Framing Ketidakadilan Anggaran Nasional Tahun 2010-2014 Oleh Organisasi Masyarakat Sipil

FRAMING KETIDAKADILAN
ANGGARAN NASIONAL TAHUN 2010-2014
OLEH ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL

AGUNG HAWARI HADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Framing Ketidakadilan
Anggaran Nasional Tahun 2010-2014 oleh Organisasi Masyarakat Sipil adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor 27 Agustus 2015
Agung Hawari Hadi
NIM I352110061

RINGKASAN
AGUNG HAWARI HADI. Framing Ketidakadilan Anggaran Nasional Tahun
2010-2014 oleh Organisasi Masyarakat Sipil. Dibimbing oleh SARWITITI
SARWOPRASODJO dan IVANOVICH AGUSTA.
OMS menyampaikan frame-frame dalam siaran pers sebagai sebuah cara
berkomunikasi yang menyuarakan aktor atau ideologi melalui advokasi media
untuk mendekati pembuat kebijakan atau masyarakat serta menstimulus debat dan
membuat gambaran yang sesuai. Forum Indoensia untuk Transparansi Anggaran
(Fitra) dipilih sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan kaya akan informasi
keaktifan di media dan ketersediaan data siaran pers. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme dengan desain penelitian.
Tujuan penelitan ini adalah untuk melihat bagaimana Fitra memandang
permasalahan transparansi anggaran Indonesia melalui siaran pers yang dirilisnya
serta bagaimana proses pembangunan frame pada siaran pers tersebut. Data yang
digunakan adalah 47 siaran pers Fitra dari tahun 2010 sampai 2014. Siaran pers

dianalisis dengan mengunakan teori collective action frame dalam gerakan sosial.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Fitra mengutarakan permasalahan
penganggaran yang buruk sebagai dasar kausalitas yang diangkat untuk
memudahkan audiens mengenali permasalahan dari sisi ideologi sampai sisi
teknis. Pengunaan frame dalam siaran pers Fitra terlihat pada simbol yang kuat
dan berusaha mengundang audiens mengenali permasalahan.
Framing Fitra bereaksi terhadap solusi pemerintah. Frame prognostik yang
digunakan Fitra menyediakan solusi spesifik dan dapat dikerjakan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi pada setiap siaran persnya dan dapat menjadi
influensial dalam memotivasi individu untuk beraksi. Frame-frame motivasional
dalam siaran pers Fitra ditujukan untuk memobilisasi aksi kolektif dari korban
untuk berpartisipasi dalam gerakan dan menggerakkan sumber penyebab
melakukan prognostik yang diutarakan. Master frame Fitra memunculkan
buruknya perencanaan anggaran berdampak buruknya kesejahteraan rakyat. Fitra
mengartikulasi beragam komponen unruk menciptakan frame yang dapat
memobilisasi dukungan potensial dan dukungan yang ada. Amplifikasi frame
Fitra memberikan perhatian yang besar terhadap isu anggaran kesehatan, belanja
modal dan kebijakan subsidi. Fitra meyakini isu ini dapat memperbesar
kemungkinan frame dalam mengkonstruk realitas masyarakat. Isu penganggaran
dapat dikaitkan pada hampir seluruh isu ketidakadilan. Fitra menguatkan

framenya menggunakan idelasiasi yang juga berlaku sebagai frame prognostik.
Idealisasi dikelompokkan menjadi dua yaitu idealisasi potistif dan idealisasi yang
bersifat negasi. Fitra menggunakan hiasan sebagai penguat frame diagnostik. Fitra
tidak menggunakan frame transformation dalam membangun siaran persnya.
Kata kunci:

collective action frame, siara pers, gerakan sosial

SUMMARY
AGUNG HAWARI HADI. Framing National Budget Year 2010-2014 Injustice
by Civil Society Organization. Supervised by SARWITITI SARWOPRASODJO
and IVANOVICH AGUSTA.
OMS deliver frames in a press release as a way communicating ideology through
media advocacy to approach policy makers or the public as well as to stimulate
debate and make appropriate representation. Fitra is chosed as the subject of
research by considering their activity in media and press releases data
availability. This study is a qualitative research with constructivism paradign as
research design. Purpose of this research is to see how Fitra frame budget
transparency issue through a press release and how development process occur.
47 Fitra press releases from 2010 to 2014 used as reseach data. Press release

was analyzed by using collective action theory in the frame of social movements.
Results from this study is that Fitra express bad budgeting issues as basic
causality was appointed to facilitate the audience to recognize the problems of
ideology to the technical side. The use of frames in a press release Fitra seen in a
powerful symbol and attempt to invite the audience to recognize the problems.
Framing Fitra react to the government's solution. Frame prognostic used Fitra
provide specific and workable solutions to solve problems encountered on every
press release and can be influensial in motivating individuals to act. Frames
motivational Fitra press release is intended to mobilize collective action of the
victim to participate in the movement and mobilize resources do prognostic
expressed cause. Master frame Fitra led to poor planning affects poor people's
welfare budget. Fitra articulate the various components unruk creating a frame
that can mobilize potential support and the support is there. Amplification frame
Fitra gave considerable attention to the issue of the health budget, capital
expenditure and subsidy policies. Fitra believe these issues can increase the
possibility of constructing reality frames in society. Budgeting issues can be
attributed to almost all issues of injustice. Fitra reinforcing frame using idelasiasi
which also serves as a prognostic frame. Idealization grouped into two potistif
and idealization idealization that is negation. Fitra use as reinforcement frame
ornament diagnostics. Fitra not using frame transformasion in building a press

release.
Keywords: collective action frame, pers release, social movement

© Hak Cipta Milik IPB Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan
penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FRAMING KETIDAKADILAN
ANGGARAN NASIONAL TAHUN 2010-2014
OLEH ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL

