Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Gis Di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014

PEMETAAN POTENSI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN
TEKNIK GIS DI KECAMATAN SAMBIREJO
KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2014

ABDUL AZIZ MUZAKKI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemetaan Potensi
Hutan Rakyat Menggunakan Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo Kabupaten
Sragen Tahun 2014” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Abdul Aziz Muzakki
NIM E14100073

ABSTRAK
ABDUL AZIZ MUZAKKI. Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan
Teknik GIS di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014. Dibimbing
oleh SRI RAHAJU.
Peningkatan permintaan kayu menjadi peluang tumbuhnya potensi hutan
rakyat. Guna mendukung pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan diperlukan
ketersediaan data aktual. Penelitian ini mengidentifikasi potensi aktual hutan
rakyat di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen melalui teknik inventarisasi
berbasis sistem infomasi geografis (GIS). Tujuan utama penelitian ini adalah
untuk menghitung, memetakan, dan menganalisis sebaran potensi hutan rakyat
menggunakan citra Landsat 8 (OLI). Metode pengambilan data potensi tegakan
dilakukan secara purpossive sampling, sedangkan klasifikasi tutupan lahan dan
analisis sebaran luas hutan rakyat dilakukan melalui interpretasi visual. Hasil
interpretasi visual citra Landsat 8 (OLI) menghasilkan 7 kelas tutupan lahan

meliputi badan air, hutan negara, hutan rakyat, lahan terbangun, rumput, sawah,
dan tambang. Hutan rakyat memiliki luas lahan sebesar 1307.08 ha dengan nilai
potensi per hektar sebesar 58.34 m3/ha dan potensi total sebesar 76 249.67 m3.
Kata kunci: hutan rakyat, interpretasi visual, pemetaan, potensi tegakan, sistem
informasi geografis

ABSTRACT
ABDUL AZIZ MUZAKKI. Potential Mapping of Community Forests Using GIS
Techniques in District Sambirejo Sragen 2014. Supervised by SRI RAHAJU.
Increasing demand for timber into the potential growth opportunities of
community forests. In order to support sustainable community forest management
needed availability of actual data. This study identifies the actual potential of
community forest in district Sambirejo, Sragen through inventory techniques
based on geographic information system (GIS). The main purpose of this research
is to calculate, mapping, and analyzing distribution of community forests potency
using Landsat 8 (OLI). Methods of data collection of standing stock done by
purpossive sampling, while the land cover classification and analysis of the
distribution of forest area is done through visual interpretation. The result of the
visual interpretation of Landsat 8 (OLI) produces 7 land cover classes include
water bodies, state’s forest, community forests, urban land, grass, fields, and

mines. The community forest has a land area of 1307.08 ha with standing stock
per hectare of 58.34 m3/ha and standing stock total of 76 249.67 m3.
Keywords: community forest, visual interpretation, mapping, standing stock,
geographical information system

PEMETAAN POTENSI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN
TEKNIK GIS DI KECAMATAN SAMBIREJO
KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2014

ABDUL AZIZ MUZAKKI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah
pemetaan, dengan judul Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik
GIS di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen Tahun 2014.
Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah (Zaenal Arifin, S Pd
I), Ibu (Siti Zumrotus Solichah), Adik-adik (M. Rofiqul Muhtar Fuaddzi dan Rizqi
Maulana Syukri) serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat, dukungan, dan
kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra Sri Rahaju, M Si
selaku pembimbing atas segala bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasi dalam
proses penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Dr Ujang Suwarna, S Hut, M ScF atas bimbingan dan saran dalam
penulisan karya ilmiah ini, Bapak Dr Ir Yulius Hero, M Sc selaku ketua sidang
dan Bapak Dr Ir Iwan Hilwan, M S selaku dosen penguji dalam sidang
komprehensif atas kritik, saran, nasehat, dan motivasi yang diberikan kepada
penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada Bapak Edy Suhartono sekeluarga, Bapak Hardo, Bapak
Hasan, dan Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen atas segala dukungan dan arahan
saat melakukan penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Indri Setyawanti, S Hut;
Dian Iswahyudi, S Hut; rekan satu bimbingan skripsi (Resi Roisah H, S Hut dan
Riyma Maysa, S Hut), Cahya Faisal Reza, S Hut, keluarga Manajemen Hutan 47,
dan para member of Hikari serta seluruh pihak yang telah membantu dalam
penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Abdul Aziz Muzakki

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Bahan

2

Alat

3

Prosedur Analisis Data


3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi

7
7

Klasifikasi Tutupan Lahan di Kecamatan Sambirejo

10

Potensi Hutan Rakyat di Kecamatan Sambirejo

11

Perbandingan Potensi Hutan Rakyat Swadaya dan Subsidi

15


Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat

18

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20


LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Karakteristik band Citra Landsat 8
Distribusi plot contoh pada masing-masing areal
Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2007
Tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014
Rata-rata potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur dan kelas

diameter di Kecamatan Sambirejo
6 Potensi hutan rakyat pada tiap desa

3
6
9
11
13
19

DAFTAR GAMBAR
1 Peta sebaran plot contoh dan tampilan visual Citra Landsat 8 komposit
pada lokasi penelitian
2 Lokasi penelitian
3 Peta tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014
4 Kurva struktur tegakan jati di Kecamatan Sambirejo
5 Perbandingan potensi hutan rakyat swadaya dan subsidi
6 Peta sebaran hutan rakyat Kecamatan Sambirejo

5
8
10
14
16
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur pada setiap desa di
Kecamatan Sambirejo
2 Rekapitulasi luas kelas tutupan hutan dan lahan tiap desa di Kecamatan
Sambirejo
3 Klasifikasi tutupan hutan dan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun
2014
4 Dokumentasi kegiatan penelitian

