Studi Perilaku Berstirahat Nyamuk Anopheles di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Punworejo Jawa Tengah
STUD1 PERILAKU BERISTIRAHAT NYAMUK Anoplzeles
DI DESA SEDAYU KECAMATAN LOAN0 KABUPATEN
PURWOREJO JAWA TENGAH
OLEH
FITRI RIYANTI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRAK
FITRI RIYANTI. Studi Perilaku Beristirahat Nyamuk Anopheles di Desa
Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Di
bimbing oleh SINGGIH H. SIGIT sebagai ketua, F.X. KOESHARTO dan UPIK
KESUMAWATI HAD1 sebagai anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku dan tempat-tempat
beristirahat nyamuk Anopheles di dalam dan di luar rumah. Pengetahuan tersebut
penting sebagai landasan dalam menetapkan strategi pemberantasan malaria
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis nyamuk Anopheles yang
ditemukan beristirahat di dalzn rumah maupun diluar rumah di Desa Sedayu
terdiri dari 10 spesies yaitu An. aconitus, An. kochi, An. barbirostris, An.
maculatus, An. annularis, An. vagus, An. minimus, An. subpictus, An. jlavirostris
dan An. balabacensis.
Sebagian besar nyamuk Anopheles yang tertangkap bersifat eksofilii yang
berarti lebih senang beristirahat di l u x nunah atau banyak ditemukan di kandang
dari pada di dalam nunah. Di dalam m a h lebii banyak ditemukan pada m g
tamu dan kamar tidur dari pada dapur dan gudang. Pa& urnumnya hinggap pada
ketinggian antara 0-75cm sampai 76-150 cm. Di alam banyak beristirahat di
tempat-tempat yang terlidung dari cahaya matahari, lembab dan sejuk.
An. aconitus yang mempakan vektor utama malaria banyak ditemukan
beristirahat di dalam rumah, kandang dan lubang buatan sedangkan di alam
khususnya di pohon kapulaga banyak ditemukan An. barbirosfris.
An. aconitus banyak ditemukan hinggap pada ketinggian 0-75 cm, dekat
permukaan tanah. Di dalam rumah banyak ditemukan di kamar tidur dan m g
tamy dengan kondisi perut kosong. An. aconitus tertangkap sepanjang malam,
dan terbanyak ditemukan pada puku123.00-24.00. An. aconitus di alam terbanyak
ditemukan pada lubang-lubang peristirahatan buatan yang bejarak 20 meter dari
m a h penduduk, dan banyak ditemukan dengan kondisi pemt penuh darah.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang bejudul
STUD1 PERILAKU BERISTIRAHAT NYAMUK Anopheles DI DESA
S E D A W KECAMATAN LOAN0 KABUPATEN PURWOREJO JAWA
TENGAH
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2002
FITRI
ANTI
NRP.99402
STUD1 PERILAKU BERISTIRAHAT NYAMUK Anopheles
DI DESA SEDAYU KECAMATAN LOAN0 KABUPATEN
PURWOREJO JAWA TENGAH
FITFU RIYANTI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Mzgister Sains pada
Program Studi Entomologi Kesehatan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul Tesis
: Studi Perilaku Berstirahat Nyamuk Anopheieh & i)esa
Nama
Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Punvorejo Jawa
Tengah.
: Fitri Riyanti
: 99402
: Entomologi Kesehatan
NRP
Program Studi
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing,
Prof. 6r. Singmh H. Sigit. MSc
Ketua
-
C
Dr. Upik Kesumawati Hadi. MS
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
Entomologi Kesehatan,
Tanggal Lulus : 13 Pebruari 2002
Anggota
RIWAYAT HZDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Pebruari 1963 di Jakarta dari orang tua
bemama Abdul Karim dan Sri Kantari.
Penulis menyelesaikan pendidiian Sekolah Dasar Negeri Pondok Labu I
Pagi di Jakarta pada tahun 1974, pada tahun 1977 lulus Sekolah Menengah
Pertama Negeri 68 di Jakarta dan pada tahun 1981 lulus Sekolah Menengah Atas
Negeri 46 di Jakarta. Penulis memperoleh gelar Sarjana Biologi dari Universitas
Nasional di Jakarta pada tahun 1990.
Penulis sejak tahun 1992 sampai dengan sekarang bekerja di Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular d m Penyehatan Ligkungan
Departemen Kesehatan di Jakarta.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehiigga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Maret hiigga Agustus 2001 ini ialah perilaku dan
tempat-tempat beristirahat Anopheles di dalam dan di luar rumah, di Desa Sedayu
Kecamatan Loano Kabupaten Punvorejo Jawa Tengah.
Penyakit Malaria di Jawa Tengah sampai saat ini masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di beberapa daerah pedesam, terutama di kawasan
Bukit Menoreh, Kabupaten Punvorejo. Medan yang berbukit, curah hujan cukup
dan kawasan hutan rakyat yang kurang terpelihara dan adanya genangan
airlrembesan merupakan tempat yang sesuai untuk perindukan nyamuk
Anopheles. Desa Sedayu adalah satu desa yang berada pada Bukit Menoreh dan
merupakan desa reseptif malaria sepanjang tahun.
Berbagai cara penanggulangan telah dilaksanakan tetapi kasus rnasih
tetap tinggi. Hal ini membuktikan kurang efektifnya pelaksanaan pemberantasan
malaria di kawasan Bukit Menoreh, dan
kurang lengkapnya data bionomik
Anopheles yang beraneka ragam, terutama tempat istuahatnya.
beristirahat spesies nyamuk Anopheles
Tempat
penting diketahui untuk memahami
epidemiologi penyakit yang ditularkannya,
dan merupakan dasar untuk
menentukan strategi ~engendaliansecara tepat.
Studi perilaku beristirahat nyamuk Anopheles di Desa Sedayu Kecamatan
Loano Kabupaten Punvorejo Propinsi Jawa Tengah, merupakan syarat yang hams
penulis penuhi untuk memperoleh gelar Magister Sains bidang Entomologi
Kesehatan pada Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada
kasih
kesempatan
ini
penulis ingin
menyampaikan rasa terima
kepada Prof. Dr. Singgih H. Sigit, MSc, ketua komisi pembimbiig atas
saran dan bimbingan selama penelitian hingga penulisan tesis ini. Hal yang
sama penulis sampaikan juga kepada anggota komisi pembimbiig yaitu Dr. Upik
Kesumawati Hadi, MS dan Dr. F.X. Koesharto, MSc.
Terima kasih disampaikan pula kepada Instansi pemerintah antara lain
Departemen Kesehatan RI,
khususnya Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Ligkungan Departemen Kesehatan yang telah
memberikan kesempatan tugas belajar dan Proyek Intensifikasi Pemberantasan
Penyakit Menular (ICDC Project) yang telah memberikan beasiswa. Juga kepada
Diektur Penyehatan Ligkungan Ditjen PPM & PL, kepada H. Ma'aruf, SKM,
MM sebagai Kepala Sub Diektorat Pengendalian Vektor Direktorat Penyehatan
Lingkungan, Bupati Kabupaten Purworejo, D i a s Kesehatan Kabupaten
Purworejo, Camat Loano, Puskesmas Loano 11, Bapak Drs. Kosim sekeluarga dan
warga desa Sedayu atas bdntuan moril dan spirituil.
Iiasa hormat penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga
tercinta yang selalu memberi semangat untuk keberhasilan penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempuma.
Walaupun demikian semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat
mempakan dasar dalam penelitian selanjutnya dan bermanfaat bagi mereka yang
memerlukan.
Bogor, Pebruari 2002
Penulis
I
DAFTAR IS1
nan
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
...
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
Xlll
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiv
PENDAHULUAN ..........................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
Situasi Global Penyakit Malaria ...............................................................
Upaya Penanggulangan.............................................................................
Pengobatan................................................................................................
. .
Vaksmasi...................................................................................................
Pengendalian Vektor .................................................................................
Peranan Anopheles Sebagai Vektor Malaria.............................................
Perilaku Istirahat Nyamuk Anopheles .......................................................
Faktor yang Mempengaruhi Tempat Istirahat Nyamuk ............................
Pengaruh Tumbuhan Terhadap Tempat Hinggap, Istirahat dan
Tempat Berlindung Nyamuk ....................................................................
BAHAN DAN METODE ...............................................................................
Lokasi Penelitian ......................................................................................
Waktu Penelitian.......................................................................................
..
Metode Penelltian.....................................................................................
Bahan dan Metode Penangkapan..............................................................
Penangkapan Nyamuk di Dalam Rumah Sepanjang Malam....................
Penangkapan Nyamuk di Dalam Rumah Pagi Hari..................................
Penangkapan Nyamuk di Kandang Sapi d m Sekitarnya..........................
Penangkapan Nyamuk di Alam (luar rumah) pada Pagi Hari..................
Penangkapan Nyamuk di Lubang-lubang Buatan
(luar rumah) pada Pagi Hari......................................................................
Data Ligkungan .......................................................................................
Analisis Data .............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Penangkapan Nyamuk yang Beristirahat di dalam Rumah
Sepanjang Malam d m Pagi Hari .............................................................
Penangkapan Nyamuk di Kandang Sapi Sepanjang
Malam dan Pagi Hari................................................................................
Penangkapan Nyamuk Anopheles di Alam pada Pagi Hari......................
Penangkapan Nyamuk di Lubang-lubang Buatan pada Pagi Hari ...........
Penangkapan Nyamuk Anopheles yang Beristirahat di Dalam Rumah,
di kandang, di Alam dan Lubang Buatan (pit trap).................................
Pembahasan Umum..................................................................................
KESIMPULAN...............................................................................................
94
DAFTAR ACUAN. ........................................................................................
95
LAMPIRAN....................................................................................................
101
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah sepanjang malam dari Bulan Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu ..............................................................................................
41
2 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di &lam
rumah pagi hari dari Bulan Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu ..............................................................................................43
3 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah sepanjang malam berdasarkan lokasi dari Bulan
Maret-Agustus 2001 di Desa Sedayu .......................................................... 44
4 Total hail penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah .
pagi
- hari berdasarkan lokasi dari Bulan MaretAgustus 2001 di Desa Sedayu .................................................................. 46
5 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah sepanjang malam berdasarkan ketinggian dari
Bulan Maret- Agustus 2001 di Desa Sedayu ........................................ 48
6 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah pagi hari berdasarkan ketinggian dari Bulan MaretAgustus 2001 di Desa Sedayu ...................................................................... 50
7 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di &lam rumah
sepanjang malam berdasarkan kondisi perut dari Bulan MaretAgustus 2001di Desa Sedayu ....................................................................... 52
8 Total h a i l penangkapan nyamuk Anopheles di dalam rumah pagi
hari berdasarkan kondisi perut dari Bulan Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu .............................................................................................54
9 Jurnlah nyamuk tertangkap sewaktu beristirahat di dalam rumah
sepanjang malam selama enam bulan di Desa Sedayu .............................. 55
10 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di kandang sapi
dan sekitamya sepanjang malam dari Bulan MaretAgustus 2001 di Desa Sedayu .................................................................... 59
11 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di kandang sapi
dan sekitarnya pada pagi hari dari Bulan Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu .............................................................................................60
12 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles berdasarkan
ketinggian tempat hinggap di kandang sapi dan sekitarnya
sepanjang malam dari Bulan Maret-Agustus 2001 di Desa Sedayu
............ 61
13 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles berdasarkan
ketinggian tempat hinggap di kandang sapi dan sekitamya
pagi hari dari Bulan Maret-Agustus 2001 di Desa Sedayu .......................... 64
14 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di kandang sapi dan
sekitarnya sepanjang malam berdasarkan kondisi perut dari
Bulan Maret-Agustus 2001 di Desa Sedayu ............................................... 66
15 Kondisi perut nyamuk Anopheles yang beristirahat di kandang sapi
dan sekitarnya pada pagi hari dari Bulan Maret - Agustus 2001
di Desa Sedayu .......................................................................................
