Pengaruh Suhu Terhadap Produksi Biogas Pada Proses Metanogenesis Berbahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

(1)

PENGARUH SUHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS

PADA PROSES METANOGENESIS BERBAHAN BAKU

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Oleh :

MAHDALENA

090405008

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JULI 2014


(2)

PENGARUH SUHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS

PADA PROSES METANOGENESIS BERBAHAN BAKU

LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Oleh :

MAHDALENA

090405008

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JULI 2014


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH SUHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS PADA

PROSES METANOGENESIS BERBAHAN BAKU LIMBAH CAIR

PABRIK KELAPA SAWIT

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 16 Juli 2014

Mahdalena NIM 090405008


(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

PENGARUH SUHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS PADA

PROSES METANOGENESIS BERBAHAN BAKU LIMBAH CAIR

PABRIK KELAPA SAWIT

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang ujian skripsi pada 16 Juli 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Mengetahui, Medan, 16 Juli 2014

Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing

Ir. Renita Manurung, MT Ir. Bambang Trisakti, M.Si NIP. 19681214 199702 2 002 NIP. 19660925 199103 1 003

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Dr. Ir. Fatimah, MT Dr. Eng. Rondang Tambun, ST. MT NIP. 19640617 199403 2 001 NIP. 19720612 200012 1 001


(5)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Pengaruh Suhu Terhadap Produksi Biogas Pada Proses Metanogenesis Berbahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini:

 Penelitian ini merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang ramah lingkungan karen mampu mendegradasi semua jenis limbah organik menjadi energi yaitu metana dengan waktu yang singkat.

 Penelitian ini memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang sumber energi alternatif yaitu biogas dengan tahap metanogenesis.

 Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Teknik Kimia dengan judul “Pengaruh Suhu Terhadap Produksi Biogas Pada Proses Metanogenesis Berbahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit”,

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Bambang Trisakti, M.Si, selaku Dosen Pembimbing 2. Intan Zahara selaku partner penelitian

3. Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si, selaku Dosen dan Ketua Departemen 4. Dr. Ir. Fatimah, MT selaku Dosen Penguji

5. Dr. Eng. Rondang Tambun, ST. MT selaku Dosen Penguji

6. Staf Pengajar dan Staf Administrasi Fakultas Teknik Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara Medan

7. Herypasc, Wenny, Vero, Elmer, Danil, Syervi, Indah, Tuti dan teman sejawat 2009 serta abang, kaka senior dan adik-adik stambuk 2012.


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 16 Juli 2014 Penulis


(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada:

Yang paling Teristimewa Orang tua penulis, Ayahanda Alm. Mahrizal Sinambela dan Ibunda Asmidar. Yang paling tersayang adinda Mahyuni Sinambela, Eva Rizda Sinambela dan Rahmat Kondang Sinambela.

Sahabat tercinta Titin, Samha, Nining, Zwida, Nita, agus dan keluarga kedua penulis picauly 29 Mbak Ummi, Mbak Yuli, Mbak Devi, Irna, Rohani, Irma dan iBu Siti Fatimah Sarbunan.


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Mahdalena

NIM : 090405008

Tempat,Tanggal Lahir : Tanjungbalai, 08 Februari 1991 Nama Orang Tua : Alm. Mahrizal Sinambela (Ayah)

Asmidar (Ibu)

Alamat Orang Tua : Jl. Mujair Kapias Pulau Buaya

Kec. Teluk Nibung Kota Tanjungbalai

Asal Sekolah

 SD Negeri 130012 Tanjungbalai Tahun 1997 – 2003  MTsN Tanjungbalai Tahun 2003 – 2006

 SMA Negeri 1 Tanjungbalai Tahun 2006 – 2009

Beasiswa yang pernah diperoleh

 Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) Tahun 2010  Prestasi Peningkatan Akademik (PPA) Tahun 2011  Otorita Asahan Kota Tanjungbalai Tahun 2012

Pengalaman Organisasi /Kerja

 Anggota PTKP HMI FT USU Periode 2009 – 2010  Wasekum PP HMI FT USU Periode 2010 – 2011  Bendahara Umum CSG FT USU Periode 2010 – 2011  Anggota HUMAS HIMATEK FT USU Periode 2011 – 2012

 Anggota Administrasi dan Kesekratariatan PEMA FT USU Periode 2012 – 2013  Kerja Praktek Lapangan di PTPN IV PKS Adolina Tahun 2011

 Asisten Laboratorium Proses Industri Kimia FT USU Periode 2012 – 2014 modul Transesterifikasi dan Proses Pembuatan Pulp

 Konsultan Oriflame Tahun 2010 – 2011


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil proses metanogenesis serta pengaruh suhu terhadap degradasi (penguraian) zat organik dan padatan organik meliputi VS, TS, COD, TSS dan VSS serta produksi dan komposisi biogas dari proses metanogenesis berbahan baku limbah cair pabrik kelapa sawit. Bahan yang digunakan antara lain asam limbah cair kelapa sawit dari effluent reaktor asidogenesis yang berbahan baku POME dari PKS Adolina, asam klorida, natrium bikarbonat, Kertas Saring Whattman No. 41 Ashless, Gastec detecting tube No. 4HM, Gastec detecting tube No. 2HT. Penelitian ini dilakukan secara kontinu dengan reaktor CSTR 2 L, effluent dari reaktor asidogenesis sebagai substrat yang didegradasi pada tahap metanogenesis untuk produksi biogas dengan HRT 4,

kecepatan pengadukan 100 rpm dengan pH di jaga konstan 6,7 - 7,5 dengan menggunakan larutan penyangga yaitu natrium bikarbonat ≥ 2500 mg/L CaCo3.

Sebelum HRT 4 tercapai, dilakukan loading up yaitu HRT 40, 10, 6 hari, setelah kondisi kehidupan bakteri stabil yaitu dengan pH dan alkalinitas konstan, dan HRT 4 tercapai dilakukan variasi suhu mesofilik (30 – 42 oC) dan termofilik (43 – 55 oC). Variabel yang diamati yaitu volume biogas yang dihasilkan dan analisa pH, alkalinitas, VS, TS, VSS, TSS dan COD untuk slurry dan analisa H2S dan CO2 untuk

biogas. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa suhu sangat mempengaruhi terhadap degradasi bahan organik, produksi dan komposisi biogas. Produksi biogas semakin meningkat dengan meningkatnya suhu, pada kondisi mesofilik volume biogas maksimum diperoleh pada suhu 35oC sebesar 37,74 m3/kg ∆VS dan mengandung metana sebesar 75% dan pada kondisi termofilik yaitu pada suhu 55oC sebesar 43,95 m3/kg ∆VS mengandung metana sebesar 69%. Degradasi kandungan organik yaitu VS dan COD semakin meningkat seiring meningkatnya suhu. Pada kondisi mesofilik laju degradasi VS dan COD secara berurut diperoleh maksimum sebesar 80%; 76% dan pada kondisi termofilik sebesar 80%; 81%.


(10)

ABSTRACT

This study aimed to obtain profiles of methanogenesis process and the effect of temperature on the degradation (decomposition) of organic matter and organic solids include VS, TS, COD, TSS and VSS and biogas production and composition process methanogenesis of the raw material palm oil mill effluent. Materials used include palm acid effluent from the reactor effluent asidogenesis are made from raw POME from Palm Oil Mill Adolina, hydrochloric acid, sodium bicarbonate, Filter Paper Whattman No. 41 ashless, Gastec detecting Tube No. 4HM, Gastec detecting Tube No. 2HT. This research was carried out continuously with 2 L CSTR reactor, the effluent from the reactor asidogenesis as substrate degraded at this stage of methanogenesis for biogas production with HRT 4, stirring speed of 100 rpm with a constant pH in the case from 6.7 to 7.5 by using a buffer solution that is sodium bicarbonate ≥ 2500 mg/ L CaCO3. Before HRT 4 is reached, was carried out loading

up to HRT 40, 10, 6 days, after which stable bacterial life conditions with a constant pH and alkalinity, and HRT 4 is reached to vary condition mesophilic temperature (30-42 oC) and thermophilic (43-55 °C ). Variables observed that the volume of biogas produced and analysis include pH, alkalinity, VS, TS, VSS, TSS and COD to slurry and analysis H2S and CO2 to biogas. The results showed that temperature

greatly affects the degradation of organic material, biogas production and composition. Biogas production increased with increasing temperature, the volume of biogas at mesophilic conditions was obtained at a temperature maximum of 35oC of 37.74 m3/kg ΔVS and methane by 75% and thermophilic conditions at a temperature maximum of 55oC is 43.95 m3/kg ΔVS of methane by 69%. Degradation of the organic content is VS and COD increased with increasing temperature. At mesophilic conditions VS and COD degradation rate obtained sequentially to a maximum of 80%; 76% and thermophilic conditions by 80%; 81%.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 RUMUSAN PERMASALAHAN 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL

MILL EFFLUENT (POME) 6

2.2 DIGESTASI ANAEROBIK 7

2.3 TAHAPAN DIGESTASI ANAEROBIK 7

2.3.1 Hidrolisis 8

2.3.2 Asidogenesis 9

2.3.3 Asetogenesis 10


(12)

2.4 BIOGAS 13 2.5 PARAMETER PENTING DALAM DIGESTASI ANAEROBIK 16

2.5.1 Temperatur 16

2.5.2 Ph 19

2.5.3 Alkalinitas 20

2.5.4 Hydraulic Retention Time (HRT) 21

2.5.5 Organic Loading Rate (OLR) 22

2.5.6 Pengadukan 23

2.5.7 Zat Racun (Toxic) 23

2.6 POTENSI EKONOMI 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25

3.1 LOKASI PENELITIAN 25

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 25

3.2.1 Bahan Penelitian 25

3.2.1.1 Bahan Utama 25

3.2.1.2 Bahan Analisa 25

3.2.2 Peralatan 25

3.2.2.1 Peralatan Utama 25

3.2.2.2 Peralatan Analisa 26

3.2.3 Rangkaian Peralatan 27

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 28

3.3.1 Prosedur Utama 28

3.3.1.1 Blok Diagram Proses Metanogenesis Dari Asam

Limbah Cair Kelapa Sawit Menjadi Biogas 29

3.3.2 Prosedur Analisa Sampel 30

3.3.2.1 Analisa Konsentrasi Chemical Oxygen Demand

(COD) 30

3.3.2.2 Analisia Ph 30

3.3.2.3 Analisa Alkalinitas 31

3.3.2.4 Analisa Total Solids (TS) 32

3.3.2.5Analisa Volatile Solid (VS) 34


(13)

