Strategi Mendapatkan Mutan Bawang Merah Yang Tahan Terhadap Penyakit Hawar Daun Xanthomonas Melalui Induksi Mutasi Secara Invitro Dengan Ethyl Methane Sulphonate.

(1)

Strategi Mendapatkan Mutan Bawang Merah Yang Tahan Terhadap Penyakit Hawar Daun Xanthomonas Melalui Induksi Mutasi Secara Invitro Dengan Ethyl Methane

Sulphonate Oleh :

Zurai Resti,* Yulmira Yanti*, Sutoyo* *)

*) Staf pengajar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang

**) Staf pengajar jurusan Budi Daya Pertanian Universitas Andalas Padang

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium dan rumah kaca yang dilaksanakan selama satu tahun. Tahapannya adalah sebagai berikut (1) Induksi pembentukkan tunas scera in vitro dengan menggunakan ethyl methane sulphonate (EMS), (2) Karakterisasi morfologi planlet dan bibit hasil induksi mutasi, (3) Gejala anatomis mutan yang tahan Xanthomonas dengan tanaman bawang yang rentan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kosentrasi ethyl methane sulponate (EMS) 0,2% selama 15 dan 30 menit m5.6 dan 6.0. Pertumbuhan tunas yang baik hasil induksi mutasi dengan EMS 0,2% selama 30 menit pada tinggi tunas sebesar 4.6, jumlah daun 10.5, jumlah akar 5.9 dan dan panjang akar 2.7. Diikuti oleh kosentrasi 0,5% selama 30 menit tinggi tunas 4,5, jumlah daun 8.4. karakter planlet yang menonjol adalah pada kosentrasi 0,2% EMS selama 30 menit batang semu yang tebal dengan jumlah daun yang banyak dan batang semu bewarna hijau pucat dan karakter bibit adalah batang semu mulai membesar dengan mulai pecah membentuk umbi, serta daun banyak dan bewarna hijau. Kosentrasi 0,5% EMS selama 30 menit batang semu agak besar daun bewarna hijau kekuningan dan batang semu yang kecil diameternya serta daun yang kecil-kecil seperti jarum dan bewarna hijau pucat, umbi mulai terbentuk. Masa inkubasi mutan tanaman bawang terhadap xanthomonas yang terbaik adalah pada 0,2% EMS 15, 30 menit 35.6 dan 38,9 dan pada kontrol sangat cepat sebesar 12.5.


(2)

PENDAHULUAN

Bawang termasuk komoditas sayuran utama yang memiliki berbagai manfaat diantaranya sebagai bumbu masakan, bahan obat dan penghasil antibiotik. Untuk ini tentu diperlukan bahan baku bawang yang selalu tersedia sesuai kebutuhan. Tanaman bawang memiliki beberapa keunggulan antara lain produktivitas nilai gizi dan ragam genetiknya yang tinggi, adaptif pada ekosistem yang luas, biaya produksi rendah serta telah diterima secara luas oleh masyarakat. Besarnya peluang pengembangan bawang tersebut dihadapkan dengan banyak kendala, antara lain serangan penyakit. Salah satu penyakit yang sangat berbahaya pada tanaman bawang adalah penyakit hawar daun xanthomonas (HDX) karena dapat mematikan tanaman (Roumanac et al, 2004). Penyakit HDX menempati urutan pertama dalam daftar penyakit bawang. Penyakit HDX tersebut disebabkan oleh bakteri Xanthomonas axonopodis pv allii dan dapat menyerang berbagai kultivar bawang (Roumanac et al, 2004).

Penyakit hawar daun tersebut menyerang pertanaman bawang di berbagai negara (Nunez, et al., 2001) dan penyebarannya di Indonesia sudah meluas ke berbagai propinsi. Penyakit ini telah menyebar di sentra produksi bawang merah di Indonesia seperti Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan insidensi penyakit berkisar antara 33,2% - 89,4 % dan severitas penyakit berkisar antara 24,1% - 80,2% (Resti dan Khairul ,2008). Akibatnya kerugian yang disebabkan oleh penyakit tersebut semakin besar dan kebutuhan bawang baik untuk komsumsi dalam negeri sudah makin tidak terpenuhi.

Roperos dan Magnaye (1991) melaporkan bahwa program pengendalian terpadu (kultur teknis, sanitasi lapangan dan penegndalian kimiawi) terhadap penyakit hawar daun belum berhasil sehingga laju perkembangan penyakit tidak dapat dihambat. Untuk itu perlu perakitan kultivar atau klon yang tahan sehingga dapat ditanam pada areal yang terinfeksi berat/rusak. Pemuliaan ketahanan tanaman bawang terhadap penyakit secara konvensional sulit dilaksanakan karena harus menyilangkan bawang budidaya (pada umumnya triploid ataupun alloploid) yang steril. Disamping itu Baharuddin (1994) melaporkan bahwa berdasarkan hasil inokulasi buatan ternyata tidak ada kultivar bawang ataupun jenis bawang liar yang tahan terhadap penyakit hawar daun. Oleh karena itu diperlukan upaya


(3)

lain untuk mengatasi serangan penyakit tersebut pada tanaman bawang. Upaya yang mungkin ditempuh adalah menghasilkan tanaman bawang yang tahan terhadap penyakit tersebut dengan teknik transfer gen atau induksi mutasi. Teknik induksi mutasi lebih memungkinkan dilakukan dari pada melakukan rekayasa genetika karena belum tersedianya gen tahan.

Induksi mutasi pada tanaman sudah umum dilakukan untuk tujuan perbaikan sifat genetik, terutama untuk peningkatan produksi, ketahanan terhadap suatu hama atau penyakit dan toleransi terhadap cekaman lingkungan (Wen dan Qu, 1996). Induksi mutasi untuk perbaikan ketahananan tanaman terhadap penyakit memiliki keuntungan karena sifat ketahanan yang terinduksi dapat diwariskan ke generasi berikutnya (Micke, 1996). Keuntungan lainnya yang sering diperoleh antara lain; 1) perbaikan sifat-sifat agronomis (Gupta et al., 1996); dan 2) peningkatan produksi baik kuantitas maupun kualitas (Gopalakhrishnan, 1992; Pillai dan Abraham, 1996; Srivastava dan Singh, 1996).

Mutagen kimia yang sering dipakai untuk menginduksi ketahanan berbagai tanaman terhadap penyakit dan sering menngkatkan karakter agronomis serta hasil yaitu ethyl methanesulphonate (EMS). Keberhasilan induksi mutasi pada tiap-tiap jenis tanaman tergantung pada jenis mutagen, konsentrasi mutagen, lama perlakuan dan organ yang diperlakukan (Khairwal et al., 1984; Jamaluddin, 1995; Gupta et al., 1996; Wen dan Qu, 1996).