68
16 Jumlah nyarnuk Anopheles tertangkap sewaktu beristirahat di kandang
sapi sepanjang malam selama enam bulan Di Desa Sedayu ........................ 70
17 Jumlah nyamuk Anopheles yang beristirahat di alam pada
-pagi
- hari berdasarkan tempat
- istirahat alarniah dari Bulan MaretAgustus 2001 di Desa Sedayu.................................................................... 74
18 Kondisi perut nyamuk Anopheles yang beristirahat di alam
pagi hari dari Bulan Maret-Agustus 2001di Desa Sedayu ...........................
79
19 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles yang beristirahat di lubang
buatan @it trap) berdasarkan jarak lokasi lubang dengan sumber
darah atau rumah penduduk pads pagi hari dari Bulan Maret..
Agustus 2001a1 Desa Sedayu ....................................................................... 81
20 Kondisi perut nyamuk Anopheles yang beristirahat di lubang
buatan @it trap) pada pagi hari dari Bulau Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu .............................................................................................. 84
21 Nyamuk Anopheles yang tertangkap pada lubang peristirahatan
buatan selama enarn bulan di Desa Sedayu ................................................. 87
22 Nyamuk Anopheles yang beristirahat di dalam rumah, di sekitar
kandang, alam dan lubang buatan @it trap) dari Bulan MaretAgustus 2001di Desa Sedayu ......................................................................89
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta dukuh Sejati ..................................................................................... 28
2 Penangkapan nyamuk di dalam rumah pada malam hari dengan
menggunakan aspirator .............................................................................
3 Aspirator
31
.................................................................................................... 3 1
4 Kondisilbentuk perut nyamuk betina
............................ ;...........................
33
.....................
34
5 Kandang sapi yang digunakan untuk penangkapan nyamuk
6 Penangkapan nyarnuk Anopheles yang beristirahat di alam pagi
hari pada pohon kapulaga, dengan aspirator ...........................................
35
7 Penangkapan nyamuk Anopheles yang beristirahat di semak-semak
dengan menggunakan drop-net .................................................................
36
.......................................
38
9 Penangkapan nyamuk yang beristirahat di lubang peristirahatan
buatan atau pit trap ...............................................................................
38
10 Pola beristirahat nyamuk Anopheles di dalam rwnah sepanjang
malam Di Desa Sedayu .......................................................................
56
11 Jumlah nyamuk Anopheles yang beristirahat di sekitar
kandang sepanjang malam selama enam bulan di Desa Sedayu .............
71
12 Banyaknya nyamuk Anopheles yang beristirahat di alam pagi hari
Menurut spesies dari Bulan Maret - Agustus 2001 di Dzsa Sedayll ........
75
8 Lubang peristirahatan nyamuk buatan @it trap)
13 Jumlah nyamuk Anophelzs yang beristirahat di alam pagi hari
menurut tempat istirahat alamiah dari Bulan Maret - Agustus 2001
Di Desa Sedayu ........................................................................................ 76
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah sepanjang malam berdasarkan lokasi ..........................
101
2 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah pagi hari berdasarkan lokasi .......................................
102
3
Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah sepanjang malam berdasarkan ketinggian
..................
103
4 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah pagi hari berdasarkan ketinggian ................................
104
5 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah sepanjang malam berdasarkan kondisi perut
..............
105
6 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah pagi hari berdasarkan kondisi perut ............................
106
7 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di kandang sepanjang malam berdasarkan ketinggian ..........................
107
8 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di kandang pagi hari berdasarkan ketinggian ........................................
108
9 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di kandang sepanjang mzlam berdasarkan kondisi perut .....................
109
10 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di kandang pagi hari berdasarkan kondisi perut ..................................
110
11 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristiraliat
di lubang buatan berdasarkanjarak dari rumah penduduk
...................
111
12 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah, di kandang, di alam dan di lubang buatan
selama enam bulan ................................................................................
112
PENDAHULUAN
Nyamuk adalah jenis
serangga yang
sangat diperhatikan di bidang
kesehatan, karena banyak yang berperan sebagai vektor penyakit, di samping
mengganggu ketenteraman manusia dan hewan piara. Nyamuk Anopheles spp
mempakan jenis nyamuk yang dapat menularkan penyakit malaria pada manusia.
Nyamuk Anopheles yang ada di Indonesia terdiri atas 86 spesies (O'Connor dan
Sopa 1981), 27 di antaranya berperan sebagai vektor malaria, tetapi yang efektif
hanya 19 spesies (Depkes 1990). Nyarnuk Anopheles mempunyai bionomi yang
beraneka ragam, seperti tempat perindukannya, jar& dan tinggi terbangnya,
tempat menggigit dan juga tempat istirahatnya.
Penyakit malaria di Jawa Tengah sampai saat ini mash mempakan
masalah kesehatan masyarakat di beberapa daerah pedesaan, temtama di daerah
endemis di kawasan Bukit Menoreh dengan medan yang berbukit, curah hujan
cukup dan kawasan hutan rakyat yang kurang terpelihara dengan baik. Semak
belukar dan rembesan tgenangan air, belik menjadi tempat yang sesuai untuk
perindukan nyamuk Anopheles.
Keadaan malaria di Punvorejo pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1999
terlihat adanya peningkatan kasus sebesar 20 kali lipat, dari 127 kasus pada bulan
Januari 1996 menjadi 1731 pada bulan Desember 1999. Target angka positif
parasit dalam satu tahun atau annual parasite incidence (API) pada program
pemberantasan malaria di Jawa-Bali adalah 0.12 per 1000 penduduk. Namun
pada tahun 1999 tidak tercapai bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, angka API
Punvorejo meningkat menjadi 3 per 1000 penduduk (Depkes 2000 a).
Ju~nlah desa kasus tinggi (high case incidence, HCI=API 25 %)
meningkat dari tahun 1995 sebanyak 23 desa menjadi 36 desa di bukit Menoreh
pada tahun 1998, sedangkan untuk keseluruhan Purworejo dari 82 desa HCI tahun
1994 meluas menjadi 96 desa HCIpada tahun 1998 (Depkes 2000a)
Desa Sedayu merupakan satu desa yang berada pada Bukit Menoreh yang
keadaan topografi berupa daerah perbukitan dengan banyak sungai kecil dan
persawahan tadah hujan maupun persawahan sepanjang tahun. Desa Sedayu
merupakan desa rawan malaria sepanjang tahun. Di Desa Sedayu sejak tahun
1997 API meningkat dari 50 %O menjadi 140.8 960 pada tahun 1998 dan 263.7 %
pada tahun 1999 dan terakhir pada tahun 2000 menjadi 473.5
%a.
Berarti selama
ini ada peningkatan sebanyak sembilan kali (Depkes 2000a).
Berbagai cara penanggulangan telah dilaksanakan yakni pencarian dan
pengobatan penderita serta pengendalian vektor, namun kasus malaria masih
tinggi. Tingginya kasus malaria di Kapubaten Purworejo di sekitar bukit Menoreh
membuktiian kurang efektihya pelaksanaan pemberantasan malaria termasuk
kurang lengkapnya data tentang bioekologi vektor. Penyebarn dan peran spesies
Anopheles sebagai vektor malaria untuk tiap daerah tidak sama. Suatu spesies di
suatu daerah dapat menularkan parasit malaria, tetapi di daerah lain mungkin tidak
mampu menularkannya. Mengingat vektor malaria di Indonesia sangat banyak
dan daerah satu dengan lainnya berbeda, maka penelitian tentang bionomik untuk
tiap spesies dan daerah mutlak diperlukan termasuk perilaku beristirahat.
Menurut Suwasono et al. (1994) An. balabacensis clan An. rnaculatus
merupakan vektor malaria di daerah pegunungan Purworejo, Jawa Tengah. Aspek
bionomik vektor yang telah diietahui adalah tempat perindukan nyamuk beru~ia
sumber air atau genangan air, kobakan yang terdapat di sungai. Sementara itu
tempat istirahatnya belum ditemukan. Anopheles aconitus juga merupakan vektor
malaria di Kabupaten Punvorejo.
Berdasarkan latar belakang pe&asalahan
tersebut dilakukan penelitian
tentang perilaku istirahat nyamuk Anopheles. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mengetahui lokasi nyamuk Anopheles yang beristirahat di dalam atau di luar
rumah, (2) mengetahui tempat-tempat nyamuk Anopheles beristirahat di dalam
rumah, (3) mengetahui tempat nyarn.uk beristirahat di luar rumah, (4) mengetahui
perilaku istirahat sementara, sebelum atau sesudah serta sebelum dan sesudah
menggigit.
TINJAUAN PUSTAKA
1 Situasi global penyakit malaria
Malaria merupakan masalah kesehatan dunia berupa kesakitan dan
kematian di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Di seluruh
dunia ditemukan 300-500 juta kasus dan kematian satu sampai dua juta per
tahun (WHO 1998a). Penyakit malaria baasal dari benua Afkika. FosiI nyamuk
pembawa malaria berumur tiga puluh juta tahun ditemukan di sana. Nyamuk ini
menyebarkan malaria ke daerah beriklim panas di seluruh dunia (Nadesul 1996).
Menurut Wemsdorfer dan McGregor (1988) malaria ditemukan di daerahdaerah, mulai dari 64 " lintang utara (Archangel di Uni Soviet) sampai 32 lintang
selatan (Cordoba di Argentina), dari 400 meter di bawah permukaan laut (laut
mati) sampai 2600 meter di atas permukaan laut di Cochabamba (Bolivia)
Menurut WHO (1985a) di daerah tropis Afrika, malaria merupakan
masalah kesehatan yang sangat serius dibandingkan negara-negm lain di Afkika.
Di negara ini malaria dianggap sebagai penyebab 10% kematian bayi dan anakanak di bawah usia 14 tahun setiap tahunnya namun korban terbesar adalah anakanak yang berumur antara enam bulan hingga empat tahun.
Malaria impor merupakan masalah yang mulai timbul di seluruh dunia.
Sebagian dari ha1 ini disebabkan karena meningkatnya lalu lmtas internasional
dan sebagian lagi karena timbulnya kembali penyakit malaria di daerah yang
sudah diberantas secara keseluruhan maupun barn sebagian. Walaupun kampanye
pembasmian malaria berhasil, sebagian besar negara di seluruh dunia masih
merupakan sumber dan resewoar infeksi malaria.
