Studies on Functional Properties of Mycoprotein from Mycelium and Fruit Body of Edible Mushrooms and Their Application for Meat Analog Development

KAJIAN SIFAT FUNGSIONAL MIKOPROTEIN YANG BERASAL
DARI MISELIUM DAN TUBUH BUAH JAMUR PANGAN SERTA
APLIKASINYA UNTUK PEMBUATAN DAGING ANALOG

NADIA TANNIA HENDARTINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Sifat Fungsional
Mikoprotein yang Berasal dari Miselium dan Tubuh Buah Jamur Pangan serta
Aplikasinya untuk Pembuatan Daging Analog adalah benar karya saya bersama
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Nadia Tannia Hendartina
NIM F251110371

RINGKASAN
NADIA TANNIA HENDARTINA. Kajian Sifat Fungsional Mikoprotein yang
Berasal dari Miselium dan Tubuh Buah Jamur Pangan serta Aplikasinya untuk
Pembuatan Daging Analog. Dibimbing oleh SUKARNO dan NAMPIAH
SUKARNO.
Produk daging analog dapat menjadi salah satu alternatif pangan yang sesuai
bagi pola konsumsi vegetarian dan bagi orang yang menghindari konsumsi daging
karena kesehatan. Protein jamur yang disebut mikoprotein dapat dijadikan sebagai
bahan baku pembuatan daging analog karena jamur potensial dibudidayakan di
Indonesia, mengandung asam amino esensial bagi manusia, sumber serat pangan,
kandungan lemaknya rendah, dan mengandung antioksidan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik fungsional mikoprotein yang dijadikan
dasar pembuatan daging analog, serta menentukan formula pembuatan daging
analog. Penelitian ini menggunakan bahan baku miselium dan tubuh buah jamur
tiram merah muda (Pleurotus flabellatus), tubuh buah jamur tiram putih

(Pleurotus ostreatus), serta miselium jamur merang (Volvariella volvacea).
Penelitian ini terdiri atas dua tahapan utama yaitu produksi mikoprotein
yang terkarakterisasi dan aplikasi mikoprotein untuk pengembangan daging
analog. Analisis kandungan protein pada beberapa umur panen miselium dan
ukuran tubuh buah jamur dilakukan untuk memperoleh bahan baku dengan
kandungan protein optimal dan meminimalkan variasi sampel. Berdasarkan
analisis kandungan protein, diketahui bahwa sampel yang memiliki kandungan
protein optimal dan menjadi bahan baku untuk analisis karakteristik fungsional
protein ialah miselium dengan umur panen 8 hari, serta tubuh buah dengan ukuran
diameter tudung 6-8 cm. Analisis karakteristik fungsional protein tersebut
meliputi daya ikat air, daya ikat minyak, sifat emulsi, penentuan tetesan air, dan
kekuatan gel. Berdasarkan hasil analisis tersebut, miselium P. flabellatus terpilih
sebagai mikoprotein yang digunakan dalam formulasi daging analog.
Penambahan bahan lain seperti bahan pengikat, bahan pengisi, minyak, dan
air dilakukan pada formulasi. Bahan pengikat dan pengisi yang digunakan ialah
albumen dan pati jagung. Penambahan bahan ini bertujuan untuk membantu
pembentukan tekstur yang kompak dan tidak kasar. Jumlah air dan minyak yang
ditambahkan sesuai dengan sifat fungsional proteinnya yaitu daya ikat air dan
minyak. Penambahan air dan minyak dalam formula dengan bahan baku
mikoprotein yang berasal dari miselium P. flabellatus yaitu sekitar 10.38 g air/100

g miselium dan 0.52 ml minyak/g miselium. Formula terpilih diperoleh
berdasarkan analisis TPA (Texture Profile Analysis). Hasil analisis TPA
menunjukkan bahwa formula yang terdiri atas 50% mikoprotein, 25% bahan
pengikat, 25% bahan pengisi memberikan nilai elastisitas tertinggi dan menjadi
formula terpilih. Berdasarkan analisis proksimat, antioksidan, dan komposisi asam
lemak dapat diketahui bahwa formula terpilih memiliki kandungan 27.15% air,
4% protein, 15.73% lemak, 0.25% abu, 52.86% karbohidrat, 8.32% serat pangan,
kapasitas antioksidan 15.71% DPPH, total fenolnya 19.41 mg AGE/g berdasarkan
basis kering (bk), dan asam lemak dominannya ialah asam palmitat dan oleat.
Kata kunci: Daging analog, jamur pangan, karakteristik fungsional, mikoprotein,
miselium, tubuh buah

SUMMARY
NADIA TANNIA HENDARTINA. Studies on Functional Properties of
Mycoprotein from Mycelium and Fruit Body of Edible Mushrooms and Their
Application for Meat Analog Development. Supervised by SUKARNO and
NAMPIAH SUKARNO.
Meat analog product can be used as one of alternative foods that suitable for
vegetarians and people who avoid meat for health reason. Mushroom derived
protein called mycoprotein can be used as a raw material for meat analog

development because it contains essential amino acids for humans, dietary fiber,
low fat, antioxidants, and it obtains from mushrooms that commonly cultivate in
Indonesia. This study aimed to determine the mycoprotein functional properties
for development of meat analog. This study used pink oyster mushroom
(Pleurotus flabellatus) mycelium and fruit body, white oyster mushroom
(Pleurotus ostreatus) fruit body, and paddy straw mushroom (Volvariella
volvacea) mycelium.
This study was divided into two main stages i.e. the production of
mycoprotein and its utilization for the development of meat analog. Protein
content analysis was done to obtain fruit body with optimal and consistency
protein content. Based on the protein content and consistency, 8-day old
mycelium and 6-8 cm diameter of fruit bodies were selected for further functional
properties analysis of protein. The parameters measures were water holding
capacity (WHC), oil absorption capacity (OAC), emulsion stability, gel strength,
and water drip. Based on functional properties of protein analysis, mycoprotein
derived from P. flabellatus mycelium was used as a raw material for meat analog
formulation.
Addition of other materials such as binders, filler, oil, and water were
performed on formulation. Albumen and corn starch were used as a binder and
filler, respectively. The additional ingredients were intended to help the formation

of compact and smooth texture of the product. The number of water and oil were
added according to functional properties of the protein such as water and oil
holding capacity. The addition of water and oil in the formula with P. flabellatus
mycelium as a raw material was 10.38 g water/100 g mycelium and 0.52 ml oil/g
mycelium, respectively. The selected formula was obtained by texture profile
analysis (TPA). Based on TPA, formula consisting of 50% mycoprotein, 25%
binder, and 25% filler material resulted in highest elasticity value and it was,
therefore, used as a selected formula. The result of proximate, antioxidant, and
fatty acid composition analyses showed that the selected formula had
characteristics of 27.15% moisture content, 4% protein, 15.73% fat, 12.25% ash,
52.86% carbohydrate, 8.32% dietary fiber, 15.71% DPPH antioxidant capacity,
total phenols 19.41 mg GAE/g based on dry basis (db), and the selected formula
had high composition of palmitic and oleic acid.
Keywords: Meat analog, edible mushrooms, functional properties, mycoprotein,
mycelium, fruit body

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN SIFAT FUNGSIONAL MIKOPROTEIN YANG BERASAL
DARI MISELIUM DAN TUBUH BUAH JAMUR PANGAN SERTA
APLIKASINYA UNTUK PEMBUATAN DAGING ANALOG

NADIA TANNIA HENDARTINA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji pada Ujian : Dr Nancy Dewi Yuliana, STP MSc.