3.3.2.7 Analisa Volatile Suspended Solid (VSS) 38

3.3.3 Analisa Gas 39

3.3.3.1 Analisa Gas H2S 39

3.3.3.2 Analisa Kandungan CO2 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42

4.1 KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT 42 4.2 PERUBAHAN NILAI DERAJAT KEASAMAN (pH) DAN

ALKALINITAS 43

4.3 PERUBAHAN NILAI TOTAL SOLID (TS) DAN VOLATILE

SOLID (VS) 46

4.4 PERUBAHAN NILAI TOTAL SUSPENDEED SOLID (TSS)

DAN VOLATILE SUSPENDED SOLID (VSS) 50

4.5 PERUBAHAN NILAI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) 53

4.6 DEGRADASI KANDUNGAN ORGANIK 54

4.7 PRODUKSI BIOGAS 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 60

5.1 KESIMPULAN 60

5.2 SARAN 60


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara

Anaerobik

8

Gambar 2.2 Reaksi Asidogenesis 9

Gambar 2.3 Reaksi Asetogenesis 10

Gambar 2.4 Reaksi Metanogenesis 11

Gambar 2.5 Hubungan Antara Nilai Biogas Relatif Yang Bergantung Pada Temperatur Dan HRT

18

Gambar 2.6 Laju Peningkatan Metana 19

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan 27

Gambar 3.2 Blok Diagram Proses Metanogenesis Dari Asam Limbah Cair Kelapa Sawit Menjadi Biogas

29

Gambar 3.3 Flowchart Analisa pH 30

Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisa Alkalinitas 32 Gambar 3.5 Flowchart Prosedur Analisa Total Solid 34 Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Analisa Volatile Solid 35 Gambar 3.7 Flowchart Prosedur Analisa Total Suspended Solid 38 Gambar 3.8 Flowchart Prosedur Analisa Volatile Suspended Solid 39 Gambar 3.9 Flowchart Prosedur Analisa Gas H2S 40

Gambar 3.10 Flowchart Prosedur Analisa Gas CO2 41

Gambar 4.1 Profil Perubahan Nilai pH dan Alkalinitas Selama Proses Metanogenesis

43 Gambar 4.2 Pengaruh Suhu Terhadap Perubahan Derajat

Keasaman (pH)

44 Gambar 4.3 Pengaruh Suhu terhadap Perubahan Nilai Alkalinitas 45 Gambar 4.4 Profil Perubahan Nilai Total Solid (TS) Selama

Proses Metanogenesis

46 Gambar 4.5 Profil Perubahan Nilai Volatile Solid (VS) Selama

Proses Metanogenesis


(15)

Gambar 4.6 Profil Perubahan Nilai Degradasi TS Dan VS Selama Proses Metanogenesis

48 Gambar 4.7 Pengaruh Suhu Terhadap Perubahan Nilai Degradasi

Total Solid (TS)

48 Gambar 4.8 Pengaruh Suhu Terhadap Perubahan Nilai Degradasi

Volatile Solid (VS)

49 Gambar 4.9 Profil Perubahan Nilai TSS dan VSS Selama Proses

Metanogenesis

50 Gambar 4.10 Pengaruh Suhu Terhadap Perubahan Nilai TSS 51 Gambar 4.11 Pengaruh Suhu Terhadap Perubahan Nilai VSS 52 Gambar 4.12 Profil Perubahan Nilai COD Selama Proses

Metanogenesis

53 Gambar 4.13 Profil Perubahan Degradasi Kandungan Organik

Selama Proses Metanogenesis

54 Gambar 4.14 Pengaruh Suhu Terhadap Degradasi Kandungan

Organik

55 Gambar 4.15 Produksi Biogas Selama Proses Metanogenesis 56 Gambar 4.16 Pengaruh Suhu Terhadap Produksi Biogas (m3/kg

VS)

57

Gambar 4.17 Komposisi Produksi Biogas 58

Gambar 4.17 Pengaruh Suhu Terhadap Produksi Metana 58

Gambar C.1 Foto Sampel L.C-1

Gambar C.2 Foto Penimbangan Sampel L.C-1

Gambar C.3 Foto Analisa pH dan Alkalinitas L.C-1

Gambar C.4 Foto Analisa Total Solid (TS) dan Volatile Solid (VS) L.C-2

Gambar C.5 Foto Analisa TSS dan VSS L.C-2


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Potensi Biogas Yang Dihasilkan Oleh Beberapa

Substrat

1 Tabel 1.2 Berbagai Penelitian Produksi Biogas 2

Tabel 2.1 Karekteristik POME 6

Tabel 2.2 Klasifikasi Bakteri Hidrolisis Berdasarkan Substrat Yang Diolah

9

Tabel 2.3 Klasifikasi Bakteri Metanogen 12

Tabel 2.4 Pengaruh Komponen-Komponen dalam Biogas dan Pengaruhnya

14 Tabel 2.5 Biogas Yang Dihasilkan Dari Berbagai Substrat Dan

Kondisi Operasi Yang Berbeda

15 Tabel 2.6 Hubungan antara Temperatur Operasi dan Hydraulic

Retention Time

16 Tabel 4.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Adolina


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN L.A-1

LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN L.B-1

B.1 PERHITUNGAN NILAI ALKALINITAS L.B-1 B.2 PERHITUNGAN NILAI TOTAL SOLID (TS) L.B-1

B.3 PERHITUNGAN NILAI VOLATILE SOLID

(VS) L.B-1

B.4 PERHITUNGAN NILAI TOTAL

SUSPENDED SOLID (TSS) L.B-2

B.5 PERHITUNGAN NILAI VOLATILE

SUSPENDED SOLID (VSS) L.B-2

B.6 PERHITUNGAN PRODUKSI BIOGAS m3/

kg ∆VS L.B-2

B.7 PERHITUNGAN PERSENTASI VS YANG

TERDEGRADASI L.B-3

B.8 PERHITUNGAN PERSENTASI COD

YANG TERDEGRADASI L.B-3

B.9 PERHITUNGAN YIELD METANA L.B-3

LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN L.C-1

C.1 FOTO SAMPEL L.C-1

C.2 FOTO PENIMBANGAN SAMPEL L.C-1

C.3 FOTO ANALISA pH dan ALKALINITAS L.C-1 C.4 FOTO ANALISA TOTAL SOLID (TS) DAN

VOLATILE SOLID (VS) L.C-2

C.5 FOTO ANALISA TOTAL SUSPENDED

SOLID (TSS) DAN VOLATILE

SUSPENDED SOLID (VSS)

L.C-2 C.6 FOTO ANALISA KANDUNGAN GAS H2S

dan GAS CO2


(18)

DAFTAR SINGKATAN

BOD Biology Oxygend Demand

COD Chemical Oxygen Demand

CO2 Carbondioksida

CSTR Continous Stirrer Tank Reaktor

H2 Hidrogen

H2S Hidrogen sulfida

HCl Asam klorida

HRT Hydraulic Retention Time

OLR Organic Loading Rate

pH Power of Hydrogen

POME Palm OilMill Effluent

rpm Radius per menit

SNI Standar Nasional Indonesia

TKN Total Kjeldan Nitrogen

TS Total Solid

TSS Total Suspended

VFA Volatile Fatty Acid

VS Volatile Solid


(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

°C Derajat Celsius

CH3COOH Asam Asetat

CH3CH2COOH Asam Propionat

CH3CH2CH2COOH Asam Butirat

CH4 Metana

C2H5OH Etanol

C6H10O5 Glukosa

C16H24O5N4 Protein

C50H90O6 Lemak

H2O Air

N2 Nitrogen

NH3 Amoniak

VR Volume digester m3


(20)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil proses metanogenesis serta pengaruh suhu terhadap degradasi (penguraian) zat organik dan padatan organik meliputi VS, TS, COD, TSS dan VSS serta produksi dan komposisi biogas dari proses metanogenesis berbahan baku limbah cair pabrik kelapa sawit. Bahan yang digunakan antara lain asam limbah cair kelapa sawit dari effluent reaktor asidogenesis yang berbahan baku POME dari PKS Adolina, asam klorida, natrium bikarbonat, Kertas Saring Whattman No. 41 Ashless, Gastec detecting tube No. 4HM, Gastec detecting tube No. 2HT. Penelitian ini dilakukan secara kontinu dengan reaktor CSTR 2 L, effluent dari reaktor asidogenesis sebagai substrat yang didegradasi pada tahap metanogenesis untuk produksi biogas dengan HRT 4,

kecepatan pengadukan 100 rpm dengan pH di jaga konstan 6,7 - 7,5 dengan menggunakan larutan penyangga yaitu natrium bikarbonat ≥ 2500 mg/L CaCo3.

Sebelum HRT 4 tercapai, dilakukan loading up yaitu HRT 40, 10, 6 hari, setelah kondisi kehidupan bakteri stabil yaitu dengan pH dan alkalinitas konstan, dan HRT 4 tercapai dilakukan variasi suhu mesofilik (30 – 42 oC) dan termofilik (43 – 55 oC). Variabel yang diamati yaitu volume biogas yang dihasilkan dan analisa pH, alkalinitas, VS, TS, VSS, TSS dan COD untuk slurry dan analisa H2S dan CO2 untuk

biogas. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa suhu sangat mempengaruhi terhadap degradasi bahan organik, produksi dan komposisi biogas. Produksi biogas semakin meningkat dengan meningkatnya suhu, pada kondisi mesofilik volume biogas maksimum diperoleh pada suhu 35oC sebesar 37,74 m3/kg ∆VS dan mengandung metana sebesar 75% dan pada kondisi termofilik yaitu pada suhu 55oC sebesar 43,95 m3/kg ∆VS mengandung metana sebesar 69%. Degradasi kandungan organik yaitu VS dan COD semakin meningkat seiring meningkatnya suhu. Pada kondisi mesofilik laju degradasi VS dan COD secara berurut diperoleh maksimum sebesar 80%; 76% dan pada kondisi termofilik sebesar 80%; 81%.


