Mutasi Induksi Kimia Pada Coleus Spp Dengan Ethyl Methane Sulphonate

MUTASI INDUKSI KIMIA PADA Coleus spp. DENGAN ETHYL
METHANE SULPHONATE (EMS)

DIA NOVITA SARI
A253130081

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Mutasi Induksi Kimia
pada Coleus spp. dengan Ethyl Methane Sulphonate (EMS) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016

Dia Novita Sari
NIM A253130081

RINGKASAN
DIA NOVITA SARI. Mutasi Induksi Kimia pada Coleus spp. dengan Ethyl
Methane Sulphonate (EMS). Dibimbing oleh SYARIFAH IIS AISYAH dan
MUHAMMAD RIZAL MARTUA DAMANIK.
Keragaman tanaman Coleus spp. masih tergolong rendah. Peningkatan
keragaman tanaman coleus dapat dilakukan melalui mutasi induksi kimia dengan
ethyl methane Sulphonate (EMS).
Penelitian mencakup tiga percobaan yaitu (1) mutasi induksi dengan EMS
pada Coleus spp. aplikasi cara rendam dan tetes, (2) keragaan Coleus spp. pada
MV2, dan (3) evaluasi keragaan tanaman Coleus spp. dan uji organoleptik serta
analisis total flavonoid pada C. amboinicus Lour. Penelitian ini bertujuan (1)
untuk mendapatkan nilai LC50 dan sensitivitas dari Coleus spp. (2) untuk
mengevaluasi pengaruh perlakuan aplikasi dan konsentrasi EMS pada Coleus spp.
pada ketiga generasi, (3) untuk mengetahui nilai KKF dan KKG Coleus spp.

(MV2 dan MV3), dan (4) untuk memperoleh mutan dari Coleus spp. serta
mengetahui informasi hasil uji organoleptik serta kandungan total flavonoid pada
C. amboinicus Lour. Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) faktorial dengan tiga ulangan untuk masing-masing tanaman
coleus. Bahan yang digunakan adalah stek pucuk dan konsentrasi EMS (0.00%,
0.50%, 0.75%, 1.00% dan 1.25%) dengan aplikasi rendam (100 menit) dan tetes
(3 tetes).
Nilai LC50 C. amboinicus Lour. aplikasi rendam adalah 5.86%. Nilai LC50
C. blumei (warna ungu/hijau dan merah) aplikasi EMS cara rendam berkisar antara
0.29% hingga 0.69% dan aplikasi cara tetes berkisar antara 0.82% hingga 0.89%.
C. blumei (ungu/hijau dan merah) memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi
dibanding C. amboinicus Lour.
Interaksi antara cara aplikasi dan konsentrasi EMS hanya ditemukan pada
karakter tinggi tanaman dan jumlah daun (MV1) C. amboinicus Lour. dan
karakter lebar daun (MV3) C. blumei warna ungu/hijau. C. blumei warna merah
memiliki interaksi yang tidak nyata. Perbedaan cara aplikasi EMS, umumnya
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Konsentrasi EMS yang tinggi
menyebabkan penekanan terhadap beberapa karakter kuantitatif tanaman.
Nilai duga KKF cukup tinggi untuk ketiga jenis coleus (MV2 dan MV3)
terletak pada karakter jumlah cabang, pada semua cara aplikasi dan konsentrasi

EMS. Nilai duga KKG untuk semua karakter pada ketiga jenis coleus (MV2 dan
MV3) tergolong rendah.
Diperoleh empat mutan C. amboinicus Lour. (R1.25,1, R0.50,9, T1.25,6,
dan T1.00,6), satu mutan pada C. blumei warna ungu/hijau (R0.50,8) dan dua
mutan C. blumei warna merah (R0.75,2 dan R0.75,6). Hasil pengujian
organoleptik dan hedonik terhadap aroma, rasa dan tekstur daun torbangun
mengalami perubahan akibat aplikasi EMS. Pengurangan aroma dan rasa terdapat
pada sampel T1.00,6. Sampel T1.25,6 memiliki total flavonoid tertinggi (2.30%).
Kata kunci: Coleus amboinicus Lour., Coleus blumei, keragaman, LC50, mutan

SUMMARY
DIA NOVITA SARI. Chemical Mutation Induction on Coleus spp. using Ethyl
Methane Sulphonate (EMS). Supervised by SYARIFAH IIS AISYAH and
MUHAMMAD RIZAL MARTUA DAMANIK.
The varian of Coleus spp. is still relatively low. One method to increase
the varian of coleus plant is chemical mutation induction using ethyl methane
Sulphonate (EMS).
The present research involved three experiments, they were (1) mutations
of Coleus spp. induced by EMS with application soak method and drops method,
(2) performance of Coleus spp. in MV2 and (3) evaluation of performance of

Coleus spp. and organoleptic tests and analysis of total flavonoids in C.
amboinicus Lour. This research aimed (1) to obtain LC50 and sensitivity of the
Coleus spp. (2) to evaluate the effect of treatments and concentrations of EMS on
the third generation of the Coleus spp. (3) to determine phenotypic variance
coefficient and genotypic variance coefficient values of Coleus spp. used in the
generation of MV2 and MV3 and (4) to obtain a mutant of the Coleus spp. as well
as to find out information regarding organoleptic test and the total of flavonoids in
C. amboinicus Lour. The experiment used Randomized Complete Block Design
(RCBD) with three replications in each coleus. Materials used were coleus
cuttings shoots and EMS at different concentrations (0.00, 0.50, 0.75, 1.00 and
1.25%) with application soak method (100 minutes) and drops (3 drops pipette).
The results showed that the LC50 value of C. amboinicus Lour. soak
method was 5.86%. The LC50 value of C. blumei (purple/green and red) soak
method (0.29% until 0.69%) and drops method (0.82% until 0.89%). C. blumei
(purple/green and red) was higher sensitive than C. amboinicus Lour.
Interaction between method of application and concentration of EMS were
only found in plant height and number of leaf (MV1) of C. amboinicus Lour. and
width of leaves (MV3) of C. blumei purple/green. While C. blumei red color did
not have significant interaction. Differences of applications method of EMS,
generally did not affect the growth of plants. The high concentration of EMS

could cause limitation on some quantitative characters.
The highest estimation values of phenotypic variance coefficient for all
coleus (MV2 and MV3) was found on characters number of branches (all the
applications method and concentration of EMS). The estimation values of
genotypic variance coefficient for all the characters in all three types of coleus
(MV2 and MV3) was low.
There were four mutans of C. amboinicus Lour. (R1.25,1, R0.50,9,
T1.25,6, and T1.00,6), one mutant of C. blumei purple/green (R0.50,8) and two
mutants of C. blumei red (R0.75,2 dan R0.75,6) collected from the present study.
The result of organoleptic and hedonic test showed that there were changes in
aroma, flavor and texture of the torbangun leaves. There was a reduction in aroma
and flavor of sample T1.00,6. More over, sample T1.25,6 had the hight content of
total flavonoid (2.30%).
Key words: Coleus amboinicus Lour. Coleus blumei, LC50, mutants, variance

