Pemodelan Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah di Pulau Tidore

PEMODELAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN
AIR TANAH DI PULAU TIDORE

HALIMA MALAKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan
Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah di Pulau Tidore adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Halima Malaka
NIM. P052120251

RINGKASAN

HALIMA MALAKA. Pemodelan Kebutuhan air dan Ketersediaan Air Tanah di
Pulau Tidore. Dibimbing oleh M.YANUAR J.PURWANTO dan ALINDA
F.M.ZAIN
Pulau kecil memiliki karakteristik khusus berkenaan dengan sumberdaya air
yakni keterbatasan sumber daya air tawar dan rentan terhadap intrusi air laut.
P.Tidore merupakan pulau kecil dengan luas 116.56 km² dan jumlah penduduk 55
297.61 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk, fasilitas komersil dan fasilitas umum
setiap tahunnya akan berdampak pada peningkatan kebutuhan air baku. Tujuan
dari penelitian ini adalah (1) Identifikasi kebutuhan air dan ketersediaan air tanah
di P.Tidore, (2) Membangun pemodelan kebutuhan air dan ketersediaan air tanah
di P.Tidore, (3) merumuskan kebijakan air tanah di P.Tidore. Metode yang
digunakan pada penelitian adalah metode survei dengan melakukan pengukuran di
lapangan sebanyak 71 sumur untuk mengetahui adanya intrusi air laut, kedalaman

muka air tanah. Analisis data yang digunakan adalah analisis sistem dinamik
untuk mengetahui kebutuhan air penduduk dan non penduduk saat ini dan
proyeksi kebutuhan air dan ketersediaan air tanah sampai tahun 2033 dengan
stella versi 9.0.2.
Hasil analisis di ketahui bahwa pada tahun 2009 kebutuhan air penduduk
eksisting adalah 2 121 124.50 m3/tahun, kebutuhan air fasilitas umum 101 184.35
m3/tahun dan fasilitas komersil 62 523.04 m3/tahun sehingga kebutuhan air total
2 284 831.89 m3/tahun, pada tahun 2033 proyeksi kebutuhan air penduduk
sebesar 3 181 713.17 m3/tahun, kebutuhan air fasilitas umum 150 764.62
m3/tahun, kebutuhan air fasilitas komersil 400 814.17 m3/tahun sehingga
kebutuhan air total 3 735 291.97 m3/tahun dan ketersediaan air tanah pada tahun
2009 sebesar 2 850 000 m3/tahun dan proyeksi ketersediaan air tanah pada tahun
2033 menjadi 2 856 117.14 m3/tahun. Untuk meningkatkan ketersediaan air
tanah maka perlu adanya konservasi pada masing-masing land use. Upaya
konservasi tersebut diantaranya reboisasi, terasering dan sumur resapan. Dari hasil
simulasi model diperoleh skenario kebijakan terpadu (penghematan dan
konservasi) dapat menurunkan pemakaian air dan meningkatkan ketersediaan air
tanah.
Kata kunci : air tanah, kebutuhan air, ketersediaan air tanah, model, sistem
dinamik, Pulau Tidore


SUMMARY

HALIMA MALAKA. Model of Water Demand and Groundwater Availability at
Tidore Island. Supervised by M.YANUAR J. PURWANTO and ALINDA F.M.
ZAIN
limited catchment area and raw water sources
Small island has specific characteristics limited catchment area and
vulnerable to the sea water intrusion. Tidore Island is a small island that has 117,6
Km² and amount people 54 763. Annual of population growth, commercial
facilities, and public facilities will increase the demand for raw water. The
objectives of this study are (1) to identify the water demand and groundwater
availability , (2) to build a model of water demand and groundwater availability ,
and (3) to formulate groundwater policies. Survey method was used to assess
requared at the study area for about 71 sampling sites of will. The data result was
analyzed by using the dynamic system analysis to determine the domestic water
demand and non domestic demand modeling was developed using Stella version
9.0.2.
The results of the analysis showed, that in 2009, the water demand of the
existing population was 2 121 124.50 m3/year, the water demand of public

facilities was 101 184.35 m3/year, and commercial facilities was 62 523.04
m3/year which made the total of water demand was 2 284 831.89 m3/year. While
in 2033, the water demand projection on Tidore Island would be 3 181 713.17
m3/year, the water demand of public facilities would be 150 764.62 m3/year, the
water demand for commercial facilities would be 400 814.17 m3/year, which
made the total of water needs would become 3 735 291.97 m3/year. As for the
groundwater availability in 2009 was about 2 850 000 m3/year and the projected
groundwater availability in 2033 would increase into 2 856 117.14 m3/year. To
increase the groundwater availability, conservation act toward every type of land
use is needed. Those conservation efforts can be included reforestation, terracing
and infiltration wells. The result of simulation model has obtained a scenario of an
integrated policy (saving and conservation) that can reduce water consumption
and increase the groundwater availability.
Keywords: dynamic system, groundwater availability, groundwater, model,
Tidore island, water demand

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMODELAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN
AIR TANAH DI PULAU TIDORE

HALIMA MALAKA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Indung Siti Fatima, M.Si

Judul Tesis : Pemodelan Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah di
Pulau Tidore
Nama
: Halima Malaka
NIM
: P052120251
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir M.Yanuar J Purwanto, MS
Ketua

Dr Ir Alinda F.M.Zain, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana,MS

Tanggal Ujian: 25 Mei 2015

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini

adalah Pemodelan Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah di Pulau Tidore.
Bagian dari tesis ini telah diterima untuk diterbitkan di Jurnal Air Indonesia (JAI)
Vol 8 No 1 tahun 2015 dengan judul “Analisis Sistem Dinamik Neraca Air di
Pulau Tidore”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ir M. Yanuar J.
Purwanto, MS dan Dr Ir Alinda Fitriany M.Zain, MSi yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Indung
Siti Fatima, MSi sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan
koreksi konstruktif. Terima kasih juga di sampaikan kepada Walikota Tidore
Kepulauan yang telah memberikan tugas belajar dan dukungan beasiswa. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang S-2.
Ungkapan terima kasih dan rasa hormat kepada suami saya Salnuddin, Spi
MSi, ayah dan ibu saya Hadi Ismail Malaka dan Umi A.Rahim Fabanyo, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Selain itu penulis juga sampaikan terimakasih kepada Seluruh Kepala
SKPD, Camat, Lurah dan masyarakat P.Tidore, Pa Nurhalis Wahidin,SP MSc
yang telah membantu dalam penelitian ini. Penulis juga sampaikan terimakasih

kepada segenap tenaga pengajar dan pegawai Program Studi PSL SPS IPB.
Terimah kasih kepada teman-teman seperjuangan Try, Ita, Tya, Nida, listin,
Darma, Dini, Agus dan teman PSL angkatan 2012 serta semua pihak yang
membantu hingga tesis ini berhasil diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Juli 2015

