Ketahanan Tanaman Utama Semusim Terhadap Aplikasi ‘Biolignoherbisida’ Berbahan Baku Limbah Pertanian Dengan Proses Hidrolisa Termal

KETAHANAN TANAMAN PANGAN TERHADAP APLIKASI
BIOLIGNOHERBISIDA BERBAHAN BAKU LIMBAH PERTANIAN
DENGAN PROSES HIDROLISA TERMAL

INDAH MAWARNI SUSENO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketahanan Tanaman
Utama Semusim terhadap Aplikasi ‘Biolignoherbisida’ Berbahan Baku Limbah
Pertanian dengan Proses Hidrolisa Termal adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Indah Mawarni Suseno
NIM A24100184

ABSTRAK
INDAH MAWARNI SUSENO. Ketahanan Tanaman Utama Semusim terhadap
Aplikasi ‘Biolignoherbisida’ Berbahan Baku Limbah Pertanian dengan Proses
Hidrolisa Termal. Dibimbing oleh HERDHATA AGUSTA.
Limbah pertanian dapat dimanfaatkan menjadi bioherbisida. Aplikasi
bioherbisida di lapangan diinginkan bersifat selektif terhadap tanaman utama.
Terdapat beberapa hal yang dipelajari melalui penelitian ini. Pertama, mempelajari pengaruh ‘biolignoherbisida’ terhadap tanaman utama. Kedua, mempelajari
ketahanan tanaman utama terhadap ‘biolignoherbisida’ pada beberapa fase pertumbuhan. Ketiga, mempelajari toksisitas ‘biolignoherbisida’ dari berbagai bahan
baku.
Hasil pengujian menunjukkan bioherbisida berbahan baku cangkang sawit,
gambut, sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 konsentrasi 10 % tidak menghambat pertumbuhan tanaman jagung, kedelai, padi, dan
kacang tanah pada aplikasi fase pratumbuh, kecambah, dan 1 MST. Bioherbisida
berbahan baku cangkang sawit, cangkang sawit + SO2, gambut dan gambut + SO2,
sekam, dan sekam + SO2 konsentrasi 10 % tidak menghambat pertumbuhan

tanaman jagung, kedelai, padi, dan kacang tanah pada uji persistensi 2 MSA, 4
MSA, dan 8 MSA. Benih padi, jagung, dan kedelai pada uji bioasai tidak memiliki ketahanan terhadap paparan seluruh ‘biolignoherbisida’ uji. Benih kacang
tanah pada uji bioasai tidak memiliki ketahanan terhadap paparan bioherbisida
berbahan baku cangkang sawit, sekam, cangkang sawit + SO2, dan sekam + SO2.
Benih kacang tanah memiliki ketahanan terhadap paparan bioherbisida berbahan
baku gambut dan gambut + SO2.
Kata kunci: bioherbisida, bioasai, ketahanan tanaman utama, limbah pertanian

ABSTRACT
INDAH MAWARNI SUSENO. Resistance of Annual Crops to ‘Biolignoherbicides’ from Several Agricultural Wastes by The Thermal Hydrolysis. Supervised
by HERDHATA AGUSTA.
Agricultural waste can be used as bioherbicide. Practically, bioherbicide
application is desired to be selective to the crops. There are several things which
are learned from this research. The first is effect of biolignoherbicide to the crops.
Second is resistance of crops to biolignoherbicide in some growth phases. Third is
biolignoherbicide toxicity from various materials.
The result of this experiment show that bioherbicide from oil palm shell,
peat, paddy husk, oil palm shell + SO2, peat + SO2, and paddy husk + SO2 10%
did not inhibit the growth of maize, soybean, paddy, and peanut on pre-emergence
phase, emergence phase, and one week after planting (WAP). Bioherbicide from

oil palm shell, peat, paddy husk, oil palm shell + SO2, peat + SO2, and paddy
husk + SO2 10% did not inhibit the growth of maize, soybean, paddy, and peanut
from the persistance test on 2 weeks after application (WAA), 4 WAA, and 8
WAA. Based on bioassay test, it is known that paddy, maize, and soybean are not
resistant to all tested biolignoherbicides. Peanut seeds are not resistant to
bioherbicide from oil palm shell, paddy husk, oil palm shell + SO2, and paddy
husk + SO2 10%. Peanut seeds are resistant to bioherbicide from peat and peat +
SO2.
Keywords : agricultural waste, bioassay, bioherbicide, crops resistance

KETAHANAN TANAMAN UTAMA SEMUSIM TERHADAP
APLIKASI BIOLIGNOHERBISIDA BERBAHAN BAKU LIMBAH
PERTANIAN DENGAN PROSES HIDROLISA TERMAL

INDAH MAWARNI SUSENO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai
Januari 2014 ini ialah bioherbisida, dengan judul Ketahanan Tanaman Utama
Semusim terhadap Aplikasi ‘Biolignoherbisida’ Berbahan Baku Limbah Pertanian
dengan Proses Hidrolisa Termal.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Pembimbing Akademik Bapak Dr Ir
Iskandar Lubis MS dan Bapak Dr Ir Herdhata Agusta selaku Pembimbing Skripsi.
Ucapan terimakasih turut penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu
selama proses penelitian, pengolahan data dan skripsi, dan atas segala dukungan
moral dan materiil selama penulis mengenyam pengetahuan di IPB hingga lulus.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Indah Mawarni Suseno

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN


1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Biolignoherbisida

2

Fisiologi Herbisida

3

METODE

5

Tempat dan Waktu


5

Bahan dan Alat

5

Metode Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum

8

Ketahanan Tanaman Uji pada Fase Pratumbuh


8

Ketahanan Tanaman Uji pada Fase Kecambah

10

Ketahanan Tanaman Uji pada Fase 1 MST

12

Uji Persistensi ‘Biolignoherbisida’ 2 MSA di Media Tanam

14

Uji Persistensi ‘Biolignoherbisida’ 4 MSA di Media Tanam

17

Uji Persistensi ‘Biolignoherbisida’ 8 MSA di Media Tanam


19

Ketahanan Tanaman Uji pada Bioasai

21

Pembahasan Umum

26

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran


28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Tinggi tanaman kacang tanah pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase pratumbuh
Tinggi tanaman kedelai pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase pratumbuh
Tinggi tanaman jagung pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase pratumbuh
Tinggi tanaman padi pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase pratumbuh
Tinggi tanaman kacang tanah pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase kecambah
Tinggi tanaman kedelai pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase kecambah
Tinggi tanaman jagung pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase kecambah
Tinggi tanaman padi pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase kecambah
Tinggi tanaman kacang tanah pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase 1 MST
Tinggi tanaman kedelai pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase 1 MST
Tinggi tanaman jagung pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase 1 MST
Tinggi tanaman padi pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase 1 MST
Tinggi tanaman padi pada uji persistensi 2 MSA beberapa bahan
baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman kacang hijau pada uji persistensi 2 MSA
beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman jagung pada uji persistensi 2 MSA beberapa
bahan baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman kedelai pada uji persistensi 2 MSA beberapa
bahan baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman padi pada uji persistensi 4 MSA beberapa bahan
baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman kacang hijau pada uji persistensi 4 MSA
beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman jagung pada uji persistensi 4 MSA beberapa
bahan baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman kedelai pada uji persistensi 4 MSA beberapa
bahan baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman padi pada uji persistensi 8 MSA beberapa bahan
baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman kacang hijau pada uji persistensi 8 MSA beberapa
bahan baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman jagung pada uji persistensi 8 MSA beberapa
bahan baku ‘biolignoherbisida’

