BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI STUDI KELAYAKAN USAHA KECIL RITEL BAKPIA 29.

(1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan (Jakfar & Kasmir, 2010). Studi kelayakan membantu menemukan pendekatan dan solusi alternatif untuk mempraktekkan suatu ide (Thompson, 2003). Mengacu kepada konsep bisnis yang telah ada sebelumnya, Soeharto (2002) menyebutkan bahwa terdapat beberapa aspek yang perlu diteliti dalam studi kelayakan yaitu:

a. Aspek pasar

b. Aspek teknis dan produksi c. Aspek manajemen

d. Aspek legal dan lingkungan e. Aspek ekonomi dan sosial f. Aspek keuangan

Urutan penilaian aspek mana yang harus didahului tergantung dari kesiapan penilai dan kelengkapan data yang ada (Amri, 2011). Pada studi kelayakan, masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling berkaitan. Artinya jika salah satu aspek tidak dipenuhi maka perlu dilakukan perbaikan atau tambahan yang diperlukan.

Pada usaha perdagangan, kondisi pasar secara tidak langsung akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro. Analisis ekonomi makro yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BPPD) DIY, menunjukkan bahwa perkembangan pertumbuhan ekonomi DIY sejak tahun 2003 sampai dengan 2012 cenderung meningkat, meskipun diwarnai fluktuasi pada beberapa tahun. Menurut Arsyad (2004) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) tanpa memandang tingkat pertumbuhan penduduk maupun perubahan struktur ekonomi. Laporan Perekonomian DIY 2011 menunjukkan bahwa PDRB subsektor perdagangan menunjukkan nilai yang terus meningkat. Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, kontribusi sektor jasa serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi DIY (Bank Indonesia, 2011).


(2)

Selain karena dukungan peluang pasar yang meningkat, kontribusi sektor perdagangan dalam pertumbuhan perekonomian DIY juga didukung oleh kemudahan pendirian usaha. DIY merupakan provinsi yang menempati peringkat pertama dalam kemudahan pendirian usaha bila dibandingkan dengan 19 kota lain di Indonesia (The World Bank & the International Finance Corporation, 2012).

Analisis aspek pasar (Jakfar & Kasmir, 2010) menganalisis seberapa besar potensi pasar yang ada untuk produk yang ditawarkan dan seberapa besar pangsa pasar yang dikuasai oleh pesaing dewasa ini. Abou-moghli & Al-abdallah (2012) yang melakukan penelitian pada usaha kecil sektor jasa membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara analisis pasar (variabel independen berupa permintaan, lokasi, harga, dan kompetitor) dengan kelayakan pendirian usaha kecil. Semakin rendah kualitas analisis pasar, maka semakin besar kemungkinan pembuatan keputusan yang kurang bijak atau bahkan tidak layak.

Selain aspek pasar, aspek teknis juga sangat penting dalam sebuah studi kelayakan. Husnan & Suwarsono (2000) menyatakan bahwa aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan pengembangan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun.

Suatu kegiatan bisnis tidak dapat dilepaskan dari bentuk badan usaha dan perizinan yang diperlukan untuk menjalankan usaha, sehingga aspek-aspek tersebut perlu dilengkapi dengan aspek legal dan lingkungan. Analisis aspek legal yang dilakukan Amri (2011) adalah dengan menganalisis masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki. Analisis aspek lingkungan didasarkan pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL adalah suatu kajian secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan. Jika sebuah usaha tidak termasuk dalam daftar wajib AMDAL maka harus ada metode yang dilakukan agar limbah tidak menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar (Nugroho et al., 2013) Cahyani et al. (2014) melakukan studi kelayakan yang melibatkan aspek manajerial. Analisis aspek ini bertujuan untuk mengetahui layak atau tidak usaha dilihat dari segi manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Struktur organisasi memberikan gambaran secara keseluruhan tentang kegiatan-kegiatan dan


(3)

proses-proses yang terjadi pada suatu organisasi. Perencanaan tenaga kerja merupakan suatu cara untuk menetapkan keperluan mengenai tenaga kerja pada suatu periode tertentu baik secara kualitas dan kuantitas dengan cara-cara tertentu. Perencanaan ini dimaksudkan agar perusahaan terhindar dari kelangkaan SDM pada saat dibutuhkan maupun kelebihan pada saat kurang dibutuhkan. Perencanaan pelatihan juga diperlukan untuk memperbaiki dan mempersiapkan penguasaan bebagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang dan masa yang akan datang. Pelatihan dapat meliputi berbagai macam aspek, seperti peningkatan dalam keilmuan, pengetahuan, kemampuan, sikap, dan kepribadian.

Analisis aspek finansial juga diperlukan agar dapat memberikan informasi keuangan tentang jumlah dan jenis aktiva, jumlah dan jenis kewajiban, serta jumlah modal (Jakfar & Kasmir, 2010). Rangkuti (2000) menyatakan alokasi modal yang paling efisien merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam melakukan suatu investasi. Pengambilan keputusan investasi akan memerlukan evaluasi. Tiga tahap kegiatan evaluasi tersebut adalah:

a. Estimasi aliran kas

b. Estimasi rencana pendapatan yang ingin diperoleh

c. Evaluasi rencana investasi berdasarkan ukuran-ukuran yang jelas

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Studi Kelayakan

Menurut Husnan & Suwarsono (2000), studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil. Pada umumnya suatu studi kelayakan menyangkut 3 aspek, yaitu:

a. Manfaat ekonomis proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (sering juga disebut manfaat financial) yang berarti apakah proyek itu cukup menguntungkan atau tidak apabila dibandingkan dengan resiko proyek tersebut.

b. Manfaat proyek tersebut bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (sering disebut manfaat nasional). Yang menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro suatu negara.

c. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar proyek tersebut. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan investasi. Diantaranya adalah penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan,


(4)

penghematan devisa ataupun penambahan devisa dan lain sebagainya. Jika kegiatan investasi meningkat maka kegiatan ekonomi pun ikut terpacu pula, dan disini kita menggunakan pengertian proyek investasi sebagai suatu rencana untuk menginvestasikan macam-macam sumber daya yang bisa dinilai secara cukup.

