0

0

0

0

0

0

0

2

2

100.00

Jumlah

4

18

1

8

14

9

4

3

61

-

OA (%) = 83.61
UA (%) 100.00 94.44 100.00 87.50 71.43 66.67 100.00 66.67 Sumber: Data diolah
Keterangan: PA = Producer’s accuracy, UA = User’s accuracy, OA = Overall accuracy.
1 = Badan air, 2 = Hutan rakyat, 3 = Hutan tanaman, 4 = Pemukiman, 5 = Pertanian lahan kering
(PLK), 6 = Sawah, 7 = Semak/belukar, 8 = Tanah terbuka.

11
Berdasarkan Tabel 4, nilai producer's accuracy terbesar terdapat pada kelas
hutan tanaman, pemukiman dan tanah terbuka sebesar 100%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa seluruh hasil ground check terklasifikasi dengan benar. Nilai
terkecil terdapat pada kelas semak/belukar dengan nilai 50.00%. Hal tersebut
dikarenakan total 8 sampel yang digunakan sebagai titik ground check, 3 sampel
diklasifikasikan ke dalam kelas PLK dan 1 sampel ke dalam kelas tanah terbuka.
Sampel diklasifikasikan ke dalam PLK karena pada citra teridentifikasi campuran
warna hijau, kuning dan ungu. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena pada
perekaman citra tahun 2013 masih terdapat tanaman pertanian sedangkan saat
dilakukan ground check tahun 2014, tanaman tersebut telah dipanen dan berubah
menjadi semak/belukar. Contoh perhitungan lebih rinci disajikan pada Lampiran 3.
Nilai user's accuracy terbesar terdapat pada kelas badan air, hutan tanaman
dan semak/belukar sebesar 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel
terklasifikasi dengan baik. Nilai terkecil terdapat pada kelas sawah dan tanah
terbuka sebesar 66.67%. Hal tersebut dikarenakan terdapat sampel kelas lain yang
masuk ke dalam kelas sawah yaitu 2 kelas badan air dan 1 kelas hutan rakyat.
Sampel badan air diklasifikasikan ke dalam sawah karena pada citra teridentifikasi
berwarna ungu tua. Sampel tersebut diperkirakan berupa saluran irigasi namun
tidak teridentifikasi pada citra karena luas yang relatif kecil. Sampel hutan rakyat
diklasifikasikan ke dalam sawah karena pada citra terlihat berwarna ungu tua.
Sampel tersebut diperkirakan berupa sawah pada tahun 2013 dan mengalami
perubahan menjadi hutan rakyat pada tahun 2014 saat dilakukan ground check.
Nilai user's accuracy terkecil lainnya adalah kelas tanah terbuka. Hal
tersebut dikarenakan terdapat sampel kelas lain yang masuk ke dalam kelas tanah
terbuka, yaitu 1 kelas semak/belukar. Sampel semak/belukar diklasifikasikan ke
dalam tanah terbuka karena pada citra teridentifikasi berwarna merah muda terang.
Sampel tersebut diperkirakan berupa tanah kosong pada tahun 2013 dan
mengalami pertumbuhan semak/belukar pada tahun 2014.
Nilai keakuratan hasil klasifikasi dapat dilihat dari nilai overall accuracy
sebesar 83.61% dengan tingkat kesalahan sebesar 16.39% dan kappa accuracy
sebesar 80.01% dengan tingkat kesalahan sebesar 19.99%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan citra Landsat 8 OLI dalam mengidentifikasi
suatu tutupan lahan belum terlaksana dengan baik. Jika nilai overall accuracy
kurang dari 85%, maka klasifikasi harus diperbaiki (Jaya 2010).

Analisis Tutupan Lahan
Kecamatan Talaga terbagi habis menjadi delapan tutupan lahan. Luas setiap
kategori tutupan lahan disajikan pada Tabel 5. Secara lebih rinci luas tutupan
lahan setiap desa disajikan pada Lampiran 4.