Halima Malaka

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pulau Kecil
Sumberdaya Air
Pendekatan dan Pemodelan Sistem
Analisis Kebijakan
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Tahapan Penelitian
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Metode Pemilihan Responden
Metode Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Analisis Kebutuhan air dan Ketersediaan Air Tanah
Pemodelan Sistem Dinamik
Model kebutuhan air dan Ketersediaan Air Tanah

Validasi Model
Simulasi Model Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air
Simulasi Skenario Kebijakan Model Kebutuhan Air dan Ketersediaan
Air Tanah
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


xi 
xii 










11 
14 
16 
16 
16 
16 
17 
17 
18 
22 
22 
31 
37 
38 
43 
46 
49 
55 
65 
65 
65 
67 
70 

DAFTAR TABEL
1
2
3

Komponen-komponen siklus hidrologi
Potensi air tanah pada CAT di Indonesia per propinsi
Tiga pendekatan dalam analisis kebijakan



14 

xi

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Matrik jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis atau dan
keluaran berdasarkan tujuan penelitian
Kemiringan lereng P. Tidore
Nilai koefisien run-off pada masing-masing land use
Jenis dan tutupan lahan P. Tidore
Jumlah penduduk P. Tidore
Jumlah guru dan dosen pada tahun 2009-2013
Jumlah siswa pada tahun 2009 – 2013
Jumlah siswa , guru dan dosen pada tahun 2009 – 2013
Jumlah fasilitas kesehatan dari tahun 2009 - 2013
Jumlah tempat ibadah dari tahun 2009 - 2013
Jumlah sumur gali di P. Tidore dirinci per Kecamatan
Kebutuhan air penduduk pada tahun 2009 – 2013
Kebutuhan air mesjid tahun 2009 - 2013.
Kebutuhan air fasilitas kesehatan pada tahun 2009 – 2013
Kebutuhan air perkantoran dari tahun 2009 – 2013
Kebutuhan air untuk fasilitas pendidikan tahun 2009 – 2013
Kebutuhan air untuk fasilitas pasar tahun 2009 – 2013
Kebutuhan air pertokoan pada tahun 2009 – 2013
Kebutuhan air bersih rumah makan pada tahun 2009 – 2013
Kebutuhan air bersih total pada tahun 2009 – 2013
Ketersediaan air tanah
Hasil analisis kebutuhan stakeholder dalam model kebutuhan air
bersih dan ketersediaan air tanah di P. Tidore
Standar kebutuhan air non penduduk untuk kategori kota kecil
Validasi kinerja sub model kebutuhan air dan ketersediaan air tanah
Skenario kebijakan
Proyeksi jumlah sumur dan volume air yang diserap
Proyeksi kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan
Kebutuhan biaya reboisasi
Klasifikasi dan luas lereng di kawasan kebun campuran
Proyeksi kebutuhan biaya terasering

17 
23 
24 
25 
27 
27 
27 
28 
28 
28 
29 
33 
34 
34 
35 
35 
35 
36 
36 
36 
37 
37 
39 
45 
49 
57 
58 
63 
59 
61 

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kerangka pemikiran model kebutuhan air dan ketersedian air
tanah di P. Tidore
Siklus hidrologi tertutup
Peta lokasi penelitian
Tahapan penelitian
Grafik curah hujan tahunan P. Tidore
Penggunaan lahan (land use) P. Tidore
Sebaran sumur berdasarkan salinitas air sumur dan kelerengan
Grafik hubungan jarak sumur dari garis pantai, kedalaman muka air
tanah (MAT) dan salinitas air sumur
Kebutuhan air penduduk berdasarkan hasil survei dan standar



16 
17 
24 
26 
30 
31 
31 

xii

10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

Kebutuhan air fasilitas komersil berdasarkan hasil survei dan
standar
Kebutuhan air fasilitas umum berdasarkan hasil survei dan standar
Diagram input-output model sistem kebutuhan air dan ketersediaan
air tanah di Pulau Tidore
Causa loop kebutuhan air
Struktur model kebutuhan air
Causa loop ketersedian air tanah
Struktur model ketersediaan air tanah
(a) Validasi struktur model kebutuhan air & (b) ketersedian air
tanah
Proyeksi kebutuhan air penduduk eksisting
Proyeksi kebutuhan air fasilitas umum eksisting
Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil eksisting
Proyeksi kebutuhan air total eksisting
Proyeksi ketersediaan air tanah eksisting
Proyeksi neraca air dan IKA eksisting
Simulasi Run off ,imbuhan air tanah ketersediaan air skenario
Business as Usualy (BaU)
Simulasi neraca air dan IKA skenario Business Business as Usualy
(BaU)
Simulasi kebutuhan air penduduk skenario penghematan 5 %
Simulasi kebutuhan air fasilitas umum skenario penghematan 5 %
Simulasi kebutuhan air fasilitas komersil skenario penghematan 5
%
Simulasi kebutuhan air total skenario penghematan 5 %
Simulasi Run off, imbuhan air tanah dan ketersediaan air tanah
skenario penghematan 5 %
Simulasi neraca air , IKA skenario penghematan 5 %
Simulasi kebutuhan air penduduk skenario terpadu
Simulasi kebutuhan air fasilitas umum skenario terpadu
Simulasi kebutuhan air fasilitas komersil skenario
Simulasi kebutuhan air total skenario terpadu
Simulasi run off, imbuhan air tanah dan ketersediaan air tanah
skenario terpadu
Simulasi neraca air dan IKA skenario terpadu
Potongan sumur resapan komunal segi empat
Penampang teras kebun (a) dan teras individu (b)
Lokasi kawasan terasering
Lokasi kawasan reboisasi

32 
32 
38 
41 
42 
42 
43 
44 
47 
47 
47 
48 
48 
48 
50 
50 
51 
51 
51 
52 
52 
52 
53 
54 
54 
54 
55 
55 
58 
59 
60 
62 

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Proyeksi jumlah penduduk eksisting
Proyeksi kebutuhan air penduduk eksisting
Proyeksi jumlah fasilitas umum eksisting
Proyeksi kebutuhan air fasilitas umum eksisting

70 
70 
71 
71 

xiii

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.

