Analisis sensitivitas tingkat kerawanan produksi padi di Pantai Utara Jawa Barat terhadap kekeringan dan El-Nino

ANALISIS SENSITIVITAS TINGKAT KERAWANAN
PRODUKSI PAD1 DI PANTAI UTARA JAWA BARAT
TERHADAP KEKERINGAN DAN EL-NINO

OLEH:

ARIS PRAMUDIA

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Aku berlindung kepada Allah dari
godaan syetan yang terkutuk
I.Dengan menyebut nama Allah
yang Pemurah lag; Penyayang
2. Segala puji bagi Allahf Tuhan semesta alum

3. Yang Pemurah lagi Penyayang

4. Yang menguoroi hari pembalasan


5 Hanya kepada Engkaulah kami menyembah
don hanya kepada €ngkau/ah kami mohon pertolongon
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus

7: (uaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
anugerahkan nikmat ke da merekaf bukan oalan)
mereka yang dlinurkaui dun bukan (pu a jalan) mereka yang sesat.

P"

ABSTRAK
ARIS PRAMUDIA. Analisis Sensitivitas Tingkat Kerawanan Produksi Padi di Pantai
Utara Jawa Barat terhadap Kekeringan dan El-Nino. Dibimbing oleh AHMAD BEY
dan LE ISTIQLAL AMIEN.
.Adanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia
maupun di Jawa Barat pada setiap tahun El-Nino menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara kejadian El-Nino dengan kekeringan, penurunan curah
hujan dan penurunan produksi padi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
memahami sensitivitas tingkat kerawanan produksi padi akibat kekeringan dan ElNino. 1,okasi penelitian adalah sentra produksi padi Pantura Jawa Barat yang

mencakup 106 stasiun curah hujan tersebar di 64 kecamatan di Kabupaten Karawang,
Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.
Pada penelitian ini dilakukan analisis korelasi dan regresi untuk melihat
tingkat korelasi dan sensitivitas anomali curah hujan di lokasi penelitian terhadap
anom'ali suhu permukaan laut (sea surface temperature, SST) pada zone NINO-3 (5
OLU
- 5 OLS dan 90-150 OBB) di Pasifik Ekuator. Tingkat korelasi ditentukan pada
taraf nyata 0,05. Tingkat sensitivitas dibedakan setelah dilakukan pengelompokkan
koefisien bl melalui uji beda ragam kisaran anomali curah hujan sebagai akibat
pengaruh dari anomali SST. Uji keragaman menunjukkan bahwa stasiun-stasiun y&g
tergolong sensitif adalah stasiun-stasiun yang berkorelasi nyata dan mengalami
penufunan curah hujan lebih besar dari 14,7 mm pada musim kemarau atau lebih
besar dari 21,3 mrn pada musim hujan bila terjadi peningkatan anomali SST bulanan
sebesar 1 OC. Pada penelitian ini juga dilakukan pemodelan peluang kejadian deret
hari kering sebagai fungsi dari curah hujan bulanan, analisis tingkat kerawanan
produksi padi akibat pengaruh laju penyusutan luas lahan sawah dan tingkat
sensitivitas anomali curah hujan, analisis korelasi dan pemodelan produksi padi
sebagai fungsi luas panen padi, pemodelan luas panen padi sebagai fungsi dari
peluang deret hari kering, luas kerusakan pertanaman padi akibat serangan tiga jenis
organisme pengganggu tanaman.

, Hasil analisis korelasi dan regresi menunjukkan bahwa pada musim kemarau
terdapat 46 persen stasiun curah hujan memiliki anomali curah hujan yang berkorelasi
nyata dengan anomali SST bulanan, di mana 17 persen di antaranya memiliki anomali
curah hujan yang sensitif terhadap anomali SST bulanan. Stasiun-stasiun yang
berkorelasi nyata sebagian besar menyebar di Kabupaten Karawang. Pada musim
hujan terdapat 70 persen stasiun memiliki anomali curah hujan yang berkorelasi nyata
dengan anomali SST bulanan, di mana 45 persen di antaranya memiliki anomali
curah hujan yang sensitif terhadap anomali SST bulanan. Stasiun-stasiun yang
berkorelasi nyata sebagian besar menyebar di Kabupaten Indramayu.
Hasil analisis anomali curah hujan dengan anomali SST pada lag-1 hingga
lag-4 sebelum dan sesudahnya menunjukkan bahwa curah hujan musim kemarau
hanya sedikit yang dipengaruhi oleh anomali SST satu hingga empat bulan

sebelmmya, sebaliknya curah hujan musim hujan sebagian dipengaruhi oleh anomali
SST satu hingga empat bulan sebelumnya. Hasil analisis yang lain menunjukkan
bahwa anomali SST musim kemarau mempengaruhi sebagian besar kondisi curah
hujan satu hingga tiga bulan sesudahnya, terutama pada lag-2. Anomali SST musim
hujan tidak berpengaruh pada kondisi curah hujan sesudahnya kecuali pada lag-4.
Berdasarkan hasil yang dikemukakan tersebut, maka data anomali SST pada musim
kemarau dapat digunakan untuk membangkitkan data atau memprakira kondisi curah

hujan khususnya untuk periode dua bulan ke depan. Anomali SST musim hujan juga
dapai digunakan untuk membangkitkan data atau memprakira kondisi curah hujan
pada periode yang sama. Hal ini sangat mendukung dalam perencanaan ketahanan
pangan sekaligus bermanfaat untuk mengantisipasi kerawanan pangan pasca kemarau
panjang misalnya akibat El-Nino.
Terdapat empat pola korelasi antara anomali curah hujan dengan anomali SST
bulanan, yaitu pola di mana korelasi (1) terjadi pada musim kamarau dan musim
hujan (Pola KIH-l), (2) hanya terjadi pada musim hujan (Pola &H,I), (3) hanya
terjadi pada musim kemarau (Pola KIHo),dan (4) tidak terjadi pada musim kemarau
maupurl musim hujan (Pola &Ho). Pola yang paling banyak terjadi adalah pola KlH.
1, menyebar terutama di Kabupaten Karawang dan Indramayu. Pola berikutnya
adalah pola KoH-1 yang menyebar terutama di Indramayu dan pola KlHo yang
menyebar terutama di Kabupaten Subang. Pola yang paling sedikit adalah pola &Ho
yang sebagian besar menyebar di Kabupaten Karawang.
Rata-rata laju penyusutan luas lahan sawah di Kabupaten Karawang, Subang
dan Indramayu, berturut-turut setiap tahunnya adalah 513 ha, 501 ha dan 344 ha.
Rata-rata laju penyusutan luas lahan sawah di tingkat kecamatan adalah 32 ha setiap
tahun. Sembilanbelas kecamatan memiliki laju penyusutan luas lahan sawah yang
tinggi e 3 2 ha per tahun). Kecamatan-kecarnatan tersebut urnurnnya merupakan
pusat kota, pusat pemukiman penduduk dan daerah pengembangan industri.