12
Tabel 5 Luas tutupan lahan di Kecamatan Talaga tahun 2013
Persentase (%)
Tutupan lahan
Luas (Ha)
0.50
Badan air
21.60
18.99
Hutan rakyat
819.22
0.87
Hutan tanaman
37.67
13.52
Pemukiman
583.24
24.26
Pertanian lahan kering
1046.49
25.60
Sawah
1104.10
5.05
Semak/belukar
218.00
0.57
Tanah terbuka
24.56
10.63
TNGC
458.63
Jumlah
4313.50
100
Sumber: Data olahan

Penutupan lahan di Kecamatan Talaga didominasi oleh sawah yaitu sebesar
1104.10 ha (25.60%), PLK sebesar 1046.49 ha (24.26%) selanjutnya hutan rakyat
sebesar 819.22 ha (18.99%). Hal tersebut terjadi karena Kecamatan Talaga
bervariasi dalam hal topografi sehingga berpengaruh terhadap penggunaan
lahannya. Menurut Sukartiko (1988) dalam Saleh (2004) pemanfaatan lahan pada
umumnya ditentukan atas dasar kemiringan dan ketinggian lahan di atas
permukaan laut. Lahan dengan kemiringan 0 – 15% cocok untuk pertanian
tanaman pangan secara intensif, lahan dengan kemiringan 15 – 25% cocok untuk
tanaman pangan yang dikombinasikan dengan tanaman kehutanan dan
perkebunan serta lahan dengan kemiringan lebih dari 25% cocok untuk kehutanan
dan perkebunan. Selain itu masyarakat lebih tertarik mengusahakan lahan untuk
pertanian karena budaya tani sudah ada sejak turun-temurun. Masyarakat
beranggapan bahwa hasil pertanian lebih berarti dan lebih cepat dibandingkan
hasil kehutanan.
Hasil indentifikasi kelas tutupan lahan TNGC menunjukkan bahwa TNGC
tidak hanya terdiri atas kelas hutan, namun terdiri atas beberapa kelas tutupan
lahan. Tutupan lahan tersebut meliputi hutan, pemukiman, PLK, sawah dan
semak/belukar. Luas masing-masing tutupan lahan tersebut disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Tutupan lahan kawasan TNGC di wilayah Kecamatan Talaga
Tutupan lahan
Luas (ha)
Hutan
218.33
Pemukiman
6.74
PLK
146.04
Sawah
83.13
Semak/belukar
4.39
Sumber: Data olahan

Luas kawasan TNGC yang berada di wilayah Kecamatan Talaga berupa
hutan sebesar 218.33 ha, PLK sebesar 146.04 ha, sawah sebesar 83.13 ha,
pemukiman sebesar 6.74 ha dan semak/belukar sebesar 4.39 ha. Terdapat
penutupan kelas lahan lain selain hutan di kawasan Taman Nasional. Berdasarkan

13
hasil wawancara, masyarakat sudah mengelola lahan sejak turun-temurun dengan
ditanami sayur-sayuran dan tanaman pertanian lahan kering sehingga mereka
merasa sudah memiliki lahan tersebut. Pihak TNGC pun tidak melarang
penggunaan lahan tersebut. Penggunaan kawasan tersebut secara tidak langsung
merupakan bentuk kerjasama masyarakat dan TNGC karena lahannya digunakan
untuk ditanami berbagai tanaman pertanian sehingga tidak menjadi lahan kritis.
Batas administrasi kawasan TNGC disajikan pada Lampiran 5.

