Hama Wereng Coklat dan Masalah Pengendaliannya di Indonesia

I.

-

HAMA WERENG GOKLAT DAN MASALAH
PENCENDALIANNYA DI INDONESIA
Oleh :

A. Toerngadi Soemawhaba dan Soemartono Sosronaarsono *)

Wereng coklat ~ N i l ~ & - ~ u g e n s - ( S dadaiah-satu
ak)
speesies_serangga_
ham_apadi-dilndonesia _y ang sudali dikenal sejak awal abad 20 i n t K a l s h ~ v e f(1950)menyebuti
kan- bahwa pada bulan Nopember 193 1 suatu konipleks virus pada p a d i - y a i t ~ + ~ k i U C e r - d i C ~ ~ r n p u t ~ ~ ~ a s s y
persawahan di Drarnaga, Bogor, yang tan-gngnya sedang stunt) dan ksrdil _hampa_(ragged stunt) (Tantra, 1978).
-pads stadigm berbunga diserang ole11 hama-terscbut-Se1978).
Dalam makalah ini akan diuraikan biologi dan ekorangan itu besarnya antara 3 0 - 5 0 m2 dengall jarakantara lokasi-sera-~gans e j a u h & b ~ k u ~ ~ ~ g _Bagian
3 ~ j n . logi wereng coklat secara umum, kemudian taktik-tak&@g& dari &ka_si serangan itu tanamannya k e r 1 n g . m - tik pengendalian yang dapat dilakukan, d a ~ iakhirnya
fa dari serangga itu hidup berhim~itanpadag_elepsh sistem pengendalian terpadu.
_&iy_npaxi, dgn serangga dewasanya terdapat pada 11ela1an daun. Serangan wereng coklat juga pernah terjadi di

Mojokerto pada tahun 1939 dan di Yogya pada tahun
Wereng-mklas-adalah seranggaap-engl~ t s g c a ira!i
1940. Pada awal tahun 60-an penulis juga inenyaksikan t a l m a i l yang berwarna kec~klat-coklatan, d e n g n
serangan terbatas wereng coklat di daerah Krawang. Pada panjang tubuh 2 - 4.4 m-Serangga"dewasanya nlcni--..-- (brakipwaktu itu wereng coklat belum dianggap sebagai hania punyai dua bentuk yaitu yang bersayap pendek
- - bersayap pa*jang (iGkroptera). Mak_rnputama tanaman padi, karena serangan hanya sewaktu- t i l a i d a n yang
tera meinpunyai keniampuan untuk terbang, dan nlcwaktu dan hanya meliputi luasan yang tidak besar.
Serangan wereng coklat yang meluas diawali ole11 iupakan kelompok yang bermigrasi jauh. Diniorf~snie
serangan hania tersebut di daerali Tegal pada tahun sayap it? ada hubungannya dengan kepadatan populasi.
1969, yang nieliputi luasan sebesar 1633 ha. Sejak itu se- Wereng _coldat-*bersifat endernik di daerah- Oriental
rangan nieluas dan pada tahun tanain 1974/1975, haiii- tropis, tetapi secara temporer dapat rnencapai Korea dan
pir tiap propinsi melaporkan adanya serangan weieng Jepang khususnya di ijiusirr! panas. Wereng coklat adacoklat di daerahnya (Soenmdi, 1978). Tabel 1 iiienun- lab serangga monofag, terbatas pada padi dan padi liar
jukkan serangan wereng coklat sejak tahun 1969 sani- (06za parenrzis dan Oryza spontanea) (Soga_wa, 1 982).
Siklus
pai dengan tahun 1977 dan Tabel 2 dari tahun I975
----- hidupnya relatif pendek. dipengaruki oleh
sampai dengan tahun 1984. Tabel 3 adalah serangan ta- suhu lingkungannya. ~ a d asuhu 27" -.2g°C konstan
siklus
hun 1984 sampai dengan tahun 1986.
_ ___ _-hidupnya
-berkisar antara 20 - 25 hari (Tabel 4).

Memperhatikan Tabel 1 di atas, ledakan populasi Telur biasanya diletakkan dalatn kelompok di dalani
wereng coklat dimulai pada tahun 1969, bersaniaan de- jaringan pelepah daun sebagian juga di lielaian daun. Stangan w a h dimulainya penggunaan varietas unggul. dium telur 7 - 9 hari; stadium nirnfa 10 - 15 hari, dan
.Neinrichs
(1978) juga &app_rkazslwa
kerusakan masa praoviposisi 3 - 4 hari. Di lapangan seekor betina
negeri-ne~ri
d G i ~neletakkantelur sebanyak 100 - 500 butir. Seekonomis oleh- wereng coklat di- banyak
-$r~~&-m-en&gkat-_ b e b e ~ a ~ at a- h ~ n --s_etx&ah_intraduksi rangga dewasa dan ni~nfanyabiasanya berada di bagian
bawah tanaman (pelepah dauq). J k p o p u l a s i -tinggi
gi
vqietas padi~_ugggul-d~~
penerapan t e f k n ~ l ~ mo.ddern
untuk mengelola varietas tersebuL- Dari pernyatgan ini yaitu njelebihi
- - g e r rumpun, sebagian dati po---.-500
- ekor
jelas J-&wa
mas&h- were% co&llaa $-p&kyb)tganpulasi kadang-kadang berada di bagian atas tanaman,
.nya dengan pesuhaban_ek.osistem pertanman
--- - - padi.
b a h k a ~ d ida9n be_n&ra atauLdi qgI_af-(M~~hida

e t al.,
Sogow (1982)-_menyebut wereng G @ a t sebagai 197&
hama pa& yang terburuk~d&i;an&~.a_e~~$~~af"a
Mengenai pengaruh lingkungan terhadap kehidupan
--- pa@i
lain. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang plastis, dan perkembangan populasi wereng coMat yang pernah
diketahui berdasarkan hasi! peneltian adalah sebagai beI
I

*)

Staf Pengajar Jurusan Nama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB

Dari segi ekologi cara bercocok tanam ini benar, dan
apabila sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi setempat maka akan diterima oleh petani dengan cepat. Cara
ini juga hanya berhasil apabila diikuti oleh selumh petani.
2. Varietas ?&an
Penggunaan varietas tahan terhadap hama wereng
coklat telah lama dilakukan. Varietas tahan tersebut
pada umumnya ketahanannya didasari oleh satu gen

mayor (major gene) (Kisirnoto, 1981; f i e h i & , 1978).
Ada empat gen mayor yang sampai saat kini diketahui
yaitu BPN1, b p h z , BPH3 dan bph,,. Sekarang telah ada
banyak varietas padi hasil dari IRRI maupun lembaga
nasional yang mempunyai ketahanan terhadap wereng
coklat dengan gen mayor tersebut. Kelemahan penggunaan varietas tahan tersebut adalah cepatnya populasi
wereng coklat beradaptasi pada varietas tersebut. Hal
ini ada hubungannya dengan resistensi vertikal, yang
daya seleksinya kuat terhadap populasi wereng coklat.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas Khush
(1979) menyarankan suatu strategi pemuliaan sebagai
berikut: (1) pelepasan secara beruntun (sequential release) varietas-varietas tahan yang didasari gen mayor.
(2) Mengkombinasikan dua atau tiga gen mayor dalarn
satp varietas (piramiding the rnajor genes), varietas dengan dua atau lebih gen mayor diharapkan dapat bertahan lebih lama karena menghambat adaptasi wereng
coklat. (3) Varietas ganda (nzultiline), yaitu mentransfer
gen mayor terhadap wereng coklat yang telah diketahui
ke dalam suatu galur isogenik. Galur isogenik adalah
suatu kumpulan galur dengan sifat-sifat agronomi yang
sama, tetapi masing-masing berbeda dalam ketahanannya terhadap biotipe harna. (4) Ketahanan horisontal,
ketahanan ini rendah sampai sedang dan didasari oleh

gen minor. Persilangan antar varietas dengan ketahanan
rendah akan menghasilkan varietas yang ketahanannya
lebih tinggi. Tipe ketd~anan ini akan bertahan lebih
lama.