Judul Tesis : Kajian Sifat Fungsional Mikoprotein yang Berasal dari Miselium
dan Tubuh Buah Jamur Pangan serta Aplikasinya untuk Pembuatan
Daging Analog
Nama
: Nadia Tannia Hendartina
NIM
: F251110371
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nampiah Sukarno
Anggota

Dr Ir Sukarno, MSc
Ketua


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Haryadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian :
4 Februari 2014

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Kajian Sifat Fungsional Mikoprotein yang Berasal dari Miselium
dan Tubuh Buah Jamur Pangan serta Aplikasinya untuk Pembuatan
Daging Analog

:
Nadia
Tannia Hendartina
Nama
: F251110371
NIM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

,MSc

セ@

Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
. IlmuPangan


Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Haryadi, MSc

Tanggal Ujian :
4 Februari 2014

Tanggal Lulus:

0 I APR 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
pemanfaatan jamur sebagai daging analog, dengan judul Kajian Sifat Fungsional
Mikoprotein yang Berasal dari Miselium dan Tubuh Buah Jamur Pangan serta
Aplikasinya untuk Pembuatan Daging Analog.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sukarno, MSc dan Ibu Dr
Ir Nampiah Sukarno selaku pembimbing, serta Ibu Dr Nancy Dewi Yuliana, STP
MSc dan Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi yang telah banyak memberi saran.
Terima kasih kepada IPB yang memberikan pendanaan penelitian melalui

program BOPTN 2013, serta kepada Tanoto Foundation yang telah membantu
biaya pendidikan pascasarjana penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, Pak
Kusnadi, Mba Ari, Pak Taufik, dan teknisi lainnya, serta kepada Rizky Mulya
Sampurno, Lita Handayani, Arum, Fenny Imelda, serta rekan-rekan lainnya atas
bantuan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Nadia Tannia Hendartina

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis
Manfaat

ix
ix
ix
1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Jamur
Jamur Tiram (Pleurotus spp.)
Jamur Merang (Volvariella volvacea)
Mikoprotein
Sifat Fungsional Protein
Daging Analog

4
4
4
6
7
8
9

3 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Prosedur Pelaksanaan Penelitian

10
10
10
10
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Mikoprotein Terpilih
Penentuan Umur Panen Miselium dan Ukuran
Tudung Tubuh Buah Berdasarkan Kandungan
Protein
Analisis Sifat Fungsional Protein
Karakteristik Bahan Baku Mikoprotein Terpilih
Penentuan Formula Terpilih
Analisis Proksimat, Komposisi Asam Lemak,
dan Kapasitas Antioksidan

21
21

31

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

34
34
34

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

34
40

21
25
28
29

DAFTAR TABEL
1 Komposisi Pleurotus spp.
2 Kandungan asam amino esensial
3 Komposisi Volvariella volvacea
4 Kandungan asam amino esensial
5 Formula yang diujikan dengan komponen dalam bentuk %
6 Sifat fungsional protein miselium dan tubuh buah jamur
7 Kandungan gizi miselium dan tubuh buah Pleurotus flabellatus
8 Kandungan asam amino miselium dan tubuh buah Pleurotus
flabellatus
9 Texture profile analysis dari keenam formula
10 Kandungan gizi formula terpilih
11 Komposisi asam lemak formula terpilih

5
6
7
7
13
26
28
29
30
31
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Tubuh buah Pleurotus ostreatus dan Pleurotus flabellatus
Tubuh buah Volvariella volvacea
Daging analog bentuk Fibrous Soy Protein
Daging analog bentuk High Moisture Meat Analog
Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian
Tahapan produksi tubuh buah jamur
Alat untuk membentuk tubuh buah jamur menjadi balok
Proses pembuatan daging analog
Kandungan protein miselium Pleurotus flabellatus (A) Volvariella
volvacea (B) pada umur pemanenan yang berbeda
Biomassa yang diperoleh pada ketiga hari pemanenan miselium
Pleurotus flabellatus (-) dan Volvariella volvacea (-)
Tubuh buah Pleurotus ostreatus dan Pleurotus flabellatus yang
tumbuh pada bag log
Tubuh buah Pleurotus ostreatus (A) dan Pleurotus flabellatus (B)
dengan ukuran (1) 4-5 cm, (2 ) 6-8 cm, dan (3) 8-10 cm
Kandungan protein tubuh buah Pleurotus ostreatus (A) dan
Pleurotus flabellatus (B) pada ukuran yang berbeda
Keenam formula daging analog yang dihasilkan
Kurva standar asam galat

5
6
9
9
11
12
13
13
21
22
23
23
24
30
33

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Data kadar air tubuh buah Pleurotus ostreatus dan Pleurotus.
flabellatus pada ukuran yang berbeda
Data kadar air miselium Pleurotus flabellatus dan Volvariella
volvacea pada hari pemanenan yang berbeda