Proyeksi jumlah fasilitas komersil eksisting
Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil eksisting
Proyeksi kebutuhan air total P. Tidore eksisting
Ketersediaan air tanah, neraca air dan IKA eksisting
Proyeksi jumlah penduduk skenario Business as Usualy (BaU)
Proyeksi kebutuhan air penduduk skenario Business as Usualy
(BaU)
Proyeksi jumlah fasilitas umum skenario Business as Usualy
(BaU)
Proyeksi kebutuhan fasilitas umum skenario Business as Usualy
(BaU)
Proyeksi jumlah fasilitas komersil skenario Business as Usualy
(BaU)
Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil skenario Business as
Usualy (BaU)
Proyeksi kebutuhan air total P. Tidore skenario Business as
Usualy (BaU)
Ketersediaan air tanah, neraca air dan IKA skenario Business as
Usualy (BaU)
Proyeksi jumlah penduduk skenario penghematan 5 %
Proyeksi kebutuhan air penduduk skenario penghematan 5 %
Proyeksi jumlah fasilitas umum skenario penghematan 5%
Proyeksi kebutuhan air fasilitas umum skenario penghematan 5%
Proyeksi jumlah fasilitas komersil skenario penghematan 5%
Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil skenario penghematan
5%
Ketersediaan air tanah, neraca air dan IKA skenario penghematan
5%
Proyeksi kebutuhan air total skenario penghematan 5 %
Proyeksi jumlah penduduk skenario terpadu
Proyeksi kebutuhan air penduduk skenario terpadu
Proyeksi jumlah fasilitas umum skenario terpadu
Proyeksi kebutuhan air fasilitas umum skenario terpadu
Proyeksi jumlah fasilitas komersil skenario terpadu
Proyeksi kebutuhan air fasilitas komersil skenario terpadu
Proyeksi kebutuhan air total skenario terpadu
Ketersediaan air tanah, neraca air dan IKA skenario terpadu
Simulasi penghematan penggunaan air pada skenario
penghematan dan skenario terpadu
Kualitas air sumur yang sudah melebihi baku mutu air minum,
Muka Air Tanah (MAT) & kedalaman sumur
Persamaan model
Dokumentasi penelitian

72 
72 
73 
73 
74 
74 
75 
75 
76 
76 
77 
77 
78 
78 
79 
79 
80 
80 
81 
81 
82 
82 
83 
83 
84 
84 
85 
85 
86 
86 
87 
102 

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Tidore merupakan pulau vulkanik, terbentuk dari aktivitas lempeng
Pasifik dan lempeng Philipina dan membentuk gugusan gunungapi di sekitar
Pulau Halmahera. Luas P.Tidore 116,56 km2, luas tersebut menyebabkan P.Tidore
termasuk kategori pulau kecil karena memiliki luasan < 2000 km2 (PP No 62
tahun 2010). Konsekuensi sebagai pulau gunungapi dan pulau kecil maka
P.Tidore memiliki berbagai keterbatasan wilayah salah satunya adalah catchment
area. Sesuai dengan hasil survei terakhir terkait hal tersebut dilakukan pada tahun
2011 oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kota Tidore Kepulauan.
Keberadaan P.Tidore tidak lepas dari sejarah Kesultanan Tidore dalam
membentuk penyebaran penduduk dengan aktivitasnya di P.Tidore dan wilayah
lainnya dalam wilayah pemerintahan Kota Tidore Kepulauan. Pemukiman
penduduk (perkampungan tua) umumnya menyebar di sepanjang wilayah pesisir
P.Tidore dan sebagian kecil berada di daerah perbukitan. Untuk memperoleh
kebutuhan air bersih, masyarakat memanfaatkan sumber air tanah dangkal (sumur
gali), hasil survei pendahuluan dijumpai beberapa sumur tua masih dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai sumber air bersih.
P.Tidore sebagai pusat pemerintahan terus memacu pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi sehingga memacu pertumbuhan penduduk, pertumbuhan
dunia usaha, pembangunan fasilitas umum dan fasilitas komersil yang berdampak
pada peningkatan kebutuhan air bersih. Untuk keperluan rumah tangga pada saat
ini sumber pasokan air minum diperoleh dari jasa PDAM dengan faslitas 6 buah
sumur dalam dan 1 buah sumur reservoir air bersih baru melayani masyarakat di
pusat Kota Tidore Kepulauan yakni di kecamatan Tidore (Kelurahan Soasio,
Gamtufkange, Tomagoba, dan Goto) dan Kecamatan Tidore Selatan (Kelurahan
Gurabati dan Tunguwai), sedangkan pada Kecamatan Tidore Utara hanya terdapat
di Kelurahan Mareku. Secara umum PDAM baru dapat melayani masyarakat
sekitar 3 % dari jumlah penduduk yang ada di Pulau Tidore (Dinas Pertambangan
dan Energi Kota Tidore Kepulauan, 2011). Selanjutnya, pemenuhan kebutuhan air
bersih masyarakat pada 23 kelurahan lainnya berasal dari sumur gali. Dari data
profil tiap kecamatan diketahui bahwa jumlah sumur gali yang dipakai masyarakat
di Pulau Tidore sebanyak 1 610 sumur.
Pemanfaatan air tanah harus merujuk pada pengelolaan sumberdaya air baik
untuk air tanah dangkal dan air tanah dalam. Dari hal tersebut, pemerintah pusat
dan daerah harus memberikan perhatian pada jasa lingkungan air tanah sebagai
instrumen kebijakan dalam mengendalikan resiko lingkungan akibat
pemanfaatannya untuk kebutuhan domestik maupun non domestik. Resiko
lingkungan akibat hal tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kelestarian lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitarnya. Di beberapa
kelurahan pesisir P. Tidore dijumpai sumur yang tidak dimanfaatkan lagi akibat
kualitas airnya mengalami penurunan karena adanya intrusi air laut, oleh karena
itu perlu penelitian yang mengkaji model kebutuhan air dan ketersedian air tanah
yang tepat di P.Tidore guna pemenuhan air bersih yang keberlanjutan dengan
sumber air bersih tetap terjaga.