Primyastanto (2011) menjelaskan beberapa tahapan yang biasanya dilakukan dalam penyusunan rencana bisnis (perencanaan usaha) dalam bentuk studi kelayakan yaitu:

a. Studi kemungkinan rencana usaha

Pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian usaha yang akan dilaksanakan, dimana analisisnya meliputi: potensi sumber daya, daya dukung yang dimiliki, potensi permintaan, dan sebagainya.

b. Studi kelayakan pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian faktor-faktor yang berhubungan dengan usaha, antara lain: kemungkinan-kemungkinan investasi dan analisis konsep investasi.

c. Penyusunan studi kelayakan

Setelah tahap pertama dan kedua memperoleh gambaran bahwa usaha yang direncanakan mempunyai harapan untuk berhasil, maka disusun suatu studi kelayakan dengan menelaah beberapa aspek yang relevan atau sesuai dengan usaha yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Sedangkan aspek-aspek apa saja yang perlu dikaji, sangat tergantung pada kebutuhan.

2.2.2. Bisnis Ritel

Keputusan Menperindag RI Nomor 23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan mendefinisikan pedagang pengecer (retailer) sebagai perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya adalah melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai kecil. Tercantum dalam Surat Keputusan (SK) tersebut bahwa pedagang eceran dapat dibedakan menjadi pedagang pengecer skala kecil dan pedagang pengecer skala besar. Kriteria pengecer kecil adalah:

a. Modal di luar tanah dan bangunan tidak lebih dari Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

b. Hanya mempekerjakan beberapa orang atau dikerjakan pemiliknya sendiri dan keluarganya.


(5)

Sedangkan kriteria pengecer besar adalah:

a. Modal di luar tanah dan bangunan sekurang-kurangnya Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

b. Menggunakan teknologi pemasaran dan pelayanan modern.

Levy & Weitz (2012) mengklasifikasikan ritel berdasarkan kepemilikan menjadi: ritel independen, rantai korporasi, serta franchise. Banyak ritel independen yang baru didirikan dikelola langsung oleh pemilik, yang berarti manajemen memiliki kontak langsung dengan pelanggan dan dapat merespon dengan cepat kebutuhan mereka. Peritel kecil akan sangat fleksibel dan dapat bereaksi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan kebutuhan pelanggan. Mereka tidak terikat dengan birokrasi yang melekat dalam organisasi ritel besar.

2.2.3. Aspek Pasar

Analisis aspek pasar merupakan tahap penting setelah mengidentifikasi peluang usaha dan merupakan tahap awal studi kelayakan, sehingga dimungkinkan untuk memulai studi kelayakan yang lebih rinci pada aspek finansial. Tahap analisis aspek pasar merupakan analisis tahap pertama, karena menjadi dasar ilmiah pembenaran pendirian usaha.

Pengertian permintaan pasar suatu produk menurut Kotler & Keller (2009) adalah jumlah keseluruhan yang akan dibeli oleh sekelompok konsumen tertentu dalam suatu daerah tertentu dalam waktu tertentu dalam lingkungan pemasaran tertentu dan dalam suatu program pemasaran tertentu. Tujuan dilakukannya analisis pasar adalah untuk mengetahui seberapa luas pasar produk yang bersangkutan, bagaimana pertumbuhan permintaannya dan berapa besar yang dapat dipenuhi oleh konsumen perusahaan.

Analisis pasar dapat dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan mengidentifikasi, memisahkan dan membuat deskripsi pasar. Selain itu, analisis pasar dapat juga dilakukan dengan cara kuantitatif, seperti menghitung besarnya perkiraan penjualan produk satu tahun mendatang. Sehingga, analisis pasar dapat meliputi:

a. Deskripsi pasar (luas pasar, saluran distribusi dan praktek perdagangan setempat)

b. Analisis permintaan dulu dan sekarang (jumlah, nilai konsumsi produk yang bersangkutan dan identifikasi konsumen)


(6)

c. Analisis penawaran dulu dan sekarang (impor, produk lokal), info persaingan, harga, kualitas dan strategi pemasaran pesaing

d. Perkiraan permintaan yang akan datang dari produk.

e. Perkiraan pangsa pasar (mempertimbangkan tingkat permintaan, penawaran, posisi perusahaan dalam persaingan dan program pemasaran perusahaan) Prosedur analisis pasar secara umum, adalah sebagai berikut:

a. Menentukan tujuan studi, yaitu mengukur dan memperkirakan permintaan untuk menilai ketepatan waktu dan harga dari proyek dalam memproduksi produk. Tujuan khusus:

i. Mengetahui tempat dan luas daerah pemasaran ii. Mengetahui kapasitas produksi yang direncanakan iii. Mengetahui modal yang ditawarkan dan jenis industri iv. Mengetahui tingkat harapan jumlah penjualan

v. Mengetahui tingkat harga vi. Mengetahui saluran distribusi

vii. Mengetahui pembeli/konsumen produk yang direncanakan

b. Studi pasar informal (wawancara dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan produk yang ada di pasar).

c. Studi pasar formal (meliputi deskripsi metode dan tugas yang akan dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dimaksudkan, meliputi rencana penelitian yang menyeluruh meliputi skedul kerja, waktu yang dibutuhkan dan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan studi/penelitian). Tujuannya:

i. Mendefinisikan daerah pasar produk ii. Mendapatkan data sekunder

iii. Membuat rencana survey

iv. Tes lapangan dari daftar pertanyaan yang telah dibuat v. Mengadakan survey pasar

vi. Memproses data vii. Laporan akhir

d. Karakteristik permintaan saat ini (meliputi luas pasar, pangsa pasar, pola pertumbuhan pasar, saluran pemasaran dan karakteristik lainnya).