(21)

ABSTRACT

This study aimed to obtain profiles of methanogenesis process and the effect of temperature on the degradation (decomposition) of organic matter and organic solids include VS, TS, COD, TSS and VSS and biogas production and composition process methanogenesis of the raw material palm oil mill effluent. Materials used include palm acid effluent from the reactor effluent asidogenesis are made from raw POME from Palm Oil Mill Adolina, hydrochloric acid, sodium bicarbonate, Filter Paper Whattman No. 41 ashless, Gastec detecting Tube No. 4HM, Gastec detecting Tube No. 2HT. This research was carried out continuously with 2 L CSTR reactor, the effluent from the reactor asidogenesis as substrate degraded at this stage of methanogenesis for biogas production with HRT 4, stirring speed of 100 rpm with a constant pH in the case from 6.7 to 7.5 by using a buffer solution that is sodium bicarbonate ≥ 2500 mg/ L CaCO3. Before HRT 4 is reached, was carried out loading

up to HRT 40, 10, 6 days, after which stable bacterial life conditions with a constant pH and alkalinity, and HRT 4 is reached to vary condition mesophilic temperature (30-42 oC) and thermophilic (43-55 °C ). Variables observed that the volume of biogas produced and analysis include pH, alkalinity, VS, TS, VSS, TSS and COD to slurry and analysis H2S and CO2 to biogas. The results showed that temperature

greatly affects the degradation of organic material, biogas production and composition. Biogas production increased with increasing temperature, the volume of biogas at mesophilic conditions was obtained at a temperature maximum of 35oC of 37.74 m3/kg ΔVS and methane by 75% and thermophilic conditions at a temperature maximum of 55oC is 43.95 m3/kg ΔVS of methane by 69%. Degradation of the organic content is VS and COD increased with increasing temperature. At mesophilic conditions VS and COD degradation rate obtained sequentially to a maximum of 80%; 76% and thermophilic conditions by 80%; 81%.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan limbah terbesar yang dihasilkan dari proses produksi minyak kelapa sawit. Limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) mempunyai kandungan senyawa lemak, protein dan karbohidrat yang mempunyai ikatan atom C, apabila diolah dengan baik maka dapat menghasilkan biogas yang bisa digunakan untuk menghasilkan energi [1], potensi biogas yang dihasilkan dari beberapa substrat dapat dilihat pada tabel 1.1. Minyak dan lemak merupakan komponen pencemar utama yang terdapat pada limbah cair pabrik kelapa sawit [2]. Oleh sebab itu banyak penelitian yang dilakukan untuk mengurangi dampak pencemaran tersebut, namun biasanya hanya diolah agar dapat dibuang sesuai dengan standar baku mutu lingkungan yang sudah ditetapkan.

Tabel 1.1 Potensi Biogas Yang Dihasilkan Oleh Beberapa Substrat [3] Komponen Reaksi Metanogenik Biogas (lg-1) CH4 (%)

Lemak C50H90O6 + 24,5 H2O 34,75 CH4 + 15,25 CO2

1,425 69,5 Karbohidrat C6H10O5 + H2O 3 CH4 + 3 CO2 0,830 50,0

Protein C16H24O5N4 + 14,5 H2O 8,25 CH4 + 3,75 CO2 + 4NH4+ + 4HCO3

-0,921 68,8

Biogas merupakan produk akhir dari degradasi anaerobik bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan dengan sedikit oksigen. Komponen terbesar yang terkandung dalam biogas adalah metana 55 – 70% dan karbon dioksida 30 – 45% serta sejumlah kecil, nitrogen dan hidrogen sulfide [4]. Gas metan termasuk gas rumah kaca (greenhouse gas), bersama dengan gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena

pemanasan global [5]. Table 1.2 berikut merupakan beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menghasilkan biogas.


(23)

Tabel 1.2 Berbagai Penelitian Biogas

Peneliti Judul Jenis Limbah Metode Hasil Penelitian

Sorawit Wanitukul, warin Rukruemz and pawinee Chaiprasert (2013) [6]

Effect of Operating Condition on Performance of Anaerobic Hybird Reactor at

Thermophilic Temperature

Pall Oil Mill Effluent (POME) Digestion Anaerobik, suhu 55oC, dengan reaktor Anaerobic Hybird Reaktor (AHB) bervolume 6 L dengan bagian sludge zone dan package zone . variasi OLR dan HRT

Peningkatan OLR dari 1,2 – 5, 5 gr COD/ L. D dan

pengurangan HRT dari 20 – 10 diperoleh yield metana

meningkat dari 0.17 g COD metana/ g VSS.d – 0.32 g COD metana/ g VSS.d dan efisiensi pengurangan COD nya 90% Rina. S. Soetopo, Sri Purwati,

Yusup Setiawan, Krisna Adhytia W (2011) [7]

Efektivitas Proses Kontinyu Digesti Anaerobik Dua Tahap Pada Pengolahan Lumpur IPAL Biologi Industri Kertas

Lumpur IPAL biologi Industri Kertas

Digestasi dua tahap dengan reaktor CSTR dengan penambahan protoase dengan variasi HRT

Dilakukan proses termofilik pada proses asidogenesis dan mesofilik di metanogenesis diperoleh biogas sebesar 15,82L/hari dengan kandungan CH4 50,4-64,1% dan CO2 18-30%.

Jhon C. Kabaouris, et all (2009) [8]

Meshophilic and Thermophilic Anaerobic Digestion pf Municipal Sludge And Fat, Oil, Grease

Sampah kota Sistem digestasi Batch Menggunakan 2 reaktor terpisah untuk reaktor mesofilik (35 oC) dan termofilik (52oC)

Biogas yang dihasilkan pada mesofilik 719 ml dengan kandungan metana 65,8% dan pada termofilik 802 ml, metana 68,7%

Wanna Choorit dan Pornpan Wisarman (2007) [9]

Effect Of Temperature on the Anaerobic Digestion Of Palm Oil Mill Effluent

POME Menggunakan 2 reaktor CSTR dengan kondisi mesofilik (37 o

C) dan termofilik (55 oC) dengan variasi OLR

Biogas yang dihasilkan pada suhu mesofilik sebesar 3,73 L dengan kandungan metana 71,04 % dan pada termofilik sebesar 4,66 L, metana 69,53%


(24)

Biogas dihasilkan dari proses digestasi anaerobik, pada dasarnya digestasi anaerobik bahan organik melalui tahapan hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [10-15]. Proses digestasi anaerobik dalam pembuatan biogas dapat dilakukan dalam sistem reaktor satu tahap atau dua tahap. Dengan digestasi anaerobik dua tahap dapat dilakukan pengaturan kondisi operasi sesuai kondisi optimum masing-masing proses agar kinerja hidrolisa-asidifikasi sebagai proses tahap pertama dan metanasi sebagai proses tahap kedua masing-masing meningkat sehingga produktivitas biogas dan konsentrasi metan menjadi lebih tinggi [8, 16].

Metanogenesis merupakan tahap akhir dari proses biogas. Mikroorganisme yang memproduksi metana dan karbon dioksida (biogas) yang disebut metanogen [17]. Mikroorganisme pada metanogenesis ini sangat sensitif terhadap perubahan jumlah umpan masuk, pH, temperatur, laju beban organik (OLR), dan waktu retensi hidrolik (HRT) [18]. Proses ini dapat dioperasikan secara terus menerus (CSTR) atau dalam batch tergantung pada substrat yang dicerna [3].

Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk mempertimbangkan selama proses digestasi anaerobik. Suhu biasanya digunakan untuk digestasi anaerob dalam proses biogas sekitar 30-37°C (mesofilik) atau 50-60°C (termofilik) [9, 17, 19]. Meningkatkan suhu beberapa derajat dapat menyebabkan gangguan proses. Menurunkan suhu beberapa derajat mungkin tidak mengganggu banyak proses, tetapi menyebabkan ketidakseimbangan antara fermentasi dan pembentukan metana. Umumnya produksi metana lebih sensitif terhadap fluktuasi suhu dari mikroorganisme lain dalam proses biogas [17].

Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mengurangi komponen pencemar utama yang terdapat dalam limbah cair kelapa sawit (POME) yaitu lemak dan minyak yang telah terurai terlebih dahulu pada tahap asidogenesis menjadi asam limbah cair kelapa sawit untuk mempermudah mikroorganisme metanogenesis mengurai substrat makromolekul (minyak dan lemak tersebut) menjadi metana lebih cepat sehingga mempersingkat waktu retensi untuk menghasilkan biogas dengan kandungan metana yang maksimum dan meminimumkan kandungan hidrogen sulfida. Sehingga dapat diaplikasikan ke skala yang lebih besar untuk memanfaatkan limbah cair dari pabrik kelapa sawit di Indonesia untuk menghasilkan biogas sebagai salah satu energi alternatif.


(25)

1.2RUMUSAN PERMASALAHAN

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana pengaruh suhu antara mesofilik (30 - 45 oC) dan termofilik (45 - 60 oC) terhadap penguraian senyawa organik dari VS, TS, TSS, VSS dan produksi biogas yang dihasilkan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh profil proses metanogenesis yang terlihat melalui perubahan nilai pH dan alkalinitas, TS dan VS, TSS dan VSS, dan COD.

2. Memperoleh pengaruh suhu terhadap degradasi (penguraian) zat organik dan padatan organik meliputi VS, TS, COD, TSS dan VSS digestasi anaerobik pada tahap metanogenesis.

3. Memperoleh pengaruh suhu terhadap produksi biogas dari proses metanogenesis.

4. Memperoleh pengaruh suhu terhadap kandungan metana yang maksimum dari proses metanogenesis.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi untuk memproduksi biogas pada proses metanogenesis melalui digestasi anaerobik dua tahap.

2. Mengubah limbah cair dari limbah kelapa sawit menjadi biogas dengan proses yang singkat, yang merupakan salah satu energi alternatif untuk penghematan penggunaan energi dari bahan bakar fossil.

3. Memperoleh data dan informasi yang optimum untuk menghasilkan metana yang maksimal pada proses metanogenesis untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya.


(26)

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Univesitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini memeliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut:

1. Substrat yang digunakan adalah asam limbah cair kelapa sawit yang diperoleh dari effluent tahap asidogenesis berbahan baku POME dari PKS Adolina.

2. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah digestasi anaerobik dengan sistem kontinu dengan reaktor CSTR (Continous Stirred Tank Reactor) bervolume 2 liter.

3. Variabel yang ditetapkan pada penelitian ini adalah kecepatan pengadukan 100 rpm, pH 6,7–7,5 , alkalinitas ≥ 2500 mg/l dengan waktu retensi (HRT) 4 hari. 4. Variabel yang divariasikan pada penelitian ini adalah suhu metanogenesis yaitu

mesofilik (30 - 42 oC) dan termofilik (43 - 60 oC).

5. Analisa yang dilakukan meliputi sampel cair dan sampel biogas.

Adapun analisa yang dilakukan untuk sampel cair (discharged slurry) meliputi:  Analisa Alkalinitas dengan metode titrasi.

 Analisa pH atau derajat keasaman mengunakan pH meter.

 Analisa Total Solid (TS), Volatile Solid (VS), Total Suspended Solid (TSS)

dan VolatileSuspendedSolid (VSS) dengan metode gravimetri sesuai dengan

SNI 06-6989.3-2004 dan Standard Methods for the Examinatioan of Water

and Wastewater [10].

 Analisa COD yang dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) kelas I Medan.