40
41

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Protein merupakan salah satu komponen zat gizi makro yang terkandung
dalam pangan. Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan menjadi protein
hewani dan nabati. Salah satu contoh sumber protein hewani ialah daging. Daging
terutama daging sapi merupakan pangan yang disukai dan merupakan komoditas
peternakan strategis (Priyanto 2005). Daging sapi dapat dijadikan beberapa
pangan olahan seperti rendang, abon, dan patty. Williams (2007) menyebutkan
selain sebagai sumber protein, daging juga merupakan sumber mikronutrien.
Usmiati (2010) menambahkan daging dikonsumsi dengan alasan antara lain
tradisi, nilai gizi, kesehatan, variasi, bersifat mengenyangkan, dan prestise. Ratarata konsumsi daging sapi di Indonesia adalah 35.72 g/per kapita/hari (Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011). Kebutuhan daging sapi nasional pada
tahun 2010 sekitar 10% berasal dari kegiatan impor (Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan 2011). Impor daging sapi terutama berasal dari negara
Australia, New Zealand, dan Amerika (Priyanto 2005).
Dewasa ini, banyak masyarakat memilih untuk tidak mengonsumsi daging
dan protein hewani lainnya. Komunitas ini disebut sebagai vegetarian. Craig
(2010) menyebutkan terdapat beberapa tipe vegetarian seperti total vegetarian
yang hanya mengonsumsi pangan nabati dan Lacto-ovo-vegetarian yang masih
dapat mengonsumsi pangan hewani berupa telur, susu, dan produk turunannya.
Alasan seseorang memutuskan menjadi seorang vegetarian beragam. Menurut
Craig (2010) alasan seseorang menjadi vegetarian antara lain pertimbangan etika,
kesehatan, faktor agama, dan lingkungan. Alasan kesehatan dan etika merupakan
alasan yang mendominasi para vegetarian (Fox dan Ward 2008). Konsumsi
daging dapat meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner dan diabetes
melitus (Micha et al. 2010). Kesadaran akan kesehatan dan kekhawatiran akan
terkena beberapa penyakit seperti penyakit jantung koroner, kanker, tekanan darah
tinggi, dan obesitas menyebabkan terdapatnya masyarakat yang bukan merupakan
vegetarian memutuskan untuk mengonsumsi pangan kaya serat dan rendah lemak.
Salah satu cara yang dilakukan adalah meningkatkan konsumsi buah dan sayuran,
serta mengurangi konsumsi pangan hewani di antaranya daging (PPLH 2007).
Produk daging analog dapat menjadi salah satu alternatif pangan yang sesuai bagi
pola konsumsi vegetarian dan bagi orang yang menghindari konsumsi daging
karena kesehatan.
Daging analog merupakan pangan bukan daging yang memiliki tekstur
seperti daging. Daging analog dapat menjadi sumber pangan yang memiliki
kandungan protein dan serat yang tinggi (Rareunrom 2008). Bahan baku produksi
daging analog yang umum digunakan adalah protein nabati. Protein nabati yang
banyak digunakan yaitu isolat protein kedelai (Lin 2000; Rareunrom 2008).
Penggunaan kedelai sebagai bahan baku pembuatan daging analog di Indonesia
mengalami beberapa hambatan, seperti produktivitas kedelai lokal yang rendah
sehingga menyebabkan ketergantungan terhadap kedelai impor dan kedelai dapat
menyebabkan alergi (NFSMI 2012). Sekitar 60-65% kebutuhan kedelai di dalam
negeri dipenuhi dari impor (Erliana 2010). Oleh karena itu, dikembangkan daging

2

analog dengan bahan baku yang mudah tumbuh, mudah diperoleh, dan mudah
dibudidayakan di Indonesia dengan kualitas yang baik.
Jamur merupakan bahan pangan nabati yang cukup potensial dibudidayakan
di Indonesia. Produksi jamur di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 45854 ton
dan pada tahun 2013 mencapai 61589 ton (Ditjen Hortikultural 2013). Jenis jamur
konsumsi yang telah dikenal dan dijual secara komersial di antaranya ialah jamur
kuping (Herniola sp.), jamur tiram (Pleurotus ostreatus), jamur merang
(Volvariella volvacea), dan jamur shiitake (Lentinula edodes) (Hung dan Nhi
2012). Chang dan Miles (2004) menyebutkan secara umum jamur mengandung
sekitar 19-35% protein (bk). Protein yang berasal dari jamur yang telah
terkarakterisasi sering disebut sebagai mikoprotein. Jamur juga mengandung
semua asam amino esensial bagi manusia, termasuk asam amino yang
mengandung gugus sulfur. Asam amino yang memiliki gugus sulfur ini dapat
menjadi prekursor pada reaksi maillard untuk membentuk aroma daging selama
pengolahan dengan pemanasan (Schieberle dan Hofmann 2002). Jamur juga dapat
dijadikan sumber serat pangan dan memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh
seperti asam linoleat. Dalam pertumbuhannya, jamur mengalami dua tahapan
yaitu pertumbuhan struktur somatik berupa miselium dan struktur reproduktif
yaitu spora. Spora seksual jamur dibentuk di dalam tubuh buah. Miselium
merupakan kumpulan hifa yang saling berhubungan dan membentuk struktur
seperti serabut. Struktur miselium dan tekstur tubuh buah yang unik dapat
dimanfaatkan dalam pengembangan daging analog. Daging analog yang akan
dikembangkan hanya menggunakan tiga spesies jamur yaitu jamur tiram putih (P.
ostreatus), jamur tiram merah muda (P. flabellatus), dan jamur merang (V.
volvacea) karena kandungan protein ketiga jamur ini cukup tinggi dan mudah
dibudidayakan. Selain itu, pemilihan ketiga jamur ini dilatarbelakangi oleh
perbedaan stadium tubuh buah yang dikonsumsi.

Perumusan Masalah
Daging analog dapat menjadi salah satu alternatif pangan yang sesuai bagi
pola konsumsi vegetarian dan bagi orang yang menghindari konsumsi daging
karena kesehatan. Bahan baku produksi daging analog yang umum digunakan
ialah protein nabati seperti isolat protein kedelai (Lin 2000; Rareunrom 2008).
Penggunaan isolat protein kedelai mengalami hambatan karena sekitar 60-65%
kebutuhan kedelai di dalam negeri dipenuhi dari impor (Erliana 2010).
Pemanfaatan protein jamur (mikoprotein) sebagai bahan baku daging analog dapat
menjadi salah satu alternatif pengembangan produk daging analog karena jamur
mudah dibudidayakan dengan baik di Indonesia dan mengandung asam amino
esensial, lemak yang rendah, serat pangan, serta antioksidan. Selain itu,
mikoprotein yang berasal dari miselium jamur dapat meniru sistem jaringan otot
apabila dalam formulasi ditambahkan bahan lainnya sebagai pengikat dan pengisi
sehingga memungkinkan untuk dibuat daging analog.
Berdasarkan uraian di atas, maka dengan penelitian ini diharapkan mampu
menjawab pertanyaan/permasalahan yang terkait dengan hal-hal berikut:
karakteristik fungsional maupun karakteristik dasar dari mikoprotein jamur baik

3

dalam bentuk miselium maupun tubuh buah dan formulasi yang tepat untuk
pengembangan daging analog.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
 Mengetahui karakteristik fungsional mikoprotein dari miselium dan tubuh
buah beberapa jamur pangan,
 Menentukan mikoprotein dari miselium dan tubuh buah beberapa jamur
pangan yang digunakan dalam formulasi daging analog berdasarkan
kesesuaian karakteristik fungsional protein tersebut,
 Menentukan persentase mikoprotein, bahan pengikat, dan bahan pengisi yang
dibutuhkan dalam formulasi daging analog.

