Prosiding Diskusi Ilmiah Wereng Coklat dan Pengendaliannya

FAKULTAS PERTANlANI IPB
BOGOR 22 DESEMBER 1986

....................................................
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERTANIAN IPB . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

KATA PENGANTAR

MAKALAN I

:

HtahlA WERENG COKLAT DAN MASALAH PENGENDALIANNYA DI
INDONESIA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Oleh A. Toerngadi Soemawinata dan Soemartono Sosrornarsono

DISKUSI MAKALAH I
LAHII

:


...................................................

T1NJAUAN GENETIK DAN PEMULlAAN PADA EPIDEMI WERENG
COKLAT DI INDONESIA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . : . . . . . . . . . . .
Oleh Amris Makmur

DISKUSI MAKALAH I 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
MAKALAH III

:

LEDAKAN HAMA WERENG DAN KEIMBANGAN MARA DALAM TANAMAN-TANAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Oleh Goeswono Supordi

DISKUSI MAKALAH I II . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
MAKALAH IV

:

PENINGKATAN PEN WLUHAN KKOSUSNYA MENGENAI PENGENDALIAN HAMA WERENG DALAM RANGKA TRANSFER TEKNOLOGI . . . . .

Oleh Aida Vitayala Siafri Hz~beis

DISKUSIMAKALANIV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
MAKALAH V

:

MODEL STRATEGI PENGENDALIAN EKONOMI D A L m PENGELOLAAN HAMA WERENG SECARA TERPADU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Oleh APfendi A n w r

DlSKUSlMAKALAHV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
MAKALAH VI

:

PENELAAHAN LEDAKAN H M A WERENG COKLAT DARI SUDUT
P4,NDMGAN MATEMATIKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Oleh K.M. Hasasihuarr dan Aunu Rauf

DISKUSI MAKALAH VI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


I.

LAPORAN PERJALANAN PENGAMATAN NANiA WERENG COKLAT DI BEBERAPA
DAERAH JAWA BARAT DAN JAWA TENGAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Oleh Sjafrida Manuwoto, Yrcsuf Sutahrio dan I Wayan Winasa

II. VIRUS PAD1 UANG DITULARKAN OLEH WERENG COKLAT Nilaparvata lugens. (Stal.) . .
Oleh Rusmilah Suseno

III. BEBERAPA TINDAKAN AGRQNOMIS DALAM USAHA MENGATASI SERANGAN HAMA
WERENG' . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Oleh Punuono, Sugeng Sudiatso dan Jajah Koswara

IV. MASM AMANKAH BAHAN MAKANAN KITA UNTUK DIKOMSUMSI ? . . . . . . . . . . . . . .
Oleh Mariyati Suhrni

KATA

Salah satu upaya yang paling penting untuk nleningkatkan mutu pentlidikan di Perguruan Tinggi adalah meningkatkan kesadaran ilmiah dan penguasaan profesi staf pengajarnya. Staf pengajar yang kita harapkan bersama

adalah staf pengajar yang melaksmakan ke tiga danna perguruan tinggi.Diskusi-diskusi ilmiah dapat nlerupakan
inspirasi penelitian atau pengabdian pada masyarakat. Karena itu, diskusi iln~iahmerupakan kegiatan yang menyatu dengan kegiatan perguruan tinggi.
Diskusi ilmiah Hama Wereng Cokiat dan Usaha Pengendaliannya merupakan respon Fakultas Pertanian IPB
terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi dewasa ini. Dalam diskusi ini telah hadir Bapak Dirjen Tanaman
Pangan Ir. Tb. Suhaedi Wiraatnladja, Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian
Prof. Dr. fr. Gunawan Satari. Juga hadir rekan-rekan dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Balai
Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Telah berlangsung diskusi, dialog, antara Fakultas Pertanian dengdn Asosiasiasosiasi profesi kita. Untuk itu diucapkan terimakasih.
Akhirnya, diskusi ini tidak akan ada artinya bila bahan dan hasil diskusi hanya rnenghuni laci atau rak buku
para pesertanya. Prosiding ini disusun dengan maksud agar masyarakat yang lebih luas dapat mengambil manfaatnya.
Ucapan terirnakasih disampaikan kepada penyunibang makalah. niode~ator,notulis yang telah bekerja demi
penyelesaian prosiding ini.

)

I

Bogor. 1 Marei 1987
A.n. Dekan
Pembantu Dekan bidang Akademik


Dr. Ir. Sjafrida Manuwpto

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERTANIAN
Saudara-saudara staf pengajar dan para undangan yang kami homati,
Assalamualaikum Wr. Wb.
Atas narna Pimpinan Fakultas Pertanian saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas kehadiran Saudara-saudara sekalian memenuhi undangan diskusi ilmiah pada pagi hari ini.
Diskusi ilmiah di lingkungan perguruan tinggi adalah bagian dari tradisi masyarakat ilmiah dalam mengemban fungsi Tridharma dan memelihara kepekaannya sebagai bagian dari pusat pengembangan ilmu dan teknologi.
Fakultas Pertanian P B mempunyai perhatian dan "commitment" yang besar dalam program pembangunan pertanian antara lain dalam program peningkatan produksi pangan yang dimulai sejak dilancarkannya studi kasus
penerapan panca usaha, yang kemudian dikembangkan menjadi Demas dan Bimas. Adalah kewajaran belaka
kami ingin terus meningkatkan peranah Fakultas Pertanian IPB sebagai surnber infomasi yang penting baik bagi
pemerintah maupun masyarakat petani daiam usaha pemecahan berbagai masalah nasional di bidang pertanian.
Topik diskusi kita pagi ini adalah "Nama Wereng dan Usaha Pengenddiannya" tidak terlepas dari aktualitas masalah yang me~lyangkutsalah satu dari kerangka dasar pembangunan pertanian negara kita yaitu pelestarian swasembada pangan. Kompleksitas permasalahan yang menyangkut serangan hama wereng coklat dan usahausaha pengenddiannya secara terpadu mendorong kita semua untuk menelaahnya secara lebih komprehensif
dari sudut pandangan yang lebih luas menyangkut aspek genetika, hama, agronomi, tanah, ekologi, dan sosial
ekonomi. Dengan demikian dari forum diskusi ini dapat dihimpun pendapat dari berbagai disiplin h u di Fakultas Pertanian dan Fakultas lain di lingkungan IPB serta pendapat para pakar yang berkecimpung di bidang-bidang yang saling berhubungan. Dengan segala kemampuan dan sumberdaya yang kita miliki, kita berkewajiban
untuk melestarikan swasembada pangan yang telah dicapai melalui proses kerja keras dari para petani, aparat pemerintahan, dan unsur-unsur lain yang terlibat dan berkecimpung di bidang pertanian.
Informasi mengenai serangan hama wereng coklat telah kita ikuti bersama dari liputan media massa. Disamping itu rekan-rekan dari Jurusan Hama dan Penyakit telah melakukan pengamatan secara langsung hama
wereng coklat di beberapa daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Laporan pengamatan tersebut telah disiapkan
secara tertulis dan kesimpulannya sangat relevan dengan tujuan diskusi kita ini.
Kami mengharapkan forum diskusi ini dapat memberikan output dalam penelaahan yang lebih mendalam
mengenai sebab ierjadinya serangan, cara-cara mengatasinya secara terpadu baik dari segi pengendaliannya maupun aspek teknis dan sosial ekonomis, serta penelaahan ledakan dari sudut pandang matematika dan implikasinya. Disarnping itu karni menghara pkan inventarisasi dan munculnya topik-topik penelitian yang relevan serta

