Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit

KEMAMPUAN BAKTERI DIAZOTROF ENDOFIT UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jaqc.)

ANDREAS PANJAITAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANAIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit
untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.)
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini

Bogor, Mei 2014
Andreas Panjaitan
NIMA154100041

iii

RINGKASAN
ANDREAS PANJAITAN. Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk
Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit. Dibimbing oleh : ISWANDI
ANAS, RAHAYU WIDYASTUTI dan WIWIK EKO WIDAYATI
Bakteri Diazotrof Endofit adalah bakteri penambat nitrogen yang hidup
berkoloni di dalam jaringan tanaman tetapi tidak memberikan efek patogenik
terhadap tanaman inangnya. Asosiasi dengan tanaman inangnya sangat spesifik
sehinggatercipta kondisi yang lebih sesuai dan efisien untuk transfer unsur hara di
antara keduanya. Keberadaan bakteri diazotrof endofit di dalam jaringan tanaman
lebih menguntungkan terutama dalam hal proteksi aktifitas nitrogenase terhadap
O2. Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus dan berlebihan dalam
industri perkebunan kelapa sawit yang terus berkembang kurang ramah terhadap

lingkungan, dapat mengganggu kesehatan tanaman dan meningkatkan biaya
produksi. Kemampuan bakteri diazotrof endofit dalam menyumbangkan hara
nitrogen bagi tanaman diharapkan akan sangat berperan dalam mengurangi
ketergantungan akan pupuk nitrogen anorganik.
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan isolat bakteri
diazotrof endofit yang diaplikasikan dengan hara nitrogen terhadap pertumbuhan
vegetatif tanaman, berat kering tanaman dan serapan hara N, P dan K jaringan
tanaman bibit kelapa sawit. Percobaan mulai bulan Mei hingga bulan November
2012 di rumah kaca kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga dengan
ketinggian tempat sekitar 250 m dpl dan di Laboratorium Kesuburan Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB serta di Laboratorium
Biologi Tanah Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan,
Jawa Timur. Persiapan media tanam dilakukan dengan mengambil lapisan tanah
atas (top soil) dengan kedalaman 5 - 20 cm kemudian dikering anginkan dan
dimasukkan ke dalam setiap polybag dengan berat masing-masing 1,5 kg.
Percobaan ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)
terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu dosis N yang
terdiri dari empat taraf ( 0, 50%, 75% dan 100% terhadap standar pemupukan).
Faktor kedua yaitu isolat bakteri diazotrof endofit terdiri atas 4 taraf yaitu tanpa
aplikasi isolat bakteri diazotrof endofit, aplikasi isolat 1, isolat 2 dan isolat 3.

Pengukuran peubah diameter bonggol, tinggi tanaman dan jumlah pelepah daun
bibit kelapa sawit diukur pada minggu ke-4 setelah tanam (MST) hingga ke-18
MST, sementara pengukuran bobot kering dan serapan hara jaringan tanaman
dilakukan diakhir penelitian.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian dosis N dan isolat bakteri
diazotrof endofit berpengaruh secara signifikan meningkatkan pertumbuhan bibit
kelapa sawit yaitu pada diameter bonggol, tinggi tanaman, jumlah pelepah daun
dan bobot kering tanaman serta terhadap kandungan hara N, P dan K jaringan
tanaman. Pertumbuhan diameter bonggol terbaik ditunjukkan oleh perlakuan
isolat 3 tanpa pemupukan N (N0I3) yaitu meningkat sebesar 10,3% dari diameter
bonggol bibit kontrol (N3I0), sedangkan pertumbuhan terkecil diperoleh dari
perlakuan tanpa isolat dan tanpa pemupukan N (N0I0). Pertumbuhan tinggi
tanaman terbaik ditunjukkan oleh perlakuan isolat 1 tanpa pemupukan N (N0I1)

iv

yaitu
meningkat sebesar 9,6% dari tinggi tanaman bibit kontrol (N3I0),
sedangkan pertumbuhan terkecil diperoleh dari perlakuan tanpa isolat dan tanpa
pemupukan N. Jumlah pelepah daun bibit tertinggi diperoleh dari perlakuan

isolat 2 tanpa pemupukan N(N0I2) yaitu meningkat sebesar 19,6% dari jumlah
pelepah daun bibit kontrol (N3I0), sedangkan pertumbuhan terkecil diperoleh dari
perlakuan tanpa isolat dantanpa pemupukan N (N0I0). Berat kering total jaringan
tanaman yang terbaik diperoleh dari perlakuan Isolat 1 tanpa pemupukan N yaitu
meningkat sebesar 23,5% dari berat kering bibit kontrol (N3I0), sedangkan
pertumbuhan terkecil diperoleh dari perlakuan tanpa isolat dan tanpa pemupukan
N. Selanjutnya pada pengukuran serapan hara jaringan tanaman menunjukkan
serapan hara N tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan isolat 1 tanpa pemupukan N
(N0I1), serapan hara P tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan isolat 3 (N0I3)
tanpa pemupukan N. Sedangkan serapan hara K tanaman tertinggi diperoleh dari
perlakuan isolat 1 tanpa pemupukan N (N0I1). Aplikasi isolat bakteri diazotrof
endofit mampu meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.
Kata kunci : bakteri diazotrof endofit, dosis Nitrogen, bibit kelapa sawit,
pertumbuhan vegetatif, serapan hara

v

SUMMARY
ANDREAS PANJAITAN . Ability of Endophytic Diazotrophic Bacteria In
Promoting Growth of Oil Palm Seedlings (Elaeis guineensis Jacq.). Guided by :

ISWANDI ANAS , RAHAYU WIDYASTUTI and WIWIK EKO WIDAYATI
Endophytic diazotrophic bacteria are free-living nitrogen fixing bacteria that
lived and colonized between living plant cells and do not contribute phatogenic
effect to its host. Endophytic diazotrophic bacteria associated with its host in a
very specific relation which in creating the more suitable and efficient condition to
transfer nutrient among both of them. Existence endophytic diazotrophic bacteria
between plant cells is more beneficial especially in protecting nitrogenase activity
from O2. Excessive and continuously inorganic fertiliser use in oil palm industry
that continue developing considered as an unfriendly method to environment
sustainability, disturbing the health of crop and increasing production cost. The
ability of endophytic diazotrophic bacteria in Nitrogen fixation as nutrient for crop
holds an important role in reducing dependency of inorganic Nitrogen fertilizer.
The aim of this experiment is to study the ability of endophytic diazotrophic
bacteria isolate collection that applicated with inorganic Nitrogen fertilizer in
promoting vegetative growth, dry weight and N, P, K content in plant tissue of
Oil Palm Seedling. Experiment was performed in May to November 2012 in the
greenhouse trial garden IPB, Cikabayan, Darmaga with the altitude of
surroundings 250 m asl and in Soil Fertility Laboratorium, Departement of Soil
Science and Land Resources Bogor Agricultural Institute and in Laboratorium of
Soil Biology, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan, East