Di depan telah diuraikan tentang jenis-jenis musuh
alami yang menyerang wereng coklat. Kini lebih dari 75
jenis musuh alami telall diketahui menyerang wereng
coklat di lapangan. Beberapa di antaranya mempunyai
potensi yang besar untuk mengendalikm wereng coklat
apabila dikelola dengan baik. Banyak ahli serangga mengetahui bahwa salah satu sebab menjadi banyaknya
populasi wereng coklat adalah karena kematian musuh
a l m i karena penggunan insektisida berspektrum lebar.
(a&,
1979). Shepard et. al., (1986) telah mencoba untuk memasu&an data populasi musuh alami tertentu,
khususnya predator, dalam penentuan pengambilan ke-

putusan pengendalian berdasarkan pengamatan populasi
wereng coklat. Peranan musuh alami ini akan menjadi
lebih pepting pada pertanaman dengan varietas yang ketahanannya sedang saja (Kartohardjono dan IleZnrichs,

1983). Dalam rangka sistem pengendalian terpadu upaya itu perlu dipelajari lebih lanjut. Pengaruh insektisida
terhadap musuh alami dan cara pelestarian musuh alaminya juga perlu dipelajari.
Pengnd dianki mia
Dalam pertanian modern pestisida merupakan sarana pengendalian yang diperlukan, tetapi karena sifatnya yang pada umumnya tidak spesifik penggunaannya
harus hati-hati. Dalam sistem pengendalian terpadu
pestisida merupakan komponen yang penting di antara
ko~nponen pengendalian lain. Dalam ha1 ini pemilihan
jenis dan fonnulasi pestisida, waktu dan cara aplikasi
adalah hal-ha1 yang perlu diperhatikan secara cermat,
sehingga kompatibel dengan komponen lain dan tidak
mencemari lingkungan.
Pengaruh samping penggunaan insektisida untuk
pengendalian wereng coklat yang pernah dilaporkan
adalah resistensi terhadap insektisida yang digunakan,
risurjensi, dan kematian musuh alami. Resistensi wereng coklat terhadap berbagai jenis insektisida pernah
dilaporkan dari Jepang. Filipina, Cina dan Sri Langka.
Insektisida-insektisida yang bersarlgkutan adalah EPN,
malathion, inetil paration, diazinon, carbofuran, BPMC,
acefat, klorpyrifos + BPMC, BWC dan endrin (Nagata
dan Mochida, 1984). Di Indonesia belum dikeiahui

secara pasti adanya resistensi wereng coklat ierliadap
insektisida yang digunakan karena tldak ada penelltian.
Timbulnya resistensi itu dapat dihmbat dengan berbagai cara, antara lain penggantian jenis kelompok insektisida secara periodis, menggunakan hanya apabila
di~erlukan (mengurangi frekuensi penggunaan), aplikasi setempat (spot treatment) pada bagian pertanaman yang memerlukan saja, d m dosis yang tepat.
Risurjensi hama sasaran se telah aplikasi insektisida
sudah banyak diberitakan. Demikian juga halnya dengan wereng coklat. Heinrids dan Mochida ( 1984)
menyatakan bahwa di antara berbagai faktor yang berperan dalam peningkalan populasi wereng coklat dan
ledakannya, risurjensi karena insektisida adalah faktor
yang penting. Rejesus dan Ghrino (dalam &inrichs,
1978) melaporkan terjadinya risujensi wereng coklat
setelah tiga kali aplikasi insektisida pada padi berumur
4,7, dan 10 MST (Gambar 2). DI Indonesia juga ditemukan terjadinya risujensi wereng coklat. k n d i
S e k a r n a (1979) dari hasil penelitiannya di lapangdn
menunjukkan bahwa fentoat (Elsan 60 EC) dan piridafention (Ofunack 40 EC) menyebabkan risurjensi wereng coklat. Sogarua (1986) daiam penelitian lapang-

nya di musirn kering juga mendapatkan hasil bahwa
insektisida-insektisida diazinon (Diazinon 6 0 EC), carbaryl (Sevin 8 5 s), klorpirifos (Dursban 2 0 Be), fention (Lebay cid 550 EC) dan fentoal (Elsan 6 0 EC) menunjukkan risurjensi, yaitu populasi pada petak-petak
dengan perlakuan insektisida tersebut 2 sampai 8 kali
lebih tinggi dari populasi petak kontrol. Pada petakpetak perlakuan dengan karbofuran (Furadan 3 G),
MrPe (Ivlipcin 50 Mrp) dan B M K (Baycarb 500 EC),

populasi wereng coMat jauh lebih rendah daripada
populasi pada petak kontrol. Unmng e t al. (1986)
dari hasil penelitian lapang dengan tujuh jenis insektisida organofosfat (Nogos 50 EC, Perfekthion 40%,
Dursban 20 EC, Lebaycid 550 EC, Elsan 60 EC) melaporkan bahwa ketujuh insektisida tersebut menyebabkan terjadinya risujensi wereng cokht.
Mekanisme te jadinya risujensi wereng coWat
karena perlakuan insektisida cukup kompleks karena
menyanght tipe insektisida dan cara aplikasinya, pengaruh fenologis pada tanaman padi, pengaruh pada
musuh alami dan pengaruh fisiologis pada wereng coHat sendiri. Dari segi sifat tanaman padi, risujensi Iebih
tinggi pada varietas yang rentan daripada pada varietas
yang lebih tahan. Gambar 3 menunjukkan pengaruhpengaruh tersebut secara skematis. -3
Dari uraian di atas jelasfah bahwa insektisida yang
akan digunakan atau sudah digunakan hams selalu dievaluasi secara cermat.

Sistem pengendalian hama terpadu dalam menanggulangi masalah wereng coklat adalah cara yang terbaik.
GZer dan C'kzrk (1961, dalam Lucknzarzn dan Metcalf,
1982) menyebut konsepsi itu dengan istilah pengelolaan
hama (pest management). Dalam pengendalian hama terpadu semua teknik pengendalian perlu dievaluasi, dan
yang dapat diterapkan, dikonsolidasikan dalanl satu program yang utuh (unified) guna mengelola populasi hama
demikian rupa sehingga kerusakan ekonomis dapat dihkldarkan dan pengaruh sarnping yang buruk terhadap
lingkungan dapat diteltan seminirnal mungkin (NAS,

1969).
Sistem pengendalian hama terpadu wereng coklat
yang kini dilaksanakan mengkombinasikan taktik pengendalian sebagai berikut: (1) pengaturan pola tanam
yang dilaksanakan dengan mengatur pergiliran tanaman,
pergitiran varietas dan tanarn serentak; (2) penanaman
varietas unggul t h a n wereng coklat yang sesuai dengan
biotipe wereng c o k b t yang sedang berjangkit, selera petani dan keadaan lainnya; (3) eradikasi dan sanitasi yang
dilaksanakan dengan cara memusnakan tanarnan terserang sehingga tidak tertinggal sisa-sisa tanaman yang dapat menjadi sumber serangan; dan (4) penggunaan insek-

tisida sebagai cara terakhir dilakukan apabila cara-cara
pengendalian lainnya tidak efektif lagi untuk mengendalikan populasi wereng coklat. Jenis insektisida yang
digunakan adalah yang efektif serta tidak menimbulkm
risujensi dan dampak lain yang tidak diinginkan. Penggunaan insektisida harus dengan dosis dan waktu yang
tepat serta penyemprotan yang benar (Tim Pengendalian
Hama Wereng Coklat, 1986).
Dalam butir (4) tersirat bahwa penggunaan insektisida baru dilakukan apabila populasi wereng coklat itu
akan meningkat terus dan tidak dapat dikendalikan oleh
taktik yang telah diterapkan. Jadi m b a n g ekonomi atau
tingkat kerusakan ekonomi perlu ditetapkan. Tabel 6
dan 7 menunjukkan ambang tersebut.