usaha-usaha penanganan transfer teknologi melalui penyuluhan dengan melibatkan para staf dan mahasiswa dalam berbagai kegiatan seperti KKN dan praktek lapang.
Inpres No. 311986 yang berisi kebijaksanaan pemerintah dalam pengendalian serangan hama wereng coklat
patut menjadi bahan rujukan diskusi sehingga kita marnpu mengantisipasi permasalahan lain yang mungkin timbul dan menyarankan cara-cara mengatasinya.
Dalam diskusi ini akan dibahas 6 rnakalah yang dipresentasikan dan beberapa makalah tambahan. Peserta
diskusi tercatat sebanyak 85 orang, 20 peserta diantaranya adalah undangan dari luar Faperta.
Tentu saja forum diskusi sehari ini tidak akan memadai untuk menampung semua buah pikiran dan gagasan dari seluruh peserta diskusi. Qleh karena itu kami merencanakan dalam waktu dekat untuk menyelenggarakan forum yang lebih luas dalam bentuk seminar dan lokakarya Pengendalian Hama Secara Terpadu ditinjau dari
aspek konsepsional dan operasional.
Kami ucapkan terimakasih dan penghargaan kepada para penyusun makalah yang telah secara spontan
memberikan kesanggupan dan hadir pada pagi hari. Begitu juga kepada rekan-rekan dari Jurusan HPT dan BDP
yang terlibat secara langsung dalam persiapan dan penyelenggaraan diskusi ini kami ucapkan terimakasih. Kami
pun mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penyelenggaraan diskusi ini, terutama kepada para undangan
dari luar kota Bogor yang telah bersedia datang.
A
Selamat Berdiskusi dan Wassalamudaikum Wr. Wb.
Bogor, 22
1986

KESIMPULAN DISKUSI ILMIAH HAMA WERENG COKLAT*
DAN USAHA PENGENDALIANNYA
FAKULTAS PERTANIAN IPB 22 DESEMBER 1986.

Diskusi Ilmiah Hama Wereng Coklat dan Usaha Pengendaliallnya yang dilaksaliakan di Fakultas Pertanian IPB
pada tanggal 22 Desember 1986 yang dihadiri ole11 85 peserta yang terdiri dari para staf Fakultas PertanianIPB, dan
pakar dari Litbang Pertanian serta Direktorat Jei~deralPertanian Tananla11 Pangan, Departe~nenPcrtaniail, telah
membahas enam makalah dan empat makalah penunjang sebagai berikut :

Makalah Utarna :
1. Wereng Coklat dan Masalah Pengendaliannya di tndonesia, oleh Prof. Dr. Ir. So'oemartono Sosron2arsono dan Ir. ToerngadiS~n?emawinataM.sc.
2.

3.

4.

5.

6.

7. Penelitian dasar yang dapat n~entperbaiki taktik
pcngendalian yang sudall diketahui maupun Inene11i~1k;in
taktik bani sangat diperliikan antara lain:

Mekanisnte
resistensi taiiatnan padi terhadap
a.
Tinjauan Cenetik dan Pentuliaan T a n a n a n pada Epiwereilg
coklat
dan patallnya resisteiisi tersebut.
demi Wereng CoMai di Indonesia, oleh Prof. Dr. Ir.
b.
Pengaruh
pemupiikan
dan zat perangsang tun)Arnris Illakmur.
bttll pada ketahanan tanaman padi terhadap weLedakan Hama Wereng dan Keim bangan Hara dalan1
re tlg coklat
Tanaman Tanail oleh Borof:Dr. Pr. Goeswono Soepardi.
c. Dinamika pvpulasi wereng coklat dalam IIUbungannya dcngan iiiuailt alami dan faktor lingPeningkatan Penyuluhan dalam Pe~lgendalianHama
kungan lainnya.
Wereng Coklat, oleh: Aida Virayata Sjafri Hubeis.
d. Penelitian tentang insektisida untuk pengendalian .wereng coklat yang mcnyangku t selektivitas.
Model Ekononli Biologi dalain Pcngeloiaan Terpadu
kenlungkinan tiiitbul~iyariserjensi dan pcrkentHama Wereng, oleh: Prof; Dr. Ir. Affendi Anwar:

bangan rcsistensi pcrlu ditingkatkan.
Peneiaahan Ledakan I-Iama Wereng Coklat Menurut
Pandaigan Model Mateniatika dan Iinplikasinya.
3. Pentcrintah perlu it~eltycdiakan dana pcnelitian seoleh: Ir. Krisnamurti Hasibuan, M.Sc. dan Dr. Ir.
cukupnya baik untuk pcnelitian dasar tersebut di
A urzu Rauf;
atas nlaupun pcnelitian terapannya.

Makdah Penunjang :
1. Laporan Pe jalanan Pengamatan Hama Wereng Coklat di Beberapa Daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah, oleh: Sjafida Ahnuwofo, Yusup Sutakaria
dan I Wayan Witzosa.

2. Virus Padi yang Ditularkan oleh Wereng Coklat, Nilapawata Iugens (Stal), oleh: Prof. Dr. Ir. Rusmilah
Suseno.
3. Beberapa Tindakan Agronomis dalam Usaha Mengatasi Serangan I-Iarna Wereng, oleh: Ir. hrwotzo, Ir.

Sugeng S u d i a ~ oM.
, Sc., Dr. Ir. Jajah Yioswara.
4. Masih Arnankali Bahan Makanan Kita Untuk Dikonsumsikan? ole h: br. Mariyati Sukami, I?I.Sc.
Memperllatikan isi makalah-makalah tersebut dan

pembahasan dari masing-masing makalah oleh para peserta, maka forum diskusi berkesimpulan :

1. Sistem Pengendalian Mama Terpadu adalall sistem
pengendalian hama yang terbaik dan m a n untuk
menanggulangi masalah hama wereng coklat. Unt u k menunjang pelaksanaan sistem tersebut perlu
diperhatikan hal-ha1 di bawah ini.

4. Varietas-varietas padi yang hingga sekarang diliasilkan ulltunuiya ntc~ttilikisifat-sifat yang sania dengan
mempcrtafiankan blok keterpautan gel1 (linkage
block) tertentu dan ditambali dengall i~sallapenyeragaman yang melnang meinbcrikan ltasil panen
yang tinggi. Kcadaan ini niendorong ti~nbulnyarapull gefietik. Oleh karena itu difikii-kan tnctode penluliaan yang lebih bisa ntenutljang peningkatan lagam genetik meskipull nlengurangi keseragan~an
sifat. Sebagai contoh diajukan nietode sllang Dialel
Selektif (Diallel Slective Mating = DSM). Metode ini
meskipun ~iierupakanpendekatan yang baik, nalnun
sulit digunakarl laengingat keterbatasan tenaga pemulia tananian dan kebutuhan rnel~ghasilkanvarietas padi berdaya hasil tinggi dalaii waktu relatif
singkat.
C-------r

5. Perlu difikirkan usaha untuk niempercepat pengadaan pemulia-pen~uliat a n a n a n oleh Perguruan Tinggi,
misalnya dengan memperluas kesempatan studi, me.

tode pengajaran yang tepat dan menarik, serta bimbingan yang intensif dalani rangka mempercepat penyelesaian studi.

6. Perlu penelitian bersama dalam satu tim interdisipliner yang terdiri dari ahli agronomi, ahli harna dan
penyakit tanaman, ahli sosial e konomi dan ahli ekofisiologi, dalam penanggulangan hama untuk mencapai pelaksanaan strategi pengendalian yang optin~a1.

10. Peranan penyuluh di lapangan sangat menenbkan
keberhasilan dan pendayagunaan alih teknologi kepada petani Untuk itu perlu peningkatan daya @na
sarana penyuluhan yang sudah ada, antara lain penyempurnaan kelembagaan dan segi-segi pengelolaannya.