8
9
9
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20

24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Tinggi tanaman kedelai pada uji persistensi 8 MSA beberapa
bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang akar dan jumlah benih berakar pada benih padi pada uji
bioasai beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang plumula dan jumlah benih berplumula pada benih padi
pada uji bioasai beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang akar dan jumlah benih berakar pada benih kacang tanah
pada uji bioasai beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang plumula dan jumlah benih berplumula pada benih kacang
tanah pada uji bioasai beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang akar dan jumlah benih berakar pada benih kedelai pada
uji bioasai beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang plumula dan jumlah benih berplumula pada benih kedelai
pada uji bioasai beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang akar dan jumlah benih berakar pada benih jagung pada
uji bioasai beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang plumula dan jumlah benih berplumula pada benih jagung
pada uji bioasai beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’
Panjang akar seminal dan jumlah akar seminal per cawan pada
benih jagung pada uji bioasai beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’

20
21
22
22
23
24
24
25
25

26

DAFTAR GAMBAR
1

Proses pembuatan ‘biolignoherbisida’

6

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Uji bioasai ketahanan tanaman utama terhadap ‘biolignoherbisida’
dari beberapa bahan baku
Ketahanan tanaman utama terhadap aplikasi ‘biolignoherbisida’
dari beberapa bahan baku fase pra tumbuh

32
33

PENDAHULUAN
Latar belakang
Teknik budidaya pertanian saat ini seperti penanaman dalam baris, jarak
tanam yang lebar, mekanisasi, pengairan, dan pupuk sintetik memacu pertumbuhan gulma lebih cepat. Kondisi iklim seperti suhu yang relatif tinggi dan cahaya
matahari melimpah mendorong pertumbuhan dan perkembangan gulma. Pertumbuhan dan perkembangan gulma yang pesat menjadi masalah dalam budidaya
tanaman (Mustopa 2011). Kerugian akibat gangguan gulma diantaranya adalah
penurunan produksi akibat kompetisi sumber daya (nutrisi, air, cahaya, dan CO2),
memproduksi senyawa penghambat pertumbuhan (alelopati), inang hama dan
penyakit, serta menurunkan kualitas hasil karena adanya kontaminasi dari bagianbagian gulma (Murni 1995). Pengendalian gulma karena permasalahan tersebut
menjadi hal penting. Salah satu cara pengendalian gulma adalah dengan cara
kimiawi seperti menggunakan herbisida.
Frekuensi dan volume penggunaan herbisida semakin meningkat seiring
budidaya pertanian yang semakin intensif. Disisi lain penggunaan herbisida
bersifat toksik bagi organisme lain dan lingkungan. Risiko akibat herbisida mendesak agar dalam pengendalian gulma menggunakan strategi baru dalam penggunaan herbisida yang berisiko rendah (Bailey 2014).
Bioherbisida adalah produk pengendali gulma yang berasal dari organisme
yang mampu menekan populasi gulma dan termasuk stategi pengendalian yang
berisiko rendah. Keuntungan dalam penggunaan bioherbisida adalah mudah
terdegradasi di lingkungan, memiliki lebih dari satu cara kerja dalam mengendalikan gulma sehingga menurukan risiko resistensi gulma terhadap herbisida, dan
toksisitas rendah (Bailey 2014).
Pengendalian gulma menggunakan cara kimiawi pada masa pertumbuhan
tanaman budidaya berisiko terhadap pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu
pertimbangan aplikasi herbisida pada masa produksi tanaman adalah mendapatkan
pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma tetapi tidak mengakibatkan
kerusakan terhadap tanaman budidaya. Pengetahuan tentang dosis dan konsentrasi
yang optimum pada tanaman oleh karena itu diperlukan, supaya kelebihan
pemakaian herbisida dapat dihindari (Yakup 2002). Waktu yang tepat pada masa
produksi untuk mengendalikan gulma kimiawi pun perlu diketahui. Pada bibit
padi umur 21 hari lebih tahan terhadap keracunan gulma. Tanaman yang lebih
muda lebih peka terhadap keracunan gulma (Pane 2003).

Tujuan
Terdapat beberapa hal yang dipelajari melalui penelitian ini. Pertama,
mempelajari pengaruh ‘Biolignoherbisida’ terhadap tanaman utama Kedua, mempelajari pengaruh penggunaan katalisator SO2 terhadap toksisitas bioherbisida.
Ketiga, mempelajari ketahanan tanaman utama terhadap ‘Biolignoherbisida’ pada
beberapa fase pertumbuhan. Keempat, mempelajari toksisitas ‘Biolignoherbisida’
dari berbagai bahan baku.

2
Hipotesis
Terdapat beberapa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini. Pertama,
‘biolignoherbisida’ menghambat pertumbuhan dan merusak fisiologi tanaman
utama. Kedua, ‘biolignoherbisida’ dengan katalisator SO2 lebih toksik terhadap
tanaman. Ketiga, semakin panjang fase pertumbuhan semakin besar ketahanan
tanaman utama terhadap ‘biolignoherbisida’. Keempat, semakin tinggi kandungan
lignin bahan baku maka semakin toksik ‘Biolignoherbisida’ yang dihasilkan

TINJAUAN PUSTAKA
Biolignoherbisida
Biolignoherbisida merupakan bioherbisida berasal dari dekomposisi lignin
yang dihasilkan dari bagian tanaman. Lignin pada tanaman dibedakan menjadi
tiga yaitu dari tanaman berkayu lunak (gymnospermae), berkayu keras
(angiospermae), dan rumput atau tanaman semusim (graminae) (Pearl 1967).
Lignin (20% pada kayu), selulosa (50 %), dan hemiselulosa adalah tiga komponen
dominan penyusun biomassa tanaman (Bobleter 1994). Perbedaan lignin terdapat
pada bagian fenilpropane atau monolignol yang bertanggung jawab pada
biosintesis lignin. Proses hidrolisis lignin akan menghasilkan senyawa fenol
(Freudenberg 1968).
Lignin mengandung senyawa metoksil, fenol, dan aldehid sehingga pada
dekomposisi lignin akan menghasilkan senyawa tersebut. Fenol berikut
susunannya merupakan senyawa kimia yang banyak dimanfaatkan sebagai
insektisida, herbisida, dan fungisida. Fenol sebagai herbisida bersifat toksisitas
tinggi, non selektif, dan bekerja efektif. Fenol merupakan herbisida organik dan
sebagian besar bersifat rancun kontak (Oudejans 1991).
Asam fenolat merupakan salah satu dari belasan alelokimia (senyawa
penyebab alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain
disekitarnya) (Einhellig 1995). Asam fenolat dapat bersifat racun bagi tanaman
sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman (Salisbury dan Ross 1995).
Alelokimia dari senyawa fenol menghambat pertumbuhan tanaman melalui
beberapa cara, antara lain dengan menghambat pembelahan dan pemanjangan sel,
menghambat kerja hormon, mengubah pola kerja enzim, menghambat proses
respirasi, menurunkan kemampuan fotosintesis, mengurangi pembukaan stomata,
menghambat penyerapan air dan hara serta menurunkan permeabilitas membran
(Devi et al. 1997).
Lignin dapat dihidrolisis dengan mengurai ikatan eter dengan katalisasi oleh
+
[H ] dan [OH-] atau molekul air (Bobleter 1994). Supercritical water (SCW;
374.2 oC dan 22.1 Mpa), sebagai pelarut bersifat polar lemah dengan produk ion
bernilai tinggi, adalah pelarut yang memungkinkan untuk melarutkan dan
menghidrolisis lignin sehingga berpotensi memproduksi senyawa kimia fenol
atau memanfaatkan lignin sebagai bahan bakar (Fang et al 2008). Bobleter dan
Concin (1979) mempelajari degradasi hidrotermal lignin dari tanaman Poplar pada