Pasar meliputi seluruh individu dan organisasi yang secara riil atau potensial merupakan konsumen suatu produk meliputi konsumen akhir, industri, perantara


(7)

dan pemerintah. Pengukuran pasar merupakan usaha memperkirakan permintaan produk secara kuantitatif meliputi:

a. Permintaan pasar mencakup daerah geografis, kelompok konsumen dalam periode tertentu merupakan usaha mendefinisikan pasar dan luasnya (segmentasi pasar) sehingga bauran pemasaran berbeda

Beberapa pendekatan segmentasi pasar menurut Kotler & Keller (2009):

i. Segmentasi berdasarkan geografis, misalnya berdasarkan negara, provinsi, kabupaten, kecamatan, dsb.

ii. Segmentasi berdasarkan demografis, misalnya berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, dsb.

iii. Segmentasi berdasarkan psikografis, misalnya berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, kepribadian, dsb.

iv.

Segmentasi berdasarkan perilaku, misalnya berdasarkan pengetahuan, sikap, kegunaan, dsb.

Target pasar perlu didefinisikan untuk menetapkan segmen tertentu dari berbagai segmen yang ada, karena sebuah usaha ritel tidak mungkin dapat melayani semua segmen pasar dengan kebutuhan dan keinginan yang sangat bervariasi (Utami, 2008).

b. Pangsa pasar dan pola pertumbuhan harus memperhatikan beberapa kondisi, yaitu:

i. Persaingan harga yang terjadi dan pola pertumbuhan pasar

ii. Perkiraan permintaan yang akan datang (teknik peramalan kualitatif dan kuantitatif)

iii. Menilai kelayakan pasar (ada tidaknya permintaan produk) iv. Merencanakan strategi pemasaran marketing mix(4P)

Kotler & Keller (2009) mengklasifikasikan marketing mix menjadi empat besar kelompok yang disebut dengan 4P tentang pemasaran yaitu product (produk),

price (harga), place (tempat) dan promotion (promosi). a. Product (produk).

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Keputusan tentang produk ini mencakup penentuan bentuk penawaran secara fisik, merknya, pembungkus, garansi dan servis sesudah penjualan. Pengembangan produk dapat dilakukan setelah menganalisa kebutuhan dan keinginan pasarnya. Jika masalah ini telah


(8)

diselesaikannya, maka keputusan-keputusan tentang harga, distribusi dan promosi dapat diambil.

b. Price (harga)

Harga adalah elemen dalam bauran pemasaran yang tidak saja menentukan profitabilitas tetapi juga sebagai sinyal untuk mengkomunikasikan proporsi nilai suatu produk. Pemasaran produk perlu memahami aspek psikologis dari informasi harga yang meliputi harga referensi (reference price), inferensi kualitas berdasarkan harga (price-quality inferences) dan petunjuk harga (price clues). c. Place (lokasi)

Ada tiga aspek pokok yang berkaitan dengan keputusan-keputusan tentang distribusi (tempat). Aspek-aspek tersebut adalah:

i. Sistem transportasi perusahaan, termasuk dalam sistem ini antara lain keputusan tentang pemilihan alat transportasi (pesawat udara, kereta api, kapal, truk, pipa), penetuan jadwal pengiriman, penentuan rute yang harus ditempuh dan seterusnya.

ii. Sistem penyimpanan, dalam sistem ini bagian pemasaran harus menentukan letak gudang, jenis peralatan yang dipakai untuk menangani material maupun peralatan lainnya.

iii. Pemilihan saluran distribusi, menyangkut keputusan-keputusan tentang penggunaan penyalur (pedagang besar, pengecer, agen, makelar), dan bagaimana menjalin kerjasama yang baik dengan para penyalur tersebut. d. Promotion (promosi)

Promosi adalah berbagai cara untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang suatu produk atau brand yang dijual.

2.2.4. Aspek Teknis

Analisis aspek teknis dalam studi kelayakan meliputi: a. Pemilihan Lokasi dan Fasilitas

Lokasi yang strategis sangat dibutuhkan dalam usaha ritel. Keputusan pemilihan lokasi harus konsisten dengan perilaku belanja dan ukuran dari target pasar (Levy & Weitz, 2004). Menurut Utami (2008), ritel memiliki tiga tipe dasar lokasi yang dapat dipilih yaitu: pusat perbelanjaan, tengah kota besar maupun kota kecil, dan freestanding (bebas). Selain memerlukan lokasi yang strategis, usaha


(9)

keberlangsungan usahanya. Secara umum, fasilitas yang diperlukan dalam

usaha ritel adalah: mesin kasir, meja penjualan, rak display,

peralatan/perlengkapan kantor, telepon, sistem informasi, komputer dan perangkat lunak, serta keamanan (Levy & Weitz, 2012).

b. Manajemen Barang

Strategi manajemen barang untuk usaha ritel meliputi proses perencanaan produk, pembelian produk, penetapan harga, dan komunikasi dengan pelanggan. Sedangkan manajemen toko meliputi pengelolaan toko yang efektif, penentuan tata letak dan desain barang pada toko, serta layanan konsumen (Levy & Weitz, 2012).

Proses perencanaan produk merupakan langkah awal dari aktivitas manajemen produk. Menurut Levy & Weitz (2012), langkah yang harus dilakukan dalam mengelola perencanaan barang adalah:

i. Meramalkan penjualan berdasarkan kategori

ii. Mengembangkan rencana keanekaragaman produk

iii. Menentukan jumlah ketersediaan produk dan level persediaan iv. Mengembangkan rencana pengelolaan persediaan

v. Menempatkan barang ke toko

vi. Mengevaluasi performansi dan melakukan penyesuaian.

Tiga pendekatan dapat dilakukan dalam mengevaluasi performansi perencanaan barang, yaitu analisis penjualan aktual (sell-through analysis), analisis ABC, dan metode multi-atribut.