Menurut Schulz (1989) penyakit malaria pada pelancong intemasional
meningkat selama dua dasawarsa terakhir. Di Amerika Serikat jumlah penderita
malaria bertambah dari 89 orang pada tahun 1966 menjadi 446 orang pada tahun
1980, di Kanada dari tujuh kasus malaria impor pada tahun 1987 meningkat
smpai 302 kasus pada tahun 1986, di Inggris dari jumlah kurang dari 100 orang
per tahun pada tahun 1960 an sampai 1698 orang pada tahun 1985. Seluruh Eropa
mengimpor 138 kasus pada tahun 1971 dan jumlah ini meningkat sampai 4041
kasus dalam tahun 1979. Afiika Timur (temtama Kenya) mempakan sumber
infeksi malaria falsiparum untuk penduduk Amerika dan penduduk Swiss yang
mengunjungi negara tersebut.
Menurut Depkes (1990) Indonesia termas.uk negara dengan transmisi
malaria yang masih cukup tinggi, temtama di daerah luar Jawa, Madwa dan Bali.
Depkes (2001) melaporkan bahwa angka kesakitan malaria sejak empat tahun
terakhir menunjukkan kecenderungan yang cukup mengkhawatirkan. Misalnya di
Pulau Jawa dari 12 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 1997 meningkat
menjadi 81 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2000, dimana pennasalahan
terbesar terfokus di kawasan Bukit Menoreh, meliputi Kabupaten Purworejo dan
Magelang di Jawa Tengah, dan Kabupaten Kuhn Progo di DI Yogyakarta.
Sementara itu di luar Jawa, angka kesakitan malaria dari 1.600 tahun 1997
meningkat menjadi 3100 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2000. Pada
tahun 1998 telah tejadi KLB malaria pada empat kabupaten di empat propinsi
yaitu Kabupaten Belitung (Sumatera Selatan), Lampung Selatan (Lmpung),
Kulon Progo (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Kabupaten Purworejo ( Jawa
Tengah) yang menyerang 55 Desa pada 10 wilayah Puskesmas. Jumlah penderita
yang dilaporkan sebanyak 17.076 dengan kematian enam orang (Depkes 2000b).
WHO, Bank Dunia, UNICEF, dan UNDP pada tahun 1998 telah
memprakarsai untuk membantu negara-negara anggota untuk meningkatkan upaya
pemberantasan malaria dengan upaya program Roll Back Malaria (RBM). Tujuan
dari program RBM adalah meningkatkan peran serta lintas sektor, lembaga
swadaya masyarakat termasuk dunia usaha/swasta dan seluruh komponen
niasyarakat dalam upaya pemberantasan malaria. Operasionalisasi RBM di
Indonesia dikenal dengan "Gerakan
Berantas Kembali Malaria atau Gebrak
Malaria" yang dicanangkan Menteri Kesehatan 8 April 2000 di Kupang, Nusa
Tenggara Timur dan telah dipilih tiga kabupaten sebagai daerah percontohan
yakni Kabupaten Kepulauan Riau, Cilacap dan Lombok. Ketiga kabupaten ini
melakukan upaya pemberantasan malaria melakukan kerjasama dengan sektorsektor terkait seperti perikanan, pengembangan wilayah dan pemukiman, tenaga
kerja, pariwisata, pertambangan, kehutanan dan komponen masyarakat termasuk
dunia usahdswasta (Depkes 2001).
2
Upaya penanggulangan
2.1 Pengobatan
Menurut Depkes (1999) upaya-upaya pengobatan malaria
menemukan penderita
adalah
sedini mungkin, mengobati secara efektif untuk
mengurangi/membasmi parasitemia, mencegah komplikasi dan kematian,
menemukan dan mengatasi rekrudensi/relaps dan mengurangi penularan. Ada
lima obat utama yang dipakai dalam program pemberantasan malaria yaitu
klorokuin, pirimetamin, primakuim, kina dan kombiiasi sulfadoksin dengan
pirimetamin. Penggunaan obat ditentukan oleh umur penderita, berat badannya,
jenis parasit dan tingkat endemisitas dari daerah tempat tinggal penderita.
Menurut CDC (1985) obat yang sering digunakan untuk mencegah
timbulnya gejala klinik diberikan pada orang yang pergi ke daerah endemik yaitu
kina, klorokuin, hidrosiklorokuin, semuanya efektif apabila organisme masuk ke
eritrosit melalui hati dan mulai dengan siklus eritrositik. Secara umum klorokuin
mempakan pilihan utama bagi profilaksis terhadap P. falciparum, tetapi kurang
efektif terhadap P. vivax. Kombinasi pirimetamin dengan sulfadoksin hanya
dianjurkan untuk profilaksis di daerah yang resisten terhadap klorokuin dan
digunakan bagi pelancong yang tinggal untuk waktu lama di suatu daerah dengan
transmisi yang tinggi. Resistensi terhadap Fansidara telah dilaporkan di Thailand
pada tahun 1981 (CDC 1982; Huritz et ai. 1981; Kean 1979; McQuay et al.
1967). Pada keadaan ini biasanya digunakan kina. Kombinasi kina dengan
tetrasiklin dianjurkan untuk pengobatan yang telah resisten dengan klorokuin dan
Fansidara (McQuay et al. 1967).
Menurut Bruce-Chwatt et al
(1981) untuk memberantas malaria dari
tubuh, baik stadium yang berada di hati maupun sel darah merah dilakukan
pengobatan radikal. Pengobatan biasanya diberikan kepada seseorang setelah
kembali dari daerah endemik clan akan mencegah kambuh dari P. vivax atau P.
ovule, meskipun relap terhadap P. vivax dan P. ovule dilaporkan terjadi setelah
pengobatan dengan priinakuin
Soepanto (1983) menyatakan bahwa penggunaan obat-obatan anti malaria
yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi parasit terhadap obat tersebut.
Penggunaan obat-obatan anti malaria perlu sekali mempertimbangkan kriteria,
jenis obat yang akan digunakan maupun dosisnya. Di Indonesia resistensi P.
falciparum terhadap gol-4-aminoquinolines telah dilaporkan pertama kalinya pada
tahun 1973 dari Kalimantan Timur. Kemudian dilaporkan pula adanya resistensi
di Irian Jaya. Meskipun demikian spesies parasit yang lainnya masih sensitif
terhadap klorokuin. Hingga sekarang hasil tes menunjukkan malaria falciparum
yang resisten terhadap klorokuin telah tersebar ke seluruh propinsi kecuali D. I.
Yogyakarta. Fokus resisten dengan derajat resistensi yang lebii tinggi banyak
ditemukan di Indonesia Bagian Timur dan beberapa fokus di Jawa Tengah. Di
Indonesia Bagian Barat sifat penyebarannya lebii sporadis. Obat kombinasi
sulfadoksin-pirimetamin tersedia di Puskesmas daerah resisten untuk mengobati
penderita malaria falciparum (Depkes 1990).
Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten pada bulan
September 2001 telah melakukan pengobatan masal dengan menggunakan obat
baru dari Cina atas bantuan dari WHO bagi penderita malaria di Kabupaten
P w o r e j o dan Kabupaten Kulonprogo.
Dari komposisi dan formulasi farmasinya obat Cina ini mengandung zatzat aktif, yaitu : artemisinii, artemether dan lumefantrine. Artemether merupakan
lacton sesquiterpene yang diambil dari bahan alami artemisinin. Lumefantrine
merupakan sintesis rasemic dari campuran flurene. Satu tablet mengandung 20 mg
artemether dan 120 lumefantrine (WHO 1998b).
2.2 Vaksinasi.
Penelitian imunologi perlu dikembangkan guna menunjang diagnosis jika
patasitnya sukar ditemukan dalam darah, penelitian imunologi juga dapat
memberikan gambaran tentang derajat endemi di suatu daerah, terutama jika
ditemukan banyak splenomegali, yang mungkin dapat disebabkan oleh penyakitpenyakit lain.
Hingga kini tidak ada cara untuk memperoleh antigen sporozoit dalam
jumlah memadai dalam waktu singkat yang diperlukan untuk penyelidikan
eksperimental, apalagi untuk vaksin yang dipakai secara lebih luas. Sporozoit
hams diambil dari kelenjar ludah nyamuk yang jelas bukan mempakan sumber
antigen yang banyak, untuk memvaksinasi jutaan penduduk. Penelitian untuk
gene cloning secara klasik yang dilakukan masih membutuhkan sporozoit (yang
sulit didapat) karena memerlukan mRNA yang sesuai dengan gen yang
dibutuhkan. Di Amerika Serikat untuk pertama kali ditemukan antigen protektif
utama pada permukaan parasit malaria binatang pengerat : PB 44, suatu
polipeptida dengan t 44 kilodalton. Mereka menunjukkan bahwa antibodi
monoklon terhadap antigen ini menyebabkan sporozoit tidak menjadi infektif pada
mencit (Yoshida 1980).
Gen yang mengkode antigen sporozoit protektif telah ditemukan dan
rekayasa genetik digunakan untuk memasukkan gen ke dalam bakteri. Bakteri
yang diubah dengan cara ini &pat membuat antigen sporozoit dan dapat dibidc
dengan mudah. Dalam penelitian memakai sporozoit P. krzowlesi dan P.
falciparum. Adanya antigen pada perrnukaan sporozoit yang dominan yang
disebut protein sirkum sporozoit (circumsporozoite proteidCSP). P. falciparum
terdiri atas 23 tetrapeptida yang diangkai secara tandem dengan masing-masing
tetrapeptida yang mengandung 4 asam amino dalam urutan prolin-asparaginalanin-asparagin (NANP). Tahun 1984 "gene coding" untuk CSP telah di klon dan
antigen rekombinan pertama yang terdiri dari 32 NANP yang disebut sebagai
R32tet32 telah diasilkan (WHO 1984).
Penelitian tentang parasit malaria sudah banyak dilakukan di luar negeri
baik "in vivo" pada manusia dan binatang percobaan, maupun "in vitro" dengan
biakan jaringan, Hal ini di Indonesia masih sangat sedikit dilakukan. Biakan
parasit malaria dapat dipergunakan untuk melihat kepekaan atau resistensi parasit
terhadap obat-obatan untuk penyelidikan imunologi dan pembuatan vaksin.
Dengan ditemukannya kasus-kasus malaria falciparum yang resisten terhadap
klorokuin di Indonesia, maka timbul berbagai masalah pengobatan. Penggunaan
obat-obatan anti malaria yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi parasit
terhadap obat tersebut. Telah dilaporkan pula adanya resistensi P. v i v a dan P.
malariae terhadap pirimetamin dan proguanil di Irian Jaya, tidak tertutup
kemungkinan adanya resistensi terhadap obat-obatan tersebut ditempat lain
( Soepanto 1983).
Menurut Perrin (1982) resistensi terhadap P. falciparum terlihat pada
defisiensi G6PD (ga!aktosa-6-posfat dehidrogenase). Kekebalan parsial terhadap
infeksi malaria terliiat di daerah endemik bila di dalam darah penderita terdapat
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan keabnormalan haemoglobim yaitu
haemoglobin jenis C (HbC), jenis E (HbE), P-thalasemia yaitu thalasemia yang
terjadi karena gangguan sintesa rantai
P, clan defisiensi Fosfor dan Kalium (Seidel
1985).
Markel dan Voge (1981) menyatakan bahwa eritrosit dengan duffy
antigen-negatif, kekurangan reseptor permukaan untuk invasi P. vivax. Banyak
orang dari Afrika Barat dan beberapa orang kulit hitam Amerika mempunyai
durn antigen-negatif, yang dapat menerangkan rendahnya insidens P. v i v a di
Afiika Barat. Di daerah lain di Afrika, prevalensi P.vivax lebih tinggi.