Pelaksanaan sistem pengendalian harna terpadu itu
tentu menemui berbagai masalah, antara lain kondisi
fisik daerah (umpama selalu ada air, pengairan tidak teratur, dan sebagainya), penyediaan saprodi yang sesuai,
dan kondisi sosial ekonomi.Ole11 karena itu selain penyuluhan dan latihan yang intensif mungkin perlu pula
dilakukan upaya lain supaya sistem itu dapat berjalan
baik.
Di dalam sistem pengendalian terpadu penentuan
saat diperlukan pengendalian (kimiawi) adalah sangat
penting, yang memerlukan estimasi cermat populasi
hama dan musuh alaminya.
Shepard e t al. (1986) di Filipina telah mencoba merancang suatu metode pengamatan hama padi termasuk
wereng coklat, menggunakan penarikan contoh beruntun (sequential sm2pling) dan me~llasukkan data populasi ~nusuhalami dalam penganbilan keputusan mengendaiikan atau tidak mengendalikan. Keuntungan utanla
dari penarikan contoh beruntun adalah didapatnya estimasi yang terbaik terhadap status hama (perlu dikendalikan apa tidak) untuk sejumlah ke j a tertentu.
Ekosistem pertanian seperti pertanaman padi adalah
ekosistem yang sederhana dibanding dengan ekosistem
alanliah seperti hutan tropik, tetapi tetap m a s h kompleks dalam proses-prosesnya. Keadaan populasi wereng
coklat pada suatu saat atau di waktu yang akan datang
ditentukan oleh banyak faktor yang terdapat di dalam
ekosistem pertanaman padi itu. Oleh karena itu faktorfaktor tersebut dan masing-masing fungsinya dan d i n g
hubungannya perlu ctipelajari dan dimengerti. Untuk memanfaatkan pengetahuan itu diperlukan suatu model

komputer yang kompleks. Dalam Lokakarya Wereng
CoMat di UGM (8-12 Desember 1986) baru-baru ini
telah didemonstrasikan suatu program komputer yang
diberi nama "Expert System" yang dapat meniru kemampuan manusia untuk mengambil keputusan yang rumit. Dalan dernonstrasi itu Expert System tersebut
menggunakan kondisi ekosistem padi di Filipina, dan dapat memberikan keputusan tentang pengendalian wereng

coklat apabila dimasok kondisi-kondisi lapangan. Dalarn
jangka waktu yang tidak lama model komputer demikian
kiranya akan diperlukan di Indonesia untuk membantu
pengmbilan keputusan yang cepat dalam pengelolaan
hama maupun penyakit.

KESMPULAN
1. Wma wereng coMat mash tetap menjadi masalah
dalam produksi padi. Sistem pengendalian hama terpadu merupakan cara pengendalian yang teraman

dari segi masalah harna maupun lingkungan.
2.

Penelitian dasar maupun terapan yang dapat m e ] perbaiki taktik pengendalian yang telah diketahui
atau menentukan t a k a baru, serta memperbaiki
sistem pengendalian terpadu dan pelaksanaannya
masih diperlu kan.

3.

Studi mengenai program komputer yang dapat
membantu pengambilan keputusan dalarn pengelolaan hama wereng perlu segera dimulai.

DAFTAR PUSTAKA
1. Chiu, Shui-Chen, 1979. Biological control of the brown planthopper. In Brown Planthopper. Threat t o Rice
Production in Asia. IRRI. p. 335-355.
2. Dandi Soekarna, 1979. Waktu pemberian pestisida terhadap wereng coklat Nilaparuata lugens berdasarkan
kepadatan populasi d m timbulnya riserjensi. Makalah Kong. Entomol. Indonesia I, Jakarta 9-11 Januari
1 9 7 9 . 1 3 p.
3. Direktorat PerIindungan Tanaman Pangan dan JICA. 1984. Wereng Cokfat dan pengendaliannya. 31p.
4. Heinrichs, E.A. 1978. The brown planthopper threat t o rice production in Asia. In The Brown Planthopper.
Proc. Symp. on Brown Planthopper. The 3rd Inter Congress Pac. Sci. Ass., Balk Indonesia, 22-23 July
1977. p. 45-64.
5. Heinrichs, E.A. and 0. Hoehido, 1984. From secondary to major pest status: The case of insecticide-induced
rice brown planthopper, Niloparvata lugens, resurgence. Prot. Ecol. 7: 201-218.
6. JICA. 1982. An Illustrated Guide t o Some Natural Enemies of Rice lnsect Pests in Thailand. Part. I. 72 p.
7. Kalshoven, L.G.E. 1950. De Plagen van de Cultuur Gewassen in Indonesia. Deel. I.G. van Hoeve -7sGravenhage/
Bandung. P. 265
8. Kartohardjono, A. and E.A. Heinrich, 1 9 8 3 . Population of the brown planthopper, Nilaparvota Lugens (Stal)
(Hornoptera: Delphacidae), and its predators on rice varities with different levels of resistence. Environ.
Entomol. 13:359-365.
9. Risimofo, R. 1981 Development, behaviour, population dynamics and control of the brown planthopper,
Nalapamta lugens Stal. Rev. Plt. Protect. Res. 14:26-58.
10. Kush, G.S. 1970. Genetics and breeding for resistance to the brown planthopper. In Brown Planthopper:
Threet t o Rice Production in Asia. IRRI. p 321-332.
11. Luckmann, W.H. and R.L. MePcalf.1 982. The pest management concept. In Introduction to Insect Pest Management -- 2nd ed. p 1-31.
12. Mochida, O., T. Suryana, Hendarsih, and A. Wahyu. 1978. In The Brown Planthopper. Proc. Symp. Brown
Planthopper. The 3rd Inter - Congress of the Pacif. Sci. Ass., Bali, Indonesia, 22-22 July 1977. p. 1-39.
13. N.A.S. 1969. lnsect Pest Management and Control Publ. 1965. Washington D.C. 508 p.
14. Nagata, T. and 0 . Mochida, 1984. Development of insecticide resistance and tactics for prevention. In Judiceous
and Efficient Use of Insectticides on Rice. IRRI. p. 93-106.
15. Oka, I.N. 1979. Cultural control of the brown planthopper. In Brown Planthopper: Threat t o Rice Production
in Asia. IRRI. p. 357-369.
16. Oka. I.N. and I. Manwan. 1978. Integrated Control of the Brown planthopper in Indonesia. I n The Brown Planthopper. Proc. Symp. Brown Planthopper, The 3rd Inter-Congress of The Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesia,
22-23 July 1977. P. 65-77.
17. Sogawa, K. 1982. The rice brown planthopper: Feeding physiology and host plant interactions. Ann. Rev.
Entomol. 27:49-73.
18. Sogawa, K. 1986. Resurgence of BPH populations by insecticides. Short Report. Indonesia Japan Join. Pro$ramme on Food Crop. Protection. 5 p.
19. Soenardi, 1978. The present status and control of the brown planthopper in Indonesia In The Brown Planthopper. Proc. Symp. Brown Planthopper. The 3rd Inter-Congress of The Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesi%
22-23 July 1977. p. 91-101.
20. Shepard, B.M., E.R. Ferrer, P.E. Kenmore, J.P. Sumangil, and J.A. Litsinger, 1986. Sampling methods for
surveillance: Sequential sampling for rice planthopper, predators, Certepiflars, and yellow stemborrers. 7 p.
21. Tantm, D.M. 1978. The brown planthopper in relation to-grassy shunt. In The Brown Planthopper. Proc. Symp.
Brown Planthopper. The 3rd Inter-Congress of the Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesia, 22-23 July 1977.
p. 41-43.
22. Tim Pengendolion Nama Wereng Coklaf, 1986. Petmjuk Teknis No. PT-BI. 29 p.