Teknik mutasi terinduksi dengan iradiasi dan/atau mutagen kimia telah berhasil memperoleh mutan bawang yang tahan terhadap penyakit layu Fusarium (Jamaluddin, 1994; Smith et al., 1995; De Beer dan Visser, 1995; Bhagwat dan Duncan, 1999) dan penyakit “black Sigatoga” (Valerin et al., 1996). Bhagwat dan Duncan (1999) juga telah berhasil menginduksi mutasi beberapa jenis pisang (Musa spp.; genom AAA) dengan EMS dengan berbagai konsentrasi pada kultur embrio somatik untuk menghasilkan mutan yang toleran terhadap serangan jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui variasi kualitatif dan kuantitatif karakter morfologi bibit hasil perlakuan ethyl methanesulhonate secara in vitro 2) Menguji ketahanan bibit terhadap penyakit HDX yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas axonopodis pv allii hasil perlakuan ethyl methane sulphonate secara in vitro pada skala


(4)

rumah kaca. 3) Mengetahui gejala penyakit anatomis pada saat bibit memperlihatkan gejala water soaking dan nekrotis.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif, karena dalam induksi mutasi perubahan sifat genetik bersifat acak. Peluang terjadinya mutasi diprediksi cukup tinggi terutama pembentukan mutan bawang yang tahan terhadap penyakit hawar daun. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan rumaha kaca selama satu tahun.

Induksi Pembetukan tunas

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari komposisi media yang paling sesuai untuk menyokong pembentukan tunas. Bahan tanaman (eksplan) yang digunakan adalah bawang. Bawang dipotong menjadi empat bagian disterilisasi dengan menggunakan 50% natrium hipoklorit dan asam askorbat. Eksplan yang sudah steril dikulturkan pada media inisiasi/proliferasi tunas Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D: 1.0, 2.0, 3.0, dan 4.0 mg/l dan BAP : 1.0, 2.0, 3.0, 4.0, dan 5.0 mg/l. Untuk merangsang pertumbuhan tunas, kultur diletakan di ruang gelap. Media yang digunakan untuk pembentukan tunas adalah kemudian ditambah dengan 30g/l sukrosa, 100 mg/l myo inositol, 0.5 mg/l pyridoxin HCI, 0.1 mg/l thiamine-HCl, 2.0 mg/l glycine, 2.0 mg/l cistien-HCI, dan BAP. Pengamatan dilakukan terhadap peubah sebagai berikut: jumlah eksplan yang masih segar, warna warna eksplan (morfologi), saat terbentuk tunas, presentase eksplan membentuk tunas, tekstur tunas, dan warna bentuk tunas.

Induksi mutasi

Induksi mutasi secara in vitro dilakukan pada tahap tunas ( modifikasi Valerin et al., 1996; Siddiqui et al., 1996; Yanti 2007). Tunas yang terbentuk diinduksi dengan larutan EMS dengan kosentrasi 0,2 %, 0,5, selama 15, 30, 45, 60 menit K Setelah diperlakukan dengan agen mutagenik maka tunas dipindahkan ke dalam media regenerasi yaitu media MS yang ditambah ZPT NAA: 0.5, 1.0, 1.5 dan 2.0 mg/l dan BAP: 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 dan 2.5 mg/l. Setelah terbentuk plantlet maka selanjutnya dilakukan aklimatisasi di rumah


(5)

kaca. Peubah yang diamati: Jumlah eksplan yang membentuk tunas, jumlah eksplan yang membentuk akar, jumlah eksplan yang membentuk plantlet.

Aklimatisasi

Planlet diaklimatisasi pada media yang terdiri dari campuran tanah, arang sekam dan sekam (1 : 1 : 1; v/v) (Netty dan Riska, 2001). Sebelum planlet dipindahkan ke media aklimatisasi, akar dibersihkan dengan air mengalir. Planlet yang telah ditanam dalam media aklimatisasi disungkup dengan plastik dan ditempatkan dalam ruangan labor yang tidak dikenai langsung oleh cahaya matahari selama dua minggu. Kemudian tutup plastik dibuka dan tanaman masih dipelihara selama dua minggu dalam ruangan laboratorium sebelum dipindahkan ke rumah kaca.

Karakterisasi morfologi bibit

Bibit yang berasal dari masing-masing perlakuan jenis mutagen diamati karakter kualitatif dan kuantitatif morfologinya. Pengamatan ini dilakukan setelah bibit berumur dua bulan di rumah kaca dan sebelum bibit diinokulasi dengan patogen. Karakter kualitatif yang diamati yaitu warna dan penampakakan daun, sedangkan karakter kuantitatif meliputi jumlah daun, rasio panjang dan lebar daun, dan diameter batang semu. Data karakter kuantitatif dianalisis dengan analisis keragaman (Crowder, 1993) dan data kualitatif dicatat dan dibuat pengelompokan variasinya.

Inokulasi patogen

Sumber inokulum Xanthomobas axonopodis pv. alli telah tersedia dalam koleksi isolat bakteri di laboratorium Bakteriologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang. Isolat tersebut berasal dari areal pertanaman bawang di daerah Solok (Sumatera Barat). Isolat diremajakan Xanthomobas axonopodis pv. alli dalam medium Nutrien Glukosa Agar (NGA) dan biakan diinkubasi pada suhu ruangan selama tiga hari. Isolat bakteri tersebut disimpan dalam agar miring pada suhu 4 oC. Untuk perbanyakan inokulum, isolat bakteri dibiakkan dalam medium

Nutrien Glucose Agar (NGA) dan diinkubasi selama tiga hari pada suhu ruangan. Biakan bakteri disuspensikan dalam larutan 0,01 M MgSO4.7H2) steril sampai populasinya ±108

sel/ml yang diukur dengan menggunakan Spectrofotometer pada kecepatan optik (Optical Density, OD) 0,06 dan panjang gelombang 660 nm. Selanjutnya suspensi tersebut diencerkan lagi sampai populasinya 106 CFU/ml.


(6)

Bibit mutan yang berumur 2 minggu setelah aklimatisasi di umah kaca diinokulasi dengan strain Xanthomobas axonopodis pv. alli yang virulen dengan mengoleskan suspensi bakteri pada ujung daun yang sebelumnya telah ditusuk dengan jarum secara merata. Gejala penyakit diamati setiap hari selama dua minggu setelah inokulasi meliputi masa inkubasi, severitas dan insidensi penyekit (berdasarkan tahapan gejala yaitu daun bercak, layu, menguning, water soaking dan terakhir mengering). Jika bibit tidak memperlihatkan gejala sampai minggu ke dua setelah inokulasi, maka bibit tersebut dinyatakan tahan terhadap penyakit hawar daun.

