The role of wild waterbird in spreading avian influenza virus subtype H5N1 at Pulau Dua Nature Reverse

PERAN BURUNG AIR LIAR DALAM PENYEBARAN
VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1
DI CAGAR ALAM PULAU DUA

DEWI ELFIDASARI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya nyatakan bahwa disertasi berjudul Peran burung air liar
dalam penyebaran virus Avian Influenza Subtipe H5N1 di Cagar Alam Pulau
Dua adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Dewi Elfidasari
NIM G362080051

RINGKASAN
DEWI ELFIDASARI. Peran Burung Air Liar Dalam Penyebaran Virus
Avian Influenza Subtipe H5N1 di Cagar Alam Pulau Dua. Dibimbing oleh :
DEDY DURYADI SOLIHIN, RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO, dan
SRI MURTINI.

Unggas air seperti bebek/itik,entok dan angsa merupakan reservoir alami
virus Avian Influenza (AI) subtipe H5N1. Pada reservoir alami, virus AI subtipe
H5N1 bersifat low pathogenic LPAI. Selain Unggas air, burung air liar juga
diduga berperan sebagai reservoir alami virus AI subtipe H5N1. Virus low
pathogenic Avian Influenza (LPAI) telah berhasil diisolasi dari 105 jenis burung
liar, yang sebagian besar merupakan ordo Anseriformes dan Charadiiformes.

Dugaan adanya peran burung liar dan burung migran dalam proses penyebaran
virus AI hingga saat ini masih belum dapat dibuktikan, sehingga perlu
dilakukannya penelitian yang intensif. Tingkat kematian yang tinggi pada burungburung air liar dilaporkan terjadi di sejumlah negara, tetapi belum jelas penyebab
kematian tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan seroprevalensi virus Avian
Influenza (AI) subtipe H5N1 dari burung air liar penetap di kawasan Cagar Alam
Pulau Dua (CAPD); (2) mengidentifikasi keberadaan gen Mx pada burung air liar
terkait kemampuan ketahanan spesies ini dari serangan virus AI; (3)
mengidentifikasi keberadaan virus AI subtipe H5N1 pada burung-burung air liar
penetap di CAPD serta melihat potensi burung-burung tersebut sebagai reservoir
virus AI subtipe H5N1,
Diagnosa adanya paparan atau infeksi virus AI digunakan untuk
menentukan keberadaan virus AI di dalam tubuh unggas. Uji serologis dilakukan
untuk melihat titer antibodi di dalam tubuh unggas. Pembentukan antibodi diawali
ketika tubuh terinfeksi oleh virus. Sebagai substansi khusus yang dibentuk oleh
tubuh, antibodi merupakan respon terhadap stimulasi antigen yang bersifat
antigenik.
Hasil seroprevalensi pada tahun 2008, 2010 dan 2011 terhadap sampel
serum burung air liar di CAPD menunjukkan telah terbentuk antibodi akibat
paparan virus Avian Influenza subtipe H5N1 pada burung-burung tersebut. Nilai

rataan titer antibodi pada masing-masing spesies sangat rendah.
Rendahnya titer antibodi dapat disebabkan beberapa faktor antara lain
paparan virus AI terjadi secara tidak langsung, jumlah virus yang memaparkan
relatif sedikit, waktu pemaparan relatif singkat dan virus yang memaparkan
bersifat patogenitas rendah. Transmisi tidak langsung terjadi melalui air yang
merupakan sumber air minum bagi burung-burung air liar maupun unggas
domestik. Sekresi air liur dan cairan hidung, serta feses dari unggas yang
terinfeksi tersebar dengan perantara air yang terdapat pada tempat interaksi antara
burung-burung air liar dan unggas domestik.
Protein Mx merupakan bagian dari innate immune system yang diketahui
memiliki kemampuan menghambat replikasi berbagai macam virus. Protein Mx
yang disandikan oleh gen Mx berperan sebagai anti viral. Gen Mx merupakan

salah satu gen yang mengatur resistensi terhadap myxovirus termasuk virus
inlfuenza.
Hasil PCR yang dilakukan terhadap DNA delapan spesies burung air liar
dan 3 spesies unggas domestik (ayam, bebek dan entok) asal sekitar CAPD
menggunakan primer NE-F2 dan NE-R2/R diperoleh produk PCR dengan
panjang pita 100 bp. Ini menunjukkan bahwa keberadaan gen Mx dapat dilihat
pada produk PCR tersebut. Hasil ini menjelaskan bahwa di dalam tubuh burung

air liar penetap di kawasan CAPD memiliki gen Mx yang sama seperti yang
dimiliki oleh ayam, bebek dan entok.
Hasil pemeriksaan Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLP)
pada burung air liar dan unggas air dengan menggunakan enzim pemotong RsaI
menunjukkan satu pita pemotongan sebesar 73 bp (hanya bergenotip GG). Ini
memberikan informasi bahwa pada burung air liar dan unggas air domestik (entok
& bebek) di sekitar CAPD tidak menunjukkan polimorfisme karena semua
fragmen terpotong pada satu pita sebesar 73 bp. Pada ayam, pemotongan fragmen
73 bp dengan genotip GG menunjukan aktivitas antivirus yang rendah karena
memiliki gen Mx yang rentan terhadap serangan virus AI subtipe H5N1. Hal ini
tidak terjadi pada bebek, entok dan burung air liar, meskipun hanya memiliki satu
potongan pita yang menunjukkan alel Mx-, akan tetapi burung air liar penetap di
CAPD tahan terhadap paparan virus AI subtipe H5N1.
Identifikasi keberadaan virus dilakukan dengan RT-PCR menggunakan
primer H5 Kha-1 dan reverse H5 Kha-3 untuk mendeteksi keberadaan gen H5.
Hasil identifikasi HA subtipe H5 pada burung-burung air liar penetap di CAPD
dengan menggunakan pasangan primer H5 menjelaskan bahwa subtipe H5 tidak
terdeteksi pada burung-burung tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan tidak
terdapatnya pita positif yang mengindikasi tidak adanya virus AI subtipe H5 pada
burung air liar tersebut.