AGUNG HAWARI HADI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian : Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Sarwititi Sarwoprasodjo selaku
Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ivanovich Agusta selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberi bimbingan arahan dan
memotivasi penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Kepada Dr. Djuara P.
Lubis selaku penguji luar komisi dan Dr. Basita Ginting Saleh selaku perwakilan

Mayor KMP, penulis ucapkan terima kasih atas masukan dan kritikannya guna
perbaikan tesis ini.
Penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Seknas Fitra yang
telah membantu penulis dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih penulis
juga sampaikan kepada rekan-rekan KMP 2011-2015 teman-teman yang turut
membantu penulis. Ungkapan terima kasih dan cinta yang sebesar-besarnya
ditujukan pada istri tercinta, ayah dan ibu, kakak dan adik penulis atas segala doa,
kesabaran, dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Bogor 27 Agustus 2015
Agung Hawari Hadi

DAFTAR ISI

PRAKATA .......................................................................................................... v
DAFTAR ISI .....................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

Latar Belakang ...................................................................................................... 1
Perumusan Masalah .............................................................................................. 4
Tujuan Penelitian .................................................................................................. 5
Manfaat Penelitian ................................................................................................ 5
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
Transparansi Anggaran ......................................................................................... 7
Advokasi ............................................................................................................... 7
Advokasi Media ................................................................................................. 9
Komunikasi Pembangunan dan Advokasi Media ............................................ 11
Siaran Pers .......................................................................................................... 14
Media Massa ....................................................................................................... 12
Gerakan Sosial ...................................................................................................... 7
Framing ............................................................................................................... 14
Collective Action Frame ..................................................................................... 19
Penelitian Terdahulu ........................................................................................... 23
Kerangka Pemikiran Penelitian........................................................................... 25
3 METODE PENELITIAN ............................................................................. 27
Paradigma Penelitian .......................................................................................... 27
Fitra Sebagai Kasus Penelitian............................................................................ 28
Siaran Pers sebagai Objek Penelitian .................................................................. 29

Waktu Penelitian ................................................................................................. 30
Metode Pengumpulan Data ................................................................................. 30
Teknik Analisis Data........................................................................................... 31
Kredibilitas dan Reliabilitas Penelitian ............................................................... 33
4 FITRA .......................................................................................................... 34
Lingkup Kegiatan................................................................................................ 38
Latar belakang berdirinya Fitta ........................................................................... 39
Produk dan Layanan ........................................................................................... 40
Jangkauan Kerja .................................................................................................. 41
Sumberdaya Manusia .......................................................................................... 42
Proses Advokasi Fitra ......................................................................................... 42
5 FRAMING SIARAN PERS FITRA ............................................................. 47
Keberadaan Masalah Sosial ................................................................................ 47
Identifikasi Korban ............................................................................................. 50
Pelabelan Agen Kausal ....................................................................................... 50
Artikulasi Solusi Fitra ......................................................................................... 52
Sanggahan Solusi Pemerintah ............................................................................. 53

Motivasional ........................................................................................................ 54
Master Frame ...................................................................................................... 55


6 PROSES PEMBANGUNAN FRAME ........................................................ 57
Proses Diskursif .................................................................................................. 57
Artikulasi Frame .............................................................................................. 57
Penguatan Frame dalam Proses Diskursif ....................................................... 60
Proses Strategis ................................................................................................... 62
Penjembatanan frame ....................................................................................... 63
Perluasan Frame .............................................................................................. 64
Penguatan Frame ............................................................................................. 65
Transformasi Frame ........................................................................................ 66
7 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 67
Simpulan ............................................................................................................. 67
Saran .................................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 69
LAMPIRAN ..................................................................................................... 75
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 99

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6

Perbandingan anggaran belanja dan rasio gini tahun 2010-2014 ................... 1
Perbedaan penelitian komunikasi kualitatf dan kuanttatin ........................... 28
Core framing task ......................................................................................... 32
Pembangunan penciptaan dan elaborasi frame............................................. 33
Siaran pers bersama ...................................................................................... 55
Penggunaan isu tertinggi dalam frame siaran pers Fitra .............................. 60

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 26
Proses penyusunan dan penetapan APBN .................................................... 43
Proses advokasi Fitra .................................................................................... 45
Permasalahan dalam frame diagnostik ......................................................... 48
Identifikasi korban ........................................................................................ 51
Pelabelan agen klausal .................................................................................. 51
Artikulasi solusi ............................................................................................ 52

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Siaran Pers Fitra 2010-2014 .............................................. 75

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
menunjukkan peran pemerintah dalam mengatur sumber-sumber pendapatan dan
pembelanjaan sebagai suatu kewajiban dalam menciptakan kesejahteraan
masyarakat. APBN sebgaai bagian dari keuangan negara memiliki prinsip-prinsip,
sistem, dan struktur yang mengalami perubahan setiap periodik sesuai dengan
perkembangan nasional dan global. APBNmerupakan alat utama pemerintah
untuk mensejahterakan rakyatnya. Hal ini tertuang pada konstitusi Republik
Indonesia Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan: “APBN sebagai
perwujudan dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan tiap-tiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sebagaimana ditegaskan dalam Bagian
Penjelasan UU No. 17/2003, anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan
kebijakan ekonomi. Sebagai fungsi akuntabilitas, pengeluaran anggaran
hendaknya dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan hasil berupa
outcome atau setidaknya output dari dibelanjakannya dana-dana publik tersebut.
Sebagai alat manajemen, sistem penganggaran selayaknya dapat membantu
aktivitas berkelanjutan untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi program
pemerintah. Sedangkan sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi
untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan
pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Anggaran belanja dalam APBN sampai dengan tahun 2014 belum dapat
mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan belanja
negara yang cukup besar tiap tahun tidak menurunkan rasio gini, bahkan rasio gini
meningkat dari tahun ke tahun. Rasio gini Indonesia sebagai alat ukur
ketimpangan pendapatan menunjukkan kenaikan yang signifikan pada tahun 2011
yaitu dari 0,38 ke 0,41 walaupun belanja mengalami kenaikan sebanyak 27%.
Pada tahun 2013 ketimpangan pendapatan Indonesia pertama kali masuk dalam
kategori ketimpangan pendapatan menengah (diatas 0,4) yang menunjukkan 1
persen penduduk Indonesia menguasai hingga 41 persen total kekayaan di
Indonesia.
Tabel 1 Perbandingan anggaran belanja dan rasio gini tahun 2010-2014
2010