Java. The preparation of plant media was conducted by using air dried top soil
with the depth 5 - 20 cms and packed into polybag with an individual weight 1, 5
kg. The measurement of vegetative growth parameter of Oil Palm seedling was
conducted at 4th week after planting (WAP) to 18th WAP, and the measurement
of dry weight and nutrient up take of plant tissue were conducted in the end of
experiment.
This experiment used Completely Randomized Block Design (CRBD)
consisted of two factors with three repetition. First factor that was N's dose that
consisted of four levels (0, 50%, 75% and 100% from standard dose).Second
factor was endophytic diazotrophic bacteria isolate consist of 4 levels; without
isolate application, isolate 1, isolate 2 and isolate 3 application. The result of this
experiment indicated that the combination of treatment had significant effect in
vegetative growth parameter of Oil Palm seedling (cusp diameter, plant height,
leaf number and dry weight).The combination of treatment also had significant
effect to the nutrient content of N, P and K in plant tissue. The highest growth of
cusp diameter shown by the combination of treatment of isolate 3 without N
fertilizer (N0I3) higher 10,3% than control (N3I0), while the smallest growth was
obtained from the treatment without isolate and N fertilizer.The highest growth of
plant height shown by the treatment of isolate 1 without N fertilizers (N0I1) which


vi

9,6% higher than control (N3I0), while the smallest growth was obtained from the
treatment without isolate and N fertilizer. Best result in leaf number shown by the
combination of treatment of isolate 2 without N fertilizers ( N0I2 )that is 19,6%
higher than control (N3I0), while the smallest growth was obtained from the
treatment without isolate and N fertilizer.The highest growth of total dry weight of
plant tissue was obtained from the treatment of Isolate 1 (N0I1) without N
fertilizerthat is 23,5% higher than control (N3I0), while the smallest growthwas
obtained from the treatment without isolate and N fertilizer.The highest N content
in plant tissue is shown by the treatment of isolate 1 without N fertilizer (N0I1).
The highest P content in plant tissue was obtained from the treatment of isolate 3
without N fertilizer (N0I3). While the highest content of nutrient K in plant tissue
was obtained from the treatment of isolate 1 without N fertilizer (N0I1).
Application of endophytic diazotrophic bacteria isolate is able to promote growth
of oil palm seedling.

Keyword : endophytic, diazotrophic bacteria, dose Nitrogen, oil palm seedling,
vegetative growth , nutrient up-take


vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

viii

KEMAMPUAN BAKTERI DIAZOTROF ENDOFIT UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jaqc.)

ANDREAS PANJAITAN


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi Tanah & Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ix

Judul Tesis : Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq )
Nama
: Andreas Panjaitan
NIM
: A154100041

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Iswandi Anas, M.Sc.
Ketua

Dr. Dra. Rahayu Widyastuti, MSc.

Dr. Ir. Wiwik Eko Widayati, MS.

Anggota

Anggota

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi Bioteknologi
Tanah dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof.Dr.Ir. Dwi Andreas Santosa M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 8 Agustus 2014

Tanggal Lulus :

x

PRAKATA
Puji syukur kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA, atas segala kasih
dan anugerahNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulisan karya ilmiah
yang berjudul “Kemampuan BakteriDiazotrof Endofit untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jaqc.)” dapat diselesaikan.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc., sebagai ketua komisi pembimbing dalam penelitian
ini, Ibu Dr. Dra. Rahayu Widyastuti, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Wiwik Eko Widayati,
MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dan kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi , Msi sebagai
dosen penguji pada ujian akhir pascasarjana. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Bapak Sarjito dan rekan-rekan Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi
Bioteknologi Tanah dan Lingkungan angkatan tahun 2010 – 2012 yang telah
banyak membantu Penulis selama melakukan penelitian.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada ayahanda B. Panjaitan dan Ibunda E. Br. Siahaan, abang, kakak
dan adik penulis atas doa, dorongan dan motivasinya kepada penulis. Yang
terkasih istri penulis dan anak-anak : Salma Roida Silalahi, SP, Anastasya Putri
Fortuna Panjaitan, Samuel Putra Tondi Tambatua Panjaitan dan Andrea Putri
Ulina Zwagery Panjaitan atas doa, dorongan, kesabaran dan perhatian serta
pengorbanan yang tulus.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait
dan pihak-pihak lain yang membutuhkan informasinya.

Bogor, Mei 2014

Andreas Panjaitan

xi

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ....................................................................................................1
Latar Belakang .............................................................................................1
Tujuan Penelitian..........................................................................................2
Hipotesis Penelitian ......................................................................................2
Batasan penelitian ........................................................................................2
Manfaat Penelitian........................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
Perkembangan Perkebunan Kelapa sawit di Indonesia ................................3
Bibit Kelapa sawit ........................................................................................3
Asosiasi BakteriDiazotrof Endofit dengan Tanaman ...................................4
Isolasi dan Pemanfaatan Mikrob Endofit pada Berbagai Tanaman ............6
Mekanisme Infeksi dan Perkembangan Bakteri Diazotrof Endofit dalam
Jaringan Tanaman ........................................................................................8
Penelusuran Bakteri Diazotrof Endofit dengan Penanda gen Gfp (Green
Fluorescent Protein) ....................................................................................9
BAHAN DAN METODE ......................................................................................11
Percobaan I. Pengujian Kemampuan Asosiasi Bakteri Diazotrof Endofit
dengan Bibit Kelapa Sawit .........................................................................11
Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................11
Bahan dan Alat ..................................................................................11
Metode Penelitian..............................................................................11
Pelaksanaan Penelitian ......................................................................11
Analisa Data ......................................................................................13
Percobaan II. Uji Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk
Meningkatkan Pertumbuhan Vegetatif Bibit Kelapa Sawit .......................13
Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................13
Bahan dan Alat ..................................................................................13
Metode Penelitian..............................................................................13
Pelaksanaan Penelitian ......................................................................14
Analisa Data ......................................................................................16
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................................17
Pengujian Kemampuan Asosiasi Bakteri Diazotrof Endofit dengan Bibit
Kelapa Sawit ..............................................................................................17
Pengujian Kemampuan Bakteri Diazotrof Endofit untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ...............................................................19
Diameter Bonggol .............................................................................20
Tinggi Tanaman ................................................................................22
Jumlah Pelepah Daun ........................................................................24
Berat Kering Jaringan Tanaman........................................................27
Serapan Hara Jaringan Tanaman .......................................................28
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................31
KESIMPULAN ..........................................................................................31
SARAN ......................................................................................................31
LAMPIRAN ...........................................................................................................39