2

Kerangka Pemikiran
Pulau kecil memiliki karakteristik khusus berkenaan dengan sumberdaya air
yakni: keterbatasan sumber daya air tawar dan rentan terhadap intrusi air laut.
Pulau Tidore merupakan pulau kecil memiliki catchment area dan sumber air
baku yang terbatas (Gambar 1). Pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya
akan berdampak pada peningkatan kebutuhan air baku, maka untuk memenuhi
kebutuhan air bersih perlu mengetahui pola pertumbuhan kebutuhan airnya,
mengkaji kebutuhan air dan ketersediaan air tanah melalui upaya konservasi
meliputi reboisasi, teknik teras, sumur resapan dan upaya penghematan air
melalui reduce, dan reuse

Gambar 1 Kerangka pemikiran model kebutuhan air dan ketersedian air
tanah di P. Tidore
Perumusan Masalah
Kegiatan pemanfaatan air tanah di pulau kecil sangat rentan terhadap
kerusakan akibat intrusi air laut, cathmant area yang terbatas, menurunnya
kemampuan penyerapan air oleh tanah akibat pemanfaatan ruang terbuka hijau
dan aktivitas pembangunan yang tidak mempertimbangkan kaidah konservasi.
Ketersediaan air tanah yang terbatas jika pengambilan air tanah secara berlebihan
maka akan terjadi kekurangan air di masa mendatang, sehingga diperlukan suatu
model kebutuhan air bersih dan ketersediaan air tanah. Berdasarkan hal tersebut,
maka terdapat tiga rumusan masalah :
1. Bagaimanakah kebutuhan dan ketersediaan air tanah di P.Tidore ?
2. Bagaimanakah model kebutuhan dan ketersediaan air tanah yang tepat
diterapkan di P. Tidore ?
3. Kebijakan alternatif apa yang diperlukan dalam melakukan konservasi terhadap
sumberdaya air tanah di P.Tidore ?

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Identifikasi kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di P. Tidore.
2. Membangun pemodelan kebutuhan air bersih dan ketersediaan air tanah di
P. Tidore.
3. Merumuskan kebijakan konservasi air tanah.
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan memberikan manfaat :
1. Sebagai masukan kepada Pemerintah Kota Tidore Kepulauan untuk
pengambilan keputusan pemanfaatan air tanah di P.Tidore.
2. Sebagai bahan pertimbangan masyarakat guna ikut berperan aktif dalam
memanfaatkan sumberdaya air tanah di P. Tidore yang berkelanjutan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji model kebutuhan air bersih
dan ketersediaan air tanah bagi masyarakat P. Tidore melalui pendekatan model
dinamis. Model dibangun dengan membangun parameter model dari kondisi
kebutuhan air bersih dan ketersediaan air tanah saat ini serta proyeksi untuk masa
yang akan datang (24 tahun).

4

TINJAUAN PUSTAKA
Pulau Kecil
Pengertian pulau kecil menurut Undang-undang nomor 27 tahun 2007
adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2000 km2 beserta kesatuan
ekosistemnya. Disamping kriteria tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau
kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induk, memiliki batas fisik yang
jelas dan memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga
sebagian aliran permukaan dan sedimen masuk ke laut. Penggolongan kelas pulau
kecil di bagi dalam 9 kelompok yakni :
1. Pulau kecil makro atas (1000 – 5000 km²), contoh Pulau Morotai (1000 km²),
Pulau Bintan (1075 km²), Pulau Lombok ( 4 880 km²)
2. Pulau kecil makro menengah (500 – 1000 km²), contoh Pulau Ambon
(761 km²).
3. Pulau kecil makro bawah ( 100 – 500 km²), contoh Pulau Tidore (116.56 km2),
Pulau Batam (440 km2), Pulau Tarakan (250 km2)
4. Pulau kecil menengah ( 50 – 100 km2) contoh Pulau Gag ( 65 km2)
5. Pulau kecil mikro atas (10 – 50 km2) contoh Pulau Nusa laut (36 km2)
6. Pulau kecil mikro menengah ( 5 – 10 km2) contoh Pulau Panjang ( 8 km2),
Pulau Taka Bonerate (5 km2)
7. Pulau kecil mikro bawah (1 – 5 km2) contoh Pulau Krakatau (4 km2)
8. Pulau kecil mungil (0.5 – 1 km2) contoh Pulau Nipa (0.6 km2)
9. Pulau kecil mini ( ≤ 0.5 km 2) contoh Pulau Batek (0.25 km2)
Pulau kecil menurut UNESCO adalah pulau yang mempunyai luas
2000 km2. Pulau kecil memiliki permasalahan yang spesifik yakni fisik,
demografi dan ekonomi.Selain itu beberapa pulau kecil memiliki kepadatan
penduduk 10 000 penduduk per km2 (Falkland 1993).
Sumberdaya Air
Air Tanah
Air tanah di Indonesia tersedia dalam jumlah banyak dan melimpah yang
keberadaan dan cara pengambilannya tergantung pada kondisi geologi daerah
setempat. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah. Kodoatie (2012) mendefinisikan air tanah adalah
sejumlah air dibawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dengan sumursumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga
disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran
atau rembesan. Air tanah menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi.
Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan daerah jenuh
(saturated zone). Air tanah yang berada pada zona jenuh adalah bagian dari
keseluruhan air sub permukaan yang biasa disebut air tanah (ground water). Pada
kedalaman tertentu pori-pori tanah maupun batuan menjadi jenuh oleh air. Zona
jenuh lapisan paling atas disebut dengan muka air tanah (water table).