Bayi pada tahun-tahun pertama kehidupannya, relatif kebal terhadap
infeksi malaria, disebabkan oleh adanya kandungan HbF yang tinggi, kekebalan
pasif dari antibodi ibunya dan kekurangan paraaminobenzoic acid (PABA) dalam
diet ( Gautam et al. 1980; Hommel 1981; Penin et al. 1982 dan Seidel 1985).
2.3 Pengendalian vektor
Menurut Wemsdorfer dan Mc.Gregor (1988) pengendalian vektor di
sekitar danau Victoria di Propinsi Nyanza, Kenya dengan penyemprotan rumah
selama dua tahun menggunakan organofosfat dan fenitrotion. Meskipun tidak
sempurna mengendalikan malaria namun secara umum kematian dapat dikurangi
dari 23.9 menjadi 13.5 kasus kematian per 1000 orang dan mengurangi kematian
bayi dari 157 menjadi 93 per 1000 kelahiran.
WHO (1985a) melaporkan bahwa di Turki, program pengendalian
dilakukan sejak tahun 1925. Sampai dengan tahun 1945, sepertiga dari populasi
negara ini atau sebanyak 2.542.272 orang memperoieh perawatan malaria. Pada
tahun 1946 penyemprotan residual di rumah dengan menggunakan DDT
diperkenalkan.
WHO (1980) menyatakan bahwa di Sudan dalam mengatasi penyakit
malaria dan schistosomiasis dikembangkan pengendalian vektor secara terpadu
antara bidang pertanian dengan kesehatan dengan cara pengaturan pola tanam.
Misalnya dengan cara melakukan kegiatan pertanian pada saat vektor rendah dan
menghentikan kegiatan pertanian dengan tujuan agar habitat vektor hilang pada
saat jumlah vektor tinggi. Pengendalian dengan pengaturan sistim irigasi pemah
dilakukan pada irigasi Gezira-Mangil di Sudan.
Pemberantasan atau pengendalian vektor yang dilakukan di Indonesia pada
dasarnya dilakukan secara terpadu dan menyeluruh, artinya pengendalian vektor
dilakukan dengan berbagai upaya yaitu tahap demi tahap baik dari segi
peiaksanaan maupun
pengawasan
yang
dilakukan terns
menerus
dan
berkesinambungan.
Pengendalian vektor secara kimiawi sudah dilakukan sejak tahun 1952
dengan mengadakan penyemprotan rumah-rumah penduduk dengan insektisida
DDT atau dieldrin di Pulau Jawa clan beberapa daerah di luar Jawa secara terbatas
yaitu hanya pada daerah-daerah yang berindeks limpa melebii 50 % dari jumlah
penduduknya (Depkes 1983).
Terlepas dari sifat resistensi vektor terhadap DDT, maka metode ini dapat
efektif apabila vektor yang menjadi sasaran tersebut endofagik clan endofilik
(Depkes 1987). Namun bagi vektor-vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik,
metoda ini kurang mengenai sasaran karena vektor tidak pemah terkontak dengan
insektisida yang disemprotkan. Untuk mengatasi ha1 ini perlu dilakukan
pengamatan terhadap perilaku vektor yang menjadi sasaran.
Apabila vektor
masuk ke dalam rumah hanya untuk mengisap darah kemudian keluar, maka
penyemprotan DDT tidak mengenai sasaran. Untuk mengatasi golongan vektor
yang bersifat eksofagik dan eksofilik itu, dilakukan suatu usaha pengabutan
insektisida di dalam maupun di luar rumah. Cara seperti ini pernah dicoba di
Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo dengan menggunakan insektisida
malation dan fenitrotion untuk nyamuk Anopheles aconitw tetapi hasilnya kurang
memuaskan (Depkes 1987).
Menurut WHO (1985b) sejak tahun 1973 WHO telah merekomendasikan
penggunaan insektisida piretroid sintetik sebagai salah satu insektisida yang dapat
digunakan untuk pengendalian vektor. Insektisida golongan ini diketahui
mempunyai dua efek terhadap serangga yaitu dapat membunuh dengan cepat dan
dapat mengganggu susunan syaraf serangga yang dapat menyebabkan
kelumpuhan. Selain itu piretroid sintetik bersifat stabil, toksisitasnya rendah
terhadap mamalia dan cepat berdegradasi terhadap lingkungan. Berdasarkan sifatsifat tersebut piretroid sintetik digunakan sebagai salah satu insektisida pilihan
sebagai bahan pencelup kelambu (WHO 1989). Penggunaan kelambu sebagai
usaha proteksi terhadap gigitan nyamuk dan serangga telah lama dilakukan oleh
masyarakat. Rozendaal (1989) dan Curtis (1989) menyatakan bahwa kelambu
celup insektisida dapat digunakan di dalam program pengendalian malaria, yaitu
selain berperan sebagai sawar antara nyamuk dan manusia, sekaligus dapat
membunuh dan menghalau nyamuk. Evaluasi mengenai penggunaan kelambu
yaiig dicelup insektisida golongan piretroid sintetik (permetrin, deltametrin dan
lamda sihalotrin) untuk pengendalian vektor malaria di lapangan telah banyak
dilakukan (Curtis 1989;
Gokool 1992; Jaeson 1994). Namun penelitian
mengenai perbandingan efektifitasnya pada kondisi standar masih jarang. Rawina
et a1 (1997) menyatakan bahwa kelambu celup lamda sihalottin 25 mg/m2
mempunyai efek deterent yang lebih besar dibandiig kelambu celup permetrin.
Selain itu baik kelambu celup permettin maupun kelambu celup lamda sihalotrin
mempunyai efek excito-repellent yang sama terhadap vektor malaria di Irian Jaya.
Usaha lain dalam pengendalian vektor malaria di Indonesia adalah dengan
meiakukan pengelolaan lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak lagi
menguntungkan bagi kehidupan vektor. Kegiatan modifikasi lingkungan adalah
kegiatan yang meliputi pengubahan fisik yang sifatnya dapat permanen terhadap
tanah, air dan tanaman dengan tujuan mencegah, menghilangkan atau mengurangi
jumlah tempat perindukan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh samping
terhadap kualitas lingkungan hidup manusia. Termasuk dalam kegiatan ini antara
lain, penimbunan tempat perindukan nyamuk vektor, pengeringan, pengaruh
pengairan, pembuatan bangunan seperti dam, pintu air dan tanggul. Sebagai
contoh yaitu pembersihan lingkungan permukaan lagun dari ganggang atau lumut,
sehiigga lagun tersebut tidak sesuai lagi bagi perkembangan An. sundaicus.
Untuk mengendalikan perkembangbiakan populasi An. aconitus yang mempunyai
tempat perindukan di sawah, maka pemutusan pengairan secara berkala dan
pergantian pola tanaman mempakan tindakan yang efektif (Nalim et a[. 1985a).
Pengendalian dengan menggunakan mahluk hidup (kontrol biotik) juga
dilakukan dengan menggunakan ikan-ikan pemakan jentik. Cara ini pemah
dilakukan di Kabupaten Banjarnegara dengan program mina padi dan peran serta
masyarakat yang kemudian dapat menurunkan kepadatan nyamuk vektor. Dengan
penyebaran ikan Poecilia reticulata umur satu-dua bulan sebanyak dua ekorlm2 di
saluran irigasi yang dilakukan di Desa Pagak Kecamatan Purworejo Klampok,
Kabupaten Banjamegara, pada tahun 1979 sampai dengan 1984 temyata An.
aconitus yang istirahat di sepanjang saluran irigasi pada pagi hari angka
kepadatannya dilaporkan menurun dari 200 ekorlorang/jam pada tahun 1979
menjadi 0.5 ekorlorangljam pada tahun 1984 (Nalim 1985b).
Pengendalian dengan bakteri Bacillus thuringiensis var. israeli tidak
menimbulkan kerugian pada mamalia, tanaman dan organisme bukan sasaran.
Biosida ini toksis terliadap larva Aedes, Culex dan Anopheles (Rishikesh et al.
1983).
Bacillus thuringiensis memproduksi toksin dalam bentuk kristal yang
sangat beracun, oleh larutan alkalis yang terdapat dalam usus serangga terjadi
perubahan pada kristal-kristal dan apabila diabsorbsi ke dalam darah
~nenyebabkankenaikan pH darah. Pada penelitian menggunakan Simulium di dapatkan bahwa serangga akan mati setelah tujuh jam perlakuan dengan Bacillus
thuringiensis (Chilcott et al.
1982). Kimowardoyo et al. (1984) melakukan
aplikasi Bacillus thuringiensis H-14 bentuk cair terhadap larva An. sundaicus
yang disemprotkan ke atas lagun Pameungpeuk Jawa Barat dengan dosis 1.09 2.30 kg/Ha bahan aktif, berhasil menurunkan kepadatan larva stadium tiga dan
stadium empat hingga 80 % lebih.
Penelitian dengan menggunakan ekstrak tumbuhan di Indonesia barn
dalam taraf studi pendahuluan. Aminah et al. (1985) telah melakukan beberapa
studi pendahuluan di antaraliya penggunaan sari bawang merah (Allium cepa),
Konsentrasi 1 % dapat memacu pertumbuhan pradewasa Aedes aegypti,
konsentrasi 5 % dan 10 % menghambat pertumbuhan sedangkan konsentrasi 25 %
mematikan. Penggunaan ekstrak bawang merah
yang paling efektif
ialah
daunnya kemudian diikuti ekstrak akar dan umbinya.
Pemakaian ekstrak biji jarak (Ricinus communis) konsentrasi 1500 ppm
menimbulkan kematian larva Aedes aegypti sebesar 97 % setelah 72 jam pasca
perlakuan (Aminah dan Hermawanto 1988). Pengaruh ekstrak bunga sungsang
(Gloriosa su~erba),daun sembung (Blumea balsamifera) dan buah serta daun
pucung (Pangium edule) terhadap larva Aedes aegypti telah diuji coba oleh
Aminah et al. (1991). Didapatkan bahwa LC95 untuk daun sungsang, buah
pucung, daun sembung dan dam pucung berturut-turut ialah 600, 1200, 2250
dan 3250 ppm.
3 Peranan Anopheles sebagai vektor malaria.
Penularan penyakit di alam terjadi karena adanya interaksi antara faktor
penyebab penyakit, hospes dan lingkungan. Bembahnya salah satu faktor akan
merubah keseimbangan yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit. Di
Indonesia telah ditemukan sebanyak 86 jenis nyamuk Anopheles (O'connor dan
Sopa 1981). Sembilan belas jenis diantaranya mempakan vektor malaria atau
filaria di beberapa daerah (Depkes 1987). Dari sekian banyak tersebut, maka
Anopheles aconitus mempakan vektor penyakit malaria yang utama di daerah
persawahan (Joshi et al. 1977).
Menurut Sundararaman et al. (1957) di Jawa hanya terdapat empat spesies
vektor malaria, yaitu An. aconitus dan An. sundaicus mempakan vektor utama, .
sedangkan An. subpictus dan An. maculatus vektor sekunder. An. aconifus
mempakan vektor di daerah pedalaman, yaitu di daerah pertanian padi, temtama
yang sistem persawahannya bertingkat. An. sundaicus bertindak sebagai sebagai
vektor di daerah sepanjang pantai dan tempat perkembakbiakannya hanya terbatas
di air payau. An. subpictus juga berperan sebagai vektor di daerah pantai,
sedangkan An. maculatus di daerah pegunungan.