23. Untung, K., E. Mahmb, dan Rasdiman S. 1986. Pengujian resurgensi wereng coklat setelah perlakuan beberapa
pestiidn organofosfat. Lap. Penelitian, Fak. Pertanian, UGM. 28 p.

Tabel 1.

h a s Serangan Wereng Coklat di Indonesia, Tahun 1969 - 1979

*

M u s i m

No. Ropiftsi
I.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Riau
Jambi
Lampung
Bengkuhc
Jawa h a t
Jawa Tengah
Yogyakartp
Java T i
Bali
N
NTB
NTT
Kalimantw Selatan
Kalunantan Sarat
Kalimantan Tengah
Swlawesi Selatan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara

TOM

Tabel 2.

69

69/70

70

-

-

-

-

-

70171

-

-

-

71
672

-

-

-

1633 13443

1146 12183

72

72/73

73

73/74

-

-

-

-

-

3724

-

-

.4714 15167
4046 1885
534 9969
-

13443 12183
1633 755 391 -- ,
-

71/72

5252

-

-

-

4714

30745

Luas Serangan Wereng Coklat dan Taksiran
Kerugian pada Tahun 1975 - 1984*) ( O k ,
1985)

h a s serangan
(x 3 000 ha)

Taksiran
kerugian
(x 100 ton beras
giling)

380.88
3 12.84
5 10.25
167.01
695.07
29.77
21.84
23.14
48.22
7.24
*) Sumher : B r . Peal. Tan.Pangan, Jakarta

5411

-

-

-

-

-

74/75

75

75/76

219
3199 17588 20964 23497
92686
I9
23
150
500 -

I0383
14980
2749 7036 100 158
-

74

-

-

-

-

-

30

2C

-

3233
15998 59946 37473
23087 120 8966
35570 18297
315 17519 54
3029 3325
2300
70 -

-

-

-

-

-

-

-

7060
4303
-

3304

20
1282
100
17671
28910
4476
53942
21081

-

8636
147
1503

2503

-

76

76/77

3954 2981
2475 72456
243
425
1819
61
7272
11749
1225
5371 59288
58310 67256
10880 11956
15004 79379
9226 1.587
846
1411 17527
4874
4489
100
181
617
78
107
600
600

10483 15196 18337 33586 256870 95263 208938 108025 346565

Tabel 3. Luas Serangan Wereng Goklat Kumuhtif BuIan Januari sampai dengan Septenzber, Tahun
1984 sampai dengan I986*)
~

~

h

u

~

~

1984
1985

*) Sumber : Dep. Pertanian

h a s serangan (ha)

-

Tabel 4. Siklus hidup wereng coklat pada bibit padi pada suhu konstan
Stadium
(ha4

Jantan

Brakip

Jantan
Makrop

Telur

10.5

b-10.4 1

Nimpa

14.1

k 1 4 . 3

-

Praoviposisi
Total

3.8

24.6

- 2 8 ' ~ Konstan

27'

25' Konstan
Betina

+

-1

7.9

-1

12.0

31.9

28.4

Betina
Makrop

Brakip

7.2

*I

-1

-

3.0

3.9

19.9

22.9

24.9

--

*) Sumber :Mochida era!. (1 978)

Tabel 5.

Jenis-jenis musuh alami wereng coklat

Jenis

I

Famili., Ordo

Agameni?isunka
Cyrforhinus lividipennis
CoccineNa arm
afta
Hippodamia rridecimpunctata
Elenchus japoni
N S

Elenchus yam
marmi
Anagrus phveotus
Anaphes sp.
Aphelinoiidea sp.

Nemathelrninrnni

*>

Jenis

Famili.. Ordo

Echtrodelphux bicolor
Haplogonatopusjaponicus
Pseudogonatopusflavf
femur
Tetramoniumgukteense
Paederus firscipes
Ophionea spp.
Microvelia douglari
Lycosa pseudoannuiata
Entomophtora
BeQKverinb m ~ i a ~
Hirmtella cimFomis
Isaria fminora

-

Miridae, Het.
Coccinelidae,
Col.
idem
Elenchidae.
Strep.
idem
Mymaridae, Hym.

Drynidae, Hym.
idem
idem
Formicidae, Hym.
Staphylinidae, Col.
Carabidae, Col.
Veliidae, faem.
Lywsidas, Arachn.
Entomopthoraceae
Moniliaceae
Stilbeoeae
idem

Trichogrammatidae, Hym.

Pmacentyobia
andoi
Tkichogramma sp

idem
idem

*) Sumber : Mochido et nl. (1978) ;

JlCA. 1982

Tabel 6 .
No,

1.

Kriteria saat penggunaan insektisida untuk mengenddikan wereng
coklat di daerah bukan serangap
Applaud lOWP

2 1 ekor betina makrop

tera per 5 rumpun (2
ekor makroptera per 5
rumpun)
3.

lnsektisida yang digunakan

Populasi wereng
cpklat

> 2 ekor betins brakip .

30 hst

tera per rumpun (4 ekor
brakipteralrumpun)

+ 60 hst

4.

> 1 ekorltunas

Semua umur

5.

2 1 ekorltunas

Semua umur

Keterangan .

') populasi domaan nimfa

**) ppbkasi dominara imago
Su~nber : Tim Pengendalian

Wereng Coklat. 1986

Go1. Karbamat

Tabel 7. Kriteria saat penggunaan iisektisida tintuk mengendalikan wereng coklat di daerah serangan virus.

Populasi wereng
coklat

Insektisida yang
digunakan

Umur Tanarnan

*

I.

Z 1 ekor

2.

Z 1 ekor

3.

2 1 ekor imago

4.

Z I ekor nimfa

*
**
**

Keterangan

Gal: Kar-

Applaud

pesemaian

-

t

pesemaian

-

t

di pertanaman

-

t

di pertanaman

t

t

populasi dominan
nimfa
populasi dominan
imago
populasi dominan
imago
populasi dominan
nimfa

* per 10 ayunan
** per ayunan
Sumber : Tim Pengendalian H m a Wereng GoMaj 1986

I

,'

NIMFA

I

I

I

I

I

I

I

I

\

I

1

I

2

4

3

ero

6

7

8

9

10

11

I

i
Gambar 1.

5
GI

4

Pe-man
populari waeng coklat di p e r t a m a n p d f yang bermvol dengan rnigrnsi pnda sekitar
umur 2 MST
S u m b s :Direktomt Pslindungan T a m a n Pangan, 19&.

12

13

14 EAST

Metalkamate
Perthane

Propoxur

Garnbar 2.

Persen puso pada 13 ILIST pada petak yarzg diperlakukan dengan senzyrotan pada 4.7 dan IQ,SHxi
Dosis 0.75 b.a/ha, kecuali Permetrin dan Malathion, rizasing-masing 0.5 dan 1.0 k d h a (&$&3&n
" *Gbrino, dalam Heinrichs, 19 78)
y e
..:." i
' & *
% - -

' a

/

?

'

TANAMAN PAD1
@ Pertuil~bul~an
Nutrisi
@ Ketahanan terl~adap
wereng coklat

LNSEKTISLDA
Tipe
@
Dosis
@ Waktu apiikasi
@ Frekuensi
apli kasi
Cam aplikasi

@

Ga mbar 3. Diugrat~ij1ai7g meiiggambarkatz petlyaru h insektisida terlladap po(?ulasi N lugens secara Iangsung
dan secara tidak langsuug nzelalu i tnriatriarl padi dan mumh alamir2.v~~(tIeinricks dan Afochida,

1984).