7. Data yang tersedia dari berbagai hstansi dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sistem monitoring
dan evaluasi untuk menentu kan strategi pengenddian yang lebih baik dari segi teknis dan sosial ekonomis. Aspek ekonomis perlu diperhatikan sehubungan dengan terbatasnya sumberdaya.

11. Kemampuan para penyuluh di lapangan sangat terbatas, oleh karena itu perlu diperhatikan jumlah dan
kualitas penyuluh maupun fasilitas perlengkapan
operasional serta wilayah kerja, yang sesuai dengan
kemampuan seorang penyuluh.

8. Perlu digunakan model ekonomi biologi dalarn penentuan pemilihan sistem pengelolaan yang optimal. Model optimal control dapat dipakai sebagai
petunjuk tentang langkah-langkah pengendalian
yang lebih baik.
9. Model matematika dinamika populasi wereng coklat

perlu dikembangkan untuk menunjang model optimal control tersebut di atas.

12. Pendidikan dan latihan bagi penyuluh hendaknya lebih disesuaikan dengan sistem pertanian dan kondisi
wilayah.
13. Penyuluhan dasarnya merupakan pendidikan, sehingga pendekatannya hams bersifat persuasif dan
anumeratif.
14. Peranserta Perguruan Thggi dalam penyuluhan perlu ditingkatkan baik para pakarnya maupun para
mahasiswanya.

Bogor, 22 DESEMBER 1986.

Pada saat sekarang Indonesia telah berhasil mencapai swasembada pangan dan keberhasilan itu telah mendapat pengakuan pula secara internasional. Sukses yang telah dicapai tidak terlepas dari usaha keras berbagai
fihak yaitu Petani, Peneliti, Pemerintah dan lain-Iainnya yang berkecimpung dalam bidang pertanian.
Sumbangan Fakultas Pertanian lnstitut Pertanian Bogor dalam meningkatkan produksi pangan khususnya
padi tidak dapat diabaikan, terutama sejak dilancarkannya studi kasus mengenai penerapan panca usaha yang
kemudian dikernbangkan menjadi Demas (Demonstrasi masal) dan akhirnya diubah menjadi Birnas (Bimbingan
masal). Berhubung dengan ha1 tersebut, adaldz wajar bila rnenghadapi masalah nasional dalam bidang pertanian,
Fakultas Pertanian P B dijadikan salah satu surnber inforn~asiyang penting baik oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat petani dalam usaha pemecalzan berbagai masalah tersebut.
Masalah di bidang pertanian yang akhir-akhir ini mendapat sorotan tajaln adalalz masalali h a n a wereng,
terutama karena terjadinya eksplosi hama tersebut di beberapa propinsi padi tttama di Indonesia.
Falsafah yang kita anut dalam usaha pengendalian hama adalal~Pengendalian Hama secara Terpadu yaitu
usaha mengkoinbinasikan semua komponen pengendalian hama yang ada untuk dapat menekan perkembangan
populasi harna sampai pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonotnis dan dengan dampak yang minimum
terhadap lingkungan. Komponen-komponen pengendalian tersebut antara lain adalah: teknik bercocok tanam
yang tepat (waktu tanam, pengairan, pemupukan, sanitasi lapang), penanaman varietas resisten, pemanfaatan
musuh-musuh alami hama dan penggunaan insektisida pada saat yang tepat. Penerapan konsep pengendalian
hama terpadu di lapangan tidaklah mudah karena tidak hanya menyangkut masalah teknik tetapi juga masalah
sosid masyarakat tani. Bahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan faktor teknispun niasih cukup banyak.
Sangat jelas bahwa pennasalahan pengendalian haina secara terpadu khususnya hania wereng coklat menghendaki pendekatan yang bersifat n~ultidisiplin.Karena itu diskusi ilmiah tentang hama wereng coklat dan usaha
pengendaliamya bertujuan untuk menghirnpun pendapat dari berbagai disiplin illnu di Fakultas Pertanian PB
dan para pakar yang langsung terlibat dengan permasalahan tersebut.

I.

-

HAMA WERENG GOKLAT DAN MASALAH
PENCENDALIANNYA DI INDONESIA
Oleh :

A. Toerngadi Soemawhaba dan Soemartono Sosronaarsono *)

Wereng coklat ~ N i l ~ & - ~ u g e n s - ( S dadaiah-satu
ak)
speesies_serangga_
ham_apadi-dilndonesia _y ang sudali dikenal sejak awal abad 20 i n t K a l s h ~ v e f(1950)menyebuti
kan- bahwa pada bulan Nopember 193 1 suatu konipleks virus pada p a d i - y a i t ~ + ~ k i U c e r - d i C ~ ~ r n p u t ~ ' ~ a s s y
persawahan di Drarnaga, Bogor, yang tan-gngnya sedang stunt) dan ksrdil _hampa_(ragged stunt) (Tantra, 1978).
-pads stadigm berbunga diserang ole11 hama-terscbut-Se1978).
Dalam makalah ini akan diuraikan biologi dan ekorangan itu besarnya antara 3 0 - 5 0 m2 dengall jarakantara lokasi-sera-~gans e j a u h & b ~ k u ~ ~ ~ g _Bagian
3 ~ j n . logi wereng coklat secara umum, kemudian taktik-tak&@g& dari &ka_si serangan itu tanamannya k e r 1 n g . m - tik pengendalian yang dapat dilakukan, d a ~ iakhirnya
fa dari serangga itu hidup berhim~itanpadag_elepsh sistem pengendalian terpadu.
_&iy_npaxi, dgn serangga dewasanya terdapat pada 11ela1an daun. Serangan wereng coklat juga pernah terjadi di
Mojokerto pada tahun 1939 dan di Yogya pada tahun
Wereng-mklas-adalah seranggaap-engl~ t s g c a ira!i
1940. Pada awal tahun 60-an penulis juga inenyaksikan t a l m a i l yang berwarna kec~klat-coklatan, d e n g n
serangan terbatas wereng coklat di daerah Krawang. Pada panjang tubuh 2 - 4.4 m-Serangga"dewasanya nlcni--..-- (brakipwaktu itu wereng coklat belum dianggap sebagai hania punyai dua bentuk yaitu yang bersayap pendek
- - bersayap pa*jang (iGkroptera). Mak_rnputama tanaman padi, karena serangan hanya sewaktu- t i l a i d a n yang
tera meinpunyai keniampuan untuk terbang, dan nlcwaktu dan hanya meliputi luasan yang tidak besar.
Serangan wereng coklat yang meluas diawali ole11 iupakan kelompok yang bermigrasi jauh. Diniorf~snie
serangan hania tersebut di daerali Tegal pada tahun sayap it? ada hubungannya dengan kepadatan populasi.
1969, yang nieliputi luasan sebesar 1633 ha. Sejak itu se- Wereng _coldat-*bersifat endernik di daerah- Oriental
rangan nieluas dan pada tahun tanain 1974/1975, haiii- tropis, tetapi secara temporer dapat rnencapai Korea dan
pir tiap propinsi melaporkan adanya serangan weieng Jepang khususnya di ijiusirr! panas. Wereng coklat adacoklat di daerahnya (Soenmdi, 1978). Tabel 1 iiienun- lab serangga monofag, terbatas pada padi dan padi liar
jukkan serangan wereng coklat sejak tahun 1969 sani- (06za parenrzis dan Oryza spontanea) (Soga_wa, 1 982).
Siklus
pai dengan tahun 1977 dan Tabel 2 dari tahun I975
----- hidupnya relatif pendek. dipengaruki oleh
sampai dengan tahun 1984. Tabel 3 adalah serangan ta- suhu lingkungannya. ~ a d asuhu 27" -.2g°C konstan
_ ___ _-hidupnya
-berkisar antara 20 - 25 hari (Tabel 4).
siklus
hun 1984 sampai dengan tahun 1986.
Memperhatikan Tabel 1 di atas, ledakan populasi Telur biasanya diletakkan dalatn kelompok di dalani
wereng coklat dimulai pada tahun 1969, bersaniaan de- jaringan pelepah daun sebagian juga di lielaian daun. Stangan w a h dimulainya penggunaan varietas unggul. dium telur 7 - 9 hari; stadium nirnfa 10 - 15 hari, dan
(1978) juga &app_rkazslwa
kerusakan masa praoviposisi 3 - 4 hari. Di lapangan seekor betina
.Neinrichs
negeri-ne~ri
d G i ~neletakkantelur sebanyak 100 - 500 butir. Seekonomis oleh- wereng coklat di- banyak
-$r~~&-m-en&gkat-_ b e b e ~ a ~ at a- h ~ n --s_etx&ah_intraduksi rangga dewasa dan ni~nfanyabiasanya berada di bagian
bawah tanaman (pelepah dauq). J k p o p u l a s i -tinggi
vqietas padi~_ugggul-d~~
penerapan t e f k n ~ l ~ mo.ddern
gi
untuk mengelola varietas tersebuL- Dari pernyatgan ini yaitu njelebihi
- - g e r rumpun, sebagian dati po---.-500
- ekor
jelas J-&wa
mas&h- were% co&llaa $-p&kyb)tganpulasi kadang-kadang berada di bagian atas tanaman,
.nya dengan pesuhaban_ek.osistem pertanman
--- - - padi.
b a h k a ~ d ida9n be_n&ra atauLdi qgI_af-(M~~hida
e t al.,
Sogow (1982)-_menyebut wereng G @ a t sebagai 197&
hama pa& yang terburuk~d&i;an&~.a_e~~$~~af"a
Mengenai pengaruh lingkungan terhadap kehidupan
--- pa@i
lain. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang plastis, dan perkembangan populasi wereng coMat yang pernah
diketahui berdasarkan hasi! peneltian adalah sebagai beI
I