xii

DAFTAR TABEL

1. Kecepatan interaksi bakteri diazotrof endofit dengan jaringan
tanaman bibit kelapa sawit .....................................................................
2. Diameter bonggol bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian
empat taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri
diazotrof endofit .......................................................................................
3. Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat
taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof
endofit .....................................................................................................
4. Jumlah pelepah daun bibitkelapa sawit pada perlakuan empat taraf
dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat bakteri diazotrof endofit .......
5. Berat kering jaringan tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan
pemberian empat taraf dosis pupuk nitrogen dengan empat isolat
bakteri diazotrof endofit ..........................................................................
6. Serapan hara N, P dan K jaringan tanaman bibit kelapa sawit umur
18 MST pada perlakuan pemberian empat variasi dosis pupuk
nitrogen dan empat isolat bakteri diazotrof endofit ................................

18

21

23
25

27

29

DAFTAR GAMBAR

1. Alat pengiris (slicer) jaringan tanaman kelapa sawit .................................
2. Mikroskop Fluorescence merk Nikon type 026327 ..................................
3. Keberadaan koloni isolat bakteri diazotrof endofit yang diuji pada
jaringan akarbibitkelapa sawit ....................................................................
4. Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan
bonggol bibitkelapa sawit ...........................................................................
5. Keberadaan koloni bakteri diazotrof endofit yang diuji pada jaringan
daun bibit kelapa sawit ...............................................................................

12
12
17
18
19

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.

Petak Percobaan RAK Faktorial (3 Ulangan) ..........................................
Deskripsi Kelapa Sawit Varietas D x P Simalungun ...............................
Sifat Kimia dan Fisik Media Tanah Sebelum Perlakuan .........................
Analisis Sifat Kimia Pupuk Anorganik yang Digunakan pada
Penelitian ..................................................................................................
5. Dosis Standar Pemupukan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery ...............
6. Dosis Pupuk pada Unit Perlakuan Percobaan ..........................................
7. Diameter bonggol kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat
isolat bakteri diazotrof endofit diazotrof dan empat variasi dosis
pupuk Nitrogen ..........................................................................................
8. Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian empat
isolat bakteri diazotrof endofit diazotrof dan empat variasi dosis
pupuk Nitrogen .........................................................................................
9. Jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit pada perlakuan pemberian
empat isolat bakteri diazotrof endofit diazotrof dan empat variasi
dosis pupuk Nitrogen ...............................................................................
10. Berat kering jaringan tanaman bibit kelapa sawit pada perlakuan
pemberian empat isolat bakteri diazotrof endofit diazotrof dan empat
variasi dosis pupuk Nitrogen ....................................................................
11. Kandungan hara total jaringan tanaman bibit kelapa sawit umur 18
MST dengan perlakuan pemberian empat isolat bakteri diazotrof
endofit diazotrof dan empat variasi dosis pupuk ......................................
12. Rekapitulasi hasil uji sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
diameter bonggol bibit kelapa sawit .........................................................
13. Rekapitulasi hasil uji sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
tinggi tanaman bibit kelapa sawit .............................................................
14. Rekapitulasi hasil uji sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
jumlah pelepah daun tanaman bibit kelapa sawit .....................................
15. Sidik ragam berat kering akar, berat kering batang dan daun dan
berat kering total bibit kelapa sawit Minggu ke-18 ..................................
16. Sidik ragam kandungan hara total jaringan tanaman bibit kelapa
sawit 18 MST ...........................................................................................
17. Gambar Kondisi Akar Bibit Kelapa sawit dengan Perlakuan Isolat
Bakteri diazotrof endofit ..........................................................................
18. Gambar Kondisi Akar Bibit Kelapa Sawit dengan Perlakuan Pupuk
Nitrogen ....................................................................................................
19. Gambar Bibit Kelapa sawit dengan Perlakuan Isolat Bakteri
diazotrof endofit .......................................................................................
20. Gambar Bibit Kelapa Sawit dengan Perlakuan Pupuk Nitrogen ..............