Rukasah Adiratnza: Nigrasi wereng coMat bisa sampai
puluhan Km. padahal dalam program yang ada sekarang
daerah tersier yang memungkinkan untuk tanam serempak hanya beberapa blok saja. Bagaimana efektivitas pengaturan tanam serempak di dalam blok-blok tersebut
dan antar blok dalam hubungannya dengan kemampuan
wereng coklat bermigrasi.
Soemartono S o ~ r ~ m a r :~ klemang
on~
blok tersier kita
tidak begitu luas. Migrasi wereng coklat ada yang jauh
ada yang dekat. Antar blok tersier mungkin penanamannya tidak serempak. Pertama kali migrasi terjadi, yang
datang adalah makroptera dan sudah di antisipasi bahwa
akan ada rnigrasi antar blok tersier terutama yang berdekatan. Oleh karena itu di masing-masing blok tersier perlu ada pengamatan dan untuk hal ini sudah dibuatkan
petunjuk pelaksanaannya oleh Deptan. Keadaan sudah
dianggap kritis kalau ditemukan 2 makropteral5 rumpun.
Rukasah Adiratma: Dalam kaitan dengan bahan training
untuk pengamat hama dan kontak tani, tidak sedetail seperti yang disajikan dalam slide. Misal siklus hidup, karena mereka juga perlu mengetahui saat-saat kritis, pada
saat kapan, pada umur padi berapa kita mulai waspada.
Bagaimana penanganan kalau masih brachiptera bagaimana kalau sudah macroptera. Pengetahuan minimal
untuk pengamat dan kontak tani berbeda.
Soemartono Sosromarsono: Bahan-bahan training dan
buku-buku sudah disiapkan oleh Deptan. Untuk pengm a t dan penytluh. Kalau untuk petani saya tidak tahu.
Mungkin kita pedu melatih pengamat hama dan penyuluh supaya informasi tersebut bisa sampai ke petani secara baik dan benar.

A. Hidir Sastraatmad&: Masalah tanam serempak, pada
dasarnya semua s e w . Tetapi secara operasionaf sulit.
Apakah ada petunjuk teknis yang lebih &rat tentang
berapa luas areal minimal dan satuannya apa. Kesulitannya dalam masalah air, dan ketersediaan tenaga.
Scemartono Sosromarsono: Pelaksanaannya di lapangan
perlu dimusyawarahkm dengan kelompok tani d m Pemda setempat. Bagahana pelaksanaan secara detail saya
tidak bisa menjawab, tetapi yang penting kita perlu
memberikan motivasi kepada petani sehingga mereka
melalui musyawarah dan kesepakatan dapat melaksanakanny a.
Syamsoe'oed Sdjad: Dalam slide ditunjukkan perkernbangan wereng di negara-negara lain termasuk Thailand.
Di Thailand tidak ada irigasi teknis, semua tadah hujan.
Zone-zonenya jelas, mana zone padi dan mana zone
palawija, dan Thailand membatasi sekali varietas-varietas
IRRI. Apakah wereng Thailand itupdn asal migrasi? Kalau betul kondisinya bisa lebih baik dari kita. sehubungan dengan pengendalian h a n a terpadu, meskipun tidak
menanam padi terus menerus apakah mash ada kemungkinan serangan wereng yang berasal dari migrasi?
Soemartono Sosromrsono: Di daerah-daerah yang tidak
bisa ditananl padi pada musim kering masalah wereng dapat ditangani Iebih mudah. Pada pertanaman yang dilakukan rotasi tanaman serangan wereng n~asihmungkin
melalui migrasi yang dapat datang dari jauh atau lebih
dekat. Di Indonesia belum ada penelitian apakah ada migrasi antar negeri.
Syanzsoe'oed Sadjad: Begitu datang wereng ia meletakkan telur dulu baru kawin, mengapa kita memberantas
telurnya dulu dengan Applaud, bukan werengnya dulu.

Soemrtono S
O
S: Cara ~
kerja Applaud
~
~adalah ~
A. Nidir %scraatmadJ;I:Mengenai sanitasi lapang dalam menghambat pembentukan htikula wereng. Makrophubungan dengan pengendalian hama terpadu dilakukan tera yang migrasi di tempat asalnya sudah kawin. Jadi
dengan cara pembakaran jerami dan pembalikan jerami; begitu datang dapat bertelur yang kemudian menjadi gePembakaran jerami menurut disiplin ilmu tanah tidak da- nerasi I dipertanaman tersebut. Generasi I ini add&
pat dibenarkan, dan pembdikan jerami tidak bisa meng- nimfa semua. Applaud digunakan untuk mengendalikm
hilangkan hama atau patogen. Apakah ada alternatif lain nimfa-nimfa tersebut karena mas& dalam masa pertumuntuk rnengatasi h d ini.
buhan.
Somartono Sosromarsono: Pembenan~anjerami saya Syamsoe'oed Sdjad: Kalau sudah terjadi over populakira dapat memusnahkan wereng (selumh stadium) dan tion maka terbentuk makroptera. Terbentuknya mavirus, tetapi tidak untuk cendawan patog& dan bakteri. kroptera apakah hanya karena faktor lingkungan a b u
Alternatif lain di Jawa Timur dimanfaatkan untuk perxi faktor genet& wereng tersebut. Kalau faktor genetik,
buatan pulp kertas. Tetapi kalau populasi wereng sedang apakah sudah ada penelitian tentang pencegahan terbentinggi maka penga'ngkutan jerarni dapat membantu pe- tuknya makroptera dari segi genetika.
nyebaran wereng. Ini hams hati-hati. Uang kedua, pembuatan mulsa yaitu jerami dipotong-potong dan dengan Soemartono Sosromarsonol: Terbentuknya makroptera
nlenggunakan inokulasi mikroorganisme tertentu kita yang sudah banyak diketahui adalah karena faktor lingkungan artinya yang memacu pembentukannya. Masadapat mempercepat proses pembuatan mulsa.

~

~

lah pencegahan terbentuknya makroptera secara teoritis
dapat dilakukan, mungkin secara kimiawi atau faktor
lain. Rangsangan iingkungan itu adalah kepadatan populasi yang tinggi. Rangsangan itu lnenyebabkan terjadinya

perubahan keseimbangan horrnon sehingga tirnbul serangga bersayap. Jadi kalau sistem hormon itu dapat diubah, umpama dengan bahan kimia yang disemprotkan,
mungkin perkembangan serangga bersayap panjang dapat
ditekan.

Dr.Kaman Nainggalan

ueluepad uawauedaa 'ue6ued ueueyelax sew18 uepea eledax z
w e y e r 'I 601na gunpa9 !P POOZ !inr LZ-oz le66uel
',,!ped ueyelotjuad yeqluel !e)!N uejey6u1uadefiedn,, )euo!seN ekeyeyo7 eped uey!ed~ues!a 1

.!~a6au
melep !synpo~dyep !qnuad!p qedep ueqe y!seur
gye~ehsems e q ueynlnqay POOZ ~ a q w a j d auelnq
~
ue6uap ledures
ueye~!y~ad!p
'ue!y!urap ue6uaa ' ~ O O Zsn~sn6y-!lnyuelnq eped p e f ~ a j
ueye iped !synpo~deJluas yeJaep ede~aqaq!p enpay Lueuel w!snw
e6Bu!qas '6uns6ueyaq snJal ueye yiseut uefnq emyeq ueyynfunuam
( 9 ~ 8 ey!syoa9
)
uep !6olo~oa$ayluepeg ueyeweJ nj! eleluauas
.(uas~adgp) u o ~ejn! ~ 9 ' r ; z!edema~uPOOZ lydy ue6uap !edures
uelnq uaued ur!snm eped !ped !synpo~d!ses!leatj
'UO)

e)n[ ~ 8 ' e/iuu!ei
2
ueqnjnqay eyas 'unyeye)?dey/fjy

LZ: Jesaqas ysnpu! ynseLuJal e.ie)ue ueyn)nqay 'unye)jdey/saaq
6y

E;'E11 Jesaqas

e66uetqewn~ 6uns6uel

!sLunsuoy !$nd?lau

6ueA 'uoj e ~ n [8 1 ' !ede~uaut
~ ~
~ O O Zunye) eped se.iaq ueynqnqay
ueye~!y~ad!p
'em?! elnf 9 1 iej!qas
~
ynpnpuad yei~un!uetjuaa
5 1'0 Jesaqas unJnuau eAuse~!~!lynpo~d
ny eJelualuas 'uas~ad
uas~ad
GO'€Jesaqas uaued sen( ueley6u!uad ehuepe yap ueynjua)!p q!qa(