Zonasi tingkat kerawanan penurunan produksi padi sebagai fungsi laju
penyusutan lahan sawah dan tingkat sensitivitas terhadap anomali iklim
menghasilkan empat zona. Zona rawan mencakup 14 kecamatan, zona aaak rawan I
mencakup lima kecamatan, zona aaak rawan I1 mencakup 28 kecamatan, dan zona
kurann rawan mencakup 17 kecamatan.
Hubungan antara curah hujan bulanan dengan peluang deret hari kering
adalah eksponensial dan terbalik. Semakin tinggi curah hujan maka semakin kecil
peluang deret hari kering. Peluang kejadian deret hari kering berturut-turut 25, 210
atau 215 hari mendekati no1 pada saat curah hujan tinggi, kemudian meningkat
dengan menurunn>a curah hujan. Peluang deret hari kering lebih dari 5 hari berturutturut nyata biia curah hujan berada di bawah 100 rnmhulan. Peluang deret hari kering
lebih dari 10 hari berturut-turut nyata biia curah hujan di bawah 40 mm/'ulan.
Peluang deret hari kering lebih dari 15 hari berturut-turut nyata bila curah hujan
berada di bawah 20 mrnhulan.
Pada tahun El-Nino terjadi penurunan curah hujan tahunan sebesar 13-18
persen dibandingkan tahun Normal. Kontribusi terbesar penurunan curah hujan
terjadi pada musim kemarau dengan p e n m a n sebesar 28-34 persen. Pada tahun LaNina curah hujan tahunan tidak berbeda terhadap tahun Normal.

...
111


LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berhudul:
'

Analisis sensitivitas tingkat kerawanan produksi padi di Pantai Utara
Jawa Barat terhadap kekeringan dan El-Nino.

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan untuk kepentingan lain. Semua sumber data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Nrp. 99!295.

A,NALISIS SENSITIVITAS TINGKAT KERAWANAN
PRODUKSIPADI DI PANTAI UTARA JAWA BARAT
TERHADAP KEKERINGAN DAN EL-NINO

ARIS PRAMUDIA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agroklimatologi

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Nama Twis

Analisis Sensitivitas Tingkat Kerawanan
Produksi Padi di Pantai Utara Jawa Barat
terhadap Kekeringan dan El-Nino

Nama Mahasiswa

Aris Pramudia

N R P


99295

Program Studi

Agroklimatologi

Menyetujui:
1. Komisi Pembimbing

.*@

Dr. Ahmad Bey
Ketua

Dr. Le Istiqlal Amien.
Anggota

Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Agroklimatologi


Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.
-

Tanggal Lulus: 20 Februari 2002.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 12 April 1965, sebagai
anak ketiga dari sembilan bersaudara dari pasangan ayah Baharuddin Boerhan dan
ibu Siti Hopsah. Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada &un 1977 di SD Negeri
Teladan/Latihan (sekarang SD Negeri 001) Balikpapan, pendidikan menengah
pertama pada tahun 1981 di SMP Negeri 1 Balikpapan, clan pendidikan menengah
atas pada tahun 1984 di SMA Negeri 2 Balikpapan. Pendidikan sarjana ditempuh di
Jurusan Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor dengan bidang keahlian
Agrometeorologi, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1999, penulis diterima di
Program Studi Agroklimatologi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
dengan mendapatkan beasiswa dari Bank Pembangunan Asia melalui Proyek
Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP) Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Pada tahun 1989 penulis bekerja di Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat

(sekararig Pusat Penelitian d m Pengembangan Tanah dan Agroklimat) Badan
Penelitian d m Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, hingga sekarang.
Penulis pernah menjadi Tenaga Pengajar Luar Biasa mk. Terrnodinamika Atrnosfer
dan rnk. Dinamika Atmosfer tahun ajaran 198911990 di Fakultas MIPA Institut
Pertanian Bogor. Pernah mengajar mk. Kapita Selekta di Jurusan Geofisika dan
Meteorologi FMIPA lnstitut Pertanian Bogor. Pernah mengajar rnk. Klimatologi
Dasar di Fakultas Pertanian Universitas Muharnmadiyah Jakarta.
Penulis menikah pada tahun 1993 dengan Evie Rianasari, AMd., dan
dikaruniai dua orang putera dan dua orang puteri, Thaariq Azhar Sya'bani, Thaariq
Bahir Rasyidi. Nada Qunota A'yn dan Nada Afra Syarfina.

vii

*

PRAKATA
.4lhamdulillahirobbil 'alamien. Segala puji syukur bagi Allah SWT karena

berkat rakhmat dan karuniaNya penulis dapat melakukan penelitian di Kabupaten
Karawang, Subang dan Indramayu hingga selesainya penulisan tesis ini. Banyak data

dan informasi yang penulis dapatkan dari lokasi penelitian yang kemudian diolah
menjad~informasi yang lebih aplikatif dalam tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ahmad Bey dan Dr. Le Istiqlal Amien atas bimbingannya selama penulis

merencanakan, melaksanakan penditian, sarnpai kepada penulisan tesis ini.

2. Kepala

Pusat

Penelitian dan

(Puslitbangtanak),

Komisi

Pengembangan Tanah

Pembinaan

Tenaga

Badan

dan

Agroklimat

Penelitian

dan

Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, dan Pemimpin Proyek
Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP) Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, atas perkenannya untuk tugas
belajar dan kesempatan mendapatkan beasiswa.

3. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. selaku Ketua Program Studi Agroklimatologi,
atas bimbingan, arahan, dorongan semangat dan bantuannya selama penulis
bekljar di Program Studi Agroklimatologi.
4. BAPPEDA Kabupaten Karawang, BAPPEDA Kabupaten Subang, BAPPEDA
Kahupaten Indramayu melalui Kantor Kesejahteraan dan Pengembangan
Penlbangunan atas kin untuk melakukan kegiatan pengurnpulan data di
Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.

5. Beberapa instansi yang menjadi sumber data, antara lain Perurn Jasa Tirta
Wilayah I1 Karawang, Kantor BPS Kabupaten Karawang, Kantor D~nasPertanian

clan Perkebunan Kabupaten Karawang, Kantor BPN Kabupaten Karawang, Perurn
Jasli Tirta Wilayah I11 Kabupaten Subang, Kantor BPS Kabupaten Subang,
Kantor Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Subang, Kantor BPN
Kabupaten Subang, Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman
Pangan dan Hortikultura Wilayah Subang, Kantor Dinas Pengairan Kabupaten
viii

Indriunayu, Kantor BPS Kabupaten Indramayu, Kantor Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Indramayu, Kantor BPN Kabupaten Indaramayu,
Labcjratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura
Wilayah Indramayu.

6. Teman-teman kuliah, Ir. Nani Heryani, MSi, Ir. Abdul Syakur, Ir. Djazim
Syaihllah, Ir. Petrus Siregar, dan Ir. Rodialek Polo, atas kerjasama yang baik dan
dorongan semangat selama perkuliahan.
7. A'dir~daYiyis Mayasari dan Deden yang telah membantu dalam entri data curah
hujan dan Bapak Syahri yang membantu dalam penyusutan peta-peta.
8. Rekan-rekan peneliti, teknisi dan staf di Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanah dan Agroklimat khususnya di Kelompok Peneliti Agroklimat dan
Hidrologi, atas dukungan semangat dan kerjasama yang baik, serta beberapa
kemudahan penggunaan fasilitas untuk pengolahan data dan penyusunan tesis.

9. Istri dan anak-anak tercinta, atas dorongan semangat, kesabaran dalam
mendampingi dan segala bentuk pengorbanan yang tulus selama pehulis
meldcsanakan perkuliahan, serta seluruh keluarga tercinta, atas doa restu dan
segala bentuk dorongan semangat bagi penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
semiingat dan dukungan selama perkuliahan.
Akhir kata, penulis berharap mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat bermanfaat
bagi priiktisi yang bergerak dalam sektor pertanian misalnya dalam usaha-usaha
. 7,

mengantisipasi penyimpangan iklim dan mengurangi resiko kegagalan pertanian
tanaman pangan khususnya padi sawah.
Bogor, Mei 2002.

Aris Pramudia

DAFTAR IS1
Halaman
ABSTRAK ..........................................
LEMBAR PERNYATAAN ............................
LEMBAR PENGESAHAN .............................
RIWAYATHIDUP ...................................
PRAKATA .........................................
DAFTARISI ........................................
DAFTAR TABEL ....................................
DAFTARGAMBAR .................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................
I.

.

PENDAHULUAN ....................................
1.1. Latar Belakang ....................................
1.2. Tujuan Penelitian .................................
1.3. Perkiraan Keluaran ...............................
1.4. Hipotesis .......................................

11.

TINJAUAN PUSTAKA ...............................
2.1. Produksi Padi di Indonesia .........................
2.2. Iklim Regional Indonesia ..........................
2.3. Penyimpangan Iklim Global. El-Nino dan La-Nina .......
2.4. Hubungan El-Nino dan La-Nina dengan Hujan di Indonesia ........................ ., ...............

I11

BAHAN DAN METODE ..............................
3.1. Sifat. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................
3.2. Bahan dan Alat ..................................
3.3. Pengumpulan dan Penwunan Data ..................
3.4. Penyetaraan Satuan Peta dengan Metode Poligon
Thiessen ........................................
3.5. Analisis dan Pemodelan Anomali Curah Hujan .........
3.6. Laju Penyusutan Lahan Sawah dan Tingkat Kerawanan
Produksi Padi ............................. ; ......

..

11

iv
vi
vii

...

Vlll

X

xii
xiv
xvi

Halaman
*

3.7. Identifikasi d m Karakterisasi Curah Hujan pada Tahun
ELNino. Normal dan La-Nina ......................
3.8. Pernodelan Peluang Deret Hari Kering dan Luas
Kerusakan Tanaman Padi Akibat OPT sebagai Pengaruh
dari Curah Hujan ................................
3.9. Analisis dan Pernodelan Produksi dan Luas Panen Padi . .
3.10. Sirnulasi MK 2002, MH 200212003 dan MK 2003 ......

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN ...............:. . . . . . . . . .
4.1. Hubungan Anomali Curah Hujan dengan Anomali SST...
4.2. Laju Penyusutan Luas Lahan Sawah ..................
4.3. Zonasi Tingkat Kerawanan Produksi Padi Sawah .......
4.4. Karakteristik Curah Hujan pada Tahun El-Nino, Normal
dan La-Nina .....................................
4.5. Pengaruh Curah Hujan terhadap Peluang Deret Hari Kering
dan Luas Serangan OPT pada Tanaman Padi ...........
4.6. Model Pendugaan Luas Panen dan Produksi Padi ........
4.7. Simulasi untuk MK 2002. MH 200212003 dan MK 2003 . .

V

KESIMPULAN DAN SARAN ..........................
5.1. Kesimpulan .....................................
5.2. Saran-saran .....................
.
..............
-'

DAFTAR PUSTAKA ...........................
s.. .....
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

.

2.
3.
4.

5.

6.

7.

8.

Penyebaran luas tanam, luas panen, dan produksi padi di Jawa
Barat (terrnasuk Banten) menurut kabupatenl kotamadya .......

7

Perbedaan kondisi beberapa parameter antara keadaan El-Nino
dengan Normal (IRI, 200 1c) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

15

Penentuan kisaran anomali SST pada tahun La-Nina, Normal dan
El-Nino oleh Tim Puslittanak (1999b) ......................

18

Skema analisis regresi terboboti antara anomali curah hujan pada
musim kemarau atau musim hujan dengan anomali SST 1, 2, 3
dan 4 bulan sebelumnya (lag- 1,lag-2,lag-3 clan lag-4) ........