3
suhu 270-372 oC), diperoleh produk berupa lebih dari 50 % pelarut air, 90 %
pelarut aseton. Pada fase pelarut air dari degradasi hidrotermal lignin kayu Poplar
pada suhu 251 oC diperoleh tujuh hidrolisat yang teridentifikasi berupa senyawa
cincin tunggal (4-hydroxybenzoic acid, vanillic acid, syringic acid, vanilin,
coniferyl alcohol, syringaldehyde, sinapyl alcohol) (Pecina et al 1986).
Lignoselulosa sangat sulit dihidrolisis menggunakan enzim. Salah satu cara
untuk mengurai monosakarida dari struktur selulosa dan hemiselulosa adalah
dengan menggunakan beberapa cara praperlakuan yang kemudian dihidrolisis
dengan enzim. Fungsi dari praperlakuan adalah agar enzim dapat masuk ke
selulosa dan menghidrolis hemiselulosa. Beberapa contoh teknik praperlakuan
yaitu dilarutkan dalam asam (Ohgren et al. 2005). Pengayaan SO2 pada pengukusan Pinus radiata bermanfaat untuk meningkatkan hidrolisis hemiselulosa dan
selulosa (Clark et al. 1989).

Fisiologi Herbisida
Umur tumbuhan mempengaruhi kepekaan tumbuhan terhadap herbisida. U mur
tumbuhan yang lebih muda memiliki persentase pertumbuhan jaringan meristematik yang lebih tinggi sehingga aktivitas biologisnya lebih tinggi. Tumbuhan
yang masih muda kurang mampu bertahan dibandingkan dengan tumbuhan yang
sudah tua. Umur tumbuhan pada umumnya menentukan respons terhadap
herbisida. Stadium pertumbuhan gulma yang sudah hampir menyelesaikan siklus
hidupnya kurang peka terhadap herbisida, tetapi sebaliknya gulma yang sedang
aktif tumbuh lebih peka dan mudah dikendalikan oleh herbisida. Keadaan kepekaan tumbuhan terhadap herbisida menentukan waktu aplikasi herbisida yang
tepat (Klingman dan Ashton 1982).
Pada konsentrasi tertentu senyawa alelokimia dapat menghambat dan
mengurangi hasil pada proses-proses utama tumbuhan. Hambatan tersebut
misalnya terjadi pada pembentukan asam nukleat, protein, dan ATP. Jumlah ATP
yang berkurang dapat menekan hampir seluruh proses metabolisme sel, sehingga
sintesis zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tumbuhan pun akan berkurang (Rice
1984; Salisbury dan Ross 1995).
Senyawa allelopati dan air yang masuk ke dalam biji akan menghambat
induksi hormon pertumbuhan seperti asam giberelin (GA) dan asam indolasetat
(IAA) (Yuliani 2000). Sintesis giberelin yang terhambat menyebabkan tidak
terjadi pemacuan enzim α-amilase, sehingga proses hidrolisis pati menjadi
glukosa di dalam endosperma atau kotiledon berkurang. Jumlah glukosa yang
ditransportasikan ke titik-titik tumbuh menjadi lebih sedikit (Rice 1984).
Komponen makromolekul yang berkurang mengakibatkan sintesis protein
terhambat dan akan berakibat pada terhambatnya sintesis protoplasma (Yuliani
2000). Sintesis protoplasma yang terhambat mengakibatkan proses pembelahan
dan pemanjangan sel terhambat, kemudian berakibat pada terhambatnya proses
perkecambahan dan pertumbuhan. Proses perkecambahan yang akan banyak
kecambah yang tidak normal atau cacat (Einhellig 1986).
Senyawa terpenoid, flavonoid dan fenol adalah alelokimia yang bersifat
menghambat pembelahan sel (Fitter dan Hay 1991; Prawinata et al. 1981).
Adanya senyawa alelokimia berupa fenol akan menghambat aktivitas sitokinin

4
(Ardi 1999). Hambatan ini menyebabkan pembelahan sel pada bagian meristem
pucuk terganggu sehingga menghambat pertumbuhan tinggi gulma maman ungu
(Cleome rutidospermae) (Pebriani et al. 2013). Pemanjangan ruas batang dipengaruhi oleh aktivitas hormon giberelin. Senyawa alelokimia menghambat aktivitas giberelin, yang menyebabkan pembelahan sel pada bagian meristem interkalar terganggu, sehingga pemanjangan ruas batang gulma terhambat (Gardner et
al. 1991).
Senyawa alelokimia dapat menyebabkan hambatan penyerapan air dan
penghambatan proses fotosintesis (Sastroutomo 1990). Hambatan penyerapan air
menyebabkan hambatan proses fotosintesis, karena mengakibatkan kadar air pada
tanaman menjadi rendah sehingga terjadi penutupan stomata. Pengambilan CO2
menjadi terhambat karena stomata tertutup. Senyawa fenol dapat merusak struktur
klorofil. Struktur klorofil yang rusak akan menghambat penyerapan cahaya yang
diperlukan pada proses fotosintesis (May dan Ash 1990). Kemampuan fotosintesis
yang menurun akan diikuti penurunan laju pembentukan bahan organik tanaman
sehingga menurunkan nilai berat kering tanaman (Kristanto 2006).
Penghambatan pertumbuhan oleh senyawa alelokimia bersifat selektif
tergantung dari jenis gulma dan sumber alelokimia, sehingga tidak semua
pertumbuhan organ tumbuhan dapat dihambat oleh senyawa alelokimia (Tekcen
1974). Senyawa fenol sebagai salah satu senyawa alelokimia dapat berfungsi
sebagai herbisida organik yang bersifat kontak (Oudejans 1991). Sukman dan
Yakup (2002) menyatakan bahwa herbisida kontak hanya mematikan bagian yang
kontak langsung dengan herbisida. Penyemprotan bioherbisida dilakukan pada
bagian tajuk, sehingga hanya bagian atas tumbuhan yaitu batang dan daun yang
mengalami hambatan pertumbuhan.
Cara kerja herbisida kontak dalam mematikan tumbuhan dengan merusak
membran sel (Ross dan Childs [tahun tidak diketahui]). Senyawa fenol merusak
gugus fosfat pada fospolipid membran sel sehingga molekul fospolipid akan
terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat dan dapat
menyebabkan keluarnya zat-zat penyusun sel dan metabolit dari dalam sel
(Gilman et al. 1991). Golongan herbisida kontak mengakibatkan kerusakan
membran sel cepat dan mematikan tumbuhan sangat cepat. Golongan
bipyridylium dan difenil eter masuk kedalam sitoplasma dan membentuk
peroksida dan elektron bebas (syarat adanya cahaya) yang segera akan merusak
membran sel. Kandungan minyak pada formulasi herbisida melarutkan membran
sel. Kerusakan membran sel yang cepat mencegah translokasi herbisida ke bagian
lain pada tumbuhan. Kerusakan tumbuhan yang parah akan tampak pada beberapa
jam setelah aplikasi herbisida, gejala awal seperti busuk basah dan gejala lanjut
menjadi kuning atau coklat. Waktu maksimum herbisida kontak mematikan gulma
selama satu minggu atau kurang. Penyemprotan herbisida pada sebagian area
hanya mematikan area yang disemprot herbisida dan muncul seperti spot-spot
pada area aplikasi. Pada tanaman yang mampu bertahan akan tumbuh kembali
normal (Ross dan Childs [tahun tidak diketahui]).
Bioasai merupakan cara yang mudah, murah, akurat dan metode langsung
untuk menentukan keamanan pertumbuhan tanaman utama saat terpapar herbisida
yang tidak diketahui atau sejarah lahan tidak diketahui pernah terkena herbisida.
Bioasai dapat mendeteksi jika herbisida atau residu bahan kimia terkandung