Di Jawa dan Bali, vektor sekunder yang penting adalah An. balabacensis,
An. flavirosfris dan An. sinensis. Selama survei di Sumatera dengan menggunakan
koleksi umpan,
didapatkan An. aconitus, An. annularis,
An. barbirostris,
An. maculatus, An. nigerrimus, An. sundaicus dan An. vagus ( Singh 1955- dalam
Wernsdorfer dan McGregor 1988).
Di Sulawesi yang dinyatakan sebagai vektor malaria adalah An. aconitus,
An. barbirostris, An. flaviroshis, An. nigerrirnus, An. subpictus, An. tessellatus
dan An. vagus (Lien et a1 1977). Di Timor 14 Anopheles sudah diidentifikasi, di
antaranya yang mungkin dapat berperan sebagai vektor malaria di Timor adalah
An. annularis, An. barbirostris, An. flavirostris, An. subpictus dan An. sundaicus
(Lien et al. 1975). Vektor malaria di Irian Jaya, yaitu dari punctulatus group
(An. punctulatus, An. koliensis dan An. farauti) dapat hidup dimana-mana (Lee et
al. 1980)
Vektor
malaria
An. nigerrirnus, di
di
Kalimantan
adalah An.
balabacensis
dan
Sulawesi An. ludlowae dan An. barbirostris, di Sumatra
An. sinensis dan An. nigerrimus (Bonne-Wepster dan Swellengrebel
1953,
Horsfall 1955). Menurut Van Peenen et al. (1975) yang berperan sebagai vektor
malaria di Kalimantan adalah nyamuk dari kelompok An. hyrcanus, An. subpictus
dan An. kochi.
Suatu species nyamuk dapat menjadi vektor penyakit, bila memenuhi
beberapa syarat tertentu antara lain, umur nyamuk hams cukup lama sehingga
parasit dapat menyelesaikan siklus hidupnya di dalam tubuh nyamuk. Sebagai
suatu contoh perkiraan pertumbuhan parasit Plasnzodiurn vivar adalah tujuh hari,
P. falciparurn 10 hari dan P. malariae 14 sampai 16 hari, sedangkan larva cacing
Brugia tirnori pada nyamuk Anopheles barbirostris 12 hari dan pada Aedes togoi
7.5 hari (Soeroto et al. 1985 dalam Depkes 1987).
Faktor lain adalah kepadatan nyamuk yang pada umumnya dipengaruhi
oleh topografi daerah, kesuburan daerah yang berarti terdapat orang dan ternak
sebagai sumber makanan nyamuk, rumah dan halaman serta kebun-kebun sebagai
tempat hinggap dan istirahat nyamuk serta ada sumber air atau genangangenangan air sebagai tempat perindukan. Faktor tersebut kiranya sangat didukung
oleh alam dan topografi daerah Jawa Tengah bahwa Anopheles aconitus dapat
berkembang dengan baik karena pada umumnya persawahan di daerah ini banyak
berteras-teras dengan keadaan temak penduduk yang tersebar merata sehiigga
menciptakan suasana yang cocok untuk perkembangbiakannya (Joshi e! al.
1977).
Faktor yang tak kalah penting adalah tersedianya sumber penularan yaitu
adanya orang sakit dengan pertumbuhan parasit pada tingkat stadium tertentu
dalam darahnya sebagai sumber penularan.
Faktor-faktor tersebut di atas sifatnya dapat khusus bagi masing-masing
spesies nyamuk dan berkaitan erat dengan sifat-sifat genetik masing-masing
nyamuk, oleh karena itu spesies yang sama merupakan vektor suatu penyakit
tertentu di suatu daerah, tetapi bukan atau tidak berperan sebagai vektor di daerah
lain. Hal ini disebabkan salah satu faktor penting yang a& di suatu daerah belum
tentu sama atau tersedia bagi kelangsungan hidup parasit maupun vektor yang
bersangkutan. Satu contoh adalah Anopheles maculatus merupakan vektor
penyakit malaria di Malaysia tetapi bukan sebagai vektor penyakit tersebut di
daerah Kalimantan (Kettle 1984) ha1 ini disebabkan faktor umur spesies yang
bersangkutan dan kelembaban udara di kedua tempat berlainan.
4 Perilaku istirahat nyamuk Anopheles.
Kebiasaan hiiggap/istirahat dari nyamuk mempunyai dua pengertian,
yaitu: (1)Hinggaplistirahat yang bersifat sementara, yaitu pada waktu malam,
pada waktu nyamuk tersebut akan atau selesai mengisap darah. Nyamuk yang
masuk ke runah untuk mencari darah, dibagi menjadi empat kemungkinan yaitu :
(a) nyamuk masuk ke dalam rumah langsung menggigit, kemudian langsung
keluar, (b) nyamuk masuk ke dalam m a h langsung menggigit, lalu hinggap di
dinding, barn kemudian keluar, (c) nyamuk masuk ke dalam rumah, kemudian
hinggap di dinding, lalu menggigit, kemudian langsung keluar, dan (d) nyamuk
masuk ke dalam rumah, lalu hinggap di dinding, kemudian menggigit, setelah itu
hiiggap didinding lagi, barn kemudian keluar.
(2)
Istirahat yang sebenarnya di "resting place" selama menunggu
proses perkembangan telumya (2-3 hari).
dibagi atas dua golongan yaitu :
Istirahat yang sebenamya inilah yang
(a) endofilik, adalah sifat atau kebiasaan
nyamuk yang suka hinggaplistirahat di dalam rnmah atau kandang hewan sampai
saat telumya sudah masak dan nyamuk tersebut keluar hanya untuk masa
meletakkan telumya di tempat perindukan, nyamuk ini istirahat ditempat
berlindung manusialhewan selama atau sebahagian dari waktu
silkus
gonotropiknya. (b) eksofilik, adalah sifat atau kebiasaan nyamuk yang suka
hiiggap istirahat di luar rumah atau kaqdang hewan sampai saat telumya sudah
masak dan siap untuk diletakkan ditempat perindukan. Nyamuk ini menggunakan
sebagian besar dari waktu siklus gonotropiknya di luar tempat berlindung manusia
atau kandang hewan.
Menurut Joshi et al. (1977) Anopheles aconitus bersifat eksofilik, pada
waktu pagi hari, 4.1 % ditemukan beristirahat di dalam rumah, 19.3 % di dalam
kandang temak, dan 76.6 % di habitat aslinya seperti di semak-semak, tebing
sungai dan saluran irigasi. Pada malam hari yang hinggap di dalam rumah sedikit
karena sebagian besar nyamuk masuk ke dalam rumah hanya untuk mencari
darah, kemudian langsung keluar rumah. Nyamuk yang di dalam rumah dan
kandang sebagian besar hinggap pada ketinggian kurang dari satu meter dari
permukaan tanah. Selama pematangan telur, nyamuk istirahat di tempat teduh
dekat permukaan tanah atau tepi hutan dekat persawahan yang lembab, parit
dekat sungai kecil.
Kimowardoyo (1979) dari penelitiannya di daerah Banjamegara
menemukan bahwa pada malam hari waktu aktif mencari darah, An. aconitus
yang masuk ke dalam mmah atau kandang sebagian akan hinggap di dinding
sebelum men
DI DESA SEDAYU KECAMATAN LOAN0 KABUPATEN
PURWOREJO JAWA TENGAH
OLEH
FITRI RIYANTI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
ABSTRAK
FITRI RIYANTI. Studi Perilaku Beristirahat Nyamuk Anopheles di Desa
Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Di
bimbing oleh SINGGIH H. SIGIT sebagai ketua, F.X. KOESHARTO dan UPIK
KESUMAWATI HAD1 sebagai anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku dan tempat-tempat
beristirahat nyamuk Anopheles di dalam dan di luar rumah. Pengetahuan tersebut
penting sebagai landasan dalam menetapkan strategi pemberantasan malaria
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis nyamuk Anopheles yang
ditemukan beristirahat di dalzn rumah maupun diluar rumah di Desa Sedayu
terdiri dari 10 spesies yaitu An. aconitus, An. kochi, An. barbirostris, An.
maculatus, An. annularis, An. vagus, An. minimus, An. subpictus, An. jlavirostris
dan An. balabacensis.
Sebagian besar nyamuk Anopheles yang tertangkap bersifat eksofilii yang
berarti lebih senang beristirahat di l u x nunah atau banyak ditemukan di kandang
dari pada di dalam nunah. Di dalam m a h lebii banyak ditemukan pada m g
tamu dan kamar tidur dari pada dapur dan gudang. Pa& urnumnya hinggap pada
ketinggian antara 0-75cm sampai 76-150 cm. Di alam banyak beristirahat di
tempat-tempat yang terlidung dari cahaya matahari, lembab dan sejuk.
An. aconitus yang mempakan vektor utama malaria banyak ditemukan
beristirahat di dalam rumah, kandang dan lubang buatan sedangkan di alam
khususnya di pohon kapulaga banyak ditemukan An. barbirosfris.
An. aconitus banyak ditemukan hinggap pada ketinggian 0-75 cm, dekat
permukaan tanah. Di dalam rumah banyak ditemukan di kamar tidur dan m g
tamy dengan kondisi perut kosong. An. aconitus tertangkap sepanjang malam,
dan terbanyak ditemukan pada puku123.00-24.00. An. aconitus di alam terbanyak
ditemukan pada lubang-lubang peristirahatan buatan yang bejarak 20 meter dari
m a h penduduk, dan banyak ditemukan dengan kondisi pemt penuh darah.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang bejudul
STUD1 PERILAKU BERISTIRAHAT NYAMUK Anopheles DI DESA
S E D A W KECAMATAN LOAN0 KABUPATEN PURWOREJO JAWA
TENGAH
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2002
FITRI
ANTI
NRP.99402
STUD1 PERILAKU BERISTIRAHAT NYAMUK Anopheles
DI DESA SEDAYU KECAMATAN LOAN0 KABUPATEN
PURWOREJO JAWA TENGAH
FITFU RIYANTI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Mzgister Sains pada
Program Studi Entomologi Kesehatan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul Tesis
: Studi Perilaku Berstirahat Nyamuk Anopheieh & i)esa
Nama
Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Punvorejo Jawa
Tengah.
: Fitri Riyanti
: 99402
: Entomologi Kesehatan
NRP
Program Studi
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing,
Prof. 6r. Singmh H. Sigit. MSc
Ketua
-
C
Dr. Upik Kesumawati Hadi. MS
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
Entomologi Kesehatan,
Tanggal Lulus : 13 Pebruari 2002
Anggota
RIWAYAT HZDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Pebruari 1963 di Jakarta dari orang tua
bemama Abdul Karim dan Sri Kantari.
Penulis menyelesaikan pendidiian Sekolah Dasar Negeri Pondok Labu I
Pagi di Jakarta pada tahun 1974, pada tahun 1977 lulus Sekolah Menengah
Pertama Negeri 68 di Jakarta dan pada tahun 1981 lulus Sekolah Menengah Atas
Negeri 46 di Jakarta. Penulis memperoleh gelar Sarjana Biologi dari Universitas
Nasional di Jakarta pada tahun 1990.