!u! lees ~synpo~d
ueynqwnyad .seJaq uo) eqn! ZG'EEuetjuap elelas
~ s
ueye !synpo~de66u!qas 'EOQZ
nele qeqe6 uo) ejnf ~ 9 ' !ede~uaLu

!synpo~duey 6u!pueq?puas~ad€ 6 ' ~
Je)?yasley 6u!uaur ueye~!y~ad!p
POOZ uW@l !ped ! s y n ~ ~ J' d~ d 8II @Wt/ ueyJesePJa8

KETERSEDIMN BERAS DUNlA
Produksi padi dunia tahun 2004, menurut ramalan FAO,
diperkirakan akan meningkat sekitar 3,7 persen sehingga mencapai
613,2 juta ton gabah (setara dengan 409,6 juta ton beras).
Peningkatan produksi terutama terjadi di Asia, khususnya dari negara
produsen gabah terbesar dunia, yaitu RRC sebesar 6,7 persen dan
lndia sebesar 3,1 persen. Indonesia adalah negara produsen gabah
terbesar ketiga di dunia setelah RRC dan India. Namun demikian
Indonesia adalah juga negara pengimpor beras terbesar di dunia.
Kebutuhan beras dunia tahun 2004 diperkirakan akan
mencapai sekitar

414 juta

ton

beras,

meningkat

1 persen

dibandingkan tahun 2003. Kebutuhan terbesar adalah untuk konsumsi
langsung yang berfluktuasi sekitar 368 juta ton. Konsurnsi per
kapiialtahun dunia diperkirakan menurun dari 58,7 kg pada tahun
2003 menjadi 58,6 kg.
Kebutuhan beras global diantisipasi akan melebihi produksi
padi. Stok beras dunia pada akhir tahun 2003 diduga sebesar 103,4
juta ton dan diprediksi akan turun sampai 98,9 juta ton pada akhir
tahun 2004. Stok pada bulan April 2004 mencapai 101,7 juta ton, dan
pada bulan Mei 2004 meningkat 1,7 juta ton karena adanya
peningkatan angka ramalan produksi (ARAM Il) Indonesia. Seperti
tahun sebelumnya, stok dari negara RRC pada akhir tahun juga akan
mengalami penurunan sebesar 12,5 juta ton menjadi 61 juta ton,
demikian juga stok di negara eksportir seperti Thailand dan Arnerika
Serikat juga diperkirakan akan menurun. Disisi lain persediaan beras
akan meningkat di lndia dan Myanmar karena adanya pembatasan
ekspor.

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan

pad^"

MEBlJAKAN PERBERASAN NASiONAL
Sejak krisis pada akhir tahun 1998, telah terjadi perubahan
drastis dalam politik perberasan nasional. Perubahan yang sangat
penting adaiah liberalisasi impor beras secara penuh dengan
dicabutnya monopoli impor beras oleh Bulog mulai September 1998,
sesuai dengan Kepmen Perindag No: 439/MPP/Kep/9/1998.

Bea

Masuk beras ditentukan sebesar 0 (nol) persen, serta dicabutnya
monopoli impor pupuk oleh PT Pusri sejak 2 Desernber 1998. Sejak
Oktober 1998, harga beras dunia cenderung menurun,

sehingga

dengan persetujuan IMF pada tanggai 1 Januari 2000, pemerintah
menetapkan bea masuk sebesar Rp 430lkg atau setara 30 persen advalorem.

Sejak saat itu harga internasional yang diukur dengan

border price cenderung mendekaii harga domestik (Gambar 1).

Garnbar 1. Harga beras Bangkok Broken 2 5 O / 0 dan harga beras tR-lli
di Pasar lnduk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta.

Lokakarya Nasionai "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi"

Selanjutnya kebijakan perberasan di Indonesia direformulasi
kembaii pada tahun 2001-2002. Dalam rangka meningkatkan
pendapatan petani, serta sebagai upaya untuk meningkatkan
ketahanan pangan nasional, pemerintah telah memberi arahan yang
jelas tentang kebijakan perberasan nasional yang komprehensif,
sebagaimana tercantum dalam isi lnpres No. 9 Tahun 2001 yang
kemudian diperbaharui dengan lnpres No. 9 Tahun 2002 tentang
Penetapan Kebijakan Perberasan. Kebijakan perberasan nasional
tersebut dapat diringkaskan ke dalam butir-butir sebagai berikut:
1. Memberikan dukungan bagi peningkatan produktivitas petani
padi dan produksi beras nasional.

2. Memberikan dukungan bagi diversifikasi kegiatan ekonomi
petani padi dalam rangka meningkatkan pendapatan petani.
3. Melaksanakan kebijakan harga dasar pembelian gabah dan
beras oleh pemerintah.
4. Menetapkan kebijakan impor beras dalam rangka memberikan

perlindungan kepada petani dan konsumen.

5. Memberikan jaminan bagi persediaan dan penyaluran beras
dan bahan pangan lain bagi kelompok masyarakat miskin dan
atau rawan pangan.
Ada beberapa perubahan paradigma yang mendasar pada
penerbitan

lnpres

tentang

Kebijakan

Perberasan

tersebut

dibandingkan dengan berbagai lnpres yang terkait dengan ekonomi
beras yang dikeluarkan- sebelumnya. lnpres No. 9 Tahun 2002
tersebut mengatur ekonomi perberasan secara komprehensif dalam
satu paket, sedangkan dalam Inpres-lnpres tentang perberasan
-,,

sebelumnya lebih terfokus pada pengaturan harga dasar gabah.
Secara lebih rinci perubahan paradigma tersebut adalah :

Lokakarya Nasronal "Upaya Penlngkatan Nilal Tarnbah Pengolahan pad!"

1.

Sistem ekonomi beras nasional dilihat sebagai suatu sistem
agribisnis beras sehingga kebijakan harga beras hanyalah
merupakan salah satu komponen saja dari paket kebijakan
ekonomi beras secara komprehensif.
Kebijakan Harga Dasar Gabah (HDG, floor price policy) diganti

dengan Kebijakan Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HPP,

procurement price policy). Melalui kebijakan ini ditetapkan harga
gabah yang dibeli oleh pemerintah pada titik pengadaan (gudang
Bulog) dengan kualitas tertentu.
Kebijakan perberasan dikembangkan dengan menganut pendekatan
'kkonomi pasar terkelola (managed market mechanism), dalam upaya
melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Artinya selama
pasar dapat berfungsi dengan baik dan .efisien, maka pengembangan
sistem dan usaha agribisnis perberasan mengacu pada mekanisme
pasar, tetapi jika terjadi sebaliknya, maka pemerintah akan melakukan
intervensi.
Kebijakan Harga Dasar Pembelian Pemerintah dalam lnpres
No. 912002 tersebut telah ditindaklanjuti dengan SKB Kepala Badan
Bimas ketahanan Pangan dan Bulog yang menetapkan harga dasar
pembelian pemerintah untuk GKG, GKS dan GKP di tingkat
penggilingan masing-masing sebesar Rp 1.700/kg, Rp I,500Ikg dan
Rp 1.2301kg.
Dalam rangka melindungi petani dari membanjirnya beras
impor yang masuk ke Indonesia, sejak Januari 2004, pemerintah
menerapkan kebijakan pengaturan impor beras, melalui Kepmen
Perindag No. 9lMPPIKepl112004, yang pada dasarnya mengatur:

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi"

2.