Sedangkan analisa yang dilakukan untuk analisa biogas meliputi:  Analisa H2S menggunakan gastec detecting tube No. 4HM


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL EFFLUENT (POME)

Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi [20]. Palm oil mill effluent (POME) atau limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan salah satu limbah agroindustri yang paling sering menyebabkan polusi dan merupakan limbah terbesar dari proses pengolahan kelapa sawit [3]. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath) dan air pencucian pabrik [1, 21, 22], yang terdiri dari suspensi koloid yang mengandung 95-96% air, minyak 0,6-0,7% dan 4-5% total padatan termasuk 2-4% padatan tersuspensi [14, 23, 24]. POME merupakan cairan kental berwarna kecoklatan, bersuhu tinggi, bersifat asam dan padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan COD yang tinggi [6, 24, 25]. Berikut karakteristik POME disajikan pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Karakteristik POME [9]

Parameter Konsentarasi Rata-rata*

Temperatur pH

Minyak BOD COD

Total Solid Suspended Solid Total Volatile Solid

Total Kjeldan Nitrogen (TKN) Amonia Nitrate

80-90 3,8-4,8

6000 25000 50000 40500 18000 34000 750

35

*Seluruh Parameter dalam mg/L kecuali Temperatur dan pH

Minyak dan lemak adalah satu dari polutan organik utama yang terdapat dalam POME [3, 26]. Tinggi nya komposisi dan konsentrasi dari protein, karbohidrat


(28)

dan senyawa nitrogen, lemak, dan mineral ditemukan dalam Palm Mill Oil Effluent

(POME) yang dapat di konversi menjadi bahan yang bermanfaat melibatkan proses mikroba [1]. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan karena adanya potensi dari POME untuk diubah menjadi salah satu energi alternatif yaitu biogas [6].

2.2 DIGESTASI ANAEROB

Proses anaerob merupakan proses yang kompleks dengan melibatkan berbagai kelompok bakteri. Keterlibatan antara kelompok ini saling menguntungkan satu sama lainnya karena tidak terjadi saling kompetisi antara kelompok dalam rangka pemanfaatan nutrien atau substrat [21]. Proses digestasi anaerobik merupakan proses fermentasi bahan organik oleh aktivitas bakteri anaerob pada kondisi tanpa oksigen bebas dan merubahnya dari bentuk tersuspensi menjadi terlarut dan biogas [10, 27, 28]. Digestasi anaerobik dianggap efektif untuk proses pengolahan limbah pabrik kelapa sawit (POME) karena melibatkan mikroorganisme dengan serangkaian reaksi biokimia kompleks dari bahan organik menghasilkan metana dan karbondioksida [9]. Secara umum digestasi anaerobik memiliki 4 tahapan yaitu : hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [10-15] dan dilakukan pada kondisi mesofilik (30 – 37 oC ) dan termofilik (50 - 60 oC) [9, 17, 19] dan terjadi dalam berbagai variasi reaktor seperti reaktor terus menerus tangki berpengaduk (CSTR) , reaktor batch, semi-kontinyu, sequencing batch reaktor [3, 13]. Dalam rangka meningkatkan kinerja digestasi anaerobik, metode baru seperti metode dua tahap yang melekat dengan tingginya tingkat pertumbuhan [13].

2.3 TAHAPAN DIGESTASI ANAEROBIK

Secara umum digestasi anaerobik memiliki 4 tahapan yaitu : hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [10-15]. Tahapan yang terjadi dalam proses digestasi senyawa organik menjadi gas metana ditunjukkan pada gambar 2.1


(29)

Gambar 2.1 Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara Anaerobik [29] Keterangan gambar :

2.3.1 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan langkah awal untuk hampir semua proses penguraian dimana bahan organik akan dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diurai oleh bakteri pada proses fermentasi [4]. Dalam proses hidrolisis, molekul-molekul kompleks seperti karbohidrat, lemak, dan protein dihidrolisis menjadi gula, asam lemak dan asam amino oleh enzim ekstraselular dari bakteri fermentatif [3]. Pada tahap hidrolisis, bahan organik padat maupun yang mudah larut berupa molekul besar dihancurkan menjadi molekul kecil agar molekul-molekul tersebut larut dalam air.

Bakteri yang berperan dalam tahap hidrolisis ini adalah sekelompok bakteri anaerobik, adapun jenis bakteri pada hidrolisis dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Senyawa Organik

Karbohidrat Protein Lemak

Metanogenesis

Asetogenesis

1. Bakteri Fermentasi

2. Bakteri Asetogenik penghasil hidrogen 3. Bakteri Asetogenik pengguna hidrogen

4. Bakteri Metanogenik pereduksi karbon dioksida 5. Bakteri Metanogenik asetoclastic

CO2/ H2

CH3COO

-As. Lemak alkohol Gula Asam

Amino Hidrolisis

Asidogenesis Volatile Fatty Acids Etanol

CH4

1 1 1

1

1

2 3

4 5


(30)

Tabel 2.2 Klasifikasi Bakteri Hidrolisis Berdasarkan Substrat Yang Diolah [17]

Bakteri Substrat yang dihidrolisis

Acetivibrio Karbohidrat /polisakarida

Peptostreptococcus, dan Bifidbacterium Protein

Clostridium Lemak

Tahap pertama ini sangat penting karena molekul organik besar yang terlalu besar untuk langsung diserap dan digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber substrat / makanan [17] untuk menghasilkan waktu pencernaan yang lebih pendek dan memberikan hasil metana yang lebih tinggi [30].

2.3.2 Asidogenesis

Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam lemak volatil (VFA), alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valeric. Asam lemak volatile dengan rantai lebih dari empat-karbon tidak dapat digunakan langsung oleh metanogen [13]. Reaksi asidogenesis dapat di lihat di bawah ini:

C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2

(glukosa) (asam butirat) C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O

(glukosa) (asam propionat) Gambar 2.2 Reaksi Asidogenesis [14, 17]

Asidifikasi sangat dipengaruhi oleh suhu sesuai dengan hukum Arrhenius, namun suhu termofilik yang mengakibatkan kematian sel dan biaya energi yang lebih tinggi dapat mengakibatkan suhu sub-optimal yang lebih baik [31].


(31)

2.3.3 Asetogenesis

Produk yang terbentuk selama asetogenesis disebabkan oleh sejumlah mikroba yang berbeda, misalnya, Syntrophobacter wolinii dekomposer propionat dan

Wolfei sytrophomonos dekomposer butirat dan pembentuk asam lainnya adalah

Clostridium spp, Peptococcus anerobus, Lactobacillus, dan Actinomyces [30]. Asam

lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam-asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga temasuk pada produksi asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Kadang-kadang proses asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja [19]. Reaksi asetogenesis dapat dilihat di bawah ini:

CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3 H2

(asam propionat) (asam asetat) CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2 H2

(asam butirat) (asam asetat)

Gambar 2.3 Reaksi Asetogenesis [13, 29]

Pada tahap asetogenesis, sebagian besar hasil fermentasi asam harus dioksidasi di bawah kondisi anaerobik menjadi asam asetat, CO2, dan hidrogen yang

akan menjadi substrat bakteri metanogen. Bakteri pembentuk oksidasi ini adalah bakteri syntrofik atau bakteri asetogen atau mikroba obligat pereduksi proton. Salah satunya adalah asam propionat akan dioksidasi oleh bakteri Syntrophobacter wolinii

menjadi produk yang digunakan oleh bakteri metanogen dalam pembentukan gas metana. Saat bakteri asetogen memproduksi asetat, hidrogen akan ikut terbentuk. Jika terjadi akumulasi pembentukan hidrogen dan tekanan hidrogen, hal ini akan mengganggu aktivitas bakteri asetogen dan kehilangan produksi asetat dalam jumlah besar. Oleh karena itu, bakteri asetogen mempunyai hubungan simbiosis dengan bakteri pembentuk metana yang menggunakan hidrogen untuk memproduksi metana. Hubungan simbiosis ini akan mempertahankan konsentrasi hidrogen pada tahap ini tetap rendah, sehingga bakteri asetogen dapat bertahan [31].


(32)

2.3.4 Metanogenesis

Metanogenesis merupakan langkah penting dalam seluruh proses digestasi anaerobik, karena proses reaksi biokimia yang paling lambat. Metanogenesis ini sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi. Komposisi bahan baku, laju umpan, temperatur, dan pH adalah contoh faktor yang mempengaruhi proses pembentukan gas metan. Digester over loading, perubahan suhu atau masuknya besar oksigen dapat mengakibatkan penghentian produksi metana [19].

Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan hidrogen oleh organisme hidrogenotropik. Berikut ini adalah reaksi utama (reaksi metanogenesis) yang terlibat dalam konversi substrat menjadi metana dapat dilihat pada gambar 2.4.

CH3COOH CH4 + CO2

2C2H5OH + CO2 CH4 + 2CH3COOH

CO2 + 4H2 CH4 +2H2O

Gambar 2.4 Reaksi Metanogenesis [11, 13, 30, 31]

Ada tiga jenis dari bakteri metanogen dalam pembentukan metan meliputi: 1. Genus Methanosarcina (berbentuk bola)

2. Methanothrix Bacteria (panjang dan turbular)

3. Bakteri yang mengkatabolisme furfural dan sulfat (pendek dan berbentuk batang yang berliku) [11].

Bakteri metanogen sangat sensitif terhadap perubahan pH, temperatur,

organic loading rate (OLR), dan HRT [18]. Adapun klasifikasi bakteri pada

metanogenesis sesuai range pH dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Klasifikasi Bakteri Metanogen [40]

Genus range pH

Methanosphaera 6,8

Methanothermus 6,5


(33)

Methanolacinia 6,6 -7,2

Methanomicrobium 7,0-7,5

Methanosprillium 7,0-7,5

Methanococcoides 6,5-7,5

Methanohalobium 6,5-6,8

Methanolobus 6,5-6,8

Methanothrix 7,1-7,8

Methanosaeta 7,6

Metanogen yang dominan pada proses ini adalah Methanobacterium,

Methanothermobacter, Methanobrevibacter, Methanosarcina dan Methanosaeta [13,

30, 32]. Substrat metanogen termasuk asetat, metanol, hidrogen, karbon dioksida, format, metanol, karbon monoksida, methylamines, metil merkaptan, dan logam berkurang. Dalam kebanyakan ekosistem non-gastrointestinal 70% atau lebih dari metana yang terbentuk berasal dari asetat, tergantung dari jenis organik [31] dan 30% oleh mengkonsumsi hidrogen [29].

Hanya ada dua kelompok yang dikenal metanogen yang memecah asetat:

Methanosaeta dan Methanosarcina, sementara ada banyak kelompok yang berbeda

dari metanogen yang menggunakan gas hidrogen, termasuk Methanobacterium,

Methanococcus, Methanogenium dan Methanobrevibacter. Methanosaeta dan

Methanosarcina memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda dan juga berbeda

mengenai kemampuan mereka untuk memanfaatkan asetat. Methanosarcina tumbuh lebih cepat, tetapi menemukan kesulitan untuk menggunakan asetat pada konsentrasi rendah, dibanding Methanosaeta. Namun, kehadiran organisme ini dipengaruhi tidak hanya oleh konsentrasi asetat, tetapi juga oleh faktor-faktor seperti beban frekuensi dan pencampuran. Karena produsen metana umumnya tumbuh sangat lambat, hal ini sering tahap membatasi laju dari proses biogas [17].