2011

2012

2013

Total belanja (trilyun
rupiah)

697,4

883,7

1.010,6 1.137,2

Rasio Gini

0,38

0,41

0,41

2014
1.280,4

0,413

Sumber Nota Keuangan 2015 dan BPS
Hal ini mensinyalir terjadinya ketidakadilan anggaran, dimana alokasi tidak
sesuai dengan prioritas kesejahteraan. Ketidakadilan anggaran dapat terjadi karena
banyaknya pos pengeluaran yang tidak efektif dan tidak jelas tujuannya.

2
Misalnya, program studi banding ke sejumlah negara atau alokasi anggaran
perjalanan dinas para pejabat yang nilainya sangat fantastis. Jumlah ini seharusnya
bisa dipangkas dan dialokasikan pada hal-hal yang lebih penting seperti layanan
kesehatan, pendidikan dan infrastruktur untuk rakyat banyak. Pemerintah belum
mampu menjadikan APBN sebagai instrumen untuk mengatasi permasalahan
kesejahteraan, yaitu timpangnya pendapatan. APBN seharusnya dapat dijadikan
alat untuk mewujudkan ekonomi yang lebih berkeadilan dan berkualitas serta
berpihak kepada rakyat secara keseluruhan.
Ketidakadilan anggaran juga dipengaruhi oleh faktor politik dimana
politisasi anggaran memungkinkan anggaran tidak berpihak kepada rakyat.
Eksekutif berkuasa atas penentuan anggaran ketika departemen-departemen atau
dinas-dinas pemerintahan mengajukan usulan anggaran, program pembangunan
sekaligus biaya rutin mereka dalam proses tahunan. Proses ini kemudian
ditentukan ya atau tidaknya oleh legislatif sebagai wakil rakyat. Politik tawarmenawar anggaran antara eksekutif dan legislatif yang dapat saja bukan
didasarkan pada kebutuhan rakyat, melainkan pada kepentingan masing-masing
individu, politik di eksekutif maupun legislatif. Selain itu orientasi kebijakan
anggaran seringkali lebih mengutamakan kepentingan pemodal besar atau
investasi untuk usaha kelas menengah ke atas dalam proporsi yang tidak
sebanding dengan upaya pemberdayaan usaha kecil.
Menyoal ketidakadilan anggaran sangat ditentukan pada bagaimana cara
pemerintah sebagai pengelola anggaran dalam mengelola keuangan negara,yang
dalam berbagai konteks selalu dikaitkan dengan good governance. Good
governance pada akhirnya tidak terbatas pada menjalankan wewenang dengan
baik semata, yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi
dan mengawasi pemerintah untuk menjalankan wewenang tersebut dengan baik.
Oleh karenanya, konsep good governance akan selalu didasarkan pada tiga pilar,
yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi
Meningkatkan kesejahteraan rakyat merupakan muara dari setiap proses
anggaran. Sebagai stake holder utama, rakyat harus mengawasi jalannya
penganggaran dan melawan ketidakadilan anggaran yang terjadi. Pengawasan
penganggaran, membutuhkan informasi dan pengetahuan yang cukup. Informasi
anggaran adalah dasar rakyat untuk mengawasi jalannya penganggaran. Oleh
karena itu, transparansi anggaran dianggap sebagai prekondisi fundamental bagi
partisipasi masyarakat dan akuntabilitas penganggaran.
Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik (UU No. 14 tahun 2008) yang
masih relatif baru. Sedangkan akses masyarakat pada dokumen anggaran
diperparah oleh kurangnya kesadaran masyarakat pada proses anggaran. Hal ini
menghambat upaya peningkatan partisipasi masyarakat yang ditambah pula
pengetahuan masyarakat teryang terbatas akan protokoler dan birokrasi sering kali
menjadi kendala masyarakat untuk berpartisipasi dalam penganggaran.
Pemerintah cenderung bertindak sebagai respon terhadap tekanan. Misalnya
jika OMS mengerahkan tekanan besar maka OMS akan memiliki pengaruh besar
terhadap hasilnya - termasuk tekanan oleh media secara langsung melalui artikel
yang menunjukkan kegagalan dalam kebijakan pemerintah atau tekanan yang
dirasakan oleh masyarakat yang terlihat melalui liputan media (Efroymson 2006).
Untuk meningkatkan transparansi anggaran demi terwujudnya akuntabilitas,