Gejala anatomis tanaman sakit

Pada bibit yang sakit dilakukan pemeriksaan histologis untuk memperkaya informasi tentang gejala anatomis penyakit tersebut. Pemeriksaan histologi dilakukan pada sayatan melintang batang semunya yang disediakan dengan metode pembuatan preparat permanen (O'Brien dan McCully, 1981). Batang semu fiksasi dalam larutan yang terdiri dari campuran etanol 50%, asam asetat glasial dan dan formalin (90 : 5 : 5; v/v). Bahan didehidrasi dalam larutan Johansen, diinfiltrasi dan ditanaman dalam parafin, selanjutnya disayat dengan mikrotom dengan ketebalan 8 µm. Untuk mengamati struktur secara umum, sayatan diwarnai dengan pewarnaan Tionin dan Orange G. Sedangkan untuk mengamati penyumbatan pembuluh, sayatan diwarnai dengan 0,1% lactophenol tripan blue (Jensen, 1962).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Variasi morfologi planlet dan bibit pisang

Penggunaan mutagen kimia pada bawang merah secara in vitro dengan kosentrasi dan waktu perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Pada tabel ditampilkan daya generasi jumlah tunas yang tumbuh hasil perlakuan dengan ethyl methane sulfonate (EMS) secara in vitro.


(7)

Tabel 1. Rerata daya generasi tunas hasil induksi mutasi EMS pada tanaman bawang merah

Dosis EMS/waktu Jumlah tunas Persentase tunas

0 3.5 50.5

0,2% 15 menit 5.6 70.8

0,2% 30 menit 6.0 85.9

0,2% 45 menit 4.6 58.5

0,2% 60 menit 4.2 54.5

0,5% 15 menit 4.5 59.8

0,5% 30 menit 4.0 53.5

0,5% 45 menit 2.9 40.4

0,5% 60 menit 2.2 30.5

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi kosentrasi EMS yang dipakai dan lamanya waktu untuk memutasi menyebabkan jumlah tunas dan persentase tunas yang tumbuh semakin kecil. Kosentrasi EMS yang bagus untuk memutasi bawang adalah pada 0,2% selama 30 menit dimana jumlah tunas meningkat sampai 6.0 (Gambar 1) dengan persentase tumbuh tunas sebesar 85.9. jika terl;alu tinggi kosentrasi EMS dan lamanya masa perendaman menyebabkan tunas sedikit terbentuk dan adanya blooming atau bewarna kecoklatan pada medium yang digunakan untuk kultur. Tingginya jumlah tunas yang terbetuk pada kosentrasi 0,2% EMS 30 menit dapat dinyatakan bahwa telah terjadi kecocokan antara mutan dengan tanman yang dimutasi. Hal ini sesuai dengan Kuksova et al., 1997 yang menyatakan bahwa induksi mutasi tergantung pada jenis tanaman, jenis mutagen, kosentrasi mutagen dan lama perlakuan pada tanaman yang di mutasi. Selain itu penggunaan mutagen kimia pada kultur in vitro umumnya digunakan dengan kosentrasi atau dosis yang rendah (Soesanto, 2003). Tyas , Marlin dan Misnawati juga mendapatkan jumlah tunas yang banyak pada kultur bawang denan penambahan beberapa kosentrasi BAP dan NAA. Penggunaan mutagen kimia dengan kosentrasi rendah dapat merangsang atau menstimulasi pertumbuhan tanaman dan menginduksi fisiologi tanaman (Potdukhe, 2004).


(8)

Gambar1. Tunas bawang hasil perlakuan dengan EMS dan Kontrol Tabel 2. Rerata pertumbuhan tunas hasil induksi mutasi bawang merah dengan EMS

Dosis EMS/waktu

Tinggi tunas Jumlah daun Jumlah akar Panjang akar

0 2.3a 5.8a 3.2a 1.5a

0,2% 15 menit 4.4bc 7.9b 5.3bc 2.2ab

0,2% 30 menit 4.6c 10.5c 5.9c 2.7b

0,2% 45 menit 4.3bc 7.5b 4.3b 1.8a

0,2% 60 menit 4.2ab 6.7ab 3.9ab 1.8a

0,5% 15 menit 4.1ab 7.2b 4.2b 2.3b

0,5% 30 menit 4.5bc 8.4b 4.5b 1.9a

0,5% 45 menit 3.6a 7.7b 3.5a 1.6a

0,5% 60 menit 2.9a 5.5a 2.9a 1.6a

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan berarti berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan taraf α=0,05.

Gambar 2. Pertambahan tinggi tunas mutan bawang merah dan kontrol

Pengamatan pertumbuhan tunas bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh mutagen kimia terhadap keragaman yang terjadi pada tunas atau planlet. Mutagen kimia dapat menyebabkan terjadinya keragaman pertumbuhan tunas hasil seleksi in vitro dengan kosentrasi dan waktu yang berbeda (Tabel 2). Pengaruh yang signifikan berdasarkan


(9)

analisis statistik diantara populasi tunas somaklonal dalam media in vitro menunjukkan besarnya tingkat keragaman dan populasi somaklon tersebut. Menurut Miglani (2006), jika dua atau lebih genotip ditumbuhkan pada kondisi lingkungan yang sama (in vitro) sehingga menghasilkan pertumbuhan yang berbeda, maka kedua individu tersebut mempunyai genotip yang berbeda. Jumlah daun terbanyak pada kosentrasi 0,2% EMS

Pada kosentrasi dan waktu yang berbeda mutagen kimia berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar. Pada kosentrasi 0,2% EMS selama 30 menit tinggi tunas 4,6 cm, merupakan tunas tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan kosentrasi 0,2% EMS 45 menit dan 0,5% EMS 30 menit. Jumlah daun tertinggi pada kosentrasi 0,2% EMS selama 30 menit sebanyak 10,8 dan kosenrasi 0,5% EMS selama 30 menit, sementara itu jumlah daun paling sedikit pada kosentrasi EMS 0,5% selama 60 menit tetapi secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol dan 0,2% EMS selama 60 menit. Jumlah akar terbanyak (Tabel 2) terlihat pada perlakuan mutagen 0,2% EMS selama 30 menit, sedangkan pada perlakuan yang lain tidak terlalu berbedanyata dengan kontrol. Panjang akar tanaman bawang pada in vitro terlihat paling bagus pada perlakuan 0,2% dan 0,5% EMS selama 30 menit sebesar 2,7cm dan 2,3 cm, sementara itu pada perlakuan yang lain secara stattistik tidak berbedanyata dengan kontrol. Berdasarkan hasil analis seperti diatas, diketahui bahwa penggunaan mutagen kimia kosentrasi 0,2% dan 0,5% EMS selama 15-30 menit dapat berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tunas. Menurut Ali (2000), perlakuan mutagen dengan kosentrasi tertentu, dapat menyebabkan terjadinya stimulasi dari biosintesis beberapa asam amino seperti lysine, phenilalanine. Menurut Lage dan Esquibel (1997), asam amino tersebut dapat memodifikasi beberapa aktivitas enzim seperti peroksidase, polifenoloksidase, katalase yang menyebabkan daun bertambah banyak dan lebar. Selain itu juga akan meningkatkan proses biokimia sehingga dapat meningkatkan pengambilan mineral dan fotosintesis. Menurut Shaq et al., (2008), penggunaan mutagen dengan kosentrasi rendah dapat menstimulasi dan meningkatkan diferensiasi sel. Patil (2004), melaporkan bahwa penggunaan mutagen kimia dengan kosentrasi 0,1-0,3% EMS dapat mempercepat daya generasi dan laju pertumbuhan tanaman kedelai serta tahan penyakit karat pada tanaman kedelai.