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
 Miselium dan tubuh buah jamur pangan merupakan mikoprotein yang
mengandung protein tinggi dengan karakteristik tertentu, sehingga dapat
digunakan untuk memproduksi daging analog. Selain itu, struktur yang terdiri
dari filamen-filamen pada miselium menyerupai struktur fibrous pada daging.
Pengecilan ukuran pada tubuh buah juga dilakukan untuk membentuk struktur
menyerupai sistem fibrous daging. Pembentukan sistem seperti jaringan otot
pada daging yang terdiri dari serabut protein dan terikat dengan jaringan
konektif dapat ditiru dengan menambahkan bahan pengikat berupa albumen
dengan persentase tertentu kepada kumpulan hifa (miselium) atau tubuh buah
(yang telah mengalami pengecilan ukuran) yang membentuk struktur
berfilamen.
 Mikoprotein mengandung antioksidan sehingga daging analog yang dihasilkan
berpotensi menjadi pangan fungsional yang memiliki kapasitas antioksidan.

Manfaat
Keluaran dari penelitian ini adalah dihasilkannya produk daging analog yang
dapat dikonsumsi langsung maupun dimanfaatkan sebagai bahan baku produk
pangan lainnya, yang memberikan kepuasaan kepada konsumen. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik sifat
fungsional mikoprotein yang bermanfaat untuk dijadikan acuan dalam
menghasilkan produk maupun informasi bagi penelitian berikutnya.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Jamur
Jamur ialah cendawan berukuran makroskopis sehingga dapat langsung
terlihat kasat mata. Cendawan ialah organisme eukariotik dengan komposisi
dinding sel terdiri dari polisakarida kitin, β-glukan, lipid, dan protein (Chang dan
Miles 2004). Jamur dapat bereproduksi secara seksual membentuk tubuh buah
berukuran makroskopis yang menghasilkan basidiospora. Jamur tidak memiliki
klorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis. Cara memperoleh kebutuhan
zat gizinya dilakukan dengan cara menyerap langsung dari media tumbuhnya.
Jamur mengalami dua fase dalam pergiliran keturunan dan pertumbuhannya,
yaitu fase somatik dan reproduktif. Fase somatik ditunjukkan dengan
terbentuknya miselium, sedangkan fase reproduktif merupakan fase terbentuknya
tubuh buah. Tubuh buah beberapa jamur telah dimanfaatkan sebagai sumber
pangan. Hung dan Nhi (2012) menyebutkan saat ini jamur telah popular sebagai
bahan pangan karena memiliki kandungan nilai gizi yang baik sehingga
berpotensi dijadikan sebagai pangan fungsional.
Chang dan Miles (2004) menyebutkan jamur pangan umumnya memiliki
kandungan protein sekitar 19-35% (bk). Kandungan protein jamur masih berada
di bawah kandungan protein daging. Namun, secara umum jamur mengandung
sembilan jenis asam amino esensial dengan kandungan asam amino lisin yang
tertinggi. Kandungan lemak pada jamur beragam dan berada pada rentang 1.18.3% (bk). Sekitar 72% dari total asam lemak yang ditemukan pada jamur
merupakan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang paling banyak
terkandung di dalam jamur ialah asam linoleat. Jenis karbohidrat yang terkandung
di dalam jamur ialah pentosa, metilpentosa, heksosa, disakarida, gula amino, dan
gula alkohol. Jamur juga merupakan sumber beberapa vitamin yang baik, di
antaranya ialah tiamin (Vitamin B1), riboflavin (Vitamin B2), niasin, biotin, dan
asam askorbat (Vitamin C). Selain itu, jamur juga merupakan sumber mineral
yang baik. Mineral yang berada di dalam substrat akan diserap oleh miselium dan
ditransportasikan ke struktur lainnya seperti tubuh buah dan spora. Mineral yang
terkandung di dalam jamur sekitar 56-70% yang di antaranya terdiri dari K, P, Ca,
Na, dan Mg. Jamur juga memiliki kandungan asam nukleat yang lebih rendah
daripada bakteri (Chang dan Miles 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Richi
(2011) menyebutkan bahwa jamur pangan ektomikoriza bolet yang tumbuh di
Indonesia dan dikonsumsi di daerah Bangka Belitung memiliki kandungan protein
sekitar 15.47%, karbohidrat 75.81%, serta merupakan sumber serat yang baik
karena mengandung serat pangan sekitar 11.71%. Jamur ini mengandung
komponen total fenolik 4.77 mg AGE/g, beta karoten, dan likopen sehingga
potensial dijadikan sumber antioksidan. Beberapa jamur pangan lainnya yang
telah dikenal dan dikonsumsi masyarakat di Indonesia ialah jamur tiram
(Pleurotus spp.) dan jamur merang (V. volvacea).
Jamur Tiram (Pleurotus spp.)
Pleurotus spp. dikenal juga dengan oyster mushroom. Menurut sistematika
secara taksonomi jamur ini dibagi dalam:

5

Kelas : Basidiomycetes
Ordo
: Agaricales
Famili : Agaricaceae
Genus : Pleurotus
Spesies dan genus Pleurotus yang umum dikenal dan dikonsumsi di Indonesia
adalah jamur tiram putih (P. ostreatus). Spesies lainnya yang telah dibudidayakan
antara lain P. umbellatus, P. flabellatus, P. dryngeus, P. sajor-caju, P. iringii,
dan P. abalonus (Suprihana 2010). Penampakan P. ostreatus (jamur tiram putih)
dan P. flabellatus (jamur tiram merah muda) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tubuh buah Pleurotus ostreatus (Reis et al.
2012) dan Pleurotus flabellatus (Fuente 2009)
Kondisi lingkungan pertumbuhan miselium dan tubuh buah jamur berbeda.
Suhu optimal untuk pertumbuhan miselium ialah 20-25oC, tetapi terdapat pula
strain yang suhu optimal pertumbuhannya mencapai 25-35oC. Kondisi lainnya
yang berbeda dari kedua tahapan tersebut ialah kandungan CO2 di ruangan tempat
pertumbuhannya. Kandungan CO2 pada ruangan pertumbuhan tahapan somatik
lebih tinggi daripada tahapan reproduktif (Kang 2004).
Kandungan Pleurotus spp. sama seperti jamur pada umumnya yaitu kaya akan
nilai gizi. Kandungan Pleurotus spp. dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi Pleurotus spp.
Komponen
Kandungan (%)
Air
73.7-90.8
Protein Kasar (N x 4.38) (%bk)
10.5-30.4
Lemak (%bk)
1.6-2.2
Karbohidrat (%bk)
57.6-81.8
Serat Kasar (%bk)
7.5-8.7
Abu (%bk)
6.1-9.8
Sumber : Chang dan Miles (2004).
Asam amino esensial yang terkandung dalam Pleurotus spp. secara umum dapat
dilihat pada Tabel 2. Selain itu, kandungan beberapa vitamin pada spesies jamur
ini per 100 g berat kering jamur adalah tiamin 1.16-4.80 mg dan niasin 46.0-108.7
mg. Penelitian yang dilakukan oleh Hung dan Nhi (2012) memperlihatkan bahwa
Pleurotus spp. mengandung total fenolik bebas 2603.3 µg AGE/g (bk) dan total
fenolik terikat 70.1 µg AGE/g (bk). Komponen fenolik ini memiliki aktivitas
antioksidan.