Definisi Hutan Rakyat
Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan
berdasarkan statusnya menjadi dua, yaitu hutan negara dan hutan hak. Secara
definisi, hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani
hak atas tanah, sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah dan selanjutnya lazim disebut hutan rakyat. Peraturan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.03/Menhut-V/2004 telah
mengatur ketentuan luasan dan persentase tutupan tajuk pada hutan rakyat.
Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di
atas tanah yang dibebani hak milik di luar kawasan hutan negara dengan
ketentuan luas minimum sekitar 0.25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayukayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%. Menurut Suhardjito (2000) hutan
rakyat merupakan hutan buatan melalui penanaman tanaman tahunan (tanaman
keras) di lahan hak milik, baik berupa hutan individu, hutan keluarga maupun
hutan kelompok masyarakat.
Menurut Michon (1983) dalam Hardjanto (2003) terdapat tiga tipe hutan
rakyat yaitu pekarangan, talun dan kebun campuran. Perbedaan diantara ketiganya
adalah sebagai berikut:
a. Pekarangan mempunyai sistem pengaturan tanaman yang baik dan biasanya
berada di sekitar rumah. Luas minimum sekitar 0.1 ha dan dipagari mulai dari
jenis sayur-sayuran hingga pohon yang mencapai tinggi 20 meter.
b. Talun mempunyai ukuran lebih luas, penanaman pohon sedikit rapat, tinggi
pohon mencapai 35 meter dan terdapat beberapa pohon yang tumbuh secara
liar dari jenis herba dan liana.
c. Kebun campuran memiliki jenis tumbuhan cenderung lebih heterogen dengan
satu jenis tanaman pokok dan berbagai macam jenis tanaman herba.

Sebaran Hutan Rakyat
Hutan rakyat di Kecamatan Talaga tersebar di seluruh desa dengan luasan
disajikan pada Tabel 7. Luas terbesar berada di Desa Campaga sebesar 146.91 ha
(17.93%), sedangkan terkecil berada di Desa Salado sebesar 7.25 ha (0.88%).

14
Tabel 7 Sebaran hutan rakyat di Kecamatan Talaga tahun 2013
Desa
Luas Hutan Rakyat (Ha)
Persentase HR (%)
Campaga
146.91
17.93
Mekarraharja
84.07
10.26
Lampuyang
69.22
8.45
Margamukti
69.26
8.45
Talagakulon
61.28
7.48
Kertarahayu
60.22
7.35
Gunungmanik
54.13
6.61
Cikeusal
53.85
6.57
Mekarhurip
38.11
4.65
Argasari
35.91
4.38
Cibeureum
28.75
3.51
Cicanir
24.77
3.02
Talagawetan
23.67
2.89
Sukaperna
21.60
2.64
Jatipamor
20.60
2.51
Ganeas
19.62
2.39
Salado
7.25
0.88
Jumlah
819.22
100
Sumber: Data olahan

Keberadaan hutan rakyat tidak semata-mata akibat interaksi alami antar
komponen botani, mikroorganisme, mineral tanah, air dan udara, melainkan
adanya peran manusia dan kebudayaannya (Suhardjito 2000). Menurut Hardjanto
(2003) faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan hutan rakyat di Jawa
yaitu:
1. Faktor internal: fungsi tradisi yaitu kebiasaan masyarakat secara turuntemurun yang tidak memerlukan budaya insentif, fungsi ekonomi rumah
tangga, tata air, kesesuaian tempat tumbuh dan modal yang relatif rendah.
2. Faktor eksternal: permintaan kayu tinggi, pertumbuhan industri kayu dan
infrastuktur jalan desa.
Perbedaan luas hutan rakyat terjadi selain karena budaya masyarakat juga
karena luas desa. Luas masing-masing desa disajikan pada Lampiran 6. Desa
Campaga memiliki luas cukup besar yaitu 453.24 ha sedangkan Desa Salado
memiliki luas paling kecil sebesar 47.38 ha sehingga peluang hutan rakyat lebih
besar berada di Desa Campaga. Desa Gunungmanik merupakan desa terbesar di
Kecamatan Talaga sebesar 857.52 ha dan berbatasan langsung dengan kawasan
TNGC dan lahan Perhutani, namun luas hutan rakyat di Desa Gunungmanik
hanya sebesar 54.13 ha (6.61%).
Program hutan rakyat di Desa Gunungmanik tidak berjalan baik karena
masyarakat lebih tertarik mengusahakan pertanian lahan kering. Masyarakat
menyatakan pemerintah sudah beberapa kali menyerahkan bantuan bibit, namun
para petani tidak bisa menanam bibit tersebut di lahan pertanian karena akan
mengganggu tanaman sayur. Perilaku tanaman sayur akan tumbuh kurang baik
apabila terlalu teduh karena tanaman sayur membutuhkan sinar matahari langsung.
Masyarakat sudah terbiasa dengan siklus panen sayur yang relatif pendek, berbeda