3
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dapat berfungsi sebagai perantara dalam
memperjuangkan kepentingan rakyat untuk mendapat tempat dalam sistem
kepranataan yang ada. Hal ini menjadi penting mengingat kemampuan negosiasi
rakyat dalam memperjuangkan kepentingannya relatif lebih rendah dibanding
pihak pemerintah maupun swasta.
Untuk mendapat mengubah suatu kebijakan, OMS mengangkat isu
penganggaran melalui proses advokasi. Dalam advokasi, komunikasi lebih dari
sekedar memberikan informasi melainkan tentang pembinaan kesadaran sosial
dan memfasilitasi dialog demokrasi publik dan berkontribusi kepada kebijakan
berbasis bukti untuk membangun pemahaman bersama demi mewujudkan
perubahan sosial yang menciptakan ruang bagi suara rakyat untuk didengar.
Kebanyakan kegiatan advokasi dalam gerakan sosial ditujukan untuk
menarik perhatian media. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Atkin (2013)
bahwa meningkatkan visibilitas yang konsisten pada berita media adalah kunci
untuk mencapai efek agenda setting yang penting sekali dalam strategi advokasi
media yang ditargetkan pada pemimpin opini di masyarakat dan pembuat
kebijakan. OMS menyadari kekuatan media massa dan mengakui bahwa jika
mereka ingin menggunakan media massa untuk mencapai tujuan mereka dengan
melakukan advokasi media. Untuk itu OMS menyusun siaran pers dengan
harapan dimuat di media massa untuk menghasilkan kesadaran tentang suatu
masalah.
Dengan siaran pers OMS memiliki kemampuan untuk menonjolkan
pemaknaan mereka atas suatu peristiwa. Permasalahan dibingkai dan dikemas
dalam pesan yang dibuat sedemikian mungkin agar dapat meraih dukungan publik
(Tilly 2001). Maka di dalam siaran pers terdapat frame sebagai upaya
mengkonstruksi realitas sosial. Pembingkaian (framing) disini diartikan sebagai
sebuah produk yang dibuat dari budaya internal OMS. Dari budaya tersebut OMS
membuat pesan-pesan untuk menginterpretasikan realita bagi simpatisan dan
memobilisasi dukungan potensial (Snow et al. 1986). Dengan menerapkan frame
OMS berupaya mendapatkan resonan dari makna bersama dengan budaya
masyarakat yang lebih luas.
Frame tidak dapat berbicara sendiri, melainkan merupakan interaksi antara
komunikan dan komunikator yang membentuk realitas dan berkontribusi pada
nilai yang diacu. Dalam membuat siaran pers komunikator membingkai isu
menggunakan cara tertentu dengan mengaitkan atribut efektif pada isu secara
sadar maupun tidak (Sheafer 2007) agar lebih mudah diterima oleh komunikan.
Keberhasilan dari gerakan sosial terletak dari bagaimana peristiwa dibingkai
sehingga menimbulkan tindakan kolektif. Untuk memunculkan tindakan kolektif,
dibutuhkan penafsiran dan pemaknaan simbol yang dapat diterima secara kolektif.
“Maka dari itu gerakan sosial selalu menyeleksi dan menggunakan simbol, nilai
dan retorika tertentu untuk memobilisasi khalayak” (Eriyanto, 2007). Adapun
demikian, kegiatan advokasi OMS telah ada menyambut ketidakadilan anggaran
sejak lama dan menawarkan frame-frame tersebut ke media. Walaupun demikian,
kesenjangan kesejahteraan yang ditandai dengan tingginya rasio gini dan
peningatan belanja negara tetap terjadi.
Dalam membuat siaran pers, komunikator secara sadar atau tidak membuat
bingkai mengacu pada sistem nilai yang diyakini organisasi dan dituangan dengan

4
teks. Pada teks, pembingkaian itu dimanifestasikan melalui penghadiran atau
penghilangan sejumlah sejumlah kata-kata, frasa gambar-gambar tertentu,
narasumber tertentu, yang mendukung sudut pandang yang dipilih untuk
memperkuat fakta-fakta atau penilaian. Dengan demikian konsep framing secara
konsisten menawarkan sebuah cara untuk menggambarkan kekuatan teks
komunikasi (Entman 1993). Maka komunikator harus memiliki kemampuan yang
tepat dalam mengadvokasi ketidakadilan anggaran yang dituangkan sebagai
framing dalam siaran pers.
Untuk itu ada perlunya melihat bagaimana ketidakadilan anggaran dibingkai
oleh OMS dalam mengusung transparansi anggaran berikut solusinya serta
mengajak masyrakat mendukung gerakan tersebut. Hal ini dapat diteliti dengan
menyandingkan teori collective action frame, dimana teori ini berusaha untuk
memberikan pemahaman yang komprehensif tentang mengapa dan bagaimana
aksi sosial seharusnya terjadi memberikan sebuah platform umum untuk proses
konstruksi dan signifikansi makna (Benford dan Snow 2000).
Dalam collective action frame terdapat beberapa frame yang mempengaruhi
orientasi dan kegiatan dari gerakan lain yang disebut sebagai master frame
(Benford dan Snow 2000). Master frame merupakan sebuah tipe generik dari
collective action frame yang yang menginfluens dan bercakupan lebih luas dari
pada frame gerakan sosial. Artikulasi dan atribusi master frame sangat elastis
fleksibel dan inklusif yang mungkin untuk diadopsi oleh gerakan sosial lain dalam
kampanye mereka
Benford dan Snow menguraikan dimensi framing terdiri dari framing
diagnostik, framing prognostik dan framing motivasional. Diacnostic framing
dikonstruksikan dalam sebuah gerakan sosial guna memberikan pemahaman
mengenai situasi dan kondisi yang sifatnya problematik. Kondisi mengenai apa
atau siapa yang disalahkan sehingga membutuhkan adanya suatu perubahan
(Benford dan Snow 2000). Prognostic framing merupakan artikulasi solusi yang
ditawarkan bagi persoalan-persoalan yang sudah diidentifikasikan sebelumnya.
Dalam aktivitas prognostic framing ini gerakan sosial juga melakukan berbagai
penyangkalan atau menjamin kemanjuran dari solusi-solusi yang ditawarkan
(Benford dan Snow 2000). Prognostic framing melibatkan pengartikulasian dari
sebuah solusi dari permasalahan yang ditawarkan atau setidaknya rencana untuk
menyerang. Kegiatan prognostic framing suatu OMS biasanya temasuk sebuah
pembuktian benar salah (sanggahan) akan sebuah pemikiran atau kemampuan
memproduksi hasil yang diinginkan (eficacy) akan solusi yang diangkat oleh
lawan. Motivational framing merupakan elaborasi panggilan untuk bergerak atau
dasar untuk terlibat dalam usaha memperbaiki keadaan melalui tindakan kolektif.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalah yang akan diteliti
adalah sebagai berikut:
1. Apa master frame yang diutarakan OMS dalam ketidakadilan anggaran
2. Bagaimana OMS mengkonstruk permasalahan ketidakadilan anggaran?
3. Apa solusi yang ditawarkan OMS untuk mengatasi ketidakadilan anggaran?
4. Bagaimana OMS mengajak berbagai pihak ikut serta dalam mengatasi
ketidakadilan anggaran?