21
22
23
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dinamika pengelolaan hutan di Indonesia terus mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu. Sebelum Indonesia merdeka pengelolaan hutan cenderung
menjadi monopoli para penguasa kolonial, setelah sekian tahun Indonesia
merdeka pengelolaan hutan bukan lagi menjadi hak mutlak penguasa. Hal ini
ditandai dengan munculnya peraturan tentang otonomi daerah yang mempertegas
kewenangan daerah (kabupaten/kota) untuk mengelola hutannya sendiri. Sejalan
dengan otonomi daerah maka diciptakan program pengelolaan hutan bersama
masyarakat yang memiliki tujuan utama meningkatkan taraf hidup masyarakat
melalui pendayagunaan hasil hutan. Munculnya pengelolaan hutan berbasis
masyarakat mendorong berkembangnya hutan rakyat khususnya di Pulau Jawa.
Hutan rakyat mulai dikenal secara luas khususnya di Pulau Jawa, setelah
dilaksanakan proyek penghijauan yang bersumber dari dana APBN dan Inpres
pada tahun 1975/1976 (Zain 1998). Awal pembangunan hutan rakyat lebih
diarahkan untuk memperbaiki lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan
dan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Seiring
perkembangannya, dinamika hutan rakyat menunjukkan progress yang positif.
Permintaan kayu yang cenderung meningkat seiring bertambahnya jumlah
penduduk menyebabkan beban yang harus ditanggung hutan alam dan hutan
tanaman industri juga bertambah. Namun tidak demikian bagi hutan rakyat, hal
tersebut justru menjadi peluang untuk tumbuh kembangnya pengusahaan hutan
rakyat.
Data statistik kehutanan tahun 2011 menyatakan luas realisasi rehabilitasi
lahan pada hutan rakyat terus mengalami peningkatan dari semula 127 532 ha
pada tahun 2007 menjadi sebesar 403 741 ha pada tahun 2011. Kontribusi hutan
rakyat dalam produksi kayu bulat nasional mencapai 2 828 037 m3 atau sekitar
5.96% dari total produksi nasional pada tahun 2011. Jumlah tersebut cukup tinggi
jika dibandingkan dengan pasokan kayu dari hutan alam yang hanya mencapai
10.72%, padahal luas hutan alam sangat besar. Potensi hutan rakyat sebagai salah
satu pemasok kebutuhan kayu nasional tentu akan mengurangi beban hutan alam
dan secara tidak langsung turut menjaga kelestarian hutan alam.
Kecamatan Sambirejo merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten
Sragen Provinsi Jawa Tengah. Wilayah tersebut merupakan bagian dari wilayah
kelola hutan rakyat oleh Kelompok Tani Wana Rejo Asri. Kelompok Tani Wana
Rejo Asri merupakan salah satu unit manajemen hutan rakyat yang telah
tersertifikasi Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) sejak tahun 2009. Pengelolaan
hutan yang berkelanjutan akan menentukan keberhasilan upaya peningkatan
potensi hasil hutan pada hutan rakyat. Untuk mewujudkan pengelolaan yang
berkelanjutan diperlukan rencana strategi pengelolaan yang didukung dengan
ketersediaan data potensi aktual mengenai kondisi hutan rakyat tersebut.
Data potensi dapat diperoleh melalui kegiatan inventarisasi potensi hutan
rakyat, namun akan memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar jika
dilakukan secara sensus. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan
kegiatan sampling dan penggunaan teknologi penginderaan jauh dari sistem

2
informasi geografis agar dapat mengidentifikasi kondisi fisik hutan rakyat secara
cepat, akurat, efisien, dan meliputi cakupan yang luas serta dengan biaya yang
relatif murah. Guna menunjang pengelolaan hutan rakyat yang berkelanjutan perlu
dilakukan penelitian terkait pemetaan potensi hutan rakyat berbasis sistem
informasi geografis di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan dan memperoleh informasi
aktual terkait potensi dan sebaran luas lahan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo,
Kabupaten Sragen menggunakan teknik GIS, kemudian menghitung dan
menganalisis data potensi yang terdapat pada hutan rakyat tersebut.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sebaran
potensi hutan rakyat tersertifikasi swadaya dan hutan rakyat tersertifikasi subsidi
kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Sragen dan Kelompok Tani Wana Rejo Asri
agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana
pengelolaan potensi hutan rakyat maupun dalam hal penggunaan lahan, di
Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah prapengolahan citra yang dilaksanakan di laboratorium remote sensing dan GIS,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2014. Tahap kedua
yaitu pengambilan data lapangan yang dilaksanakan di hutan rakyat Kecamatan
Sambirejo, Kabupaten Sragen pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014.
Tahap ketiga adalah pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Remote
Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor pada bulan September sampai dengan November 2014.

Bahan
Bahan yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh dari pengukuran dan observasi langsung di lapangan.
Data primer yang berhasil diperoleh meliputi jenis pohon, diameter pohon
setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jumlah pohon (N), koordinat titik
pusat plot, dan dokumentasi tutupan lahan di lokasi penelitian serta data Citra
Landsat 8 wilayah Kecamatan Sambirejo (Path/Row 119/65) tanggal perekaman
24 September 2014. Data sekunder yang digunakan meliputi informasi mengenai

3
keadaan umum lokasi penelitian, data rekapitulasi hasil inventarisasi hutan rakyat
tahun 2009, dan data vektor digital berupa peta batas administrasi Kabupaten
Sragen (batas desa dan kecamatan), peta jaringan jalan dan peta jaringan sungai
Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Global Positioning
System (GPS), Suunto klinometer, kalkulator, pita ukur, kamera digital, alat tulis,
tally sheet, dan seperangkat laptop yang dilengkapi dengan software ERDAS
Imagine 9.1, ArcGis 9.3, Microsoft Excel 2010, dan Microsoft Word 2010.

Prosedur Analisis Data
Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi pengumpulan literatur yang berkaitan dengan
topik penelitian dan data sekunder seperti data Citra Landsat 8 (OLI), peta batas
administrasi dan peta jaringan jalan serta jaringan sungai Kecamatan Sambirejo,
Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah.
Pra-Pengolahan Citra
Pra-pengolahan citra merupakan langkah awal sebelum dilakukan
pengolahan citra lebih lanjut. Pada tahapan ini terdiri proses Layer Stack,
Rektifikasi, Pansharpening, dan Subset Image.
Layer Stack
Proses layer stack merupakan proses penggabungan beberapa band pada citra
sehingga terbentuk band citra komposit. Tabel 1 menyajikan karakteristik setiap
band pada landsat 8.

1.

Tabel 1 Karakteristik band Citra Landsat 8
Panjang gelombang
Saluran band
(μm)
Band 1 – Coastal Aerosol
0.43 – 0.45
Band 2 – Blue
0.45 – 0.51
Band 3 – Green
0.53 – 0.59
Band 4 – Red
0.64 – 0.67
Band 5 – Near Infrared (NIR)
0.85 – 0.88
Band 6 – SWIR 1
1.57 – 1.65
Band 7 – SWIR 2
2.11 – 2.29
Band 8 – Panchromatic
0.50 – 0.68
Band 9 – Cirrus
1.36 – 1.38
Band 10 – Thermal Infrared (TIRS) 1
10.6 – 11.19
Band 11 – Thermal Infrared (TIRS) 2
11.5 – 12.51
Sumber : USGS (2013)

Resolusi spasial
(m)
30
30
30
30
30
30
30
15
30
100
100

4
Citra landsat 8 (OLI) memiliki sensor Onboard Operational Land Imager
(OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11
buah. Diantara kanal-kanal terse ut kanal an
9) berada pada OLI dan 2
lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS itra komposit merupakan ga ungan ari
an
7 dan band 9. Citra komposit yang telah terbentuk merupakan citra yang
telah dikonversi format datanya dari format TIFF menjadi img.
2.