5
dalam tanah pada konsentrasi yang cukup untuk mempengaruhi pertumbuhan,
produktivitas, dan kualitas tanaman (Alberta 2001).

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Ecotoxycology Waste &
Bioagents IPB Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Oktober 2013
sampai Januari 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah gas N2, gas SO2, benih jagung varietas P1,
padi varietas IPB 3S, kedelai varietas Willis, kacang tanah varietas Kingkong,
furadan, aquades, dan media tanam dengan komposisi pupuk kandang, tanah, dan
sekam. Bioherbisida yang digunakan adalah ‘biolignoherbisida’ yang berasal dari
cangkang sawit, sekam, dan gambut halus. Peralatan yang digunakan adalah
reaktor hidrotermal, timbangan digital, gerinda, gelas ukur, pengayak/saringan,
tray, cawan petri, kertas buram, handsprayer, dan penggaris.

Metode Penelitian
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap. Biolignoherbisida
yang digunakan berasal dari cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang sawit +
SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2, dan kontrol yaitu air dan air (SO2). Setiap
ulangan terdiri dari enam biolignoherbisida berbeda dan dua kontrol yang
diaplikasikan secara acak. Kedelapan satuan uji tersebut diulang sebanyak delapan
ulangan pada uji fase tanaman pratumbuh, kecambah, dan 1 MST (minggu setelah
tanam). Pada uji fase tanaman pratumbuh, kecambah, 1 MST, dan persistensi satu
petak percobaan terdiri dari 64 tanaman pada petak percobaan tray ukuran 16 x 4
lubang. Setiap tanaman uji terdiri dari delapan tanaman dalam satu petak
percobaan. Pada uji bioasai diulang sebanyak empat ulangan. Setiap cawan jagung,
padi, dan kedelai terdiri dari sepuluh benih. Setiap cawan kacang tanah terdiri dari
lima benih. Satu petak percobaan terdiri dari enam belas cawan dan masingmasing benih uji terdiri empat cawan. Biolignoherbisida diproduksi dari bahan
baku cangkang sawit, sekam, dan gambut dengan konsentrasi 20 gr bahan baku
per 200 ml aquades atau konsentrasi 10 % (b/v). Pada masing-masing bahan baku
diproduksi dengan dua cara yaitu dengan katalisator SO2 dan tanpa katalisator SO2.
Model liniear rancangan ini adalah sebagai berikut:
Yij = μ + Ri + Cj + Eij
Yij
= nilai pengamatan tanaman terhadap aplikasi ‘biolignoherbisida’ ke-i,
dan ulangan ke-k
μ
= nilai rataan umum

6
Ri
Cj
Eij
Eijk

= pengaruh aplikasi ‘biolignoherbisida’ ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
= pengaruh ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4
= pengaruh galat pada aplikasi ‘biolignoherbisida’ ke-i, ulangan ke-j
= galat percobaan

Produksi Biolignoherbisida

Gambar 1 Proses pembuatan ‘biolignoherbisida’
a: penggilingan limbah pertanian; b: pengayakan hasil gilingan; c: tepung limbah pertanian
hasil ayakan; d: menimbang tepung limbah pertanian sebanyak 20 g; e: mengukur aquades
sebanyak 200 ml; f: reaktor hidrotermal untuk memproses bahan baku ‘biolignoherbisida’; g:
alat vakum, mengeluarkan udara dari dalam reaktor; h: mengisi reaktor dengan gas N2, gas
SO2; i: setting alat kontrol suhu pada 280oC ; j: hasil berupa‘biolignoherbisida’

7
Penelitian diawali dengan produksi ‘biolignoherbisida’ yang digambarkan
pada Gambar 1. Pembuatan ‘biolignoherbisida’ diawali dengan grinding
(penggilingan) limbah pertanian hingga berbentuk tepung. Tepung limbah
pertanian diayak untuk mendapatkan ukuran partikel 20 – 30 mesh. Tepung limbah pertanian 20 g dan 200 ml aquades dimasukkan ke dalam tabung reaktor
kemudian diaduk. Reaktor terpasang lengkap, gas O2 keluar dari reaktor untuk
membuat keadaan anaerob menggunakan alat vakum. Reaktor berisi katalisator
gas N2 dan SO2 selama 1-2 menit hingga tekanan > 50 bar. Alat pengatur suhu
dalam pengaturan suhu 280 oC. Limbah pertanian didalam reaktor mengalami
pemanasan pada suhu konstan kisaran 280 oC selama 30 menit.
Penyiapan media tanam seluruh petak percobaan pada tray ukuran 8 x 16
lubang untuk dua satuan percobaan. Pada pengujian ketahanan terhadap bioherbisida pada beberapa fase pertumbuhan benih ditanam serempak. Aplikasi
bioherbisida menggunakan dosis 0,6 ml/tanaman pada fase yang telah ditetapkan
yaitu fase pratumbuh, kecambah, dan 1 MST (minggu setelah tanam).
Pada pengujian persistensi bioherbisida aplikasi bioherbisida serempak pada
media tanam pada awal penyiapan media tanam. Benih ditanamkan pada waktu
yang telah ditetapkan yaitu 2 MSA (minggu setelah aplikasi), 4 MSA, dan 8 MSA.
Pada pengujian bioasai media tanam berupa lembaran kertas buram yang
diletakkan dalam cawan petri. Jumlah benih padi, jagung, dan kedelai per cawan
adalah sepuluh benih. Jumlah benih kacang tanah per cawan adalah lima benih.
Benih di letakkan diatas cawan petri dan diaplikasikan bioherbisida.