6

Tabel 2 Kandungan asam amino esensial
Asam amino
Kandungan
(g AA/100 g protein)
Leusin
6.8
Isoleusin
4.2
Valin
5.1
Triptofan
1.3
Lisin
4.5
Treonin
4.6
Fenilalanin
3.7
Metionin
1.5
Histidin
1.7
Total AA esensial
33.4
Sumber : Chang dan Miles (2004).
Jamur Merang (Volvariella volvacea)
V. volvacea dapat tumbuh pada limbah padi. Sistematika taksonomi jamur ini
dibagi dalam:
Kelas
: Basidiomycetes
Ordo
: Agaricales
Famili
: Pluteaceae
Genus
: Volvariella
V. volvacea dapat cepat dipanen. Ahlawat dan Tewari (2007) menyebutkan
terdapat beberapa stadium atau bentuk V. volvacea selama masa pembentukan
tubuh buah, yaitu pinhead, tiny button, button, egg, elongation, dan mature. V.
volvacea yang dikonsumsi umumnya jamur muda yang tudungnya belum
berkembang yaitu pada stadium kancing (button) dan telur (egg). Penampakan V.
volvacea dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tubuh buah Volvariella volvacea
(Ahlawat dan Tewari 2007)
V. volvacea merupakan sumber protein dan mineral yang baik dengan
kandungan kalium dan fosfor yang cukup tinggi. Komposisi zat gizi dan asam
amino V. volvacea dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

7

Tabel 3 Komposisi Volvariella volvacea
Komponen
Kandungan (%)
Protein (%bk)
36.5± 0.2
Lemak (%bk)
2.2 ± 0.1
Karbohidrat (%bk)
52.3 ± 0.2
Serat (%bb)
13.40
Abu (%bk)
9.0 ± 0.1
Sumber : Hung dan Nhi (2012).
Kandungan beberapa vitamin pada spesies jamur ini per 100 g berat kering jamur
adalah tiamin 0.35 mg, niasin 64.88 mg, riboflavin 1.63-2.98 mg, dan vitamin C
1.4 mg. Hung dan Nhi (2012) menyebutkan V. volvacea mengandung total fenolik
bebas 4122.7 µg AGE/g (bk) dan total fenolik terikat 190.6 µg AGE/g (bk).
Tabel 4 Kandungan asam amino esensial
Asam amino
Kandungan
(g AA/100 g protein)
Leusin
4.5
Isoleusin
3.4
Valin
5.4
Triptofan
1.5
Lisin
6.1
Treonin
6.0
Fenilalanin
7.0
Metionin
1.2
Histidin
4.2
Total AA esensial
48.5
Sumber : Chang dan Miles (2004).

Mikoprotein
Istilah mikoprotein secara umum merujuk kepada protein yang diproduksi
oleh cendawan berfilamen. Mikoprotein ialah bahan pangan yang umumnya
mengandung protein sekitar 12% (bb) dan asam amino essensial (Thrane 2007).
Menurut Sadler (2004) mikoprotein di antaranya dapat diproduksi oleh cendawan
mikro, organisme aerobik yang dapat hidup di tanah, serta dapat mengkonversi
karbohidrat menjadi protein. Peregrin (2002) menyebutkan mikoprotein
merupakan bahan meat substitute yang berasal dari cendawan. Mikoprotein yang
telah dikembangkan dan dimanfaatkan, serta dijual ke pasaran dengan merek
Quorn adalah miselium dari Fusarium (Moore dan Chiu 2001). Menurut
Williamson et al. (2006) mikoprotein Quorn mengandung serat sekitar 6/100 g
dan dianggap sebagai sumber protein yang baru. Komposisi kimia dari sel
mikoprotein memberikan keuntungan dari segi zat gizi. Dinding sel dari hifa
merupakan sumber serat pangan, membran sel merupakan sumber PUFA
(Polyunsaturated Fatty Acid), dan sitoplasma merupakan sumber protein
berkualitas tinggi. Ahangi et al. (2008) menyebutkan mikoprotein yang berasal
dari spesies Fusarium oxysporum mengandung asam amino esensial dengan

8

kandungan asam amino treonin dan valin lebih tinggi dari standar FAO dan
soybean meal. Konsumsi dari mikoprotein dapat secara signifikan mengurangi
level LDL (Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan level HDL (High Density
Lipoprotein) dalam serum darah (Tumbull et al. 1992).
Hosseini dan Darani (2011) menyebutkan media yang digunakan dapat
mempengaruhi jumlah produksi mikoprotein dan kandungannya. Produksi protein
umumnya dapat meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi sumber
karbon dan nitrogen. Keberadaan nitrogen adalah faktor penting dalam
pembentukan protein dan asam nukleat. Namun, peningkatan konsentrasi nitrogen
dapat menurunkan jumlah produksi mikoprotein. Karbon merupakan komponen
utama dari struktur seluler dan penyimpanan energi. Produksi mikoprotein
dilakukan pada media cair dengan kondisi suhu dan agitasi dengan kecepatan
tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Ahangi et al. (2008) menyebutkan
kondisi suhu dan kecepatan agitasi optimum untuk menghasilkan mikoprotein dari
spesies Fusarium oxysporum adalah 25oC dan 150 rpm.

Sifat Fungsional Protein
Protein memberikan pengaruh yang signifikan terhadap atribut sensori
pangan. Tekstur dan karakter kesegaran produk daging tergantung dari protein
otot aktin, miosin, aktomiosin, dan beberapa protein larut air (Darmadoran 1996).
Sifat fungsional protein dapat didefinisikan sebagai sifat fisik dan kimia yang
terjadi di dalam sistem pangan akibat pengaruh dari karakteristik protein selama
proses, penyimpanan, dan konsumsi (Adebowale dan Lawal 2004). Wu et al.
(2009) menyebutkan sifat fungsional protein penting dalam formulasi produk
pangan. Sifat ini dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti struktur dan ukuran
molekul protein, faktor lingkungan seperti metode, pH, kekuatan ion, dan
keberadaan komponen lain dalam sistem pangan.
Asgar et al. (2010) menyebutkan sifat fungsional yang penting pada produk
daging dan olahannya adalah gelasi, emulsifikasi, dan daya ikat air. Pembentukan
gel melibatkan perubahan struktur protein dari bentuk sol menjadi bentuk seperti
gel. Adanya panas, enzim, dan kation divalent pada kondisi tertentu dapat
memfasilitasi perubahan struktur protein tersebut (Darmadoran 1996). Proses
terbukanya lipatan dalam struktur protein, kemudian terjadinya pengikatan
kembali merupakan prinsip dalam mekanisme pembentukan gel. Sifat fungsional
ini dapat mempengaruhi struktur dan tekstur produk pangan (Totosaus et al.
2002). Protein dapat memiliki sifat emulsi karena secara umum protein memiliki
bagian hidrofobik dan hidrofilik bergantung pada susunan asam aminonya (Saetae
dan Suntornsuk 2011). Kemampuan emulsifikasi protein dapat terlihat pada
produk susu. Protein dalam susu secara alami berbentuk lipoprotein yang dapat
berperan sebagai emulsifier karena dapat menstabilkan keberadaan globula lemak.
Perlakuan homogenisasi pada susu dapat meningkatkan kemampuan emulsifikasi
protein karena terbentuknya film protein dalam bentuk misel dan whey protein
(Darmadoran 1996). Daya ikat air merupakan sifat fungsional yang penting
karena interaksi antara makromolekul seperti protein dan air akan menentukan
reologi dan tekstur produk. Air dapat terikat pada grup yang bersifat hidrofilik
dalam rantai protein (Darmadoran 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Mao dan

9

Hua (2012) menyebutkan tidak terdapat pengaruh secara langsung antara
tingginya konsentrasi protein dengan daya ikat air.