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MUTASI INDUKSI KIMIA PADA Coleus spp. DENGAN ETHYL
METHANE SULPHONATE (EMS)

DIA NOVITA SARI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Sobir, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini adalah studi mutasi
induksi kimia pada tanaman yang berbiak secara vegetatif, dengan judul Mutasi
Induksi Kimia pada Coleus spp. dengan Ethyl Methane Sulphonate (EMS).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr
dan Prof drh Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc PhD selaku komisi
pembimbing atas bimbingan, arahan, serta dukungan moril selama penelitian
hingga penyelesaian tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr
Ir Sobir, MSi selaku dosen penguji serta Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku
Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang telah banyak
memberi saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Willy
Bayuardi Suwarno MSi yang telah banyak membantu dan memberikan saran
dalam pengolahan data. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dirjen
Dikti yang telah memberikan beasiswa pendidikan pascasarjana dalam negeri
(BPPDN).
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta bapak

Hasannudin dan ibunda tercinta ibu Yuliana, serta adikku Niko Dwitama yang
telah memberikan dukungan moril dan materil, kasih sayang, dan doa kepada
penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga besar,
atas segala dukungan dan doanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
dua orang sahabat (Eny Rolenti Togatorop dan Umi Salamah) yang luar biasa,
berjuang bersama, menangis dan tertawa bersama, kalian sangat luar biasa,
akhirnya kita selesai juga. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
anggota keluarga baju daerah (Andi Adriani W. Yasin, Aqlima, Desi Ratna Sari,
Ratna Ningsi Tarrafanur, dan Yudia Azmi) atas semangat dan doa yang luar biasa
bagi penulis semoga kita tetap kompak ya, I love you all sis. Terima kasih juga
untuk adik bungsu kita Gerland Ahmadi karena sudah sabar menanggapi semua
pertanyaan dalam hal penulisan karya ilmiah ini, terima kasih kepada Maduma
Natalia Tobing serta kepada seluruh rekan-rekan PBT_Ahayy 2013 yang telah
membantu, baik selama perkuliahan hingga penulisan tesis selesai. Terima kasih
juga kepada adik-adik pondokan An-nur.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat digunakan untuk
kepentingan penelitian, serta kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2016
Dia Novita Sari


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
Manfaat
Ruang Lingkup
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Coleus spp.
Pemuliaan Mutasi
Mutasi Kimia
3 SENSITIVITAS TANAMAN Coleus spp. DENGAN MUTASI
INDUKSI MENGGUNAKAN ETHYL METHANE SULPHONATE
(EMS)
Abstrak
Abstract

Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
4 KERAGAAN Coleus amboinicus Lour. dan Coleus blumei AKIBAT
APLIKASI EMS
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
5 UJI ORGANOLEPTIK, UJI HEDONIK, DAN ANALISIS TOTAL
FLAVONOID Coleus amboinicus Lour. PADA GENERASI MV3
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

6 PEMBAHASAN UMUM
7 SIMPULAN UMUM
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
viii
1
2
2
3
3
5
5
6

7
7
8
8
10
16

17
17
18
18
21
40

41
41
42
42
44
48
50
52
53
59
64

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Coleus spp. merupakan salah satu jenis tanaman obat dan sebagian besar
termasuk ke dalam jenis tanaman hias. Coleus amboinicus Lour. atau torbangun
merupakan salah satu jenis coleus yang termasuk jenis tanaman obat dan dikenal
juga sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini merupakan tanaman daerah tropis
yang banyak ditemukan di India, Ceylon dan Afrika Selatan (Kalliappan 2008). Di
Indonesia, khususnya di kalangan suku Batak di Provinsi Sumatra Utara, daun
torbangun umumnya dikonsumsi oleh ibu-ibu yang baru melahirkan karena
dipercaya dapat meningkatkan produksi air susu ibu. Khasiat lain dari
mengonsumsi daun torbangun dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas ASI,
membersihkan daerah rahim, meningkatkan status gizi bayi serta secara nyata
meningkatkan berat badan bayi (Damanik et al. 2001; Damanik et al. 2004;
Damanik 2005; Damanik et al. 2006; Damanik 2009; Warsiki et al. 2009). Selain
itu, torbangun juga mengandung senyawa metabolit penting seperti flavonoid
yang memiliki khasiat sebagai antioksidan (Xu & Chang 2007; Khattak et al.
2013; Surya et al. 2013; Saragih 2014; Siburian et al. 2015).
Sebagai tanaman hias (Coleus blumei) dikenal masyarakat sebagai
tanaman pot, tanaman penutup tanah, dan tanaman pagar (Pendong 2004;
Werdiningsih 2007; Lestari & Kencana 2008). Daya tarik utama coleus terletak
pada warna daun yang terang, keragaman bentuk dan keragaman fenotipik lainnya
yang berhubungan dengan nilai estetika. Semakin tinggi nilai estetika tanaman
maka nilai ekonomi tanaman tersebut akan semakin tinggi. Upaya peningkatan
nilai ekonomi dari tanaman coleus diperlukan untuk memajukan agribisnis
tanaman ini, seperti peningkatan keragaman varietas. Daun tanaman tobangun
sedikit tidak disukai karena mempunyai aroma yang khas dan rasa yang getir jika
dikonsumsi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi aroma yang khas
serta rasa getir dan untuk meningkatkan keragaman tanaman hias coleus adalah
melalui mutasi.
Mutasi adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan
struktur (Crowder 1986). Poehlman dan Sleper (1995) menyatakan bahwa mutasi
adalah suatu proses perubahan yang mendadak pada materi genetik dari suatu sel,
yang mencakup perubahan pada tingkat gen, molekuler atau kromosom. IAEA
(1977) menyatakan bahwa secara alamiah mutasi dapat terjadi, akan tetapi kecil
yaitu berkisar pada 10-7. Mutasi induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
mutagen fisik dan kimia. Akan tetapi dari berbagai penelitian, mutasi induksi
dengan menggunakan mutagen fisik menyebabkan mutasi yang acak sehingga
sulit untuk diprediksikan. Mutagen kimia lebih bersifat spesifik lokasi. Salah satu
mutagen kimia yang sering digunakan adalah Ethyl methane Sulphonate (EMS).
EMS sangat efektif dalam meningkatkan laju mutasi (Kleinhofs et al. 1968),
menghasilkan mutasi titik, dan mengubah berpasangan basa nitrogen karena
bersifat alkali (Talebi et al. 2012). Borkar dan More (2010) melaporkan bahwa
perubahan warna bunga Phaseolus vulgaris Linn. lebih besar diakibatkan oleh
EMS daripada sinar gamma dan Kangarasu et al. (2014) menambahkan bahwa