29

Skema analisis regresi terboboti antara anomali SST pada musim
kemarau atau musim hujan dengan anomali curah hujan 1, 2, 3
dan 4 bulan sebelumnya (lag-1,lag-2,lag-3 dan lag-4) ........

29

Jumlah dan sebaran stasiun curah hujan di lokasi penelitian
menurut tingkat korelasi dan sensitivitas hubungan antara
anomali SST dengan anomali curah hujan ..................

46

Jumlah dan sebaran stasiun curah hujan di lokasi penelitian
menurut tingkat korelasi antara anomali curah hujan dengan
anomali SST pada lag 1,2,3 dan 4 bulan sebelumnya .........

49

Jumlah dan sebaran stasiun curah hujan di lokasi penelitian
menurut tingkat korelasi antara anomali SST dengan anomali
curah hujan pada lag 1,2,3 dan 4 bulan sesudahnya ..........

51

Jumlah dan sebaran stasiun curah hujan di lokasi penelitian
menurut pola antar musim hubungan antara anomali SST dengan
anomali curah hujan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

53

Pengelompokkan tingkat kerawanan produksi padi di lokasi
penelitian berdasarkan kombinasi laju penyusutan lahan sawah
dan tingkat sensitivitas anomali curah hujan terhadap anomali
iklim ................................................

59

.

9.

10.

.

Halaman
11.
12.
13.

Keadaan rata-rata curah h u j i MK, MH dan tahunan pada tahun
El-Nino, Normal dan La-Nina pada empat pola antar musim . . . .

62

Perbandingan hasil akhir tiga kombinasi teknik penentuan model
pendugaan luas panen pertanaman padi . . . . . . . . . . . . . , . . . . . . .

70

Prakiraan anomali curah hujan bulanan, curah hujan bulanan,
prosentasi curah hujan terhadap rata-rata 1951-2000, luas panen
dan produksi padi pada MK 2002, MH 200212003 dan MK 2003.

74

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Fluktuasi luas panen dan produksi padi di Indonesia dan Jawa
Barat (termasuk Banten) tahun 1975-1999 .................

2

Proporsi produksi padi Indonesia 1996 ....................

6

Penggambaran sirkulasi zonal sel-sel sepanjang ekuator oleh
Newel1 (Rasool, 1984; Hastenrath, 1988) ..................

10

Resultan angin permukaan di kawasan muson pada bulan
Januari, April, Juli dan Oktober. Isotach dalam skala angin
Beaufort (Ramage, 1971) ..............................

11

Penyebaran suhu permukaan laut di sepanjang Pasifik ekuator
pada kondisi (a) Normal, (b) El-Nino, d m (c) La-Nina (Horel
and Geissler, 1997) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

13

Diagram perubahan pola rata-rata arah angin dalam sirkulasi
Walker dan pennukaan termoklin di sepanjang Pasifik Ekuator
pada kondisi Normal dan El-Nino (IRI, 200 1b; NOAA, 200 1). .

15

Pembagian kawasan Pasifik Ekuator menjadi empat zone, yaitu
NINO- 1, NINO-2, NINO-3, dan NINO-4 (Kousky, 1988) .....

16

Pola hubungan antara anomali SST di Lautan Pasifik pada zone
NINO-3,4 dengan anomali curah hujan di wilayah Indonesia
(Tim Puslittanak, 1999b) ...............................

20

Skema pen&tungan curah liujan wilayah dengan metode ratarata berbobot Poligon Thiessen (Bruce dan Clark, 1966) ......

26

...

27

Skema analisis zona tingkat kerawanan penurunan produksi
padi ..............................................

34

Skema prosedur atau tahapan simulasi potensi produksi padi
beberapa musim ke depan ..............................

44

Sebaran tingkat sensitivitas anomali curah hujan terhadap
anomali SST menurut kecarnatan ........................

47

Skema rangkaian dan tahapan analisis dan pengolahan data

xiv

Halaman
Sebaran pola antar musim hubungan antara anomali CH dengan
anomali SST menurut kecamatan ........................

54

Fluktuasi luas lahan sawah dan non-sawah di Kabupaten
Karawang, Subang dan Indramayu .......................

56

Laju penyusutan luas lahan (haltahun) sawah menurut
kecamatan di Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu ...

57

Waktu susut luas lahan sawah (tahun) menurut kecamatan di
Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu ..............

57

Zonasi tingkat kerawanan penurunan produksi padi menurut
kecamatan di Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu ...

60

Grafik fluktuasi curah hujan di beberapa stasiun yang mewakili
polaantarmusim .....................................

63

Plot data dan penarikan garis dugaan hubungan curah hujan
dengan deret hari kering ...............................

66

Plot data dan penarikan garis dugaan model pendugaan luas
kerusakan pertanaman padi akibat organisme pengganggu
tanaman ............................................

68

Plot data dan penarikan garis gradien hubungan antara produksi
padi dengan luas panen padi di tiga kabupaten di lokasi
penelitian ..........................................

72

Hasil prediksi anomali SST pada zona NINo:~ di Lautan
Pasifik hingga November 2003 dari Biro Pusat Penelitian
Meteorologi Australia (National Meteorological and
Oceanography Centre, 2002a-;2002b) .....................

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

'Tabel formula penghitungan curah hujan wilayah di setiap
Icecamatan di Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu
menurut metode rata-rata berbobot Poligon Thiessen ..........

2.

'Tabel skema uji keragaman untuk mencari pembatas kelas antara
kisaran anomali curah hujan yang sensitif terhadap anomali SST
(iengan dengan yang tidak sensitif pada musim kemarau dan
rnusim hujan ...........................................
-

3. ' Ifingkat laju penyusutan lahan sawah dan sensitivitas curah huja
terhadap anomali iklim di lokasi penelitian ..................