Rektifikasi
Rektifikasi atau koreksi geometris diperlukan untuk membetulkan kesalahan
pada citra yang terjadi pada saat perekaman. Purwadhi (2001) menyatakan tujuan
koreksi geometris adalah melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi
(pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografis.
Rektifikasi adalah suatu proses melakukan transformasi data dari satu sistem
grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Oleh karena posisi piksel pada
citra output tidak sama dengan posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel
yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-resampling kembali.
Resampling adalah suatu proses melakukan ekstrapolasi nilai data untuk pikselpiksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel citra aslinya (Jaya 2010).
Citra Landsat 8 telah mengalami orthorektifikasi Level 1T-precision atau
sudah direktifikasi dengan data Digital Elevation Model (DEM) dari Global Land
Surveys 2000 sehingga dalam pada tahapan ini hanya dilakukan reproject citra
untuk mendefinisikan sistem proyeksi citra menjadi Universal Transverse
Mercator (UTM) zona 49S dengan menggunakan datum World Geographic
System 84 (WGS 84).
Pansharpening
Pansharpening merupakan bagian dari penajaman spasial citra (spasial
enhancement). Penelitian ini menggunakan metode analisis visual citra (digitasi
on screen). Pada proses pansharpening dilakukan penggabungan resolusi
(resolution merge) spasial band-band (band
7, dan 9) pada citra komposit
(30mx30m) dengan resolusi spasial pada band 8 (15mx15m). Hal ini bertujuan
untuk memperjelas perbedaaan yang ditunjukkan oleh elemen penafsiran citra.
3.

Subset Image
Subset image merupakan proses pemotongan citra sesuai dengan batas
administrasi lokasi penelitian. Pada penelitian ini pemotongan citra dilakukan
dengan menggunakan peta batas administrasi Kecamatan Sambirejo, Kabupaten
Sragen.
4.

Penafsiran Visual Citra
Pada tahapan ini dilakukan penafsiran citra berdasarkan kenampakan visual
yang ditunjukkan citra (digitasi on screen). Penafsiran visual citra bertujuan untuk
mengklasifikasikan tutupan lahan yang ada di Kecamatan Sambirejo. Klasifikasi
dilakukan berdasarkan perbedaan yang ditunjukkan oleh elemen penafsiran citra
seperti warna (tone), bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, dan asosiasi.
Klasifikasi tutupan lahan yang diperoleh adalah areal hutan dan areal tidak
berhutan (sawah, lahan terbangun, badan air, dan tambang).

5
Peletakan Plot Contoh dan Pengambilan Data Lapangan
Plot contoh diletakkan pada dua areal yaitu areal hutan dan areal non hutan
yang menyebar di setiap desa di Kecamatan Sambirejo. Penentuan sebaran plot
contoh areal hutan memperhatikan luas hutan yang ada di setiap desa. Penentuan
jumlah plot contoh dilakukan secara purpossive sampling dengan
mempertimbangkan aksesibilitas (keterjangkauan areal) dan keterwakilan areal.
Sebaran plot contoh dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta sebaran plot contoh dan tampilan visual Citra Landsat 8
komposit pada lokasi penelitian
Pengambilan data lapangan dilakukan dengan membuat plot berbentuk
lingkaran dengan panjang jari-jari 17.8 m dan luas plot 0.1 ha. Plot tersebut
khususnya digunakan untuk pengambilan data potensi hutan rakyat. Data yang
diambil meliputi koordinat titik pusat plot contoh, jenis pohon, diameter pohon
setinggi dada (Dbh), tinggi pohon bebas cabang (Tbc), dan dokumentasi terkait
kondisi lapang di dalam atau sekitar plot contoh. Jumlah plot contoh total
sebanyak 53 plot dengan rincian 30 plot pada areal hutan dan 23 plot pada areal
non-hutan. Distribusi plot contoh disajikan pada Tabel 2.

6
Tabel 2 Distribusi plot contoh pada masing-masing desa
Nama desa
Sambirejo
Sambi
Jambeyan
Kadipiro
Sukorejo
Jetis
Musuk
Dawung
Blimbing
Jumlah

Sumber pendanaan hutan
Subsidi GERHAN
Subsidi GERHAN
Subsidi GERHAN
Subsidi GERHAN
Subsidi GERHAN
Swadaya
Swadaya
Swadaya
-

Jumlah plot contoh
9
7
8
7
3
4
7
6
2
53

Pendugaan Potensi Tegakan Hutan Rakyat
Pendugaan potensi hutan rakyat dihitung berdasarkan data primer hasil
pengukuran dimensi pohon di lapangan. Data tersebut kemudian digunakan untuk
menghitung parameter-parameter tegakan untuk memperoleh volume pohon.
Persamaan yang digunakan untuk menduga potensi tegakan adalah sebagai berikut.
1.

Volume tegakan per hektar
i

h

t

f

n

tegakan plot

∑ i
i

tegakan plot
l

tegakan ha
Keterangan:

Vi

= Volume pohon ke-i (m³)
= Konstanta (3,14)
dbh
= Diameter pohon setinggi dada (m)
tbc
= Tinggi bebas cabang pohon (m)
f
= Faktor angka bentuk (0,759)
l
= Luas plot contoh (0,1 ha)
tegakan plot = Volume tegakan per plot (m3/plot)

2.

Rata-rata potensi tegakan (populasi)
Rata-rata (mean) potensi tegakan ӯ) iperoleh engan ara membagi jumlah
seluruh potensi tegakan per plot ∑ni
i ) dengan jumlah seluruh plot ukur (n).
Dalam hal ini rata-rata populasi diduga dari rata-rata contoh.
ӯ

∑ni

i

n

7
3. Ragam populasi
Ragam populasi (σ2) diduga dari ragam contoh (
contoh sebagai berikut.
=



(∑

). Adapun rumus ragam

)

Ragam rata-rata contoh ( ):

ӯ

n

n

(

)

n

ӯ

n

adalah factor koreksi populasi (N) terbatas (fpc : finite
population corrector) yang umumnya diabaikan apabila

.