Tidak terdapatnya hasil positif yang menunjukkan adanya virus AI subtipe
H5 pada analisa molekuler terhadap RNA virus dari burung air liar penetap di
CAPD semakin memperkuat dugaan bahwa burung air bukan tempat replikasi
virus AI subtipe H5N1. Potensi burung air liar penetap sebagai sumber penularan
virus AI subtipe H5N1 sangat kecil sekali karena 2 faktor, pertama hasil positif
dari deteksi material genetik tidak mampu menjelaskan adanya virus yang hidup
atau mati sehingga kemampuan untuk menyebarkan virus AI belum dapat
dipastikan. Kedua, pada saat dilakukan pengambilan sampel usap kloaka bukan
merupakan waktu viral shedding. Meskipun demikian tetap harus diwaspadai
adanya kemungkinan penularan virus AI subtipe yang lain pada burung air liar
penetap melalui unggas di sekitar kawasan CAPD.
Kata Kunci : Burung air liar penetap, virus AI subtipe H5N1, Seroprevalensi, Gen
Mx, reservoir

SUMMARY
DEWI ELFIDASARI. The Role of Wild Waterbird in Spreading Avian
Influenza Virus Subtype H5N1 at Pulau Dua Nature Reverse. Supervised by
DEDY DURYADI SOLIHIN, RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO and
SRI MURTINI.
Waterfowls such as ducks, muscovy, and swans are natural reservoir of

influenza virus subtype H5N1. In natural reservoir, the AI virus is Low
Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Instead of domestic waterfowls, wild
waterbird species could also have a role in spreading AI subtype H5N1 virus. So
far LPAI have been isolated from 105 species of wild birds, most of them were
from Anseriformes and Charadiiformes order. Presumption that wild birds and
migratory birds have a role in spreading AI virus, has not been proven until now
because the intensive research has not been done. The mortality rate of wild
waterbirds that reported in several countries, had not clearly explained the cause
of death.
The objectives of this research were (1) to estimate the seroprevalence of AI
virus subtype H5N1 from residence wild waterbirds, in Pulau Dua Nature
Reverse; (2) to identify the Mx gene as resistant anti viral gene from AI virus in
wild waterbirds; (3) to identify the presence of AI virus subtype H5N1 on
residence waterbirds in Pulau Dua Nature Reverse, also to observe the potential of
wild waterbirds as reservoir for spreading AI virus subtype H5N1
The serological test to detect the presence of antibody antiviral AI virus
subtype H5N1 was used to determine the exposure of AI virus subtype H5N1
among wild waterbirds in CAPD. Since antibody is the substance that appear in
individual exposed when they are exposed by the strange antigen.
The serosurveillans from wild waterbirds in CPAD had been done in 2008,

2010 and 2011. Serological test by Haemagglutinin-inhibition (HI) showed that
six from nine species of residence wild waterbirds in CPAD produced antibody AI
virus H5N1. It is explain that that those species were exposed by AI virus subtype
H5N1 with low antibody titer.
The low antibody titer can be caused by several factors such as AI virus
exposure occurring indirectly, there was a small number of virus that exposure to
wild waterbirds, the exposure time was very short, and the virus was low
pathogenic. Indirect transmission occurred through the water as the source of
drinking water for wild and domestic waterbirds, through saliva and nasal
secretions and feces. Water as a media for transmission virus where there were
interactions between wild waterbirds, waterfowls and domestic birds.
Mx protein as part of dynamin super family (GTP ase) is a part of the innate
immune system. Mx proteins were known to have the ability to inhibit the
replication of various viruses. Mx protein coded by Mx genes that specifically
anti-viral influenza in several animals. Mx gene was the one of the several genes
that regulated myxovirus resistance.
DNA of eight wild waterbirds species and three domestic birds (chicken,
duck and Muscovy) around CAPD were examined by PCR using NE-F2 and NER2/R primer obtaining PCR product with a length of 100 bp band. It indicated

that most birds could have 100 bp band. These results explained that the Mx gene

in residence wild waterbirds from CAPD could be the same as in the chicken,
muscovy and duck.
The results of PCR-RFLP in wild waterbirds and domestic waterfowls using
the restriction enzyme RsaI showed band in 73 bp length (only have GG
genotype). It informed that there was no polymorphism because all fragments
display only one band (73bp ) in wild waterbirds and domestic waterfowls
(muscovy and duck) around CAPD showed. In chickens, the 73 bp fragment (GG
genotype) showed low antivirus activity because it has sensitive Mx gene (allele
Mx-) and responsive to AI virus subtype H5N1 attack. This is not happened to
ducks, muscovy, and wild waterbirds, although they have only one band (Mxalleles). It was not caused death or clinical symptoms by the exposure of AI virus
subtype H5N1.
The virus identification by RT-PCR with primer used in identification of
HA subtypes H5. Forward primers was H5 Kha-1 and reverse H5 Kha-3primer
pair. The identification results of HA subtypes H5 in residence wild waterbirds in
CAPD showed that the H5 subtype was not detected in these wild waterbirds. This
was showed by the absence of positive bands that indicate the presence of the AI
virus subtypes H5 in wild waterbirds.
The absence of AI virus subtype H5N1 in nine species of residence wild
waterbirds including Ciconiformes and Pelecaniformes order showed that these
birds do not have the potential as a reservoir for AI virus subtype H5N1. It gives

the information that birds are not a suitable host for the cultured AI virus subtype
H5N1, so that there were no viral shedding into the environment from residence
wild waterbirds.
Keywords: residence wild waterbirds, AI virus subtype H5N1, seroprevalence,
Mx gene, reservoir

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERAN BURUNG AIR LIAR DALAM PENYEBARAN
VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1
DI CAGAR ALAM PULAU DUA


DEWI ELFIDASARI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup

Prof. Dr. drh. I WayanTeguh Wibawan, MS
Dr. Tike Sartika, MS

Penguji pada Ujian Terbuka


drh. Kamaluddin Zarkassie, M.Sc., Ph.D
Ir. Dewi Malia Prawiradilaga, M.Rur.Sc., Ph.D

Judul Disertasi
Nama
NIM

Peran Burung Air Liar dalam Penyebaran Virus Avian Influenza
Subtipe H5Nl di eagar Alam Pulau Dua
Dewi Elfidasari
G362080051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA
Ketua

Prof Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Anggota

Dr. drh. Sri Murtini. M. Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biosains
wan

Dr. Bambang Suryobroto

30 JUL 2013

Tanggal Ujian : 28 Juni 2013

Tanggal Lulus :............. .. .... .. ... .

Judul Disertasi
Nama
NIM

: Peran Burung Air Liar dalam Penyebaran Virus Avian Influenza
Subtipe H5N1 di Cagar Alam Pulau Dua
: Dewi Elfidasari
: G362080051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA
Ketua

Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Anggota

Dr. drh. Sri Murtini, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biosains Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Bambang Suryobroto

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Ujian : 28 Juni 2013

Tanggal Lulus :.........................

