BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1998 ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Reformasi
bukan hanya terjadi pada pemerintahan saja tapi juga terhadap konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945.
Reformasi konstitusi berlangsung melalui beberapa kali amandemen UUD 1945 sehingga membawa perubahan yang sangat besar bagi hukum nasional dan hal
tersebut bermakna pula pada; adanya pengakuan prinsip supremasi hukum, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang
diatur dalam UUD 1945, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga
negara dalam hukum, dan adanya jaminan keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
1
Salah satu makna dari reformasi konstitusi di atas adalah adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga
1
Susy susilawati, Upaya Perlindungan Paralegal Dalam RUU Bantuan Hukum, Semiloka Lembaga Bantuan Hukum Oleh Kanwil Kumham DIY, 14 Juni 2011, Yogyakarta, hlm. 4
negara dalam hukum. Artinya peradilan yang ada di Indonesia adalah peradilan yang bebas sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945, mandiri, tidak ada
campur tangan pihak luar dan dalam suatu perkara kedudukan setiap orang tidak dibeda-bedakan karena setiap orang adalah sama dimata hukum seperti yang diatur
dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 3 serta Pasal 4 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dari pemahaman di atas maka dapat dilihat bahwa adanya pengakuan akan hak dan kedudukan setiap warga negara adalah sama di mata hukum. Artinya bahwa
setiap warga negara mempunyai hak yang sama di mata hukum, hak yang menjadi salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan, hak yang tidak dapat dibedakan hanya
karena tinggi rendahnya kedudukan seorang warga negara dalam suatu masyarakat sosial, besar kecilnya kekuasaan yang dipegang dalam suatu pemerintahan. Undang-
undang memang mengatur secara tegas mengenai hak dan kedudukan setiap orang adalah sama dimata hukum, akan tetapi pada kenyataannya yang seringkali terjadi
adalah hak dan kedudukan setiap warga negara di depan hukum tidaklah sama. Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari faktor banyaknya meteri yang
dipunyai, kekuasaan yang dimiliki karena pengaruh kedudukan tertentu, latar belakang kedudukan sosial, jenjang pendidikan dan pekerjaan yang dimiliki. Faktor-
faktor tersebut yang menyebabkan adanya kesenjangan antara penegakan hukum dan pemenuhan keadilan bagi masyarakat miskin dan kaum marginal.
Banyak masyarakat tidak mengerti dan memahami hak-haknya sehingga mereka tidak mempunyai kekuatan dan kecakapan untuk memperjuangkan hak-
haknya. Bagi masyarakat yang memiliki modal secara materi sangat mudah karena dapat mengakses jasa pendampingan hukum oleh advokat, tetapi
bagi masyarakat yang tidak memiliki modal materi tidak dapat semudah itu mengakses jasa
pendampingan hukum, karena untuk dapat memakai jasa hukum seorang advokat pastilah membutuhkan biaya yang telah ditentukan oleh advokat tersebut. Apalagi
dengan perkembangan yang ada sekarang ini banyak advokat yang dalam prakteknya memasang tarif tertentu sehingga sulit dicapai oleh masyarakat miskin. Adanya
pemasangan tarif tertentu oleh advokat dalam memberikan jasa hukum atau menangani suatu perkara terhadap kliennya, menimbulkan kesan dalam masyarakat
bahwa dalam memakai jasa advokat itu mahal dan harus memiliki sejumlah uang, sehingga banyak masyarakat akan berpikir dahulu sebelum memakai jasa seorang
advokat. Padahal banyak sekali masyarakat Indonesia yang tergolong hidup dalam tingkat ekonomi lemah bahkan hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga sulit bagi
mereka untuk membayar jasa hukum yang diberikan oleh advokat. Di Indonesia sebagian besar anggota masyarakatnya masih hidup di bawah
garis kemiskinan, dan minimnya pengetahuan hukum masyarakat juga merupakan hambatan dalam menerapkan hukum dimasyarakat, terlebih lagi budaya hukum dan
tingkat kesadaran hukum masyarakat Indonesia yang masih rendah.