Pelarangan impor beras satu bulan sebelum panen raya,
selama panen raya dan dua bulan sesudah panen raya

3.

Pada periode di luar panen raya, beras impor dapat masuk
dengan pengaturan: jenis, jumlah, tempat (pelabuhan), kualitas
dan waktu.
,

Dengan pertimbangan bahwa panen kedua tahun ini di

beberapa daerah sentra produksi akan terjadi bulan Juli - Agustus,
dan bahwa ketentuan impor beras tersebut telah memberikan dampak
positif, baik dalam rangka peningkatan pendapaian dan kesejahteraan
petani maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat di dalam negeri
pada lingkat yang wajar, maka pada bulan Mei 2004 telah ditetapkan
Kepmkn Perindag No. 3571MPPl512004 tentang perubahan atas
Kepmen Perindag No. 91MPPlKep1112004. Kepmen baru tersebut
mengatur perubahan masa pelarangan impor,

yang sernula dari

tanggal 21 Januari sarnpai 30 Juni 2004 menjadi dari tanggai 21
Januari sampai dengan 31 Juli 2004. Dengan demikian impor, baru
dapat dilakukan mulai tanggal 1 Agustus 2004 sampai dengan satu
bulan sebelum panen raya padi tahun 2005.
Untuk memberikan perlindungan bagi konsumen, terutama
bagi golongan masyarakat yang berpendapatan rendah dan rawan
pangan, pernerintah melaksanakan program distribusi beras murah
kepada rumah tangga miskin melalui program Raskin. Selama
periode 1998 - 2003, meialui program OPKlRaskin, pemerintah telah
menyalurkan sekitar 10 juta ton beras, atau rata-rata sekitar 1,7 juta
ton beras pertahun, kepada sekitar 7 juta rumah tangga rniskin.
Namun demikian, dalarn peiaksanaannya di lapangan, program

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi"

Raskin masih rnenghadapi banyak permasalahan. Permasalahan
pokok yang telah diidentifikasi antara lain adalah:

4.

Rendahnya kualitas beras yang didistribusikan.

5.

Beragarnnya harga yang harus dibayar oleh penerima raskin.

6.

Kurangnya tirnbangan beras yang diterima oleh peserta raskin.

7.

Kurang tepatnya sasaran lokasi dan rumah tangga penerima
raskin.

8.

Timbulnya dampak program Raskin yang menekan harga gabah
petani di sentra produksi pada saat panen raya.
Mengingat bahwa perekonornian nasional beturn sepenuhnya

pulih, maka program Raskin ini perlu dilanjutkan, namun perlu
dikaitkan

dengan

program

pengurangan

kemiskinan

secara

keseluruhan dan pengadaannya dititik beratkan dari produksi dalam
negeri. Dengan demikian, program Raskin dapat dikatakan berhasil
jika besaran kegiatan itu menurun.
KEBIJAKAN PERDAGANGAN IIVTERNASIONAL

Kebijakan perdagangan internasional Indonesia mengacu
pada kesepakatan pertanian (AoA) WTO. Marginalisasi ekonomi di
negara berkembang seperti Indonesia terjadi karena level of playing

field yang jauh berbeda dengan negara rnaju. Defisit perdagangan
negara berkembang sernakin lebar, karena perdagangan global dan
impor meningkat pesat, sementara negara berkembang tidak mampu
berkompetisi.

Harga

beras internasional saat

ini,

iidak

lagl

menggarnbarkan tingkat efisiensi atau ongkos produksi, karena: (a)
negara eksportir beras melakukan perlindungan lerhadap petani
produsen dalam negeri dengan menerapkan tarif bea rnasuk beras
yang tinggi, seperti China 141,82 persen, Thailand 40 persen,

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi"

Philipina 50 persen sedangkan Indonesia hanya Rp 4301kg, setara 30
persen, (b) negara eksportir beras memberikan berbagai bentuk
subsidi untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri dan subsidi
ekspor, serta (c) pasar beras internasionat merupakan pasar residual,
dalarn arti bahwa beras yang dijual rnurah tersebut adalah beras yang
rnempunyai kualitas rendah dan tidak dikonsurnsi di dalam negeri.
*.

Pada perundingan WTO akhir-akhir ini, Indonesia bersarna

negara berkembang lainnya sedang memperjuangkan

Strategic

Product (dimana salah satu kornoditinya adalah beras) yang
rnerupakan Non-Trade Concerns yang terkait dengan ketahanan
pangan, pembangunan pedesaan dan kemiskinan. Komoditas yang
termasuk

SP

diharapkan

akan

rnendapal

perlakuan

khusus

(pengecualian), seperti penurunan tarif dan Special Safeguard

Mechanism (SSM) dalam pengaturan irnpor. Perkernbangan terakhir
menunjukkan bahwa SP didukung oleh lebih dari 33 negara yang
tergabung dalam G33. Kelompok ini telah mendeklarasikan Alliance
of the SP/SSM sebagai platform perjuangannya.
SlTUASi PERDAGANGAN GABAHlBERAS DALAM NEGERl

Perkembangan harga gabah pada tingkat petani pada musirn
panen raya tahun ini dapat dikatakan relatif rendah dibandingkan
tahun yang lalu. Harga gabah pada bulan April 2003 adalah Rp
1.172,51kg GKP dan petani yang rnenerima harga gabah di bawah
HDPP adalah 61,9 persen, sedangkan harga gabah pada bulan April
2004 adalah Rp 1.157,71kg GKP dan petani yang rnenerima harga
gabah di bawah HDPP adalah 75,O persen. Pada bulan Mei 2004,
harga gabah rnulai membaik dengan peningkatan sebesar 8,9 persen.

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tarnbah Pengolahan Padi"

..

Perkembangan harga gabah di tingkat petani tercantum dalarn

Tabel 1 dan Gambar 2.
Tabel 1. Perkembangan harga GKP dan laju perubahan, Januari-April
2003dan 2004

Harga GKP

Bulan
t

Jan

1

2003
1.252

1
1
I

2004
1.287

I

1

Laju Perubahan
2003 1 2004
I

Feb

1.271

1.202

1.6%

/

-6.7%

Mar

1.232

1.113

-3,1%

1

-7,4%

AP~
Mei

1.173
1.217

1.158

-4,8%

1.261

3,8%
-2.5%

1
8

Laju

I

j

I

4,0%

,

r-1.2%l
8,996

GBrnbar 2. Median harga GKP hasil pemantauan tahun 2004.
Berdasarkan hasil pemantauan di sentra-sentra produksi padi
di Jawa, rendahnya harga gabah pada tahun ini disebabkan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi"

9.

Padi di panen secara serempak dengan volume yang relatif
lebih besar.

110. Pada saat padi di panen curah hujan masih relatif tinggi,
sehingga kadar air gabah pada waktu dijual masih tinggi.

"1. Petani tidak melakukan penundaan penjualan gabah untuk
mendapatkan harga yang lebih baik, karena kurangnya akses
petani terhadap sarana pengolahan pasca panen dan karena
masalah permodalan.
Sebagai implementasi dari kebijakan Harga Dasar Pembelian
Pemerintah (HDPP) sebagaimana tertuang dalam lnpres Nomor 9
Tahun 2002 dan dalam rangka menjaga stabilitas harga gabah petani
pada tingkat wajar terutama pada saat panen raya, pemerintah
melalui Perum Bulog telah melakukan pembelian gabah di dalam
negeri dengan volume sekitar 6 - 7 persen dari total produksi nasional
(Gambar 3). Pengadaan gabah dalam negeri oleh Perurn Bufog
sampai dengan bulan April 2004 sudah mencapai sekitar 1,s juta ton.
Namun demikian, hasil pemantauan di sentra

produksi padi

menunjukkan bahwa volume pengadaan gabah oleh Perum Bulog
tersebut masih perlu ditingkatkan untuk menjaga agar harga gabah di
tingkat petani tidak mengalami penurunan.