Penulis sejak tahun 1992 sampai dengan sekarang bekerja di Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular d m Penyehatan Ligkungan
Departemen Kesehatan di Jakarta.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehiigga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Maret hiigga Agustus 2001 ini ialah perilaku dan
tempat-tempat beristirahat Anopheles di dalam dan di luar rumah, di Desa Sedayu
Kecamatan Loano Kabupaten Punvorejo Jawa Tengah.
Penyakit Malaria di Jawa Tengah sampai saat ini masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di beberapa daerah pedesam, terutama di kawasan
Bukit Menoreh, Kabupaten Punvorejo. Medan yang berbukit, curah hujan cukup
dan kawasan hutan rakyat yang kurang terpelihara dan adanya genangan
airlrembesan merupakan tempat yang sesuai untuk perindukan nyamuk
Anopheles. Desa Sedayu adalah satu desa yang berada pada Bukit Menoreh dan
merupakan desa reseptif malaria sepanjang tahun.
Berbagai cara penanggulangan telah dilaksanakan tetapi kasus rnasih
tetap tinggi. Hal ini membuktikan kurang efektifnya pelaksanaan pemberantasan
malaria di kawasan Bukit Menoreh, dan
kurang lengkapnya data bionomik
Anopheles yang beraneka ragam, terutama tempat istuahatnya.
beristirahat spesies nyamuk Anopheles
Tempat
penting diketahui untuk memahami
epidemiologi penyakit yang ditularkannya,
dan merupakan dasar untuk
menentukan strategi ~engendaliansecara tepat.
Studi perilaku beristirahat nyamuk Anopheles di Desa Sedayu Kecamatan
Loano Kabupaten Punvorejo Propinsi Jawa Tengah, merupakan syarat yang hams
penulis penuhi untuk memperoleh gelar Magister Sains bidang Entomologi
Kesehatan pada Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada
kasih
kesempatan
ini
penulis ingin
menyampaikan rasa terima
kepada Prof. Dr. Singgih H. Sigit, MSc, ketua komisi pembimbiig atas
saran dan bimbingan selama penelitian hingga penulisan tesis ini. Hal yang
sama penulis sampaikan juga kepada anggota komisi pembimbiig yaitu Dr. Upik
Kesumawati Hadi, MS dan Dr. F.X. Koesharto, MSc.
Terima kasih disampaikan pula kepada Instansi pemerintah antara lain
Departemen Kesehatan RI,
khususnya Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Ligkungan Departemen Kesehatan yang telah
memberikan kesempatan tugas belajar dan Proyek Intensifikasi Pemberantasan
Penyakit Menular (ICDC Project) yang telah memberikan beasiswa. Juga kepada
Diektur Penyehatan Ligkungan Ditjen PPM & PL, kepada H. Ma'aruf, SKM,
MM sebagai Kepala Sub Diektorat Pengendalian Vektor Direktorat Penyehatan
Lingkungan, Bupati Kabupaten Purworejo, D i a s Kesehatan Kabupaten
Purworejo, Camat Loano, Puskesmas Loano 11, Bapak Drs. Kosim sekeluarga dan
warga desa Sedayu atas bdntuan moril dan spirituil.
Iiasa hormat penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga
tercinta yang selalu memberi semangat untuk keberhasilan penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempuma.
Walaupun demikian semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat
mempakan dasar dalam penelitian selanjutnya dan bermanfaat bagi mereka yang
memerlukan.
Bogor, Pebruari 2002
Penulis
I
DAFTAR IS1
nan
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
...
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
Xlll
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiv
PENDAHULUAN ..........................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
Situasi Global Penyakit Malaria ...............................................................
Upaya Penanggulangan.............................................................................
Pengobatan................................................................................................
. .
Vaksmasi...................................................................................................
Pengendalian Vektor .................................................................................
Peranan Anopheles Sebagai Vektor Malaria.............................................
Perilaku Istirahat Nyamuk Anopheles .......................................................
Faktor yang Mempengaruhi Tempat Istirahat Nyamuk ............................
Pengaruh Tumbuhan Terhadap Tempat Hinggap, Istirahat dan
Tempat Berlindung Nyamuk ....................................................................
BAHAN DAN METODE ...............................................................................
Lokasi Penelitian ......................................................................................
Waktu Penelitian.......................................................................................
..
Metode Penelltian.....................................................................................
Bahan dan Metode Penangkapan..............................................................
Penangkapan Nyamuk di Dalam Rumah Sepanjang Malam....................
Penangkapan Nyamuk di Dalam Rumah Pagi Hari..................................
Penangkapan Nyamuk di Kandang Sapi d m Sekitarnya..........................
Penangkapan Nyamuk di Alam (luar rumah) pada Pagi Hari..................
Penangkapan Nyamuk di Lubang-lubang Buatan
(luar rumah) pada Pagi Hari......................................................................
Data Ligkungan .......................................................................................
Analisis Data .............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Penangkapan Nyamuk yang Beristirahat di dalam Rumah
Sepanjang Malam d m Pagi Hari .............................................................
Penangkapan Nyamuk di Kandang Sapi Sepanjang
Malam dan Pagi Hari................................................................................
Penangkapan Nyamuk Anopheles di Alam pada Pagi Hari......................
Penangkapan Nyamuk di Lubang-lubang Buatan pada Pagi Hari ...........
Penangkapan Nyamuk Anopheles yang Beristirahat di Dalam Rumah,
di kandang, di Alam dan Lubang Buatan (pit trap).................................
Pembahasan Umum..................................................................................
KESIMPULAN...............................................................................................
94
DAFTAR ACUAN. ........................................................................................
95
LAMPIRAN....................................................................................................
101
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah sepanjang malam dari Bulan Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu ..............................................................................................
41
2 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di &lam
rumah pagi hari dari Bulan Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu ..............................................................................................43
3 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah sepanjang malam berdasarkan lokasi dari Bulan
Maret-Agustus 2001 di Desa Sedayu .......................................................... 44
4 Total hail penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah .
pagi
- hari berdasarkan lokasi dari Bulan MaretAgustus 2001 di Desa Sedayu .................................................................. 46
5 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah sepanjang malam berdasarkan ketinggian dari
Bulan Maret- Agustus 2001 di Desa Sedayu ........................................ 48
6 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di dalam
rumah pagi hari berdasarkan ketinggian dari Bulan MaretAgustus 2001 di Desa Sedayu ...................................................................... 50
7 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di &lam rumah
sepanjang malam berdasarkan kondisi perut dari Bulan MaretAgustus 2001di Desa Sedayu ....................................................................... 52
8 Total h a i l penangkapan nyamuk Anopheles di dalam rumah pagi
hari berdasarkan kondisi perut dari Bulan Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu .............................................................................................54
9 Jurnlah nyamuk tertangkap sewaktu beristirahat di dalam rumah
sepanjang malam selama enam bulan di Desa Sedayu .............................. 55
10 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di kandang sapi
dan sekitamya sepanjang malam dari Bulan MaretAgustus 2001 di Desa Sedayu .................................................................... 59
11 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di kandang sapi
dan sekitarnya pada pagi hari dari Bulan Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu .............................................................................................60
12 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles berdasarkan
ketinggian tempat hinggap di kandang sapi dan sekitarnya
sepanjang malam dari Bulan Maret-Agustus 2001 di Desa Sedayu
............ 61
13 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles berdasarkan
ketinggian tempat hinggap di kandang sapi dan sekitamya
pagi hari dari Bulan Maret-Agustus 2001 di Desa Sedayu .......................... 64
14 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles di kandang sapi dan
sekitarnya sepanjang malam berdasarkan kondisi perut dari
Bulan Maret-Agustus 2001 di Desa Sedayu ............................................... 66
15 Kondisi perut nyamuk Anopheles yang beristirahat di kandang sapi
dan sekitarnya pada pagi hari dari Bulan Maret - Agustus 2001
di Desa Sedayu .......................................................................................
68
16 Jumlah nyarnuk Anopheles tertangkap sewaktu beristirahat di kandang
sapi sepanjang malam selama enam bulan Di Desa Sedayu ........................ 70
17 Jumlah nyamuk Anopheles yang beristirahat di alam pada
-pagi
- hari berdasarkan tempat
- istirahat alarniah dari Bulan MaretAgustus 2001 di Desa Sedayu.................................................................... 74
18 Kondisi perut nyamuk Anopheles yang beristirahat di alam
pagi hari dari Bulan Maret-Agustus 2001di Desa Sedayu ...........................
79
19 Total hasil penangkapan nyamuk Anopheles yang beristirahat di lubang
buatan @it trap) berdasarkan jarak lokasi lubang dengan sumber
darah atau rumah penduduk pads pagi hari dari Bulan Maret..
Agustus 2001a1 Desa Sedayu ....................................................................... 81
20 Kondisi perut nyamuk Anopheles yang beristirahat di lubang
buatan @it trap) pada pagi hari dari Bulau Maret-Agustus 2001
di Desa Sedayu .............................................................................................. 84
21 Nyamuk Anopheles yang tertangkap pada lubang peristirahatan
buatan selama enarn bulan di Desa Sedayu ................................................. 87
22 Nyamuk Anopheles yang beristirahat di dalam rumah, di sekitar
kandang, alam dan lubang buatan @it trap) dari Bulan MaretAgustus 2001di Desa Sedayu ......................................................................89
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta dukuh Sejati ..................................................................................... 28
2 Penangkapan nyamuk di dalam rumah pada malam hari dengan
menggunakan aspirator .............................................................................
3 Aspirator
31
.................................................................................................... 3 1
4 Kondisilbentuk perut nyamuk betina
............................ ;...........................
33
.....................
34
5 Kandang sapi yang digunakan untuk penangkapan nyamuk
6 Penangkapan nyarnuk Anopheles yang beristirahat di alam pagi
hari pada pohon kapulaga, dengan aspirator ...........................................
35
7 Penangkapan nyamuk Anopheles yang beristirahat di semak-semak
dengan menggunakan drop-net .................................................................
36
.......................................
38
9 Penangkapan nyamuk yang beristirahat di lubang peristirahatan
buatan atau pit trap ...............................................................................
38
10 Pola beristirahat nyamuk Anopheles di dalam rwnah sepanjang
malam Di Desa Sedayu .......................................................................
56
11 Jumlah nyamuk Anopheles yang beristirahat di sekitar
kandang sepanjang malam selama enam bulan di Desa Sedayu .............
71
12 Banyaknya nyamuk Anopheles yang beristirahat di alam pagi hari
Menurut spesies dari Bulan Maret - Agustus 2001 di Dzsa Sedayll ........
75
8 Lubang peristirahatan nyamuk buatan @it trap)
13 Jumlah nyamuk Anophelzs yang beristirahat di alam pagi hari
menurut tempat istirahat alamiah dari Bulan Maret - Agustus 2001
Di Desa Sedayu ........................................................................................ 76
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah sepanjang malam berdasarkan lokasi ..........................
101
2 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah pagi hari berdasarkan lokasi .......................................
102
3
Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah sepanjang malam berdasarkan ketinggian
..................
103
4 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah pagi hari berdasarkan ketinggian ................................
104
5 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah sepanjang malam berdasarkan kondisi perut
..............
105
6 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah pagi hari berdasarkan kondisi perut ............................
106
7 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di kandang sepanjang malam berdasarkan ketinggian ..........................
107
8 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di kandang pagi hari berdasarkan ketinggian ........................................
108
9 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di kandang sepanjang mzlam berdasarkan kondisi perut .....................
109
10 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di kandang pagi hari berdasarkan kondisi perut ..................................