2
Keadaan-
2
Frans Hendra Winata, Bantuan Hukum ; Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000, hlm. 39
keadaan inilah yang menyebabkan mengapa masyarakat sulit untuk menerima bantuan hukum dari seorang advokat, padahal bantuan hukum sangat dibutuhkan bagi
masyarakat yang menghadapi suatu permasalahan hukum apalagi bagi masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Besarnya jumlah anggota masyarakat miskin
tidak sebanding dengan jumlah advokat, hal ini mengakibatkan banyak masyarakat tidak bisa dengan leluasa mendapat bantuan hukum dari advokat sebagaimana
mestinya. Tidak adanya pendampingan hukum dari advokat bagi masyarakat yang
menghadapi permasalahan hukum karena alasan ekonomi dan sulitnya mengakses bantuan hukum secara cuma-cuma sangatlah memprihatinkan, karena seringkali
terjadi pelanggaran akan hak asasi manusia dalam proses suatu perkara hukum. Akibat dari keadaan-keadaan di atas maka munculah paralegal, tetapi terdapat banyak
pendapat mengenai munculnya paralegal. Salah satu pendapat mengatakan bahwa munculnya paralegal adalah akibat
ketidakberdayaan hukum dan dunia profesi hukum, paralegal muncul sebagai reaksi atas kedua hal tersebut dan bertujuan untuk memahami dan menangkap serta
memenuhi asumsi-asumsi sosial yang diperlukan guna mewujudkan hak-hak masyarakat miskin yang secara jelas telah diakui oleh hukum seperti hak untuk
memperoleh upah yang layak, hak atas bagi hasil pertanian yang wajar, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat, hak atas informasi, hak-hak konstitutional
seperti, hak untuk berserikat dan hak atas kebebasan berpendapat serta Hak-hak
masyarakat miskin lainnya yang secara jelas telah diakui oleh hukum.
3
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Pokja paralegal, menurut Pokja keberadaan Paralegal
sesungguhnya merupakan respon atas situasi dan kondisi masyarakat, terutama kelompok miskin dan marginal, yang berada pada posisi yang lemah untuk
memperoleh akses keadilan, dan kelemahan sistem hukum dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat pencari keadilan.
4
Hampir semua pendapat mengenai munculnya paralegal pada intinya mempunyai kesamaan, akan
tetapi menurut M. Irsyad Thamrin dan kawan-kawan selain pendapat-pendapat yang telah dipaparkan di atas masih ada lagi alasan munculnya paralegal yaitu kondisi
geografis Indonesia yang terdiri atas 17.000 pulau dan jumlah masyarakat Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa, tidak sebanding dengan jumlah dan sebaran advokat
dan organisasi bantuan hukum.
5
Kehadiran dan eksistensi paralegal dalam mayarakat dapat digolongkan sebagai pekerja sosial, karena paralegal dalam pekerjaanya tidak
mengharapkan dan menerima imbalan materi. Tujuan yang mulia tersebut tidak semulus yang dibayangkan karena pada
kenyataanya menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Tidak semua masyarakat dapat menerima kehadiran paralegal, hal ini dapat disebabkan pengetahuan
masyarakat tentang apa itu paralegal sangatlah terbatas bahkan terdapat sebagian
3
http:el-ghazaly.blogspot.com201003paralegal.html, Dhamiry El-Ghazaly, Pelatihan Paralegal
Temu Alumni PMII Rayon Syari’ah Hukum, 7 September 2011
4
http:www.paralegalindonesia.orgabout, Inisiatif Pengembangan Keparalegalan di Indonesia, 7
September 2011
5
M. Irsyad Thamrin dan M. Farid, panduan Bantuan Hukum Bagi Paralegal, LBH Yogyakarta dan Tifa Foundation, Yogyakarta, 2010, hlm. 204
besar masyarakat belum pernah mendengar atau mengetahui apa itu paralegal. Wujud dari sikap masyarakat yang kontra adalah adanya penolakan dari warga terhadap
paralegal, cibiran dari masyarakat, bahkan sampai pada bentuk intimidasi dan teror yang dilakukan warga terhadap paralegal. Kejadian-kejadian tersebut sering sekali
dialami paralegal seperti yang dialami oleh Slamet Wasair 33 tahun dan kawan kawan. Slamet sering menerima teror lewat telpon sampai pernah dihadang dan
diancam dengan celurit saat menjalankan tugasnya sebagai paralegal. Selain Slamet paralegal lain seperti Yoyok sering tidak dianggap oleh perusahaan atau pemerintah
dan mendapat cibiran dari masyarakat padahal dalam melakukan pekerjaanya sebagai paralegal Yoyok tidak pernah mengharapakan imbalan dari masyarakat padahal bagi
mereka merupakan kebahagiaan tersendiri apabila masyarakat menjadi sadar dan mau memperjuangkan haknya secara bersama-sama. Salah satu contoh keberhasilan
paralegal adalah dapat menyelesaikan kasus pemotongan illegal dana rekontruksi korban gempa di kecamatan Nglipar, Gunung kidul.
