Konsultasi Publik RKLRPL HCVF Tahun 2015 S.d. 2019 dengan tenaga ahli. Konsultasi Publik RKLRPL HCVF Tahun 2015 S.d. 2019 dengan pemangku Materi Sosialisasi dan Konsultasi.

NOTULEN HASIL KONSULTASI PUBLIK RKLRPL HCVF TAHUN 2015-2019 Hasil Konsultasi Publik RKLRPL HCVF Tahun 2015-2019 Kepada Tenaga Ahli dan pemangku kepentingan lokal dan masyarakatLMDH. sebagai berikut : I. Dasar Pelaksanaan - Nota Dinas no. 09NDLing-PSDHCMSIII2015 Prihal: Konsultasi Publik RKLRPL HCVF Tahun 2015 S.d. 2019 Kepada pemangku kepentingan lokal dan masyarakatLMDH. - Nota Dinas no. 10NDLing-PSDHCMSIII2015 Prihal: Konsultasi Publik RKLRPL HCVF Tahun 2015 S.d. 2019 Kepada Tenaga Ahli. - Pemenuhan temuan Observasi Survellance III tahun 2014 -

II. Waktu

Tanggal 02 s.d. 17 April 2015.

III. Peserta

Tenaga ahli, Stakeholder, Petugas Lapangan dan LMDH

IV. Acara

1. Konsultasi Publik RKLRPL HCVF Tahun 2015 S.d. 2019 dengan tenaga ahli.

- Tenaga ahli Konsultasi Publik RKLRPL HCVF Tahun 2015 S.d. 2019 yaitu Samsul Ulum. - Konsultasi terkait dengan Frekuensi dan idikator Rencana Kelola dan Rencana Pemantauan target konservasi HCVF Tahun 2015 S.d. 2019. Hasil Hasil Konsultasi terlampir. -

2. Konsultasi Publik RKLRPL HCVF Tahun 2015 S.d. 2019 dengan pemangku

kepentingan lokal atau masyarakatLMDH. - Konsultasi Publik Dengan Petugas Lapangan dan LMDH Konsultasi dengan Petugas Lapangan dan LMDH dilaksanakan di Kantor Asper pada tiap BKPH yaitu BKPH Ciamis tanggal 14 April 2015, BKPH Cijulang tanggal 15 April 2015, BKPH Pangandaran tanggal 16 Apri 2015 dan BKPH Banjar Utara dan BKPH Banjar Selatan pada tanggal 17 April 2015. Pelaksanaan konsultasi publik bertujuan untuk mensosialisasikan Rencana Kelola dan Rencana pemantauan HCVF untuk meminta saran dan pendapat terkait dengan Frekuensi dan Indikator Rencana Kelola dan Rencana Pemantauan target konservasi HCVF Tahun 2015 S.d. 2019. Hasil Konsultasi terlampir. - Konsultasi Publik Dengan Stakeholder dan LSM lokal dan Nasional Konsultasi publik dengan Stakeholder dan LSM lokal dan Nasional dilaksanakan dengan cara mengirim surat yang dilampiri Rencana Kelola Lingkungan RKL dan Rencana Pemantauan Likungan RPL HCVF di Kawasan Hutan KPH Ciamis serta blangko isian untuk meminta saran dan pendapat terkait dengan Frekuensi dan Indikator Rencana Kelola dan Rencana Pemantauan target konservasi HCVF Tahun 2015 S.d. 2019. Hasil Konsultasi terlampir.

3. Materi Sosialisasi dan Konsultasi.

HCVF pertama diperkenalkan oleh FCS Forest Stewardship Council sebagai salah satu prinsip pengelolaan hutan lestari pada tahun 1999. Proses identifikasi HCVF pertama kali dikembangkan oleh NGO dari Inggris Pro Forest. Dalam HCVF terdapat enam NKT Nilai Konservasi TinggiHCV High Conservation Value yang merupakan sebuah panduan penetapan suatu kawasan HCVF. Nilai Konservasi Tinggi adalah sesuatu yang bernilai konservasi tinggi pada tingkat lokal, regional atau global yang meliputi nilai-nilai ekologi, jasa lingkungan, sosial dan budaya. Nilai-nilai tersebut dan tata-cara identifikasinya ditentukan dalam Panduan NKT Indonesia. Secara garis besar ada tiga nilai utama yang terkandung dalam HCVF, yaitu nilai ekologi, jasa lingkungan dan sosial. Pada tahun 2008, telah dikembangkan HCV Indonesia Toolkit yang disusun oleh konsorsium revisi HCV Indonesia. NKT 1, Kawasan dengan Tingkat Keanekaragaman Hayati Penting Pada NKT 1 mengidentifikasi kawasan-kawasan yang memiliki nilai penting bagi kelangsungan hidup flora dan fauna. Tidak semua jenis flora dan fauna merupakan spesies yang memiliki nilai konservasi tinggi. Spesies-spesies endemik, langka dan terancam punah merupakan spesies yang memiliki nilai konservasi tinggi. NKT 2, Kawasan Bentang Alam bagi Dinamika Ekologi secara Alami NKT 2 menekankan pada suatu kawasan alami yang merupakan suatu kesatuan bentang alam landscape alami dengan luas minimal 20.000 hektar. Selain itu kawasan yang memiliki dua tipe ekosistem yang berbeda dan berada dalam satu bentang alam juga merupakan kawasan yang mengandung nilai sebagai NKT 2. NKT 3, Kawasan Berekosistem Langka atau Terancam Punah Kawasan-kawasan yang tergolong sebagai ekosistem langka atau terancam punah adalah ekosistem mangrove, karst, savanna, dan sebagainya. Untuk menentukan apakah ekosistem tertentu masuk kategori langka atau terancam punah, diperlukan penilaian pada seluruh unit bio-fisiogeografis yang membandingkan kondisi dan luasnya pada masa lampau dasar sejarah saat ini dan masa depan. NKT 4, Kawasan Yang Menyediakan Jasa Lingkungan Alami Jasa lingkungan adalah jasa-jasa biofisik yang dihasilkan oleh suatu ekosistem secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Ada tiga kriteria yang termasuk dalam NKT 4, yaitu kawasan penyedia air serta pengendali banjir, kawasan pengendali erosi serta sedimentasi, dan kawasan sekat bakar alami. Ketiga nilai diatas merupakan bentuk jasa lingkungan yang diberikan alam terhadap kelangsungan hidup umat manusia. NKT 5, Kawasan Alam Pemenuh Kebutuhan Masyarakat Lokal Masyarakat lokal sangat tergantung terhadap sumber daya hutan. Adapun beberapa kebutuhan dasar tersebut adalah pangan, obat-obatan, vitamin, energi, dan pakan ternak. Identifikasi terhadap NKT 5 harus dilakukan dengan penelitian terhadap masyarakat sekitar kawasan hutan. NKT 6, Kawasan Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal Identitas budaya khas adalah identitas yang muncul dari suatu kolektif individu komunitas yang tinggal di suatu kawasan tertentu, didasarkan pada kesamaan latar belakang sejarah kolektif dan kesamaan interpretasi terhadap lingkungan dan sumber daya sekitarnya.

4. Hasil tanggapan dan saran tehadap Indikator dan Frekuensi RKLRPL HCVF