5
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian disusun
sebagai berikut :
1. Mendefinisikan master frame yang diutarakan OMS dalam ketidakadilan
anggaran.
2. Mendeskripsikan bagaimana OMS mengkonstruk permasalahan ketidakadilan anggaran.
3. Mendeskripsikan solusi yang ditawarkan OMS untuk mengatasi
ketidakadilan anggaran.
4. Mendeskripsikan bagaimana OMS mengajak berbagai pihak ikut serta dalam
mengatasi ketidakadilan anggaran.
Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi OMS yang diteliti
sebagai tolok ukur penerapan advokasi media yang dilakukan. Informasi ini juga
dapat digunakan oleh para stakeholder baik itu pembuat kebijakan untuk
mengetahui apa yang diupayakan suatu OMS serta bagi para aktivis gerakan sosial
sebagai agen perubahan yang berupaya untuk mencari teknik yang tepat dalam
memberikan tekanan pada pembuat kebijakan dam memobilisasi sumberdaya
yang diinginkan. Hal ini juga diharapkan bermanfaat bagi pengembangan
keilmuan di bidang komunikasi pembangunan.

6

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Gerakan Sosial
Gerakan sosial memainkan peranan penting dalam masyarakat yang dapat
ditemukan dari masyarakat demokratis sampai dengan masyarakat authoritarian.
Bahkan banyak gerakan sosial yang menghasilkan transformasi demokratis pada
suatu tatanan masyarakat (Tilly 2004). Beberapa gerakan sosial mencoba untuk
mengubah sistem politik sementara gerakan sosial lainnya mengarah pada
mengubah pandangan dunia. Banyak peneliti yang tertarik pada gerakan sosial
karena sifatnya sangat luas dan berpotensi mempengaruhi perubahan. Para peneliti
sosial menggaris bawahi ada kesamaan pada variasi lokasi dan tujuan gerakan .
Meskipun tidak ada definisi tunggal yang mengartikan gerakan sosial ada
beberapa kesepakatan tentang seperti apa gerakan sosial itu. Misalnya mengatakan
gerakan sosial adalah hal unik dari pertentangan politik. Tilly menyatakan semua
gerakan sosial memiliki kriteria: a) Kampanye. Semua gerakan sosial
mengerjakan perluasan aksi yang mengacu pada tujuan khusus. b) Repertoar
gerakan sosial. Sebuah rangkaian umum yang digunakan oleh gerakan sosial.
Misalnya protes unjuk rasa dan lainnya. c) Menunjukan kesepadanan kesatuan
angka-angka dan komitmen (Tilly 2004). Hal tersebut dilakukan oleh gerakan
sosial dan organisasinya demi melegitimasikan mereka pada pandangan adherents
potensial dan mentargetkan pihak berwenang.
De la Porta dan Diani (2006) menjelaskan bahwa gerakan sosial turut serta
dalam hubungan konflik dengan lawan yang jelas yang dihubungan dengan
jaringan padat informal serta berbagi identitas bersama. Gerakan sosial dapat
dilihat sebagai sebuah bentuk unik dari pertentangan politik yang berorientasi
tujuan yang dikerjakan oleh individu maupun organisasi yang beraksi diluar
institusi politik atau institusi sosial yang formal.
Peneliti aksi kolektif dan gerakan sosial sering fokus pada kondisi sosial
yang luas dapat memproduksi gerakan sosial. Peneliti menteorikan bahwa
masyarakat terjun pada gerakan sosial atau aksi kolektif karena mereka tidak
terintegrasi secara memadai pada struktur sosial yang ada. Para peneliti percaya
bahwa struktur masyarakat yang terindustrialisasi mengarah pada alinasi dan
isolasi sosial yang pada saatnya membawa masyarakat pada gerakan sosial
revolusioner yang mencari cara untuk mengubah orde eksisting (Hopper 1949).
Selanjutnya peneliti gerakan sosial fokus pada kerugian (perampasan) sebagai
sebuah teori untuk partisipasi gerakan sosial. Teori ini berasumsi bahwa
masyarakat yang merasa dirampas bagaimanapun dapat berpartisipasi dalam
gerakan sosial.
Stigma gerakan sosial makin berkurang sejak peneliti mempelajarinya.
Penelitian mulai fokus pada bagaimana dibanding mengapa gerakan sosial terjadi.
Untuk protes sosial yang sukses teori mobilisasi sumberdaya menekankan pada
kebutuhan akan sumberdaya. Teori tersebut menyimpulkan semua gerakan sosial
membutuhkan akses pada sumberdaya seperti pendanaan dan pekerja. Belakangan
teori proses politik menyatakan yang dibutuhkan bukan hanya sumberdaya akan
tetapi kesempatan untuk menggunakan sumberdaya tersebut. teori ini
mengkombinasikan dinamika gerakan internal dengan kondisi eksternal.