6
Dari peristiwa diatas dapat dilihat eksistensi paralegal dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, tetapi keberadaan paralegal dilapangan
dihadangkan dengan berbagai kendala dan sering dianggap sebagai provokator. Selain kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hukum, salah satu
faktor utama hambatan yang dialami oleh paralegal adalah paralegal baru diakui oleh undang-undang pada tanggal 31 Oktober 2011 dengan disahkanya Undang-undang
6
http:www.kabarindonesia.comberita.php?pil=14jd=Sudikah+Kita+Menjadi+Paralegal3Fdn=2 0081030123622
,
Umbu Wulang Tap, 7 Septembar 2011
Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum oleh DPR. Akibatnya selama ini paralegal terkesan bekerja secara ilegal dalam memberikan bantuan hukum. Sebab
dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, mengatur bahwa yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar
pengadilan adalah advokat. Sesuai dengan Undang-undang Tentang Advokat, bantuan hukum adalah merupakan salah satu bentuk dari jasa hukum yang diberikan
oleh advokat secara cuma-cuma kepada klien yang kurang mampu, dan untuk menjadi seorang advokat harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
undang-undang. Kalau mengacu pada Undang-undang Tentang Advokat maka yang dapat memberikan bantuan hukum hanyalah orang yang berprofesi sebagai advokat
saja, selain advokat tidak diperkenankan untuk memberikan bantuan hukum termasuk didalamnya paralegal.
Legitimasi terhadap paralegal dapat dilihat dalam Pasal 9 huruf a Undang- undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang berbunyi: “Pemberi
bantuan hukum berhak melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hu
kum”. Dalam pasal tersebut hanya menerangkan bahwa pemberi bantuan hukum dalam hal ini lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum dapat melakukan rekrutmen terhadap paralegal. Berarti rekrutmen yang dimaksud adalah mewakili lembaga
bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberikan layanan bantuan hukum, tetapi dalam Undang-undang Bantuan Hukum tersebut tidak ada penjelasan
lebih lanjut apakah kedudukan paralegal setara dengan pemberi bantuan hukum atau penjelasan mengenai cara kerja dan ruang lingkup dari paralegal.
Pengakuan yang diberikan oleh Undang-undang Bantuan Hukum terhadap paralegal juga dirasa masih belum jelas karena di dalamnya tidak disebutkan secara
jelas tentang siapa paralegal itu atau pengertian tentang paralegal, dan cara kerja atau ruang lingkup dari paralegal juga tidak diatur secara jelas di dalamnya. Padahal
sebelumnya dalam Rancangan Undang-undang Bantuan Hukum Pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa paralegal adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan
hukum atau memiliki pengalaman pekerjaan di bidang hukum yang membantu pemberian bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang ini. Ruang lingkup
paralegal juga diatur dalam Rancangan Undang-undang Bantuan Hukum Pasal 5 ayat 4 bahwa paralegal memberikan bantuan hukum dalam bentuk konsultasi hukum dan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Tidak diaturnya secara jelas mengenai paralegal dalam Undang-undang
Bantuan Hukum menimbulkan pertanyaan apakah pengertian dan cara kerja paralegal yang diatur sebelumnya dalam Rancangan Undang-undang Bantuan Hukum tidak
dapat mengakomodasi pengertian dan ruang lingkup paralegal, sehingga dianggap tidak perlu diatur dalam undang-undang. Karena dengan tidak diaturnya paralegal
dalam undang-undang maka pengertian paralegal akan menjadi sangat luas sebab terdapat banyak pendapat yang mengatur mengenai paralegal.
B. Rumusan Masalah