1

PRAKATA
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia
dan hidayah-Nya penulisan disertasi berjudul Peran Burung Air Liar dalam
Penyebaran Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 di Cagar Alam Pulau Dua
dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian mendapat dana dari Insentif Riset
Dasar KNRT 2007-2008, Hibah Kompetitif Prioritas Nasional DP2M DIKTI
tahun 2010, Grant LP2M UAI 2012 dan Hibah Fundamental DP2M DIKTI 2013.
Penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA; Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono,
MS dan Dr. drh. Sri Murtini, M.Si selaku pembimbing, atas bimbingan dan segala
bantuan berbagai kemudahan penggunaan fasilitas penunjang penelitian dan
kelancaran penyelesaian studi.
Kepada para penguji luar komisi Prof. Dr. drh. I Wayan T Wibawan, M.S
dan Dr. Tike Sartika, M.Si (pada Ujian Tertutup); drh. Kamaludin Zarkassie,
M.Sc., Ph.D dan Ir. Dewi Malia Prawiradilaga, M.Rur.Sc., Ph.D (pada Ujian
Terbuka) penulis mengucapkan terimakasih atas perbaikan, saran dan masukan
demi kesempurnaan disertasi ini.
Terimakasih kepada Staf BKSDA Serang, Jagawana CAPD (Pak Umar dan
Pak Madsahi), drh. Tutur, drh. Iyas, drh. Nandi, Rahma Micho, S.Si, Dwi Putra A,
S.Si, Lia M, S,Si, Edwinata, S.Si, Frisa, drh. Okti N. Poetri M.Si, Dr. Ni Luh Putu
Ika, drh. Ita, Mega, drh. Lina, drh. Vivi, Pak Lukman, Mas Wahyu dan Pak Nur
atas bantuan selama pengambilan sampel di CAPD dan analisa di lab. Terpadu
Bag. Imunologi IPHK Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Kepada Bapak drs. Yus Rusila Noor (WI-IP), Prof. Dr. Ani Mardiastuti,
M.Sc (KSDA Fahutan-IPB) terimakasih atas kesempatan diskusi dan berbagi ilmu
terkait burung air dan konservasi. Rekan-rekan Mayor BSH SPs IPB angkatan
2008 (Ibu Wahyu Prihatini, Ibu Harini Nurcahya, Dr. Melta Rini, Dr. Islamul
Hadi, Dr. Nurlisa), staf Laboran dan rekan-rekan di Lab. BioMolekuler Hewan
PPSHB (Pak Heri, Dr. Dewi Indriani R, Dr. Niken Subekti, Dr. Fahma Wijaya,
Dr. Suriana, Pak Hari Prayogo, Pak Tri Haryoko, Dr. Luciana) terimakasih atas
kebersamaan, saling bantu dan “support” selama 5 tahun ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada sivitas akademik Universitas Al
Azhar Indonesia terutama pada Fakultas Sains dan Teknologi Prodi Biologi (Ibu
Dr. Nita Noriko; Risa Swandari W; Ibu Riris; Pak Syafitri Jumianto; Arief
Pambudi) atas bantuan, dukungan dan kerjasama selama ini.
Kepada keluarga tersayang, Ibunda Sri Sarifah, suami Mulya Fahrizal dan
empat buah hati (Annisa Nurul Hanifah, Achmad Hanif Khairullah, Arifah Husna
Khairunnisa dan Amirah Nurul Husniyah), serta Lativa Savitri Elba terimakasih
atas doa, motivasi, dukungan, ketulusan, keikhlasan dan kesetiaan yang diberikan.
Semoga disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya bidang biologi.

Bogor, Juli 2013
Dewi Elfidasari

2

3

4

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Unggas air seperti bebek/itik, entok dan angsa merupakan reservoir alami
virus Avian Influenza (AI) subtipe H5N1. FAO (2008) memasukan unggas air ke
dalam reservoir alami yang keberadaannya diperhitungkan sebagai sumber
penularan virus AI subtipe H5N1. Pada reservoir alami, virus AI subtipe H5N1
bersifat low pathogenic Avian Influenza (LPAI). Burung air liar diduga sebagai
reservoir alami virus AI subtipe H5N1, demikian pula unggas air. Sejumlah
penelitian menunjukkan adanya peran burung liar sebagai reservoir virus AI
subtipe H5N1 (CDC 2005; Khawaja et al. 2005; Hlinak et al. 2006; Clark dan
Hall 2006; Munster et al. 2007; Wallensten et al. 2007).
Virus low pathogenic Avian Influenza (LPAI) telah berhasil diisolasi dari
105 jenis burung liar, yang sebagian besar merupakan ordo Anseriformes dan
Charadriiformes (FAO 2008). Kedua ordo tersebut mencakup berbagai jenis
burung air liar (penetap maupun migran). Serangkaian penelitian terdahulu
memberi informasi adanya potensi dan peran burung migran dalam menyebarkan
virus AI subtipe H5N1 (Ricardson 2006; Van Gils et al. 2007; Robinson 2007;
Winker et al. 2007; FAO 2008). Pada burung-burung tersebut masuknya virus AI
ke dalam tubuh tidak menyebabkan timbulnya gejala klinis, akan tetapi dapat
menurunkan aktivitas mencari pakan dan migrasi. Sebanyak 75 jenis dari 10 ordo
burung diketahui memiliki peran dalam menyebarkan virus AI subtipe H5N1,
lebih dari 50% diantaranya merupakan burung air (FAO 2008).
Burung air yang merupakan salah satu indikator kondisi lingkungan adalah
kelompok burung yang secara ekologis bergantung pada kawasan perairan baik
sebagai habitat atau sebagai tempat mencari makan (Elfidasari 2007; FAO 2008;
Lewis et al. 2008. White et al. 2009). Berdasarkan cara hidupnya, burung air
dapat dibagi menjadi burung air domestik dan burung air liar. Burung air
domestik sering disebut dengan unggas air, adalah burung air yang sengaja
dipelihara dan dibudidayakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
seperti bebek, itik dan entok. Burung air liar adalah burung air yang hidup dan
menetap di alam liar, contohnya bangau, kuntul, camar, dan pecuk. Berdasarkan
keberadaannya di suatu daerah, burung air liar dibagi menjadi dua kelompok yaitu
burung air liar bermigrasi (migratory waterbird) dan burung air liar penetap
(residence waterbird).
Burung-burung liar migran akan bermigrasi dari negara-negara subtropis
yang memasuki musim dingin ke negara tropis atau yang berada dalam musim
panas dengan menempuh jarak ribuan kilometer. Belum ada bukti bahwa burungburung liar dan burung migran berperan dalam penyebaran virus AI, namun
secara umum dinyatakan bahwa burung tersebut memiliki potensi dan peran
sebagai sumber virus AI subtipe H5N1 di tempat persinggahan sementara yang
dilaluinya pada saat bermigrasi. Hal ini ditunjukan dari sejumlah kematian
burung-burung air liar tersebut pada daerah jalur yang dilintasi saat migrasi
burung. Interaksi langsung antara kelompok burung air liar migran dan penetap
terjadi pada saat musim migrasi. Interaksi yang terjadi pada saat mencari makan