Pengamatan
Fase pratumbuh, kecambah, dan 1 MST
Pengamatan dilakukan dengan pengukuran tinggi tanaman sejak tanaman
tumbuh hingga satu minggu setelah aplikasi ‘biolignoherbisida’. Tinggi tanaman
jagung dan padi diukur dari permukaan tanah sampai ujung tertinggi dengan
meluruskan daun. Pada kedelai dan kacang tanah tinggi diukur sampai titik
tumbuh.
Uji Persistensi
Pengamatan dilakukan dengan pengukuran tinggi tanaman sejak tanaman
tumbuh hingga umur dua minggu setelah tanam. Tinggi tanaman jagung dan padi
diukur dari permukaan tanah sampai ujung tertinggi dengan meluruskan daun.
Pada kedelai dan kacang tanah tinggi diukur sampai titik tumbuh.
Uji Bioasai
Pada padi, kedelai, dan kacang tanah pengamatan dilakukan dengan
pengukuran panjang akar dan plumula, serta jumlah hidup per cawan. Pada jagung
pengamatan dilakukan dengan pengukuran panjang akar utama, akar seminal,
plumula, dan jumlah hidup per cawan. Pengamatan dilakukan dimulai pada 24
jam sampai 90 jam setelah tanam.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Perkecambahan benih pada seluruh percobaan memiliki daya berkecambah
87 % hingga 100 %. Setiap satuan percobaan diusahakan mendapat pemberian air
yang sama. Pada percobaan fase pertumbuhan dan persistensi setiap tanaman
mendapat air rata-rata 4 mm per hari. Pada percobaan cawan ‘biolignoherbisida’
dan air diirigasikan sesuai kapasitas media tanam yang berupa lembaran kertas
buram. Pada percobaan cawan ‘biolignoherbisida’ dan air diberikan hanya sekali
pada saat tanam.
Serangan hama penyakit pada tanaman uji selama percobaan tidak terjadi.
Hal ini terjadi terutama karena masa pertumbuhan tanaman uji singkat dan tidak
ditanam dilapangan. Umur tanaman uji paling lama pada percobaan adalah 19
HST (hari setelah tanam). Kondisi lingkungan tanaman uji yang berada di teras
bangunan sehingga sedikit adanya sumber hama dan penyakit. Benih uji
percobaan bioasai dilakukan pada cawan tertutup.
Ketahanan Tanaman Uji pada Fase Pratumbuh
Bioherbisida diaplikasikan di permukaan tanah pada saat penanaman benih.
Pengamatan diawali pada 6 HST (hari setelah tanam) menunjukkan ketahanan
tanaman kacang tanah terhadap seluruh bioherbisida uji (Tabel 1). Tanaman yang
diaplikasikan bioherbisida masing-masing menunjukkan pertumbuhan tinggi
tanaman yang tidak berbeda. Berikutnya, pada pengamatan 17 HST pertumbuhan
tinggi tanaman masing-masing bioherbisida tidak terpengaruh dibandingkan air () dan air (SO2) (Tabel 1). Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut,
sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi
10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi kacang tanah pada fase pratumbuh
(Tabel 1).
Tabel 1 Tinggi tanaman kacang tanah pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase pratumbuh
Tinggi tanaman kacang tanah (cm)
Perlakuan
6 HST 8 HST 10 HST 12 HST 15 HST 17 MST
Air (-)
0.09
1.05ab 3.34ab
6.52ab
9.91ab 10.67ab
Cangkang Sawit
1.01
2.57ab 4.00ab
6.40abc
10.84ab 11.05ab
Gambut
0.31
1.07ab 2.89ab
5.02bc
7.76b
8.29b
Sekam
0.90
2.74a
4.73ab
6.57abc
9.43ab
9.87ab
Air (SO2)
0.93
2.36ab 4.97ab
7.05abc
10.22ab 10.62ab
Cangkang Sawit
0.21
0.62b
1.81b
3.35c
6.99b
7.45b
+ SO2
Gambut + SO2
0.33
1.60ab 3.11ab
5.30abc
8.46ab
9.05ab
Sekam + SO2
0.87
2.02ab 5.08a
8.36a
12.61a
12.96a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

9
Pada pengamatan awal 4 HST menunjukkan tinggi tanaman kedelai masingmasing bioherbisida tidak terpengaruh dibandingkan air (-) dan air (SO2) (Tabel 2).
Selanjutnya hingga pengamatan pada 13 HST menunjukkan masing-masing
bioherbisida tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman kedelai dibandingkan air
(-) dan air (SO2) (Tabel 2). Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut,
sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi
10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi kedelai pada fase pratumbuh (Tabel
2).
Tabel 2 Tinggi tanaman kedelai pada aplikasi beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’ fase pratumbuh
Tinggi tanaman kedelai (cm)
Perlakuan
4 HST
7 HST
10 HST
13 HST
Air (-)
1.88
8.80
15.91a
21.53a
Cangkang Sawit
2.62
9.11
15.98a
20.56ab
Gambut
2.83
9.71
15.90a
21.75a
Sekam
1.70
7.65
13.21b
18.64ab
Air (SO2)
2.71
9.10
15.16ab
19.14ab
Cangkang Sawit + SO2
2.82
9.11
14.65ab
19.51ab
Gambut + SO2
2.63
8.82
14.34ab
19.10ab
Sekam + SO2
2.15
7.73
12.97b
17.27b
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Pada 12 HST akhir pengamatan tinggi tanaman jagung menunjukkan
pertumbuhan tanaman jagung tidak terpengaruh setelah aplikasi masing-masing
bioherbisida (Tabel 3). Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut,
sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi
10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi jagung pada fase pratumbuh (Tabel
3). Karena itu, tanaman jagung memiliki ketahanan terhadap seluruh bioherbisida
uji.
Tabel 3 Tinggi tanaman jagung pada aplikasi beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’ fase pratumbuh
Perlakuan
Air (-)
Cangkang Sawit
Gambut
Sekam
Air (SO2)
Cangkang Sawit +
SO2
Gambut + SO2
Sekam + SO2

4 HST
1.76ab
2.62ab
2.33ab
1.95ab
3.48a

Tinggi tanaman jagung (cm)
6 HST
8 HST
10 HST
10.29ab
21.05ab
29.46
11.46ab
21.26ab
30.79
9.99ab
20.41ab
27.54
10.14ab
18.93ab
26.76
13.20a
25.03a
30.94