Gasper (2007) menyebutkan bahwa klasifikasi ABC atau analisis ABC merupakan klasifikasi suatu kelompok item (atau aktivitas) dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan item per periode waktu. Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum Pareto, yaitu sekitar 80% dari nilai total item dipresentasikan oleh 20% item itu.

Menurut Herjanto (2007), langkah-langkah atau prosedur klasifikasi barang dalam analisis ABC adalah sebagai berikut:

i. Menentukan jumlah unit untuk setiap tipe barang. ii. Menentukan harga per unit untuk setiap tipe barang.

iii. Mengalikan harga per unit dengan jumlah unit untuk menentukan total nilai uang/penyerapan dari masing-masing tipe barang.


(10)

iv. Menyusun urutan tipe barang menurut besarnya total nilai uang, dengan urutan pertama tipe barang dengan total nilai uang paling besar.

v. Menghitung persentase kumulatif barang dari banyaknya tipe barang. vi. Menghitung persentase kumulatif nilai uang barang dari total nilai uang.

vii. Membentuk kelas-kelas berdasarkan persentase barang dan persentase nilai uang barang.

viii. Menggambarkan kurva analisis ABC (bagan Pareto) atau menunjuk tingkat kepentingan masalah.

Dengan analisis ABC, kita dapat melihat tingkat kepentingan masalah dari suatu barang. Dengan begitu, kita dapat melihat barang mana saja yang perlu diberikan perhatian terlebih dahulu.

Setelah perencanaan produk dilakukan, maka perlu pembelian produk tersebut. Pembelian produk tidak dapat terlepas dari hubungan supplier. Sebuah hubungan yang sukses dengan supplier bergantung pada perencanaan dan negosiasi. Peritel yang bekerjasama dengan supplier dapat mendukung strategi kompetitif berkelanjutan. Lebih dari perjanjian jual-beli, hubungan dengan

supplier memerlukan kepercayaan, tujuan bersama, komunikasi, dan komitmen keuangan (Levy & Weitz, 2012).

Menurut Probowati (2011), setiap perusahaan baik perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi permintaan pelanggannya. Salah satu kunci kesuksesan bisnis ritel adalah memilih supplier yang tepat karena supplier

sangat menentukan harga eceran. Adapun strategi yang digunakan dalam memilih supplier sebagai berikut:

i. Harga paling murah ii. Jalur distribusi pendek

iii. Lokasi strategis dan parkir luas iv. Supplier paling lengkap

v. Layanan antar

vi. Proses cepat dan mudah dihubungi

Pengadaan barang sangat erat kaitannya dengan penetapan harga. Menetapkan harga merupakan keputusan penting dalam usaha ritel karena harga merupakan komponen penting yang berhubungan langsung dengan nilai persepsi


(11)

konsumen. Terdapat dua strategi penetapan harga yang berbeda yaitu Everyday Low Pricing (ELDP) dan High/Low Pricing (HLP). ELDP atau penetapan harga rendah tiap hari tidak selalu berarti harga termurah, namun strategi ini menekankan kontinyuitas harga ritel pada level antara harga non-obral regular dan harga obral besar pesaing ritel. Sedangkan HLP merupakan strategi yang menawarkan harga yang kadang-kadang di atas EDLP pesaing, dengan memasang iklan untuk mempromosikan obral dalam frekuensi yang cukup tinggi (Utami, 2008).

Manajemen produk dalam sebuah rantai pasok ritel tidak terlepas dari konsumen. Citra merek dari barang yang ditawarkan harus dapat dibangun. Salah satu caranya adalah dengan komunikasi. Selain membangun citra merek kepada konsumen, komunikasi bertujuan untuk meningkatkan penjualan, menyediakan informasi lokasi dan penawaran ritel, serta mengumumkan beberapa program khusus. Menurut Utami (2008), ritel dapat berkomunikasi dengan konsumen melalui beberapa sarana, yaitu iklan, promosi penjualan, publikasi, suasana toko,

website, dan personal selling. c. Manajemen Toko

Selain manajemen barang, manajemen toko dan pengelolaan yang efektif dapat memberi dampak finansial yang signifikan bagi sebuah usaha ritel. Hal ini dapat dilakukan oleh manajer toko dengan meningkatkan produktivitas karyawan toko atau menekan kehilangan persediaan dengan mengembangkan tenaga kerja yang berdedikasi.

Tidak hanya mengelola karyawan toko, namun tata letak dan desain toko juga harus diperhatikan dalam strategi manajemen rantai pasok ritel. Tata letak (layout) toko yang baik dapat membantu konsumen menemukan dan membeli barang. Beberapa tipe layout yang biasa digunakan pada ritel adalah grid,

racetrack, dan bentuk bebas. Desain grid merupakan desain yang paling sesuai bagi konsumen yang ingin menjelajah seluruh bagian toko ritel. Desain racetrack

lebih sesuai toko ritel besar, seperti departemen store. Sedangkan desain bebas dapat ditemukan pada usaha ritel kecil.

Setelah menentukan tipe layout, akan diperlukan space management untuk menentukan berapa banyak space dan persediaan yang harus disediakan ritel untuk suatu kategori atau produk tertentu. Space management juga meliputi penentuan penempatan kategori barang dalam toko. Hal ini bermanfaat untuk


(12)

mengurangi biaya persediaan, meminimalisir out of stock, meningkatkan penjualan dan keuntungan, serta meningkatkan layanan konsumen.

Peningkatan layanan konsumen dapat dilakukan dengan memaksimalkan layanan yang diberikan dengan ekspektasi konsumen. Peritel dapat menggunakan dua strategi dasar untuk menyediakan layanan konsumen, yaitu layanan pribadi, yang bergantung pada penjual yang berhubungan langsung pada konsumen atau layanan standar yang memiliki aturan serta prosedur yang konsisten (Levy & Weitz, 2012).

2.2.5. Aspek Legal

a. Badan Usaha

Menurut Suliyanto (2012), Terdapat beberapa jenis badan hukum yang dapat didirikan di Indonesia yaitu Perseorangan, Firma (Fa), Perseroan Comanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT). Persyaratan perizinan masing-masing berbeda dan diatur dalam peraturan pemerintah yang berlaku.