39
40
41
42
42
43

43

44

44

45

45
46
48
50
52
53
54
55
56
57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang penting di Indonesia. Luas areal maupun produksinya terus
meningkat belakangan ini. Luas areal tahun 2005 sebesar 5,45 juta ha dan
meningkat menjadi 9,3 juta ha pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2013).Peningkatan
luas areal ini mengakibatkan kebutuhan pupuk meningkat tajam. Seiring dengan
harga bahan baku pupuk yang meningkat pesat menyebabkan harga pupuk
anorganik semakin mahal dan mengakibatkan biaya produksi semakin mahal. Di
sisi lain, penggunaan pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl dan Kieserite) yang
terus menerus dan secara berlebihan kurang ramah terhadap lingkungan, dapat
mengganggu kesehatan tanaman serta meningkatkan biaya produksi.
Upaya pemanfaatan bakteri diazotrof (penambat N2) sebagai pupuk hayati
telah banyak dilakukan tetapi hingga saat ini belum memberikan hasil yang
konsisten. Salah satu hal yang patut dicermati dalam upaya pemanfaatan pupuk
hayati adalah pola interaksi yang terjadi antara bakteri diazotrof dengan tanaman
inangnya (Widayati, 2005).
Quispel (1991) mengusulkan 2 cara untuk meningkatkan kapasitas bakteri
diazotrof dalam menunjang pertumbuhan tanaman yaitu (1) memperluas kisaran
jenis (host range) bagi bakteri simbion (Rhizobium dan Frankia), (2)
meningkatkan peran bakteri diazotrof dengan memanfaatkan bakteri rizosfer
misalnya Azosprillum, menjadi endosimbion yang efektif. Berdasarkan kedua
usulan tersebut tampak bahwa titik berat permasalahan terletak pada hubungan
yang spesifik antara bakteri dengan inangnya.
Beberapa bakteri diazotrof diketahui mampu hidup secara harmonis dan
menyumbangkan sekitar 70% kebutuhan total N pada beberapa varietas tanaman
tebu (Lima et al., 1987; Urquiaga et al., 1992). Bakteri diazotrof tersebut
diketahui mampu hidup secara endofit dalam tanaman tebu (Calvante &
Dobereiner, 1988; Boddey et al., 1995), dan berkolonisasi pada xylem tebu (Reis
et al., 1999; James et al., 2001).
Istilah endofit digunakan untuk menunjukkan adanya kolonisasi mikrob di
dalam jaringan tanaman tetapi tidak memberikan efek patogenik (tidak
menunjukkan gejala-gejala penyakit) terhadap tanaman inangnya(Zinniel et al.,
2002; Reiter et al., 2002; Azevedo et al., 2000).
Beberapa jenis bakteri diazotrof endofit diketahui berperan penting dalam
menunjang vitalitas tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
bakteri diazotrof endofit berfungsi sebagai penambat nitrogen (Lee et al., 2000;
Chaitreuil et al., 2000; Sturz et al., 2000; Cruz et al., 2001; Bacon & Hinton,
2002), penghasil fitohormon (Lodewyckx et al., 2002; Widayati, 1998; Nassar
etal., 2005; Feng et al., 2006) dan siderofor (Burd et al., 1998), agen pengendali
hayati (Misaghi & Donndelinger, 1990; Downing et al., 2000; Downing &
Thomson, 2000), meningkatkan daya tahan terhadap serangan pathogen (Reiter et
al., 2002) dan parasit (Hallmann et al., 1997), pendegradasi polutan pada rhizosfer
(Siciliano et al., 2001; Barac et al., 2004; Aly et al., 2011) serta memproduksi
antibiotik (Strobel and Daisy, 2003).

2

Asosiasi yang terjadi antara bakteri diazotrof endofit dengan tanaman
sedemikian spesifik sehingga tidak termasuk dalam kategori penggolongan bakteri
diazotrof yang telah dikenal yaitu bakteri diazotrof yang mampu melakukan
simbiosis dan bakteri diazotrof yang hidup bebas (free-living) (Bergersen, 1980).
Lee et al. (2000) menyebutkan bahwa bentuk interaksi endofit merupakan
prototype interaksi mikrob dengan tanaman yang perlu dipelajari untuk
mengupayakan pemanfaatan mikrob dalam meningkatkan kualitas tanaman.
Hubungan yang erat antara tanaman dan bakteri diazotrof endofit menciptakan
kondisi yang lebih sesuai untuk transfer nutrien di antara keduanya dibanding
dengan asosiasi bakteri diazotrof yang mendominasi rizosfer atau rizoplane
tanaman. Dalam hubungan ini, bakteri diazotrof endofit tidak perlu berkompetisi
dengan rizobakteri indigenous untuk mendapatkan sumber karbon (Quispel, 1991)
dan keberadaannya dalam jaringan tanaman lebih menguntungkan terutama dalam
hal proteksi aktifitas nitrogenase terhadap O2 (James et al., 2001).
Sampai saat ini belum banyak informasi tentang interaksi mikrob endofit
dengan bibit kelapa sawit. Oleh karena itu, untuk mengupayakan pemanfaatan
bakteri diazotrof endofit tersebut perlu segera dilakukan eksplorasi peran mikrob
endofit untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan asosiasi isolat bakteri diazotrof endofit
dengan bibit kelapa sawit dan pengaruhnya dalam meningkatkan pertumbuhan
bibit kelapa sawitdengan aplikasi hara N pada taraf dosis sebesar 0%, 50%, 75%
dan 100% dari dosis standard pemupukan kelapa sawit.
Hipotesis Penelitian
1. Sifat endofitisme (kemampuan asosiasi dengan tanaman) dari isolat bakteri
diazotrof endofit yang diuji berbeda.
2. Isolat bakteri diazotrof endofit meningkatkan pertumbuhan vegetatif bibit
kelapa sawit dengan aplikasi hara N pada empat taraf dosis.
Batasan penelitian
Batasan penelitian meliputi : aplikasi isolat bakteri diazotrof endofit pada
bibit kelapa sawit untuk melihat sifat endofitisme dan kemampuannya dalam
meningkatkan pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit pada berbagai dosis hara
N.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu informasi tentang pemanfaatan
potensi bakteri diazotrof endofit dalam meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa
sawit.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Perkebunan Kelapa sawit di Indonesia
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi perkebunan
yang penting di Indonesia karena perannya dalam peningkatan devisa negara,
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan perekonomian rakyat. (Lubis, 2008).
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di
kawasan Khatulistiwa dengan kelas iklim tipe A, B dan C menurut sistem
klasifikasi Schmidth & Ferguson (Purba dan Lubis, 1985). Pada umumnya areal
pengembangan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan memenuhi persyaratan
iklim, topografi, keadaan fisik dan kimia lahan untuk mendukung pertumbuhan
kelapa sawit yang baik. Hal ini yang menyebabkan perkembangan luas areal
perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian
(2013) luas areal perkebunan kelapa sawit terus meningkat setiap tahunnya. Pada
periode 2001-2011 terjadi peningkatan yang sangat signifikan yaitu 4,7 juta ha
pada tahun 2001 menjadi 8,99 juta ha pada tahun 2011 dan menjadi 9,3 juta ha
pada tahun 2012. Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia ini tentu
membutuhkan peningkatan sarana produksi diantaranya bibit kelapa sawit yang
berkualitas baik, pupuk, pestisida dan alat-alat penunjang lainnya.
Bibit Kelapa sawit
Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan
penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi
cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman di lapangan
(transplanting). Turner dan Gillbank (2003) menyatakan bibit dan perawatan
pembibitan kelapa sawit berperan sangat signifikan dalam aspek ekonomis
perkebunan kelapa sawit karena dapat memperpendek periode tanaman belum
menghasilkan dan menjamin tercapainya produktifitas buah yang tinggi pada
periode tanaman menghasilkan.
Selama beberapa minggu pertama pertumbuhannya, bibit kelapa sawit
tergantung pada suplai nutrisi yang tersimpan di endosperm berupa asam lemak.
Sekitar 80% cadangan lemak endosperm habis digunakan selama 90 hari setelah
perkecambahan. Lemak tersebut dikonversi menjadi karbohidrat dan digunakan
untuk pertumbuhan akar dan pucuk bibit. Antara 20 dan 40 hari setelah
perkecambahan, daun pertama bibit kelapa sawit mulai berkembang di mana
proses fotosintesis mulai berlangsung lebih aktif. Daun bibit kelapa sawit
berubah-ubah bentuknya dari lanceolate menjadi bifurcate dan kemudian
berbentuk pinnate pada umur 5-6 bulan (Lubis, 2008). Hasil penelitian Corley
(1976) menunjukkan proses fotosintesis mulai efektif terjadi sekitar 45 hari
setelah perkecambahan yang ditandai dengan pertambahan bobot bibit kelapa
sawit di mana peranan endosperm sebagai suplai makanan mulai digantikan.
Kebutuhan nutrisi bibit kelapa sawit setelah periode penggunaan
endosperm sebagian besar berasal dari hara media tanah yang digunakan dan hara
pupuk yang diaplikasikan. Dari berbagai penelitian pemupukan menunjukkan
hasil pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik diperoleh dari pemberian nutrisi
yang lengkap dan seimbang dengan frekwensi pemberian disesuaikan umur bibit.