5

ditempat yang sama inilah yang memungkinkan terjadinya penularan virus AI
subtipe H5N1 tersebut (Hulse-Post et al. 2005; Monke dan Corn 2007)
Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) merupakan penyakit zoonosis
yang bersifat sangat fatal dan menular. HPAI subtipe H5N1 dapat mengakibatkan
gejala klinis berupa gangguan pada saluran pernapasan, gastro-intestinal dan atau
syaraf. Wabah AI di Asia pertama kali dilaporkan di Cina Selatan tahun 19961997, selanjutnya menyebar dan menyebabkan kematian unggas di negara-negara
kawasan Asia sejak awal tahun 2004 (Smith et al. 2004). Di Indonesia wabah AI
pertama kali terjadi pada awal September 2003 hingga April 2004, menyebabkan
kematian pada unggas akibat infeksi AI di beberapa wilayah di Indonesia meliputi
Pulau Sumatera, Jawa dan Bali. Wabah ini menyerang ayam petelur dan pedaging,
burung puyuh, dan ayam kampung. Tingkat hewan sakit (morbiditas) dan tingkat
kematian (mortalitas) akibat infeksi AI sangat tinggi yaitu mencapai 90%.
Penyebaran penyakit ini berlangsung sangat cepat terutama melalui perdagangan
dan lalulintas unggas (Dharmayanti et al. 2004; Dharmayanti et al. 2006).
Wabah AI tersebut belum diketahui pengaruhnya terhadap burung liar
5hingga tahun 2004. Virus AI subtipe H5N1 diketahui telah membunuh 6.000
ekor burung air di Suaka Margasatwa Danau Qinghai, Barat laut China pada bulan
Mei 2005. Jenis burung-burung air yang mati meliputi Anser indicus,
Phalacrocorax carbo, Larus sp dan Tadorna ferruginea. Pada tahun yang sama
bulan Juli-Agustus, di Mongolia juga dilaporkan terjadi kasus kematian pada
beberapa ekor burung migran Anser indicus dan Cygnus cygnus di dua danau yang
berbeda di wilayah utara Mongolia (FAO 2008).
Pada tahun 2007, 38 negara yang berada di tiga benua (Asia, Eropa dan
Afrika) melaporkan adanya virus AI subtipe H5N1 pada burung-burung liar. Di
Asia, virus tersebut telah terdeteksi di 10 negara, sedangkan di Eropa virus
tersebut telah terdeteksi di 25 negara, di Afrika virus AI subtipe H5N1 pada
burung liar dijumpai pada 3 negara (FAO 2008).
Virus HPAI subtipe H5N1 dinyatakan endemik di 31 dari 33 propinsi di
Indonesia pada tahun 2008. Transmisi zoonotik dari unggas ke manusia terjadi
sejak pertengahan tahun 2005. Kematian manusia akibat H5N1 di Indonesia
tercatat paling tinggi di dunia dengan jumlah kematian 159 orang dari 191 orang
yang positif terinfeksi hingga Maret 2013. (SEARO 2013; WHO 2013). Kematian
manusia paling banyak terjadi di DKI Jakarta (44 orang), Jawa Barat (38 orang),
dan Banten (29 orang) (KNPZRI 2012).
Meningkatnya penderita Avian influenza Virus (AIV) di rumah sakit-rumah
sakit di Propinsi Banten dan DKI Jakarta setiap bulan pada tahun 2005-2009
menunjukan bahwa tingkat penyebaran virus ini terjadi dengan sangat cepat.
Keberadaan unggas peliharaan (seperti ayam, bebek dan burung) yang berada di
sekitar kawasan perumahan penduduk selama ini diduga turut berperan dalam
proses penyebaran virus AI subtipe H5N1 tersebut. Namun informasi mekanisme
penularan virus AI pada hewan-hewan peliharaan belum jelas.
Alur penularan virus AI dari unggas ke manusia belum terbukti secara
ilmiah, namun secara umum ada tiga kemungkinan alur penularan virus AI
(H5N1) dari unggas ke manusia (Gambar 1) (Mulyadi dan Prihatini 2005).
Kemungkinan 1 dan kemungkinan 2 terdapat kemiripan yang cukup dekat
sehingga skenario tersebut dapat digabung membentuk 2 skenario yang
dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya inang perantara babi (Gambar 1).

6

Kemungkinan 1.
Unggas liar
Unggas domestik
Babi terinfeksi virus influenza-burung dan virus influenza manusia
Manusia
Menular ke manusia lain

Kemungkinan 2
Unggas liar

Unggas domestik
Babi terinfeksi virus influenza-burung dan virus influenza manusia
manusia lain

Kemungkinan 3
Unggas liar
Unggas domestik
Manusia terinfeksi virus influenza-burung
Menular ke manusia lain
Gambar 1. Alur penularan virus AI subtipe H5N1 (Mulyadi dan Prihatini 2005)

Berdasarkan kemungkinan yang dapat terjadi tersebut, maka diperlukan
informasi terkait peran burung air liar dalam proses penyebaran virus AI. Sumber
inforrmasi diperoleh baik melalui uji serologi maupun uji molekuler lengkap yang
dapat mengidentifikasi dan mengetahui karakteristik virus AI yang terdapat pada
burung air liar tersebut. Berbagai dugaan termasuk peran keberadaan burung liar
dan burung migran dalam proses penyebaran virus ini masih belum dapat
dibuktikan, karena belum dilakukannya penelitian yang intensif. Tingkat kematian
yang dilaporkan terjadi pada burung-burung air liar yang dijumpai pada sejumlah
negara belum juga menjelaskan penyebab kematian tersebut.
Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan daerah lahan basah yang telah
ditetapkan sebagai wilayah utama bagi konservasi burung-burung air pada tahun

7

1937, berdasarkan keputusan Gubenur Jenderal Hindia Belanda tanggal 30 Juli
1937 No. 21 Stbl 474 (Milton dan Marhadi 1985; Partomihardjo 1986). Terdapat
12 spesies burung air yang menjadi penetap pada kawasan tersebut, Anhinga
melanogaster,Threskiornis melanocephalus, Plegadis falcinellus, Casmerodius
albus, Egretta intermedia, Egretta garzetta, Bubulcus ibis, Nycticorax nycticorax,
Ardeola speciosa, Phalacrocorax sp, Ardea cinerea, Ardea purpurea (RusilaNoor 1996).
Beberapa jenis burung migran juga tercatat dijumpai di kawasan CAPD
pada saat musim migrasi. Burung-burung tersebut meliputi bambangan kuning
(Ixobrychus sinensis), cerek kenyut (Pluvialis fulva), cerek kalung kecil
(Charadrius dubius), trinil pantai (Actitis hypoleucos), dan kirik-kirik laut
(Merops phillipinus) (Prawiradilaga et.al. 2009). Pada musim migrasi ini terjadi
interaksi antara burung migran dan penetap di kawasan CAPD. Interaksi yang
terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung inilah yang memungkinkan
terjadinya penyebaran virus AI subtipe H5N1 (Robinson 2007; FAO 2008).
Van Gils et al. (2007) menyatakan bahwa penyebaran virus AI subtipe
H5N1 diduga terjadi pada saat burung migran singgah di suatu kawasan. Burung
migran tersebut akan berinteraksi dan melakukan kontak dengan burung air
penetap atau unggas air yang terdapat di kawasan tersebut. Kontak langsung
terjadi pada saat mencari pakan di lokasi yang sama. Penularan virus AI subtipe
H5N1 dapat terjadi melalui makanan maupun air yang telah tercemar virus
tersebut. Cemaran virus AI subtipe H5N1 dapat berasal dari air liur dan feses yang
berasal dari burung migran dan dikeluarkan pada kawasan tersebut saat mencari
pakan. Secara umum, virus AI subtipe H5N1 di permukaan air memiliki
kemampuan untuk bertahan selama 4 hari pada suhu 22oC, dan lebih dari 30 hari
pada suhu 0oC. Suspensi virus tersebut menunjukkan kemampuan yang baik
dalam mempertahankan strukturnya di alam dan mampu mempertahankan daya
penularannya selama lebih dari 100 hari pada suhu 17oC, terutama di permukaan
air. Di bawah -50oC virus AI subtipe H5N1 dapat bertahan lebih lama lagi
(CIDRAP 2004; Kamps et al. 2006).
Kemampuan adaptasi virus AI subtipe H5N1 yang cukup baik ini diduga
menjadi salah satu faktor yang berperan dalam proses penyebaran virus AI dari
burung air liar ke unggas domestik atau sebaliknya, dari unggas domestik ke
burung air liar. Survei dan pengambilan sampel telah dilakukan terhadap ratusan
ribu burung liar yang sehat baik migran maupun penetap, namun hingga saat ini
sumber virus AI subtipe H5N1 tersebut belum teridentifikasi dengan pasti (FAO
2008).
Perumusan Masalah
Hasil serosurveilans yang dilakukan pada tahun 2007 terhadap delapan
spesies burung air liar dari 12 spesies yang menghuni kawasan Cagar Alam Pulau
Dua memberikan hasil positif telah terbentuk antibodi terhadap AI subtipe H5N1
(Elfidasari et al. 2007). Hal ini menunjukkan adanya paparan virus AI pada
burung-burung air liar penetap yang berada di kawasan Cagar Alam Pulau Dua.
Kontak langsung antara burung air liar dan unggas domestik (bebek, itik, entok)
pada saat mencari pakan di lokasi yang sama di luar kawasan CAPD
memungkinkan terjadinya penyebaran virus, sehingga paparan virus AI pada