2

irridiasi sinar gamma menyebabkan kematian yang tinggi pada ubi kayu
dibanding EMS.
Beberapa peneliti melaporkan keberhasilan EMS dalam menginduksi
mutasi diantaranya, EMS berpengaruh pada pertumbuhan tinggi tanaman garut
(Nurmayulis et al. 2010), menghasilkan enam galur mutan pisang ambon yang
tahan terhadap layu fusarium (Sukmadjaja et al. 2013), memperoleh empat
keragaman morfologi pisang raja sereh (Yanti et al. 2008), serta menghasilkan
mutan-mutan putatif pada tanaman krisan (Rahma 2011). Keberhasilan penelitian
dengan mutasi induksi kimia menggunakan EMS pada beberapa tanaman, sejauh
ini masih menggunakan aplikasi cara rendam. Belum ada informasi aplikasi EMS
selain dengan aplikasi cara rendam.
Penelitian mutasi induksi dengan menggunakan mutagen EMS untuk
mendapatkan keragaman pada tanaman Coleus spp. perlu dilakukan karena sejauh
ini belum ada informasi penggunaan EMS pada tanaman Coleus spp.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:
1) Mendapatkan nilai lethal concentration (LC50) dan sensitivitas dari
tanaman Coleus spp.
2) Melihat pengaruh perlakuan aplikasi EMS dan konsentrasi EMS pada
tanaman Coleus spp. pada ketiga generasi
3) Mengetahui nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF) dan koefisien
keragaman genotipe (KKG) dari ketiga jenis tanaman Coleus spp. yang
digunakan pada generasi MV2 dan MV3.
4) Memperoleh mutan dari tanaman Coleus spp. dan mengetahui informasi
hasil uji organoleptik (pengujian terhadap aroma dan rasa) serta
kandungan total flavonoid pada C. amboinicus Lour.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Nilai LC50 terdapat pada kisaran 0.75% - 1.00% dan ketiga jenis coleus
tersebut memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda.
2) Adanya interaksi antara perlakuan cara aplikasi dan konsentrasi EMS
Coleus spp. pada MV1, MV2 dan MV3.
1) Mendapatkan nilai koefisien keragaman fenotipe dan koefisien keragaman
genotipe tinggi pada semua karakter yang diamati dari ketiga jenis
tanaman Coleus spp. pada generasi MV2 dan MV3.
2) Terdapat masing-masing satu mutan dari tanaman Coleus spp., serta
adanya pengurangan aroma dan rasa daun torbangun serta adanya
peningkatan kandungan total flavonoid pada C. amboinicus Lour.

3

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi awal terkait
penentuan konsentrasi larutan EMS yang didasarkan pada nilai LC50 dan
sensitivitas dari ketiga jenis tanaman yang berguna bagi pemulia Coleus spp.
Selain itu, hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang pengaruh EMS
terhadap pertumbuhan tanaman, memperoleh nilai duga koefisien keragaman
fenotipe (KKF) dan koefisien keragaman genotipe (KKG) dari tanaman Coleus
spp. pada generasi MV2 dan MV3, memberikan informasi mengenai mutan yang
diperoleh dari ketiga jenis coleus serta informasi terkait hasil uji organoleptik dan
kandungan total flavonoid pada C. amboinicus Lour.

Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian dan hipotesis dapat dijawab dengan melakukan tahapan
kegiatan percobaan sebagaimana digambarkan pada bagan alir penelitian (Gambar
1). Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga percobaan. Percobaan pertama
melakukan mutasi induksi dengan EMS yang bertujuan untuk menentukan nilai
LC50 dan sensitivitas ketiga jenis tanaman coleus. Percobaan kedua melihat
keragaan mutan putatif dan nilai duga KKF dan KKG pada generasi MV2.
Percobaan ketiga adalah evaluasi keragaan tanaman yang bertujuan untuk
mendapatkan mutan pada tiga jenis tanaman coleus serta hasil uji organoleptik
dan kandungan total flavonoid pada C. amboinicus Lour.

4

Percobaan 1
Mutasi induksi dengan Ethyl Methane Sulphonate
(EMS) pada tanaman Coleus spp.

Rendam

Tetes
Diperoleh informasi nilai LC50 dan
sensitivitas serta keragaan tanaman dan
mutan putatif

Percobaan II
Keragaan tanaman Coleus spp. pada
generasi MV2

Diperoleh keragaan mutan putatif dan
nilai KKF dan KKG pada generasi MV2

Percobaan III
Evaluasi keragaan ketiga tanaman Coleus
spp. dan uji organoleptik serta analisis
total flavonoid pada C. amboinicus Lour.

KKF dan KKG

Mutan

Uji organoleptik

Total flavonoid

Diperoleh mutan-mutan dari ketiga jenis tanaman Coleus spp.
serta hasil uji organoleptik dan kandungan total flavonoid
dari C. amboinicus Lour.

Ket:

= hasil

Gambar 1 Bagan alir penelitian

5

2 TINJAUN PUSTAKA
Tanaman Coleus spp.
Nama tanaman Coleus spp. berasal dari bahasa Yunani yaitu koleos yang
mempunyai arti selubung di sekitar tangkai serbuk sari (Soni & Singhai 2012;
Mulyana 2015). Tanaman Coleus spp. pada umumnya terbagi atas coleus yang
tergolong dalam tanaman obat (C. amboinicus Lour.) dan coleus yang tergolong
dalam tanaman hias (C. blumei). Pada saat ini, lebih dari 500 varietas coleus
dibudidayakan di dunia. Tanaman coleus memiliki beragam warna dan dapat
tumbuh di dalam maupun di luar ruangan (Osman 2013). Dalam taksonomi,
coleus diklasifikasikan (Keng 1978) seperti berikut:
Dunia
: Plantae
Divisi
: Phanerogamae
Subdivisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Lamiaceae (Labialae)
Sub Famili
: Oscimoidae
Genus
: Coleus
Species
: Coleus spp.
Coleus amboinicus Lour. atau sering dikenal dengan torbangun atau
bangun-bangun (Damanik et al. 2001 & 2004). Torbangun adalah terna sekuler
tahunan atau agak menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan agak berbentuk
galah, berbulu halus pada saat muda, dan lokos jika tua. Daun berhadapan,
tunggal, tebal, berdaging, bundar telur melebar, agak bundar atau berbentuk
seperti jantung, dengan luas 5-7 cm x 4-6 cm, permukaan atas berbulu halus
tersebar dan pada bagian pertulangan daunnya berambut panjang, tepi daun
beringgit kasat sampai bergigi kecuali pada bagian pangkal. Panjang tangkai daun
2-4,5 cm dan berbulu halus.
Coleus blumei secara umum dikenal masyarakat sebagai tanaman hias
seperti tanaman pot dan penutup tanah (Pendong 2004; Werdinigsih 2007; Lestari
& Kencana 2008). Daya tarik utama terletak pada corak dan warna daun. Tinggi
tanaman coleus dapat mencapai 60 hingga 90 cm (Aisyah et al. 2015).