4. Simpangan baku rata-rata contoh
Simpangan baku rata-rata contoh ( ) merupakan akar kuadrat dari ragam
rata-rata contoh ( ).
n

ӯ √ ӯ
ӯ
√n

5. Selang kepercayaan (1-α)100% bagi nilai tengah atau rata-rata populasi
Selang kepercayaan bagi rata-rata populasi ( ) dihitung menggunakan nilai tstudent untuk tingkat kepercayaan 95% (t = 1.96).
ӯ

tα⁄

6. Penduga total populasi (Ŷ)
Ŷ

n

ӯ

ӯ

7. Kesalahan sampling (sampling error, SE)
tα⁄

n

ӯ

ӯ

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Letak Geografis
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah memiliki
luas wilayah sebesar 4843 ha atau sekitar 5.14% dari luas keseluruhan Kabupaten
Sragen (94 155 ha). Berdasarkan letak geografis, wilayah Kecamatan Sambirejo

8
era a pa a titik koor inat 7º 7’ ” 7º ’ ” L an
º4’ ”
º ’ ” BT
Secara administratif, Kecamatan Sambirejo memiliki 9 desa yang terdiri atas 157
dukuh. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Gondang dan bagian barat
berbatasan dengan Kecamatan Kedawung, sedangkan bagian selatan dan timur
secara beturut-turut berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar dan
Provinsi Jawa Timur (BPS Kabupaten Sragen 2014). Peta lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi penelitian
Iklim dan Topografi
Keadaan topografi Kecamatan Sambirejo memiliki ketinggian tempat 109
191 mdpl. Kondisi topografi tersebut menyebabkan kecamatan Sambirejo
memiliki temperatur sedang engan suhu rata-rata se esar º

dan curah
hujan rata-rata sebesar 2521 mm per tahun serta jumlah hari hujan sebesar 94 hari
per tahun (BPS Kabupaten Sragen 2014).
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo pada tahun 2013 didominasi
oleh lahan sawah sebesar 1489.49 ha (23,54%). Secara umum pola penggunaan
lahan tersebut meliputi sawah, tegal, pekarangan, dan lain-lain. Sawah dibedakan
menjadi sawah teknis, sawah setengah teknis, dan sawah tadah hujan. Sementara
lahan tipe hutan yang merupakan hutan rakyat terdistribusi pada lahan tegal dan
pekarangan dengan total luas hutan rakyat sebesar 1307.08 ha. Penggunaan lahan
di Kecamatan Sambirejo secara rinci tersaji dalam Tabel 3.

9
Tabel 3 Penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo tahun 2013
Jenis penggunaan lahan
Sawah irigasi teknis
Sawah irigasi setengah teknis
Sawah irigasi sederhana
Sawah tadah hujan
Bangunan
Tegal/kebun
Padang rumput
Tambak/kolam
Hutan Negara
Perkebunan Negara/swasta
Lain-lain

Luas (ha)
598.75
501.53
349.59
39.62
1430.57
922.54
1.50
2.50
155.00
370.00
470.91

Sumber: BPS Kabupaten Sragen 2014

Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat
Masyarakat di Kecamatan Sambirejo sebagian besar bermatapencaharian
sebagai petani. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat terdiri dari
dua jenis yaitu pertanian sawah atau tanaman semusim dan pertanian kayu atau
hutan rakyat. Tanaman yang dibudidayakan oleh petani sawah merupakan
tanaman semusim seperti palawija dan padi. Petani hutan membudidayakan jenis
tanaman jati (Tectona grandis), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni
(Swietenia mahagoni), akasia (Acacia mangium), gmelina (Gmelina arborea) dan
beberapa jenis tanaman buah. Tanaman jati merupakan jenis paling dominan
dengan persentase rata-rata sebesar 87.16% dari total tanaman per hektar. Selain
jenis jati, persentase rata-rata tanaman yang tumbuh kurang dari 10% per hektar.
Tanaman seperti sengon, mahoni, akasia, dan gmelina secara berturut-turut
memiliki persentase tumbuh per hektar sebesar 6.42%, 5.25%, 0.7%, dan 0.47%.
Hasil dari pertanian sawah digunakan untuk memenuhi kebutuhan seharihari, sedangkan hasil dari pertanian kayu cenderung digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat eventual seperti membuat rumah baru, menyelenggarakan
hajatan, menyekolahkan anak, dan sebagainya. Selain bertani, masyarakat juga
beternak ayam, kambing, atau sapi. Hasil peternakan tersebut juga digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Perkembangan profesi masyarakat turut mendorong perkembangan
kelembagaan yang ada di masyarakat. Para petani baik petani sawah maupun
petani hutan terdaftar dalam keanggotaan organisasi kelompok tani. Khusus petani
hutan memiliki lembaga Wana Rejo Asri (WARAS). WARAS merupakan
perkumpulan kelompok tani hutan lestari yang sudah memperoleh sertifikasi
hutan rakyat dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) sejak tahun 2009. Fungsi
utama dari WARAS adalah sebagai wadah bagi aspirasi petani sekaligus menjadi
akses penghubung terhadap implementasi kebijakan pemerintah terkait hutan
rakyat.

10
Klasifikasi Tutupan Lahan di Kecamatan Sambirejo
Data penutupan lahan merupakan bagian dari sistem informasi kehutanan,
data tersebut merupakan bahan pendukung dalam penyusunan informasi
kehutanan. Data kondisi penutupan lahan harus selalu diperbaharui secara
periodik untuk memantau perubahan penutupan lahan secara kontinyu, agar dapat
memberikan masukan yang tepat dalam pengelolaan hutan Indonesia (BAPLAN
2008). Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini sekaligus mencoba
memberikan informasi penutupan lahan di Kecamatan Sambirejo. Klasifikasi
penutupan lahan dilakukan berdasarkan data Citra Landsat 8 dan interpretasi citra
dilakukan secara visual (digitizing on screen).
Klasifikasi tutupan lahan umumnya merujuk pada kriteria tutupan hutan dan
lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Klasifikasi tersebut terdiri
dari 23 kelas penutupan hutan dan lahan. Hasil klasifikasi tutupan hutan dan
lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014 merupakan hasil modifikasi yang
merujuk pada peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011. Berdasarkan klasifikasi
tutupan lahan BAPLAN tahun 2011, Kecamatan Sambirejo memiliki lima kelas
tutupan lahan meliputi hutan tanaman, perkebunan, pemukiman, sawah, dan
pertanian lahan kering. Kelas tutupan hutan dan lahan tersebut didominasi oleh
tutupan lahan pertanian lahan kering. Gambar 3 merupakan peta kelas tutupan
lahan berdasarkan Citra Landsat 8 (OLI) yang memiliki 7 kelas tutupan lahan.