*)

Staf Pengajar Jurusan Nama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB

rikut. Jarak tanam yang rapat berpengaruh baik terhadap perkembangan populasi. Dengan varietas IR 19173-17 yang ditanam dengan jarak tanam 4 0 x 20 cm dan
40 x 5 cni, ternyata pada jarak tananl 40 x 20 cm hanya
terdapat 25 ekor wereng coklat/m2 sedang pada jarak
tanam 4 0 x 5 cni ada 50 wereng coklatlm2. Penanaman
padi terus-menerus dan tumpang tindih niendorong meningkatnya populasi wereng coklat. Banyak bukti bahwa
pen~upukanN yang tinggi mendorong meningkatnya populasi wereng coklat. Hal ini mungkin disebabkan ole11
rnikroklimat yang lebih sesuai karena lebatnya tajuk tanaman dan juga karena kualitas nutrisi yang menjadi
lebih baik sehingga meningkatkan banyaknya penghisapan. daya bertalian hidup dan kapasitas reproduksinya
(Plrifzrichs,1978).
Musuh alaini yang dltemukan menyerang wereng
coklat di alam banyak jenisnya. Banyak ahli berpendapat
bahwa musuh alami itu marnpu menekan populasi wereng coklat, dan nierupakan faktor yang penting dalam
pengelolaan hama weieng coklat (.%epard, kolrtunikasi
pribadi). Tabel 5 merlunjukkan sebagian dari jenis-jenis
musuh alami yang nienyerang wereng coklat.

BlOTIPE WERENG CBKLAT

kalau populasi itu dirangsang perkembangannya oleh sesuatu faktor, maka biotipe barn itu akan timbul lebih cepat. Di daerah endemik wereng coklat maka varietas tahan itu relatif tidak dapat bertahan lama.

Perkembangan populasi wereng coMat di pertanaman padi sejak penanaman sampai panen merupakan dasar
pengendalian hama tersebut. Di sawah perkembangan
populasi wereng coklat dimulai dari makroptera wereng
coMat yang datang sebagai imigran dari tempat lain.
Wereng coklat pendatang ini kemudian berkembang biak
dan selama stadium vegetatif dapat mencapai satu atau
dua generasi tergantung dari saat irnigrasinya. Bila imigrasi terjadi pada umur tanarnan 2 - 3 minggu setelah
tanani (MST), maka selama stadium vegetatif serangga
itu berkenibang biak sebanyak dua generasi. Populasi
nimfa generasi pertama dan kedua bertumt-turu:t muncul
pada umur 5 - 6 MST dan 1 0 - l l MST. Bila imigrasi
terjadi setelah tanaman berumur 5 - 6 MST, maka akan
hanya dijumpai satu puncak populasi ninifa, yaitu pada
uniur 4 - 10 MST (Gambar I ). Sel angga dewasa generasi
pertama (pada lebih kurang 7 MST) pada umumnya
adalah brakiptera. Serangga betina berakiptera tidak
memencar, dan meletakkan telur dalam jumlah besar.
Pada generasi berikutnya persentase serangga dewasa
makroptera meningkat. Serangga dewasa yang niuncul
setelah stadium pen~bungaan umumnya makroptera,
yang kemudian memencat, bermigrasi ke persawahan
lain. Kalau pada waktu itu ada pertanaman muda di
sekitarnya, maka pertanaman itu akan rnendapat infestasi berat yang bersujnbet dari niigran tersebut.
Pengtahuan tentang perkembangan serta struktur
populasi sangat penting guna menentukan waktu pengendalian.

Di muka telah diutarakan bahwa wereng coklat ada!ah serangga yang plastis, yang mudah beradaptasi pada
kondisi lingkungan yang berubah. Sejak pertania kali
wereng coklat dikendalikan dengan varietas tahan, te!ah diketahui bahwa wereng coklat relatif cepat beradap
tasi terhadap varietas tahan itu. dan varietas itu rusak.
Populasi wereng coklal yang kini dapat hidup baik pada
varietas yang dulunya tahan itu disebut biotipe baru wereng coklat. Kini banyak ahli berpendapat bahwa istilah
biotipe untuk populasi tersebut tidak benar. Kisimoto
( 1 98 1 ) nienyatakan bahwa keadaan populasi biotipe itu
sama dengan populasi yang resisten terhadap insektisida. TAKTfK PENGENDALIAN WERENG COKLAT
Mungkin istilah ras lebh benar. Untuk selanjutnya dalam
1. Cam bercocok tanarn
makalah ini niasih digunakan istilah biotipe.
Populasi wereng coklat awal sebeluni varietas tahan
Cara bercocok tanam adalah taktik pengendalian
digunakan disebut biotipe 1. Varietas tahan, seperti IR yang unium dilakukan untuk pengendalian wereng co26, yang tahan terhadap biotipe I , ternyata di Sumatera Mat ( O h dan iManrtlm, 1978; Soenordi, 1978). Cara-cara
Utara dalam waktu lima musim sudah tidak tahan lagi, utarna yang dianjurkan adalah bertanm s e r e n e pada
karena populasi wereng coklat biotipe 1 sudah berubah suatu hamparan lahan, pergiliran tanaman dan sanitasi.
menjadi biotipe 2. Pada waktu ini di Indonesia pada Di daerafi-daerah yang kering, yang bertanam padi haumumnya populasi wereng coklat adalah biotipe 2 dan ny a dapat dilakukan di m u s h hujan, maka pergiliran tadi Sumatera Utara dan tempat lain sudah menjadi bio- naman itu bejalan dengan sendirinya. Di daerah?yang
tipe 3.
basah, bertanam padi dapat dilakukan sepanjang t h u n
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya biotipe sehingga pergiliran tanaman lebih sulit dilaksanakan kabaru itu adalah seleksi hrwin. Di dalam populasi wereng rena petani cenderung untuk menanam padi terns menp
coklat yang genetiknya sangat beragam itu sebagian dari rus. Untuk daerah demikian O h (1979) menganjurkan
populasi sebenarnya dapat hidup pada varietas tahan pemberaan singkat (satu bulan) antara padi musim hujan
dan padi musim kering kemudian diikuti oleh tanaman
palawija yang genjah.