5

Driscoll (1987) dalam Kodoatie (2012), secara umum fenomena keberadaan
air tanah dibagi dalam dua tipe yaitu air pada vadosa zone dan air pada phreatc
zone. Pada vadosa zone, dibagi menjadi tiga tipe air yakni air tanah (soil water),
intermediate vadose water, dan air kapiler. Pada phreatic zone atau saturated zone
(zona jenuh air) terdapat air tanah (groundwater). Zona di bawah zona soil water
adalah zona tengah (intermediate vadose water). Meskipun zona ini sebagian
besar bergerak kebawah namum sebagian ada yang tertahan tetapi tidak dapat
diambil. Pada daerah lembah zona ini sangat sedikit atau bahkan tidak ada.
Kemungkinan kecil air mengalir semuanya melewati zona tengah pada daerah
kering dan sebagian kecil air mencapai muka air tanah (groundwater) karena
perkolasi aliran dari soil water
Muka air tanah (water table) merupakan pemisah antara zona air tanah atau
phreatic water dan pipa kapiler. Muka air tanah (water table) secara teoritis
merupakan perkiraan elevasi air permukaan pada sumur yang hanya merembes
pada jarak yang pendek ke zona jenuh air. Jika air tanah mengalir horisontal,
elevasi muka air tanah pada sumur sangat berhubungan dengan muka air tanah.
Dengan adanya sumur akan mengubah bentuk aliran dan elevasi muka air pada
sumur. Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah (CAT), oleh
karena itu penetapan cekungan air tanah (CAT) sangat penting artinya untuk
memudahkan pengelolaan air tanah di kemudian hari. Penetapan cekungan air
tanah (CAT) didasarkan pada kriteria dan tata cara penetapan cekungan air tanah
(CAT). Kriteria cekungan air tanah berdasarkan PP No. 43 tahun 2008 adalah
sebagai berikut:
1 Mempunyai batas hidrologis yang dikontrol oleh kondisi hidraulik air tanah.
2 Batas hidrogeologis dapat berupa batas dua batuan lulus dan tidak lulus air,
batas pemisah air tanah, dan batas yang berbentuk karena struktur geologi
meliputi antara lain kemiringan lapisan batuan, lipatan, patahan
3 Mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah dalam satu sistem
pembentukan air tanah
4 Memiliki satu kesatuan sistem akuifer.
Siklus Hidrologi
Air di bumi ini mengulangi suatu sirkulasi yang terus menerus yakni
penguapan, persipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air yang ada di
permukaan tanah, sungai, danau, dan laut selalu mengalir dan dapat berubah
wujud menjadi uap air sebagai akibat pemanasan oleh sinar matahari dan tiupan
angin yang kemudian menguap dan mengumpul membentuk awan. Pada tahap ini
terjadi proses kondensasi yang kemudian turun sebagai titik-titik hujan atau salju
ke permukaan laut atau daratan sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian
langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Sebagian dari
air yang jatuh ke bumi akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian
akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau melalui dahandahan mengalir
sebagai air permukaan yang kemudian menguap kembali akibat sinar matahari.
Sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi), dimana bagian lain yang
merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian
mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke
laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara.

6

Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai
(interflow). Sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (ground water)
dengan mengisi tanah/bebatuan dekat permukaan bumi yang kemudian disebut
akuifer dangkal, dan sebagian lagi terus masuk ke dalam tanah untuk mengisi
lapisan akuifer yang lebih dalam. Proses ini berlangsung dalam waktu yang sangat
lama. Lokasi pengisian (recharge area) dapat jauh sekali dari lokasi pengambilan
airnya (discharge area) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu
yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (ground water runoff)
limpasan air tanah.
Siklus hidrologi (Gambar 2) menjelaskan perjalanan air secara terus
menerus, kontinyu, seimbang di darat baik diatas muka tanah, di laut dan di udara.
Siklus hidrologi ada dua yakni :
1. Siklus hidrologi tertutup (closed system diagram of global hydrological cycle)
jika seluruh proses perjalanan air ini terus menerus, kontinyu, seimbang dan
secara global.
2. Siklus hidrologi terbuka yakni bilamana siklus hidrologi ini dilihat pada suatu
lokasi dan situasi tertentu.

Gambar 2 Siklus hidrologi tertutup
Sumber : Kodoatie (2012)

7

Tabel 1 Komponen-komponen siklus hidrologi
No
Komponen
Penguapan (evaporasi)
1
Evapotranspirasi (evaporasi tanaman + transpirasi tanaman)
2
Hujan
3
Air mengalir lewat (stem flow) atau jatuh langsug dari tanaman
4
(through flow). Air yang tertinggal di atau jatuh dari daun (drip
flow)
Aliran di muka tanah (over land flow ) atau aliran permukaan
5
/run-off
Banjir / genangan
6
Aliran jaringan sungai ( river flow)
7
Transpirasi (air diambil melalui akar tanaman )
8
Kenaikan kapiler dari soil water /vodoze zone
9
Infiltrasi dari muka tanah ke dalam tanah (soil water)
10
Aliran antara (interflow)dari soil water ke jaringan sungai
11
Aliran dasar (baseflow) dari groundwater ke jaringan sungai
12
Aliran Runout ( dari ground water langsung ke laut)
13
Perkolasi ( dari soil water ke ground water)
14
Kenaikan kapiler dari ground water ke soil water
15
Return flow (dari soil water/vadoze zone ke permukaan tanah
16
Aliran pipa (pipa flow) dalam tanah
17
Unsaturted Through flow
18
19
Saturated flow
Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Tanah
a. Kebutuhan air
Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk
menunjang segala kebutuhan manusia meliputi air bersih penduduk dan non
penduduk, air irigasi baik pertanian maupun perikanan, dan air untuk
penggelontoran kota. Air bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan:
1. Kebutuhan air penduduk, keperluan rumah tangga.
2. Kebutuhan air non penduduk, untuk industri, pariwisata, tempat ibadah, tempat
sosial, serta tempat-tempat komersil, dan tempat-tempat umum lainnya.
Kebutuhan air adalah air yang digunakan untuk menunjang segalah
kebutuhan manusia meliputi air bersih penduduk dan non penduduk, air irigasi
baik untuk pertanian maupun perikanan dan air untuk penggelontoran kota.
Berdasarkan BSN (2002) air bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan: (1)
kebutuhan air domestik, (2) kebutuhan air non domestik (hidran kebakaran,
kebocoran, sekolah,kantor dan tempat ibadah), (3) industri komersil (pelabuhan
udara, terminal/stasiun bis, pelabuhan laut), (4) sarana kesehatan (rumah sakit),
(5) pariwisata, pertanian, perikanan dan peternakan.
Perhitungan kebutuhan air penduduk didasarkan pada penggunaan air
sehari-hari guna memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti mandi, memasak,
untuk minum, mencuci, dan beberapa kebutuhan lain yang pada dasarnya tidak
sama antara satu penduduk dengan penduduk yang lain. Kebutuhan air penduduk
dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air