15
dengan kayu yang memiliki siklus panen relatif lama. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Suhardjito (2000) bahwa budidaya hutan rakyat bukan pilihan yang
utama bagi masyarakat pedesaan Jawa pada umumnya. Jika kondisi alam
memungkinkan, pilihan yang utama adalah budidaya tanaman yang cepat
menghasilkan dengan keuntungan tinggi. Selain itu, Hardjanto (2000) menyatakan
bahwa hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan
sesuai definisi hutan, yaitu minimal harus 0.25 ha. Hal tersebut disebabkan ratarata kepemilikan lahan di Jawa sangat sempit. Sempitnya kepemilikan lahan
mendorong kepada pemiliknya untuk memanfaatkan lahan seoptimal mungkin
sehingga pada umumnya pemilik berusaha memanfaatkan lahan dengan
membudidayakan tanaman-tanaman yang bernilai tinggi, cepat menghasilkan dan
tanaman konsumsi sehari-hari.

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Pemerintah Kabupaten Majalengka membangun hutan rakyat dengan tiga
tujuan utama. Segi ekologi yaitu meningkatkan peran sumber daya hutan yang
lestari dan memperbaiki lahan kritis yang cukup luas. Segi ekonomi yaitu mampu
menyerap tenaga kerja, membantu meningkatkan pendapatan masyarakat serta
mengembangkan iklim usaha dan pemasaran hasil produk. Segi sosial yaitu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan usaha
(Dishutbunnak 2012).
Informasi mengenai pembangunan hutan rakyat mulai dicanangkan
pemerintah Kabupaten Majalengka untuk merehabilitasi lahan kritis. Tahun 2003,
pemerintah pusat melaksanakan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (GNRLH) dan tahun 2004 pemerintah provinsi melaksanakan program
Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Kegiatan yang dilaksanakan berupa
penanaman dan pemeliharaan serta pemberian bantuan bibit tanaman keras seperti
jati, alba, mahoni dan tanaman-tanaman lainnya untuk ditanam di lahan yang
dinilai kritis. Penanaman tanaman berkayu merupakan kegiatan yang paling sesuai
untuk pemanfaatan lahan kritis. Menurut Attar (2000) salah satu usaha untuk
mengembangkan pemanfaatan lahan kritis yang tidak produktif adalah dengan
menanam tanaman berkayu yang mempunyai nilai komersial di lahan milik
penduduk. Semakin banyak tanaman kayu yang ditanam menyebabkan luas hutan
rakyat semakin meningkat.
Program GRLK diganti menjadi KBR (kebun bibit rakyat) pada tahun 2010.
KBR dilaksanakan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam usaha
hutan rakyat dan merehabilitasi lahan kritis. Kegiatannya berupa pembuatan
persemaian. Bibit yang dihasilkan akan ditanam sendiri atau disebarkan ke desa
setempat bahkan luar desa.
Jenis Tanaman
Jenis tanaman yang dominan ditanam masyarakat yaitu sengon/alba/jeunjing.
Sengon dipilih karena cepat tumbuh sehingga masyarakat tidak menunggu terlalu
lama untuk mendapatkan hasilnya. Selain sengon, pohon berkayu lainnya yang
diusahakan adalah tanaman MPTS (multiple purpose tree species). Jenis tanaman