8
Kesempatan politis dilihat sebagai momen yang dapat digunakan oleh gerakan
untuk membangkitkan gema politis maupun sosial.
Sebagai contoh, sebuah laporan tentang meningkatnya biaya perang atau
publikasi gambar-gambar mengerikan tentang perang dapat menjadi kesempatan
mobilisasi bagi aktivis anti perang. Gamson & Meyer (1996) mengemukakan
permasalahan pada pendekatan ini sebagai kesempatan dikaitkan dengan
interpretasi dan sering juga hal-hal kontroversial. Kesempatan politik bergantung
pada proses framing dan sumber dari gerakan internal tidak setuju akan strategi
aksi yang pantas. Dengan kata lain tidak ada kesempatan yang tetap. Masyarakat
menerjemahkan apa itu kesempatan dan apa yang harus dilakukan dengan
kesempatan itu. Framing gerakan sosial mencoba untuk memperhatikan hal ini
dimana peneliti gerakan sosial sering dimotivasi olah hasrat untuk perubahan
sosial yang mengintergrasikan peneliti dan aktivisme (Benford dan Snow 2000).
Teori gerakan sosial yakin bahwa gerakan sosial berupa banyak contoh yang
tercipta dari penggunaan dan manipulasi frame atau struktur kognitif yang
memandu persepsi realita seseorang maupun kelompok. Gerakan sosial
mempengaruhi dan mengontrol anggotanya melalui taktik seperti mobilisasi rasa
takut terlibat dalam bingkai penyisihan konstruksisme sosial dan counterframing.
Sosiologis menganalisa gerakan sosial dengan dua cara yaitu perspektif
konstruksionis sosial dan analisis frame (Benford dan Snow 2000).
Advokasi
Advokasi adalah seperangkat tindakan terarah yang ditujukan pada pembuat
keputusan untuk mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi adalah
suatu sains dan seni yang apabila dirancang dengan sistematis dan benar hasil
advokasi akan efektif dan baik. Secara umum advokasi akan mempengaruhi
penentu kebijakan (melalui Lobi, Perda dan lain-lain) untuk membentuk opini
publik lewat media masa dalam upaya populis mendidik massa lewat aksi kelas.
Tujuan Advokasi adalah terciptanya perubahan kebijakan peraturan-peraturan,
dukungan sumber daya dan lain-lain untuk memecahkan masalah tertentu.
Advokasi menunjukkan kegiatan yang dirancang untuk menempatkan isu dalam
agenda politik dan pembangunan mendorong politik untuk meningkatkan sumber
daya keuangan dan lainnya pada mampu secara mempertahankan dan membuat
penguasa akuntabel untuk memastikan bahwa janji terpenuhi dan hasil dicapai.
Berg (2009) mengartikan advokasi sebagai kegiatan mempublikasikan yang
mewakilkan suatu individu organisasi atau ide dengan tujuan persuasi pada
kelompok sasaran agar menerima sudut pandang individu organisasi atau ide
tersebut. Berg menemukan lobi adalah satu bentuk dari advokasi. Pelobi yang
mana melihat mereka sendiri sebagai manajer komunikasi, penasehat senior dan
teknisi komunikasi kurang lebih setuju akan definisi Edget tersebut.
Advokasi juga digunakan untuk mempengaruhi dan bertindak secara kolektif
untuk mempengaruhi perubahan sosial. Pada dasarnya tujuan advokasi adalah
untuk mengubah kebijakan program atau kedudukan dari sebuah pemerintahan
institusi atau organisasi. Advokasi pada hakekatnya adalah apa yang ingin kita
rubah, siapa yang akan melakukan perubahan tersebut, seberapa besar dan kapan
perubahan itu bermula. Meskipun tiada jangka waktu yang absolut untuk
mencapai tujuan advokasi namun umumnya kegiatan pencapaian tujuan advokasi

9
berlangsung antara 1 – 3 tahun. Tujuan advokasi semestinya dapat diukur dan
bersifat spesifik. Tujuan advokasi juga haruslah merupakan langkah peningkatan
yang realistis ke arah tujuan yang lebih luas atau menuju suatu visi tertentu.
Menurut Zastrow (1999) advokasi adalah menolong klien atau sekelompok klien
untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu
sistem pelayanan dan membantu memperluas layanan agar mencakup lebih
banyak orang yang membutuhkan (Kaminski dan Walmsley 1995). Tujuan
Advokasi adalah membuat inovasi politis atau prioritas nasional yang tidak dapat
di ganti dengan pergantian pemerintahan.
Miller (2010) mengemukakan tujuh prinsip komunikasi dalam advokasi
sebagai berikut: a) Meninggikan inisiatif yang berbeda di bawah platform
pemersatu. b) Menggalang pemangku kepentingan dengan jelas ajakan untuk
bertindak. c) Berbicara dengan jelas, transparan dan kredibilitas. d) Personalisasi
cerita dan membuat hubungan emosional. e) Terlibat dalam komunikasi dua arah
dengan para stakeholder. f) Mengintegrasikan komponen pendidikan dan saat-saat
mengajar. g) Validasi dengan dukungan dan kemitraan pihak ketiga.
Advokasi kebijakan meliputi data dan pendekatan untuk melakukan advokasi
kepada para politisi senior dan administrator tentang dampak masalah dan
perlunya tindakan di tingkat nasional. Program advokasi digunakan pada tingkat
masyarakat lokal untuk meyakinkan para pemimpin pendapat tentang perlunya
tindakan lokal. Advokasi media berguna untuk menghasilkan dukungan dari
pemerintah dan donor, memvalidasi relevansi subjek, menempatkan masalah ke
dalam agenda publik dan mendorong media untuk meliput masalah secara teratur
dan secara bertanggung jawab (WHO 2006).
Singkatnya advokasi terdiri dari kegiatan informasi yang luas seperti lobi
dengan pembuat keputusan melalui kontak personal dan email langsung,
mengadakan seminar dan membuat berita dengan mengadakan kegiatan,
meyakinkan koran, majalah, televisi dan radio meliput dan memberikan dukungan
dari orang terkenal. Tujuan advokasi adalah membuat inovasi politis atau prioritas
nasional yang tidak dapat di ganti dengan pergantian pemerintahan.
Advokasi Media
Jika tujuan dari advokasi adalah untuk membuat inovasi prioritas politik
yang tidak dapat dikesampingkan dengan perubahan dalam pemerintahan maka
advokasi membutuhkan mobilisasi sumber daya dan dukungan kelompok pada
kebijakan dan isu tertentu untuk mengubah keputusan dan opini publik. Disinilah
advokasi media berperan. Teori advokasi media beranggapan bahwa media massa
membentuk debat publik yang mengakibatkan terjadinya intervensi sosial dan
politik. Media massa umumnya diartikan sebagai saluran komunikasi yang
mampu mencapai audiens heterogen bersamaan dengan pesan yang seragam.
Fungsi media massa adalah untuk memberitahu, mengawasi, melayani sistem
ekonomi, mempersatukan masyarakat, berlaku sebagai forum masyarakat,
membuat agenda dan melayani sistem politik.
Advokasi media adalah penggunaan strategis media massa dalam kombinasi
dengan pengorganisasian masyarakat untuk memajukan kebijakan masyarakat
(Wallack 1994). Hal ini diperkuat oleh Waisbord (2001) yang memberikan
pemahaman advokasi media sebagai kegunaan strategis media massa untuk