Gambar 3 Peta tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014

11
Klasifikasi tutupan lahan hasil interpretasi Citra Landsat 8 (OLI) tahun 2014
berbeda dengan klasifikasi tutupan lahan oleh BAPLAN tahun 2011. Hal ini
disebabkan pada penelitian ini klasifikasi tutupan lahan dititikberatkan pada hutan
rakyat yang ada di areal penelitian. Hasil overlay Citra Landsat 8 (OLI) dengan
peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011 menunjukkan bahwa hutan rakyat di
Kecamatan Sambirejo (peta tutupan lahan tahun 2014) mayoritas berada pada
kelas pertanian lahan kering (peta tutupan lahan BAPLAN tahun 2011).
Gambar 3 menyatakan sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Sambirejo
pada tahun 2014. Kelas tutupan lahan tahun 2014 meliputi badan air, hutan negara,
hutan rakyat, lahan terbangun, rumput, sawah, dan tambang. Data luasan tiap
kelas tutupan lahan disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Tutupan lahan Kecamatan Sambirejo tahun 2014
Tutupan lahan
Badan air
Hutan negara
Hutan rakyat
Lahan terbangun
Rumput
Sawah
Tambang
Jumlah

Luas (ha)

Presentase (%)

45.96
312.27
1307.08
1440.23
4.89
1721.99
10.59

0.95
6.45
26.99
29.74
0.10
35.56
0.22
100.00

4843.00

Tabel 4 menunjukkan lahan sawah mendominasi dengan luas lahan
mencapai 1721.99 ha atau 35.56% dari luas total lahan di Kecamatan Sambirejo.
Sementara luas hutan rakyat (hutan rakyat tegalan dan pekarangan) adalah sebesar
1307.08 ha atau sebesar 26.99% dari luas total lahan yang ada di Kecamatan
Sambirejo. Kondisi tutupan lahan tersebut menunjukkan bahwa hutan rakyat
belum menjadi pencaharian utama bagi mayoritas masyarakat Kecamatan
Sambirejo.

Potensi Hutan Rakyat di Kecamatan Sambirejo
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menjelaskan bahwa berdasarkan
kepemilikan, hutan di Indonesia dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu hutan
negara dan hutan hak. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah. Hutan hak yang dibebani hak atas tanah lazim disebut
hutan rakyat. Menurut Hardjanto (1990) dalam Fakultas Kehutanan (2000), hutan
rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh
kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Hutan rakyat
ini di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total seluruh hutan, ini tetap
penting karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan
masyarakat, juga penting bagi pemiliknya sebagai sumber penghasil kayu maupun
sumber pendapatan rumah tangga, disamping hasil-hasil lain seperti buah-buahan,
daun, kulit kayu, biji dan sebagainya.

12
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.03/MenhutV/2004 telah mengatur ketentuan luasan dan presentase tutupan tajuk pada hutan
rakyat. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang
tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar
kawasan hutan negara dengan ketentuan luas minimum sekitar 0.25 ha dan
penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%.
Tujuan dibangun hutan rakyat adalah sebagai upaya rehabilitasi lahan dan
meningkatkan produktivitas lahan melalui hasil hutan kayu maupun hasil hutan
bukan kayu, serta memberikan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat dan kualitas lingkungan.
Potensi hutan rakyat yang terdapat di Kecamatan Sambirejo tersebar hampir
di setiap desa. Desa Blimbing merupakan satu-satunya desa yang tidak memiliki
lahan hutan rakyat karena fokus pada sektor pertanian. Hutan rakyat yang tersebar
di delapan desa lainnya merupakan lahan milik yang didalamnya ditanami
berbagai tanaman pertanian dan kehutanan secara tumpangsari. Berdasarkan
tempat tumbuhnya, hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo terdiri atas dua tipe
hutan rakyat yaitu hutan rakyat pekarangan dan hutan rakyat tegalan.
Potensi Tegakan Jati
Tegakan jati di Kecamatan Sambirejo mayoritas merupakan hasil dari
program pemerintah Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN).
GERHAN merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang bertujuan untuk
mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana alam
banjir, tanah longsor dan kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif,
sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin
keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, serta memberikan manfaat yang
nyata bagi masyarakat (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat 2003
dalam Aryadi 2012 ). Program GERHAN yang ada di Kecamatan Sambirejo
dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004. Hutan rakyat yang tersebar di delapan
desa dibangun dari subsidi GERHAN, kecuali Desa Jetis, Musuk, dan Dawung
yang hutan rakyatnya dibangun secara kombinasi swadaya dan subsidi. Kelima
desa lainnya yaitu Sambirejo, Sambi, Jambeyan, Kadipiro, dan Sukorejo memiliki
hutan rakyat hasil program GERHAN.
Potensi tegakan jati rata-rata per hektar sebesar 58.34 m3/ha dan potensi
total sebesar 76 249.67 m3 dengan selang rata-rata potensi tegakan jati berada
diantara 49.01 m3/ha hingga 67.66 m3/ha. Hasil analisis tersebut mengandung
kesalahan penarikan contoh (sampling error) sebesar 15.99%, artinya hasil
tersebut memiliki ketelitian sebesar 84,01% dalam menduga potensi tegakan jati
yang ada di Kecamatan Sambirejo. Menurut Sutarahardja (1999) kesalahan
penarikan contoh dalam kegiatan sampling masih dianggap tepat dalam
pendugaan bila tidak lebih dari 20%. Nilai sampling error dari hasil analisis
potensi tegakan jati di Kecamatan Sambirejo masih dianggap tepat karena
memiliki nilai sebesar 15.99%. Simon (2000) menjelaskan bahwa bias dari
sampling dapat timbul bila beberapa bagian populasi yang diambil sebagai contoh
tidak dimasukkan dalam perhitungan, misalnya karena jatuh di tempat yang sulit
dijangkau dan secara sistematis lalu diganti dengan unit-unit yang lebih mudah
dijangkau. Begitu juga pada penelitian ini dijumpai titik pengamatan yang sulit

13
dijangkau sehingga dilakukan penggantian titik pengamatan pada lokasi lain yang
lebih mudah dijangkau.
Potensi Tegakan Jati berdasarkan Kelas Umur dan Kelas Diameter
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan mayoritas tegakan jati di
Kecamatan Sambirejo berada pada kelas umur I dan kelas umur II. Pengolahan
data primer juga menunjukkan hal yang sama yaitu jumlah pohon per hektar
paling banyak ditunjukkan pada kelas umur I dan kelas umur II. Tabel 5
menyajikan nilai rata-rata potensi tegakan pada setiap kelas umur dan kelas
diameter secara lengkap.
Tabel 5 Rata-rata potensi tegakan jati berdasarkan kelas umur dan kelas diameter
di Kecamatan Sambirejo
Kelas
Umur
I
II
III
IV
V

Kelas
Diameter
(cm)

Volume/pohon
(m3/pohon)

Volume/plot
(m3/plot)

Volume/ha
(m3/ha)