Daging Analog
.

Kumar et al. (2010) menyebutkan daging analog ialah produk pangan yang
memiliki karakteristik fisik dan kimia mendekati daging. Proses produksi daging
analog harus menghasilkan produk yang memiliki tekstur, penampakan, dan
flavor seperti daging apabila ingin memuaskan konsumen. Daging analog yang
telah banyak diproduksi berasal dari bahan baku protein nabati, terutama protein
kedelai baik dalam bentuk tepung, konsentrat, atau isolat protein kedelai (Lin et
al. 2000). Sadler (2004) menyebutkan selain kedelai, terdapat bahan baku lainnya
yang telah dikembangkan sebagai ingridien pembuatan daging analog, seperti
protein serealia dan cendawan. Protein serealia yang sering digunakan adalah
protein gandum. Protein gandum mengandung gluten yang dapat diproses dengan
metode ekstruksi untuk menghasilkan tekstur seperti daging. Mikoprotein dari
cendawan dapat dijadikan bahan daging analog. Daging analog yang berasal dari
mikoprotein harus memperhatikan kandungan asam nukleat yang dapat
dimetabolisme menjadi asam urat (Ahangi et al. 2008). Proses pemanasan pada
saat pemanenan biomassa dapat menurunkan kandungan asam nukleat menjadi
2% sesuai dengan maksimum intake yang direkomendasikan.
Welsh (1979) menyebutkan daging analog memiliki beberapa keistimewaan
antara lain dapat diformulasi sehingga memiliki nilai gizi lebih tinggi
dibandingkan daging, umumnya tidak mengandung lemak hewani dan kolesterol,
baik untuk kesehatan karena umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh yang
lebih tinggi daripada asam lemak jenuh, kandungan proteinnya juga dapat
ditingkatkan, dan kekerasan atau keempukannya dapat diatur dengan mengatur
perubahan air, dan dapat diolah menjadi produk olahan daging lainnya. Beberapa
bentuk daging analog yang telah diproduksi dengan bahan baku protein kedelai
adalah FSP (Fibrous Soy Protein) (Gambar 3) dan seperti bentuk High Moisture
Meat Analog (Gambar 4).

Gambar 3 Daging analog bentuk Fibrous Soy Protein (Riaz 2006)

Gambar 4 Daging analog bentuk High Moisture Meat Analog
(Riaz 2006)

10

3 METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama bulan Februari-November 2013. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Laboratorium Mikologi Departemen Biologi, dan Laboratorium Seafast Center,
IPB.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan ialah miselium dan tubuh buah jamur. Biakan
murni jamur yang digunakan diperoleh dari IPB culture collection. Tubuh buah
yang digunakan adalah tubuh buah jamur tiram putih (P. ostreatus) dan tiram
merah muda (P. flabellatus). Miselium yang digunakan adalah miselium jamur
tiram merah muda (P. flabellatus) dan jamur merang (V. volvacea). Media yang
digunakan untuk menumbuhkan biakan murni dan miselium jamur ialah PDA
(Potato Dextrose Agar, Oxoid, England) dan PDB (Potato Dextrose Broth,
DifcoTM, USA). Bahan yang digunakan dalam produksi tubuh buah jamur ialah
biji jagung dan campuran media di dalam bag log. Bahan baku yang digunakan
dalam proses pembuatan daging analog ialah pati jagung, albumen, minyak
kelapa sawit, dan air. Bahan lainnya yang digunakan ialah bahan kimia untuk
analisis kimia dan analisis karakterisitk fungsional protein.
Alat utama yang digunakan adalah autoklaft, shaker (innovaTM 2300, platform
shaker), HPLC, texture analyzer (TA-XT2i Stable Microsystems),
spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu, Kyoto Japan), dan alat untuk analisis.

Tahapan Penelitian
Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Pada dasarnya penelitian yang dilakukan terbagi atas dua tahapan utama yaitu:
produksi mikoprotein yang terkarakterisasi dan aplikasi mikoprotein untuk
pengembangan daging analog. Tahap pertama meliputi produksi miselium dan
tubuh buah jamur uji, analisis kandungan protein, dan analisis sifat fungsional
protein. Miselium diproduksi dengan menggunakan media cair (PDB). Tubuh
buah diproduksi dalam bag log. Penanaman tubuh buah jamur dilakukan di rumah
jamur, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(MIPA), Institut Pertanian Bogor. Analisis protein dengan metode Kjehdahl
dilakukan untuk menentukan waktu pemanenan miselium dan ukuran tudung
tubuh buah yang digunakan dalam analisis sifat fungsional protein selanjutnya.
Analisis kandungan protein dilakukan pada miselium yang diperoleh pada hari
ke-7, 8, dan 9 setelah inokulasi pada media. Pengukuran kadar protein dilakukan
pada tubuh buah dengan ukuran tudung dengan diameter kecil (4-5 cm), sedang
(6-8 cm), dan besar (8-10 cm). Berdasarkan hasil terbaik dari analisis kandungan
protein, miselium dengan waktu pemanenan dan tubuh buah dengan ukuran yang

11

terpilih dianalisis sifat fungsional proteinnya, yaitu daya ikat air (WHC), daya
serap minyak (OAC), stabilitas emulsi, tetesan air, dan kekuatan gel. Mikoprotein
yang digunakan dalam tahapan kedua diperoleh berdasarkan hasil analisis sifat
fungsional tersebut.
Biakan murni
jamur

Produksi biomassa miselium dengan metode
fermentasi cair dalam fermentor

Produksi tubuh buah jamur

Mikoprotein
(miselium jamur)

Mikoprotein
(tubuh buah
jamur)