16
serbaguna (MPTS) adalah jenis tanaman yang menghasilkan kayu dan bukan kayu
(buah-buahan, getah, kulit) (Kemenhut 2014).
Pemerintah Kabupaten Majalengka memberikan bantuan dua jenis tanaman
kepada masyarakat, yaitu 60% tanaman kayu dan 40% tanaman MPTS. Tanaman
kayu yang diberikan yaitu sengon, jabon, mahoni, jati, suren dan gmelina.
Tanaman MPTS yang diberikan yaitu tanaman buah-buahan seperti rambutan,
sukun, durian dan mangga.
Pola Tanam Hutan Rakyat
Pola tanam hutan rakyat yang terdapat di Kecamatan Talaga dikelompokkan
menjadi monokultur dan agroforestri. Pola tanam monokultur hanya menanam
satu jenis pohon dalam suatu hamparan lahan, sedangkan pola tanam agroforestri
yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman dengan mengkombinasikan tanaman
kehutanan dan tanaman pertanian.
Sebagian besar petani menerapkan pola tanam agroforestri. Jenis tanaman
yang ditanam yaitu tanaman kehutanan dikombinasikan dengan tanaman pertanian
seperti jagung, pisang, singkong, kelapa dan kacang-kacangan. Sebagian kecil
masyarakat menerapkan pola tanam monokultur dengan jenis tanaman sengon
atau jabon. Pola tanam agroforestri lebih banyak diterapkan karena dapat
memaksimalkan produktivitas lahan dan hasil panen dapat dinikmati lebih cepat
melalui tanaman pertanian yang ditanam.
Kegiatan Pengelolaan Hutan Rakyat
Kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Talaga mayoritas hampir
sama antara satu dengan yang lainnya mulai dari pengadaan bibit sampai
penebangan. Pengadaan bibit dilakukan dengan membeli sendiri, bantuan dari
pemerintah atau berasal dari anakan alami. Pembibitan dilakukan di lahan sendiri
karena masyarakat belum memiliki areal khusus untuk persemaian. Pemeliharaan
dilakukan dengan kegiatan pemupukan di tahun pertama dan penyiangan.
Penebangan dilakukan oleh masyarakat dengan dasar tebang butuh. Kebutuhan
yang paling banyak adalah untuk membangun rumah dan kebutuhan anak sekolah.
Hasil panen biasanya digunakan sendiri atau dijual ke tetangga sekitar atau
industri penggergajian. Kayu yang dibeli dapat berupa kayu gelondongan atau
tegakan berdiri. Penebangan dan pengangkutan menjadi tanggungjawab pembeli
sepenuhnya baik dari segi tenaga maupun biaya.
Kelembagaan Hutan Rakyat
Kecamatan Talaga belum memiliki kelembagaan apapun yang mengelola
hutan rakyat. Pemerintah daerah dibawah Dishutbunnak pada tahun 2014 telah
merencanakan program asosiasi hutan rakyat. Program tersebut dibentuk untuk
mengatur sistematika pembentukan gabungan kelompok tani (GAPOKTAN) dan
sebagai wadah diskusi atau pengaduan mengenai hutan rakyat. Program asosiasi
diharapkan dapat mempermudah dan meningkatkan minat petani dalam
mengusahakan hutan rakyat dengan pengeloaan yang lebih baik.

17
Permasalahan hutan rakyat
1. Modal
Masyarakat mengusahakan hutan rakyat dengan modal swadaya dan subsidi.
Namun pemberian subsidi tersebut tidak merata, beberapa masyarakat tidak
mendapatkan subsidi sehingga harus mengeluarkan modal sendiri.
2. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia sebagai pelaku utama pengelolaan hutan rakyat masih
memiliki keterbatasan. Usaha hutan rakyat kebanyakan dilakukan oleh tenaga
kerja yang telah berusia lanjut dan memiliki pendidikan rendah sehingga
mereka kekurangan informasi dan pengetahuan mengenai pentingnya hutan
rakyat.
3. Kelembagaan atau organisasi
Kecamatan Talaga belum memiliki kelembagaan apapun yang mengelola
hutan rakyat. Luas lahan yang tidak terlalu luas menyebabkan masyarakat
secara individu mengusahakan dan menjual hasilnya secara individu pula
sehingga mereka beranggapan tidak memerlukan adanya suatu lembaga.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil interpretasi, Kecamatan Talaga memiliki delapan kelas
tutupan lahan yang terdiri atas badan air 0.50%, hutan rakyat 18.99%, hutan
tanaman 0.87%, pemukiman 13.52%, pertanian lahan kering 24.26%, sawah
25.60%, semak/belukar 5.05% dan tanah terbuka 0.57%. Hutan rakyat seluas
819.22 ha tersebar di seluruh desa dengan potensi luas terbesar di Desa Campaga
146.91 ha dan terkecil di Desa Salado 7.25 ha. Hasil uji akurasi menunjukkan
nilai overall accuracy sebesar 83.61% dan kappa accuracy sebesar 80.01%.

Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lokasi yang sama mengenai luas dan
sebaran hutan rakyat menggunakan citra resolusi tinggi agar interpretasi
visual lebih akurat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pendugaan potensi hutan
rakyat.

DAFTAR PUSTAKA
Attar M. 2000. Hutan Rakyat: Kontribusi Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Petani dan Perannya dalam Perekonomian Desa (Kasus di Desa Sumberejo,
Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah). Didik S, editor. Hutan Rakyat di Jawa
Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan

18
Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan IPB.
[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan,
Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008. Pemantauan
Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): PIPH BAPLAN DEPHUT.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Talaga dalam Angka Tahun 2014.
Majalengka (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka.
Darusman D, Hardjanto. 2006. Tinjauan ekonomi hutan rakyat. Di dalam: Djaban
T, Osly R, Ginuk S, Jamal B, Suhariyanto, Agustinus PT, editor. Seminar
Hasil Litbang Hasil Hutan, Kontribusi Hutan Rakyat dalam
Kesinambungan Industri Kehutanan; 2006 September 21; Bogor, Indonesia.
Bogor (ID): Biografika.
[Dishutbunnak] Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan. 2012. Potensi
Kehutanan dan Perkebunan. Majalengka (ID): Dishutbunnak.
Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Didik S,
editor. Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
_________. 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau
Jawa [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hindra B. 2006. Potensi dan kelembagaan hutan rakyat. Di dalam: Djaban T, Osly
R, Ginuk S, Jamal B, Suhariyanto, Agustinus PT, editor. Seminar Hasil
Litbang Hasil Hutan, Kontribusi Hutan Rakyat dalam Kesinambungan
Industri Kehutanan; 2006 September 21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):
Biografika.
Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh Untuk
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Teori dan Praktik Menggunakan Erdas
Imagine. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan 2004. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
101/Menhut-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman
untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas. Jakarta (ID):
Kemenhut.
__________. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.87/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin
Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran
Sungai. Jakarta (ID): Kemenhut.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Dulbahri, Prapto S, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, editor.
Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote
Sensing and Image Interpretation.
Mentari B. 2013. Identifikasi karakteristik dan pemetaan klasifikasi tutupan lahan
menggunakan citra landsat 8 (OLI) di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.

19
Prahasta E. 2009. Sistem Informasi Geografis: Konsep-Konsep Dasar (Perspektif
Geodesi dan Geomatika). Bandung (ID): Informatika.
Saleh HE. 2004. Rencana pemanfaatan lahan kering untuk pengembangan usaha
peternakan ruminansia dan usaha tani terpadu di Indonesia [skripsi]. Medan
(ID): Universitas Sumatera Utara.
Suhardjito. 2000. Hutan Rakyat: Kreasi Budaya Bangsa. Didik S, editor. Hutan
Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan IPB.
[USGS] United States Geological Survey (US). 2013. Landsat 8 History.
[Internet]. September 2014; [diunduh 2014 Desember 03]. Tersedia pada
http://landsat.usgs.gov/aboutldcm.php.

20
Lampiran 1 Data jumlah penduduk Kecamatan Talaga tahun 2014
Desa
Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa)
Gunungmanik
1630
1521
Ganeas
928
955
Salado
1051
990
Kertarahayu
474
407
Argasari
1505
1380
Mekarraharja
1550
1499
Sukaperna
925
973
Jatipamor
1679
1568
Cicanir
856
876
Talagawetan
2934
2919
Talagakulon
2980
2892
Cikeusal
828
816
Cibeureum
842
860
Campaga
997
964
Lampuyang
1275
1237
Margamukti
976
997
Mekarhurip
773
730
Jumlah
22 203
21 584
Sumber: BPS Kab.Majalengka 2014