10
mendekati pembuat kebijakan atau masyarakat demi menstimulus debat dan
membuat gambaran yang sesuai. Selanjutnya Atkin (2013) menyebutkan advokasi
media adalah desiminasi informasi dari suatu organisasi melalui berbagai saluran
interpersonal dan media demi meningkatkan penerimaan politis dan sosial akan
isu tertentu. Advokasi media mencoba untuk membingkai dan membentuk wacana
publik dalam meningkatkan dukungan untuk memajukan suatu kebijakan. Maka
advokasi media memiliki peranan penting dalam menaikkan isu yang perlu
didiskusikan dan diberikan tekanan kepada pengambil keputusan dengan
mempengaruhi agenda media. Pendekatan advokasi media membingkai isu-isu
untuk menekankan solusi yang terkait kebijakan bukan pada tanggung jawab
individu akan anggaran tersebut. Advokasi media berguna untuk menghasilkan
dukungan dari pemerintah dan donor memvalidasi relevansi subjek menempatkan
masalah ke dalam agenda publik dan mendorong media untuk meliput masalah
secara teratur dan secara bertanggung jawab (WHO 2006).
Advokasi media mengadopsi pendekatan partisipatif yang menekankan
kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kontrol dan kuasa dalam mengubah
lingkungannya. Secara keseluruhan Advokasi media terdiri dari sejumlah besar
kegiatan informasi seperti melobi pengambil keputusan melalui kontak pribadi
dan surat langsung, seminar, demonstrasi dan acara newsmaking. Advokasi
memastikan cakupan koran, majalah, televisi dan radio dan mendapatkan
dukungan dari orang-orang yang dikenal (Wallack 1994). Sedangkan Atkin
(2013) menyebutkan kegiatan advokasi media meliputi: a) Membangun
keseluruhan strategi termasuk formulasi opsi kebijakan, identifikasi pemangku
kebijakan yang memiliki kekuatan untuk membuat perubahan relevan,
menerapkan tekanan untuk mendorong perubahan dan membangun pesan untuk
pemangku-pemangku kebijakan. b) Membuat agenda setting termasuk
meningkatkan akses pada berita di media, liputan dan editorial. c) Membentuk
suatu debat termasuk membingkai permasalahan sebagai isu kebijakan yang
menonjol kepada pemirsa, menekankan akuntabilitas sosial dan menyediakan
bukti untuk klaim selanjutnya. d) Mengedepankan kebijakan tersebut termasuk
memelihara perhatian tekanan dan liputan setiap waktu.
Advokasi media memperlakukan individu atau kelompok sebagai pendukung
potensial yang dapat digunakan tenaga dan keterampilannya serta sumber daya
lainnya dalam mempengaruhi masalah yang disikapi dan apa solusi yang
disiapkan. Proses dan suksesnya advokasi media terkait dengan sebaik apa
advokasi berakar di masyarakat. Berbeda dengan kampanye tradisional yang
bertujuan untuk meyakinkan individu untuk mengubah kebiasaan mereka,
advokasi media menciptakan tekanan untuk mengubah lingkungan yang sebagian
besar menentukan kebiasaan-kebiasaan itu (Wallack 1994). Menurut teori
advokasi media kampanye bukanlah jalan keluar, bukan hanya karena efektivitas
mereka dipertanyakan tetapi juga karenanya mengabaikan penyebab sosial dari
perilaku buruk. Iklan layanan masyarakat telah menunjukkan keberhasilan yang
terbatas dalam merangsang perubahan dan gagal untuk mengatasi lingkungan
sosial dan ekonomi yang pada akhirnya menimbulkan masalah tertentu.
Beberapa reformis menggabungkan pengorganisasian masyarakat dan
publisitas media untuk mengemukakan kebijakan publik yang sehat melalui
advokasi media. Pendekatan advokasi media berusaha untuk membingkai isu-isu
di masyarakat untuk menekankan solusi terkait kebijakan. OMS dapat