nya di musirn kering juga mendapatkan hasil bahwa
insektisida-insektisida diazinon (Diazinon 6 0 EC), carbaryl (Sevin 8 5 s), klorpirifos (Dursban 2 0 Be), fention (Lebay cid 550 EC) dan fentoal (Elsan 6 0 EC) menunjukkan risurjensi, yaitu populasi pada petak-petak
dengan perlakuan insektisida tersebut 2 sampai 8 kali
lebih tinggi dari populasi petak kontrol. Pada petakpetak perlakuan dengan karbofuran (Furadan 3 G),
MrPe (Ivlipcin 50 Mrp) dan B M K (Baycarb 500 EC),
populasi wereng coMat jauh lebih rendah daripada
populasi pada petak kontrol. Unmng e t al. (1986)
dari hasil penelitian lapang dengan tujuh jenis insektisida organofosfat (Nogos 50 EC, Perfekthion 40%,
Dursban 20 EC, Lebaycid 550 EC, Elsan 60 EC) melaporkan bahwa ketujuh insektisida tersebut menyebabkan terjadinya risujensi wereng cokht.
Mekanisme te jadinya risujensi wereng coWat
karena perlakuan insektisida cukup kompleks karena
menyanght tipe insektisida dan cara aplikasinya, pengaruh fenologis pada tanaman padi, pengaruh pada
musuh alami dan pengaruh fisiologis pada wereng coHat sendiri. Dari segi sifat tanaman padi, risujensi Iebih
tinggi pada varietas yang rentan daripada pada varietas
yang lebih tahan. Gambar 3 menunjukkan pengaruhpengaruh tersebut secara skematis. -3
Dari uraian di atas jelasfah bahwa insektisida yang
akan digunakan atau sudah digunakan hams selalu dievaluasi secara cermat.

Sistem pengendalian hama terpadu dalam menanggulangi masalah wereng coklat adalah cara yang terbaik.
GZer dan C'kzrk (1961, dalam Lucknzarzn dan Metcalf,
1982) menyebut konsepsi itu dengan istilah pengelolaan
hama (pest management). Dalam pengendalian hama terpadu semua teknik pengendalian perlu dievaluasi, dan
yang dapat diterapkan, dikonsolidasikan dalanl satu program yang utuh (unified) guna mengelola populasi hama
demikian rupa sehingga kerusakan ekonomis dapat dihkldarkan dan pengaruh sarnping yang buruk terhadap
lingkungan dapat diteltan seminirnal mungkin (NAS,
1969).
Sistem pengendalian hama terpadu wereng coklat
yang kini dilaksanakan mengkombinasikan taktik pengendalian sebagai berikut: (1) pengaturan pola tanam
yang dilaksanakan dengan mengatur pergiliran tanaman,
pergitiran varietas dan tanarn serentak; (2) penanaman
varietas unggul t h a n wereng coklat yang sesuai dengan
biotipe wereng c o k b t yang sedang berjangkit, selera petani dan keadaan lainnya; (3) eradikasi dan sanitasi yang
dilaksanakan dengan cara memusnakan tanarnan terserang sehingga tidak tertinggal sisa-sisa tanaman yang dapat menjadi sumber serangan; dan (4) penggunaan insek-

tisida sebagai cara terakhir dilakukan apabila cara-cara
pengendalian lainnya tidak efektif lagi untuk mengendalikan populasi wereng coklat. Jenis insektisida yang
digunakan adalah yang efektif serta tidak menimbulkm
risujensi dan dampak lain yang tidak diinginkan. Penggunaan insektisida harus dengan dosis dan waktu yang
tepat serta penyemprotan yang benar (Tim Pengendalian
Hama Wereng Coklat, 1986).
Dalam butir (4) tersirat bahwa penggunaan insektisida baru dilakukan apabila populasi wereng coklat itu
akan meningkat terus dan tidak dapat dikendalikan oleh
taktik yang telah diterapkan. Jadi m b a n g ekonomi atau
tingkat kerusakan ekonomi perlu ditetapkan. Tabel 6
dan 7 menunjukkan ambang tersebut.
Pelaksanaan sistem pengendalian harna terpadu itu
tentu menemui berbagai masalah, antara lain kondisi
fisik daerah (umpama selalu ada air, pengairan tidak teratur, dan sebagainya), penyediaan saprodi yang sesuai,
dan kondisi sosial ekonomi.Ole11 karena itu selain penyuluhan dan latihan yang intensif mungkin perlu pula
dilakukan upaya lain supaya sistem itu dapat berjalan
baik.
Di dalam sistem pengendalian terpadu penentuan
saat diperlukan pengendalian (kimiawi) adalah sangat
penting, yang memerlukan estimasi cermat populasi
hama dan musuh alaminya.
Shepard e t al. (1986) di Filipina telah mencoba merancang suatu metode pengamatan hama padi termasuk
wereng coklat, menggunakan penarikan contoh beruntun (sequential sm2pling) dan me~llasukkan data populasi ~nusuhalami dalam penganbilan keputusan mengendaiikan atau tidak mengendalikan. Keuntungan utanla
dari penarikan contoh beruntun adalah didapatnya estimasi yang terbaik terhadap status hama (perlu dikendalikan apa tidak) untuk sejumlah ke j a tertentu.
Ekosistem pertanian seperti pertanaman padi adalah
ekosistem yang sederhana dibanding dengan ekosistem
alanliah seperti hutan tropik, tetapi tetap m a s h kompleks dalam proses-prosesnya. Keadaan populasi wereng
coklat pada suatu saat atau di waktu yang akan datang
ditentukan oleh banyak faktor yang terdapat di dalam
ekosistem pertanaman padi itu. Oleh karena itu faktorfaktor tersebut dan masing-masing fungsinya dan d i n g
hubungannya perlu ctipelajari dan dimengerti. Untuk memanfaatkan pengetahuan itu diperlukan suatu model
komputer yang kompleks. Dalam Lokakarya Wereng
CoMat di UGM (8-12 Desember 1986) baru-baru ini
telah didemonstrasikan suatu program komputer yang
diberi nama "Expert System" yang dapat meniru kemampuan manusia untuk mengambil keputusan yang rumit. Dalan dernonstrasi itu Expert System tersebut
menggunakan kondisi ekosistem padi di Filipina, dan dapat memberikan keputusan tentang pengendalian wereng

coklat apabila dimasok kondisi-kondisi lapangan. Dalarn
jangka waktu yang tidak lama model komputer demikian
kiranya akan diperlukan di Indonesia untuk membantu
pengmbilan keputusan yang cepat dalam pengelolaan
hama maupun penyakit.

KESMPULAN
1. Wma wereng coMat mash tetap menjadi masalah
dalam produksi padi. Sistem pengendalian hama terpadu merupakan cara pengendalian yang teraman

dari segi masalah harna maupun lingkungan.
2.

Penelitian dasar maupun terapan yang dapat m e ] perbaiki taktik pengendalian yang telah diketahui
atau menentukan t a k a baru, serta memperbaiki
sistem pengendalian terpadu dan pelaksanaannya
masih diperlu kan.

3.

Studi mengenai program komputer yang dapat
membantu pengambilan keputusan dalarn pengelolaan hama wereng perlu segera dimulai.