11 - 20
11 - 20
21 - 30
21 - 30
31 - 40
31 - 40
41 - 50
41 - 50
>50

0.02
0.07
0.11
0.24
0.37
0.47
0.78
0.72
0.80
1.03

0.49
1.66
1.97
1.02
0.01
0.05
0.16
0.02
0.03
0.03

4.94
16.60
19.68
10.17
0.12
0.47
1.55
0.24
0.27
0.34

Tabel 5 menunjukkan bahwa setiap kelas umur terdiri atas dua kelas
diameter ang er e a elas umur erisi tegakan pa a kelas iameter ≤
m
an
m elas iameter ≤
m memiliki nilai potensi rata-rata tiap pohon
0.02 m3/pohon dan potensi per hektar sebesar 4.94 m3/ha. elas iameter
cm memiliki potensi sebesar 0.07 m3/pohon dan 16.60 m3/ha. Kelas umur I
merupakan tegakan dengan umur kurang dari atau sama dengan 10 tahun.
Mengingat program Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (GERHAN)
dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004 maka dapat dikatakan tegakan pada kelas
umur I merupakan hasil program GERHAN maupun penanaman pasca GERHAN
dengan potensi sebesar 21.54 m3/ha.
elas umur juga ter iri ari ua kelas iameter aitu kelas iameter
2 m an kelas iameter
m elas iameter
m ang juga terdapat
pada kelas umur I, memiliki potensi rata-rata per pohon sebesar 0.11 m3/pohon
dan potensi per hektar sebesar 19.68 m3/ha. Potensi tegakan pada kelas diameter
m a alah 0.24 m3/pohon atau sebesar 10.17 m3/ha. Jadi nilai total potensi
pada kelas umur II adalah sebesar 29.85 m3/ha. Kelas umur II memiliki potensi
paling besar dibandingkan dengan kelas umur lainnya. Tegakan yang ada dalam
kelas umur II sebagian merupakan hasil program GERHAN penanaman tahun
2003, sedangkan sisanya adalah hasil penanaman sebelum adanya GERHAN.

14
Potensi pada kelas umur III, IV, dan V yang notabene tegakan sebelum
GERHAN, memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan nilai potensi pada
kelas umur I dan II. Penurunan drastis terjadi mulai dari kelas umur III yang
hanya memiliki potensi total sebesar 0.59 m3/ha. Peningkatan sempat terjadi pada
kelas umur IV dengan nilai potensi total sebesar 1.79 m3/ha, namun kembali
menurun pada kelas umur V dengan nilai potensi total sebesar 0.61 m3/ha.
Dominasi yang ditunjukkan kelas umur I dan II tidak lepas dari keberadaan
program GERHAN. Adanya program tersebut telah membuat masyarakat
melakukan penanaman dalam jumlah cukup besar secara serentak. Sebagai
contoh, untuk Desa Sukorejo saja memperoleh bantuan bibit dan paket penanaman
serta pemeliharaan untuk lahan 50 ha dengan bantuan bibit sebanyak 12 000
tanaman (PERSEPSI 2009). Hal tersebut berimplikasi pada besarnya standing
stock yang ada pada saat ini, terlebih lagi kegiatan penebangan juga belum
dilakukan. Penurunan standing stock pada kelas umur III dan V, serta peningkatan
standing stock pada kelas umur IV dipengaruhi oleh kegiatan penebangan dan
penjarangan yang dilakukan oleh petani secara fluktuatif. Data sekunder
menunjukkan dalam rentang tahun 2004 2008 telah dilakukan penebangan
terhadap 12 969 pohon atau 2439.91 m3 pa a pohon erumur
tahun
(PERSEPSI 2009).
Sejalan dengan kondisi potensi volume tegakan per hektar, kondisi rata-rata
jumlah pohon per hektar juga menggambarkan hal yang serupa. Rata-rata jumlah
pohon per hektar dapat menggambarkan kondisi kerapatan tegakan yang ada pada
satu hektar lahan. Kerapatan tegakan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan
tegakan, baik pertumbuhan tinggi maupun diameter. Rata-rata jumlah pohon per
hektar pada setiap kelas diameter tersaji dalam Gambar 4.
450,00
Rata-rata jumlah pohon per hektar (pohon/ha)

402,67
400,00
350,00

296,67

300,00
250,00
200,00
150,00
100,00
43,33

50,00

3,00

0,67

0,33

31 - 40

41 - 50

>50

0,00


11 - 20

21 - 30

Kelas diameter (cm)

Gambar 4 Kurva struktur tegakan jati di Kecamatan Sambirejo

15
Gambar 4 merepresentasikan struktur tegakan jati yang ada di Kecamatan
Sambirejo. Berdasarkan kurva struktur tegakan tersebut potensi terbesar terdapat
pada kelas diameter 11 20 cm dengan rata-rata jumlah pohon per hektar adalah
402.67 pohon/ha. Potensi terkecil terdapat pada kelas diameter >50 cm dengan
rata-rata jumlah pohon per hektar sebesar 0.33 pohon/ha. Nilai potensi rata-rata
jumlah pohon per hektar pada kelas diameter >50 cm dapat kurang dari satu
karena ketersebarannya tidak merata pada setiap plot pengamatan, atau dengan
kata lain hanya dijumpai pada beberapa plot tertentu saja.
Hubungan antara jumlah pohon per hektar dengan kelas diameter yang
ditunjukkan kurva struktur tegakan tersebut secara keseluruhan adalah berbanding
terbalik. Semakin bertambah kelas diameter maka semakin berkurang jumlah
pohon per hektar. Peningkatan jumlah pohon per hektar hanya terjadi dari kelas
pan ang ≤
m) ke kelas diameter 11 20 cm. Peningkatan tersebut dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berimplikasi pada presentase hidup
tegakan pa a kelas iameter ≤
m Menurut Indriyanto (2008), faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman mencakup faktor biotik
dan abiotik. Faktor biotik dapat berupa organisme hidup seperti organisme mikro
patogen, organisme parasit, serangga dan binatang besar lainnya bahkan
tumbuhan liar seperti gulma. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di lapangan yang
banyak ditemui hama ulat maupun jamur pada tegakan muda, sedangkan terkait
gulma, banyak petani yang tidak melakukan penyiangan tanaman sehingga
menghambat pertumbuhan tanaman. Faktor abiotik meliputi semua komponen
lingkungan seperti kondisi iklim dan kesuburan tanah.
Penurunan drastis jumlah tegakan per hektar terjadi antara kelas diameter
11 20 cm dan 21 30 cm. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4 dimana penurunan
jumlah pohon per hektar terjadi dari 402.67 pohon/ha pa a kelas iameter
m menja i 4
pohon ha pa a kelas iameter
m. Hasil tersebut sesuai
dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) yaitu rata-rata
tanaman yang ditebang adalah tanaman yang memiliki diameter 21 30 cm. Jadi
penurunan tersebut dipengaruhi oleh sistem tebang butuh yang dilakukan petani
atau pemilik lahan. Desakan ekonomi ditambah nilai jual kayu jati yang cukup
tinggi membuat petani mengambil keputusan untuk menebang. Menurut Fakultas
Kehutanan (2000), desakan ekonomi tersebut diantaranya kebutuhan biaya
sekolah, perbaikan rumah, biaya tanam, biaya untuk hari raya, dan konsumsi.
Sistem tebang butuh bukan satu-satunya penyebab penurunan jumlah pohon
per hektar. Kegiatan penjarangan yang dilakukan oleh petani juga turut
mempengaruhi penurunan tersebut. Menurut Sumarna 2011, penjarangan
dilakukan pada pohon-pohon yang kurang baik pertumbuhannya. Pohon tersebut
jika dibiarkan tetap tumbuh tidak akan memenuhi kriteria menguntungkan
terhadap produksi dan kualitas kayu, sehingga kemudian ditandai dan ditetapkan
untuk ditebang.