Perusahaan perseorangan merupakan suatu badan usaha yang dimiliki oleh satu orang dan orang tersebut yang menanggung seluruh resiko secara pribadi. Dalam hal ini, perusahaan dikelola oleh pemilik yang berfungsi sekaligus sebagai direktur atau manajer. Beberapa keuntungan yang didapat dari perusahaan perseorangan ini adalah:

i. Pendirian perusahaan sangat mudah dan tidak berbelit-belit.

ii. Tidak terlalu memerlukan akta formal (akta notaris), sehingga pemilik tidak perlu mengeluarkan biaya yang berlebihan.

iii. Memilki keleluasaan dalam hal mengambil keputusan baik menentukan arah perusahaan ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan perusahaan. iv. Dalam hal peraturan, tidak terlalu banyak peraturan pemerintah yang mengatur perusahaan jenis ini, sehingga pemilik bebas melakukan aktivitasnya. v. Dalam hal pajak, pemilik tidak perlu membayar pajak perseroan, walaupun semua pendapatan harus bayar pajak perorangan. Semua keuntungan menjadi dan dimiliki oleh pemilik dan dapat digunakan secara bebas oleh pemilik.

Sementara itu keterbatasan perusahaan perorangan antara lain dalam hal: i. Permodalan

Lebih sulit memperoleh modal yang artinya jika perusahaan ini ingin mendapatkan tambahan modal atau investasi dari perbankan relatif sulit, terutama untuk jumlah yang besar.


(13)

ii. Ikut tender

Perusahaan perseorangan relatif sulit mengikuti tender karena kesulitan dalam memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen dan jumlah dana yang tersedia. iii. Tanggung jawab

Pemilik perusahaan perseorangan bertanggung jawab terhadap utang perusahaan secara penuh.

iv. Kelangsungan hidup

Biasanya kelangsungan hidup atau umur perusahaan relatif lebih singkat. Hal ini disebabkan sulitnya mencari pengganti pemilik perusahaan apabila pemilik meninggal dunia, sehingga terjadi kefakuman yang menyebabkan kelangsungan hidup perusahaan berakhir.

v. Sulit berkembang

Perusahaan akan sulit berkembang jika menggunakan badan hukum perseorangan. Hal ini dikarenakan kesulitan dalam mengelola usaha yang hanya berada dalam satu tangan. Sehingga jika ingin memperbesar perusahaan harus mengubah badan hukumnya terlebih dahulu.

vi. Administrasi yang tidak terkelola secara baik

Dalam menjalankan aktivitasnya perusahaan perseorangan tidak megelola administrasinya secara baik, sehingga dokumentasi dari setiap transaksi sulit untuk dicari. Bahkan terkadang setiap transaksi tidak didukung dengan dokumen yang seharusnya dibutuhkan.

b. Perizinan

Aspek legal tidak akan terlepas dari perizinan dan persyaratannya. Beberapa persyaratan perizinan untuk usaha yang bergerak di bidang perdagangan adalah Izin Gangguan (HO), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Perizinan yang terkena tarif retribusi adalah HO. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2012 tentang retribusi perizinan tertentu, besarnya retribusi yang terutang diperoleh dari perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi.

Tingkat penggunaan jasa izin gangguan dapat dihitung berdasarkan bobot dan skor dari faktor lingkungan, lokasi, dan besarnya gangguan yang ditimbulkan akibat usaha yang dijalankan. Penentuan besarnya bobot dan skor dapat dilihat pada Lampiran VI Perda Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2012. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2012 pasalnya yang ke-18 juga


(14)

mencantumkan penetapan tarif retribusi untuk Pemberian Izin Gangguan adalah sebagai berikut:

a. Untuk tempat usaha dengan luas sampai dengan 500 m2 (lima ratus meter persegi), sebesar Rp. 2.000/m2 (dua ribu rupiah per meter persegi);

b. Untuk tempat usaha dengan luas lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi), dikenakan tarif sebagaimana tersebut pada huruf a, dengan ditambah untuk luasan selanjutnya yang diperhitungkan secara bertingkat dengan tarif sebagai berikut:

i. di atas 500 m2 (lima ratus meter persegi) sampai dengan 1000 m2 (seribu meter persegi), sebesar Rp. 1.500/m2 (seribu lima ratus rupiah per meter persegi);

ii. di atas 1.000 m2 (seribu meter persegi), sebesar Rp. 1.000/m2 (seribu rupiah per meter persegi).

Penetapan tarif retribusi tersebut paling sedikit sebesar Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) per-izin. Wajib retribusi diwajibkan melakukan daftar ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan retribusi sebesar 50% dari tarif retribusi izin gangguan dalam rangka pengawasan.

2.2.6. Aspek Manajerial

Struktur organisasi menunjukkan aktivitas yang harus dikerjakan oleh seseorang dalam perusahaan, serta menunjukkan garis otoritas dan tanggung jawab orang tersebut. Menurut Levy & Weitz (2012), struktur organisasi bagi usaha ritel skala kecil ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Manajer merchandise

Manajer Toko

Finansial & Akuntan Pemilik /

Manajer Manajemen

Strategi

Karyawan Toko (salespeople)


(15)

Umumnya, usaha ritel skala kecil yang baru berdiri akan ditangani sendiri oleh

pemiliknya. Seiring dengan meningkatnya penjualan, pemilik akan

memperkerjakan karyawan di tokonya, kemudian berkembang sampai perekrutan manajer merchandise (bagian pembelian), manajer toko, serta bagian keuangan.

2.2.7. Aspek Lingkungan

Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta nomor 1 tahun 2012 tentang pengelolaan lingkungan hidup pasal 18 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dalam penyedian RTH pada perencanan penatan ruang, proporsi RTH sebesar paling sedikit 30% dari luas wilayah daerah yang terdiri dari: 20% RTH publik dan 10% RTH privat.