DAFTAR PUSTAKA
1. Chiu, Shui-Chen, 1979. Biological control of the brown planthopper. In Brown Planthopper. Threat t o Rice
Production in Asia. IRRI. p. 335-355.
2. Dandi Soekarna, 1979. Waktu pemberian pestisida terhadap wereng coklat Nilaparuata lugens berdasarkan
kepadatan populasi d m timbulnya riserjensi. Makalah Kong. Entomol. Indonesia I, Jakarta 9-11 Januari
1 9 7 9 . 1 3 p.
3. Direktorat PerIindungan Tanaman Pangan dan JICA. 1984. Wereng Cokfat dan pengendaliannya. 31p.
4. Heinrichs, E.A. 1978. The brown planthopper threat t o rice production in Asia. In The Brown Planthopper.
Proc. Symp. on Brown Planthopper. The 3rd Inter Congress Pac. Sci. Ass., Balk Indonesia, 22-23 July
1977. p. 45-64.
5. Heinrichs, E.A. and 0. Hoehido, 1984. From secondary to major pest status: The case of insecticide-induced
rice brown planthopper, Niloparvata lugens, resurgence. Prot. Ecol. 7: 201-218.
6. JICA. 1982. An Illustrated Guide t o Some Natural Enemies of Rice lnsect Pests in Thailand. Part. I. 72 p.
7. Kalshoven, L.G.E. 1950. De Plagen van de Cultuur Gewassen in Indonesia. Deel. I.G. van Hoeve -7sGravenhage/
Bandung. P. 265
8. Kartohardjono, A. and E.A. Heinrich, 1 9 8 3 . Population of the brown planthopper, Nilaparvota Lugens (Stal)
(Hornoptera: Delphacidae), and its predators on rice varities with different levels of resistence. Environ.
Entomol. 13:359-365.
9. Risimofo, R. 1981 Development, behaviour, population dynamics and control of the brown planthopper,
Nalapamta lugens Stal. Rev. Plt. Protect. Res. 14:26-58.
10. Kush, G.S. 1970. Genetics and breeding for resistance to the brown planthopper. In Brown Planthopper:
Threet t o Rice Production in Asia. IRRI. p 321-332.
11. Luckmann, W.H. and R.L. MePcalf.1 982. The pest management concept. In Introduction to Insect Pest Management -- 2nd ed. p 1-31.
12. Mochida, O., T. Suryana, Hendarsih, and A. Wahyu. 1978. In The Brown Planthopper. Proc. Symp. Brown
Planthopper. The 3rd Inter - Congress of the Pacif. Sci. Ass., Bali, Indonesia, 22-22 July 1977. p. 1-39.
13. N.A.S. 1969. lnsect Pest Management and Control Publ. 1965. Washington D.C. 508 p.
14. Nagata, T. and 0 . Mochida, 1984. Development of insecticide resistance and tactics for prevention. In Judiceous
and Efficient Use of Insectticides on Rice. IRRI. p. 93-106.
15. Oka, I.N. 1979. Cultural control of the brown planthopper. In Brown Planthopper: Threat t o Rice Production
in Asia. IRRI. p. 357-369.
16. Oka. I.N. and I. Manwan. 1978. Integrated Control of the Brown planthopper in Indonesia. I n The Brown Planthopper. Proc. Symp. Brown Planthopper, The 3rd Inter-Congress of The Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesia,
22-23 July 1977. P. 65-77.
17. Sogawa, K. 1982. The rice brown planthopper: Feeding physiology and host plant interactions. Ann. Rev.
Entomol. 27:49-73.
18. Sogawa, K. 1986. Resurgence of BPH populations by insecticides. Short Report. Indonesia Japan Join. Pro$ramme on Food Crop. Protection. 5 p.
19. Soenardi, 1978. The present status and control of the brown planthopper in Indonesia In The Brown Planthopper. Proc. Symp. Brown Planthopper. The 3rd Inter-Congress of The Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesi%
22-23 July 1977. p. 91-101.
20. Shepard, B.M., E.R. Ferrer, P.E. Kenmore, J.P. Sumangil, and J.A. Litsinger, 1986. Sampling methods for
surveillance: Sequential sampling for rice planthopper, predators, Certepiflars, and yellow stemborrers. 7 p.
21. Tantm, D.M. 1978. The brown planthopper in relation to-grassy shunt. In The Brown Planthopper. Proc. Symp.
Brown Planthopper. The 3rd Inter-Congress of the Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesia, 22-23 July 1977.
p. 41-43.
22. Tim Pengendolion Nama Wereng Coklaf, 1986. Petmjuk Teknis No. PT-BI. 29 p.

23. Untung, K., E. Mahmb, dan Rasdiman S. 1986. Pengujian resurgensi wereng coklat setelah perlakuan beberapa
pestiidn organofosfat. Lap. Penelitian, Fak. Pertanian, UGM. 28 p.

Tabel 1.

h a s Serangan Wereng Coklat di Indonesia, Tahun 1969 - 1979

*

M u s i m

No. Ropiftsi
I.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Riau
Jambi
Lampung
Bengkuhc
Jawa h a t
Jawa Tengah
Yogyakartp
Java T i
Bali
N
NTB
NTT
Kalimantw Selatan
Kalunantan Sarat
Kalimantan Tengah
Swlawesi Selatan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara

TOM

Tabel 2.

69

69/70

70

70171

-

-

-

-

-

-

-

71
672

-

-

-

1633 13443

1146 12183

72

72/73

73

73/74

-

-

-

-

-

3724

-

-

.4714 15167
4046 1885
534 9969
-

13443 12183
1633 755 391 -- ,
-

71/72

5252

-

-

-

4714

30745

Luas Serangan Wereng Coklat dan Taksiran
Kerugian pada Tahun 1975 - 1984*) ( O k ,
1985)

h a s serangan
(x 3 000 ha)

Taksiran
kerugian
(x 100 ton beras
giling)

380.88
3 12.84
5 10.25
167.01
695.07
29.77
21.84
23.14
48.22
7.24
*) Sumher : B r . Peal. Tan.Pangan, Jakarta

5411

-

-

-

-

74/75

75

75/76

219
3199 17588 20964 23497
92686
I9
23
150
500 -

I0383
14980
2749 7036 100 158
-

74

-

-

-

-

-

30

2C

-

3233
15998 59946 37473
23087 120 8966
35570 18297
315 17519 54
3029 3325
2300
70 -

-

-

-

-

-

-

-

7060
4303
-

3304

20
1282
100
17671
28910
4476
53942
21081

-

8636
147
1503

2503

-

76

76/77

3954 2981
2475 72456
243
425
1819
61
7272
11749
1225
5371 59288
58310 67256
10880 11956
15004 79379
9226 1.587
846
1411 17527
4874
4489
100
181
617
78
107
600
600

10483 15196 18337 33586 256870 95263 208938 108025 346565

Tabel 3. Luas Serangan Wereng Goklat Kumuhtif BuIan Januari sampai dengan Septenzber, Tahun
1984 sampai dengan I986*)
~

~

h

u

~

~

1984
1985

*) Sumber : Dep. Pertanian

h a s serangan (ha)

-

Tabel 4. Siklus hidup wereng coklat pada bibit padi pada suhu konstan
Stadium
(ha4

Jantan

Brakip

Jantan
Makrop

Telur

10.5

b-10.4 1

Nimpa

14.1

k 1 4 . 3

-

Praoviposisi
Total

3.8

24.6

- 2 8 ' ~ Konstan

27'

25' Konstan
Betina

+

-1

7.9

-1

12.0

31.9

28.4

Betina
Makrop

Brakip

7.2

*I

-1

-

3.0

3.9

19.9

22.9

24.9

--

*) Sumber :Mochida era!. (1 978)

Tabel 5.