Pemuliaan Mutasi
Pada umumnya, mutasi dapat diartikan terjadinya perubahan materi
genetik, yang merupakan sumber dalam keragaman genetik. Akibat adanya
mutasi, maka sumber keragaman tersedia bagi pemulia tanaman untuk melakukan
perakitan varietas. Mutasi merupakan satu-satunya sumber pencipta keragaman
pada tanaman yang steril. Pemuliaan mutasi adalah penggunaan mutasi baik yang
dihasilkan secara spontan, alami maupun buatan yang diinduksi oleh mutagen
(Aisyah 2006).
Mutasi merupakan hasil perubahan baik terhadap gen tunggal, terhadap
sejumlah gen atau terhadap susunan kromosom. Mutasi lebih banyak terjadi pada

6

bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti biji dan tunas. Akan
tetapi, mutasi juga terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan
tanaman. Secara molekuler, mutasi dapat diartikan adanya perubahan urutan
nukleotida DNA kromosom, sehingga protein yang dihasilkan berubah
(Poespodarsono 1988).
Di alam, mutasi dapat terjadi secara spontan, tetapi peluang kejadiannya
sangat kecil, yaitu sekitar 10-7. Mutasi buatan dapat dilakukan untuk
meningkatkan frekuensi mutasi alami dengan menggunakan mutagen. Mutagen
adalah bahan yang digunakan untuk menciptakan mutasi buatan (Maharani 2015).
Poespodarsono (1988) membagi mutagen dalam tiga kelompok, yaitu (1) mutagen
fisik iradiasi, seperti sinar X, sinar α, sinar , sinar gamma , dan yang lainnya. (2)
Mutagen fisik non radiasi, seperti sinar UV. (3) Mutagen kimia, seperti EMS
(ethylene methane sulphonate), NMU (nitrosomethyl urea), NTG
(nitrosoguanidine) dan sebagainya. Umumnya, mutagen fisik non-radiasi
digunakan untuk mutasi mikroorganisme karena berdaya tembus rendah. Mutagen
fisik iradiasi menyebabkan mutasi karena sel yang teradiasi dibebani tenaga
kinetik yang tinggi sehingga dapat mengubah reaksi kimia dan akibatnya susunan
kromosom berubah. Mutagen kimia menyebabkan mutasi dengan cara mengubah
kemampuan berpasangan rantai DNA sehingga dapat merubah urutan genetik
pada kromosom.

Mutasi Kimia
Salah satu upaya yang banyak digunakan untuk memperluas variasi
genetik tanaman adalah melalui pemuliaan mutasi. Di antaranya mutagen kimia,
yaitu EMS yang dilaporkan sebagai salah satu bahan yang efektif dalam
menginduksi mutasi (Natarajan 2005; Manzila et al. 2010). Senyawa EMS pada
umumnya menyebabkan mutasi titik yaitu terjadinya penghapusan segmen
tertentu dalam kromosom dan dapat menyerang basa guanine dan timin yang akan
menghasilkan kesalahan dalam pasangan basa (Nurmayulis et al. 2010). Senyawa
EMS merupakan senyawa alkali yang berpotensi sebagai mutagen untuk tanaman
tingkat tinggi. Dibandingkan dengan mutagen kimia lainnya, EMS paling banyak
digunakan karena mudah diperoleh, murah, dan tidak bersifat mutagenik setelah
terhidrolisis (Van Harten 1998).
Saat ini, telah banyak dilaporkan penggunaan EMS pada berbagai tanaman
untuk memicu terjadinya mutasi. keberhasilan EMS di antaranya menghasilkan
mutan tanaman hias kerk lily (Priyono & Agung 2002), diperoleh beberapa
regeneran mutan potensial hibrida phalaenopsis (Qosim et al. 2012),
menyebabkan perubahan morfologi embryo pada Eriobotrya japonica Lindl. (Qin
et al. 2011), meningkatkan respon embryogenesis (Ridhwan 2012), dan diperoleh
empat variasi morfologi pisang raha sereh hasil mutasi secara in vitro (Yanti et al.
2008).

7

3 SENSITIVITAS TANAMAN Coleus spp. TERHADAP
MUTASI INDUKSI KIMIA MENGGUNAKAN
ETHYL METHANE SULPHONATE (EMS)

Abstrak
Coleus spp. terbagi atas beberapa spesies meliputi tanaman obat (Coleus
amboinicus Lour. atau torbangun) dan tanaman hias (Coleus blumei). Saat ini
belum ada informasi mengenai keragaman dan kajian tentang mutasi induksi pada
tanaman coleus menggunakan mutagen Ethyl methane Sulphonate (EMS). Tujuan
penelitian adalah untuk mendapatkan nilai LC50 dan sensitivitas Coleus spp.
akibat aplikasi EMS cara rendam dan cara tetes. Penelitian menggunakan
rancangan acak kelompok lengkap (RKLT) faktorial dengan tiga ulangan pada
masing-masing coleus. Bahan yang digunakan stek pucuk Coleus spp. dan
konsentrasi EMS (0.00, 0.50, 0.75, 1.00 dan 1.25%) dengan aplikasi cara rendam
(100 menit) dan tetes (3 tetes pipet). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
LC50 C. amboinicus Lour 5.86% (rendam). Nilai LC50 C. blumei warna ungu/hijau
0.69% (rendam) dan 0.82% (tetes) dan Nilai LC50 C. blumei warna merah 0.29%
(rendam) dan 0.89% (tetes). C. blumei (ungu/hijau dan merah) memiliki tingkat
sensitivitas lebih tinggi dibanding C. amboinicus Lour.
Kata kunci:

Coleus amboinicus Lour., Coleus blumei, LC50, cara rendam, cara
tetes

Abstract
Coleus spp. consist of some species include medicinal plants (Coleus
amboinicus Lour. or torbangun) and ornamental plants (Coleus blumei). There is
no available information at the moment about variation and study of induced
mutations of coleus plant using mutagen ethyl methanesulfonate (EMS). The
purpose of this study was to obtain the LC50 value and sensitivity of Coleus spp.
with soak and drops by EMS application. The experiment was arranged in
Randomized Complete Block Design (RCBD) with three replications in each
coleus. Materials used were Coleus spp. cuttings shoots and EMS at different
concentrations (0.00, 0.50, 0.75, 1.00 and 1.25%) with application soak method
(100 minutes) and drops (3 drops pipette). The results showed that the LC50 value
of C. amboinicus Lour. 5.86% (soak). The LC50 value of C. blumei the
purple/green color was 0.69% (soak) and 0.82% (drops). The LC50 value of C.
blumei the red color was 0.29% (drops) and 0.89% (drops). C. blumei (the
purple/green and red) was higher sensitivity rather than C. amboinicus Lour.
Key words: Coleus amboinicus Lour. Coleus blumei, LC50, drops method, soak
method