4

Interaksi antara unsur N, P, K, sangat nyata berbeda dan bibit sangat peka
terhadap perobahan perimbangan antara unsur-unsur hara tersebut (Turner &
Gillbanks, 2003).
Pada beberapa bulan pertama pertumbuhannya, bibit kelapa sawit
membutuhkan lebih banyak N dan P (Tobing, 1983). Jaringan bibit kelapa sawit
umumnya mengandung 1,4% N berupa senyawa organik esensial (asam amino,
protein, asam nukleat) yang beberapa diantara protein tersebut berfungsi sebagai
enzym yang mengkatalisis reaksi biokimia pada tanaman. Aplikasi nitrogen pada
bibit kelapa sawit nyata meningkatkan indeks luas daun yang secara langsung
meningkatkan net asimilasi dan produksi biomassa. Sedangkan defisiensi N
menyebabkan pembentukan dan fungsi kloroplas menjadi terganggu, hidrolisis
protein untuk pembentukan asam amino serta mengakibatkan pertumbuhan
tanaman yang kerdil (Fairhurst & Hardter, 2003).
Secara umum konsentrasi P di dalam bahan kering jaringan vegetatif
berkisar 0,147% pada bibit kelapa sawit sampai 0,052% pada tanaman dewasa
(Ng & Tamboo, 1968). Fosfor merupakan penyusun esensial dari asam nukleat
yang berfungsi sebagai pembawa informasi genetik dan penyusun ATP yang
berperan dalam seluruh transfer energi di dalam sel tanaman. Defisiensi P
menyebabkan terganggunya pertumbuhan pucuk, luas permukaan daun dan
jumlah daun bibit kelapa sawit (Fairhurst & Hardter, 2003).
Ketersediaan Kalium memberikan pengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan vegetatif dan berat kering bibit kelapa sawit (Turner & Gillbanks,
2003). Sedangkan kemampuan serapan Kalium terutama dipengaruhi oleh
kapasitas serapan Nitrogen dan keseimbangan ketersediaan Kalsium dan
Magnesium (Fairhurst dan Hardter, 2003).
Asosiasi BakteriDiazotrof Endofit dengan Tanaman
Penelitian terhadap peran bakteri diazotrof (penambat N2) pada tanaman
kacang-kacangan telah membuktikan bahwa bakteri tersebut mampu
menyumbangkan sejumlah hara N bagi pertumbuhan tanaman. Triplett (1996)
melaporkan upaya pemanfaatan bakteri diazotrof sebagai agen hayati penyedia
hara diantaranya (i) upaya pemindahan gen pengkode pembentukan nodul
tanaman kacang-kacangan ke tanaman lain (ii) upaya mengekspresikan regulon
gen nif pada organel tanaman jagung, (iii) upaya mendapatkan galur tanaman
jagung yang mampu berasosiasi dengan bakteri diazotrof. Namun upaya tersebut
belum memberikan hasil yang menjanjikan karena banyaknya kendala.
Singh et al., (1981) melaporkan sejumlah genera bakteri diazotrof banyak
ditemukan di rizosfer tebu diantaranya Azotobacter, Beijerinckia dan Derxia,
bahkan beberapa diantaranya mampu hidup secara endofit dan menyebar dalam
batang tebu.
Istilah endofit digunakan untuk menunjukkan adanya kolonisasi mikrob di
dalam jaringan tanaman tetapi tidak memberikan efek patogenik pada tanaman
inangnya (Zinniel et al., 2002; Reiter et al., 2002). Mikrob endofit umumnya
berasal dari golongan jamur dan bakteri. Sekitar 300.000 spesies tanaman
diketahui merupakan inang mikrob endofit (Strobel et al., 2004) dengan berbagai
bentuk hubungan seperti simbiosis mutualistik, komensalistik dan parasitik (Aly et
al., 2011).