Penghijauan yang dimaksud dapat berupa : a. Penanaman pohon perindang;

b. Taman; c. Taman atap; d. Taman pergola;

e. Tanaman dalam pot dan sejenisnya sesuai dengan ketersedian ruang terbuka untuk mendukung estetika dan ekologi lingkungan.

2.2.8. Aspek Finansial

a. Tingkat Bunga

Minimum Attractive Rate of Return (MARR) yaitu nilai minimal pengembalian yang dapat diterima oleh investor. Perhitungan MARR dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

ic = ir + if + ( ir ) ( if ) (2.1) dengan

ic adalah tingkat bunga yang telah memperhatikan efek inflasi

ir adalah tingkat bunga per tahun yg berlaku

if adalah tingkat inflasi b. Pajak

Berdasarkan keberadaannya, subjek pajak dapat dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri. Subjek pajak dalam negeri dibedakan lagi menjadi orang pribadi, badan, dan warisan. Subjek pajak orang pribadi menjadi


(16)

Wajib Pajak (WP) apabila telah memenuhi kewajiban subjektif maupun objektif. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu menyebutkan bahwa WP dikenai tarif pajak penghasilan final sebesar 1%. Tarif ini berlaku untuk WP yang memiliki peredaran bruto dalam satu bulan tidak lebih dari Rp 4.800.000.000.

c. Depresiasi

Pujawan (2003) menyebutkan bahwa, depresiasi pada dasarnya adalah penurunan nilai suatu properti atau asset karena waktu dan pemakaian. Depresiasi pada suatu properti atau asset bisaanya disebabkan karena satu atau lebih faktor-faktor berikut:

i. Kerusakan fisik akibat pemakaian dari satu alat atau properti tersebut. ii. Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.

iii. Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.

iv. Properti atau aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan teknologi.

v. Penemuan fasilitas-fasilitas yang bisa menghasilkan produk yang lebih baik dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih memadai.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu aset atau suatu properti bisa didepresiasi, antara lain:

i. Harus digunakan untuk keperluan bisnis atau memperoleh penghasilan. ii. Umur ekonomisnya bisa dihitung.

iii. Umur ekonomisnya lebih dari 1 tahun.

iv. Harus merupakan sesuatu yang digunakan, sesuatu yang menjadi usang atau sesuatu yang nilainya menurun akibat sebab-sebab yang alamiah.

Menurut Giatman (2005) secara teoritis ada berbagai metode perhitungan depresiasi, yaitu:

i. Straight of Line Depreciation (SLD)

Metode depresiasi garis lurus (SLD) adalah metode paling sederhana dan paling sering dipakai dalam perhitungan depresiasi aset, karena metode ini relative sederhana. Metode ini pada dasarnya memberikan hasil perhitungan depresiasi yang sama setiap tahun selama umur perhitungan aset. Maka nilai buku aset setiap akhir tahun jika dibuatkan grafiknya akan membentuk garis lurus.


(17)

Parameter-parameter yang diperlukan dalam perhitungan ini adalah nilai investasi, umur produktif aset/ lamanya aset dikenakan depresiasi, nilai aset pada akhir umur produktif aset.

Rumus:

(2.2)

Dimana:

Dt = Jumlah depresiasi per periode

I = Investasi (nilai aset awal)

S = Nilai sisa aset akhir umur produktif

N = Lamanya aset akan didepresiasi

ii. Sum of Years Digits Depreciation (SOYD) iii. Declining Balance Depreciation (DBD)

iv. Double Declining Balance Depreciation (DDBD)

v. Declining Balance Depreciation to Convertion Depreciation

vi. Unit Production of Depreciation

d. Metode Ekuivalensi

Giatman (2006) menyebutkan bahwa metode ekuivalen merupakan metode yang digunakan dalam menghitung kesamaan nilai uang dari suatu waktu ke waktu yang lain. Nilai uang F masa datang menjadi ekuivalen P saat ini pada suku bunga i, dengan demikian:

F = P (1+i)n (2.3)

Faktor pengali (1+i)n disebut faktor pembungaan majemuk tunggal (Single Payment Compund Amount Factor).

e. Analisis Investasi

Suatu investasi merupakan kegiatan menanamkan modal uang jangka panjang, di mana selain investasi tersebut perlu pula disadari dari awal bahwa investasi akan diikuti oleh sejumlah pengeluaran lain yang secara periodik perlu disiapkan. Pengeluaran tersebut terdiri dari biaya operasional, biaya perawatan, dan biaya-biaya lainnya yang tidak dapat dihindarkan. Di samping pengeluaran, investasi akan menghasilkan sejumlah keuntungan atau manfaat, mungkin dalam bentuk penjualan-penjualan produk benda atau jasa.


(18)

Giatman (2006) menyatakan bahwa terdapat berbagai metode dalam mengevaluasi kelayakan investasi dan umum dipakai, yaitu:

i. Metode Net Present Value (NPV)

Giatman (2006) menyatakan bahwa NPV adalah metode menghitung nilai bersih (netto) pada waktu sekarang (present). Metode NPV mengkonversikan semua aliran kas menjadi nilai sekarang (P) dan dijumlahkan sehingga P yang diperoleh mencerminkan nilai netto dari keseluruhan aliran kas yang terjadi selama horizon perencanaan (Pujawan, 2003). Perhitungan NPV memerlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat dari proyek yang direncanakan (Afriyeni, 2012).

Tingkat bunga yang dipakai untuk melakukan konversi adalah MARR. Secara matematis nilai sekarang dari suatu aliran kas dapat dinyatakan sebagai berikut:

(2.4) Dimana:

P(i) = nilai sekarang dari keseluruhan aliran kas pada tingkat bunga i %

At = aliran kas pada akhir periode t

i = MARR

N = horizon perencanaan (periode)

Untuk mengetahui apakah rencana suatu investasi tersebut layak ekonomis atau tidak, diperlukan suatu ukuran/kriteria tertentu dalam metode NPV, yaitu jika: NPV > 0 artinya investasi akan menguntungkan/layak.