8

burung air liar tidak dapat dihindari. Kondisi ini diduga menjadi salah satu faktor
yang berperan dalam proses penularan virus AI dari burung air liar ke unggas
domestik atau sebaliknya, dari unggas domestik ke burung air liar.
Adanya paparan virus AI sub tipe H5N1 pada burung air liar di CAPD tanpa
memperlihatkan gejala-gejala terinfeksi penyakit diduga berkaitan dengan daya
tahan (resistensi) burung air liar. Paparan virus AI tanpa gejala-gejala dapat juga
diakibatkan infeksi oleh virus AI subtipe H5N1 dalam jumlah sedikit demi sedikit
sehingga tubuh mampu membentuk kekebalan tubuh (antibodi) dengan titer
antibodi yang rendah.
Resistensi merupakan kemampuan yang ditunjukan oleh suatu individu
dalam mempertahankan tubuh terhadap infeksi penyakit yang berasal dari
mikroorganisme baik virus, bakteri parasit maupun jamur. Mekanisme resisten
berkaitan erat dengan sistem kekebalan tubuh (sistem imun) dalam memberi
respon terhadap masuknya mikroorganisme asing ke dalam tubuh suatu individu.
Sistem ini akan segera memberi reaksi yang tepat untuk mencegah timbulnya
penyakit yang disebabkan masuknya antigen atau patogen asing tersebut.
Sistem imun yang memberi respon pertama terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh hewan merupakan sistem imun nonspesifik.
Sistim imun ini didapat sejak lahir dan bekerja pada saat masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh. Mekanisme awal yang dilakukan sistem imun
nonspesifik adalah mendeteksi mikroorganisme asing yang masuk ke dalam
tubuh dan selanjutnya akan melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkan
mikroorganisme tersebut. Sistem imun nonspesifik merupakan “barier” pertama
pertahanan tubuh masuknya mikroorganisme meskipun baru pertama kali dikenali
(Radji 2010; Mayer 2011).
Salah satu faktor penting dalam sistem imun yang menghasilkan sifat
resistensi terhadap masuknya virus ke dalam tubuh adalah interferon. Interferon
merupakan golongan protein tertentu yang mampu menghasilkan kekebalan
nonspesifik terhadap infeksi virus. Interferon memiliki efek antivirus baik secara
langsung maupun tidak langsung. Interferon dapat bekerja dengan cara
menginduksi sel-sel pembentukan enzim yang dapat merusak RNA virus dan
menghambat sintesis protein sehingga mampu menghambat replikasi virus. Pada
saat virus menginfeksi sebuah sel, asam nukleat virus akan menginduksi
perangkat genetik sel untuk membentuk interferon. Interferon akan dikeluarkan ke
dalam cairan ektraseluler dan berikatan dengan reseptor pada membran plasma
sel-sel di sekitar invasi virus. Ikatan antara reseptor dengan membran plasma sel
tersebut akan merangsang sel inang membentuk enzim-enzim atau protein
antivirus yang akan menghambat perbanyakan virus, salah satunya adalah protein
Mx (Lee dan Vidal 2003; Ewald et al. 2010; Mayer 2011).
Serangkaian penelitian terkait dengan resistensi ayam-ayam yang masih
hidup dari wabah AI antara tahun 2005-2009 menunjukkan bahwa terdapat gen
Mx yang mampu mempengaruhi tingkat resistensi atau kerentanan pada ayam
terhadap infeksi virus. Gen tersebut teraktivasi ketika terjadi infeksi virus AI.
Sifat resisten pada gen Mx dipengaruhi oleh perbedaan asam amino pada posisi
631. Alel A yang menyandikan asparagin pada posisi tersebut menentukan sifat
resisten sedangkan alel G yang menyandikan serin menyebabkan sifat rentan
terhadap infeksi virus AI (Ko et al. 2002; Li et al. 2007).

9

Hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu memberi
informasi status ayam dengan tingkat resisten tinggi dan tidak menunjukkan
gejala terinfeksi AI memiliki frekuensi alel A (alel Mx+) yang tinggi yaitu lebih
dari 50% dibandingkan yang memiliki alel G (alel Mx-) (Ko et al. 2002; Seyama
et al. 2006; li et al. 2006; Quan et al. 2010). Menurut Sulandari et al. (2009) dan
Sartika et al. (2011), ayam lokal di Indonesia mempunyai frekuensi alel A lebih
dari 60% dan frekuensi alel G kurang dari 40%, hal ini menunjukan bahwa ayam
lokal bersifat resisten terhadap virus AI subtipe H5N1.
Peran gen Mx sebagai gen pengatur mekanisme resistensi terhadap virus
tertentu telah banyak dipelajari pada berbagai vertebrata seperti tikus, mencit,
ayam dan bebek. Gen MxA pada manusia memproduksi protein yang bersifat
antivirus spesifik terhadap virus yang berasal dari famili Orthomyxoviridae,
Rhabdoviridae, Paramyxoviridae, Bunyaviridae, Picoviridae dan Togaviridae.
Gen Mx1 dan Mx2 pada tikus dan mencit memproduksi protein antivirus spesifik
terhadap Orthomyxoviridae, Rhabdoviridae dan Bunyaviridae. Gen Mx pada
ayam menghasilkan protein antivirus spesifik terhadap Orthomyxoviridae dan
Rhabdoviridae (Lee dan Vidal 2002).
Belum adanya data dan informasi terkait potensi dan peran gen Mx pada
burung air liar menyebabkan belum diketahui bagaimana keberadaan gen Mx di
dalam tubuh burung air liar. Isolasi dan identifikasi gen Mx pada burung air liar
diharapkan mampu menjelaskan potensi gen tersebut sebagai gen yang
menentukan tingkat resistensi burung air liar di kawasan Cagar Alam Pulau Dua
terhadap infeksi virus AI.
Isolasi dan identifikasi virus AI dari burung air liar penetap akan membantu
mengidentifikasi peran dan potensi burung air liar tersebut dalam penyebaran
virus AI subtipe H5N1.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Menentukan seroprevalensi virus Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 dari
burung air liar penetap pada kawasan Cagar Alam Pulau Dua
2. Identifikasi dan genotiping gen Mx pada burung air liar penetap di Cagar
Alam Pulau Dua.
3. Identifikasi keberadaan virus AI subtipe H5N1 pada burung air liar
penetap di Cagar Alam Pulau Dua dan menganalisa peranan burungburung tersebut dalam penyebaran virus AI subtipe H5N1di daerah Serang
dan sekitarnya