Perbandingan Potensi Hutan Rakyat Swadaya dan Subsidi
Ditinjau dari pola pembangunan dan pengembangannya hutan rakyat di
kecamatan Sambirejo dikatagorikan dalam dua jenis hutan rakyat, yaitu pola hutan
rakyat swadaya dan subsidi. Menurut Aryadi (2000), pola swadaya merupakan

16
hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan
modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri. Pola subsidi yaitu
hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau
keseluruhan biaya pembangunannya.
Hutan rakyat subsidi yang ada di Kecamatan Sambirejo merupakan hasil
bantuan program GERHAN yang dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004.
Sasaran program GERHAN di Kecamatan Sambirejo meliputi Desa Sambirejo,
Sambi, Kadipiro, Jambeyan, dan Sukorejo. Desa Jetis, Musuk, dan Dawung dapat
dikategorikan sebagai desa swadaya. Ketiga desa swadaya ini sebenarnya juga
turut menjadi sasaran program GERHAN, akan tetapi jumlah petani yang
mengikuti program GERHAN dari ketiga desa tersebut sangatlah minim. Hasil
wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) menunjukkan bahwa dari 15
responden yang menyebar pada ketiga desa tersebut, semuanya mengaku tidak
mengikuti program GERHAN. Para responden beralasan sudah pernah menanam
jenis yang sama dengan bibit bantuan GERHAN yaitu jati.
30,00

28.49
27.11

25,00

23.47

Potensi (m3/ha)

20.94

20,00
15,00

Swadaya
Subsidi

10,00
5,00
0.00

0,00
I

II

0.94

III
Kelas Umur

1.71 1.67

IV

0.86 0.32

V

Gambar 5 Perbandingan potensi hutan rakyat swadaya dan subsidi
Gambar 5 menunjukkan perbandingan potensi hutan rakyat swadaya dan
subsidi pada masing-masing kelas umur. Pada KU I terlihat potensi tegakan jati
pada hutan rakyat subsidi lebih tinggi yaitu sebesar 23.47 m3/ha dibandingkan
dengan hutan rakyat swadaya sebesar 20.94 m3/ha. Hal ini salah satunya dapat
dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas bibit yang ditanam. Hutan rakyat swadaya
cenderung memperoleh bibit dari trubusan atau anakan alam yang tidak selalu
tersedia dan tidak diketahui kualitas pohon induknya. Hutan rakyat subsidi
memperoleh bibit dari pemerintah yang umumnya berasal dari benih unggul yang
telah memperoleh perlakuan. Oleh karena itu harapan hidup bibit yang digunakan
pada hutan rakyat subsidi akan cenderung lebih tinggi daripada bibit yang berasal
dari anakan alam.

17
KU I berisi tegakan hasil program GERHAN penanaman tahun 2004 dan
tegakan pasca GERHAN yang ditanam setelah tahun 2004. Hasil penanaman
pasca GERHAN menggambarkan bagaimana kesadaran masyarakat untuk
membangun hutan setelah adanya program GERHAN. Hasil perhitungan
menunjukkan kesadaran masyarakat pada hutan rakyat subsidi lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat pada hutan rakyat swadaya. Kondisi ini dapat
dimaklumi mengingat kesadaran masyarakat pada hutan rakyat swadaya memang
sudah terlatih sebelum adanya program GERHAN. Awang (2003) dalam Aryadi
(2012) mengatakan bahwa ada banyak bukti hutan rakyat terbentuk tanpa program
pemerintah, namun juga tidak dipungkiri adanya program penghijauan semakin
memacu munculnya hutan rakyat di desa-desa.
Potensi tegakan jati KU II pada hutan rakyat subsidi sebesar 28.49 m3/ha.
Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan potensi tegakan jati pada hutan rakyat
swadaya yang hanya sebesar 27.11 m3/ha. Seperti halnya pada KU I, ketersediaan
dan kualitas bibit berpengaruh terhadap besarnya potensi tegakan. Selain itu juga
dipengaruhi kegiatan pemupukan dan penjarangan yang dilakukan oleh petani
hutan rakyat. Hasil wawancara yang dilakukan oleh Hartono (2014) menyebutkan
bahwa pada awal pembangunan hutan rakyat subsidi, para petani memperoleh
bantuan pupuk dan pestisida yang digunakan untuk pemeliharaan. Selain itu pola
tanam agroforestri yang digunakan membuat petani secara periodik melakukan
pemupukan terhadap tanaman agroforestri sehingga perlakuan pemeliharaan jati
telah dilakukan secara tidak langsung. Pada hutan rakyat swadaya khususnya
dengan pola tanam monokultur, kegiatan pemeliharaan hanya dilakukan oleh
beberapa petani saja dan waktu pelaksanaan hanya pada tahun pertama hingga
tahun ketiga setelah penanaman. Kegiatan pemeliharaan yang jarang dilakukan
menyebabkan tegakan jati kurang tumbuh optimal sehingga potensinya juga
rendah.
Tegakan jati pada KU III, IV, dan V merupakan hasil penanaman sebelum
adanya program GERHAN. Hasil pengolahan data yang ditunjukkan pada
Gambar 5 menyatakan bahwa pada plot yang diamati tidak ditemukan tegakan
jati KU III pada hutan rakyat swadaya. Hal ini sangat dimungkinkan disebabkan
oleh kegiatan penebangan yang dilakukan petani atau pemilik lahan. Penelitian
Hartono (2014) menunjukkan bahwa petani hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo
cenderung menebang pada umur 10 tahun dan 20 tahun (KU I dan KU II).
Implikasi dari penebangan tersebut adalah pengurangan standing stock secara
drastis pada kelas umur selanjutnya.
Apabila dilihat dari kelas umur dominan yaitu KU I dan KU II, baik hutan
rakyat swadaya maupun subsidi memiliki potensi yang tergolong rendah.
Berdasarkan tabel kelas bonita tanaman jati Perhutani dalam Sumarna (2011),
menyebutkan bahwa pada kelas bonita I produksi jati umur 10 tahun dan 15 tahun
masing-masing adalah sebesar 35 m3/ha dan 72 m3/ha. Kelas bonita I adalah kelas
kualitas tempat tumbuh paling rendah. Jika dibandingkan dengan produksi jati
Perhutani tersebut maka potensi tegakan jati di Kecamatan Sambirejo pada KU I
dan KU II dapat dikategorikan dalam kelas bonita I. Hasil tersebut tidak dapat
diperbandingkan maupun dijadikan dasar untuk menilai kualitas tempat tumbuh
tegakan jati karena terdapat perbedaan pada jumlah awal bibit yang ditanam,
kualitas bibit, perlakuan pemeliharaan, dan faktor abiotik sehingga akan
menghasilkan nilai potensi tegakan yang berbeda pula. Baker (1979) dalam