5

Calvante dan Dobreiner (1988) merupakan peneliti pertama yang berhasil
menemukan dan mengisolasi spesies bakteri diazotrof dari tebu yaitu
Gluconacetobacter diazotrophicus strain PAL5 (syn. Acetobacter diazotrophicus).
Bakteri tersebut bersifat endofit dan memiliki keunggulan dibanding bakteri
diazotrof lainnya yaitu tumbuh optimum pada sukrosa/glukosa 10%, pH 5,5,
memiliki enzim nitrat reduktase, kemampuan fiksasi N2 tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi 25 mM NO3.
Asosiasi antara
bakteri G. diazotrophicus dengan tanaman tebu
menunjukkan bentuk simbiosis baru yang bersifat endofit di mana sifat
interaksinya berbeda dengan interaksi bakteri diazotrof simbiosis maupun bakteri
diazotrof yang hidup bebas di rizosfer tanaman inang. Perbedaan interaksi bakteri
tersebut terletak pada kemampuan bakteri diazotrof endofit untuk masuk ke dalam
jaringan tanaman (Bergersen, 1980).
Bentuk asosiasi antara G. diazotrophicus dengan tebu disebutkan sebagai
obligate endophyte (Muthukumarasamy et al., 2002). Bentuk asosiasi ini juga
dijumpai pada tanaman sorgum dan Herbaspirillum (Oliveira et al., 2002). Bentuk
asosiasi obligate endophyte merujuk pada kemampuan bakteri diazotrof untuk
hidup dalam jaringan tanaman yang menyebar baik pada akar, batang dan daun,
serta tidak membentuk struktur khusus atau serupa bintil (Dong et al., 1994,
Muthukumarasamy et al., 2002).
Bakteri diazotrof obligate endophyte tidak dapat ditemukan dan diisolasi
dari tanah, tetapi dapat diisolasi dari tanaman, insekta dan jamur. Bakteri tersebut
tidak mampu tumbuh dengan baik pada tanah. (Boddey et al., 1995; Olivares et
al., 1996). Dengan menggunakan tanah yang telah dipasteurisasi sebagai media
tumbuh tebu, Dong et al. (1994) membuktikan bahwa G. diazotrophicus bergerak
dari dalam bagal tebu ke tunas baru dan selanjutnya masih dapat ditemukan pada
generasi kedua dan ketiga tebu.
Hubungan yang erat antara tanaman dan bakteri diazotrof endofit
memberikan kondisi yang lebih sesuai dalam transfer nutrien di antara keduanya
dibandingkan dengan asosiasi bakteri diazotrof non endofit. Fotosintat tanaman
dapat digunakan langsung oleh bakteri diazotrof endofit, demikian juga dengan
hasil fiksasi N2 udara oleh bakteri diazotrof dapat digunakan langsung oleh
tanaman (James et al., 2001).
Tanaman inang tidak menunjukkan respon bertahan (defense response)
terhadap masuknya bakteri ke dalam jaringan. Penyebabnya diduga karena (1).
masuknya bakteri pertama kali ke dalam jaringan tanaman lewat rongga
interselular atau melalui jaringan yang mati misalnya xylem dan aerenkhim,
bukan langsung ke sel tanaman (intact host cell) (Gyaneshwar et al., 2001). (2).
jumlah bakteri diazotrof endofit biasanya hanya berkisar 104 – 105 cfu g-1 berat
tanaman segar, sedangkan bakteri yang bersifat patogen jumlahnya dapat
mencapai 1010 cfu g-1 berat tanaman segar. Jumlah bakteri yang tinggi ini yang
menyebabkan tanaman memberikan tanggapan berupa respon bertahan (James et
al. 2001).
Efektivitas asosiasi bakteri diazotrof endofit sangat dipengaruhi varietas
dan keberadaan pupuk N (Boddey et al., 1991; Urqulaga et al., 1992). Tebu yang
mendapat perlakuan pupuk N dalam jumlah yang tinggi dapat kehilangan
kemampuannya dalam berasosiasi dengan bakteri diazotrof endofit (Triplett,
1996). Dengan menggunakan penanda lacZ (βgalactosidase encoding gene) pada

6

G. diazotrophicus tampak bahwa populasi bakteri tersebut mengalami penurunan
jumlah dalam waktu beberapa hari setelah tanaman tebu mendapat pemupukan N
dalam jumlah yang tinggi (Caruso & Baldani, 1995 cit. Muthukumarasamy et al.,
2002).
Peranan bakteri diazotrof endofit pada tebu dapat ditingkatkan dengan
menambahkan unsur-unsur yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Gyaneshwar et al. (2001) membuktikan
bahwa bibit tebu yang diperkaya dengan bakteri diazotrof endofit Serratia
marcescens mengalami peningkatan aktivitas penambatan N2 udara bila senyawasenyawa seperti asam malat, suksinat, dan sukrosa diberikan pada rizosfer tebu.
Percobaan lain dilakukan oleh Boddey et al, (2003) menunjukkan bahwa
pemberian pupuk tunggal Mo sebesar 100 g ha-1 pada tebu varietas RB 72-454
memberikan hasil yang sama dengan bila tebu dipupuk dengan 60 kg N ha-1. Hal
ini diyakini sebagai respon bakteri diazotrof endofit terhadap kebutuhan hara Mo
bagi enzim nitrogenase yang mengakibatkan aktivitas penambatan N2 udara oleh
bakteri tersebut meningkat sehingga meningkatkan hasil tebu seperti halnya pada
perlakuan pupuk N sebesar 60 kg ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan
nutrien yang diperlukan bagi bakteri diazotrof endofit dan tanaman inang sangat
mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman inangnya (Oliviera et al., 2002).
Isolasi dan Pemanfaatan Mikrob Endofit pada Berbagai Tanaman
Upaya isolasi mikrob endofit yang hidup di dalam jaringan tanaman,
memerlukan proses sterilisasi permukaan jaringan tanaman. Masing-masing
tanaman membutuhkan proses sterilisasi permukaan jaringan yang berbeda sesuai
dengan sifat jaringan tanaman itu sendiri. Proses sterilisasi tanaman yang
perbanyakannya menggunakan biji dilakukan dengan sterilisasi biji yang
ditumbuhkan secara aseptik. Teknik sterilisasi lainnya adalah dengan perendaman
jaringan tanaman dalam larutan desinfektan (Dong et al., 1994).
Isolasi bakteri diazotrof endofit umumnya dilakukan dengan teknik isolasi
selektif yang keberhasilannya ditentukan oleh media selektif yang digunakan.
Media selektif yang sering digunakan sebagai media selektif untuk isolasi bakteri
diazotrof adalah media NFM (De Connick et al., 1988), media LGI (Kirchhof et
al., 1997), Rennie medium (Elbeltagy et al., 2001), dan medium malat sintetik
(Barak et al., 1982).
Jumlah bakteri diazotrof endofit yang dapat diisolasi bervariasi tergantung
jenis tanaman, umur tanaman, bagian jaringan tanaman, waktu pengambilan
sampel, dan lingkungan tanaman. Umumnya, populasi bakteri diazotrof endofit
dalam tanaman paling tinggi dijumpai pada akar, kemudian pada batang dan daun.
Secara alamiah jumlah bakteri diazotrof endofitindigenous pada tanaman alfafa,
jagung manis, bit gula, labu, kapas dan kentang berkisar antara 2,0 – 6,0 log10
CFU g-1 jaringan tanaman, sedang pada tanaman tomat dan kentang yang
diinokulasi dengan bakteri diazotrof endofit secara root or seed drenching,
jumlahnya berkisar antara 3,0 – 5,0 log10 CFU g-1 jaringan tanaman (Zinniel et al.,
2002).
Berbagai upaya isolasi dan penelitian pemanfaatan mikrob endofit telah
banyak dilakukan pada berbagai tanaman. Di Thailand dilaporkan terdapat 61
taksa mikrob endofit pada tanaman pisang (Musa sp.), 96 taksa endofit pada
bambu (Bambusa sp.), 39 taksa endofit pada tanaman palm (Lumyong & Hyde,