1.45b

8.69b

17.14b

24.84

33.04

2.40ab
2.68ab

8.81b
10.70ab

16.71b
19.66ab

24.79
25.43

29.86
28.54

12 HST
33.26
34.99
34.65
31.83
35.28

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

10
Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang
sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak
berpengaruh terhadap tinggi padi pada fase pratumbuh (Tabel 4). Penelitian
Arifin (2015) menunjukkan bioherbisida berbahan baku sekam padi 133 g l-1 +
SO2 dan cangkang sawit 133 g l-1 + SO2 menghambat perkecambahan gulma padi
F. miliacea. Pertumbuhan akar F. miliacea 11.3 mm dan 12.5 mm pada aplikasi
sekam padi 133 g l-1 + SO2 dan cangkang sawit 133 g l-1 + SO2 terhadap kontrol
17.3 mm pada 3 MSA. Gulma terhambat pertumbuhannya dan padi yang memiliki
ketahanan terhadap bioherbisida menjadi hasil efektif untuk tujuan pengendalian
gulma pada masa penanaman padi.
Tabel 4 Tinggi tanaman padi pada aplikasi beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’ fase pratumbuh
Tinggi tanaman padi (cm)
Perlakuan
4 HST 6 HST
8 HST
10 HST 12 HST 15 HST
Air (-)
0.26a 1.89ab
5.13ab
8.81
12.02
13.68ab
Cangkang Sawit
0.05b 2.09ab
6.30ab
9.00
11.88
13.51ab
Gambut
0.05b 1.94ab
6.21ab
9.28
12.44
14.15ab
Sekam
0.00b 2.58a
7.35ab
10.10
12.56
15.44a
Air (SO2)
0.00b 2.00ab
5.91ab
9.43
12.58
14.65ab
Cangkang Sawit
0.00b 1.34b
4.86b
8.16
11.80
13.08ab
+ SO2
Gambut + SO2
0.06b 1.81ab
5.78ab
8.71
11.01
12.12b
Sekam + SO2
0.09ab 2.15ab
5.51a
9.04
11.89
13.41ab
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Ketahanan Tanaman Uji pada Fase Kecambah
Bioherbisida masing-masing diaplikasikan pada 3 HST ketika tanaman uji
berupa kecambah. Pada konsentrasi tertentu senyawa alelokimia dapat
menghambat dan mengurangi hasil pada proses-proses utama tumbuhan (Rice
1984). Pengamatan akhir dilakukan sekitar 2 MST untuk mengetahui pengaruh
bioherbisida terhadap pertumbuhan tanaman uji sejak aplikasi bioherbisida.
Pengamatan tinggi tanaman kacang tanah pada 17 HST menunjukkan tidak
terpengaruh terhadap masing-masing bioherbisida (Tabel 5). Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2,
dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi
kacang tanah pada fase kecambah (Tabel 5). Jadi, tanaman kacang tanah memiliki ketahanan terhadap seluruh bioherbisida uji.

11
Tabel 5 Tinggi tanaman kacang tanah pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase kecambah
Tinggi tanaman kacang tanah (cm)
Perlakuan
6 HST 8 HST 10 HST 12 HST 15 HST 17 HST
Air (-)
0.45
1.51ab
3.60
5.57ab
8.15
9.05
Cangkang Sawit
1.02
2.30ab
4.92
7.48ab
10.66
11.52
Gambut
0.30
2.08ab
4.95
8.00ab
9.70
10.00
Sekam
0.80
2.28ab
4.88
7.28ab
10.64
11.10
Air (SO2)
1.24
2.60ab
5.18
8.56a
11.88
12.00
Cangkang Sawit
1.48
2.78ab
2.78
7.00ab
11.58
11.70
+ SO2
Gambut + SO2
0.10
0.63b
1.87
4.23b
7.82
8.10
Sekam + SO2
1.48
3.74a
4.78
8.78a
11.88
12.10
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Tanaman kedelai pada 13 HST menunjukkan pertumbuhan yang tidak
terpengaruh terhadap seluruh bioherbisida uji (Tabel 6). Bioherbisida berbahan
baku cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan
sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi
kedelai pada fase kecambah (Tabel 6). Oleh sebab itu, tanaman kedelai tahan
terhadap aplikasi seluruh bioherbisida uji pada fase kecambah.
Tabel 6 Tinggi tanaman kedelai pada aplikasi beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’ fase kecambah
Tinggi tanaman kedelai (cm)
Perlakuan
4 HST
7 HST
10 HST
13 HST
Air (-)
2.78
7.80
12.56
17.26
Cangkang Sawit
1.81
6.70
12.07
17.97
Gambut
2.21
7.57
12.30
17.43
Sekam
2.23
7.96
13.63
19.06
Air (SO2)
2.94
7.81
12.36
16.20
Cangkang Sawit + SO2
3.04
8.64
14.96
20.86
Gambut + SO2
2.51
8.08
14.26
19.44
Sekam + SO2
1.79
6.79
11.66
16.50
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Tanaman jagung pada 12 HST tidak terpengaruh pertumbuhannya setelah
aplikasi bioherbisida uji pada 3 HST (Tabel 7). Bioherbisida berbahan baku
cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam
+ SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi jagung pada
fase kecambah (Tabel 7). Jadi, tanaman jagung tahan terhadap aplikasi seluruh
bioherbisida uji pada fase kecambah.

12
Tabel 7 Tinggi tanaman jagung pada aplikasi beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’ fase kecambah
Tinggi tanaman jagung (cm)
Perlakuan
4 HST
6 HST
8 HST
10 HST
12 HST
Air (-)
2.38ab
10.81ab
21.04ab
28.74abc
33.23ab
Cangkang Sawit
2.75ab
10.99ab
23.86ab
30.09ab
34.39ab
Gambut
1.44bc
8.11bc
17.76bc
24.40bc
29.28b
Sekam
1.61bc
10.05ab
18.53abc
25.30bc
30.68b
Air (SO2)
3.56a
13.39a
25.56a
32.88a
39.03a
Cangkang Sawit +
1.84bc
8.46bc
17.79bc
25.59bc
31.10b
SO2
Gambut + SO2
0.87c
5.93c
14.97c
21.81c
27.77b
Sekam + SO2
1.56bc
8.91bc
18.50abc
25.20bc
31.61b
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang
sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak
berpengaruh terhadap tinggi padi pada fase kecambah (Tabel 8). Penelitian Arifin
(2015) menunjukkan bioherbisida berbahan baku baku sekam padi 133 g l-1 + SO2
dan cangkang sawit 133 g l-1 + SO2 menyebabkan kerusakan daun gulma F.
miliacea, L. octovalvis, dan L. chinensis. Jumlah daun rusak F. miliacea, L.
octovalvis, dan L. chinensis pada aplikasi bioherbisida sekam padi 133 g l-1 + SO2
berturut-turut 3.7, 6.0, dan 3.3 helai dibandingkan kontrol tidak ada kerusakan
daun. Aplikasi gulma dilakukan pada fase post emergence padi dan gulma
berumur sekitar satu bulan.
Tabel 8 Tinggi tanaman padi pada aplikasi beberapa bahan baku ‘biolignoherbisida’ fase kecambah
Tinggi tanaman padi (cm)
Perlakuan
4 HST 6 HST
8 HST
10 HST 12 HST 15 HST
Air (-)
0.19
2.19
6.02
9.18
11.90ab 13.30b
Cangkang Sawit
0.03
2.70
7.21
10.00
14.87a
17.31a
Gambut
0.23
1.95
5.85
8.65
11.10b
12.48b
Sekam
0.06
1.77
5.76
8.83
12.96ab 14.58ab
Air (SO2)
0.11
2.38
5.55
9.60
12.51ab 14.08ab
Cangkang Sawit
0.06
2.36
6.65
9.12
12.22ab 13.40b
+ SO2
Gambut + SO2
0.06
1.98
5.26
7.77
9.90b
11.26b
Sekam + SO2
0.23
2.35
6.18
8.97
12.45ab 13.58b
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Ketahanan Tanaman Uji pada Fase 1 MST
Uji pada fase 1 MST bioherbisida diaplikasikan 7 HST ke masing-masing
tanaman uji. Pengamatan tinggi tanaman kacang tanah menujukkan tanaman