Jenis-jenis musuh alami wereng coklat

Jenis

I

Famili., Ordo

Agameni?isunka
Cyrforhinus lividipennis
CoccineNa arm
afta
Hippodamia rridecimpunctata
Elenchus japoni
N S

Elenchus yam
marmi
Anagrus phveotus
Anaphes sp.
Aphelinoiidea sp.

Nemathelrninrnni

*>

Jenis

Famili.. Ordo

Echtrodelphux bicolor
Haplogonatopusjaponicus
Pseudogonatopusflavf
femur
Tetramoniumgukteense
Paederus firscipes
Ophionea spp.
Microvelia douglari
Lycosa pseudoannuiata
Entomophtora
BeQKverinb m ~ i a ~
Hirmtella cimFomis
Isaria fminora

-

Miridae, Het.
Coccinelidae,
Col.
idem
Elenchidae.
Strep.
idem
Mymaridae, Hym.

Drynidae, Hym.
idem
idem
Formicidae, Hym.
Staphylinidae, Col.
Carabidae, Col.
Veliidae, faem.
Lywsidas, Arachn.
Entomopthoraceae
Moniliaceae
Stilbeoeae
idem

Trichogrammatidae, Hym.

Pmacentyobia
andoi
Tkichogramma sp

idem
idem

*) Sumber : Mochido et nl. (1978) ;

JlCA. 1982

Tabel 6 .
No,

1.

Kriteria saat penggunaan insektisida untuk mengenddikan wereng
coklat di daerah bukan serangap
Applaud lOWP

2 1 ekor betina makrop

tera per 5 rumpun (2
ekor makroptera per 5
rumpun)
3.

lnsektisida yang digunakan

Populasi wereng
cpklat

> 2 ekor betins brakip .

30 hst

tera per rumpun (4 ekor
brakipteralrumpun)

+ 60 hst

4.

> 1 ekorltunas

Semua umur

5.

2 1 ekorltunas

Semua umur

Keterangan .

') populasi domaan nimfa

**) ppbkasi dominara imago
Su~nber : Tim Pengendalian

Wereng Coklat. 1986

Go1. Karbamat

Tabel 7. Kriteria saat penggunaan iisektisida tintuk mengendalikan wereng coklat di daerah serangan virus.

Populasi wereng
coklat

Insektisida yang
digunakan

Umur Tanarnan

*

I.

Z 1 ekor

2.

Z 1 ekor

3.

2 1 ekor imago

4.

Z I ekor nimfa

*
**
**

Keterangan

Gal: Kar-

Applaud

pesemaian

-

t

pesemaian

-

t

di pertanaman

-

t

di pertanaman

t

t

populasi dominan
nimfa
populasi dominan
imago
populasi dominan
imago
populasi dominan
nimfa

* per 10 ayunan
** per ayunan
Sumber : Tim Pengendalian H m a Wereng GoMaj 1986

I

,'

NIMFA

I

I

I

I

I

I

I

I

\

I

1

I

2

3

4

ero

6

7

8

9

10

11

I

i
Gambar 1.

5
GI

4

Pe-man
populari waeng coklat di p e r t a m a n p d f yang bermvol dengan rnigrnsi pnda sekitar
umur 2 MST
S u m b s :Direktomt Pslindungan T a m a n Pangan, 19&.

12

13

14 EAST

Metalkamate
Perthane

Propoxur

Garnbar 2.

Persen puso pada 13 ILIST pada petak yarzg diperlakukan dengan senzyrotan pada 4.7 dan IQ,SHxi
Dosis 0.75 b.a/ha, kecuali Permetrin dan Malathion, rizasing-masing 0.5 dan 1.0 k d h a (&$&3&n
" *Gbrino, dalam Heinrichs, 19 78)
y e
..:." i
' & *
% - -

' a

/

?

'

TANAMAN PAD1
@ Pertuil~bul~an
Nutrisi
@ Ketahanan terl~adap
wereng coklat

LNSEKTISLDA
Tipe
@
Dosis
@ Waktu apiikasi
@ Frekuensi
apli kasi
Cam aplikasi

@

Ga mbar 3. Diugrat~ij1ai7g meiiggambarkatz petlyaru h insektisida terlladap po(?ulasi N lugens secara Iangsung
dan secara tidak langsuug nzelalu i tnriatriarl padi dan mumh alamir2.v~~(tIeinricks dan Afochida,

1984).

Rukasah Adiratnza: Nigrasi wereng coMat bisa sampai
puluhan Km. padahal dalam program yang ada sekarang
daerah tersier yang memungkinkan untuk tanam serempak hanya beberapa blok saja. Bagaimana efektivitas pengaturan tanam serempak di dalam blok-blok tersebut
dan antar blok dalam hubungannya dengan kemampuan
wereng coklat bermigrasi.
Soemartono S o ~ r ~ m a r :~ klemang
on~
blok tersier kita
tidak begitu luas. Migrasi wereng coklat ada yang jauh
ada yang dekat. Antar blok tersier mungkin penanamannya tidak serempak. Pertama kali migrasi terjadi, yang
datang adalah makroptera dan sudah di antisipasi bahwa
akan ada rnigrasi antar blok tersier terutama yang berdekatan. Oleh karena itu di masing-masing blok tersier perlu ada pengamatan dan untuk hal ini sudah dibuatkan
petunjuk pelaksanaannya oleh Deptan. Keadaan sudah
dianggap kritis kalau ditemukan 2 makropteral5 rumpun.
Rukasah Adiratma: Dalam kaitan dengan bahan training
untuk pengamat hama dan kontak tani, tidak sedetail seperti yang disajikan dalam slide. Misal siklus hidup, karena mereka juga perlu mengetahui saat-saat kritis, pada
saat kapan, pada umur padi berapa kita mulai waspada.
Bagaimana penanganan kalau masih brachiptera bagaimana kalau sudah macroptera. Pengetahuan minimal
untuk pengamat dan kontak tani berbeda.
Soemartono Sosromarsono: Bahan-bahan training dan
buku-buku sudah disiapkan oleh Deptan. Untuk pengm a t dan penytluh. Kalau untuk petani saya tidak tahu.
Mungkin kita pedu melatih pengamat hama dan penyuluh supaya informasi tersebut bisa sampai ke petani secara baik dan benar.

A. Hidir Sastraatmad&: Masalah tanam serempak, pada
dasarnya semua s e w . Tetapi secara operasionaf sulit.
Apakah ada petunjuk teknis yang lebih &rat tentang
berapa luas areal minimal dan satuannya apa. Kesulitannya dalam masalah air, dan ketersediaan tenaga.
Scemartono Sosromarsono: Pelaksanaannya di lapangan
perlu dimusyawarahkm dengan kelompok tani d m Pemda setempat. Bagahana pelaksanaan secara detail saya
tidak bisa menjawab, tetapi yang penting kita perlu
memberikan motivasi kepada petani sehingga mereka
melalui musyawarah dan kesepakatan dapat melaksanakanny a.
Syamsoe'oed Sdjad: Dalam slide ditunjukkan perkernbangan wereng di negara-negara lain termasuk Thailand.
Di Thailand tidak ada irigasi teknis, semua tadah hujan.
Zone-zonenya jelas, mana zone padi dan mana zone
palawija, dan Thailand membatasi sekali varietas-varietas
IRRI. Apakah wereng Thailand itupdn asal migrasi? Kalau betul kondisinya bisa lebih baik dari kita. sehubungan dengan pengendalian h a n a terpadu, meskipun tidak
menanam padi terus menerus apakah mash ada kemungkinan serangan wereng yang berasal dari migrasi?
Soemartono Sosromrsono: Di daerah-daerah yang tidak
bisa ditananl padi pada musim kering masalah wereng dapat ditangani Iebih mudah. Pada pertanaman yang dilakukan rotasi tanaman serangan wereng n~asihmungkin
melalui migrasi yang dapat datang dari jauh atau lebih
dekat. Di Indonesia belum ada penelitian apakah ada migrasi antar negeri.
Syanzsoe'oed Sadjad: Begitu datang wereng ia meletakkan telur dulu baru kawin, mengapa kita memberantas
telurnya dulu dengan Applaud, bukan werengnya dulu.