(10)

Tabel 3. Variasi morfologi planlet dan bibit bawang merah hasil induksi mutasi

Dosis EMS/waktu Karakter planlet 25 hari

setelah tanam Karakter bibit setelah diaklimatisasi 35hari setelah aklimatisasi 0 Batang semu hijau dan daun

hijau normal

Daun banyak dan umbi mulai terbentuk kecil-kecil

0,2% 15 menit Batang semu agak tebal dengan jumlah daun banyak berwarna hijau kekuningan

Batang semu mulai pecah membentuk umbi dan daun bewarna hijau pekat serta daun tebal

0,2% 30 menit batang semu yang tebal dengan jumlah daun yang banyak dan bewarna hijau pucat

Batang semu mulai membesar dengan mulai pecah dan membentuk umbi, serta daun banyak dan bewarna hijau 0,2% 45 menit Batang semu kecil dan daun

kecil-kecil seperti jarum

Umbi mulai terbentuk serta daun bewrna hijau agak pucat

0,2% 60 menit Batang semu menyatu dengan daun yang terlihat seperti jarum

Umbi tidak terbentuk jumlah daun yang banyak

0,5% 15 menit Batang semu hijau dan daun hijau pucat

Umbi terbentuk sangat sedikt dan jnumlah daun sedikit

0,5% 30 menit Batang semu agak besar daun bewarna hijau kekuningan

batang semu yang kecil diameternya serta daun yang kecil-kecil seperti jarum dan bewarna hijau pucat, umbi mulai terbentuk

0,5% 45 menit Batang semu agak besar daun agak tebal dan melilit

batang semu yang kecil diameternya serta daun yang kecil-kecil seperti jarum dan bewarna hijau pucat, umbi mulai terbentuk

0,5% 60 menit Batang semu kecil bewarna agak pucat dan melilit

Semua yang telah diaklimatisasi mati

Morfologi planlet (Tabel 3) pada kosentrasi 0,2% dan 0,5% EMS selama 30 menit memperlihatkan bentuk daun yang kecil-kecil dan batang melengkung serta bewarna kuning. Morfologi planlet pada kosentrasi 0,2% EMS selama 45 menit menunjukkan bentuk daun kecil-kecil dan batang hijau serta tebal. Perlakuan EMS 0,6% selama 54 menit memperlihatkan pada planlet batang kecil dan pertumbuhan daun sangat kecil seperti yang terlihat pada Gambar 3. Terdapatnya variasi morfologi pada planlet pada masing –masing perlakuan menunjukkan telah terjadinya mutasi pada bawang merah. Pada kontrol terlihat pada ujung daun telah menunjukkan bahwa kontrol tersebut telah terserang oleh

Xanthomonas axanopodis pv. Alli. (Xaa)Dimana pada bagian ujung pucuk daun menunjukkan adanya gejala serangan (Xaa) seperti terlihat pada Gambar 3.


(11)

Gambar 3. Morfologi planlet mutan bawang merah dan kontrol

Gambar 4. Tanaman Bawang setelah diaklimatisasi berumur 35 hari setelah tanam A) Kontrol, B) Mutan

Keragaman morfologi yang ditampilkan masing-masing perlakuan pada bawang merah telah mengindikasikan bahwa bawang tersebut telah termutasi (Gambar 4). Selanjutnya Hossain et al., (2003) menyatakan bahwa variasi pada tanaman yang dihasilkan dari kultur in vitro dapat digunakan untuk mendapatkan sumber keragaman genetik baru dalam upaya perbaikan sifat tanaman yang diinginkan serta untuk menghasilkan tanaman yang baru serta tahan terhadap penyakit. Penggunaan mutagen kimia EMS pada kultur in vitro akan meningkatkan keragaman serta akan lebih efektif dalam melakukan seleksi in vitro untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit. Roux (2004) menyebutkan bahwa induksi mutasi pada kultur in vitro dapat mengurangi terbentuknya kimera, selain itu mutan akan mudah didapatkan dengan memodifikasi kondisi kultur dengan menurunkan kompetisi somatik.

Penggunaan mutagen EMS dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit melalui kultur in vitro dapat diketahui dengan meningkatnya karakter


(12)

ungul seperti resisten terhadap penyakit akar putih pada tanaman bawang merah (Al-safadi

et al., 2000).

Variasi morfologi pada tahap bibit bawang merah yang telah diaklimatisasi Tabel 3 memperlihatkan bahwa dengan kosentrasi 0,2% EMS selama 30 menit menunjukkan bahwa bibit mempunyai batang semu yang tebal dengan jumlah daun yang banyak dan bewarna hijau pucat (Gambar 4b). Perlakuan EMS 0,5% 30 menit didapatkan karakter batang semu yang kecil diameternya serta daun yang kecil-kecil seperti jarum dan bewarna hijau pucat. Keragaman yang diinduksi dengan mutagen kimia dan kultur in vitro bersifat spontan dan random sehingga sifat yang dimunculkan dari suatu karakter tertentu kadang tidak dikehendaki karena bersifat merugikan seperti yang terjadi pada tanaman Cicer aeritinum yang diinduksi dengan EMS memberikan penyimpangan pada ukuran buah yang tidak sempurna (Shah et al., 2008).

2. Ketahanan tanaman bawang merah terhadap serangan Xanthomonas axonopodis pv. Alli

Mutan-mutan bawang merah dan kontrol yang sudah diaklimatisasi selanjutnya diinokulasi dengan patogen Xaa pada bagian ujung.

Tabel 4. Ketahanan Tanaman mutan bawang merah terhadap Xaa

Dosis EMS/waktu Masa inkubasi (hst)

0 (kontrol) 12,5a

0,2% 15 menit 35,6e

0,2% 30 menit 38,9f

0,2% 45 menit 33,7e

0,2% 60 menit 29,8d

0,5% 15 menit 17,8bc

0,5% 30 menit 24,5c

0,5% 45 menit 14,8ab

0,5% 60 menit Tidak ada yg hidup

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan berarti berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan taraf α=0,05

Mutan bawang merah 0,2% EMS 30 menit dan 15 menit menunjukkan kemampuan memperlambat masa inkubasi serangan Xaa (Tabel 4) pada bawang merah hingga 38,9 hst dan 35,6hst, dan dikuti 0,2% EMS 45 menit dan 60 menit yang mampu memperlambat masa inkubasi serangan Xaa hingga 33,7hst dan 29,8hst. Kosentrasi EMS 0,5% 30 menit juga mampu memperlambat masa inkubasi sebesar 24,5hst. Masa inkubasi tercepat pada


(13)

kontrol yaitu sebesar 12,5hst. Tingginya kemampuan mutan untuk memperlambat masa inkubasi serangan penyakit Xaa pada tanaman merah dapat dinyatakan bahwa bawang merah tersebut sudah termutasi, hal ini sesuai menurut pendapat Damayanti et al., 2000 yang menyatakan bahwa mutan pisang Abaka mampu memperlambat perkembangan penyakit Fusarium pada tanaman pisang.