Tahap
I

Analisis sifat fungsional protein

Mikoprotein
terpilih

Tahap
II

Analisis proksimat, analisis asam nukleat, analisis
komposisi asam amino

Formulasi daging analog

Analisis fisik meliputi analisis profil tekstur

Formula terpilih
daging analog

Analisis proksimat dan analisis kapasitas
antioksidan, serta total fenol

Gambar 5 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian
Tahap kedua meliputi formulasi daging analog. Bahan pengikat berupa
albumen, bahan pengisi berupa pati jagung, air, dan minyak ditambahkan dalam

12

proses produksi daging analog. Jumlah air dan minyak yang ditambahkan sesuai
dengan hasil analisis sifat fungsional protein yaitu daya ikat air dan daya serap
minyak dari mikoprotein terpilih. Metode untuk menghasilkan daging analog
yang digunakan bukan metode ekstruksi yang umum digunakan dalam pembuatan
daging analog dengan bahan baku protein nabati seperti kedelai, tetapi dengan
cara pengukusan untuk pembentukan jaringan ikat dari binder dan terjadinya
gelatinasi pati sebagai pengisi sehingga nilai WHC dapat meningkat, serta terjadi
pembentukan sistem seperti daging. Formula terpilih ditentukan berdasarkan
analisis profil tekstur (TPA) dengan menggunakan alat texture analyzer.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Produksi miselium dan tubuh buah jamur:
Produksi biomassa miselium hanya dilakukan pada V. volvacea dan P.
flabellatus. Biomassa miselium dari kedua jamur diperoleh dengan menggunakan
media cair PDB (Potato Dextrose Broth) yang ditempatkan dalam erlenmeyer dan
diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 100-150 rpm dan suhu sekitar
28-30oC (suhu ruang) (Aminuddin et al. 2007; Mshandete dan Mgonja 2009).
Sebelum pemanenan biomassa, suhu inkubasi dinaikkan hingga 68oC selama 30
menit untuk menurunkan kadar asam nukleat yang terkandung dalam miselium.
Pemanenan miselium untuk analisis kandungan protein dilakukan sebanyak tiga
kali yaitu hari ke-7, 8, dan 9 setelah inokulasi.
Produksi P. ostreatus dan P. flabellatus dilakukan pada bag log yang terdiri
dari serbuk kayu sebagai komponen utama dan campuran dedak, kapur, gips
(15:1:1 b/b), serta air (Kang 2004). Penambahan air dilakukan hingga adonan
mencapai kadar air 65% (Kwon dan Kim 2004). Tubuh buah jamur diperoleh dari
rumah jamur Bagian Mikologi, Departemen Biologi, IPB. Tubuh buah yang
dipanen berukuran 4-5 cm, 6-8 cm, dan 8-10 cm. Tahapan produksi tubuh buah
jamur dapat dilihat pada Gambar 6.
Biakan
murni

Ditumbuhkan pada media PDA dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 8
hari

Biakan
induk

Diinokulasi pada media dalam wadah
botol dan diinkubasi pada suhu ruang
selama 10-18 hari

Tubuh
buah
jamur

Diinokulasi pada bag log, kemudian
diinkubasikan pada suhu ruang selama
2-6 minggu

Bibit
produksi

Gambar 6 Tahapan produksi tubuh buah jamur

13

Produksi daging analog
Bahan baku utama pembuatan daging analog dalam penelitian ini ialah
miselium atau tubuh buah jamur, bahan pengisi, dan bahan pengikat. Apabila
tubuh buah yang menjadi mikoprotein terpilih dalam tahapan formulasi, maka
tubuh buah jamur dilakukan pengecilan ukuran menjadi berbentuk balok dengan
ukuran tinggi dan lebar sekitar 2 mm x 2 mm. Proses pembentukan balok dari
tubuh buah jamur dilakukan dengan menggunakan alat sheeting dan cetakannya
seperti lidi, seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Alat untuk membentuk
tubuh buah jamur menjadi
balok (Harmiawan 2011)
Formula yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan diagram alir
proses pembuatan daging analog dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 5 Formula yang diujikan dengan komponen dalam bentuk % dengan total
ketiga bahan utama 100%
Komponen
Mikoprotein
Bahan Pengisi
Bahan Pengikat
Minyak
Air

A
40
30
30

B
50
25
25

C
60
20
20

D
40
40
20

E
50
33.33
16.67

F
60
26.67
13.33

Sesuai karakteristik fungsional protein

Miselium atau tubuh
buah jamur yang
telah dikecilkan
ukurannya

Bahan pengisi
Pencampuran

Pengukusan selama 45 menit

Daging analog

Gambar 8 Proses pembuatan daging analog

Bahan pengikat
albumen

14

Analisis yang dilakukan terhadap miselium dan tubuh buah dengan
kandungan protein optimal:
Analisis Sifat Fungsional Protein
1) Water Holding Capacity (WHC) (Wroldstad et al. 2005)
Sampel ditimbang dengan berat tertentu dan ditempatkan dalam kertas
saring Whatman No. 1 sebanyak 3 lembar. Kemudian, sampel disentrifugasi
pada kecepatan 1118 xg pada suhu ruang selama 15 menit. Kemudian sampel
dipisahkan dari kertas saring dan ditimbang. Nilai WHC dihitung dengan
perumusan:
berat sampel setelah disentrifus
%WHC =
X 100
berat sampel ( g) sebelum disentifus
2) Oil Absorption Capacity (OAC) (Lin et al. 1974)
Campuran 0.5 g sampel dengan 3 ml minyak jagung dimasukkan ke
dalam tabung sentrifus dan divortex selama 2 menit. Tabung sentifus
dimasukkan dalam penangas bersuhu 25oC selama 30 menit, dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada 402 xg selama 10 menit. Volume minyak terikat
diperoleh dengan cara mengurangi volume awal minyak yang ditambahkan
dengan volume minyak bebas.
ml minyak terikat
OAC (ml minyak/g) =
berat sampel( g)
3) Sifat Emulsi (Xie and Hettiarachchy 1997)
Campuran 2 ml minyak jagung murni dan 6 ml 0.1 % (b/v) larutan
sampel dihomogenizer pada skala 6 selama 1 menit. Sebanyak 50 µl emulsi
yang terbentuk diambil dari dasar wadah pada 0 dan 10 menit dan dicampur
dengan 5 ml 0.1% SDS. Absorbansi dari emulsi diukur pada 500 nm.
Turbidity (absorbansi) pada waktu 0 menit diberi lambang To dan 10 menit
diberi lambang T. Absorbansi yang diukur segera setelah terbentuk emulsi
dinyatakan sebagai aktivitas emulsi (EA). Stabilitas emulsi ditentukan dengan
perumusan dan dinyatakan sebagai (%).
T
Stabilitas emulsi (ES) =
To
4) Penentuan Tetesan air (Suzuki 1981)
Prinsip pengukuran adalah air bebas lebih sulit dikeluarkan (melalui
penekanan) dari produk berkekuatan gel yang baik. Dengan mengetahui
jumlah air yang keluar melalui penekanan dengan beban tertentu, maka dapat
diketahui mutu dari gel tersebut. Prosedur pengukuran meliputi sampel yang
memiliki tebal 0.3 cm dan berdiameter 2 cm dengan berat sekitar 1 g (A)
ditempatkan di antara dua kertas saring dan diberi tekanan 10 kg/cm2 selama
20 detik. Kemudian sampel ditimbang kembali (B). Jumlah tetesan air dapat
dihitung dengan rumus:
(A-B)
% tetesan air =
x 100%
A
5) Penentuan Kekuatan Gel dengan Folding Test (Suzuki 1981)
Sebanyak 300 g sampel ditambahkan 3% NaCl, kemudian diaduk, lalu
dicetak membentuk irisan 4-5 mm. Setelah itu, sampel dipanaskan pada suhu
40oC selama 30 menit, dilanjutkan pada suhu 90oC selama 30 menit. Sampel
lalu ditekan antara ibu jari dan telunjuk. Kekuatan gel diukur secara kualitatif.