I. PENDAHULUAN

1.1. Latair Belakang

Bwas merupakan salah satu makanan pokok penduduk dunia. Damardjati (1988)
mengemulkakan bahwa beras menyediakan sekitar 21 persen dari total kalori pangan bagi
penduduk dunia, terutarna penduduk Asia termasuk Indonesia. Diperkirakan beras
menyumt~angkan60-80 persen kalori dan 45-55 persen protein dalam umur rata-rata
masyarakat Indonesia. Dengan demikian padi memiliki kedudukan yang sangat penting
dan strategis bagi perekonomian Indonesia.
Data statistik Indonesia tahun 1975-1999 menunjukkan bahwa lebih dari setengah
padi Indonesia dihasilkan di Pulau Jawa. Selma periode tersebut, 57-61 persen dari
total produksi padi Indonesia terdapat di Pulau Jawa dengan luas panen 52-55 persen dari
seluruh luas panen di Indonesia. Jawa Barat merupakan propinsi terbesar penghasil padi
di Indonesia dengan luas panen 20-22 persen dari selunrh luas panen nasional dan
produksi sebanyak 2 1-23 persen dari total produksi nasional (Biro Pusat Statistik, 1979;
1984; 1988; 1991; 1995; Badan Pusat Statistik, 1999; 2000).
Kemarau panjang yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini sangat erat
kaitannya dengan penyimpangan iklim akibat fenomena alarn yang disebut El-Nino.
Sebaliknya, bila fenomena La-Nina yang muncul, curah hujan cenderung akan tinggi.
Menurut Fagi dan Manwan (199 1) pada musim kering 1991 diperkirakan produksi padi
nasional turun 2,2 persen. Menurut Panggabean (1995) kekeringan 1994 menyebabkan

Garnbar 1. Fluktuasi luas panen dan produksi padi di Indonesia dan Jawa Barat
(termasuk Banten) tahun 1975-1999.
produksi padi nasional turun 3,7 persen. Musim kemarau disusul dengan banjir tahun
1994 telati mengurangi luas panen sebesar 3,l persen atau 341.000 ha, demikian juga
hasil per
.' hiektar menurun sebesar 0,6 persen atau 0,27 kufha.
Gaunbar 1 memperlihatkan fluktuasi luas panen dan produksi padi di Indonesia
dan Jawa IBarat (termasuk Banten) yang diperoleh dari data statistik Indonesia dan Jawa
Barat tahun 1975-1999 (Biro Pusat Statistik, 1979; 1984; 1988,1991; 1995; Biro Pusat
Statistik F'ropinsi Jawa Barat, 1994; Badan Pusat Statistik, 1999; 2000; Badan Pusat
Statistik Propinsi Jawa Barat, 1999). Terlihat bahwa pada setiap tahun El-Nino, terjadi
gangguan pada luas panen maupun produksi padi baik di Indonesia maupun di Jawa

Barat. Hal tersebut memberikan gambaran adanya hubungan antara kejadian El-Nino
dengan kekeringan, p e n m a n curah hujan dan p e n m a n produksi padi di Indonesia.
Dampak El-Nino terhadap luas panen dan produksi padi sawah beragam menurut
ruang dan waktu. Data statistik Jawa Barat tahun 1996-1998 menunjukkan laju
peningkaitadpenman luas panen dan produksi padi sawah di satu kabupaten berbeda
satu dengan lainnya. Begitujuga laju peningkatdpenurunan pada c a w I, cawu 11, dan
c a w'111 teragam intensitasnya (Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat, 1999).

-

Biinyak faktor yang mengakibatkan terjadinya p e n m a n produksi akibat adanya
perubahan cuaca yang relatif cepat, misalnya (1) penerapan teknologi budidaya yang
tidak sesuai dengan kondisi cuaca yang sedang terjadi, (2) waktu tanam yang tidak tepat,
atau (3) kondisi cuaca yang terlalu ekstrim sehingga sulit untuk menyesuaikannya di
lapang. Slilah satu penyebab yang turut berperan dalam kondisi tersebut adalah adanya
ketidakmunpuan untuk menduga kondisi cuaca atau iklim masa mendatang secara dini.
Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari p e n m a n produksi padi akibat
kekeringanJE1-Nino dan penyusutan lahan sawah, menyusun model dugaan produksi padi
dan curah hujan berdasarkan anomali suhu permukaan laut (sea surface temperature,
SST) pads1 zone NINO-3 di Pasifik ekuator, serta menduga kondisi curah hujan dan

produksi padi sawah di Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu berdasarkan data
dugaan atlomali SST tiga musim ke depan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi ~nasukandalam teknik prakiraan perubahdpenyimpangan iklim global dan
mempelajiari potensi dampaknya terhadap produksi padi, sehingga dapat membantu
dalar~anti~sipasiterhadap resiko kegagalan pertanian.

4

1.2. Tuju~anPenelitian

(1)

Mempelajari penurunan produksi padi di lokasi penelitian dalam hubungannya
dengan penyusutan lahan sawah dan fluktuasi curah hujan akibat kekeringan dan
El-Nino.

(2)

Menyusun model pendugaan curah hujan dan produksi padi.

1.3. Keluaran

-

Informasi hubungan antara produksi padi dengan fluktuasi curah hujan dan
penyusutm lahan sawah serta model pendugaan produksi padi d-an curah hujan dalam
hubungarlya dengan kekeringan dan El-Nino.

T~erdapatkorelasi yang erat antara penurunan produksi padi dengan fluktuasi
curah hujan dkpenyusutan lahan sawah. Terdapat korelasi yang erat antara curah hujan
di lokasi penelitian dengan anomali SST di Pasifik Ekuator. Berdasarkan korelasi
tersebut, maka dapat disusun model pendugaan curah hujan dan produksi padi.

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Piroduksi Padi di Indonesia

Di Indonesia yang beriklim tropis, padi ditanam di seluruh daerah, mulai dekat
pantai hingga ke dataran tinggi. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85-90
persen) dan sebagian kecil diusahakan sebagai padi gogo (10-15 persen). Penyebaran
pusat-pusat padi di Indonesia cenderung erat hubungannya dengan tipe iklim, khususnya
curah hujan dan topografi wilayah (Taslim dan Fagi, 1988).
Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat, merupakan produsen padi utama di Indonesia.
Gambar I;! menggambarkan proporsi produksi padi pada tahun 1996menurut pulau dari
total protluksi sebesar 47.697.538 ton. Terlihat pada Gambar 2 bahwa Pulau Jawa
menghasilkan 57,4 persen dari produksi padi nasional, Surnatera 22,2 persen, Sulawesi
10,6 persen, Bali dan Nusa Tenggara 5,O persen, Kalimantan 4,7 persen dan pulau-pulau
lainnya 0,2 persen. Propinsi yang merupakan penghasil padi terbesar adalah Propinsi
Jawa Barat (tennasuk Propinsi Banten saat ini) yaitu mencapai 2 1,4 persendari total
produksi padi nasional. Angka total produksi padi di Banten dan Jawa Barat tersebut
hampir seuna dengan total produksi padi di Sumatera.
Kabupaten-kabupaten yang berada di pantai utara (Kawasan Pantura), seperti
~abupatenSerang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon,
menghasilkan hampir separuh dari produksi padi di propinsi Jawa Barat dan Banten.
Data luas tanam, luas panen dan produksi padi Jawa Barat dan Banten tahun 1996-1997