2.4 BIOGAS

Biogas merupakan produk akhir dari degradasi anaerobik bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan dengan sedikit oksigen. Komponen terbesar yang terkandung dalam biogas adalah metana 55 – 70 % dan karbon


(34)

dioksida 30 – 45 % serta sejumlah kecil, nitrogen dan hidrogen sulfide [4, 11, 33]. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter - parameter lain seperti temperatur digester, ph (tingkat keasaman), tekanan, dan kelembaban udara [34]. Gas metan termasuk gas rumah kaca (greenhouse gas), bersama dengan gas karbon dioksida (CO2) memberikan efek

rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global [5].

Gas bio atau metana dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti halnya gas alam. Biogas tidak berbau dan berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG. Nilai kalor gas metana adalah 20 MJ/m3 dengan efisiensi pembakaran 60 persen pada konvesional kompor biogas. Tujuan utama pembuatan gas bio adalah untuk mengisi kekurangan atau mensubtitusi sumber energi di daerah pedesaan sebagai bahan bakar keperluan rumah tangga, terutama untuk memasak dan lampu penerangan. Selain itu dapat digunakan untuk menjalankan generator untuk menghasilkan listrik. Gas bio merupakan sumber energi ramah lingkungan, karena sumber bahannya memiliki rantai karbon yang lebih pendek bila dibandingkan dengan minyak tanah, sehingga gas CO yang dihasilkan relatif lebih sedikit [5]. Adapun pengaruh komponen-komponen dalam biogas dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Pengaruh Komponen-Komponen dalam Biogas dan Pengaruhnya [35]

Kompenen Kandungan Pengaruh

CH4 50-75

(%volume)

Komponen yang mudah terbakar pada biogas CO2 25-50

(%volume)

Mengurangi nilai bahan bakar; meningkatkan anti-ketukan sifat motor; menyebabkan korosi (karbonat

asam lemah), jika gas juga lembap itu kerusakan sel bahan bakar alkali

H2S 0,005–0,5

mgS/m3

Korosif pada agregat dan pipa (korosi); timbul emisi SO2 setelah pembakaran H2S jika

pembakaran tidak sempurna; keracunan katalis NH3 0-1 (%volume) Emisi NOx setelah pembakaran; berbahaya


(35)

untuk sel bahan bakar; meningkatkan anti-ketuk sifat motor

Uap air 1-5 (%volume) Berkontribusi terhadap korosi dalam agregat dan pipa; kondensat akan menyebabkan kerusakan instrumen dan agregat; dapat

menyebabkan pipa

dan ventilasi membeku pada suhu beku

Debu >5 mikrometer Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel bahan bakar

N2 0-5 (%volume) Mengurangi nilai bahan bakar dan

meningkatkan sifat anti –ketuk motor

Siloxane 0-50 mg/m3 Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA dari

kosmetik, cuci bubuk,

tinta cetak dll, bertindak sebagai media

grinding kuarsa dan kerusakan motor

Tabel 2.5 berikut merupakan beberapa hasil biogas yang telah dilakukan dari berbagai jenis substrat dan kondisi operasi yang berbeda.


(36)

Tabel 2.5 Biogas Yang Dihasilkan Dari Berbagai Substrat Dan Kondisi Operasi Yang Berbeda

No Sumber Type Reaktor Substrat Temperatur (oC) HRT Efisiensi % VS Biogas (m3/kg VS) % CH4 % COD 1 Fernandez et all (2005) [36] Semi continus 14L Limbah sampah

kota + kotoran kuda

37 17 73 0,8 58

2 Hartmann and Ahring (2005) [37]

CSTR (4,5 L) Limbah sampah kota + kotoran kuda

55 18 74 0.71 64

3 Hassib Bouallagai (2009) [38] ASBR (2L) Limbah sayur dan buah

55 20 79 0,48 60

4 Alvarez and liden (2008) [39] Semi continus 2L Limbah sayur dan buah + limbah rumah tangga + kotoran sapi

35 30 1,36 56

5 Angelidaki (2006) [40] CSTR (4,5 L) Limbah sampah kota

55 15 30 0,71 64

6 David bolzonella (2006) [41] Full scale (2200 m3) Limbah sampah kota

36-39 40-60 72 56

7 Sorawit wanitukul (2013) [6] Anaerobic Hybrid Reaktor (AHR) 6 L

POME 55 10-20 - - - 90

8 Wanna choorit (2007) [9] CSTR POME 37 7 3,73 L/day 71,10%

55 5 4,66 L/day 70,32 %

9 G. D Najafpour (2006) [42] UpFlow Anaerobic Sludge Fixed Film (UASFF)

POME 38 1,5 97 %

10 David bolzonella (2008) [43] Digestasi anaerobic Limbah Aktif 35 20 36 0,33 35


(37)

2.5 PARAMETER PENTING DALAM DIGESTASI ANAEROBIK

Tingkat di mana mikroorganisme tumbuh adalah sangat penting dalam proses digestasi Anaerobik. Parameter operasi digester harus dikendalikan sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba dan dengan demikian meningkatkan efisiensi sistem degradasi anaerobik sistem [30]. Beberapa parameter ini dibahas dalam bagian berikut.

2.5.1 Temperatur

Proses digestasi anaerobik dapat dioperasikan pada temperatur yang berbeda. Temperatur dapat dibagi dalam 3 range yaitu psycrophilic (dibawah 25oC),

mesophilic (25oC - 45oC), thermophilic (45oC-70oC) [19, 44]. Ada dua rentang suhu

yang memberikan kondisi pencernaan yang optimal untuk produksi metana - rentang mesofilik dan termofilik. Rentang mesofilik optimum untuk produksi metana dianggap 30°C - 35°C dan suhu termofilik antara 50°C - 65°C. Telah diamati bahwa suhu yang lebih tinggi dalam rentang termofilik mengurangi waktu retensi yang diperlukan [17, 30]. Berikut adalah tabel hubungan langsung antara temperatur operasi dan Hydraulic Retention Time (HRT) :

Tabel 2.6 Hubungan antara Temperatur Operasi dan Hydraulic Retention Time

(HRT) [19]

Tahapan termal Temperatur proses HRT minimum

Psychrophilic < 200C 70 - 80 hari

Mesophilic 30 sampai 420C 30 - 40 hari

Thermophilic 43 sampai 550C 15 – 20 hari

Rentang mesofilik terletak di antara sekitar 25 °C dan 40 °C, tetapi produksi biogas hanya dapat dipertahankan jika suhu tidak turun di bawah sekitar 32 °C. Hal ini terutama produsen metana yang tumbuh lebih lamban pada suhu yang lebih rendah. Suhu optimal untuk produsen metana mesofilik adalah sekitar 35 °C - 37 °C. Jika suhu turun di bawah suhu optimum, organisme fermentasi yang kurang sensitif terhadap fluktuasi suhu terus menghasilkan berbagai asam lemak dan alkohol. Karena produsen metana tidak lagi aktif, mereka tidak dapat mencerna semua produk


(38)

fermentasi yang terbentuk. Oleh karena itu, ini terakumulasi dengan cepat dengan hasil bahwa pH turun dan proses berhenti [17].

Rentang termofilik terletak pada suhu antara 40°C dan 50 °C, produsen metana sangat aktif dan pada sekitar 42°C bakteri pada mesofilik mati, meskipun mikroorganisme tahan panas dapat bertahan hidup. Sekitar 10% dari flora mikroba dalam proses mesofilik dapat terdiri dari spesies termofilik. Rentang termofilik untuk proses biogas adalah antara 50 °C dan 60°C, dan suhu yang bekerja untuk menghasilkan biogas pada suhu termofilik biasanya antara 50°C dan 55°C. Panas menyebabkan mikroorganisme menjadi 25% -50% lebih aktif daripada di mesofilik. Umumnya, proses untuk menghasilkan biogas ini lebih cepat pada suhu tinggi. Panas membuat mikroorganisme bekerja lebih cepat. Suhu yang lebih tinggi juga dapat meningkatkan ketersediaan senyawa organik tertentu karena kelarutan umumnya meningkat dengan meningkatnya suhu. Sebagai akibat dari peningkatan kelarutan, viskositas bahan tertentu mungkin lebih rendah dalam kondisi termofilik, yang memfasilitasi pencampuran. Keuntungan lain dari termofilik adalah bahwa suhu tinggi menyediakan sanitasi alami bahan; mikroorganisme patogen yang tidak diinginkan seperti Salmonella dimusnahkan dengan lebih efisien pada suhu yang lebih tinggi. Kondisi termofilik juga dapat membuat proses lebih sensitif terhadap gangguan. Hal ini sebagian disebabkan oleh suhu optimal mikroorganisme yang yang dekat dengan suhu maksimum di mana banyak mikroorganisme mati atau menjadi tidak aktif. Meningkatkan suhu beberapa derajat dapat menyebabkan gangguan proses. Menurunkan suhu beberapa derajat mungkin tidak mengganggu proses sebanyak meningkatkan suhu, tetapi bahkan mungkin ini menyebabkan ketidakseimbangan antara fermentasi dan pembentukan metana [17].

Secara umum, spesies mikroorganisme yang hadir lebih sedikit dan aktif dalam termofilik, dibandingkan dengan mesofilik. Dengan demikian, proses mesofilik sering melibatkan lebih besar keanekaragaman organisme dan karena itu dapat lebih stabil dan lebih siap untuk beradaptasi dengan perubahan. Jumlah total mikroorganisme aktif dapat sebagai besar dalam termofilik seperti dalam proses mesofilik. Biomassa mikroba terbentuk per jumlah substrat sedikit lebih rendah untuk termofilik dibandingkan dengan mikroorganisme mesofilik yang dapat mengakibatkan jumlah yang lebih kecil dari kelebihan lumpur yang dihasilkan oleh


(39)

proses termofilik. Substrat dan jenis proses juga dapat berdampak pada bagaimana proses menangani temperatur meningkat dari mesofilik ke lingkungan termofilik. Spesies mikroorganisme pada suhu termofilik dapat bertahan jika suhu menurun, tetapi mereka kemudian akan bekerja lebih lambat, karena kondisi yang tidak optimal [17].

Kestabilan temperatur menentukan proses digestasi anaerobik. Dalam prakteknya, temperatur operasi dipilih dengan pertimbangan umpan yang digunakan dan kebutuhan temperatur proses selalu disediakan dengan lantai atau dinding yang menggunakan sistem pemanas [19]. Gambar berikut menunjukkan hubungan antara nilai biogas relatif yang bergantung pada temperatur dan HRT:

Gambar 2.5 Hubungan Antara Nilai Biogas Relatif Yang Bergantung Pada Temperatur Dan HRT [19]

Penambahan suhu juga meningkatkan laju produksi metana berikut gambar 2.6 yang menunjukkan laju pertumbuhan metana


(40)

Gambar 2.6 Laju Peningkatan Metana [18, 20]

Aturan umum untuk suhu digestasi anaerobik pada rentang mesofilik dan termofilik setelah suhu diatur, seharusnya dijaga konstan dan tidak bervariasi lebih dari + / - 0,5 °C untuk mencapai hasil terbaik. Fluktuasi suhu yang kecil (maks +/- 2-3 °C) dapat ditoleransi, terutama jika proses ini dinyatakan stabil sehubungan dengan hal-hal seperti alkalinitas. Produksi metana umumnya lebih sensitif terhadap fluktuasi suhu dari mikroorganisme lain dalam proses digestasi. Sebuah suhu yang stabil dalam tangki digestasi paling mudah dicapai dengan menggunakan beberapa bentuk agitasi [19]. Terutama penting untuk mesofilik pada kisaran suhu 40 - 45 °C, karena dalam rentang bahwa mereka kehilangan aktivitas mereka [4].