Jumlah (jiwa)
3151
1883
2041
881
2885
3049
1898
3247
1732
5853
5872
1644
1702
1961
2512
1973
1503
43 787

21
21
Lampiran 2 Data mata pencaharian di Kecamatan Talaga tahun 2014
Pertambangan
Listrik, gas Buruh
Angkutan dan
Desa
Pertanian
Industri
dan penggalian
dan air
bangunan telekomunikasi
Margamukti
128
3
14
26
Cibeureum
287
9
2
22
15
Cikeusal
372
3
13
20
Jatipamor
504
6
10
26
Cicanir
127
3
9
21
Campaga
915
4
26
30
Lampuyang
1430
10
32
20
28
Mekarraharja
2012
35
450
2
22
35
Talagakulon
122
7
68
2
28
152
Talagawetan
457
140
2
30
60
Salado
120
12
5
26
Argasari
527
10
14
49
Gunungmanik
1060
7
30
12
30
Ganeas
482
1
1
4
28
Sukaperna
331
3
2
8
30
Kertarahayu
232
1
2
14
Mekarhurip
Data masih bergabung dengan Desa Campaga

Jasa

Lainnya

23
24
26
21
22
58
66
47
197
302
21
23
62
18
48
11

116
181
325
300
152
440
422
560
625
230
40
640
625
155
32
30

Sumber: BPS Kab.Majalengka 2014

21

22
22
Lampiran 3 Contoh perhitungan uji akurasi
N
Xii
�(� �=1 � � � �=1 � )
Overall accuracy
Kappa accuracy

= 61
= 51
= 669
= 83.61%
= 80.01%

a. UA (%) badan air

= ∗ 100% = 100.00%
4

b. UA (%) sawah
c. PA (%) hutan tanaman
d. PA (%) semak/belukar

4

6

= ∗ 100% = 66.67%
9
1

= ∗ 100% = 100.00%
=

1
4
8

� 100% = 50.00%

e. Xii
f. �(� �=1 � � � �=1 � )

= 4 + 17 + 1 + 7 + 10 + 6 + 4 + 2 = 51
= (4*6) + (18*18) + (1*1) + (8*7) + (14*11) +

g. Overall accuracy (%)

=

h. Kappa accuracy (%)

=

(9*8) + (4*8) + (3*2)
= 669
51

∗ 100% = 83.61%

61
61∗ 51 − 669
612 − 669

∗ 100% = 80.01%

23
23
Lampiran 4 Tabel sebaran hutan rakyat di Kecamatan Talaga tahun 2013
Tutupan Lahan
Desa
Badan air Hutan rakyat Hutan tanaman Pemukiman PLK
Margamukti
69.26
36.40
136.67
Mekarhurip
38.11
13.84
98.59
Mekarraharja
9.34
84.07
63.83
99.85
Sukaperna
21.60
30.66
59.48
Campaga
8.94
146.91
40.32
118.62
Talagakulon
2.50
61.28
63.54
16.12
Talagawetan
0.83
23.67
77.10
Ganeas
19.62
21.03
Salado
7.25
11.30
Lampuyang
69.22
46.76
97.39
Cibeureum
28.75
22.96
8.02
Cikeusal
53.85
16.14
31.53
Cicanir
24.77
17.40
Jatipamor
20.60
34.61
Argasari
35.91
24.99
93.36
Gunungmanik
54.13
37.67
47.04
190.45
Kertarahayu
60.22
15.32
96.40
Jumlah
21.60
819.22
37.67
583.24
1046.49

Sawah
21.62
9.09
59.87
49.13
112.50
10.25
31.60
36.82
28.36
81.46
93.80
200.73
43.29
158.33
82.88
71.44
12.93
1104.10

Semak/belukar
39.57
15.37
28.88
2.31
21.74
2.99
3.73
0.38
44.25
26.81
7.32
1.62
1.71
15.57
5.75
218.00

Tanah terbuka
9.77
4.21
2.27
0.95
0.47
2.