3. Persentase daun terserang

Pada hasil analisis sidik ragam, persentase serangan Xaa pada daun bawang merah memperlihatkan pengaruh berbeda setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf nyata 5% hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase daun terserang Xaa (%) pada mutan bawang merah

Dosis EMS/waktu Daun terserang

(%) Efektivitas (%)

0 100 a 0

0,2% 15 menit 25 b 75

0,2% 30 menit 5d 95

0,2% 45 menit 30 b 70

0,2% 60 menit 30b 70

0,5% 15 menit 18.4 c 81.6

0,5% 30 menit 15.8 c 84.2

0,5% 45 menit 32.7 b 67.3

0,5% 60 menit

-KK 4.54%

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan berarti berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan taraf α=0,05

Mutan bawang merah dengan kosentrasi 0,2% selama 30 menit memperlihatkan kemampuan yang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuaan yang lain. Mutan dengan kosentrasi 0,5% selama 45 menit mampu menekan persentase serangan Xaa pada daun bawang merah hingga 15,8 % dengan efektivitas 84,2% serta lebih baik dibandingkan control dengan persentase serangan mencapai 100% dengan efektivitas 0. Jika dilihat pada Tabel 5. Setelah diuji secara statistik seluruh perlakuan pada mutan punya kemampuan untuk menekan persentase serangan Xaa pada tanaman bawang merah. Hal ini sama dengan penelitian penelitian Yanti (2008) mendapatkan mutan pisang Raja Sereh yang tahan terhadap serangan penyakit layu bakteri.


(14)

4. Gejala anatomi daun yang terserang patogen Xaa.

Gambar 5. Gejala anatomi tanaman bawang merah yang rentan (kontrol) dan mutan

Pengamatan histopatologis tanaman bawang yang terserang Xaa dapat dilihat pada Gambar 5. Pada tanaman kontrol terlihat adanya penyumbatan pada pembuluh sehingga menyebabkan pada ujung daun menjadi kuning dan terhambatnya translokasi dan proses fotosintesis. Perkembangan penyakit hawar daun bakteri sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Temperatur optimum untuk perkembangan penyakit ini berkisar antara 28-350C (Roumagnac et al, 2004). Infeksi primer dapat berasal dari penyebaran bakteri dari

benih ke daun, tetapi kebanyakan infeksi berasal dari penetrasi bakteri melalui pelukaan pada daun. Bakteri menyebar pada bagian tersebut melalui air hujan, air tanah, dan melalui kultur teknis seperti pemangkasan, dan penggemburan tanah. Begitu berada di dalam tanaman, bakteri memasuki sistem pembuluh dan bergerak serta memperbanyak diri di jaringan xylem, bergerak di dalamnya dan keluar menuju phloem selanjutnya akan membentuk luka dan menghasilkan gejala hawar daun (Paulraj et al, 1993)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang terlaksana pada tahun pertama dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Bibit mutan bawang merah hasil perlakuan 0,2% dan 0,5% selama 30 menit memberikan variasi morfologi yang bebrebda dibandingkan dengan tanaman kontrol 2) Kosentrasi 0,2% selama 30 menit merupakan kosentrasi yang tepat untuk perbanyakan jumlah tunas, jumlah daun pada tanaman bawang 3) Kosentrasi 0,2%


(15)

merupakan kosentrasi yang baik untuk menekan laju perkembangan penyakit bawang yang disebabkan oleh Xaa.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan No : 120/H.16/PL/HB.PSN/IV/2009

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1998. Pedornan Bertanam. Kanisius. Yogyakarta

Agrios, G. N. 1997. Plant Pathology. 4th edition. Academic Press Inc.tSan Diego-New

York-Boston-Lon don -Syd ney-Tokyo-Toronto.

Bhagwat, B. and E.J. Duncan. 1999. Mutation Breeding of banana cv. ‘Highgate’ (Musa

spp., AAA group) for tolerance to Fusarium oxysporum f.sp cubense using chemical mutagens. Musarama, 12(1):5.

Burdon, J.J. and D.R. Marshall. 1983. The use of enzymes in plant disease research, in:

Isozymes in Plant Genetics and Breeding, Tanskley, S.D. & T.J. Orton (editors). Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam, Netherlands, 401-412.

Badan Pusat Stafistik. 2003. Sumatera Barat Dalam Angka 2003. Padang.583 hal

De Beer, Z.G. and A.A. Visser. 1995. Mutation breeding of banana in South Africa,

Musarama, 8(3): 5.

Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2006, Program pengembangan tanaman sayuran dan Biofarmaka. Makalah dalam Apresiasi Penanggulangan OPT Tanaman Sayuran tgl. 3-6 Oktober di Nganjuk.

Direktorat Budidaya Tan. Sayuran dan Biofarmaka. 2006. Program pengembangan bawang merah di Indonesia dan implemGentasi GAP. Makalah dalam Apresiasi Penanggulangan OPT Tanaman Sayuran tgl. 3-6 Oktober di Nganjuk.

Espino, R.R.C. and R.B. Pimentel. 1988. Electrophoretic analysis of selected isozymes in BB cultivars of Phillipine Bananas. Proc. an International Workshop held at Los Banos, Phillipnes 5-10 September 1988. 36-40.

Fadli. 2005. Uji Tingkat Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada Beberapa Varietas Bawang Merah di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Skripsi. Fakultas Pertanian Unand. 27 hal.


(16)

Gent, D. Ff., and Schwartz, 1-4. F. 2005. ManagemGent of Xanthomonas leaf blight of onion with - a plant activator, biological control agGents, and copper bactericides. PlantDi s. 8 9: 631-639.

Gent, D. H., Schwart, H. F., Ishimaru, C.A., Louws, F. J., Cramer, R. A., dan Lawrence C. B. 2004. Polyphasic Charaterizion of Xanthomonas Strain Onion. Phytophatology. 94: 184 -195.

Gopalakhrishnan, N.S. 1992. Quality inprovement in yam bean (Pachyrizus erosus L.) by mutation. Mutation Breeding Newsletter. no. 10-11.

Gupta, P.K., S.P. Singh and J.R. Bahl. 1996. A new mungbean variety through induced mutations. Mutation Breeding Newsletter, no. 42: 6-7.

Habazar, T. 2006b. Pengenalan penyakit hawar daun bakteri oleh Xanthomonas axonopodis pv. allii pada tanarnan bawang rnerah Makalah dalam Apresiasi Penanggulangan OPT Tanaman Sayuran tgl. 3 )-6 Oktober di Nganjuk.

Habazar, T., Rivai, F., Husin, E. F., Bakhtiar, A., Primaputera, D., Haliaturrahma, Resti, Z., Winarto, Febriani, L. 200). Aplikasi Pseudomonas yang berfluoresensi pada benih untuk pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas campesiris

pathovars. Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Mencapai Produktivitas Optimum Berke I anj utan, Bandar Lampung 26-27 Juni 2001. hal.75-82.

ldris, H. 1998. Pengujian beberapa varietas bawang merah (Allium cepa L.form

ascalonicum) terhadap perkembangan penyakit doivny milcleiv yang disebabkan oleh Peronospora destructor (Berk) Casp. Skripsi Fak. Pertanian Univ. Andalas Padang.