8

Pendahuluan
Di Indonesia, keragaman tanaman coleus baik yang termasuk tanaman
obat (C. amboinicus Lour.) maupun tanaman hias (C. blumei warna ungu/hijau
dan warna merah) masih tergolong rendah. Keragaman tanaman dapat
ditingkatkan dengan perlakuan mutasi buatan, salah satunya adalah dengan mutasi
induksi kimia menggunakan mutagen EMS. EMS adalah mutagen yang efektif
dan efisien dalam menyebabkan mutasi jika konsentrasinya tidak menyebabkan
kemandulan dan kematian yang tinggi pada tanaman (Akhtar et al. 2012; Kulthe
& Mogle 2014). Mutagen EMS dapat menyebabkan mutasi titik, karena bersifat
alkali sehingga dapat menyebabkan perubahan berpasangan basa nitrogen (Talebi
et al. 2012; Kangarasu et al. 2014).
Dalam penelitian akan dicari konsentrasi optimum untuk menghasilkan
mutan yang banyak, yang pada umumnya terjadi di sekitar LC50, yaitu konsentrasi
yang menyebabkan kematian 50 persen populasi tanaman (Aisyah 2006).
Konsentrasi EMS yang dibutuhkan untuk menimbulkan mutasi setiap tanaman
berbeda-beda tergantung dari tanaman dan jenis bahan tanam yang digunakan
misalnya pada tunas terminal tanaman cabai nilai LC50 terletak pada konsentrasi
EMS 0.5% dengan waktu perendaman selama 60 menit (Manzila et al. 2010).
LC50 pada tunas aksilar tanaman anggrek terdapat pada konsentrasi 0.112%
(Qosim et al. 2012) dan nilai LC50 planlet tanaman krisan pada konsentrasi 0.77%
(Rahma 2011). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan nilai LC50 dan
sensitivitas Coleus spp. akibat aplikasi EMS cara rendam dan cara tetes.

Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga November 2014.
Lokasi penelitian bertempat di kebun percobaan, Desa Mulyaharja, Kecamatan
Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1500 m dpl.

Alat dan Bahan Penelitian
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian adalah dua varietas
tanaman Coleus spp. yaitu C. amboinicus Lour. atau torbangun aksesi RD dan C.
blumei yaitu warna ungu/hijau dan merah (Lampiran 1), larutan EMS, aquades,
media persemaian (pupuk kompos), pupuk daun, pestisida, dan rooton-f. Peralatan
yang digunakan antara lain adalah gentong, hand sprayer, tray semai, polybag,
bambu, cangkul, sabit, gunting, meteran, label, alat tulis, kamera, peralatan
laboratorium (gelas ukur, botol kultur, pipet mikro, pipet tetes, pinset, nampan
plastik, dan karet gelang), dan peralatan keamanan yaitu masker dan sarung
tangan.

9

Metodologi Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
faktorial dengan tiga ulangan untuk masing-masing tanaman coleus. Faktor
pertama adalah aplikasi EMS yang terdiri atas cara rendam dan cara tetes. Faktor
kedua adalah konsentrasi EMS yang terdiri dari 0.00%, 0.50%, 0.75%, 1.00% dan
1.25%.
Persiapan Stek Pucuk
Penyetekan menggunakan tanaman tetua yang telah berumur 4 bulan.
Penyetekan dilakukan dengan memotong bagian pucuk tanaman yang memiliki 4
pasang daun. Bagian yang telah dipotong digunting meruncing membentuk sudut
450, kemudian dicelupkan ke dalam larutan rooton-f. Stek ditanam dalam polybag
(ukuran 15x15 cm) dengan menggunakan media tanam pupuk kompos. Dalam
penelitian ini digunakan 15 stek untuk setiap satuan percobaan pada masingmasing tanaman, sehingga secara keseluruhan total stek adalah 405 stek. Stek
ditumbuhkan selama 1 bulan hingga membentuk dua pasang daun.
Mutasi Induksi Stek Pucuk dengan EMS
Setelah stek berumur satu bulan, stek diberi perlakuan EMS cara rendam
dan cara tetes. Aplikasi EMS cara tetes, dilakukan secara langsung dengan
meneteskan larutan EMS (0.00%, 0.50%, 0.75%, 1.00% dan 1.25%) sebanyak 3
tetes menggunakan pipet tetes pada bagian titik tumbuh tanaman. Berbeda dengan
aplikasi EMS cara rendam, sebelumnya stek dikeluarkan dari polybag dan akar
tanaman dibersihkan dari tanah dicuci dengan aquades. Bagian akar tanaman
dimasukkan ke dalam botol kultur yang berisi larutan EMS (0.00%, 0.50%,
0.75%, 1.00% dan 1.25%) selama 100 menit. Setelah diberi perlakuan, stek
ditanam kembali dalam polybag.
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Stek yang telah diberi perlakuan ditempatkan di tempat yang ternaungi
dengan jarak antar polybag 1 cm x 1 cm. Satu bulan kemudian, stek dipindahkan
ke lapangan ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm selama 2 bulan.
Pemeliharaan meliputi pembersihan gulma dan pembubunan.
Pengamatan
Pengamatan untuk memperoleh nilai LC50 dilakukan selama dua bulan
dengan cara menghitung persentase kematian tanaman setelah aplikasi EMS.
Perhitungan dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang mati dibagi
jumlah total tanaman yang diberi perlakuan EMS pada masing-masing
konsentrasi.
Analisis Data
Penentuan nilai LC50 dilakukan dengan cara menganalisis data persentase
kematian menggunakan software curve fit analysis. Curve fit analysis merupakan
program analisis statistik yang dapat digunakan untuk mencari model persamaan
terbaik terhadap persentase kematian dari suatu populasi (Aisyah 2006).

10

Hasil dan Pembahasan
Kondisi Umum
Curah Hujan
Data curah hujan percobaan pertama (bulan Agustus hingga November
2014) menunjukkan bahwa pada saat percobaan pertama berlangsung berada pada
kondisi musim hujan dengan rata-rata curah hujan sebesar 345,5 mm. Curah hujan
bulanan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu sebesar 698 mm, bulan
Agustus sebesar 384 mm, dan Oktober masih tergolong tinggi yaitu sebesar 242
mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September yaitu sebesar 58 mm.
Keragaan Coleus spp. Setelah Aplikasi EMS
Setelah diberi perlakuan EMS, tanaman Coleus spp. menunjukkan reaksi
yang berbeda-beda. Ada sebagian tanaman yang tetap tumbuh normal seperti
tanaman kontrol dan ada sebagian tanaman yang mengalami perubahan morfologi
khususnya pada warna daun (Gambar 2). Notasi T1.25,1 menunjukkan bahwa
aplikasi EMS cara tetes konsentrasi 1.25% tanaman ke-1. Penelitian Fang (2011)
melaporkan bahwa EMS dapat menyebabkan keragaman tingkatan warna dan
bentuk pinggir bunga tanaman Saintpaulia.
Perubahan morfologi yang terjadi pada tanaman sehingga menciptakan
bentuk dan corak warna daun yang berbeda merupakan salah satu bentuk respon
tanaman terhadap mutagen untuk bertahan hidup. Respon yang berbeda
ditunjukkan oleh tanaman yang tidak mampu bertahan hidup, awalnya seperti
terbakar pada daun kemudian daun layu dan kering sehingga dapat menyebabkan
kematian pada tanaman (Gambar 3).