Total produksi pad1 naslonal
1996 adalah 47.697.538 ton

Gambar 2. Proporsi produksi padi Indonesia 1996.
disajihln pada Tabel 1. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa, Kawasan Pantura memiliki
luas tanam padi sekitar 45 persen dari luas tanarn propinsi, luas panen sekitar 41 persen
dari luas panen propinsi, produksi padi total sekitar 44 persen dari produksi padi
propinsi. Tiga kabupaten yang selalu memiliki luas tanam, luas panen, dan produksi
padi tertinggi terletak di Kawasan Pantura, yaitu Kabupaten Indramayu, Karawang dan
Subang, Menurut Tim Puslittanak (1999a) lahan sawah di Kabupaten Indramayu
umumnya ditanam hanya satu kali dalam setahun, sedangkan Karawang dan Subang
umumnya ditanam dua kali dalam setahun.

2.2. f klim Regional Indonesia

Secara geografis, wilayah Indonesia terletak antara 6' 08' LU - 1lo 15' LS dan

'

94' 45' - 141 05' BT sehingga termasuk wilayah yang memiliki tipe iklim tropik dengan
ciri-ciri khas suhu udara cukup tinggi, rata-rata 26-28 OC.

Tabel 1. Penyebaran luas tanam, luas panen, dan produksi padi di Jawa Barat (termasuk Banten) menurut kabupatenikotamadya.

I

615.620
54.582 124.389
Tasikrnalaya
54.694 112.748 570.954
Ciarnis
368.872
72.983
34.108
Surnedang
467.312
86.856
Majalengka
52.201
119.784 189.916 1.010.185
lndrarnayu
82.655
452.230
60.169
Cirebon
312.490
29.682
60.422
Kuningan
Pantura
524.287 869.240 4.673.293
Jabar
1.154.131 2.1 18.956 10.747.659
Sumber data: Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 1999.

5,87
4,73
5,32
4,74
3,44
2,96
4,lO
4,52
8,96
10,38
3,90
5,21
2,57
2,85
45,43 41,02
100,OO 100,OO

5,73
54.520 100.850 496.120
555.479
54.743 108.231
5,31
356.182
33.989
70.523
3,43
464.590
86.239
4,35
52.176
9,40 117.232 188.100 1.007.740
434.010
58.371
79.102
4,21
60.002
312.514
2,91
29.663
43,48 515.948 838.320 4.518.000
100,OO 1.139.428 2.040.680 10.352.650

.

4,78
4.94
5,30
4,80
2,98
3,46
4,23
4,58
10,29
9,22
3,88
5,12
2,60
2,94
45,28 41 $08
100,OO 100,OO

4,79
5,37
3,44
4,49
9,73
4,19
3,02
43,64
100,OO

Eleberapa ha1 yang mencirikan iklim atau cuaca Indonesia, antara lain:
(1)

Sebagian besar wilayah Indonesia terletak di sekitar katulistiwa. Wilayah ini
rrlerupakan daerah konvergensi antartropik (Inter Tropical Convergence Zone,
LrCZ), yaitu daerah pertemuan antara massa udara dari belahan bumi selatan clan
belahan bumi utara.

Di daerah konvergensi antartropik biasanya banyak

terbentuk awan dan banyak terjadi hujan.
(2)

Indonesia terletak antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, yang memiliki
kiuakleristik massa udara yang berlawanan. Kawasan ini dicirikan dengan
atlanya sirkulasi angin muson, yang mengakibatkan adanya musim kemarau dan
m usim penghujan.

Wiratmo (1998) mengemukakan bahwa untuk daerah tropik seperti Indonesia, iklim
regional ldipengaruhi oleh sirkulasi udara meridional (Siklus Hadley), sirkulasi udara
zonal (Si klus Walker) dan sirkulasi udara lokal.
Sitklus Hadley terdapat baik di belahan bumi utara maupun belahan bumi selatan.
Di dekat permukaan, udara mengalir menuju ekuator. Aliran udara h i , dari kedua
belahan bumi, brtemu di wilayah yang disebut ITCZ. Di ITCZ, kedua aliran udara yang
bertemu idcan naik ke atas dan menimbulkan awan dan curahan. Bahang laten (latent
heat) yang dilepaskan selama pengangkatan udara ini merupakan energi yang diperlukan
untuk melanjutkan seluruh sirkulasi sel Hadley. Udara naik hingga mencapai lapisan
tropopauae, dari sini udara tadi &an memencar atau berdivergensi dan menuju kutub.
Aliran udara ini akan menjadi dingin disebabkan oleh pemancaran radiasi gelombang
panjang, ,sebagai akibatnya kerapatan udara-meningkat dan udara bergerak menurun.
..

P e n m a n udara ini khususnya terpusat di lintang 30 derajat. Udara yang menurun ini
mengalami pemanasan adiabatik dan menuju ke permukaan burni sebagai aliran udara
panas, kering dan tak berawan. Sesampainya di permukaan bumi udara tadi akan
memencar atau berdivergensi dan sebagian mengalir atau berhembus sebagai angin pasat
menuju Ice ITCZ (Prawirowardoyo, 1996).
I)i dalam Hastenrath (1988) dipaparkan bahwa Bjerknes pernah mengemukakan
keberadzm suatu sirkulasi udara sejajar bidang zonal-vertikal sepanjangPasifik Ekuator
yang terciiri dari sel-sel. Idenya ini mengemukakan beberapa hal, antara lain, adGya
kolom troposfir dan permukaan lebih panas di barat daripada di timur, gradien tekanan
ke arah barat dan angin timuran di lapisan troposfer yang lebih bawah, perubahan
permukaan isobarik ke arah timur dan angin baratan di lapisan troposfer yang lebih atas,
subsidensi di Pasifik Timur dan gerakan pengangkatan udara di sebagian besar wilayah
Indonesia. Gradien suhu perm*

laut ke arah timur dianggap mempengaruhi sirkulasi

termal ini secara langsung. Bjerknes menamakan sirkulasi ini sebagai sirkulasi Walker,
sebagai penghargaannya bahwa ini adalah bagian dari osilasi selatan (Southern
Oscillation) yang ditemukan Walker.