Jensen, J.A. 1962. Botanical Histochemistry, W.H. Freeman and Co. San Francisco and London.

Khairwal, I.S., S. Singh and S. Paroda. 1984. Induced mutation in sugarcane, Sugarcane, 3: 14-16.

Lassner, M.W. and T.J. Orton. 1983. Detection of somatic variation. in: Isozymes in Plant Genetics and Breeding, Tanskley, S.D. & T.J. Orton (editors). Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam, Netherlands, 207-217.

Lelliot, R. A., and Stead, D. A. 1987. Methods for the diagnosis of bacterial disease on plant. 2nd Ed. Oxford, Blackwell Sci. Pub[.

Mansyurdin, W.S. Netty dan Syaifullah. 2001. Induksi mutasi pada tanaman cabai keriting dengan mutagen ethylmetanosulphonate untuk perbaikan sifat ketahanannya


(17)

terhadap penyakit antraknosa. Laporan Penelitian Hibah Program Due-Like Batch I, Program Studi Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Mansyurdin, W.S. Netty dan D.I. Rosma. 2002. Induksi mutasi pada tanaman cabai keriting dengan mutagen ethylmetanosulphonate untuk perbaikan sifat ketahanannya terhadap penyakit antraknosa. Laporan Penelitian Hibah Program Due-Like Batch I, Program Studi Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Mesalina, Y. 2006. Variasi umur Tanaman Bawang Merah (Allium ascalorlicum L.) Yang Diinokulasi Bakteri Xanthomonas axonopodis pv. allii Pnyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri Skripsi Fak. Pertanian Univ. Andalas Padang

Munif A. 2001. Studies on the importance of endophytic bacteria for the biological control of the root-knot nematode Meloydogyne incognita on tomato [Dissertation]. Zu Bonn: Doctor der Agrarwissenschaften. Rhei iischen FriedrichWilhelms-Universitat Nunez, J. J. Gilbertson, R. L. Meng,X. Davis,R.M. 2002. First Report of Xanthomonas

Leaf Blight of Onion in California. Plant Diseases. 86:330

Paulraj, L., dan L. W. 0' Garro . 1993. Leaf Blioht of Onion in Barbados Caused By

Xanhomonas campestris. Plant Dis. 86:3330.

Resti dan U. Khairul. 2008. Pemetaan dan Pengelolaan Penyakit Hawar Daun Bakteri : Penyakit Baru Pada Tanaman Bawang Merah di Indonesia*). Laporan Penelitian Hibah Bersaing 2008.

Resti, Z., Yanti, Y., Rahma, H. 2007. Distribusi Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada tanaman Bawang (Xanthomonas axonopodis pv allii) Sebagai Penyakit Baru di Sumatera Barat. Laporan Penelitian DIPA Unand. Universitas Andalas. Padang. Resti, Z. Reflin, Husna, R. 2005. Tingkat Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri

Disebabkan oleh Xanthononas axonopodis pv allii Pada Beberapa Jenis Tanaman Bawang ( Allium sp). Laporan Penelitian DIPA Unand 2005. Universitas Andalas. Padang.

Resti, Z., Habazar, T., Husin, E. F., Primaputera, D., 2000a. Resistance induction of tomato to bacterial spot (Xanfhomonas campestris pv. vesicaloria) by fluorescens pseudomonads. Paper presGented in International Congress and Symposium of South East Asian Agricultural Sciences. November, 6-8 in Bogor, Indonesia.

Roumagnac, P., 1. Gagnevin, L Gardan, L Sutra, C Manceau, E.R Dickstein. 2003. Polyphasic Characterization of Xanthomonas Isolated From Onion, Garlic, and Welsh Onion (Allium spp.) and Their Relatedneess to DefferGent Xanthomonas

Species. Intemasional Journal of Systematic and Evalutranary Microbiology htt/Plantpath if as. Ufi.edu./fame/PDF DocumGents/Polyphasic.pdf.


(18)

Roumagnac, P., Pruvost, 0., Chiroleu, F., dan Hughes, H. 2004. Spatial ann Temporal Analysis of Bacterial Blight of Onion Caused By Xanthomonas axonopodis pv allii.

Phytophatology. 94 : 138 - 146.

Shah, T. M., Mirza, J. I., Haq, M. A., and Atta., B. M. 2008. Induced Variability in Chckpea (Cicer arietinum L.) II. Comporative Mutagenic Effectiveness and Efficeincy of Physical and Chemical Mutagens. Pak. J. Bot. 40(2): 605-613.

Schaad N.W, Jones J.B, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant. Pathogenic Bacteria. St Paul: The American Phytopatology Society.

Schwartz, 11. F., dan Otto, K. 2000. First Report Of a Leaf Blight Of Onion Caused By

Xanthomonas campestris in Colorado. Plant Dis.84:922

Schwartz, H. and GGent, D.H. 2006. Xanthonionas axonopodis pv. 'allii. http//www.eppo.org/QUARANTINE/Alert List/bacteria/Xanthal.htm.

Semangun, H. 1989. Penyakit Tanaman I-lortikultura di Indonesia. Gad.jah Mada University Press. Yogyakarta.Hal 599

Soeranto, H. 2003. Pean iptek nuklir dalam pemuliaan untuk mendukung industry pertanian. Jakarta. Puslitbang Teknologi Isotop danRadiasi, Badan Tenaga NuklirNasionasl (BATAN)

Tyas, A., Marlin., Misnawati. 2006. Pertumbuhan Eksplan Bawang Merah pada Pemberian Beberapa Taraf Kosentrasi BAP (6-Benzyl Amino Purine) dan NAA (a-Napthalene Acetic Acid) Secara in vitro.http://www.bdpunib.org[diakses 8 agustus 2009] Potdukhe, N. R. 2004. Effect of Physical and chemical mutagens in M1 generation in red

gram (Cajanus cajan L) Nat. J. Pl. Improve. 6(2): 108-111.

Wen, X. and L. Qu. 1996. Crop improvement through mutation techniques in Chinese agriculture. Mutation Breeding Newsletter, no. 42: 3-6.

Yuliana. 2006. Tingkat kepadatan inokulurn bakteri Xanthomonas axonopodis pv allii pada benih dalam menginfeksi tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L. Skripsi Fak. Pertanian Univ. Andalas Padang

Yanti, Y. 2007. Morphologycal variations planlet “Kepok” Banana treatments of Ethyl Methane Sulphonate mutagen Through in vitro. Proceedings The Third Asian Conference on Plant Pathology August 20-24. . Yogyakarta. Indonesia. P 218-220


(1)

kontrol yaitu sebesar 12,5hst. Tingginya kemampuan mutan untuk memperlambat masa inkubasi serangan penyakit Xaa pada tanaman merah dapat dinyatakan bahwa bawang merah tersebut sudah termutasi, hal ini sesuai menurut pendapat Damayanti et al., 2000 yang menyatakan bahwa mutan pisang Abaka mampu memperlambat perkembangan penyakit Fusarium pada tanaman pisang.