A

Kontrol

T1.25,1

T1,3

R0.75,4

Kontrol

T1.25,5

T1.00,7

R0.75, 11

Kontrol

T1.25,7

T1.00,10

R0.75,2

R0.50,12

B

R0.50,7

C

R0.50,9

Gambar 2 Keragaan tanaman Coleus spp. setelah satu bulan aplikasi EMS (A) C.
amboinicus Lour. (B) C. blumei warna ungu/hijau dan (C) C. blumei
warna merah

11

R1.25,2

T1.25,13

Gambar 3 Tanaman Coleus spp. yang mengalami kematian

Sensitivitas Tanaman Coleus spp.
Penghitungan persentase tanaman hidup dihitung satu minggu setelah
aplikasi EMS selama dua bulan, data digunakan untuk mengetahui tingkat
sensitivitas kedua varietas Coleus spp. dengan menentukan nilai LC50. Persentase
tanaman hidup Coleus spp. disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Persentase tanaman hidup Coleus spp. setelah tiga bulan aplikasi EMS
Jenis Coleus spp.
Coleus
Coleus blumei
Coleus blumei
Konsentrasi amboinicus Lour. warna hijau keunguan
warna merah
EMS (%) Rendam
Tetes
Rendam
Tetes
Rendam
Tetes
Tanaman hidup (%)
0.00
100.00
100.00 100.00
100.00
100.00
100.00
0.50
100.00
100.00
86.67
13.33
20.00
86.67
0.75
93.33
100.00
40.00
40.00
6.67
66.67
1.00
86.67
100.00
0.00
66.67
13.33
40.00
1.25
93.33
100.00
0.00
60.00
0.00
40.00
Persentase tanaman hidup menunjukkan bahwa respon kedua varietas
tanaman berbeda. Terlihat bahwa C. amboinicus Lour. memiliki persentase hidup
tinggi dibanding dua jenis C. blumei. Hal ini menunjukkan bahwa torbangun tidak
sensitif terhadap EMS dan C. blumei lebih sensitif terhadap EMS. Selain itu,
aplikasi EMS cara rendam memberikan dampak kematian yang lebih besar
daripada aplikasi EMS cara tetes.
Nilai LC50 merupakan perhitungan dasar untuk menentukan konsentrasi
yang menyebabkan 50% populasi tanaman mati (Mangaiyarkarasi et al. 2014).
Menurut Kangarasu et al. (2014) untuk mengetahui tingkat sensitivitas dari suatu
tanaman maka harus dicari nilai LC50 dari tanaman tersebut. Dalam mutasi
induksi, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mutan terbanyak biasanya
dihasilkan oleh konsentrasi optimum yaitu di sekitar LC50 (Aisyah 2006). Nilai
LC50 tanaman Coleus spp. disajikan pada Tabel 2.

12

Tabel 2

Nilai LC50 C. amboinicus Lour. dan C. blumei warna ungu/hijau dan
merah akibat aplikasi EMS

Jenis coleus

Cara
aplikasi
EMS

C. ambaoinicus
Lour.

R

C. blumei
warna hijau
keunguan
C. blumei
warna merah

R
T
R
T

Model
Linier fit :
Polynomial fit :
Polynomial fit :
Polynomial fit :
Polynomial fit :

Persamaan

LC50
(%)
5.86
0.69
0.82
0.29
0.89

R = rendam, T = tetes, dan LC50 = lethal concentration 50%

Tabel 2 memperlihatkan hasil analisis curve-fit. Tabel ini menunjukkan
bahwa semua jenis coleus dan cara aplikasi EMS memiliki fungsi matematika
Polynomial Fit kecuali C. amboinicus Lour. memiliki fungsi matematika Linier
fit. Berdasarkan fungsi matematika tersebut dapat diperoleh nilai persamaan yang
kemudian menghasilkan nilai LC50. Nilai LC50 C. amboinicus Lour. hanya
ditemukan pada aplikasi EMS cara rendam yaitu 5.86%. Nilai LC50 C. blumei,
warna ungu/hijau aplikasi rendam adalah 0.69% dan aplikasi tetes adalah 0.82%,
sedangkan pada C. blumei warna merah nilai LC50 aplikasi rendam sebesar 0.29%
dan aplikasi tetes sebesar 0.89%. Nilai LC50 C. amboinicus Lour. aplikasi tetes
tidak ditemukan dalam penelitian ini dikarenakan kisaran konsentrasi EMS tidak
cukup lebar sehingga belum mampu menghasilkan nilai LC50. Penelitian lain
melaporkan bahwa nilai LC50 pada planlet tanaman krisan adalah 0.77% (Rahma
2011), pada biji bunga matahari sebesar 0.68% (Cvejic et al. 2011) dan ketimun
sebesar 1% (Wang et al. 2014). Nilai LC50 embrio tanaman Eriobotrya japonica
Lindl. adalah 0.3% (Qin et al. 2011) dan pada stek buku tanaman Solenostemon
rotundifolius adalah 0.4% (Abraham & Radhakrishnan 2009).
Berdasarkan nilai LC50 yang diperoleh, C. blumei (ungu/hijau dan merah)
diduga memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi dibanding torbangun. Berbeda
dengan hasil penelitian Aisyah et al. (2015) yang melaporkan bahwa C.
amboinicus Lour. memiliki tingkat sensitivitas tinggi dibanding C. blumei dengan
iradiasi sinar gamma. Penelitian Roy (2000) dan Yanti et al. (2008) melaporkan
bahwa antar spesies tanaman memiliki tingkat sensitivitas berbeda-beda
tergantung pada jenis mutagen, konsentrasi mutagen, lama perlakuan, dan bahan
tanaman yang digunakan. Aisyah et al. (2015) menambakan bahwa kultivar
tanaman, jenis bahan yang digunakan, jenis dan teknik mutasi merupakan faktor
yang mempengaruhi sensitivitas.
Coleus amboinicus Lour. atau Torbangun
Setelah diberi perlakuan aplikasi EMS cara tetes, C. amboinicus Lour.
memiliki persentase hidup 100% sehingga tidak dihasilkan kurva yang
menggambarkan pola persentase tanaman mati.
Hasil analisis curve-fit, pola sebaran tanaman yang bertahan hidup pada C.
amboinicus Lour. aplikasi EMS cara rendam disajikan pada Gambar 4. Fungsi

13

matematika untuk mempresentasikan konsentrasi yang menyebabkan populasi
tanaman yang mati adalah Linier Fit dengan nilai keterandalan model r = 0.55.
Linier Fit dirumuskan dalam persamaan
, sehingga diperoleh nilai
LC50 sebesar 5.86%.

Gambar 4 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus amboinicus Lour.
akibat aplikasi EMS cara rendam
Kurva persentase tanaman hidup memiliki pola semakin tinggi konsentrasi
EMS yang diberikan maka menyebabkan persentase tanaman hidup menurun.
Akan tetapi, persentase tanaman hidup tergolong tinggi yaitu di atas 80%.
Coleus blumei Warna Ungu/Hijau
Aplikasi EMS Cara Tetes
Fungsi Polynomial Fit merupakan fungsi terbaik pada curve-fit analysis
untuk menggambarkan pola sebaran persentase tanaman hidup pada C. blumei
warna ungu/hijau aplikasi EMS cara tetes (Gambar 5) dengan nilai r = 0.99.
Persamaan matematika fungsi ini adalah
, sehingga
diperoleh nilai LC50 sebesar 0.82%.