7

2004), dan 5 taksa endofit pada tanaman anggrek (Manoch, 2004). Beberapa
upaya isolasi mikrob endofit yang dilakukan di Indonesia diantaranya dilaporkan
berhasil mengisolasi jamur endofit dari akar tanaman vanili sehat (Irawati, 2005),
jamur endofit dari jaringan batang jeruk (Sulistyowati et al., 2005), bakteri
diazotrof endofit dari tanaman tebu (Widayati et al., 2007), dan bakteri endofit
pada tanaman pisang untuk pengendalian penyakit darah pada pisang (Marwan et
al, 2011).
Isolasi mikrob endofit pada tanaman kelapa sawit umumnya dilakukan
untuk mencari mikrob endofit yang berpotensi sebagai pengendali patogen
Ganoderma boninense Pat dan penyedia hara bagi tanaman. Pinruan et al. (2010)
melaporkan berhasil mengisolasi 162 isolat basidiomycetes endofit dari tanaman
kelapa sawit di Thailand. Sembiring et al. (2008) berhasil mengisolasi 40 isolat
bakteri endofit dari tanaman kelapa sawit di Sumatra Utara yang berpotensi
sebagai agen pengendali patogen Ganoderma sp. Mariana & Budi (2013) berhasil
mendapat 52 isolat cendawan endofit dari tanaman kelapa sawit di daerah
Kalimantan selatan yang sebagian berpotensi sebagai cendawan antagonis
terhadap Ganoderma sp.
Peran Mikrob Endofit
1. Meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap tekanan
abiotik
Mikrob endofit dapat berperan meningkatkan pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon (Bacon&Hinton, 2002),
penyedia hara dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap hara
(Hallman et al., 1997), serta penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan
resistensi tanaman terhadap logam berat (Magnani et al., 2010). Kemampuan
memproduksi fitohormon seperti etilen, auksin, sitokinin dijumpai pada
kelompok bakteri endofit Pseudomonas, Enterobacter, Staphylococcus,
Azotobacter dan Azospirillum (Lodewyckx et al., 2002). Sedangkan Nassar et
al (2005) melaporkan khamir endofit Williopsis saturnus pada tanaman jagung
mampu menghasilkan hormon perangsang pertumbuhan tanaman, indole-3acetic acid (IAA) dan indole-3-pyruvic acid (IPYA).
Kelompok mikrob endofit yang mampu menyediakan hara dan
meningkatkan kemampuan tanaman menyerap hara diantaranya kelompok
bakteri pelarut P dan fiksasi N2 (Sturz et al, 2000). Kelompok bakteri
pemfiksasi N2 seperti Azospirillum, Enterobacter cloacae, Acetobacter
diazotrophicus, Herbaspirillum seropedicae dan Azoarcus sp. mampu
menyediakan N2 bagi tanaman non-legume.
Simbiosis mikrob endofit dengan tanaman mampu memicu inangnya
mengaktifkan sistem pertahanannya untuk menghadapi tekanan abiotik seperti
kekeringan, suhu tinggi atau salinitas. Aly et al. (2011) menyatakan ada tiga hal
yang dapat menjelaskan hal ini. Pertama mikrob endofit menghasilkan senyawa
oksigen reaktif yang mengoksidasi membran sel inang yang memicu tanaman
meningkatkan ketahanannya terhadap tekanan. Kedua, mikrob endofit
menghasilkan berbagai macam antioksidan, asam fenol dan derivatnya yang
berperan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan luar.
Ketiga, simbiosis mikrob endofit dengan tanaman mampu meningkatkan
adaptasi tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan. Sebagai