11
memadukan pengorganisasian masyarakat dan publikasi media yang menjadi
kebijakan publik melalui advokasi media. OMS dapat menawarkan media massa
sebuah informasi atau materi yang menarik bagi reportase mereka. OMS juga
dapat menjelaskan isu khusus pada media dan menyediakan informasi lain
misalnya merekomendasikan ahli yang memiliki pengetahuan khusus bagi
kebutuhan media massa. Secara umum OMS memberikan informasi akurat pada
media dan media mengkomunikasikan informasi tersebut pada publik. Ini adalah
dasar dari komunikasi dalam advokasi media.
Ketangkasan bermedia diperlukan untuk mendapatkan liputan luas dari isuisu tertentu dan untuk membentuk bagaimana cerita disajikan. Dengan demikian
advokasi media mengadopsi penggunaan strategis media massa dan advokasi
masyarakat untuk mengubah lingkungan sosial atau memajukan inisiatif kebijakan
publik. Dalam melakukan proses advokasi, aktivitas OMS menggandeng media
dan menjalin hubungan jangka panjang perlu menjadi suatu perhatian sendiri agar
proses menjadi lebih efektif dan efisien. Kontak-kontak dengan wartawan kantor
berita dan jaringan pers lainnya harus dibuat secara reguler bersilaturahmi
mendatangi atau pun mengundang dalam berbagai kesempatan dan acara.
Keterampilan penting lainnya dalam advokasi media adalah menguasai teknik
menarik perhatian media agar dengan sukarela dan bersemangat menuliskan berita
mengenai isu yang sedang digulirkan bahkan mampu mengajak media menjadi
bagian dari perjuangan dalam mendorong suatu isu agar menjadi opini para
stakeholder.
Langkah umum dalam advokasi media adalah: a) Menetapkan tujuan
kebijakan kelompok (apa yang diinginkan untuk terjadi?). b) Memutuskan siapa
targetnya (kepada siapa ingin berbicara? Apakah orang kelompok atau organisasi
ini memiliki kuasa untuk melakukan perubahan yang diinginkan?). c. Membingkai
isu dan membangun pesan. d) Membangun sebuah rencana advokasi media untuk
mengantarkan pesan dan menciptakan tekanan untuk perubahan. e) Mengevaluasi
langkah-langkah yang telah ditentukan.
Komunikasi Pembangunan dan Advokasi Media
Komunikasi pembangunan
mengacu pada komunikasi untuk tujuan
pembangunan. Konsep komunikasi pembangunan berbagi perspektif yang sama
dengan teori media pembangunan. Prinsip dari teori media pembangunan adalah
komunikasi pembangunan menggunakan prinsip dan praktek pertukaran ide dalam
memenuhi tujuan pembangunan. Pada dasarnya komunikasi pembangunan
mengunakan advokasi media dan mendorong advokasi jurnalisme. Komunikasi
pembangunan dapat dihubungkan dengan advokasi media yaitu bahwa
komunikasi sangat diperlukan dalam konsensus dinamis dimana konsensus
dinamis merupakan kebutuhan bagi perubahan sosial dan pembangunan.
Okorie (2009) dalam Nelson (2014) mengidentifikasi tiga peran komunikasi
pembangunan yang bisa dihubungkan dengan advokasi media yaitu a) membuat
hal-hal terlihat dengan cara menggunakan informasi untuk menjelaskan programprogram pembangunan dengan tujuan untuk menciptakan perspektif baru b)
membina penerimaan dan pemberlakuan serta mempromosikan kebijakan dan c)
memberikan suara pada berbagai pemangku kepentingan untuk terlibat dalam
platform di mana negosiasi antara pihak-pihak yang berbeda dapat terjadi.

12
Model komunikasi pembangunan yang berkembang saat ini memiliki dua
implikasi terhadap perubahan sosial di dalam masyarakat. Mefalopulos (2008),
membedakannya menjadi model komunikasi advokasi dan komunikasi
pembangunan. Komunikasi advokasi menekankan pengaruh perubahan di tingkat
masyarakat atau kebijakan dan mempromosikan isu-isu yang berkaitan dengan
pembangunan. Tujuan komunikasi advokasi adalah meningkatkan kesadaran
tentang isu-isu pembangunan, menggunakan metode komunikasi dan media untuk
mempengaruhi audiens spesifik dan mendukung perubahan yang disengaja.
Sedangkan komunikasi pembangunan mendukung perubahan berkelanjutan dalam
pembangunan dengan melibatkan pemangku kepentingan utama. Tujuan
komunikasi pembangunan adalah menetapkan lingkungan yang kondusif untuk
menilai risiko dan peluang pembangunan, menyebarkan informasi, mempengaruhi
perilaku dan perubahan sosial.
Media Massa
Media massa merupakan kependekan dari istilah media komunikasi massa,
yang secara sederhana dapat memberikan pengertian sebagai alat yang dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan serentak kepada khalayak banyak yang
berbeda-beda dan tersebar di berbagai tempat (Effendy, 1993). Media massa
sering dibedakan menjadi media massa tampak (visual), dan media massa
berbentuk dengar (audio), dan media massa berbentuk gabungan tampak dengar
(audio-visual).
Media atau dalam istilah bahasa Inggris disebut channel adalah alat atau cara
di mana pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan. Model komunikasi
Berlo yaitu Source, Message, Channel dan Receiver (SMCR) menempatkan lima
panca indera manusia sebagai media (channel). Bahkan Mcluhan dalam Littlejohn
(1989) mengatakan bahwa media adalah pesan itu sendiri. Media massa, menurut
McQuail (1989) memiliki peran mediasi (penengah/penghubung) antara realitas
sosial yang obyektif dengan pengalaman pribadi. Sedangkan menurut Littlejohn
(1989), “media are organizations that distribute culture products or messages
that affect and reflect the culture of society”. Media massa juga memiliki peran
mediasi antara realitas sosial yang obyektif dengan pengalaman pribadi
khalayaknya, di mana media massa menyalurkan produk atau pesan budaya
sebagai refleksi budaya masyarakatnya
Media massa penting bagi OMS dalam menyampaikan konstruksi sebuah
pemikiran akan apa yang mereka percaya. Media massa memainkan peranan
penting dengan memetik frame OMS dan menyiarkannya kepada publik. Liputan
media akan frame OMS dapat membuahkan resonan frame pada audiens dan
simpatisan potensial yang lebih luas serta pendukung yang ada. Media massa
merupakan sumber penting atau platform untuk OMS hanya jika OMS memiliki
kontrol akan media (gatekeeper) (Rucht 2004). OMS bukanlah gatekeeper
melainkan namun peserta yang aktif dalam membingkai isu dan menciptakan
dialog (Ferree et al. 2002).
Aktivitas media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering
memberi dampak yang amat signifikan bagi perkembangan politik. Disini, media
bukan saja sebagai sumber informasi politik, melainkan juga kerap menjadi faktor
pendorong terjadinya perubahan politik. Memang harus diakui, efektivitas media

13
untuk suatu pembahan politik memerlukan situasi politik yang kondusif, yang
popular disebut keterbukaan politik. Tetapi pers yang bebas merupakan salah satu
indikator adanya keterbukaan politik itu. Pers yang bebas juga bisa merangsang
terjadinya kebebasan politik. Pemberitaan-pemberitaan politik yang aktual dan
kritis dapat memberi kesadaran pada masyarakat tentang perlunya sistem politik
yang lebih demokratis. Banyak aspek dari media massa yang membuat dirinya
pent