NPV < 0 artinya investasi tidak menguntungkan. ii. Metode Annual Equivalent (AE)

iii. Metode Rate of Return (ROR)

Pujawan (2003) menyebutkan bahwa terdapat beberapa ROR yang dikenal dalam ekonomi teknik antara lain Internal Rate of Return (IRR), External Rate of Return (ERR), dan Explicit Reinvestment Rate of Return (ERRR). IRR mengasumsikan bahwa setiap hasil yang diperoleh langsung diinvestasikan kebali dengan tingkat ROR yang sama. Menurut Giatman (2006), metode IRR mencari suku bunga di saat NPV sama dengan nol. Jadi, pada metode IRR ini informasi yang dihasilkan berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk % per periode waktu. Logika sederhananya IRR menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam


(19)

mengembalikan modalnya, sedangkan MARR menjelaskan seberapa besar kewajiban yang harus dipenuhi. Dengan demikian, suatu rencana investasi akan dikatakan layak atau menguntungkan jika : IRR ≥ MARR.

iv. Metode Benefit Cost Ratio (BCR) v. Payback Period (PP)

Payback Period merupakan jangka waktu dari awal usaha hingga kembalinya modal atau hingga pendapatan dengan pengeluaran impas setelah diperhitungkan pajak. Giatman (2006) menyebutkan bahwa lamanya periode pengembalian saat kondisi impas (BEP), jika komponen alian kasnya bersifat

annual, dapat dihitung dengan:

PP = (Investasi / Annual Benefit) x Periode waktu (2.5) Untuk mengetahui kelayakan investasi, diperlukan suatu kriteria tertentu. Metode Payback Periode menunjukkan rencana investasi akan dikatakan layak apabila:

PP n dan sebaliknya. Dimana:

PP = periode pengembalian


(1)

mencantumkan penetapan tarif retribusi untuk Pemberian Izin Gangguan adalah sebagai berikut:

a. Untuk tempat usaha dengan luas sampai dengan 500 m2 (lima ratus meter persegi), sebesar Rp. 2.000/m2 (dua ribu rupiah per meter persegi);

b. Untuk tempat usaha dengan luas lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi), dikenakan tarif sebagaimana tersebut pada huruf a, dengan ditambah untuk luasan selanjutnya yang diperhitungkan secara bertingkat dengan tarif sebagai berikut:

i. di atas 500 m2 (lima ratus meter persegi) sampai dengan 1000 m2 (seribu meter persegi), sebesar Rp. 1.500/m2 (seribu lima ratus rupiah per meter persegi);

ii. di atas 1.000 m2 (seribu meter persegi), sebesar Rp. 1.000/m2 (seribu rupiah per meter persegi).

Penetapan tarif retribusi tersebut paling sedikit sebesar Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) per-izin. Wajib retribusi diwajibkan melakukan daftar ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan retribusi sebesar 50% dari tarif retribusi izin gangguan dalam rangka pengawasan.

2.2.6. Aspek Manajerial

Struktur organisasi menunjukkan aktivitas yang harus dikerjakan oleh seseorang dalam perusahaan, serta menunjukkan garis otoritas dan tanggung jawab orang tersebut. Menurut Levy & Weitz (2012), struktur organisasi bagi usaha ritel skala kecil ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Manajer merchandise

Manajer Toko

Finansial & Akuntan Pemilik /

Manajer Manajemen

Strategi

Karyawan Toko (salespeople)


(2)

Umumnya, usaha ritel skala kecil yang baru berdiri akan ditangani sendiri oleh

pemiliknya. Seiring dengan meningkatnya penjualan, pemilik akan

memperkerjakan karyawan di tokonya, kemudian berkembang sampai perekrutan manajer merchandise (bagian pembelian), manajer toko, serta bagian keuangan.

2.2.7. Aspek Lingkungan

Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta nomor 1 tahun 2012 tentang pengelolaan lingkungan hidup pasal 18 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dalam penyedian RTH pada perencanan penatan ruang, proporsi RTH sebesar paling sedikit 30% dari luas wilayah daerah yang terdiri dari: 20% RTH publik dan 10% RTH privat.

Penghijauan yang dimaksud dapat berupa : a. Penanaman pohon perindang;

b. Taman; c. Taman atap; d. Taman pergola;

e. Tanaman dalam pot dan sejenisnya sesuai dengan ketersedian ruang terbuka untuk mendukung estetika dan ekologi lingkungan.

2.2.8. Aspek Finansial a. Tingkat Bunga

Minimum Attractive Rate of Return (MARR) yaitu nilai minimal pengembalian yang dapat diterima oleh investor. Perhitungan MARR dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

ic = ir + if + ( ir ) ( if ) (2.1) dengan

ic adalah tingkat bunga yang telah memperhatikan efek inflasi

ir adalah tingkat bunga per tahun yg berlaku

if adalah tingkat inflasi b. Pajak

Berdasarkan keberadaannya, subjek pajak dapat dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri. Subjek pajak dalam negeri dibedakan lagi menjadi orang pribadi, badan, dan warisan. Subjek pajak orang pribadi menjadi


(3)

Wajib Pajak (WP) apabila telah memenuhi kewajiban subjektif maupun objektif. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu menyebutkan bahwa WP dikenai tarif pajak penghasilan final sebesar 1%. Tarif ini berlaku untuk WP yang memiliki peredaran bruto dalam satu bulan tidak lebih dari Rp 4.800.000.000.

c. Depresiasi

Pujawan (2003) menyebutkan bahwa, depresiasi pada dasarnya adalah penurunan nilai suatu properti atau asset karena waktu dan pemakaian. Depresiasi pada suatu properti atau asset bisaanya disebabkan karena satu atau lebih faktor-faktor berikut:

i. Kerusakan fisik akibat pemakaian dari satu alat atau properti tersebut. ii. Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.

iii. Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.

iv. Properti atau aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan teknologi.

v. Penemuan fasilitas-fasilitas yang bisa menghasilkan produk yang lebih baik dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih memadai.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu aset atau suatu properti bisa didepresiasi, antara lain:

i. Harus digunakan untuk keperluan bisnis atau memperoleh penghasilan. ii. Umur ekonomisnya bisa dihitung.

iii. Umur ekonomisnya lebih dari 1 tahun.

iv. Harus merupakan sesuatu yang digunakan, sesuatu yang menjadi usang atau sesuatu yang nilainya menurun akibat sebab-sebab yang alamiah.