8

contoh, keberadaan jamur Neotyphodium coenophialum pada sistem perakaran
tanaman memicu perkembangan akar jauh ke dalam tanah sehingga tanaman
mampu bertahan dalam kondisi kering (Rodriguez et al., 2009).
2. Sebagai agensia pengendali hama dan penyakit tanaman
Bakteri endofit mampu mencegah perkembangan penyakit karena
memproduksi siderofor (Kloeper et al., 1999), menghasilkan senyawa
metabolit yang bersifat racun bagi jamur patogen (Schnider-Keelet al.,2000)
atau terjadinya kompetisi ruang dan nutrisi (Kloeper et al., 1980). Bakteri
endofit juga bisa memiliki kemampuan untuk mereduksi produksi toksin yang
dihasilkan oleh patogen sehingga tidak patogenik terhadap tanaman atau
kemampuan menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan patogen
(M’Piga et al., 1997).
Kelompok bakteri endofit yang berperan sebagai agen pengendali hayati
antara lain dari genus Bacillus, Pseudomonas dan Burkholderia yang mampu
menghasilkan antibiotik, antikanker, anti jamur, anti virus, senyawa volatile
bahkan insektisida (Lodewyckx et al., 2002). Kim et al. (2002) melaporkan
bahwa Bacillus lentimorbus menghasilkan senyawa alpha dan beta-glucosidase
yang bersifat anti jamur sehingga mampu menghambat infeksi Fusarium
sambunicum Fuckel pada tanaman kentang. Rajendran dan Samiyappan (2008)
menemukan inokulasi dua strain Bacillus yang merupakan bakteri endofit pada
tanaman kapas meningkatkan produksi enzim-enzim yang berkaitan dengan
sistem pertahanan tanaman, yaitu chitinase, β-1-3-glucanase, peoksidase,
polifenol oksidase, fenilalanin amonialiase dan fenol tanaman inangnya
sehingga mampu mengatasi serangan R. solani, penyebab rebah kecambah.
Mekanisme Infeksi dan Perkembangan Bakteri Diazotrof Endofit dalam
Jaringan Tanaman
Tanah di daerah perakaran tanaman merupakan sistem ekologi yang sangat
dinamis yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu rizosfer dan bagian tanah (bulk soil).
Rizosfer merupakan bagian ekosistem yang lebih dinamis, karena adanya eksudat
akar dan mikrob tanah (Overbeek & Elsas, 1995). Kehadiran mikrob tersebut
berpengaruh langsung maupun tidak langsung bagi pertumbuhan tanaman (Curl &
Truelove, 1996; Lynch, 1990; Rovira, 1991).
Bakteri endofit biasanya masuk pertama kali melalui perakaran sekunder
dengan mengeluarkan enzym selulase atau pektiase (Agarwal & Shende, 1987),
atau bagian atas tanaman seperti batang, bunga, radikel kecambah, stomata
ataupun kotiledon dan daun yang sobek (Kobayashi & Palumbo, 2000). Bakteri
kemudian berkoloni di titik tempat dia masuk atau menyebar ke seluruh bagian
tanaman (Hallman et al., 1997) dan hidup dalam sel, ruang interseluler atau dalam
sistem pembuluh.
Bellone & Silvia (2012) melaporkan bahwa baik bakteri endofit
Azospirillum brasiliense maupun mikoriza Glomus masuk ke dalam jaringan tebu
melalui akar lateral yang baru tumbuh, kemudian berkembang di dalam jaringan
dan merubah dinding sel untuk memfasilitasi mikrob endofit lain mengkolonisasi
jaringan tanaman. Muthukumarasamy et al. (2002) menyebutkan bahwa bakteri
diazotrof endofit Gluconacetobacter diazotrophicus dapat ditularkan melalui
perakaran dari sisa-sisa tanaman tebu atau kutu yang mengandung bakteri

9

tersebut, namun belum pernah ditemukan di dalam tanah non rhizosfer atau pada
gulma di sekitar pertanaman tebu.
Komposisi senyawa penyusun eksudat menentukan jenis mikrob yang
mendominasi rizosfer dan hubungan ini bersifat spesifik artinya setiap spesies
mikrob membutuhkan sumber C yang berbeda (Marschner, 1986), sehingga hanya
spesies tertentu saja yang tertarik untuk mendekat dan hidup berkolonisasi dengan
baik di rizosfer tanaman tertentu (Hartmann, 1988).
Proses kolonisasi bakteri pada tanaman merupakan perbanyakan bakteri
yang terjadi pada tanaman. Bakteri yang mampu mengkolonisasi jaringan tanaman
merupakan bakteri yang unggul dalam berkompetisi dengan bakteri lain di daerah
tersebut. Aspek kemampuan kolonisasi bakteri menjadi faktor dominan dalam
meningkatkan peranan bakteri diazotrof (O’Callaghan et al., 2000). Kapasitas
kolonisasi suatu bakteri pada rizosfer sangat dipengaruhi atau bahkan ditingkatkan
oleh beberapa komponen senyawa eksudat akar (Bacilio-Jimenez et al., 2003).
Protein yang terdapat pada lapisan terluar sel bakteri sangat menentukan
kemampuan pelekatannya pada permukaan abiotik maupun biotik (EspinosaUrgel et al., 2000).
.
Penelusuran Bakteri Diazotrof Endofit dengan Penanda gen Gfp (Green
Fluorescent Protein)
Penanda gen sangat diperlukan dalam penelusuran kembali mikrob yang
diteliti dan dilepas pada kondisi alami. Salah satu persyaratan yang dibutuhkan
dalan penggunaan sistem penandaan adalah kemampuan penanda tersebut untuk
memberikan identitas yang jelas bagi strain yang diberi penanda dalam komunitas
mikrob alam. Disamping itu, penanda tersebut harus bersifat stabil dalam strain
yang membawa tanda dan mampu memberikan ekspresi yang cukup jika dideteksi
(Errampalli et al., 1999).
Penanda antibiotik digunakan pertama kali dalam upaya pemberian
penanda bagi mikrob. Penanda gen resisten terhadap kanamicin adalah penanda
gen yang pertama kali digunakan, hanya saja penanda ini kurang berkembang
karena kontribusinya rendah dalam hal pembedaan terhadap mikrob indigeneous.
Kerancuan tersebut muncul karena adanya resistensi terhadap kanamicin yang
secara alami terdapat pada mikrob indigeneous (Lindow, 1995).
Penanda berikutnya yang berkembang adalah gen penanda ensim
metabolik spesifik. Gen penanda ensim metabolik meliputi xyIE (gen yang
mengkode catechol 2,3-oxygenase), lacZ (gen yang mengkode β-galactosidase)
dan gusA (gen yang mengkode β-glucuronidase). Kehadiran gene xyIE dapat
dideteksi karena perubahan substrat catechol yang menjadi warna kuning, ekspresi
gen lacZ dideteksi dari hasil pelepasan substrat 5-bromo-4chloro-3-indolyl-βgalactopyranoside (X-gal) yang memberikan warna biru, demikian juga ekspresi
gen gusA ditandai dengan pelepasan substrat dari garam 5-bromo-4-chloro-3indolyl-β-D-glucuronide cyclohexyl ammonia (X-gluc) yang juga memberikan
warna biru (Prosser, 1994).
Gen gfp yang mengkode green fluorescent protein (gfp) merupakan
penanda mikrob yang akhir-akhir ini banyak digunakan. Gen gfp awalnya
diperoleh dari ubur-ubur laut Aequora victoria. Gen gfp adalah polipeptida 27
kDa, yang mengubah fotoprotein Ca+2 yang berwarna biru aequorin menjadi
warna hijau terang (Errampalli et al., 1999). Prasher et al. (1992) adalah peneliti

10

yang berhasil melakukan klon gfp cDNA dari Aequora victoria dan klon gen gfp
tersebut yang memberikan warna hijau pada beberapa organisme