2.5.2 Derajat Keasaman / power of Hydrogen (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri [45]. pH optimum dari mikroorganisme membentuk metana adalah pada pH = 6,7-7,5. Oleh karena itu, penting untuk mengatur pH. Hanya Methanosarcina mampu menahan nilai pH lebih rendah (pH = <6,5). Dibanding bakteri lain, metabolisme yang sangat tertekan pada pH <6,7. Jika nilai pH di bawah 6,5, maka produksi asam organik menyebabkan penurunan lebih lanjut oleh bakteri hidrolitik dan mungkin untuk penghentian fermentasi. Pada kenyataannya, nilai pH diadakan dalam kisaran netral dengan prosedur alami dalam fermentor. Dua sistem penyangga memastikan hal ini. Sebuah


(41)

penyangga karbonat. Selama fermentasi, CO2 secara terus-menerus berkembang dan

lolos ke udara. Dengan turunnya nilai pH, CO2 lebih dilarutkan dalam substrat

sebagai molekul bermuatan. Dengan meningkatnya nilai pH, CO2 terlarut

membentuk asam karbonat, yang mengionisasi. Dengan demikian, ion hidrogen dibebaskan [4, 44].

Sebagian besar mikroorganisme lebih memilih kisaran pH netral , yaitu sekitar pH 7,0-7,5. Namun, beberapa organisme aktif pada pH baik lebih rendah maupun lebih tinggi. Ada beberapa organisme yang berbeda dalam proses biogas, dan persyaratan pH mereka untuk pertumbuhan optimal sangat bervariasi. Sementara fermentasi, mikroorganisme produksi asam berhasil hidup dalam kondisi yang relatif asam, turun ke pH 5,0, sebagian besar produsen metana umumnya memerlukan nilai pH netral untuk menjadi aktif. Meskipun sebagian besar metana produsen berkembang terbaik pada pH netral, mereka tetap aktif di luar pH -range ini. Ada contoh yang dikenal produsen metana acidophilic yang tumbuh ke pH 4,7 dan produsen metana alkaliphilic yang tumbuh pada pH hingga 10. Pertumbuhan mikroorganisme pada berbagai rentang pH sering mengikuti pola yang sama seperti pertumbuhan pada berbagai suhu . Artinya, sama sekali interval pertumbuhan, nilai pH yang umumnya menghasilkan tingkat terbesar adalah yang paling dekat dengan nilai pH yang menyebabkan kematian sel [17].

2.5.3 Alkalinitas

Alkalinitas adalah ukuran kapasitas untuk menetralisir asam dan terutama disebabkan oleh garam-garam dari asam lemah. Alkalinitas merupakan salah satu konsep yang paling sentral karena mengontrol pH. Alkalinitas harus diakui sebagai salah satu faktor utama dalam semua perlakukan anaerobik terdiri dari spesies yang berbeda dari garam asam lemah, sehingga sangat nyaman dan konvensional untuk mengungkapkan semua alkalinitas sebagai CaCO3 dalam satuan mg/ L.

Karena CO2 sering melebihi asam lemah lainnya dalam sistem anaerobik

dengan aktivitas mikroba, alkalinitas bikarbonat yang cukup harus hadir untuk menetralkan dan karena itu sangat penting. Dalam sistem anaerobik garam asam volatil juga berkontribusi terhadap alkalinitas pada pH netral, tetapi tidak tersedia untuk netralisasi penambahan asam volatil meskipun mereka mungkin merupakan


(42)

sebagian besar dari total alkalinitas. Sistem anaerob beroperasi dalam rentang pH netral di mana bikarbonat adalah spesies yang dominan, sehingga alkalinitas bikarbonat minat utama.

Yang mendekati kondisi netral dikaresteristik kan dengan kondisi pH anaerobik yang optimal. Kondisi pH rendah mungkin disebabkan oleh dua sumber keasaman, H2CO3 dan asam lemak volatil (VFA), yang dihasilkan dalam reaksi

mikroba. Asam ini memerlukan alkalinitas untuk netralisasi sehingga aktivitas mikroba tidak terhalang oleh depresi pH. namun persyaratan utama untuk alkalinitas dalam proses baik operasi pada proses anaerobik adalah netralisasi H2CO3 tinggi

yang hasil dari tekanan parsial CO2 yang tinggi dalam reaktor (konsentrasi asam

Volatile umumnya rendah). Jika konsentrasi asam (H2CO3 dan VFA) melebihi

alkalinitas yang tersedia, reaktor akan "asam" (penurunan pH), aktivitas mikroba sangat menghambat, terutama metanogen. Ketika produksi metana menjadi "terjebak" (berhenti) VFA dapat terus menumpuk, memperburuk situasi lebih lanjut [32].

2.5.4 Hydraulic Retention Time (HRT)

Parameter yang penting untuk ukuran dari digester biogas adalah waktu tinggal (HRT). HRT adalah interval waktu rata-rata selama substrat tinggal di dalam tangki digester. HRT adalah korelasi dari volume digester dan volume umpan substrat per unti waktu yang dituliskan dalam persamaan berikut :

HRT = VR/V

Dimana :

HRT = Waktu tinggal hidraulik ( hari) VR = Volume digester (m3)

V = Volume substrat umpan per unit waktu (m3/ hari)

Sesuai dengan persamaan diatas, penambahan bahan organik (Organic Load) dapat mengurangi waktu tinggal (HRT). Waktu tinggal harus cukup lama untuk memastikan jumlah mikroorganisme yang dihilangkan dengan digestasi tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme yang diproduksi. Laju perbanyakan dari bakteri anaerobik selalu 10 hari atau lebih. Waktu tinggal yang rendah memberikan laju substrat yang baik, tetapi nilai (yield) gas yang rendah. Oleh karena itu, perlu


(43)

untuk menyesuaikan HRT untuk laju dekomposisi spesifik dari penggunaan substrat. Perlu diketahui target waktu tinggal dari umpan yang masuk setiap hari, laju dekomposisi substrat, itu mungkin untuk menghitung volume digester yang sesuai [19].

2.5.5 Organic Loading Rate (OLR)

Untuk memperoleh nilai biogas maksimum, dengan digestasi lengkap dari substrat akan membutuhkan waktu tinggal yang lama dari substrat yang berada di dalam digester dan sebuah ukuran digester yang cocok. Di dalam prakteknya, pemilihan rancangan sistem (ukuran dan tipe digester) atau dari waktu tinggal yang dipakai selalu didasari pada persetujuan untuk memperoleh nilai tertinggi dari biogas dan mempunyai nilai ekonomi yang sesuai. Organic load merupakan parameter operasional yang penting dan mengindikasikan berapa banyak bahan organik yang dapat diumpankan ke dalam digester per volume dan unit waktu. Dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

BR = m * c / VR Dimana :

Br = Organic Load (kg/hari m3)

m = Massa umpan substrat per unit waktu (kg/hari) c = Konsentrasi bahan organik (%)

VR = Volume digester (m3) [46]

Komposisi substrat sangat penting bagi mikroorganisme dalam proses biogas dan dengan demikian juga untuk stabilitas proses dan produksi gas. Substrat harus memenuhi persyaratan gizi mikroorganisme, dalam hal sumber energi dan berbagai komponen yang diperlukan untuk membangun sel-sel baru. Dalam hal ini penting untuk mengetahui padatan kering atau dissolved solid (DS) dan bahan organik volatil solid (VS) konten dalam substrat untuk memberikan proses loading rate menjadi biogas. Padatan kering adalah bahan yang tersisa ketika semua air dikeringkan sementara VS menunjukkan bagian organik dari padatan kering [17].


(44)

2.5.6 Pengadukan

Pengadukan (agitasi) dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses dekomposisi untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester, juga berpengaruh terhadap produksi biogas, agitasi dapat meningkatkan intensitas kontak antara organisme dan substrat, dibandingkan tanpa agitasi. Pengadukan dimaksudkan agar kontak antara limbah segar dan bakteri perombak lebih baik, dan menghindari padatan terbang atau mengendap, yang akan mengurangi keefektifan digester dan menimbulkan

plugging’ gas dan lumpur. Pemberian agitasi berpengaruh lebih baik dibandingkan

tanpa agitasi dalam peningkatan laju produksi gas. Agitasi pada 100 rpm dapat meningkatkan produksi biogas [20].

2.5.7Zat Racun (Toxic)

Faktor lain yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme anaerobik adalah kehadiran dari komponen senyawa toxic. Mereka dapat terbawa ke dalam sistem digestasi anaerobik bersamaan dengan umpan atau dihasilkan selama proses berlangsung. Aplikasi dari permulaan nilai komponen toxic sangat sulit. Di satu sisi karena banyak komponen material yang terikat dengan proses kimia, dan disisi lain karena kapasitas dari mikroorganisme anaerobik untuk beradaptasi, dengan beberapa batas untuk menghubungkan kondisi untuk kehadiran komponen toksik [19].

2.6 POTENSI EKONOMI

Penelitian ini memanfaatkan limbah cair pabrik kelapa sawit, merupakan salah satu limbah agroindustri yang paling sering menyebabkan polusi dan merupakan limbah terbesar dari proses pengolahan kelapa sawit [3], minyak kelapa sawit adalah sumber penting untuk produksi biogas yang merupakan energi terbarukan, yang tersedia 43.100.000 ton atau 27% dari total produksi minyak dan lemak nabati didunia, diikuti oleh minyak kedelai [6]. Laju produksi kelapa sawit perbulan cenderung fluktuasi, artinya limbah yang dihasilkan juga mengalami fluktusi sedangkan energi yang dibutuhkan semakin meningkat. Untuk itu, penelitian


(45)

ini dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut yang sangat berpotensi menguntungkan dikarenakan kandungan metana yang sangat tinggi yang dihasilkan pada penelitian ini sesuai gambar 4.17 yaitu mencapai 69% per hari.