13
pertumbuhan kacang tanah tidak terpengaruh akibat aplikasi herbisida 10 hari
setelah aplikasi (Tabel 9). Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut,
sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi
10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi kacang tanah pada fase 1 MST
(Tabel 9). Jadi, tanaman kacang tanah tahan terhadap seluruh bioherbisida pada
aplikasi fase 1 MST.
Tabel 9 Tinggi tanaman kacang tanah pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase 1 MST
Tinggi tanaman kacang tanah (cm)
Perlakuan
6 HST 8 HST 10 HST 12 HST 15 HST
Air (-)
0.54ab
1.47
2.78
6.11
8.18ab
Cangkang Sawit
0.48ab
1.41
4.00
5.25
9.10ab
Gambut
0.70ab
2.48
4.98
8.41
11.58ab
Sekam
0.34ab
2.26
4.14
7.82
11.30ab
Air (SO2)
0.10b
1.16
3.00
5.26
9.04ab
Cangkang Sawit
0.38ab
1.48
4.36
5.35
7.56b
+ SO2
Gambut + SO2
1.02a
2.82
5.68
8.32
12.74a
Sekam + SO2
0.00b
2.04
3.98
5.78
9.66ab

17 HST
8.30ab
9.45ab
11.75ab
11.62ab
9.28ab
7.70b
13.06a
9.82ab

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Pengamatan tinggi tanaman kedelai 13 HST menununjukkan tanaman
kedelai tidak terpengaruh terhadap aplikasi bioherbisida (Tabel 10). Bioherbisida
berbahan baku cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang sawit + SO2, gambut +
SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap
tinggi kedelai pada fase 1 MST (Tabel 10). Oleh sebab itu, tanaman kedelai
memiliki ketahanan terhadap seluruh aplikasi bioherbisida.
Tabel 10 Tinggi tanaman kedelai pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase 1 MST
Tinggi tanaman kedelai (cm)
Perlakuan
4 HST
7 HST
10 HST
Air (-)
2.26
8.05
13.75ab
Cangkang Sawit
2.98
8.27
14.32a
Gambut
3.25
8.54
14.15a
Sekam
2.72
8.21
13.21ab
Air (SO2)
2.70
8.73
14.25a
Cangkang Sawit + SO2
2.35
7.26
11.95b
Gambut + SO2
3.34
8.80
14.72a
Sekam + SO2
3.10
8.13
13.46ab

13 HST
19.48ab
19.48ab
19.98ab
19.78ab
20.12ab
18.02ab
21.04a
19.61b

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Pertumbuhan tanaman jagung tidak terpengaruh terhadap aplikasi seluruh
bioherbisida (Tabel 11). Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut,

14
sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi
10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi jagung pada fase 1 MST (Tabel 11).
Karena itu, tanaman jagung memiliki ketahanan terhadap seluruh bioherbisida uji.
Tabel 11 Tinggi tanaman jagung pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase 1 MST
Tinggi tanaman jagung (cm)
Perlakuan
4 HST
6 HST
8 HST
10 HST
Air (-)
3.94ab
13.57
25.80
32.41
Cangkang Sawit
2.51c
10.67
21.17
28.33
Gambut
3.08bc
11.81
22.67
29.41
Sekam
3.57abc 12.85
22.88
31.40
Air (SO2)
3.53abc 13.01
25.01
33.00
Cangkang Sawit +
4.01ab
13.75
22.77
28.30
SO2
Gambut + SO2
2.76bc
11.93
23.57
29.53
Sekam + SO2
4.71a
12.68
23.85
29.30

12 HST
34.88
34.13
32.22
36.91
36.04
32.51
33.63
31.76

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Pengamatan tinggi tanaman padi pada 15 HST menunjukkan pertumbuhan
tanaman padi tidak terpengaruh terhadap aplikasi seluruh bioherbisida uji (Tabel
12). Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang sawit
+ SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak
berpengaruh terhadap tinggi padi pada fase 1 MST (Tabel 12). Oleh sebab itu,
tanaman padi memiliki ketahanan terhadap seluruh bioherbisida uji.
Tabel 12 Tinggi tanaman padi pada aplikasi beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’ fase 1 MST
Tinggi tanaman padi (cm)
Perlakuan
4 HST 6 HST
8 HST
10 HST 12 HST
Air (-)
0.00
0.95
3.94
6.81b
8.90b
Cangkang Sawit
0.07
1.52
4.85
8.15ab 11.61a
Gambut
0.00
1.68
5.42
8.50ab 11.70a
Sekam
0.06
1.83
5.10
8.58ab 12.75a
Air (SO2)
0.03
1.81
4.86
8.30ab 11.35a
Cangkang Sawit
0.00
1.54
5.41
8.24ab 13.24a
+ SO2
Gambut + SO2
0.05
2.00
5.81
9.41a
12.90a
Sekam + SO2
0.00
1.63
5.88
9.28a
12.55a

15 HST
10.74b
13.37ab
12.72ab
14.66a
13.21ab
14.12a
14.77a
14.25a

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Uji Persistensi ‘Biolignoherbisida’ 2 MSA di Media Tanam
Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut, cangkang sawit + SO2,
gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak berpengaruh

15
terhadap tinggi padi pada uji persistensi 2 MSA (Tabel 13). Bioherbisida
berbahan baku sekam pada konsentrasi 10 % (b/v) berpengaruh terhadap tinggi
padi pada uji persistensi 2 MSA (Tabel 13). Media tanam yang mengandung
residu bioherbisida berbahan baku sekam menyebabkan tanaman padi terhambat
pertumbuhannya dibandingkan kontrol.
Tabel 13 Tinggi tanaman padi pada uji persistensi 2 MSA beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman padi (cm)
Perlakuan
7 HST
10 HST
13 HST
16 HST
19 HST
Air (-)
5.22
10.02ab 14.20ab
19.25abc
23.90a
Cangkang Sawit
5.30
10.87ab 13.35ab
17.10abc
18.85abc
Gambut
6.15
11.80a
16.02a
20.80a
22.57ab
Sekam
5.20
9.10b
12.12ab
13.65c
14.37c
Air (SO2)
5.97
10.77ab 15.47a
20.97a
22.97ab
Cangkang Sawit +
5.10
9.10b
10.95b
14.72bc
17.32bc
SO2
Gambut + SO2
4.70
9.10b
12.42ab
17.00abc
19.47abc
Sekam + SO2
5.65
10.50ab 14.32ab
19.52ab
22.02ab
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Pengamatan tinggi tanaman kacang hijau menunjukkan tidak adanya
pengaruh bioherbisida uji terhadap pertumbuhan (Tabel 14). Oleh sebab itu,
bioherbisida uji tidak meninggalkan residu. Bioherbisida berbahan baku cangkang
sawit, gambut, sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2
pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi kacang hijau pada
uji persistensi 2 MSA (Tabel 14).
Tabel 14 Tinggi tanaman kacang hijau pada uji persistensi 2 MSA beberapa
bahan baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman kacang hijau (cm)
Perlakuan
4 HST