..

Plenggarnbaran lain disarnpaikan oleh Newel1 (dalam Rasool, 1984; dalam
Hastenraith, 1988), yaitu hasil pengamatannya mengenai kehadiran lima sel di sekitar
Lautan Pasifik, Lautan Atlantik, dan lautan Indonesia selama musim dingin maupun
musim pzmas belahan bumi utara (Gambar 3). Suatu pemodelan yang dilakukan Chervin
dan Druyan (dalam Hastenrath, 1988) menghasilkan sebanyak enam buah sel pada
sirkulasi ,angin zonal, yaitu lima sel sebagaimana yang dikemukakan Newel1 ditarnbah

satu sel "India" sekitar 30-60 OBT. Dari set-sel yang ada, Sel Pasifik, Amerika Selatan,
Atlantils

dk Afrika disebut sebagai sel mayor, sedangkan dua sel lainnya di Lautan

Indonesia (India dan Maritim-continent) disebut sebagai sel minor yang keberadaannya
tergantimg pada kekuatan dan keterikatannya dengan pola sirkulasi zonal.
Sirkulasi angin muson di Indonesia adalah bagian dari muson Asia Timur d m
Asia Tenggara. Pada musim dingin belahan bumi utara, yaitu bulan Desember, Jmuari,
dan Pet~ruari,angin muson bertiup dari daerah Siberia menuju ke arah benua Australia.
Selama periode ini di daerah yang membentang dari ujung Sumatera bagian selatan,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai ke Irian angin muson tersebut bertiup dari barat ke
timur. Oleh sebab itu di daerah ini sistem angin muson di belahan bumi utara disebut

Muson .Barat dan musimnya disebut Musim Muson Barat. Di daerah yang mencakup
sebagiai besar Sumatera lainnya, Kalimantan Barat, angin muson datang dari arah timur
laut. Sehingga, sistem angin muson ini disebut Muson Timar Laut d m musimnya disebut

Musim Muson Timur Laut (Gambar 4a).

P s c i l ~ cOcean

Gambar 3.

South Amarlca

Allanlic Ocean

Alrica

Indian Ocean

Aurlralla

Penggambaran sirkulasi zonal sel-sel sepanjang ekuator oleh Newel1
(Rasool, 1984; Hastenrath, 1988).

Gambar 4.

Resultan angin permukaan di kawasan muson pada bulan Januari, April,
Juli dan Oktober. Isotach dalam skala angin Beaufort (Rarnage, 1971).

Pada musim panas belahan burhi utara, angin muson bertiup dari benua Australia
menuju k;e benua Asia. Di daerah yang membentang dari ujung Sumatera bagian selatan,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai ke Irian angin muson tersebut arahnya dari timur ke
barat. Oleh sebab itu di daerah ini sistem angin muson di belahan bumi utara disebut

Muson l'imur dan musimnya disebut Musim Muson Timur. Di daerah yang mencakup
sebagian besar Sumatera lainnya, Kalimantan Barat, angin muson bertiup dari arahbarat
daya ke timur laut. Oleh karena itu sistem angin muson ini disebut Muson Barat Daya
dan mus;imnya disebut Musim Muson Barat Daya (Gambar 4c).
,

Di samping kedua musim di atas juga dikenal musim Transisi I dan musim

Transisi [I. Pada musim Transisi I adalah periode saat muson winter belahan bumi utara
digantikin muson summer belahan bumi utara (Gambar 4b). Dan pada musim Transisi I1
terjadi sc:baliknya (Gambar 4d).

2.3. Penyimpangan Iklim Global, El-Nino dan La-Nina

Elerkaitan dengan Siklus Walker, kondisi suhu perrnukaan laut di Pasifik Ekuator
sangat berpengaruh pada sirkulasi angin zonal yaniterjadi di kawasan mulai dari
Indonesia hingga Amerika Selatan. Pada suatu ketika suhu permukaan laut Pasifik
Ekuator Tengah dan Timur terjadi lebih tinggi dari rata-ratanya, kondisi tersebut
dinamakan sebagai El-Nino. Sebaliknya, bila suhu permukaan laut Pasifik Ekuator
Tengah dan Timur terjadi lebih rendah daripada rata-ratanya, kondisi tersebut dinamakan
sebagai ]La-Nina (Wiratmo, 1998). Penggambaran dari sebaran suhu permukaan laut di

Longitude

Garnbar 5.

90'

60'W

Penyebaran suhu permukaan laut di sepanjang Pasifik ekuator pada
kondisi (a) Normal, (b) El-Nino, dan (c) La-Nina (Horel and Geissler,
1997).

Lautan Pwifik sehubungan dengan kejadian El-Nino clanLa-Nina disajikan pada Gambar

5. Pada kondisi Normal, wilayah terpanas dengan suhu lebih dari 28 OC ditemukan di
Pasifik Btwat,dan umumnya berada di sebelah barat Garis Tanggal International (180 O
bujur). Ke arah timur sepanjang ekuator terlihat suhu permukaan semakin dingin hingga
di pantai Amerika Selatan menjadi kurang dari 23

OC

(Gambar 5a). Gambar 5b

menggmlbarkan kondisi suhu perrnukaan laut pada bulan Nopember 1982 yang
mewakili kondisi El-Nino paling ekstrim selama 100 tahun terakhir. Terlihat bahwa
suhu yang lebih tinggi dari 28