Dari hasil penelitian, produk yang dihasilkan, pada HRT 4, dengan kandungan metana maksimum 69% produksi biogas dihasilkan 0,78L/hari. Volume metana yang terbentuk = 69% x 0,78L/hari = 0,5382 L/hari

= 5,382 x 10-4 m3/hari Diketahui, ρ CH4 = 0,68 kg/m3 [47]

Massa metana (CH4) = ρ CH4 x Volume CH4

= 0,68 kg/m3 x 5,382 x 10-4 m3/ hari = 3,65976 x 10-4 kg/hari

Harga biogas adalah 1200/kg [56], sehingga total penjualan 3,65976 x 10-4 kg/hari biogas adalah = Rp. 0,44/hari. Meskipun dari nilai harga tidak begitu menjanjikan namun potensi ekonomi dari energi sangat begitu menguntungkan yaitu :

1. Tingginya kandungan metana yang dihasilkan, yang dapat diubah menjadi energi panas dan listrik [48]

2. Sangat sedikitnya H2S yang terbentuk bahkan hampir tidak terdeteksi.

3. Dan merupakan pengolahan yang ramah lingkungan karena mampunya mendegradasikan limbah organik menjadi metana.

4. Proses dua tahap ini ini mengurangi resiko akumulasi intermediet beracun seperti asam lemak volatil yang dapat menghambat metanogen [49]


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian

3.2.1.1 Bahan Utama

Substrat asam limbah cair kelapa sawit dari effluent reaktor asidogenesis yang berbahan baku POME dari PKS Adolina.

3.2.1.2 Bahan Analisa  Aquadest (H2O)

 Asam Klorida (HCl)

 Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

 Kertas Saring Whattman No. 41 Ashless

Gastec detecting tube No. 4HM

Gastec detecting tube No. 2HT

3.3.2 Peralatan

3.2.2.1 Peralatan Utama

1. Fermentor tangki berpengaduk/ jar fermentor (EYELA model MBF 300ME) yang dilengkapi pengatur kecepatan pengadukan dan suhu.

2. Pompa sludge /slurry pump (HEISHIN, model No :3NY06F) 3. Gas meter (SHINAGAWA, model No.:W-NK-0.5B)

4. Botol penampungan keluaran fermentor


(47)

3.2.2.2 Peralatan Analisa 1. Injektor

2. pH meter 3. Cawan Porselin 4. Oven

5. Desikator

6. Timbangan elektrik Merk OHAUS (4 angka desimal) 7. Pipet volumetrik

8. Karet penghisap 9. Pengaduk magnetic

10. VacuumpFilter

11. Pompa Vacump

12. Furnace


(48)

3.3.3 Rangkaian Peralatan

Gambar berikut merupakan rangkaian peralatan yang dilakukan dalam metanogenesis asam limbah cair kelapa sawit menjadi biogas.

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Keterangan :

1. Jar Fermentor 8. Pengatur Suhu Air Jaket

2. Pompa Masuk 9. Wadah Keluaran Fermentor

3. Pompa Keluar 10. Injektor

4. Gas Meter 11. Gas Collector

5. Tombol Pompa Air Jaket 12. Bacaan pH elektroda 6. Tombol Penghidup Fermentor 13. pH meter

7. Pengatur Kecepatan Pengaduk 14. Data Logger

1 1

2 4

10 11


(49)

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Prosedur Utama

Penelitian ini merupakan tahap terakhir untuk menghasilkan biogas. Pada tahap metanogenesis ini dilakukan proses loading up, selama 25 hari. Limbah cair kelapa sawit dimasukkan ke dalam jar fermentor sebagai wadah digestasi anaerobik yang bervolume 2 Liter dengan starter dari proses fermentasi limbah cair kelapa sawit pada penelitian sebelumnya dengan perbandingan 3 : 1. Setelah tercapai kondisi stabil maka dilakukan tahap kontinu dimana asam limbah cair kelapa sawit sebagai substrat yang diperoleh dari digester asidogenesis di umpan kan ke digester metanogenesis 4 kali sehari. Setelah kondisi kehidupan bakteri stabil yaitu dengan pH dan alkalinitas konstan, dilakukan variasi suhu mesofilik (30 – 42 oC) dan termofilik (43 – 55 oC) [19]

Pada tahap penelitian ini reaktor digestasi yang digunakan jenis CSTR dengan waktu retensi (HRT) 4 [3], kecepatan pengadukan 100 rpm [18] dengan pH di jaga konstan 6,7 - 7,5 [4, 12, 44] dengan menggunakan larutan penyangga yaitu natrium bikarbonat. Suhu di naikkan 2 derajat untuk menjaga kondisi kehidupan mikroba di dalam digester, biogas yang terbentuk diukur melalui gas meter yang dihubungkan dengan jar fermentor lalu analisa yang dilakukan adalah pH, alkalinitas, Volatil Solid (VS) dan Total Solid (TS) dilakukan setiap hari sedangkan

Total Suspended Solid (TSS) dan Volatil Suspended Solid (VSS), CO2 dan H2S


(50)

3.3.1.1 Blok Diagram Proses Metanogenesis Dari Asam Limbah Cair Kelapa Sawit Menjadi Biogas

Gambar 3.2 Blok Diagram Proses Metanogenesis Dari Asam Limbah Cair Kelapa Sawit Menjadi Biogas

Dilakukan aklimatisasi POME + starter dengan perbandingan (3:1) di dalam jar fermentor

metanogenesis

Dilakukan analisa pH, Alkalinitas, TS,

VS, TSS, VSS dan COD

Ditetapkan HRT 4 dan dilakukan variasi suhu direaktor metanogenesis

Selesai Apakah nilai

pH dan alkalinitas tidak turun? Ya

Tidak Diumpankan substrtat

dari effluent asidogenesis 4 kali sehari

Dicatat volume gas yang terbentuk

Dilakukan analisa gas CO2 dan

H2S


(51)

3.3.2 Prosedur Analisa Sampel

3.3.2.1 Analisa Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD)

Pengujian konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) di jalan K. H. Wahid Hasyim No 15 Medan 20154, Sumatera Utara.

3.3.2.2 Analisia pH

pH optimum dari mikroorganisme membentuk metana adalah pada pH = 6,7-7,5 [4, 12, 44]. pH mempunyai arti yang sangat penting di dalam pengolahan limbah cair karena dari pH kita dapat mengetahui kondisi mikroba yang ada di dalam limbah cair, oleh karena itu analisa ini perlu dilakukan. Prosedur analisa pH adalah sebagai berikut:

1. sampel diambil melalui injektor.

2. Masukkan sampel ke dalam beaker glass.

3. pH elektroda diletakkan di dalam beaker glass dan dicatat pH sampel tersebut. Berikut adalah flowchart prosedur analisa pH :

Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Analisa pH Mulai

Dimasukkan sampel kedalam beaker glass

Diletakkan pH elektroda ke dalam beaker glass

yang telah berisi sampel

Dicatat nilai pH


(52)

3.3.2.3 Analisa Alkalinitas

Alkalinitas dinyatakan sebagai ukuran untuk mengontrol pH dengan metode titrasi dan berhenti pada pH yang berkisar 4,8± 0,02 [50]. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :

1. Rotating Magnet dimasukkan kedalam beaker glass.

2. Sampel sebanyak 5 ml ditambahkan dengan aquadest hingga volume larutan 80 ml dimasukkan kedalam beaker glass tersebut.

3. Beaker glass diletakkan diatas magnetic stirrer, dan pH elektroda diletakkan di

dalam beaker glass, kemudian stirrer dihidupkan dan kecepatan diatur sedemikian rupa hingga sampel tercampur sempurna dengan aquadest.

4. Campuran dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga pH mencapai 4,8± 0,02. 5. Dicatat volume HCl yang di gunakan

6. Data yang diperoleh di hitung dengan rumus : M-Alkalinity =

Sampel Vol

x x M x terpakai yang

HCl

Vol. HCl 1000 5

Berikut flowchart prosedur analisa alkalinitas : Mulai

Dimasukkan rotating magnet kedalam beaker glass

Dimasukkan 5 ml sampel dan ditambahkan aquadest kedalam beaker glass hingga volume 80 ml

Diletakkan pH elektroda kedalam beaker glass lalu diletakan

beaker glass tersebut di atas magnetic stirrer


(53)

Gambar 3.4 Flowchart Prosedur Analisa Alkalinitas 3.3.2.4 Analisa Total Solids (TS)

Total solid didefinisikan sebagai sisa material atau residu yang tersisa yang

ada atau masih tetap ada pada cawan setelah dilakukan proses pengeringan di dalam oven pada suhu yang ditetapkan. TS ini terdiri dari total padatan tersuspensi atau total padatan ditahan oleh filter biasa disebut Total Suspended Solid (TSS) dan total padatan terlarut yaitu bagian yang melewati filter biasa disebut Total Dissolved Solid

(TDS). “Padatan Tetap” adalah istilah yang diterapkan pada total residu yang tertahan, atau padatan terlarut setelah pemanasan sampai kering untuk waktu tertentu pada suhu tertentu . Penurunan padatan melalui pembakaran biasa disebut Volatile

Solid. Analisa ini dilakukan dengan metode gravimetri sesuai dengan SNI

06-6989.3-2004 dan Standard Methods for the Examinatioan of Water and Wastewater Methods 2540 B [51]. Adapun prosedurnya :

Dihidupkan stirrer dan diatur kecepatan sedemikian rupa hingga sampel tercampur sempurna dengan aquadest.

Apakah pH sudah mencapai 4,8±

0,02?

Tidak

Ya

Selesai

Dicatat volume HCl yang di gunakan Dititrasi campuran dengan larutan

HCl 0,1 N hingga pH mencapai 4,8± 0,02


(54)

1. Cawan penguap kosong yang telah dibersihkan, dipanaskan pada suhu 105oC dalam oven selama 1 jam. Apabila akan dilanjutkan untuk analisa zat tersuspensi organik, cawan dipanaskan pada 550oC, selama 1 jam.

2. Cawan didinginkan selama 15 menit dalam desikator, lalu ditimbang cawan yang keluar dari furnace pada 550oC diturunkan dulu panasnya dalam oven pada 105oC sebelum didinginkan dalam desikator.

3. Sampel sebanyak 5 ml diletakkan ke dalam cawan yang telah di dinginkan. 4. Cawan yang berisi sampel ditimbang.

5. Masukkan cawan berisi sampel ke oven, suhu 103 – 105oC selama 1 jam. 6. Setelah 1 jam dinginkan cawan yang berisi residu zat padat tersebut dalam

desikator sebelum ditimbang.

7. Ulangi langkah 5 dan 6, sampai didapat berat yang konstan atau berkurang berat lebih kecil 4% berat semula atau 0,5 mg, biasanya pemanasan 1-2 jam sudah cukup. Penimbangan harus dikerjakan dengan cepat untuk mengurangi galat.