3. Persentase daun terserang

Pada hasil analisis sidik ragam, persentase serangan Xaa pada daun bawang merah memperlihatkan pengaruh berbeda setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf nyata 5% hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase daun terserang Xaa (%) pada mutan bawang merah Dosis EMS/waktu Daun terserang

(%) Efektivitas (%)

0 100 a 0

0,2% 15 menit 25 b 75

0,2% 30 menit 5d 95

0,2% 45 menit 30 b 70

0,2% 60 menit 30b 70

0,5% 15 menit 18.4 c 81.6

0,5% 30 menit 15.8 c 84.2

0,5% 45 menit 32.7 b 67.3

0,5% 60 menit

-KK 4.54%

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan berarti berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan taraf α=0,05 Mutan bawang merah dengan kosentrasi 0,2% selama 30 menit memperlihatkan kemampuan yang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuaan yang lain. Mutan dengan kosentrasi 0,5% selama 45 menit mampu menekan persentase serangan Xaa pada daun bawang merah hingga 15,8 % dengan efektivitas 84,2% serta lebih baik dibandingkan control dengan persentase serangan mencapai 100% dengan efektivitas 0. Jika dilihat pada Tabel 5. Setelah diuji secara statistik seluruh perlakuan pada mutan punya kemampuan untuk menekan persentase serangan Xaa pada tanaman bawang merah. Hal ini sama dengan penelitian penelitian Yanti (2008) mendapatkan mutan pisang Raja Sereh yang tahan terhadap serangan penyakit layu bakteri.


(2)

4. Gejala anatomi daun yang terserang patogen Xaa.

Gambar 5. Gejala anatomi tanaman bawang merah yang rentan (kontrol) dan mutan

Pengamatan histopatologis tanaman bawang yang terserang Xaa dapat dilihat pada Gambar 5. Pada tanaman kontrol terlihat adanya penyumbatan pada pembuluh sehingga menyebabkan pada ujung daun menjadi kuning dan terhambatnya translokasi dan proses fotosintesis. Perkembangan penyakit hawar daun bakteri sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Temperatur optimum untuk perkembangan penyakit ini berkisar antara 28-350C (Roumagnac et al, 2004). Infeksi primer dapat berasal dari penyebaran bakteri dari benih ke daun, tetapi kebanyakan infeksi berasal dari penetrasi bakteri melalui pelukaan pada daun. Bakteri menyebar pada bagian tersebut melalui air hujan, air tanah, dan melalui kultur teknis seperti pemangkasan, dan penggemburan tanah. Begitu berada di dalam tanaman, bakteri memasuki sistem pembuluh dan bergerak serta memperbanyak diri di jaringan xylem, bergerak di dalamnya dan keluar menuju phloem selanjutnya akan membentuk luka dan menghasilkan gejala hawar daun (Paulraj et al, 1993)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang terlaksana pada tahun pertama dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Bibit mutan bawang merah hasil perlakuan 0,2% dan 0,5% selama 30 menit memberikan variasi morfologi yang bebrebda dibandingkan dengan tanaman kontrol 2) Kosentrasi 0,2% selama 30 menit merupakan kosentrasi yang tepat untuk perbanyakan jumlah tunas, jumlah daun pada tanaman bawang 3) Kosentrasi 0,2%


(3)

merupakan kosentrasi yang baik untuk menekan laju perkembangan penyakit bawang yang disebabkan oleh Xaa.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan No : 120/H.16/PL/HB.PSN/IV/2009

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1998. Pedornan Bertanam. Kanisius. Yogyakarta

Agrios, G. N. 1997. Plant Pathology. 4th edition. Academic Press Inc.tSan Diego-New York-Boston-Lon don -Syd ney-Tokyo-Toronto.

Bhagwat, B. and E.J. Duncan. 1999. Mutation Breeding of banana cv. ‘Highgate’ (Musa spp., AAA group) for tolerance to Fusarium oxysporum f.sp cubense using chemical mutagens. Musarama, 12(1):5.

Burdon, J.J. and D.R. Marshall. 1983. The use of enzymes in plant disease research, in: Isozymes in Plant Genetics and Breeding, Tanskley, S.D. & T.J. Orton (editors). Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam, Netherlands, 401-412.

Badan Pusat Stafistik. 2003. Sumatera Barat Dalam Angka 2003. Padang.583 hal

De Beer, Z.G. and A.A. Visser. 1995. Mutation breeding of banana in South Africa, Musarama, 8(3): 5.

Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2006, Program pengembangan tanaman sayuran dan Biofarmaka. Makalah dalam Apresiasi Penanggulangan OPT Tanaman Sayuran tgl. 3-6 Oktober di Nganjuk.

Direktorat Budidaya Tan. Sayuran dan Biofarmaka. 2006. Program pengembangan bawang merah di Indonesia dan implemGentasi GAP. Makalah dalam Apresiasi Penanggulangan OPT Tanaman Sayuran tgl. 3-6 Oktober di Nganjuk.

Espino, R.R.C. and R.B. Pimentel. 1988. Electrophoretic analysis of selected isozymes in BB cultivars of Phillipine Bananas. Proc. an International Workshop held at Los Banos, Phillipnes 5-10 September 1988. 36-40.

Fadli. 2005. Uji Tingkat Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada Beberapa Varietas Bawang Merah di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Skripsi. Fakultas Pertanian Unand. 27 hal.


(4)

Gent, D. Ff., and Schwartz, 1-4. F. 2005. ManagemGent of Xanthomonas leaf blight of onion with - a plant activator, biological control agGents, and copper bactericides. PlantDi s. 8 9: 631-639.

Gent, D. H., Schwart, H. F., Ishimaru, C.A., Louws, F. J., Cramer, R. A., dan Lawrence C. B. 2004. Polyphasic Charaterizion of Xanthomonas Strain Onion. Phytophatology. 94: 184 -195.

Gopalakhrishnan, N.S. 1992. Quality inprovement in yam bean (Pachyrizus erosus L.) by mutation. Mutation Breeding Newsletter. no. 10-11.

Gupta, P.K., S.P. Singh and J.R. Bahl. 1996. A new mungbean variety through induced mutations. Mutation Breeding Newsletter, no. 42: 6-7.

Habazar, T. 2006b. Pengenalan penyakit hawar daun bakteri oleh Xanthomonas axonopodis pv. allii pada tanarnan bawang rnerah Makalah dalam Apresiasi Penanggulangan OPT Tanaman Sayuran tgl. 3 )-6 Oktober di Nganjuk.