OC

meluas ke arah timur (hingga mencapai 130 OBB

sepanjang ekuator). Satu tahun kemudian, pada kondisi La-Nina penyebaran suhu
permukaan laut menjadi berbeda (Gambar 5c). Terlihat bahwa ujung lidah air dingin
.meluas ke arah barat dari pantai Arnerika Selatan hingga menuju Garis Tanggal
Internasional (Horel and Geissler, 1997).
Sir Gilbert Walker pada tahun 1924 berhipotesa bahwa El-Nino berkaitan
langsung dengan perbedaan tekanan udara di wilayah Indonesia (bagian barat Lautan
Pasifik) clan bagian timur Lautan Pasifik. Variasi perbedaan tekanan timur-barat
dihubung,kandengan sirkulasi Walker merupakan sebuah variasi antar tahun yang tidak
teratur (H[astenrath, 1988). Gejala El-Nino sendiri sebenarnya merupakan interaksi
proses fisilka laut-atmosfer sehingga kemudian dikenal dengan nama ENSO, berasal dari
El Nino (f'enomena laut) dm Southern OsciIIation (fenomena atmosfer) (Wiratmo, 1998).
Aldbat adanya perubahan suhu permukaan laut di Pasifik Ekuator antara kondisi
normal dibandingkan kondisi El-Nino, maka terjadi pula perubahan arah angin,
pergeseran kolom penaikan dan p e n m a n udara dari sirkulasi Walker, dan parameter

Tabel 2. Perbedaan kondisi beberapa parameter atau fenomena dam antara kondisi
Normal dan El-Nino (IN, 2001~).

Normal

Gambar 6. Diagram perubahan pola rata-rata arah angin dalam sirkulasi Walker dan
perrnukaan termoklin di sepanjang Pasifik Ekuator pada kondisi Normal
dan El-Nino (IN, 2001b; NOAA, 2001).

lainnya. Eierbedaan tersebut digambarkan pada Gambar 6 dan Tabel 2. Dijelaskan
bahwa gradien tekanan antara Pasifik Timur dengan Pasifik Barat yang pada kondisi
Normal a.dalah kuat menjadi lemah bila terjadi El-Nino (IN, 2001b). Angin pasat
timuran (easterly tradewind) yang pada kondisi Normal adalah kuat menjadi lemah bila
terjadi El-Nino. Begitu juga, arus naik (upwelling) di Pasifik Timur atau Pantai Barat
Amerika Selatan yang pada kondisi Normal adalah kuat menjadi lemah bila terjadi ElNino. Po'la curah hujan muson (monsoon) yang pada kondisi Normal berada di sekitar
.

Indonesia atau Pasifik Barat pada kondisi El-Nino bergeser hingga berada di Pasifik
Tengah. Dengan demikian yang pada kondisi Normal curah hujan di wilayah Indonesia
curah huj an cukup tinggi maka pada kondisi El-Nino curah hujan menjadi lebih rendah
bahkan cenderung menjadi sangat rendah atau kering (IN, 2001~).

1WE

Gambar 7.

1m4

i

~

Longitude

w raw

ww

Pembagian kawasan Pasifik Ekuator menjadi empat zone, yaitu NINO-1,
'
NINO-2, NINO-3, dan NINO-4 (Kousky, 1988).

Berdasarkan perbedaan penampakan anomali suhu permukaan laut (sea surface
temperature, SST)dan osilasi selatan (southern oscillation) di Pasifik antara satu titik
dengan titik lainnya, kawasan Pasif& Ekuator kemudian dibagi menjadi empat zone yang
dikenal dengan zone NINO- 1, NINO-2, NINO-3 dan NINO-4. Zone NINO- 1 terletak
antara 0-5 OLS dan 80-90 OBB,

zone NMO-2 terletak antara 5-10 OLS dan 80-90 OBB,

zone NINO-3 terletak antara 5 OLU

- 5 OLS

- 5 OLS

- 160 OBT

antara 5 OI,U

dan 150 OBB

dan 90-150 OBB,

dan zone NINO-4 terletak

(Gambar 7) (Kousky, 1988).

Berdasarkan data historis kejadian El-Nino dan La-Nina pada periode tahun
1951-2000 tercatat ada 17 kali kejadian tahun El-Nino dan sembilar,kali kejadian tahun
La-Nina. 'Tahun-tahun kejadian El-Nino antara lain tahun 1951,1953,1957,1958,1963,
,

1965,1969,1972,1977,1982,1983,1987,1991,1992,1993,1994 dan 1997. Tahuntahun keja.dian La-Nina antara lain tahun 1955, 1964, 1971, 1974, 1975, 1988, 1989,
1995 dan 1998. Sisanya merupakan kejadian tahun Normal, yaitu 1952, 1954, 1956,

1984, 1985, 1986, 1990, 1996, 1999 dan 2000. Tim Puslittanak (1999b) pemah
menganalisis kisaran anomali SST pada tahun El-Nino, Normal dan La-Nina dengan
menggunakan data anomali SST pada zone NINO-3,4 tahun 1951-1997. Dikemukakan
bahwa kisman anomali SST untuk tahun El-Nino adalah 0,289 sld 1,543, tahun Normal
adalah -0,496 s/d 0,472 dan tahun La-Nina adalah -1,010 s/d -0,002. Nilai-nilai kisaran
tersebut siding tumpang tindih antara tahun El-Nino maupun tahun La-Nina dengan
tahun Normal. Setelah ditumpangtindihkan antara ketiga kisaran tersebut, didapat lima
kelas kisaran, yaitu kisaran nilai anomali SST untuk kejadian tahun El-Nino kuat adalah

&

Tabel 3. Penentuan kisaran anomali SST pada tahun La-Nina, Normal dan El-Nino oleh
Tim Puslittanak (1999b).

1

Parameter
Tahun La-Nina

Kisaran nilai anomali SST pada zone NINO-3,4

I

-1 0 10

-0 002

i

Tahun Normal

L

-

-0,496

0,472

4

b

Tahun EJ-Nino

~ e s i m ~ i l Awal
an
-1,010

-0,496
emah

I
I La-Nina

-0,002
I
I

0,289
m

norma

Normal

0,472

1;-543

I

lemah

kuat

El-Nino

I

>0,472, kejadian tahun El-Nino lemah adalah 0,289 sld 0,472, kejadian tahun Normal
adalah -0,002 sld 0,289, kejadian tahun La-Nina lemah adalah -0,496 sld -0,002, dan
kejadian tahun La-Nina kuat adalah 1,5 dikatakan sedang terjadi El-Nino kuiit, sebaliknya jika indeks