8. Kandungan TS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : (mL)

sampel volume

1000 B) -(A tal/L

padatan to

mg  

Keterangan :

A = berat residu kering + cawan porselen, mg B = berat cawan porselen, mg


(55)

Berikut flowchart prosedur analisa TS adalah sebagai berikut :

Gambar 3.5 Flowchart Prosedur Analisa Total Solid

3.3.2.5 Analisa Volatile Solid (VS)

Volatile solid (VS) merupakan materi organik atau padatan organik yang

menguap pada proses pembakaran diatas 500oC. Analisa VS ini perlu dilakukan untuk mengetahui banyaknya materi organik dalam limbah. Materi organik inilah yang akan dikonversikan menjadi biogas oleh metano bakteri. Analisa ini dilakukan dengan metode gravimetri sesuai dengan SNI 06-6989.3-2004 dan Standard Methods

Mulai

Di bersihkan cawan kosong, lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu dilanjutkan

pembakaran didalam furnace pada suhu 550oC

Ditimbang berat cawan kosong yang telah didinginkan dari desikator

Dimasukkan 5 ml sampel kedalam cawan kosong lalu ditimbang berat cawan berisi sampel tersebut

Dimasukkan kedalam oven cawan berisi sampel kedalam oven pada suhu 103 - 105oC selama 1 jam

Setelah 1 jam cawan yang berisi residu didinginkan selama 15 menit sampai suhu kamar di dalam desikator

Ditimbang cawan yang berisi residu tersebut lalu di hitung nilai TS


(56)

for the Examinatioan of Water and Wastewater Methods 2540 E [51]. Adapun prosedur analisa VS adalah sebagai berikut :

1. Cawan yang berisi residu dari analisa Total Solid dimasukkan kedalam furnace

pada suhu 550oC selama 1 jam.

2. Setelah 1 jam ditimbang berat cawan dengan residu yang telah menguap menjadi abu.

3. Kandungan VS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: (mL)

sampel volume

1000 B) -(A latil/L

padatan vo

mg  

Keterangan :

A = berat residu + cawan porselen sebelum pembakaran, mg B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg Adapun flowchart prosedur analisa volatile solid adalah sebagai berikut:

Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Analisa Volatile Solid

Mulai

Cawan yang berisi residu dari analisa Total Solid dilanjutkan pembakaran didalam furnace pada suhu 550oC selama 1 jam

Ditimbang berat cawan yang berisi abu yang telah didinginkan dari desikator

Dihitung nilai volatile solid

Selesai

Setelah 1 jam cawan yang berisi residu yang telah menguap menjadi abu didinginkan di dalam desikator sampai suhu kamar


(57)

3.3.2.6Analisa Total Suspended Solid (TSS)

Total padatan tersuspensi atau total padatan ditahan oleh filter biasa disebut

Total Suspended Solid (TSS). Analisa ini dilakukan dengan metode gravimetri

sesuai dengan SNI 06-6989.3-2004 dan Standard Methods for the Examinatioan of

Water and Wastewater Methods 2540 D [51]. Adapun prosedurnya adalah sebagai

berikut :

1. Kertas saring kosong dipanaskan pada suhu 105oC dalam oven selama 1 jam, setelah 1 jam didinginkan didalam desikator lalu ditimbang sebagai berat kertas saring.

2. Kertas saring dicuci dengan air aquadest sebanyak 10 ml lalu di letakkan di atas

vacuump filter selama waktu tertentu.

3. Sampel yang telah dihomogenkan diletakkan di atas kertas saring yang telah diletakkan diatas vacuump filter selama waktu tertentu.

4. Kemudian residu yang tertahan diatas kertas saring tersebut dicuci dengan air suling sebanyak 3 x 10 ml.

5. Cawan kosong yang telah dipanaskan seperti prosedur analisa Total Solid

ditimbang beratnya.

6. Residu yang tertahan diatas kertas saring diletakkan di atas cawan kosong yang telah ditimbang berat nya.

7. Timbang berat cawan kosong yang berisi residu yang tertahan di atas kertas saring.

8. Cawan tersebut dipanaskan di dalam oven pada suhu suhu 103 – 105oC selama 1 jam.

9. Setelah 1 jam cawan tersebut didinginkan sampai suhu kamar di dalam desikator.

10. Lalu ditimbang berat cawan tersebut.

Kandungan TSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : (mL) sampel volume

1000 B) -(A L

rsuspensi/ padatan te

total

mg  

Keterangan :

A = berat residu yang tertahan diatas kertas saring kering + cawan porselen, mg


(58)

B = berat cawan porselen kosong, mg

Adapun flowchartprosedur analisa TSS adalah sebagai berikut : Mulai

Dipanaskan kertas saring kosong pada suhu 105oC dalam oven selama 1 jam, setelah 1 jam didinginkan didalam desikator lalu ditimbang

sebagai berat kertas saring.

Dicuci kertas saring dengan air aquadest sebanyak 10 ml lalu di letakkan di atas vacuump filter selama waktu tertentu.

Diletakkan sampel yang telah dihomogenkan di atas kertas saring yang telah diletakkan diatas vacuump filter selama waktu tertentu.

Dicuci dengan air suling sebanyak 3 x 10 ml residu yang tertahan diatas kertas saring tersebut

Ditimbang berat cawan kosong yang telah dipanaskan seperti prosedur analisa Total Solid.

Diletakkan kertas saring yang berisi residu yang tertahan diatas cawan kosong dan ditimbang beratnya.

Cawan tersebut dipanaskan di dalam oven pada suhu suhu 103 - 105oC selama 1 jam.


(59)

Gambar 3.7 Flowchart Prosedur Analisa Total Suspended Solid

3.3.2.7Analisa Volatile Suspended Solid (VSS)

Menguapnya padatan tersuspensi mengindikasikan adanya zat organik yang merupakan lanjutan dari analisa jumlah total padatan yang tersuspensi. Analisa ini dilakukan dengan metode gravimetri sesuai dengan SNI 06-6989.3-2004 dan

Standard Methods for the Examinatioan of Water and Wastewater Methods 2540 G

[51]. Adapun prosedur analisa VSS adalah sebagai berikut :

1. Cawan yang berisi residu yang tertahan di kertas saring dari analisa TSS dimasukkan kedalam furnace pada suhu 550oC selama 1 jam.

2. Setelah 1 jam didinginkan didalam desikator cawan yang berisi abu tersebut. 3. Ditimbang berat cawan dengan kertas saring berisi residu yang telah menguap

menjadi abu.

4. Kandungan VSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: (mL)

sampel volume

1000 B) -(A si/L

tersuspen latil

padatan vo

mg  

Keterangan :

A = berat residu yang tertahan diatas kertas saring kering + cawan porselen, mg B = berat cawan porselen + abu, mg

Selesai

Didinginkan cawan tersebut setelah 1 jam ke dalam desikator lalu ditimbang beratnya

Dihitung nilai TSS A


(1)

52 46 7 3800 15060 9920 210180 208580 0,49 0,000001 49 51

53 47 7 3900 17600 11900 247800 206560 0,49

54 48 7 3900 17800 12280 260780 228840 0,50

55 49 7 4000 17500 12050 265200 235700 0,54 0,000001 40 60

56 7 4350 16800 11920 0,56

57 50 7 4450 17940 11640 270980 220760 0,62

58 51 7 4500 15980 11140 260980 230670 0,69 0,000001 39 61

59 7 4800 18380 11460 0,65

60 52 7 4850 15520 11740 265430 231700 0,65

61 7 4800 13720 9460 0,69 0,000001 38 62

62 53 7 4900 13890 9540 268700 234700 0,70

63 54 7 4800 15280 9620 269120 235230 0,72

64 55 7 4850 15780 10100 270700 206000 0,78 0,000001 35 65

65 7 4700 17440 11360 0,70

66 7 4700 18420 12320 0,73

67 7 4800 18660 12780 272100 207260 0,70 0,000001 31 69

68 7 4800 18670 12940 0,68

69 7 4800 18840 13210 0,71


(2)

L.B-1

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

B.1 PERHITUNGAN NILAI ALKALINITAS Volume HCl yang terpakai = 1,1 ml

M HCl = 0,1 N

Volume Sampel = 5 ml Alkalinitas =

Sampel Vol 5 x 1000 x M x terpakai yang Vol.HCl HCl = ml 5 5 x 1000 Nx 0,1 x ml 1,1

= 1100 mg/L

B.2 PERHITUNGAN NILAI TOTAL SOLID (TS) Volume Sampel = 5 ml

A = 30237,1 mg B = 30189,6 mg

(mL) sampel volume 1000 B) -(A tal/L padatan to

mg  

5

1000

30189,6)

-(30237,1

= 9500 mg/L

B.3 PERHITUNGAN NILAI VOLATILE SOLID (VS) Volume Sampel = 5 ml

A = 30237,1 mg B = 30199,9 mg

(mL) sampel volume 1000 B) -(A latil/L padatan vo

mg  

5

1000

30199,9)

-(30237,1


(3)

B.4 PERHITUNGAN NILAI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) Volume Sampel = 5 ml

A = 32146,7 mg B = 29989,5 mg

(mL) sampel volume 1000 B) -(A L rsuspensi/ padatan te total

mg  

5

1000

29989,5)

-(32146,7

= 207320 mg/L

B.5 PERHITUNGAN NILAI VOLATILE SUSPENDED SOLID (VSS) Volume Sampel = 5 ml

A = 32146,7 mg B = 29995,9 mg

(mL) sampel volume 1000 B) -(A si/L tersuspen latil padatan vo

mg  

5

1000

29995,9)

-(32146,7

= 204430 mg/L

B.6 PERHITUNGAN PRODUKSI BIOGAS m3/ kg ∆VS Produksi Biogas = 0,015 L/hari = 1,5 x 10-5 m3/hari

VS input = 21.280 mg/L

VS Discharge = 8.120 mg/L

VS Terdegradasi (∆VS) = 21.280 – 8.120 = 13.160 mg/L = 1,316 x 10-5 kg/m3

Produksi Biogas/∆VS 1,14

kg/m 10 x 1,316 /hari m 10 x 1,5 3 5 -3 -5 

 m3/kg ∆VS.hari

B.7 PERHITUNGAN PERSENTASI VS YANG TERDEGRADASI VS input = 21.280 mg/L


(4)

L.B-3 VS Discharge = 8.120 mg/L

VS Terdegradasi 100% 62%

21280 8120 21280

 

 

B.8 PERHITUNGAN PERSENTASI COD YANG TERDEGRADASI COD input = 20.900 mg/L

COD Discharge = 2123 mg/L

COD Terdegradasi 100% 89,8%

20900 2123 20900

 

 

B.9 PERHITUNGAN YIELD METANA % Metana = 75%

% CO2 = 25%

Produksi Biogas/∆VS = 37,59 m3/kg∆VS Yield metana = 37,59 28,19

100

75


(5)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 FOTO SAMPEL

Gambar C.1 Foto Sampel

C.2 FOTO PENIMBANGAN SAMPEL

Gambar C.2 Foto Penimbangan Sampel

C.3 FOTO ANALISA PH DAN ALKALINITAS


(6)

L.C-2

C.4 FOTO ANALISA TOTAL SOLID (TS) DAN VOLATILE SOLID (VS)

Gambar C.4 Foto Analisa Total Solid (TS) dan Volatile Solid (VS)

C.5 FOTO ANALISA TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN VOLATILE SUSPENDED SOLID (VSS)

Gambar C.5 Foto Analisa TSS dan VSS

C.6 FOTO ANALISA KANDUNGAN GAS H2S dan GAS CO2