Manfaat Penelitian
Pengetahuan tentang virus AI subtipe H5N1 pada burung air liar yang
mencakup seroprevalensi, identifikasi, karakteristik dan patogenesitas virus dapat
menjelaskan mekanisme penyebaran dan tingkat patogenitas virus AI terkait
kasus infeksi yang pernah terjadi di sekitar Propinsi Banten dan DKI Jakarta.
Informasi yang diperoleh juga dapat menjadi bahan referensi untuk mengambil

10

kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan konservasi kawasan
tersebut
Pengetahuan tentang peran gen Mx+ dapat memberikan informasi
mengenai potensi gen tersebut dalam mengendalikan daya tahan tubuh pada
burung air liar sehingga mampu bersifat resisten terhadap infeksi virus AI.

Hipotesis
1.
2.

3.

Terjadi pembentukan antibodi dalam tubuh burung air liar di kawasan Cagar
Alam Pulau Dua akibat paparan virus AI subtipe H5N1
Gen Mx berperan dalam mengendalikan sifat resisten pada tubuh burung air
liar di kawasan Cagar Alam Pulau Dua terhadap infeksi virus AI sub tipe
H5N1
Terdapat virus AI subtipe H5N1 pada burung-burung air liar di Kawasan
Cagar Alam Pulau Dua dan ada peran burung air liar penetap terhadap
penyebaran virus AI tersebut

11

Alur Penelitian

PERAN BURUNG AIR LIAR
DALAM PENYEBARAN VIRUS AI SUBTIPE H5N1
DI CAGAR ALAM PULAU DUA

- Apakah burung air liar penetap di CAPD terinfeksi virus AI subtipe H5N1
- Apakah burung air liar memiliki resistensi terhadap virus AI
- Apakah burung air liar memiliki peran menyebarkan virus AI subtipe H5N1

Hanya Koloni Burung Air Liar penetap

Serosurveilans virus
AI subtype H5N1

Analisis RNA

Analisis DNA

- Usap kloaka

Sel darah merah
(SDM)

Serum

Uji HI

- Propagasi virus pada
TAB-SPF
- Isolasi RNA
- RT-PCR virus AI (HA)

Seroprevalensi Virus
AI subtipe H5N1
burung air liar di
CAPD

Identifikasi virus
AI subtipe H5

- Isolasi DNA
- PCR-RFLP gen Mx

- Identifikasi gen Mx
- Genotiping gen Mx

Peran koloni burung air liar penetap di CAPD
dalam penyebaran virus AI subtipe H5N1 di sekitar CAPD

12

1. SEROSURVEILANS VIRUS AVIAN INFLUENZA SUB-TIPE
H5N1 PADA BURUNG-BURUNG AIR LIAR PENETAP
DI CAGAR ALAM PULAU DUA
ABSTRAK
Dugaan keterlibatan burung-burung liar sebagai vektor Avian Influenza yang
menjangkiti beberapa Negara di Asia perlu dibuktikan lebih dalam. Sejak bulan
Pebruari hingga Juni 2007 dilakukan penelitian berupa pengambilan sampel
terhadap burung-burung liar yang menghuni kawasan Cagar Alam Pulau Dua
(CAPD), Serang. Serosurveilans ini bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi
virus Avian Influenza (AI) sub-tipe H5N1 pada burung-burung air liar tersebut.
Metode yang digunakan adalah penangkapan pada burung-burung yang sedang
berbiak, dilanjutkan pengambilan sampel darah burung-burung air liar tersebut
yang kemudian dilanjutkan dengan Uji HI (Hemagglutination-inhibition). Dari
hasil pengambilan sampel yang dilakukan antara Bulan Pebruari hingga Juni
2007, diperoleh sebanyak 183 sampel darah dari 183 burung yang mewakili 7
jenis burung air yang menghuni CAPD yaitu (Bubulcus ibis, Ardeola speciosa,
Egretta garzetta, Egretta intermedia, Nycticorax nycticorax, Casmerodius albus
dan Ardea cinerea). Hasil serosurvelians mengungkapkan bahwa terdapat 41
sampel (23,43%) yang menunjukkan terbentuknya antibodi virus AI subtipe
H5N1 yang dinyatakan sebagai hasil positif. Berdasarkan jenis burung, sebanyak
29,27% Bubulcus ibis positif, Egretta garzetta 29,27%, Egretta intermedia
4,88%, Ardeola speciosa 7,32%, dan Nycticorax nycticorax 29,27% Berdasarkan
usia burung maka hasil uji dapat dibagi menjadi 2 kategori, dewasa dan anakan.
Hasil uji HI menunjukkan bahwa 41,46% individu positif dijumpai pada burung
dewasa, sedangkan 58,54% adalah individu anakan.
Kata kunci : Virus AI subtipe H5N1, koloni burung air liar, Cagar Alam Pulau
Dua, serosurveilans

SEROSURVEILLANCE OF AVIAN INFLUENZA VIRUS
SUBTYPE H5N1 ON WILD WATERBIRDS IN PULAU DUA
SERANG NATURAL PRESERVES BANTEN PROVINCE
ABSTRACT
Detailed research is required to obtain deeper information on the role of wild
birds on the distribution of Avian Influenza in Asia. A research was carried out on
February – June 2007 focused on blood sampling (serosurveillans) of wild birds in
Pulau Dua Nature Reserve Serang, Banten. The research aimed to investigate the
infection of AI virus sub-tye H5N1 on the studied wildbirds. The blood samples
were taken from studied waterbirds, followed by HI (Haemagglutination-