110
11 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristiraliat
di lubang buatan berdasarkanjarak dari rumah penduduk
...................
111
12 Analisis statistika nyamuk Anopheles yang beristirahat
di dalam rumah, di kandang, di alam dan di lubang buatan
selama enam bulan ................................................................................
112
PENDAHULUAN
Nyamuk adalah jenis
serangga yang
sangat diperhatikan di bidang
kesehatan, karena banyak yang berperan sebagai vektor penyakit, di samping
mengganggu ketenteraman manusia dan hewan piara. Nyamuk Anopheles spp
mempakan jenis nyamuk yang dapat menularkan penyakit malaria pada manusia.
Nyamuk Anopheles yang ada di Indonesia terdiri atas 86 spesies (O'Connor dan
Sopa 1981), 27 di antaranya berperan sebagai vektor malaria, tetapi yang efektif
hanya 19 spesies (Depkes 1990). Nyarnuk Anopheles mempunyai bionomi yang
beraneka ragam, seperti tempat perindukannya, jar& dan tinggi terbangnya,
tempat menggigit dan juga tempat istirahatnya.
Penyakit malaria di Jawa Tengah sampai saat ini mash mempakan
masalah kesehatan masyarakat di beberapa daerah pedesaan, temtama di daerah
endemis di kawasan Bukit Menoreh dengan medan yang berbukit, curah hujan
cukup dan kawasan hutan rakyat yang kurang terpelihara dengan baik. Semak
belukar dan rembesan tgenangan air, belik menjadi tempat yang sesuai untuk
perindukan nyamuk Anopheles.
Keadaan malaria di Punvorejo pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1999
terlihat adanya peningkatan kasus sebesar 20 kali lipat, dari 127 kasus pada bulan
Januari 1996 menjadi 1731 pada bulan Desember 1999. Target angka positif
parasit dalam satu tahun atau annual parasite incidence (API) pada program
pemberantasan malaria di Jawa-Bali adalah 0.12 per 1000 penduduk. Namun
pada tahun 1999 tidak tercapai bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, angka API
Punvorejo meningkat menjadi 3 per 1000 penduduk (Depkes 2000 a).
Ju~nlah desa kasus tinggi (high case incidence, HCI=API 25 %)
meningkat dari tahun 1995 sebanyak 23 desa menjadi 36 desa di bukit Menoreh
pada tahun 1998, sedangkan untuk keseluruhan Purworejo dari 82 desa HCI tahun
1994 meluas menjadi 96 desa HCIpada tahun 1998 (Depkes 2000a)
Desa Sedayu merupakan satu desa yang berada pada Bukit Menoreh yang
keadaan topografi berupa daerah perbukitan dengan banyak sungai kecil dan
persawahan tadah hujan maupun persawahan sepanjang tahun. Desa Sedayu
merupakan desa rawan malaria sepanjang tahun. Di Desa Sedayu sejak tahun
1997 API meningkat dari 50 %O menjadi 140.8 960 pada tahun 1998 dan 263.7 %
pada tahun 1999 dan terakhir pada tahun 2000 menjadi 473.5
%a.
Berarti selama
ini ada peningkatan sebanyak sembilan kali (Depkes 2000a).
Berbagai cara penanggulangan telah dilaksanakan yakni pencarian dan
pengobatan penderita serta pengendalian vektor, namun kasus malaria masih
tinggi. Tingginya kasus malaria di Kapubaten Purworejo di sekitar bukit Menoreh
membuktiian kurang efektihya pelaksanaan pemberantasan malaria termasuk
kurang lengkapnya data tentang bioekologi vektor. Penyebarn dan peran spesies
Anopheles sebagai vektor malaria untuk tiap daerah tidak sama. Suatu spesies di
suatu daerah dapat menularkan parasit malaria, tetapi di daerah lain mungkin tidak
mampu menularkannya. Mengingat vektor malaria di Indonesia sangat banyak
dan daerah satu dengan lainnya berbeda, maka penelitian tentang bionomik untuk
tiap spesies dan daerah mutlak diperlukan termasuk perilaku beristirahat.
Menurut Suwasono et al. (1994) An. balabacensis clan An. rnaculatus
merupakan vektor malaria di daerah pegunungan Purworejo, Jawa Tengah. Aspek
bionomik vektor yang telah diietahui adalah tempat perindukan nyamuk beru~ia
sumber air atau genangan air, kobakan yang terdapat di sungai. Sementara itu
tempat istirahatnya belum ditemukan. Anopheles aconitus juga merupakan vektor
malaria di Kabupaten Punvorejo.
Berdasarkan latar belakang pe&asalahan
tersebut dilakukan penelitian
tentang perilaku istirahat nyamuk Anopheles. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mengetahui lokasi nyamuk Anopheles yang beristirahat di dalam atau di luar
rumah, (2) mengetahui tempat-tempat nyamuk Anopheles beristirahat di dalam
rumah, (3) mengetahui tempat nyarn.uk beristirahat di luar rumah, (4) mengetahui
perilaku istirahat sementara, sebelum atau sesudah serta sebelum dan sesudah
menggigit.
TINJAUAN PUSTAKA
1 Situasi global penyakit malaria
Malaria merupakan masalah kesehatan dunia berupa kesakitan dan
kematian di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Di seluruh
dunia ditemukan 300-500 juta kasus dan kematian satu sampai dua juta per
tahun (WHO 1998a). Penyakit malaria baasal dari benua Afkika. FosiI nyamuk
pembawa malaria berumur tiga puluh juta tahun ditemukan di sana. Nyamuk ini
menyebarkan malaria ke daerah beriklim panas di seluruh dunia (Nadesul 1996).
Menurut Wemsdorfer dan McGregor (1988) malaria ditemukan di daerahdaerah, mulai dari 64 " lintang utara (Archangel di Uni Soviet) sampai 32 lintang
selatan (Cordoba di Argentina), dari 400 meter di bawah permukaan laut (laut
mati) sampai 2600 meter di atas permukaan laut di Cochabamba (Bolivia)
Menurut WHO (1985a) di daerah tropis Afrika, malaria merupakan
masalah kesehatan yang sangat serius dibandingkan negara-negm lain di Afkika.
Di negara ini malaria dianggap sebagai penyebab 10% kematian bayi dan anakanak di bawah usia 14 tahun setiap tahunnya namun korban terbesar adalah anakanak yang berumur antara enam bulan hingga empat tahun.
Malaria impor merupakan masalah yang mulai timbul di seluruh dunia.
Sebagian dari ha1 ini disebabkan karena meningkatnya lalu lmtas internasional
dan sebagian lagi karena timbulnya kembali penyakit malaria di daerah yang
sudah diberantas secara keseluruhan maupun barn sebagian. Walaupun kampanye
pembasmian malaria berhasil, sebagian besar negara di seluruh dunia masih
merupakan sumber dan resewoar infeksi malaria.
Menurut Schulz (1989) penyakit malaria pada pelancong intemasional
meningkat selama dua dasawarsa terakhir. Di Amerika Serikat jumlah penderita
malaria bertambah dari 89 orang pada tahun 1966 menjadi 446 orang pada tahun
1980, di Kanada dari tujuh kasus malaria impor pada tahun 1987 meningkat
smpai 302 kasus pada tahun 1986, di Inggris dari jumlah kurang dari 100 orang
per tahun pada tahun 1960 an sampai 1698 orang pada tahun 1985. Seluruh Eropa
mengimpor 138 kasus pada tahun 1971 dan jumlah ini meningkat sampai 4041
kasus dalam tahun 1979. Afiika Timur (temtama Kenya) mempakan sumber
infeksi malaria falsiparum untuk penduduk Amerika dan penduduk Swiss yang
mengunjungi negara tersebut.
Menurut Depkes (1990) Indonesia termas.uk negara dengan transmisi
malaria yang masih cukup tinggi, temtama di daerah luar Jawa, Madwa dan Bali.
Depkes (2001) melaporkan bahwa angka kesakitan malaria sejak empat tahun
terakhir menunjukkan kecenderungan yang cukup mengkhawatirkan. Misalnya di
Pulau Jawa dari 12 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 1997 meningkat
menjadi 81 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2000, dimana pennasalahan
terbesar terfokus di kawasan Bukit Menoreh, meliputi Kabupaten Purworejo dan
Magelang di Jawa Tengah, dan Kabupaten Kuhn Progo di DI Yogyakarta.
Sementara itu di luar Jawa, angka kesakitan malaria dari 1.600 tahun 1997
meningkat menjadi 3100 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2000. Pada
tahun 1998 telah tejadi KLB malaria pada empat kabupaten di empat propinsi
yaitu Kabupaten Belitung (Sumatera Selatan), Lampung Selatan (Lmpung),
Kulon Progo (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Kabupaten Purworejo ( Jawa
Tengah) yang menyerang 55 Desa pada 10 wilayah Puskesmas. Jumlah penderita
yang dilaporkan sebanyak 17.076 dengan kematian enam orang (Depkes 2000b).
WHO, Bank Dunia, UNICEF, dan UNDP pada tahun 1998 telah
memprakarsai untuk membantu negara-negara anggota untuk meningkatkan upaya
pemberantasan malaria dengan upaya program Roll Back Malaria (RBM). Tujuan
dari program RBM adalah meningkatkan peran serta lintas sektor, lembaga
swadaya masyarakat termasuk dunia usaha/swasta dan seluruh komponen
niasyarakat dalam upaya pemberantasan malaria. Operasionalisasi RBM di
Indonesia dikenal dengan "Gerakan
Berantas Kembali Malaria atau Gebrak
Malaria" yang dicanangkan Menteri Kesehatan 8 April 2000 di Kupang, Nusa
Tenggara Timur dan telah dipilih tiga kabupaten sebagai daerah percontohan
yakni Kabupaten Kepulauan Riau, Cilacap dan Lombok. Ketiga kabupaten ini
melakukan upaya pemberantasan malaria melakukan kerjasama dengan sektorsektor terkait seperti perikanan, pengembangan wilayah dan pemukiman, tenaga
kerja, pariwisata, pertambangan, kehutanan dan komponen masyarakat termasuk
dunia usahdswasta (Depkes 2001).
2
Upaya penanggulangan
2.1 Pengobatan
Menurut Depkes (1999) upaya-upaya pengobatan malaria
menemukan penderita
adalah
sedini mungkin, mengobati secara efektif untuk
mengurangi/membasmi parasitemia, mencegah komplikasi dan kematian,
menemukan dan mengatasi rekrudensi/relaps dan mengurangi penularan. Ada
lima obat utama yang dipakai dalam program pemberantasan malaria yaitu
klorokuin, pirimetamin, primakuim, kina dan kombiiasi sulfadoksin dengan
pirimetamin. Penggunaan obat ditentukan oleh umur penderita, berat badannya,
jenis parasit dan tingkat endemisitas dari daerah tempat tinggal penderita.
Menurut CDC (1985) obat yang sering digunakan untuk mencegah
timbulnya gejala klinik diberikan pada orang yang pergi ke daerah endemik yaitu
kina, klorokuin, hidrosiklorokuin, semuanya efektif apabila organisme masuk ke
eritrosit melalui hati dan mulai dengan siklus eritrositik. Secara umum klorokuin
mempakan pilihan utama bagi profilaksis terhadap P. falciparum, tetapi kurang
efektif terhadap P. vivax. Kombinasi pirimetamin dengan sulfadoksin hanya
dianjurkan untuk profilaksis di daerah yang resisten terhadap klorokuin dan
digunakan bagi pelancong yang tinggal untuk waktu lama di suatu daerah dengan
transmisi yang tinggi. Resistensi terhadap Fansidara telah dilaporkan di Thailand
pada tahun 1981 (CDC 1982; Huritz et ai. 1981; Kean 1979; McQuay et al.