18
Indriyanto (2008) menyatakan bahwa keberhasilan pemudaan hutan secara
alamiah dipengaruhi oleh persediaan benih, kualitas benih dan kondisi lingkungan
tempat tumbuh. Kualitas tempat tumbuh merupakan gabungan dari banyak faktor
lingkungan, misalnya jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah, karakteristik
profil tanah, komposisi mineral, kecuraman lereng, arah lereng, dan iklim mikro.

Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat
Potensi hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo menyebar hampir di seluruh
desa. Dari sembilan desa yang ada, Desa Blimbing merupakan satu-satunya desa
yang tidak tergabung dalam kelompok tani hutan rakyat Wana Rejo Asri. Desa
Blimbing menjadi satu-satunya desa yang fokus mengembangkan sektor pertanian.
Sementara delapan desa lainnya telah tergabung dalam kelompok tani hutan
rakyat Wana Rejo Asri sejak tahun 2001. Sebaran hutan rakyat pada setiap desa
dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta sebaran hutan rakyat Kecamatan Sambirejo
Berdasarkan peta sebaran hutan rakyat pada Gambar 6 dapat diketahui
bahwa hutan rakyat Desa Jambeyan merupakan yang terluas, sedangkan Desa
Kadipiro merupakan desa dengan luas hutan rakyat paling rendah. Potensi hutan
rakyat pada masing-masing desa dapat dilihat pada Tabel 6.

19
Tabel 6 Potensi hutan rakyat pada tiap desa
Desa
Sambirejo
Sambi
Jambeyan
Kadipiro
Sukorejo
Jetis
Musuk
Dawung

Luas hutan rakyat (ha)

Volume (m3/ha)

191.31
134.87
343.48
65.33
165.52
117.12
143.98
145.46

76.66
35.83
79.32
55.18
27.49
23.52
48.20
80.15

Volume total (m3)
14 665.52
4832.52
27 243.70
3604.74
4549.72
2754.67
6939.55
11 659.24

Tabel 6 menunjukkan nilai potensi tegakan jati setiap desa yang tergabung
dalam kelompok tani. Potensi tertinggi berada di Desa Jambeyan dengan nilai
volume total sebesar 27 243.70 m3. Hal ini disebabkan luas hutan rakyat yang ada
di Desa Jambeyan juga merupakan yang tertinggi dengan luas 343.48 ha.
Meskipun memiliki luas paling besar, potensi per hektar hutan rakyat Desa
Jambeyan bukanlah yang tertinggi. Potensi per hektar menunjukkan tingkat
produktivitas lahan dalam menghasilkan nilai guna. Produktivitas lahan tertinggi
berada di Desa Dawung dengan potensi tegakan jati per hektar sebesar 80.15
m3/ha.
Potensi hutan rakyat paling rendah berada di Desa Jetis dengan potensi per
hektar sebesar 23.52 m3/ha dan potensi total sebesar 2754.67 m3 serta luas hutan
rakyat sebesar 117.12 ha. Luas hutan rakyat Desa Jetis bukanlah yang terendah
melainkan hutan rakyat Desa Kadipiro yang hanya seluas 65.33 ha. Produktivitas
lahan Desa Jetis paling rendah dibandingkan tujuh desa lainnya karena topografi
Desa Jetis yang cukup variatif dan dapat dikatakan cukup berlereng. Menurut
Sumarna (2011), tanaman jati idealnya ditanam di areal hutan dataran rendah yang
umumnya memiliki kondisi topografi relatif datar. Kondisi tempat tumbuh yang
ideal akan berpengaruh pada pertumbuhan optimal tanaman jati.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penafsiran visual Citra Landsat 8 (OLI) menghasilkan tujuh kelas tutupan
lahan, meliputi badan air, hutan negara, hutan rakyat, lahan terbangun, rumput,
sawah, dan tambang. Kecamatan Sambirejo memiliki hutan rakyat seluas 1307.08
ha dengan nilai potensi sebesar 58.34 m3/ha dan potensi total sebesar 76 249.67
m3 .
Berdasarkan sumber pendanaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo
terdiri atas hutan rakyat subsidi dan hutan rakyat swadaya. Hutan rakyat subsidi
memiliki nilai rata-rata potensi tegakan jati per hektar sebesar 54.89 m3/ha. Hutan
rakyat swadaya memiliki nilai rata-rata potensi tegakan jati per hektar lebih
rendah yaitu sebesar 50.62 m3/ha.

20
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian tentang pendugaan potensi hutan rakyat di lokasi
yang sama dengan menggunakan pemodelan spasial yang bersifat kontinyu dan
citra beresolusi tinggi.
2. Perlu adanya penelitian lanjutan berbasis sistem informasi geografis di lokasi
yang sama untuk menduga potensi karbon hutan rakyat dan laju deforestasi
serta degradasi lahan.

DAFTAR PUSTAKA
Aryadi M. 2012. Hutan Rakyat: Fenomenologi Adaptasi Budaya Masyarakat.
Malang (ID): UMM Press
[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan,
Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008. Pemantauan
Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): PIPH BAPLAN DEPHUT.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen. 2014. Kecamatan Sambirejo
Dalam Angka 2013. Sragen (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen.
Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa : Peranya Dalam
Perekonomian Desa. Didik Suharjito, Editor. Program Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor.
Hartono DIT. 2014. Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara
Jaya INS. 2010. Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya
Alam. Teori dan Praktik Menggunakan Erdas Imagine. Bogor (ID): Jurusan
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
[PERSEPSI] Perhimpunan untuk Studi dan Pengembangan Ekonomi Sosial. 2009.
Dokume