15

Pengelompokan mutu untuk pengukuran gel adalah:
1
: patah saat ditekan dengan jari (D)
2
: retak merata saat pelipatan pertama (C)
3
: retak tidak merata saat pelipatan pertama (B)
4
: tidak retak setelah 1 x pelipatan (A)
5
: tidak retak setelah 2 x pelipatan (AA)
Analisis yang dilakukan terhadap mikoprotein terpilih:
Analisis Proksimat
Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar
protein, kadar karbohidrat (by difference), dan kadar serat kasar (untuk kadar serat
pangan hanya dilakukan untuk produk daging analog). Berikut adalah deskripsi
beberapa uji yang dilakukan.
1) Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 15 menit
dengan suhu 103o±2oC dan didinginkan dalam desikator, kemudian
ditimbang. Sebanyak 1-2 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah
ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103o±2oC selama 3 jam.
Cawan yang telah berisi sampel tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam
desikator, didinginkan dan ditimbang kembali. Ulangi pengeringan hingga
perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak melebihi 0.005 g. Kadar air
dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara berat awal dan
berat akhir sampel, dengan menggunakan rumus:
Kadar air (%b/b) = x- (y-a) x 100%
x
Kadar air (%bk) = x – (y-a) x 100%
y-a
Keterangan:
a = Berat cawan kosong kering (g)
x = Berat sampel awal (g)
y = Berat cawan + sampel kering (g)
2) Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Sampel sebanyak 2-3 g ditimbang ke dalam cawan porselen yang telah
diketahui bobotnya dan dikeringkan. Sampel kemudian diarangkan di atas
nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum
550oC sampai pengabuan selesai dengan sesekali pintu tanur dibuka sedikit
agar oksigen dapat memasuki tanur. Cawan porselen yang berisi abu sampel
didinginkan dalam desikator lalu ditimbang hingga bobot tetap. Perumusan
yang digunakan:
Kadar abu (%) = x – a x 100%
w
Keterangan:
a = Berat cawan kosong kering (g)
w = Berat sample awal (g)
x = Berat abu + berat cawan (g)
3) Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)
Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit.
Sampel sebanyak 1-2 g yang telah dirajang kecil-kecil dimasukkan ke dalam

16

selongsong kertas saring, kemudian selongsong tersebut dimasukkan ke
dalam alat ekstraksi soxhlet dan di atasnya diletakkan alat kondensor
sedangkan labu lemak diletakkan di bawahnya. Labu lemak diisi dengan
pelarut heksan secukupnya. Selanjutnya, dilakukan refluks selama minimal 6
jam sampai pelarut yang turun ke dalam labu lemak berwarna jernih kembali.
Setelah itu, pelarut yang ada pada labu lemak didestilasi dan ditampung
kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan
kembali dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat tetap dan
didinginkan dalam desikator. Prosedur terakhir labu beserta lemak ditimbang
untuk mengetahui berat lemak. Rumus perhitungannya adalah sebagai
berikut:
Lemak(%) = berat lemak (g) x 100%
berat sampel (g)
4) Kadar Protein (SNI 01-2891-1992)
Mula-mula bahan ditimbang dalam labu Kjedahl kemudian ditambahkan
1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Selanjutnya, larutan
didihkan 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan
dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10
ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer
yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (merah metil dan
alkohol dengan perbandingan 2:1). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi
dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi
abu-abu. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian
dinyatakan dalam faktor konversi 4.38 untuk sampel jamur (Kalac 2012; Reis
et al. 2012). Penetapan kadar protein sampel dihitung dengan menggunakan
rumus:
Kadar protein kasar (%) = (Y-Z) x (Nx 0.014 x 4.38) x100%
W
Keterangan:
Y = ml NaOH yang digunakan untuk mentitrasi blanko
Z = ml NaOH yang digunakan untuk mentitrasi sampel
W = Bobot sampel (g)
N = Normalitas NaOH (N)
5) Karbohidrat by difference
Karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu (%bb) + kadar protein (%bb) +
kadar lemak (%bb)).
6) Kadar Serat Kasar (Hartati dan Prana 2003)
Sebanyak 1 g sampel bebas lemak ditambahkan 100 ml H2SO4 0.255 N.
Kemudian didihkan selama 30 menit dengan pendingin balik. Setelah itu,
ditambahkan 100 ml NaOH 0.313 N dan didihkan kembali selama 30 menit
dengan pendingin balik. Tahap selanjutnya adalah penyaringan dengan
menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Kertas saring
dicuci dengan K2SO4 10%, air mendidih, dan 15 ml etanol 95%.Pencucian ini
ditujukan untuk pemisahan abu dan silikat. Kertas saring dikeringkan pada
suhu 1050C selama 2 jam, didinginkan dan ditimbang. Penetapan kadar serat
kasar dilakukan dengan perhitungan:

17

Kadar serat (%) = a – b x 100%
W
Keterangan:
a
= Bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g)
b
= Bobot kertas saring kosong (g)
W = Bobot sampel (g)
7) Kadar Serat Pangan (Asp et al. 1983 yang dikutip oleh Muchtadi et al.
1992)
Sebanyak 1 g sampel yang telah bebas lemak dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Kemudian, ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat 0.1 M pH
6.0 dan disuspensikan.Termamyl sebanyak 100µl ditambahkan. Erlenmeyer
ditutup dan diinkubasikan pada penangas air mendidih selama 15 menit dan
sekali-kali diaduk. Setelah itu, diangkat dan didinginkan. Sebanyak 20 ml air
destilata ditambahkan dan pHnya diatur dengan HCl sampai pH 1.5.
Kemudian, sebanyak 100 mg pepsin ditambahkan. Erlenmeyer diinkubasikan
kembali pada suhu 40oC dan diagitasi selama 60 menit. Setelah itu, sebanyak
20 ml air destilata ditambahkan kembali dan pHnya diatur menjadi pH 6.8
dengan NaOH. Sebanyak 100 mg pankreatin lalu ditambahkan.