Menurut Giatman (2005) secara teoritis ada berbagai metode perhitungan depresiasi, yaitu:

i. Straight of Line Depreciation (SLD)

Metode depresiasi garis lurus (SLD) adalah metode paling sederhana dan paling sering dipakai dalam perhitungan depresiasi aset, karena metode ini relative sederhana. Metode ini pada dasarnya memberikan hasil perhitungan depresiasi yang sama setiap tahun selama umur perhitungan aset. Maka nilai buku aset setiap akhir tahun jika dibuatkan grafiknya akan membentuk garis lurus.


(4)

Parameter-parameter yang diperlukan dalam perhitungan ini adalah nilai investasi, umur produktif aset/ lamanya aset dikenakan depresiasi, nilai aset pada akhir umur produktif aset.

Rumus:

(2.2)

Dimana:

Dt = Jumlah depresiasi per periode

I = Investasi (nilai aset awal)

S = Nilai sisa aset akhir umur produktif

N = Lamanya aset akan didepresiasi

ii. Sum of Years Digits Depreciation (SOYD) iii. Declining Balance Depreciation (DBD)

iv. Double Declining Balance Depreciation (DDBD)

v. Declining Balance Depreciation to Convertion Depreciation

vi. Unit Production of Depreciation

d. Metode Ekuivalensi

Giatman (2006) menyebutkan bahwa metode ekuivalen merupakan metode yang digunakan dalam menghitung kesamaan nilai uang dari suatu waktu ke waktu yang lain. Nilai uang F masa datang menjadi ekuivalen P saat ini pada suku bunga i, dengan demikian:

F = P (1+i)n (2.3)

Faktor pengali (1+i)n disebut faktor pembungaan majemuk tunggal (Single

Payment Compund Amount Factor).

e. Analisis Investasi

Suatu investasi merupakan kegiatan menanamkan modal uang jangka panjang, di mana selain investasi tersebut perlu pula disadari dari awal bahwa investasi akan diikuti oleh sejumlah pengeluaran lain yang secara periodik perlu disiapkan. Pengeluaran tersebut terdiri dari biaya operasional, biaya perawatan, dan biaya-biaya lainnya yang tidak dapat dihindarkan. Di samping pengeluaran, investasi akan menghasilkan sejumlah keuntungan atau manfaat, mungkin dalam bentuk penjualan-penjualan produk benda atau jasa.


(5)

Giatman (2006) menyatakan bahwa terdapat berbagai metode dalam mengevaluasi kelayakan investasi dan umum dipakai, yaitu:

i. Metode Net Present Value (NPV)

Giatman (2006) menyatakan bahwa NPV adalah metode menghitung nilai bersih (netto) pada waktu sekarang (present). Metode NPV mengkonversikan semua aliran kas menjadi nilai sekarang (P) dan dijumlahkan sehingga P yang diperoleh mencerminkan nilai netto dari keseluruhan aliran kas yang terjadi selama horizon perencanaan (Pujawan, 2003). Perhitungan NPV memerlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat dari proyek yang direncanakan (Afriyeni, 2012).

Tingkat bunga yang dipakai untuk melakukan konversi adalah MARR. Secara matematis nilai sekarang dari suatu aliran kas dapat dinyatakan sebagai berikut:

(2.4) Dimana:

P(i) = nilai sekarang dari keseluruhan aliran kas pada tingkat bunga i %

At = aliran kas pada akhir periode t

i = MARR

N = horizon perencanaan (periode)

Untuk mengetahui apakah rencana suatu investasi tersebut layak ekonomis atau tidak, diperlukan suatu ukuran/kriteria tertentu dalam metode NPV, yaitu jika: NPV > 0 artinya investasi akan menguntungkan/layak.

NPV < 0 artinya investasi tidak menguntungkan. ii. Metode Annual Equivalent (AE)

iii. Metode Rate of Return (ROR)

Pujawan (2003) menyebutkan bahwa terdapat beberapa ROR yang dikenal dalam ekonomi teknik antara lain Internal Rate of Return (IRR), External Rate of Return (ERR), dan Explicit Reinvestment Rate of Return (ERRR). IRR mengasumsikan bahwa setiap hasil yang diperoleh langsung diinvestasikan kebali dengan tingkat ROR yang sama. Menurut Giatman (2006), metode IRR mencari suku bunga di saat NPV sama dengan nol. Jadi, pada metode IRR ini informasi yang dihasilkan berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk % per periode waktu. Logika sederhananya IRR menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam


(6)

mengembalikan modalnya, sedangkan MARR menjelaskan seberapa besar kewajiban yang harus dipenuhi. Dengan demikian, suatu rencana investasi akan dikatakan layak atau menguntungkan jika : IRR ≥ MARR.

iv. Metode Benefit Cost Ratio (BCR) v. Payback Period (PP)

Payback Period merupakan jangka waktu dari awal usaha hingga kembalinya modal atau hingga pendapatan dengan pengeluaran impas setelah diperhitungkan pajak. Giatman (2006) menyebutkan bahwa lamanya periode pengembalian saat kondisi impas (BEP), jika komponen alian kasnya bersifat

annual, dapat dihitung dengan:

PP = (Investasi / Annual Benefit) x Periode waktu (2.5) Untuk mengetahui kelayakan investasi, diperlukan suatu kriteria tertentu. Metode Payback Periode menunjukkan rencana investasi akan dikatakan layak apabila:

PP≤ n dan sebaliknya. Dimana:

PP = periode pengembalian