8

perkapita dan proyeksi waktu air akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto
2008).
Kebutuhan air penduduk akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya
seperti penduduk kota menggunakan air lebih banyak dibandingkan penduduk
desa. BSN (2002) menetapkan SNI 19.6728.1-2002 tentang penduduk kota
membutuhkan 120 l/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60
l/hari/kapita. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat diformulasikan kebutuhan
air penduduk desa maupun kota.
b. Ketersediaan air tanah
Ketersediaan air dibumi dapat dikelompokan dalam 7 tempat sumber air
yakni lautan 94.2 %, air tanah 4.15 %, air permukaan 0.019 %, tanah 0.0055%,
sungai 0.00008 %, atmosfer 0.00096 %. Diketahui bahwa presentase terbesar
berada di laut, selanjutnya air tanah dan air permukaan ( Adi 2009)
Potensi air tanah di Indonesia adalah ± 100 miliyar m3 tersebar di seluruh
daratan Indonesia yang terdapat 421 CAT (Cekungan Air Tanah) diantaranya 4
CAT lintas negara, 35 CAT lintas propinsi, 176 CAT lintas Kabupaten/Kota, 206
CAT didalam Kabupaten/Kota (Tabel 2). Indonesia mempunyai potensi air tanah
sebesar 485 x 109 m3 per tahun yang terdiri dari air tanah bebas sebesar 472 x 109
m3 dan air tanah tertekan sebesar 12.6 x 109 m3. Dari potensi air tanah sebesar
itu, sekitar 67 % berada di Sumatra dan Papua.
Potensi air tanah pada CAT di Indonesia paling banyak terdapat pada pulaupulau besar. Luas tiap CAT tidak sama tergantung dari kondisi hidrogeologis
setempat. Umumnya pada pulau-pulau kecil seperti Nusa Tenggara dan Maluku
dijumpai luas CAT yang cukup sempit, sedangkan di Kalimantan, Papua, dan
Sumatra banyak dijumpai CAT yang memiliki luas dan potensi yang besar. Di
Pulau Maluku, Jawa dan Sulawesi mempunyai jumlah CAT yang banyak, namun
luas dan potensi air tanahnya tidak begitu besar (Kodoatie 2012).
Ketersediaan air suatu wilayah dapat diperkirakan dari besarnya curah
hujan, aliran permukaan dan cadangan air tanah setelah dikurangi air yang
terevaporasi. Selanjutnya Pawitan (2002) dalam Susilastuti (2011) menyatakan
bahwa jumlah ketersediaan air primer wilayah dibagi jumlah penduduk
menghasilkan indeks ketersediaan air (IKA) yang dapat dijadikan ukuran tingkat
kekritisan ketersediaan air di suatu wilayah.
Tabel 2 Potensi air tanah pada CAT di Indonesia per propinsi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pulau
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Bali
NTB
NTT
Kep.Maluku
Papua

Jumlah
CAT

Luas
(km2)

65
272 843
80
81 147
22
181 362
91
37 778
8
4 381
9
9 475
38
31 929
68
25 830
40
262 870
421
907 6155
Sumber : Keppres No 26 Tahun 2011

Potensi air tanah pada akuifer
(juta m3/tahun)
Bebas
Tertekan
(unconfined)
(conined)
123 528
6 551
38 851
2 047
67 963
1 102
19 694
550
1 577
21
1 908
107
8 229
200
11 943
1 231
222 524
9 098
496 217
20.907

% Tertekan
terhadap
bebas

5.3 %
5.3 %
1.6 %
2.8 %
1.3 %
5.6 %
2.4 %
10.3 %
4.1 %
4.2 %

9

Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2008 mendefenisikan bahwa
pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau,
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah,
dan pengendalian daya rusak air tanah. Strategi pengelolaan air tanah merupakan
kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi kegiatan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan
pengendalian daya rusak air tanah pada cekungan air tanah. Strategi pengelolaan
air tanah disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam pola pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai. Pengelolaan sumber daya air terdiri atas
pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota,
lintas kabupaten/kota, lintas provinsi, lintas negara dan strategis nasional.
Strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah terdiri dari strategi pelaksanaan
pengelolaan air tanah pada: (1) cekungan air tanah lintas propinsi, (2) cekungan
air tanah lintas kabupaten/kota, (3) cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota.
Strategi pengelolaan air tanah terdiri atas: perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi, kegiatan pendayagunaan air tanah, pengendalian daya rusak air tanah.
Peruntukan pemanfaatan air tanah untuk keperluan air minum merupakan
prioritas utama di atas segala keperluan lain. Urutan prioritas peruntukan air tanah
adalah sebagai berikut: (a) air minum, (b) air untuk rumah tangga, (c) air untuk
peternakan dan pertanian sederhana, (d) air untuk industri, (e) air untuk irigasi, (f)
air untuk pertambangan, (g) air untuk usaha perkotaan, (h) air untuk kepentingan
lainnya. Penyediaan air tanah untuk kebutuan pokok sehari-hari mencakup
keperluan air minum masak, mandi, cuci dan beribadah harus memenuhi kriteria
air bersih dimana tidak tercemar oleh bahan-bahan yang membahayakan bagi
kesehatan masyarakat. Oleh karena penyedian air tanah merupakan prioritas
utama maka dapat diusahakan disemua daerah dan semua kedalaman sumbr ir
tanah dengan cara membuat sumur-sumur produksi dengan tetap memperhatikan
batas debit pengambilan air tanah pada akuifer. Debit pengambilan air tanah
ditentukan berdasarkan atas:
1 Daya dukung akuifer terhadap pengambilan air tanah.
2 Kondisi dan lingkungan air tanah.
3 Alokasi penggunaan air tanah bagi kebutuhan mendatang yakni jumlah dan
jangka waktu pengambilan dan penguasaan air tanah.
4 Penggunaan air tanah yang telah ada.
Pemanfaatan air tanah melalui sumur dapat dibagi menjadi sumur dangkal
dengan kedalaman sumur < 40 m dan sumur dalam dengan kedalaman
> 40 m. Sumur dangkal dapat berupa sumur gali atau sumur patek yang dilengkapi
dengan pompa dapat memasok air untuk kebutuhan sampai dengan 300 orang per
hari (Adi 2009).
Konservasi Air Tanah
Upaya penyelamatan air tanah dilakukan melalui berbagai upaya konservasi
meliputi pemantauan, perlindungan, pelestarian, pengawetan, pengelolaan kualitas
dan pengendalian pencemaran air tanah. Konservasi air tanah ditujukan untuk
menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, dan fungsi air tanah, dan
dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan air tanah. Dimana rencana
pengelolaan air tanah disusun secara terkoordinasi dengan rencana pengelolaan