Habazar, T., Rivai, F., Husin, E. F., Bakhtiar, A., Primaputera, D., Haliaturrahma, Resti, Z., Winarto, Febriani, L. 200). Aplikasi Pseudomonas yang berfluoresensi pada benih untuk pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas campesiris pathovars. Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Mencapai Produktivitas Optimum Berke I anj utan, Bandar Lampung 26-27 Juni 2001. hal.75-82.

ldris, H. 1998. Pengujian beberapa varietas bawang merah (Allium cepa L.form ascalonicum) terhadap perkembangan penyakit doivny milcleiv yang disebabkan oleh Peronospora destructor (Berk) Casp. Skripsi Fak. Pertanian Univ. Andalas Padang.

Jensen, J.A. 1962. Botanical Histochemistry, W.H. Freeman and Co. San Francisco and London.

Khairwal, I.S., S. Singh and S. Paroda. 1984. Induced mutation in sugarcane, Sugarcane, 3: 14-16.

Lassner, M.W. and T.J. Orton. 1983. Detection of somatic variation. in: Isozymes in Plant Genetics and Breeding, Tanskley, S.D. & T.J. Orton (editors). Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam, Netherlands, 207-217.

Lelliot, R. A., and Stead, D. A. 1987. Methods for the diagnosis of bacterial disease on plant. 2nd Ed. Oxford, Blackwell Sci. Pub[.

Mansyurdin, W.S. Netty dan Syaifullah. 2001. Induksi mutasi pada tanaman cabai keriting dengan mutagen ethylmetanosulphonate untuk perbaikan sifat ketahanannya


(5)

terhadap penyakit antraknosa. Laporan Penelitian Hibah Program Due-Like Batch I, Program Studi Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Mansyurdin, W.S. Netty dan D.I. Rosma. 2002. Induksi mutasi pada tanaman cabai keriting dengan mutagen ethylmetanosulphonate untuk perbaikan sifat ketahanannya terhadap penyakit antraknosa. Laporan Penelitian Hibah Program Due-Like Batch I, Program Studi Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Mesalina, Y. 2006. Variasi umur Tanaman Bawang Merah (Allium ascalorlicum L.) Yang Diinokulasi Bakteri Xanthomonas axonopodis pv. allii Pnyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri Skripsi Fak. Pertanian Univ. Andalas Padang

Munif A. 2001. Studies on the importance of endophytic bacteria for the biological control of the root-knot nematode Meloydogyne incognita on tomato [Dissertation]. Zu Bonn: Doctor der Agrarwissenschaften. Rhei iischen FriedrichWilhelms-Universitat Nunez, J. J. Gilbertson, R. L. Meng,X. Davis,R.M. 2002. First Report of Xanthomonas

Leaf Blight of Onion in California. Plant Diseases. 86:330

Paulraj, L., dan L. W. 0' Garro . 1993. Leaf Blioht of Onion in Barbados Caused By Xanhomonas campestris. Plant Dis. 86:3330.

Resti dan U. Khairul. 2008. Pemetaan dan Pengelolaan Penyakit Hawar Daun Bakteri : Penyakit Baru Pada Tanaman Bawang Merah di Indonesia*). Laporan Penelitian Hibah Bersaing 2008.

Resti, Z., Yanti, Y., Rahma, H. 2007. Distribusi Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada tanaman Bawang (Xanthomonas axonopodis pv allii) Sebagai Penyakit Baru di Sumatera Barat. Laporan Penelitian DIPA Unand. Universitas Andalas. Padang. Resti, Z. Reflin, Husna, R. 2005. Tingkat Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri

Disebabkan oleh Xanthononas axonopodis pv allii Pada Beberapa Jenis Tanaman Bawang ( Allium sp). Laporan Penelitian DIPA Unand 2005. Universitas Andalas. Padang.

Resti, Z., Habazar, T., Husin, E. F., Primaputera, D., 2000a. Resistance induction of tomato to bacterial spot (Xanfhomonas campestris pv. vesicaloria) by fluorescens pseudomonads. Paper presGented in International Congress and Symposium of South East Asian Agricultural Sciences. November, 6-8 in Bogor, Indonesia.

Roumagnac, P., 1. Gagnevin, L Gardan, L Sutra, C Manceau, E.R Dickstein. 2003. Polyphasic Characterization of Xanthomonas Isolated From Onion, Garlic, and Welsh Onion (Allium spp.) and Their Relatedneess to DefferGent Xanthomonas Species. Intemasional Journal of Systematic and Evalutranary Microbiology htt/Plantpath if as. Ufi.edu./fame/PDF DocumGents/Polyphasic.pdf.


(6)

Roumagnac, P., Pruvost, 0., Chiroleu, F., dan Hughes, H. 2004. Spatial ann Temporal Analysis of Bacterial Blight of Onion Caused By Xanthomonas axonopodis pv allii. Phytophatology. 94 : 138 - 146.

Shah, T. M., Mirza, J. I., Haq, M. A., and Atta., B. M. 2008. Induced Variability in Chckpea (Cicer arietinum L.) II. Comporative Mutagenic Effectiveness and Efficeincy of Physical and Chemical Mutagens. Pak. J. Bot. 40(2): 605-613.

Schaad N.W, Jones J.B, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant. Pathogenic Bacteria. St Paul: The American Phytopatology Society.

Schwartz, 11. F., dan Otto, K. 2000. First Report Of a Leaf Blight Of Onion Caused By Xanthomonas campestris in Colorado. Plant Dis.84:922

Schwartz, H. and GGent, D.H. 2006. Xanthonionas axonopodis pv. 'allii. http//www.eppo.org/QUARANTINE/Alert List/bacteria/Xanthal.htm.

Semangun, H. 1989. Penyakit Tanaman I-lortikultura di Indonesia. Gad.jah Mada University Press. Yogyakarta.Hal 599

Soeranto, H. 2003. Pean iptek nuklir dalam pemuliaan untuk mendukung industry pertanian. Jakarta. Puslitbang Teknologi Isotop danRadiasi, Badan Tenaga NuklirNasionasl (BATAN)

Tyas, A., Marlin., Misnawati. 2006. Pertumbuhan Eksplan Bawang Merah pada Pemberian Beberapa Taraf Kosentrasi BAP (6-Benzyl Amino Purine) dan NAA (a-Napthalene Acetic Acid) Secara in vitro. http://www.bdpunib.org[diakses 8 agustus 2009] Potdukhe, N. R. 2004. Effect of Physical and chemical mutagens in M1 generation in red

gram (Cajanus cajan L) Nat. J. Pl. Improve. 6(2): 108-111.

Wen, X. and L. Qu. 1996. Crop improvement through mutation techniques in Chinese agriculture. Mutation Breeding Newsletter, no. 42: 3-6.

Yuliana. 2006. Tingkat kepadatan inokulurn bakteri Xanthomonas axonopodis pv allii pada benih dalam menginfeksi tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L. Skripsi Fak. Pertanian Univ. Andalas Padang

Yanti, Y. 2007. Morphologycal variations planlet “Kepok” Banana treatments of Ethyl Methane Sulphonate mutagen Through in vitro. Proceedings The Third Asian Conference on Plant Pathology August 20-24. . Yogyakarta. Indonesia. P 218-220