13

inhibition) test. A total of 183 samples from 7 water bird species were collection
i.e Cattle egret (Bubulcus ibis), Javan pond-heron (Ardeola speciosa), Little egret
(Egretta garzetta), Intermediate egret (Egretta intermedia), Black-crowned night
heron (Nycticorax nycticorax), Great egret (Casmerodius albus) and Grey heron
(Ardea cinerea). The result revealed that 41 (23,27%) samples showed the present
of AIV antibodies serotype H5N1 which is identified as positive. The five
positive-test species, included Bubulcus ibis (29,27%), Egretta garzetta
(29,27%), Egretta intermedia (4,88%), Ardeola speciosa (7,32%), and
Nycticorax nycticorax (29,27%). A total of 41.46% infected individuals were
adults whereas 58,54% were juveniles.
Keywords : Avian Influenza Virus, colonial water birds, Pulau Dua Nature
Reserve, serosurveillans

PENDAHULUAN
Sejak ditemukan kasus pertama, Juli 2005, jumlah kasus Flu Burung pada
manusia di Indonesia hingga tanggal 28 Januari 2008 mencapai 124 orang,
dimana 100 orang diantaranya meninggal dunia. Dengan demikian, angka
kematian atau Case Fatality Rate (CFR) mencapai 80.6%. Avian influenza Virus
(AIV) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang
ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia (FAO 2008)
Secara sistematika, virus influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae
dari genus Influenza. Virus ini memiliki ukuran diamater virions 80 hingga 120
nm yang berbentuk filamen, dan terdiri dari delapan segmen berbeda dari
negative- stranded RNA (Whittaker 2001). Virus ini termasuk dalam jenis virus
host-spesific, artinya mempunyai inang tertentu yang khusus. Inang tertentu
tersebut merupakan tempat virus berkembang biak dan memiliki potensi untuk
menyebar melalui aktivitas tertentu, jenis hewan yang menjadi inang bagi AIV
(H5N1) adalah unggas (Hulse-Post et al. 2005).
Virus Avian Influenza atau flu burung hidup di dalam saluran pencernaan
unggas. Burung yang terinfeksi virus ini akan mengeluarkan virus melalui air liur
(saliva), cairan hidung dan kotorannya. Penularan virus ini terjadi dari unggas ke
unggas dan dari unggas ke manusia, sejauh ini belum ada bukti yang menyatakan
bahwa virus ini dapat menular dari manusia ke manusia (pandemi). Proses
penularan virus ini terjadi melalui air liur serta melalui lendir dari hidung dan
feses. Virus ini dapat menular melalui udara dan air yang tercemar virus AI
subtipe H5N1 yang berasal dari kotoran atau cairan unggas yang terinfeksi virus
(Hulse-Post et al. 2005; Whittaker 2001).
Beragam pendapat yang berkaitan dengan mekanisme penularan virus AI
subtipe H5N1 dari unggas ke manusia masih menjadi bahan diskusi. Berbagai
dugaan termasuk peran keberadaan burung liar dan burung migran dalam proses
penyebaran virus ini sejauh ini masih belum dapat dibuktikan, karena belum
dilakukannya penelitian yang intensif. Tingkat kematian yang dilaporkan terjadi
pada burung-burung air liar yang dijumpai pada sejumlah negara belum juga
menjelaskan penyebab kematian tersebut (Mulyadi dan Prihatini 2005).

14

Di Indonesia sendiri belum ada data yang menjelaskan apakah migrasi
burung yang terjadi setiap tahun melalui Indonesia juga berpotensi dalam
penyebaran virus AI sub-tipe H5N1 pada unggas dan manusia. Seperti telah
diketahui, beberapa lokasi di Indonesia merupakan tempat persinggahan bagi
burung-burung migran pada saat musim migrasi. Daerah-daerah tersebut juga
biasanya merupakan tempat berbiak burung-burung penetap (residen) yang
menjadi penghuni tetap kawasan tersebut. Beberapa kawasan termasuk dalam
daerah yang dilindungi oleh Pemerintah sebagai Kawasan Konservasi
keanekaragaman hayati (Rusila-Noor et al. 2000).
Salah satu kawasan konservasi yang merupakan daerah penting berbiak
bagi burung air yang dilindungi oleh pemerintah adalah Cagar Alam Pulau Dua
(CAPD) yang terletak di Teluk Banten, Kabupaten Serang Propinsi Banten.
Daerah di sekitar CAPD berupa hamparan lumpur adalah habitat mencari makan
burung air migran. Beberapa daerah di sekitar CAPD yang dipergunakan oleh
burung air untuk mencari makan meliputi tambak, sawah, tegalan dan dataran
lumpur „mudflat‟ (Elfidasari 2006a). Pada saat mencari makan itulah sering terjadi
interaksi antara burung-burung air liar (penetap maupun migran) dengan unggas
domestik atau dengan manusia.
Secara serologis terdapat berbagai cara untuk mendeteksi keberadaan virus
AI pada unggas (serosurveilans), antara lain dengan melakukan Uji
Hemagglutination Inhibition (HI). Uji HI merupakan uji yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi keberadaan antibodi di dalam darah. Pada uji ini
digunakan antigen yang homolog sehingga akan terjadi ikatan antigen-antibodi
yang menyebabkan virus tidak mampu melekat atau berikatan dengan receptor
membrane sel darah merah dan aglutinasi tidak akan terjadi. Uji HI mempunyai
fungsi antara lain sebagi sarana untuk mengidentifikasi jenis antibodi tertentu
dengan melihat reaksinya terhadap antigen homolog yang telah diketahui, dan
untuk mengetahui titer antibodi dengan mereaksikan serum yang ingin diketahui
antibodinya dengan antigen standar yang telah diketahui (OIE 2005; Soejoedono
2006).
Uji HI memiliki dua metode yaitu metode α dan metode β. Metode α
digunakan untuk menguji jenis antigen, dengan melakukan pengenceran pada
antigen tetapi jumlah antibodi yang telah diketahui tetap. Kelebihan dari metode
ini adalah dapat langsung mengidentifikasi antigen tanpa melakukan uji HA
terlebih dahulu. Sedangkan metode β digunakan untuk mengidentifikasi antibodi
dan menghitung titer antibodinya. Pengujian dilakukan dengan melakukan
pengenceran pada antibodi tetapi jumlah antigen tetap. Kelebihan dari metode ini
ialah penggunaan jumlah antibodi yang lebih sedikit dan diketahui titer
antibodinya (Soejoedono 2006).
Uji HI dapat dilakukan secara makro atau mikro titrasi, tergantung reagenreagen yang digunakan. Hal yang membedakan dari kedua cara tersebut hanya
volume reagen dan virus standar yang digunakan. Pada makrotitrasi, virus standar
yang digunakan yaitu 8 HAU (Hemagglutination Unit) atau 10 HAU, sedangkan
pada mikrotitrasi virus standar yang digunakan 4 HAU(Soejoedono 2006).
Berkaitan dengan wabah AI yang menjangkiti manusia di sekitar Propinsi
Banten dan DKI Jakarta, maka perlu dilakukan surveilans terhadap kondisi
burung-burung air liar yang terdapat pada kawasan ini sehingga didapat informasi
yang jelas apakah infeksi virus AI sub-tipe H5N1 telah menyebar pada kawasan

15

ini dan apakah kawasan ini merupakan salah satu lokasi yang berpotensi dalam
menyebarkan virus AI sub-tipe H5N1 di sekitar Propinsi Banten dan DKI Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan antibodi terhadap
virus AI sub tipe H5N1 secara serologis (serosurveilans), serta memperoleh
informasi yang jelas apakah burung-burung air liar penghuni kawasan Cagar
Alam Pulau Dua Serang merupakan salah satu carrier dalam proses penyebaran
virus AI sub-tipe H5N1 di sekitar Propinsi Banten dan Jakarta.