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi"

15

Garnbar 3. Realisasi pengadaan gabah dalam negeri oleh Bulog.
Walaupun

pernerintah,

melalui

Keputusan

Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 9/MPPIMep/1/2004, telah
melarang importasi beras sernenjak tanggal 20 Januari 2004 sampai
dengan 30 Juni 2004, namun harga beras di dalam negeri dapat
dikatakan tidak mengalami peningkatan yang berarti. Bahkan harga
beras di beberapa kota besar mengalami penurunan pada saat
puncak musim panen raya (6ambar 4a dan 4b). Keadaan ini sekali
lagi menunjukkan bahwa pasokan beras dalam negeri sampai dengan
akhir bulan Juni mendatang dapat dikatakan aman.

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengoiahan Padi"

- -Jakarta
- Bandung
Semarang
-*-Surabaya
-Inpres No 912002
4-

r

>

2

-

>

,

T

>

r

>

,

>

,

-

>

,

>

,

%

>

r

2

T

>

#

2

r

2

7

>

>

>

7

3

>

>

1

>

>

>

>

>

>

>

>

>

Z

>

Z

m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m

>

N N N N N N N N N N r n r n

Gambar 4a. Harga beras harian di 7 kota besar, Mei 2004

/

2 750 e--e--.-e-

1

2500

1

* -0

-s--a-r

c

e

e -o

r-e

a e -r -a

--

-

9;

1

r r- r

* -.r -

l4edan

Palernbang
-r- Makassar
-a

I

1

-.-

-------r

r - r -e

~~

Z Z > Z Z > Z Z > ~ Z l Z > > * Z > Z Z > Z > Z Z 3 - ~ Z Z Z
m
m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m

-

>

T f f T " f T f f T T f f f f T T T f f f f f f : f f f f f f !
~

N

~

V

~

~

~

4

- W-

d

N~ N

N ~N

N

N
-

N

N
~ N

N~ m

M ~,

~

Garnbar 4b.Harga beras harian di 7 kota besar, Mei 2004.

Walaupun pemerintah telah melakukan pelarangan impor
beras sernenjak tanggal 21 Januari 2004 sampai dengan 30 Juni
2004

(diperpanjang

sampai

dengan

31

Juli

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi"

2004),

namun

~

~

~

~

O

-

O

M

T

berdasarkan data ekspor beras yang dilaporkan oleh The Rice Trader,
masih terjadi pengiriman beras dari negara eKsportir beras dengan
tujuan lndonesia sebanyak kurang lebih 175 ribu ton selama periode
Januari - Maret 2004. Walaupun jumlah pengiriman beras ke
Indonesia tersebut jauh lebih kecil volumenya dibanding dengan
beras yang dikirim ke lndonesia dalam periode Januari - Maret 2003
yang sebesar 993,2 ribu ton, namun keadaan ini menunjukkan bahwa
pada saat ini masih ada upaya-upaya untuk melakukan impor beras
secara tidak legal.
Harga beras di pasar internasional pada akhir-akhir ini
mengalami peningkatan, yaitu dari harga 198 USD per WIT (f.0.b.
Bangkok, kualitas 25 persen patahan) pada bulan Januari 2004,
menjadi sekitar 229,3 USD per MT pada bulan April 2004. Namun
dernikian, setelah itu laju kenaikan harga beras di pasar internasional
mulai menurun, dan saat ini pada tingkai 222,5 USD per MT (Gambar

5).

Sumber :World Bank

1

Gambar 5. Perkembangan harga beras internasional Broken 25% fob
Bangkok, Januari 2003 - Mei 2004.

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi"

Meningkatnya harga beras dl pasar internasional tersebut
berkaitan terutama dengan meningkatnya permintaan irnpor beras
oleh

RRC, dan berkurangnya pasokan ekspor beras oleh Vietnam,

India, Pakistan dan Amerika Serikat. Berkurangnya ekspor di negaranegara ekportir beras tersebut berkaitan dengan menurunnya
produksi beras di negara-negara yang bersangkutan.
Meningkatnya harga beras di pasar internasional pada saat ini
belum berpengaruh nyata terhadap harga beras di dalarn negeri,
karena lndonesia tengah mengalami panen raya dan pada saat ini
sedang dikenakan pelarangan irnpor beras. Namun demikian,
peningkatan harga beras di pasar internasional tersebut harus tetap
diwaspadai, terutama pada saat Indonesia akan rnernbuka impor
beras kembali mulai tanggal 1 Agustus 2004 yang akan datang.
Jangan sampai dibukanya impor beras lersebut memacu peningkatan
harga beras di pasar internasional.

KEMANDIWIAN PANGAN DAN UPAYA PENlNGKATANNVA
Walaupun tingkat ketergantungan Indonesia pada impor beras
masih relatif rendah (4 - 5%), namun perkembangan impor beras ini
perlu diwaspadai, karena laju pertumbuhan kebutuhan beras lebih
cepat dibandingkan laju produksinya. Pertumbuhan produksi selama
lima tahun terakhir, rata-rala 0,8 persen per tahun, sementara itu laju
pertumbuhan irnpor

beras rnencapai 2,s persen per tahun.

Rendahnya pertumbuhan produksi beras dalam negeri, antara lain
disebabkan terjadinya penurunan rendemen padi sebagai akibat dari:

12. Penerapan teknologi yang tidak sesuai anjuran (termasuk
penggunaan benih unggul dan pemupukan berimbang).

Lokakarya Nasional "Upaya Peningkatan Nilai Tarnbah Pengolahan Padi"

Kehilangan hasil karena cara panen (perontokan), penanganan
pasca panen (penjemuran, penggilingan serta penyimpanan) yang
masih tradisiona1,Peningkatan harga sarana produksi (pupuk dan
pestisida) dan upah tenaga kerja sehingga menurunkan tingkat
intensifikasi usaha tani.
Karena beras merupakan komoditas strategis, ketergantungan
pada impor akan memberikan potensi masalah. Secara nasional hat
ini tidak dikehendaki karena mencerminkan ketahanan pangan yang
terus melemah. Oleh karena itu diperlukan langkah kebijakan yang
dapat mendorong kemandirian pangan yang mengandung arti
"kebutuhan pangan nasional harus dipenuhi secara mandiri dengan
memberdayakan modal manusia, modal sosial dan ekonomi yang
dimiliki petani Indonesia, yang pada gilirannya harus berdampak
kepada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan
masyarakat lainnya." Kemandirian dalam ha1 perberasan dapat
dilakukan dengan mendorong peningkatan produksi disamping juga
mendorong menurunnya permintaan akan beras.
Upaya peningkatan produksi diiakukan dengan peningkatan
produktivitas lahan, peningkatan intensitas pertanaman (IP) dan
perluasan areal tanam, serta penurunan kehilangan hasil panen dan
pasca panen. Salah satu terobosan inovasi teknologi yang dapat
dibanggakan saat ini untuk meningkatkan produktivitas lahan adalah
dihasilkannya varietas unggul tipe baru (VUTB) Fatrnawati yang
mampu meningkatkan produktivitas padi 10-15 persen dibandingkan
varietas IR 64, Cisadane, Ciliwung dan varietas unggul lainnya.
Dalzm pengembangan VUTB tersebut akan didukung oleh teknologi
budidaya yang tepat termasuk kerapatan tanam, pemupukan dalam
pola pengelolaan tanam terpadu (PTT