10

sumber daya air yang berbasis wilayah sungai dan menjadi dasar dalam
penyusunan program pengelolaan air tanah.
Zona konservasi air tanah merupakan acuan dalam penyusunan pola
perencanaan daerah untuk konservasi air tanah serta penyusunan tata ruang
wilayah konservasi air tanah berdasarkan Cekungan Air Tanah (CAT).
Penyusunan zona konservasi disesuaikan dengan kondisi geologi dan jenis
penutupan lahan. Konservasi air tanah terutama dilaksanakan pada daerah
tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan hutan
(Kodoatie 2012). Menurut PP No 43 tahun 2008 pasal 24 ayat 4 zona konservasi
air tanah disajikan dalam bentuk peta yang diklasifikasikan menjadi: (a) zona
perlindungan air tanah yang meliputi daerah imbuhan air tanah dan (b) zona
pemanfaatan air tanah yang meliputi zona aman, rawan, kritis, dan rusak.
Zona konservasi air tanah merupakan pengelompokan suatu daerah yang
juga ditentukan berdasarkan kesamaan kondisi daya dukung air tanah, kesamaan
tingkat kerusakan air tanah dan kesamaan pengelolaannya. Berdasarkan kriteria
tersebut maka Dep.ESDM (2006) membagi zona konservasi air atas 5 (lima) zona
, yaitu (1) zona rusak, (2) zona kritis, (3) zona rawan, (4) zona aman dan (5) zona
aman dengan produktivitas rendah/daerah air tanah langkah.
Aliran Permukaan (Run Off)
Aliran permukaan (run-off) terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui
laju infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi air mulai mengisi
cekungan-cekungan pada permukaan tanah, setelah cekungan-cekungan di atas
tanah terisi semua maka air dapat mengalir dengan bebas diatas permukaan tanah.
Aliran permukaan (run off) sering didefenisikan sebagai bagian dari hujan
(rainfall), salju dan/atau air irigasi yang mengalir di atas permukaan tanah menuju
ke sungai, kadang juga disebut sebagai aliran permukaan (surface run off). Aliran
permukaan (run off ) sering disebut quick response run-off, dapat hanya terdiri
terdiri dari aliran permukaan saja, tetapi pada beberapa kasus merupakan
gabungan antara aliran permukaan (surface run-off) dan interflow. Jadi run-off
secara khusus mewakili gerakan air ke jaringan sungai di luar baseflow
(Indarto 2010).
Selanjutnya Arsyad (2010) menyatakan bahwa aliran permukaan
mempunyai sifat yang dinyatakan dalam jumlah air yang mengalir di permukaan
tanah untuk suatu masa hujan atau masa tertentu, dinyatakan dalam tinggi kolom
air (mm atau cm) atau dalam volume air (m3).
Faktor yang mempengaruhi aliran permukaan (run-off) adalah faktor
meterologis dan faktor daerah aliran sungai (DAS). Faktor meterologis yaitu
curah hujan meliputi jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya hujan dan
distribusi curah hujan dalam DAS. Kondisi meterologi lain yang secara tidak
langsung mempengaruhi aliran permukaan adalah suhu, kecepatan angin,
kelembaban relatif, tekanan udara, curah hujan tahunan yang mempengaruhi iklim
di DAS dan mempengaruhi run-off (Sosrodarsono dan Takeda 2003).

11

Neraca Air
Menurut Purnama et al. (2012) neraca air (water balance) merupakan
neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga
dapat digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus)
ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan dari neraca air adalah untuk mengetahui
kondisi air surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan
terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya. Manfaat
neraca air secara umum antara lain :
a. Sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta
saluran-salurannya.
b. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir.
c. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti
sawah, perkebunan dan perikanan.
Model neraca cukup banyak, tapi yang biasa di kenal ada tiga model antara lain :
a. Model neraca air umum
Model ini menggunakan data klimatologi dan bermanfaat untuk mengetahui
berlangsungnya bulan-bulan basah (jumlah curah hujan melebihi kehilangan air
untuk penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi maupun penguapan dari
sistim tanaman atau transpirasi).
b. Model neraca air lahan
Model ini merupakan penggabungan data klimatologis dengan data tanah
terutama data kadar air pada Kapasitas Lapang (KL), kadar air tanah pada Titik
Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia (WHC = Water Holding Capacity).
c. Model neraca air tanaman
Model ini merupakan penggabungan data klimatologis, data tanah dan data
tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan khusus pada jenis tanaman tertentu.
Data tanaman yang digunakan adalah data tanaman pada komponen keluaran
dari neraca air.
Pendekatan dan Pemodelan Sistem
Sistem
Hartrisari (2007) mendefinisikan bahwa sistem merupakan gugus atau
kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka
mencapai suatu tujuan. Sistem dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu sistem
terbuka (open system) dan sistem tertutup (closed system). Sistem terbuka
merupakan sistem yang outputnya merupakan tanggapan dari input, namun output
yang dihasilkan tidak memberikan umpan balik terhadap input. Sedangkan sistem
tertutup, output memberikan umpan balik terhadap input. Suatu sistem dapat
terdiri dari beberapa sub sistem. Sedangkan menurut Muhammadi et al. (2001),
sistem didefenisikan sebagai keseluruhan inter-aksi antar unsur dari sebuah obyek
dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan
Pendekatan sistem merupakan cara pandang yang bersifat menyeluruh
(holistic) yang memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen.
Pendekatan tersebut dapat mengubah cara pandang dan pola berpikir dalam
menangani permasalahan dengan menggunakan model yang merupakan
penyederhanaan sebuah sistem (Hartrisari 2007). Sedangkan menurut (Marimin
2009) pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisa organisatoris yang