METODE
Penelitian ini terdiri dari penelitian lapangan dan penelitian laboratorium.
Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Pebruari-Juni 2008 di kawasan Cagar
Alam Pulau Dua, Serang (Gambar 2). Pengambilan sampel darah dilakukan pada
burung-burung air yang menghuni Kawasan Cagar Alam Pulau Dua, Serang,
Propinsi Banten. Sampel yang diambil berupa sampel darah dan usapan kloaka
(Lampiran 1). Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Medis
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Uji serologis yang
dilakukan adalah Uji HI (Hemagglutination-inhibition) (Lampiran 2).

Teluk banten

Pulau Dua

Gambar 2. Cagar Alam Pulau Dua Serang, Propinsi Banten (sumber : google map)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian lapangan yang dilakukan pada bulan Pebruari-Juni 2008,
jumlah total sampel yang diperoleh adalah 183 sampel darah yang dibedakan,
berdasarkan usia individu burung dalam dua kategori yaitu dewasa dan anakan
(Juvenil). Sampel dewasa sebanyak 98 dan sampel anakan sebanyak 85 (Tabel 1).
Hasil Uji HI terhadap seluruh sampel darah burung air liar yang diperoleh
menunjukkan bahwa sebanyak 41 sampel (23,43%) memberi hasil uji positif yang
ditandai dengan tidak terjadinya aglutinasi sel darah merah. Aglutinasi sel darah
merah yang tidak terbentuk disebabkan karena telah terbentuknya antibodi pada
tubuh burung air liar akibat paparan virus Avian Influenza (AI) tipe H5N1.
Tabel 1. Jumlah sampel dari kawasan CAPD
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8.

Jenis Burung
Bubulcus ibis
Ardeola speciosa
Nycticorax nycticorax
Egretta intermedia
Egretta garzetta
Phalacrocorax sp
Casmerodius albus
Ardea cinerea
TOTAL

Nama
Indonesia
Kuntul kerbau
Blekok sawah
Kowak maling
Kuntul sedang
Kuntul kecil
Pecuk
Kuntul besar
Cangak abu

Dewasa Anakan
40
17
15
4
22
0
0
0
98

20
14
18
16
14
1
1
1
85

Total
60
31
22
20
35
1
1
1
183

Menurut Stanley (2002) pada Uji HI hasil positif akan ditandai dengan
tidak terjadinya aglutinasi sel darah merah. Aglutinasi sel darah merah yang tidak
terbentuk disebabkan karena terdapat antibodi terhadap virus AI di dalam sampel
serum. Antigen akan diikat oleh antibodi, hal ini dapat menyebabkan antigen tidak
dapat berikatan dengan sel darah merah, sehingga antigen virus tidak dapat
mengaglutinasi sel darah merah. Sementara itu, hasil negatif akan ditandai dengan
terjadinya aglutinasi pada sel darah merah, aglutinasi terjadi karena sampel serum
tidak mengandung antibodi terhadap virus AI. Sehingga antigen virus akan
berikatan dengan sel darah merah yang akan menyebabkan aglutinasi pada sel
darah merah.
Antibodi yang terbentuk di dalam tubuh hewan bereaksi terhadap antigen
hemaglutinin yang terdapat pada permukaan virus. Hemaglutinin berfungsi untuk
menginisiasi mekanisme infeksi yang dilakukan oleh virus terhadap sel target.
Kemampuan ini juga berlaku terhadap sel darah merah (eritrosit) sehingga dapat
menyebabkan aglutinasi. Antibodi yang dihasilkan merupakan manifestasi dari
mekanisme imunologis yang bertujuan untuk menginaktifkan virus atau
mengurangi jumlah virus yang masih virulen sampai batas ambang tertentu
sehingga tidak berbahaya lagi bagi tubuh hewan. Antibodi terdapat dalam
berbagai cairan tubuh, namun konsentrasi paling tinggi dan mudah diperoleh
dalam jumlah banyak untuk dianalisis adalah yang terdapat di dalam serum
(Tizard 2004).

17

Adanya antibodi dalam serum menunjukkan bahwa virus mungkin masih
berada di dalam tubuh sehingga keberadaan antibodi berfungsi untuk melawan
infeksi, atau virus sudah tidak ada lagi di dalam tubuh karena sudah terliminasi
oleh antibodi (Akoso 2006). Hasil positif dari Uji HI menunjukkan bahwa burungburung air liar di kawasan Cagar Alam Pulau Dua pernah terpapar virus AI
subtipe H5N1 (Gambar 3). Kemungkinan paparan ini disebabkan karena secara
geografis kawasan tersebut merupakan salah satu lokasi yang disinggahi oleh
burung-burung migran pada waktu migrasi, dan kemudian berinteraksi dengan
burung-burung yang berbiak di Pulau Dua. Kondisi ini memudahkan terjadinya
transmisi virus AI.

35
30
25

Sampel darah

20
15
10

Sampel positif

5
-

Gambar 3. Jumlah sampel yang diperoleh dan yang menunjukkan hasil positif

Hasil ini memberi informasi yang sangat berguna mengingat bahwa
burung-burung air liar yang menghuni kawasan Cagar Alam Pulau Dua Serang
pada saat mencari makan sebagian besar berinteraksi, baik dengan burung
bermigrasi maupun unggas-unggas domestik, seperti bebek, ayam, itik dan entok
yang menjadi peliharaan masyarakat. Adanya pemanfaatan sumber bahan
makanan dan lokasi mencari makan yang sama pada unggas air liar dan unggas air
domestik memungkinkan terjadinya interaksi antara keduanya pada lokasi makan
yang berada di sekitar kawasan CAPD seperti tambak, sawah, dataran berlumpur
(Elfidasari 2007). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penularan virus AI
subtipe H5N1.
Hasil penelitian yang dilakukan Fang et al. (2008) menunjukan bahwa
interaksi yang terjadi antara unggas air liar dengan unggas air domestik dapat
menyebabkan cross-infection baik dari unggas domestik ke unggas liar maupun
sebaliknya. Interaksi ini dapat terjadi di daerah berair seperti kubangan, sawah,
tambak, danau dan dataran berlumpur (CMS 2006). Interaksi langsung antara
burung air liar bermigrasi dan burung air liar penetap terjadi pada saat musim
migrasi. Pada musim tersebut burung air liar bermigrasi akan melakukan perjalan
panjang ke lokasi tujuan dengan melalui wilayah pesisir Indonesia. Sementara

18

kontak langsung antara burung air liar dan unggas domestik (bebek, itik, entok)
terjadi pada saat mencari makan di lokasi yang sama (van