Air (-)
Cangkang Sawit
Gambut
Sekam
Air (SO2)
Cangkang Sawit +
SO2
Gambut + SO2
Sekam + SO2

10 HST

13 HST

16 HST

19 HST

4.25
2.80
3.00
3.33
4.30

17.17ab
17.03ab
14.60b
16.13ab
16.63ab

7 HST

20.72
21.43
19.47
19.76
20.16

22.07
21.70
20.85
21.00
20.66

22.65
23.10
21.45
21.80
22.16

22.90
23.33
21.82
22.06
22.53

3.65

17.50a

21.15

22.20

23.40

23.55

4.16
2.66

16.73ab
16.93ab

20.36
21.33

21.50
22.53

21.86
23.16

22.13
23.83

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Pengamatan tinggi tanaman jagung menunjukkan tidak adanya pengaruh
seluruh bioherbisida uji. Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut,

16
sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi
10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi jagung pada uji persistensi 2 MSA
(Tabel 15). Karena itu, seluruh bioherbisida uji tidak meninggalkan residu setelah
2 MSA.
Tabel 15 Tinggi tanaman jagung pada uji persistensi 2 MSA beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman jagung (cm)
Perlakuan
4 HST
7 HST
10 HST
13 HST
16 HST
Air (-)
2.80a
21.25a
34.17
38.80
39.32ab
Cangkang Sawit
1.70ab
16.80ab
29.42
33.15
34.20ab
Gambut
1.97ab
17.82ab
30.37
36.25
36.70ab
Sekam
2.33ab
19.16ab
34.30
38.93
39.20ab
Air (SO2)
0.60b
21.60b
29.57
37.15
42.37a
Cangkang Sawit +
2.70a
21.53a
33.80
39.16
40.43ab
SO2
Gambut + SO2
2.26ab
18.43ab
31.10
31.66
31.73b
Sekam + SO2
1.80ab
18.83ab
32.50
37.46
38.43ab
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Pengamatan tinggi tanaman kedelai pada 19 HST menunjukkan tidak
adanya pengaruh seluruh bioherbisida uji terhadap pertumbuhan. Bioherbisida
berbahan baku cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang sawit + SO2, gambut +
SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap
tinggi jagung pada uji persistensi 2 MSA (Tabel 16). Oleh sebab itu, seluruh
bioherbisida uji tidak meninggalkan residu yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman kedelai.
Tabel 16 Tinggi tanaman kedelai pada uji persistensi 2 MSA beberapa bahan
baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman kedelai (cm)
Perlakuan
4 HST 7 HST 10 HST 13 HST 16 HST 19 HST
Air (-)
6.27
21.12
28.72
31.35
32.52
33.02
Cangkang Sawit
4.90
18.25
23.75
25.95
27.10
28.20
Gambut
4.42
18.95
27.55
30.30
31.40
31.52
Sekam
5.60
18.25
24.65
27.05
27.80
28.10
Air (SO2)
5.00
19.50
26.60
28.93
30.03
30.13
Cangkang Sawit
5.53
19.03
29.73
31.80
32.33
32.83
+ SO2
Gambut + SO2
5.10
17.25
25.75
28.65
30.35
31.15
Sekam + SO2
5.40
21.73
30.93
34.26
35.16
35.30
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

17
Uji Persistensi ‘Biolignoherbisida’ 4 MSA di Media Tanam
Bioherbisida uji diaplikasikan pada permukaan media tanam. Selanjutnya, 4
MSA dilakukan penanaman tanaman pangan. Pengamatan akhir tanaman padi
pada 16 HST menunjukkan seluruh bioherbisida uji tidak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman padi (Tabel 17). Bioherbisida berbahan baku cangkang
sawit, gambut, sekam, cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2
pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi padi pada uji
persistensi 4 MSA (Tabel 17). Karena itu, seluruh bioherbisida uji tidak
meninggalkan residu.
Tabel 17 Tinggi tanaman padi pada uji persistensi 4 MSA beberapa bahan baku
‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman padi (cm)
Perlakuan
7 HST
10 HST
13 HST
16 HST
Air (-)
2.40
8.27
12.10
14.77
Cangkang Sawit
1.86
8.93
12.36
16.46
Gambut
1.62
7.00
12.12
18.15
Sekam
0.72
6.57
9.47
13.95
Air (SO2)
2.00
8.45
13.45
20.07
Cangkang Sawit + SO2
1.17
7.17
10.40
16.95
Gambut + SO2
0.87
6.25
9.40
14.10
Sekam + SO2
2.20
8.37
12.57
17.32
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

Pengamatan tinggi tanaman kacang hijau pada 16 HST menunjukkan tidak
adanya pengaruh bioherbisida uji terhadap pertumbuhan tanaman kacang hijau
(Tabel 18). Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut, sekam,
cangkang sawit + SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 %
(b/v) tidak berpengaruh terhadap tinggi kacang hijau pada uji persistensi 4 MSA
(Tabel 18). Jadi, seluruh bioherbisida uji tidak meninggalkan residu setelah 4
MSA.
Tabel 18 Tinggi tanaman kacang hijau pada uji persistensi 4 MSA beberapa bahan
baku ‘biolignoherbisida’
Tinggi tanaman kacang hijau (cm)
Perlakuan
4 HST
7 HST
10 HST
13 HST
16 HST
Air (-)
0.72
5.30bc
10.05
12.27
13.57
Cangkang Sawit
1.22
7.07abc
13.97
16.47
18.17
Gambut
1.22
8.77abc
15.50
17.30
18.02
Sekam
1.20
10.96abc
16.60
18.23
18.93
Air (SO2)
0.67
9.75ab
16.45
18.67
19.77
Cangkang Sawit +
0.56
8.13abc
14.43
15.86
16.90
SO2
Gambut + SO2
0.93
8.56abc
15.36
17.40
18.50
Sekam + SO2
0.52
3.82c
11.75
14.92
16.35
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan taraf uji
5% (DMRT)

18

Bioherbisida berbahan baku cangkang sawit, gambut, sekam, cangkang sawit +
SO2, gambut + SO2, dan sekam + SO2 pada konsentrasi 10 % (b/v) tidak
berpengaruh terhadap tinggi jagung pada uji persistensi 4 MSA (Tabel 19).
Tabel 19 Tinggi tanaman jagung pad