12

menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisa. Dengan demikian
manajemen sistem dapat diterapkan dengan mengarahkan gerakannya akan
mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Pada dasarnya pendekatan sistem
adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen. Dengan cara ini
hendaknya diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan
suatu organisasi atau sistem.
Sistem dinamik adalah metode yang dapat menggambarkan proses, perilaku
dan kompleksitas dalam sistem, adapun defenisi dinamik (Eriyatno 2012) yaitu
semacam keyakinan bahwa realitas dunia selalu mengandung perubahan faktor
terhadap waktu. Dari hal tersebut maka pemikiran sistem selalu mencari
keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu
kerangka pikir baru yang terkenal sebagai pendekatan sistem (System approach).
Terdapat dua hal umum yang menandai pendekatan sistem, yaitu:
1. Dalam semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik
untuk menyelesaikan masalah.
2. Dibuat suatu kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.
Metode untuk penyelesaian persoalan yang dilakukan melalui pendekatan
sistem terdiri dari tahapan proses. Tahapan tersebut meliputi: analisa, rekayasa
model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem tersebut
(Marimin 2009). Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisa:
analisa kebutuhan, indentifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan
alternatif sistem, determinasi dari realisasi fisik, sosial politik dan penentuan
kelayakan ekonomi dan keuangan. Pada tahap analisa kebutuhan dapat ditentukan
komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Komponenkomponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan
tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh
terhadap keseluruhan sistem yang ada.
Model
Model juga dapat digunakan untuk keperluan optimasi, dimana suatu
kriteria model dioptimalkan terhadap struktur sistem alternatif. Dengan demikian,
model dapat dibangun dengan data base atau knowledge base (Eriyatno 2012).
Model adalah suatu penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata (riil), yang
akan bertindak seperti dunia nyata untuk aspek tertentu. Model dikelompokkan
menjadi tiga jenis yaitu model kuantitatif, kualitatif dan ekonik. Model yang baik
akan memberikan gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan permasalahan dan
akan meminimalkan perilaku yang signifikan dari sistem yang dimodelkan.
Langkah pertama dalam menyusun model sistem dinamis adalah dengan
menentukan struktur model. Struktur model akan memberikan bentuk pada sistem
sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut
dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal umpan balik (causal loops) yang
menyusun struktur model. Semua perilaku model, bagaimanapun rumitnya dapat
disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari asupan, proses,
luaran, dan umpan balik.
Penggolongan model menurut Hartrisari (2007) secara umum tergolong
dalam dua kategori yaitu model fisik dan model abstrak. Model fisik merupakan
model miniatur replika dari keadaan yang sebenarnya, sedangkan model abstrak

13

merupakan model yang bukan fisik tetapi dapat menjelaskan kinerja sistem.
Model abstrak digolongkan menjadi dua jenis yakni model yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif, dimana model kuantitatif menggunakan persamaan
matematik dan bersifat numerik sehingga dapat digunakan untuk keperluan
prediksi adapun model kualitatif bersifat deskriptif dan tidak menggunakan
perhitungan kuantitatif.
Umumnya model matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni
model statik dan model dinamik. Model statik yaitu model yang memberikan
informasi tentang peubah-peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari
waktu, sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubahpeubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun
mempunyai kekuatan yang tinggi pada analisa dunia nyata. Model disusun untuk
beberapa tujuan yaitu :
1 Pemahaman proses yang terjadi dalam system; Model harus dapat
menggambarkan mekanisme proses yang terjadi dalam sistem dalam kaitannya
dengan tujuan yang akan dicapai.
2 Prediksi: hanya model yang bersifat kuantitatif yang dapat melakukan prediksi.
3 Menunjang pengambilan keputusan; model yang disusun berdasarkan
pemahaman proses serta mempunyai kemampuan prediksi dapat dijadikan alat
untuk perencana guna membantu proses pengambilan keputusan. Simulasi
model dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai skenario sebagai input.
Dari output yang dihasilkan dapat dipilih alternatif terbaik dari berbagai
skenario yang merupakan input model tersebut.
Pemodelan Sistem Dinamik
Tahapan untuk melakukan simulasi model (Muhammadi et al. 2001) yaitu:
1. Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel yang
berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Variabel tersebut saling
berinteraksi, saling berhubungan dan saling tergantung. Kondisi ini dijadikan
sebagai dasar untuk menyusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau
proses yang akan disimulasikan.
2. Pembuatan model, gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama
selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar dan
rumus.
3. Simulasi, dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Pada
model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data kedalam
model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri
dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan
memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku
gejala atau proses model.
4. Validasi hasil simulasi, bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil
simulasi dan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik
jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang
terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut
digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta kecenderungan di
masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil keputusan
untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang.

14

Purnomo (2012) menyatakan bahwa pemodelan sistem adalah sebuah
pengetahuan dan seni. Pengetahuan karena dalam sistem dibangun logika yang
jelas dengan urutan yang logis, sedangkan pemodelan merupakan seni karena
mencakup bagaimana menuangkan gagasan manusia atas dunia nyata dengan
segala keunikannya dalam sebuah model. Manetsch dan Park (1977) dalam
Hartrisari (2007) merumuskan 6 tahapan pendekatan sistem yaitu : (1) analisis
kebutuhan, (2) formulasi kebutuhan, (3) identifikasi sistem, (4) pemodelan sistem,
(5) verivikasi