Inkonsistensi pengaturan Arena Hukum

Asto Legowo, Harmonisasi Pengaturan Pemberian Jangka Waktu Hak Pakai bagi ... 107 pemegang hak atas tanah. Dalam Pasal 8 ayat 2 yang sama ditegaskan pula bahwa Hak Milik Satuan Rumah Susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan, dengan kata lain, UURS ini menganut asas pelekatan vertikal. 14 Berdasarkan uraian diatas, maka telah menunjukkan bahwa hunian, baik berupa rumah tinggal maupun rumah susun melekat atau tidak dapat dipisahkan dengan tanahnya.

2. Inkonsistensi pengaturan

mengenai pemberian jangka waktu hak pakai atas hunian bagi WNA Pemberian jangka waktu hunian bagi WNA merupakan suatu hal yang sangat penting. Urgensi tersebut mengacu pada seberapa lama WNA dapat memiliki hunian di atas hak pakai di Indonesia, hal tersebut berkaitan juga dengan perjanjian yang akan dibuat oleh WNA dengan pemegang hak milik atas tanah yang akan digunakan sebagai hunian bagi WNA mengingat hak pakai di atas tanah hak milik, yang kemudian perjanjian tersebut harus dibuat dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib dicatat dalam buku tanah serta sertiikat hak atas tanah yang bersangkutan, sehingga, apabila pemberian jangka waktu tersebut telah jelas dan berjalan sesuai dengan prosedur yang seharusnya, maka dengan demikian hal tersebut sudah seharusnya dapat memberikan kepastian hukum bagi WNA yang memiliki hunian di Indonesia. Pemberlakuan PP Nomor 103 Tahun 2015, sesungguhnya tidak terlalu mendapat perhatian yang mendalam dari masyarakat. PP Nomor 103 Tahun 2015 tersebut kemudian menjadi perhatian,karena yang menjadi titik perubahan adalah jangka waktu hak pakai sebagaimana yang temuat di dalam Pasal 7, yang isinya: “1 Rumah Tinggal yang diberikan di atas tanah Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 1, diberikan untuk jangka waktu 30 tiga puluh tahun; 2 Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 dua puluh tahun; 3 Dalam hal jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 tiga puluh tahun.” sehingga dari ketentuan sebagaimana tersebut diatas, maka memungkinkan bagi WNA untuk memiliki Hunian diatas Hak Pakai bagi WNA, untuk jangka waktu 80 delapan puluh tahun dengan tambahan proses perpanjangan dan pembaharuan atas Hak Pakai yang dimaksud. Adapun yang menjadi latar belakang dari 14 Asas Pelekatan Vertikal adalah pelekatan secara tegak lurus yang melekatkan semua benda yang ada di atas maupun di dalam tanah sebagai benda pokoknya.Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 571 KUHPerdata yang isinya, “Hak Milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya, kemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah”. 108 ARENA HUKUM Volume 10, Nomor 1, April 2017, Halaman 97-119 pemberian jangka waktu hak pakai selama 80 delapan puluh tahun tersebut oleh Pemerintah tentu didasari oleh pertimbangan faktor ekonomi, karena berlakunya PP Nomor 103 Tahun 2015 ini sangat mendukung dan mengembangkan prospek industri di bidang properti di Indonesia, namun dengan adanya disharmonisasi pengaturan sebagaimana yang telah Penulis uraikan sebelumnya, tentunya dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi WNA terutama pada saat akan melakukan perpanjangan maupun pembaharuan bilamana jangka waktu yang diberikan telah berakhir. Tujuan Pemerintah dalam mengejar pertumbuhan ekonomi sepatutnya harus didukung karena hal tersebut semata-mata demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun disisi lain, semangat pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangan sampai melanggar tatanan serta bangunan hukum yang telah terbangun, bahkan mengesampingkan kepentingan rakyat Indonesia untuk bisa memiliki properti di bidang pertanahan dalam situasi yang sangat berat ditengah persaingan dengan WNA. Sebagaimana yang telah diuraikan pada sub-bab pembahasan sebelumnya, bahwa sebenarnya, jangka waktu Hak Pakai di atas tanah hak milik telah lama diatur dalam Pasal 49 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang isinya: “1 Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang; 2 Atas kesepakatan antar pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.” yang berarti hak pakai bagi WNA hanya terbatas sampai jangka waktu 25 dua puluh lima tahun, dan apabila telah berakhir, maka WNA tersebut harus melakukan proses pembaharuan saja, dengan demikian, menunjukkan bahwa pemberian hak pakai bagi WNA sangat ketat karena melalui proses pengkajian secara administrasi untuk menilai apakah WNA memenuhi ketentuan perundang-undangan untuk menerima Hak Pakai di Indonesia. Berdasarkan 2 dua ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah Penulis uraikan diatas, apabila ditinjau dari segi penerapannya, maka terdapat inkonsistensi antar peraturan perundang-undangan mengenai pemberian jangka waktu hak pakai di atas tanah hak milik yang diatur dalam Pasal 7 PP Nomor 103 Tahun 2015 dengan Pasal 49 PP Nomor 40 Tahun 1996, sehingga telah menimbulkan disharmonisasi secara hukum dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai bentuk perbandingan dari segi substansi hukum, inkonsistensi pemberian jangka waktu hunian bagi WNA yang diatur pada Pasal 7 PP Nomor 103 Tahun 2015 terlihat lebih jelas,bilamana dibandingkan dengan peraturan yang pernah diberlakukan sebelumnyadan saat ini sudah dicabut, yaitu PP Nomor 41 Tahun 1996, sebagaimana diubah menjadi PP Nomor 103 Tahun 2015, Asto Legowo, Harmonisasi Pengaturan Pemberian Jangka Waktu Hak Pakai bagi ... 109 ternyata lebih konsisten atau seirama dengan PP Nomor 40 Tahun 1996, konsistensi tersebut dapat dilihat dalam Pasal 5 PP Nomor 41 Tahun 1996 yang isinya: “1 Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dibuat untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun. 2 Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat diperbaharui untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun, atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian yang baru, sepanjang orang asing tersebut masih berkedudukan di Indonesia.” Dalam ketentuan diatas, dapat dilihat adanyakesesuaian pemberian jangka waktu hak pakai bagi WNA antara PP nomor 40 tahun 1996 dengan PP Nomor 41 Tahun 1996, yang mana, keduanya sama-sama mengatur bahwa pemberian jangka waktu hak pakai bagi WNA adalah selama 25 dua puluh lima tahun, dengan demikian pula memperlihatkan adanya konsistensi hukum yang baik dan keseimbangan antar peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, karena dengan peraturan hukum yang konsisten maka akan melahirkan suatu keharmonisan hukum, hal tersebut berlaku juga sebaliknya. Meskipun keberlakukan PP Nomor 103 Tahun 2015 yang merupakan perubahan dari PP Nomor 41 Tahun 1996 merupakan peraturan yang lebih khusus yang mengatur Hunian di atas Hak Pakai bagi WNA, yang didalamnya memuat ketentuan mengenai pemberian jangka waktu hak pakai atas suatu huniannya, sehingga apabila terjadi inkonsistensi dalam peraturan perundang- undangan maka dapat diselesaikan dengan menerapkan asas lex specialis derogat legi generali, akan tetapi perlu diingat kembali bahwa yang terjadi pada kedua peraturan ini bukanlah kontradiksi, melainkan adanya ketidaksesuaian yang menyebabkan munculnya disharmonisasi hukum yang kajian penyelesaiannya tidak cukup diselesaikan dengan menerapkan asas lex specialis derogat legi generali. Disharmonisasi tersebut muncul karena pada dasarnya terdapat hubungan antara pengaturan mengenai hunian di atas tanah hak pakai dengan pengaturan mengenai hak pakai atas tanah bagi WNA, dalam hal ini, hak pakai merupakan salah satu hak penguasaan terhadap tanah yang penguasaannya dibatasi dengan pemberian jangka waktunya sebagaimana diatur pada Pasal 7 PP Nomor 40 Tahun 1996, yang dalam pengaturannya, hubungan tersebut tidak terjalin dengan harmonis antara peraturan satu dengan peraturan lainnya, karenanya perlu dilakukan reformulasi terhadap peraturan mengenai pemberian jangka waktu hak pakai bagi WNA.

3. Dualisme pengaturan mengenai perpanjangan dan pembaruan