Soemrtono S
O
S: Cara ~
kerja Applaud
~
~adalah ~
A. Nidir %scraatmadJ;I:Mengenai sanitasi lapang dalam menghambat pembentukan htikula wereng. Makrophubungan dengan pengendalian hama terpadu dilakukan tera yang migrasi di tempat asalnya sudah kawin. Jadi
dengan cara pembakaran jerami dan pembalikan jerami; begitu datang dapat bertelur yang kemudian menjadi gePembakaran jerami menurut disiplin ilmu tanah tidak da- nerasi I dipertanaman tersebut. Generasi I ini add&
pat dibenarkan, dan pembdikan jerami tidak bisa meng- nimfa semua. Applaud digunakan untuk mengendalikm
hilangkan hama atau patogen. Apakah ada alternatif lain nimfa-nimfa tersebut karena mas& dalam masa pertumuntuk rnengatasi h d ini.
buhan.
Somartono Sosromarsono: Pembenan~anjerami saya Syamsoe'oed Sdjad: Kalau sudah terjadi over populakira dapat memusnahkan wereng (selumh stadium) dan tion maka terbentuk makroptera. Terbentuknya mavirus, tetapi tidak untuk cendawan patog& dan bakteri. kroptera apakah hanya karena faktor lingkungan a b u
Alternatif lain di Jawa Timur dimanfaatkan untuk perxi faktor genet& wereng tersebut. Kalau faktor genetik,
buatan pulp kertas. Tetapi kalau populasi wereng sedang apakah sudah ada penelitian tentang pencegahan terbentinggi maka penga'ngkutan jerarni dapat membantu pe- tuknya makroptera dari segi genetika.
nyebaran wereng. Ini hams hati-hati. Uang kedua, pembuatan mulsa yaitu jerami dipotong-potong dan dengan Soemartono Sosromarsonol: Terbentuknya makroptera
nlenggunakan inokulasi mikroorganisme tertentu kita yang sudah banyak diketahui adalah karena faktor lingkungan artinya yang memacu pembentukannya. Masadapat mempercepat proses pembuatan mulsa.

~

~

lah pencegahan terbentuknya makroptera secara teoritis
dapat dilakukan, mungkin secara kimiawi atau faktor
lain. Rangsangan iingkungan itu adalah kepadatan populasi yang tinggi. Rangsangan itu lnenyebabkan terjadinya

perubahan keseimbangan horrnon sehingga tirnbul serangga bersayap. Jadi kalau sistem hormon itu dapat diubah, umpama dengan bahan kimia yang disemprotkan,
mungkin perkembangan serangga bersayap panjang dapat
ditekan.

II. TINJAUAN GENETIK DAN PEMULI
EPIDEMI WERENG COKLAT DI INDONESIA
Oleh
Amris Makmur *)

Sejak dilancarkannya gerakan swasembada pangan,
pertanaman padi sawah di Indonesia telah tiga kali dilanda ledakan hama wereng coklat (Nilapawata lugens Stal.).
Pertana, di saat meluasnya penggunaan varietas unggul
Pelita 1-1 dan Pelita 1-2 di sarnping varietas unggul asal
IRRI di sekitar tahun 1974. Ledakan hama wereng waktu itu dapat diatasi dengan dgepasnya berbagai varietas
unggul seri VUTW I yang tallan wereng coklat biotipe 1.
Uang kedua mulai tallun 1977, di saat varietas seri
WTW I inulai diserang di beberapa ternpat di Jawa dan
Sumatera. Untunglah kemudian dapat diatasi dengan peIepasan varietas unggul seri VUTW I1 yang tahan wereng
coklat biotipe i dan 2. Akhir-akhir ini, mungkin telah
mulai sejak tahun 1985, varietas unggul seri VUTU' II
pun tak dapat n~engllambat ledakan epidemi wereng
yang ketiga, sehingga perlu dikeluarkan instru ksi Presiden no. 3 tahun 1986 guna rnengatasi masalahnya.
Keberhasilan Indonesia dalam swasembada pangan,
terutama beras, didukung kuat oleh penananan varietas
unggul berdaya hasil tinggi, genjah, serta beberapa sifat
morfologik yang mendukung potensi hasil tinggi seperti
banyak anakan, rendah, daun bendera tegak, dan responsif terhadap pemupukan tinggi. Sifat-sifat ini berasal
dari has2 pemuliaan yang sangat intensif di Lembaga Penelitian Padi Internasional ( IRRI), sehingga semua varietas unggul berdaya hasil tinggi dan tahan wereng yang
dikembangkan di Indonesia cenderung berlatarbelakang
genetik sama.
Sifat epidemi wereng coklat di Indonesia nlirip dengan epidemi Southern Corn Leaf Blight yang disebabkan cendawan iiebninthosporium maydis di A~nerika
Serikat bagian Selatan tahun 1970, yang bersu~nberpada
keseragaman genetik (NAS, 1972). Dalam mempdajari
masalah epidemi wereng coklat ini, kirnnya perlu ditinjau aspek genetik dan strategi pemuliaan pembentukan
varietas unggul yang disebarluaskan di Indonesia.

*) Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian

IPB.

Tekanan utama pemuliaan padi di IRRI sejak tahun
1970 ialah pemuliaan bagi ketahanan terhadap hama dan
penyakit. Sumber ketahanan ialah varietas yang mempunyai tipe tanaman tidak baik dan daya hasil rendall. Oleh
sebab itu varietas donor untuk ketahanan ini perlu disilangkan dan disilangbalikkan dengan galur harapan
yang mempunyai tipe tanaman baik, dan berdaya hasil
tinggi, guna mendapatkan gaiur harapan yang berdaya
hasil baik dan tahan terhadap hanla dan penyakit. Calurgalur harapan yang dilepas IRRI dapat mengandung berbagai kombinasi sifat ketahanan terhadap wereng hijau,
wereng coklat, virus kerdil rumput, dan blast (IkTAS,
1972; Kf~ush,1979). Pada penluliaan padi nasional, tetua donor untuk ketahanan wereng berasal dari generasi
lanjut galur-galur peinuliaan IRRI seperti IR 203 1, IR
206 1, IR 2 153, dan 236 1, disilangkan serta disihngbalikkan dengan varietas unggul nasional seperti Pelita I-3,
C4-63, Adil, Makmur, dan sebagainya (Eiarahap, 1979).

SILSILM DAPJ PENYEBARAN DAN BEBERAPA
VARIETAS UNGGUE
Pelita 1-1 dan Pelita 1-2 Warahap et al., 1984): Oleh
karena rasa nasi varietas unggul asal IRRI PB 5 dan PB 8
mempunyai rasa nasi yang tidak begitu disenangi, maka
untuk memperbaiki rasa nasinya di LP3 Bogor tallun
1967 dilaksanakan beberapa persilangan antara PB 5
dengan beberapa varietas unggul Nasional maupun lokal.
Rasil persilangan antara PB 5 dan Syntha menghasilkan
dua galur yang menunjukkan potensi hasil seperti PB 5
dan rasa nasinya enak seperti Syntha. Kedua galur ini
dilepas tahun 1971 dengan nama Pelita 1-1 dan Pelita 1-2.
Penyebaran Pelita 1-1 dan PelitaI-2 dalam MH 19751
1976 mencapai luasan 23 persen dari pertanaman padi
seluas 4.6 juta ha di seluruh Indonesia. Luasan ini menurun sampai 200 000 ha pada M