Gambar 5 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus blumei warna
ungu/hijau akibat aplikasi EMS cara tetes

14

Kurva persentase tanaman hidup C. blumei warna ungu/hijau memiliki
pola yang berbeda dengan C. amboinicus Lour. aplikasi cara rendam. Pola yang
dimiliki menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi EMS yang diberikan
maka akan diikuti oleh persentase tanaman hidup yang rendah, sebaliknya pada
konsentrasi EMS tinggi justru persentase tanaman hidup juga tinggi.
Aplikasi EMS Cara Rendam
Pada C. blumei warna ungu/hijau aplikasi EMS cara rendam, fungsi
terbaik untuk mempresentasikan pola sebaran persentase tanaman hidup adalah
fungsi Polynomial Fit (Gambar 6) dengan nilai r = 0.99. Persamaan matematika
persamaan ini adalah
. Dari persamaan tersebut diperoleh
nilai LC50 sebesar 0.69% yang mengakibatkan 50% tanaman mati.

Gambar 6 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus blumei warna
ungu/hijau akibat aplikasi EMS cara rendam
Kurva persentase tanaman hidup memiliki pola bahwa semakin tinggi
konsentrasi EMS yang diberikan maka dapat menurunkan persentase tanaman
hidup. Terlihat bahwa pada konsentrasi EMS 1.00% dan 1.25% (tinggi) semua
tanaman mati yang tersisa hanya tanaman pada konsentrasi EMS 0.50% dan
0.75%.
Coleus blumei Warna Merah
Aplikasi EMS Cara Tetes
Pada Gambar 7 pola sebaran persentase hidup tanaman C. blumei warna
merah aplikasi EMS cara tetes dipresentasikan juga dengan fungsi Polynomial Fit
dengan nilai r = 0.99. Persamaan matematika adalah
. Dari
persamaan tersebut sehingga diperoleh nilai 0.89% sebagai konsentrasi EMS yang
mengakibatkan kematian 50% tanaman.
Kurva persentase tanaman hidup memiliki pola yang sama dengan C.
blumei warna ungu/hijau aplikasi EMS cara rendam. Semakin tinggi konsentrasi
EMS yang diberikan akan menurunkan persentase tanaman hidup. Akan tetapi
sebagian tanaman masih tetap hidup untuk masing-masing konsentrasi EMS.

15

Gambar 7 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus blumei warna merah
akibat aplikasi EMS cara tetes
Aplikasi EMS Cara Rendam
Pola sebaran hidup Coleus blumei warna merah aplikasi EMS cara rendam
dideskripsikan dengan baik oleh fungsi Polynomial Fit (Gambar 8) dengan nilai
keterandalan model r = 0.99. Polynomial fit dirumuskan oleh persamaan
. Model matematika dari fungsi Polynomial fit menghasilkan nilai
LC50 sebesar 0.29% sebagai konsentrasi EMS yang mengakibatkan kematian 50%
tanaman.

Gambar 8 Persentase tanaman hidup pada populasi Coleus blumei warna merah
akibat aplikasi EMS cara rendam
Kurva persentase tanaman hidup serupa dengan aplikasi EMS cara tetes,
yang memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi EMS yang diberikan
maka persentase tanaman hidup rendah. Persentase tanaman hidup C. blumei
warna merah pada aplikasi ini tergolong rendah yaitu di bawah 30%.

16

Simpulan dan Saran
Simpulan
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa nilai LC50 C. amboinicus Lour.
aplikasi rendam adalah 5.86%. Nilai LC50 C. blumei warna ungu/hijau aplikasi
EMS cara rendam adalah 0.69% dan aplikasi EMS cara tetes adalah 0.82%. Nilai
LC50 C. blumei warna merah aplikasi rendam adalah 0.29% dan aplikasi tetes
adalah 0.89%. C. blumei (ungu/hijau dan merah) memiliki tingkat sensitivitas
lebih tinggi dibanding C. amboinicus Lour.
Saran
Perlu adanya penambahan kisaran konsentrasi EMS pada C. amboinicus
Lour. sehingga dapat menghasilkan nilai LC50 khususnya aplikasi tetes.

17

4 KERAGAAN TANAMAN Coleus amboinicus Lour. DAN
Coleus blumei AKIBAT APLIKASI EMS

Abstrak
Penelitian bertujuan untuk 1) mengetahui interaksi perlakuan pada MV1,
MV2, dan MV3, 2) mendapatkan mutan, dan 3) mengetahui nilai KKF dan KKG
Coleus spp. pada MV2 dan MV3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi
antara cara aplikasi dan konsentrasi EMS hanya ditemukan pada karakter tinggi
tanaman dan jumlah daun (MV1) C. amboinicus Lour. dan karakter lebar daun
(MV3) C. blumei warna ungu/hijau, sedangkan C. blumei warna merah memiliki
interaksi yang tidak nyata. Perbedaan cara aplikasi EMS, umumnya tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan karakter kuantitatif tanaman. Konsentrasi
EMS tinggi umumnya menyebabkan penekanan terhadap beberapa karakter
kuantitatif tanaman. Diperoleh mutan Coleus spp. yang memiliki keragaan
morfologi yang berbeda dengan tanaman kontrol, masing-masing empat mutan C.
amboinicus Lour. (R1.25,1, R0.50,9, T1.25,6, dan T1.00,6), satu mutan pada C.
blumei warna ungu/hijau (R0.50,8), dan dua mutan C. blumei warna merah
(R0.75,2 dan R0.75,6). Nilai duga KKF cukup tinggi untuk ketiga jenis coleus
(MV2 dan MV3) terletak pada karakter jumlah cabang (semua kombinasi
perlakuan). Nilai duga KKG untuk semua karakter pada ketiga jenis coleus (MV2
dan MV3) tergolong rendah.
Kata kunci: Coleus spp., interaksi, keragaman, mutan, mutasi
Abstract
The objectives of this study were 1) to determine interaction of treatments
in MV1, MV2, and MV3, 2) to obtain some mutants., and 3) to determine
phenotypic variance coefficient and genotypic variance coefficient value. The
results showed that interaction between method of application and concentration
of EMS were only found in plant height and number of leaf (MV1) of C.
amboinicus Lour. and leaf width (MV3) of C. blumei purple/green, while C.
blumei red color had no significant interaction. Differences of applications
method EMS, generally did not affect the quantitative growth character of plants.
EMS with high concentration can cause stressing on some quantitative
characters. Some mutants of Coleus spp. were found which have different
morphological appearance to the controls, each of the four mutants of C.
amboinicus Lour. (R1.25,1, R0.50,9, T1.25,6, and T1.00,6), one mutant of C.
blumei purple/green (R0.50,8) and two mutants of C. blumei red (R0.75,2 dan
R0.75,6). The moderate value of phenotypic variance coefficient for all coleus
(MV2 and MV3) was found on characters number of branches (all the treatment
combination). The estimate value of genotypic variance coefficient for all the
characters in all three types of coleus (MV2 and MV3) was low.
Key words: Coleus spp. interaction, mutants, mutation, variance

18

Pendahuluan
Senyawa EMS merupakan senyawa alkil yang berpotensi sebagai
mutagen. Jika dibandingkan dengan mutagen kimia lainnya, EMS paling banyak
digunakan karena tidak bersifat mutagenik setelah terhidrolisis (Van Harten
1998). Peningkatan keragaman genetik tanaman dengan induksi EMS telah
berhasil dilakukan pada berbagai tanaman. Latado et al. (2004) melaporkan
bahwa pemberian perlakuan EMS menyebabkan perubahan warna bunga pada
tanaman krisan cv. Ingrid yang memiliki petal berwarna dark pink menjadi
berwarna pinksalmon, bronze, salmon, dan kuning. Menghasilkan warna baru
pada tanaman Tagetes sp. (Pratiwi et al. 2013). Selain dapat meningkatkan
keragaman genetik, EMS juga dapat menurunkan tinggi bibit dengan peningkatan
konsentrasi pada tanaman bunga matahari (Cvejic et al. 2011). Akthar et al.
(2012) melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi EMS dapat meningkatkan
abnormalitas meiosis tanaman Linium usitatissimum L.
Dengan adanya fenomena tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk
menimbulkan keragaman genetik pada tanaman Coleus spp. sehingga diharapkan
akan dihasilkan mutan yang solid. Untuk mengkonfirmasi mutan yang solid maka
dilakukan berbagai pengujian dan analisis komponen genetik seperti nilai
heritabilitas dari masing-masing tanaman coleus dan masing-masing kombinasi
perlakuan. Penelitian bertujuan untuk 1) mengetahui interaksi perlakuan pada
MV1, MV2, dan MV3, 2) mendapatkan mutan tanaman Coleus spp., dan 3)
mengetahui nilai KKF dan KKG Coleus spp. pada MV2 dan MV3.

Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 hingga Juli 2015.
Lokasi penelitian bertempat di kebun percobaan, Desa Mulyaharja, Kecamatan
Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1500 m dpl.

Alat dan Bahan Penelitian
Stek pucuk tanaman C. amboinicus Lour. atau torbangun, C. blumei
(warna ungu/hijau dan warna merah), rooton-f, dan media tanam kompos.
Peralatan yang digunakan antara lain adalah gentong, hand sprayer, polibag,
bambu, cangkul, sabit, gunting, label, alat tulis, kamera, dan RHS mini Colour
Chart.

Metodologi Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
faktorial dengan tiga ulangan untuk masing-masing tanaman coleus. Faktor
pertama adalah aplikasi EMS yang terdiri atas aplikasi EMS cara rendam dan

19

aplikasi EMS cara tetes. Faktor kedua adalah konsentrasi EMS yang terdiri dari
0.00%, 0.50%, 0.75%, 1% dan 1.25%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013),
rancangan ini dapat ditulis dengan model matematika sebagai berikut:
Yij = µ + αi + j + (α )ij + έij
Keterangan:
Yij
µ
αi
i
(α )ij
έij

= nilai pengamatan pengaruh faktor α ke i, faktor ke j
= rataan umum
= pengaruh aplikasi ke-i
= pengaruh taraf konsentrasi ke-j
= interaksi pengaruh antara faktor α ke i, faktor ke j
= galat percobaan

Koefisien Keragaman Fenotipe

x
Keterangan:
KKF

x฀

= Koefisien keragaman fenotipe
= Ragam fenotipe
= Rataan umum

Koefisien Keragaman Genetik

x
Keterangan:
KKG

= Koefisien keragaman genetic
= Ragam genetic
=
Rataan umum
x฀
(Singh & Chaudhary 1979)
Kriteria nilai KKF dan KKG adalah rendah (0% ≤ β5%), agak rendah (β5% ≤
50%), cukup tinggi (50% ≤ 75%), dan tinggi (75% ≤ 100%) (Sari et al. 2014).
Ragam


x

Keterangan:
N

x฀

= Ragam
= Jumlah populasi
= Rata-rata tanaman ke-i

20

µ = Rata-rata populasi
(Mattjik & Sumertajaya 2013).
Pendugaan Nilai Heritabilitas

h2 bs
keterangan:
h2 bs
Vg
Vp

= Heritabilitas dalam arti luas
= Ragam genetic
= Ragam fenotipe

dan nilai dugaan heritabilitas (h2 bs) dalam arti luas adalah tinggi bila h2 bs ≥ 50%,
sedang bila β0% ≤ h2bs< 50%, dan rendah bila h2 bs < 20%) (Mangoendidjojo
2003).
Penanaman dan Pemeliharaan
Bahan tanam MV1 sama dengan bahan tanam yang digunakan untuk
penentuan nilai LC50 dan sensitivitas Coleus spp. Bahan tanam generasi MV2
merupakan tanaman yang mampu bertahan hidup setelah diberi perlakuan EMS
pada generasi MVI. Penyetekan dilakukan dengan cara memotong bagian pucuk
tanaman yang memiliki 4 hingga 5 pasang daun, kemudian bagian bawah
digunting runcing membentuk sudut 450. Bagian yang lancip dicelupkan ke dalam
larutan rooton-f dan kemudian ditanam pada polybag dengan media tanam pupuk
kompos. Stek tanaman Coleus spp. ditumbuhkan selama satu bulan. Hal yang
sama juga berlaku pada generasi MV3.
Setelah stek Coleus spp. berumur satu bulan, stek dipindahkan ke lapangan
dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm. Selama tanaman berada di lapangan,
melakukan pembumbunan dan penyiangan gulma dengan frekuensi yang
disesuaikan kondisi di lapangan.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap dua komponen yaitu komponen kuantitatif
dan kualitatif. Pengamatan dilakukan pada semua generasi MV1, MV2, dan MV3.
Pengamatan komponen kuantitatif meliputi :
1) Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh
yang terletak di ujung batang utama. Diukur pada akhir percobaan.
2) Jumlah daun (helai), dihitung jumlah daun yang terbentuk atau telah
membuka sempurna. Dihitung diakhir percobaan.
3) Jumlah ruas, dihitung jumlah ruas yang terbentuk dilakukan di akhir
percobaan
4) Jumlah cabang, dihitung jumlah cabang yang terbentuk dilakukan di akhir
percobaan.

21

5) Panjang daun (cm), diukur pada daun terpanjang dan dilakukan pada akhir
percobaan.
6) Lebar daun (cm), diukur pada daun terlebar dan dilakukan pada akhir
percobaan.
Pengamatan komponen kualitatif meliputi :
1) Keragaan fenotipik khususnya pada perubahan keragaan tanaman setelah
diberikan perlakauan EMS dilakukan secara visual dan difoto dengan
kamera digital pada setiap tanaman.
2) Warna daun diukur menggunakan RHS mini Colour Chart. yang dilakukan
di akhir percobaan. Pengukuran warna daun dilakukan dengan cara
meletakan daun di bawah lubang karton-karton dengan berbagai pilihan
warna kemudian membaca kategori warna apabila warna pada daun sesuai
dengan warna pada karton RHS mini Colour Chart (MV3).

Analisis Data
Analisis data kuantitatif menggunakan perangkat lunak Microsoft Office
Excel 2007 dan SAS. Karakter yang diamati pada setiap jenis coleu