1967). Pada keadaan ini biasanya digunakan kina. Kombinasi kina dengan
tetrasiklin dianjurkan untuk pengobatan yang telah resisten dengan klorokuin dan
Fansidara (McQuay et al. 1967).
Menurut Bruce-Chwatt et al
(1981) untuk memberantas malaria dari
tubuh, baik stadium yang berada di hati maupun sel darah merah dilakukan
pengobatan radikal. Pengobatan biasanya diberikan kepada seseorang setelah
kembali dari daerah endemik clan akan mencegah kambuh dari P. vivax atau P.
ovule, meskipun relap terhadap P. vivax dan P. ovule dilaporkan terjadi setelah
pengobatan dengan priinakuin
Soepanto (1983) menyatakan bahwa penggunaan obat-obatan anti malaria
yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi parasit terhadap obat tersebut.
Penggunaan obat-obatan anti malaria perlu sekali mempertimbangkan kriteria,
jenis obat yang akan digunakan maupun dosisnya. Di Indonesia resistensi P.
falciparum terhadap gol-4-aminoquinolines telah dilaporkan pertama kalinya pada
tahun 1973 dari Kalimantan Timur. Kemudian dilaporkan pula adanya resistensi
di Irian Jaya. Meskipun demikian spesies parasit yang lainnya masih sensitif
terhadap klorokuin. Hingga sekarang hasil tes menunjukkan malaria falciparum
yang resisten terhadap klorokuin telah tersebar ke seluruh propinsi kecuali D. I.
Yogyakarta. Fokus resisten dengan derajat resistensi yang lebii tinggi banyak
ditemukan di Indonesia Bagian Timur dan beberapa fokus di Jawa Tengah. Di
Indonesia Bagian Barat sifat penyebarannya lebii sporadis. Obat kombinasi
sulfadoksin-pirimetamin tersedia di Puskesmas daerah resisten untuk mengobati
penderita malaria falciparum (Depkes 1990).
Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten pada bulan
September 2001 telah melakukan pengobatan masal dengan menggunakan obat
baru dari Cina atas bantuan dari WHO bagi penderita malaria di Kabupaten
P w o r e j o dan Kabupaten Kulonprogo.
Dari komposisi dan formulasi farmasinya obat Cina ini mengandung zatzat aktif, yaitu : artemisinii, artemether dan lumefantrine. Artemether merupakan
lacton sesquiterpene yang diambil dari bahan alami artemisinin. Lumefantrine
merupakan sintesis rasemic dari campuran flurene. Satu tablet mengandung 20 mg
artemether dan 120 lumefantrine (WHO 1998b).
2.2 Vaksinasi.
Penelitian imunologi perlu dikembangkan guna menunjang diagnosis jika
patasitnya sukar ditemukan dalam darah, penelitian imunologi juga dapat
memberikan gambaran tentang derajat endemi di suatu daerah, terutama jika
ditemukan banyak splenomegali, yang mungkin dapat disebabkan oleh penyakitpenyakit lain.
Hingga kini tidak ada cara untuk memperoleh antigen sporozoit dalam
jumlah memadai dalam waktu singkat yang diperlukan untuk penyelidikan
eksperimental, apalagi untuk vaksin yang dipakai secara lebih luas. Sporozoit
hams diambil dari kelenjar ludah nyamuk yang jelas bukan mempakan sumber
antigen yang banyak, untuk memvaksinasi jutaan penduduk. Penelitian untuk
gene cloning secara klasik yang dilakukan masih membutuhkan sporozoit (yang
sulit didapat) karena memerlukan mRNA yang sesuai dengan gen yang
dibutuhkan. Di Amerika Serikat untuk pertama kali ditemukan antigen protektif
utama pada permukaan parasit malaria binatang pengerat : PB 44, suatu
polipeptida dengan t 44 kilodalton. Mereka menunjukkan bahwa antibodi
monoklon terhadap antigen ini menyebabkan sporozoit tidak menjadi infektif pada
mencit (Yoshida 1980).
Gen yang mengkode antigen sporozoit protektif telah ditemukan dan
rekayasa genetik digunakan untuk memasukkan gen ke dalam bakteri. Bakteri
yang diubah dengan cara ini &pat membuat antigen sporozoit dan dapat dibidc
dengan mudah. Dalam penelitian memakai sporozoit P. krzowlesi dan P.
falciparum. Adanya antigen pada perrnukaan sporozoit yang dominan yang
disebut protein sirkum sporozoit (circumsporozoite proteidCSP). P. falciparum
terdiri atas 23 tetrapeptida yang diangkai secara tandem dengan masing-masing
tetrapeptida yang mengandung 4 asam amino dalam urutan prolin-asparaginalanin-asparagin (NANP). Tahun 1984 "gene coding" untuk CSP telah di klon dan
antigen rekombinan pertama yang terdiri dari 32 NANP yang disebut sebagai
R32tet32 telah diasilkan (WHO 1984).
Penelitian tentang parasit malaria sudah banyak dilakukan di luar negeri
baik "in vivo" pada manusia dan binatang percobaan, maupun "in vitro" dengan
biakan jaringan, Hal ini di Indonesia masih sangat sedikit dilakukan. Biakan
parasit malaria dapat dipergunakan untuk melihat kepekaan atau resistensi parasit
terhadap obat-obatan untuk penyelidikan imunologi dan pembuatan vaksin.
Dengan ditemukannya kasus-kasus malaria falciparum yang resisten terhadap
klorokuin di Indonesia, maka timbul berbagai masalah pengobatan. Penggunaan
obat-obatan anti malaria yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi parasit
terhadap obat tersebut. Telah dilaporkan pula adanya resistensi P. v i v a dan P.
malariae terhadap pirimetamin dan proguanil di Irian Jaya, tidak tertutup
kemungkinan adanya resistensi terhadap obat-obatan tersebut ditempat lain
( Soepanto 1983).
Menurut Perrin (1982) resistensi terhadap P. falciparum terlihat pada
defisiensi G6PD (ga!aktosa-6-posfat dehidrogenase). Kekebalan parsial terhadap
infeksi malaria terliiat di daerah endemik bila di dalam darah penderita terdapat
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan keabnormalan haemoglobim yaitu
haemoglobin jenis C (HbC), jenis E (HbE), P-thalasemia yaitu thalasemia yang
terjadi karena gangguan sintesa rantai
P, clan defisiensi Fosfor dan Kalium (Seidel
1985).
Markel dan Voge (1981) menyatakan bahwa eritrosit dengan duffy
antigen-negatif, kekurangan reseptor permukaan untuk invasi P. vivax. Banyak
orang dari Afrika Barat dan beberapa orang kulit hitam Amerika mempunyai
durn antigen-negatif, yang dapat menerangkan rendahnya insidens P. v i v a di
Afiika Barat. Di daerah lain di Afrika, prevalensi P.vivax lebih tinggi.
Bayi pada tahun-tahun pertama kehidupannya, relatif kebal terhadap
infeksi malaria, disebabkan oleh adanya kandungan HbF yang tinggi, kekebalan
pasif dari antibodi ibunya dan kekurangan paraaminobenzoic acid (PABA) dalam
diet ( Gautam et al. 1980; Hommel 1981; Penin et al. 1982 dan Seidel 1985).
2.3 Pengendalian vektor
Menurut Wemsdorfer dan Mc.Gregor (1988) pengendalian vektor di
sekitar danau Victoria di Propinsi Nyanza, Kenya dengan penyemprotan rumah
selama dua tahun menggunakan organofosfat dan fenitrotion. Meskipun tidak
sempurna mengendalikan malaria namun secara umum kematian dapat dikurangi
dari 23.9 menjadi 13.5 kasus kematian per 1000 orang dan mengurangi kematian
bayi dari 157 menjadi 93 per 1000 kelahiran.
WHO (1985a) melaporkan bahwa di Turki, program pengendalian
dilakukan sejak tahun 1925. Sampai dengan tahun 1945, sepertiga dari populasi
negara ini atau sebanyak 2.542.272 orang memperoieh perawatan malaria. Pada
tahun 1946 penyemprotan residual di rumah dengan menggunakan DDT
diperkenalkan.
WHO (1980) menyatakan bahwa di Sudan dalam mengatasi penyakit
malaria dan schistosomiasis dikembangkan pengendalian vektor secara terpadu
antara bidang pertanian dengan kesehatan dengan cara pengaturan pola tanam.
Misalnya dengan cara melakukan kegiatan pertanian pada saat vektor rendah dan
menghentikan kegiatan pertanian dengan tujuan agar habitat vektor hilang pada
saat jumlah vektor tinggi. Pengendalian dengan pengaturan sistim irigasi pemah
dilakukan pada irigasi Gezira-Mangil di Sudan.
Pemberantasan atau pengendalian vektor yang dilakukan di Indonesia pada
dasarnya dilakukan secara terpadu dan menyeluruh, artinya pengendalian vektor
dilakukan dengan berbagai upaya yaitu tahap demi tahap baik dari segi
peiaksanaan maupun
pengawasan
yang
dilakukan terns
menerus
dan
berkesinambungan.
Pengendalian vektor secara kimiawi sudah dilakukan sejak tahun 1952
dengan mengadakan penyemprotan rumah-rumah penduduk dengan insektisida
DDT atau dieldrin di Pulau Jawa clan beberapa daerah di luar Jawa secara terbatas
yaitu hanya pada daerah-daerah yang berindeks limpa melebii 50 % dari jumlah
penduduknya (Depkes 1983).
Terlepas dari sifat resistensi vektor terhadap DDT, maka metode ini dapat
efektif apabila vektor yang menjadi sasaran tersebut endofagik clan endofilik
(Depkes 1987). Namun bagi vektor-vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik,
metoda ini kurang mengenai sasaran karena vektor tidak pemah terkontak dengan
insektisida yang disemprotkan. Untuk mengatasi ha1 ini perlu dilakukan
pengamatan terhadap perilaku vektor yang menjadi sasaran.
Apabila vektor
masuk ke dalam rumah hanya untuk mengisap darah kemudian keluar, maka
penyemprotan DDT tidak mengenai sasaran. Untuk mengatasi golongan vektor
yang bersifat eksofagik dan eksofilik itu, dilakukan suatu usaha pengabutan
insektisida di dalam maupun di luar rumah. Cara seperti ini pernah dicoba di
Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo dengan menggunakan insektisida
malation dan fenitrotion untuk nyamuk Anopheles aconitw tetapi hasilnya kurang
memuaskan (Depkes 1987).
Menurut WHO (1985b) sejak tahun 1973 WHO telah merekomendasikan
penggunaan insektisida piretroid sintetik sebagai salah satu insektisida yang dapat
digunakan untuk pengendalian vektor. Insektisida golongan ini diketahui
mempunyai dua efek terhadap serangga yaitu dapat membunuh dengan cepat dan
dapat mengganggu susunan syaraf serangga yang dapat menyebabkan
kelumpuhan. Selain itu piretroid sintetik bersifat stabil, toksisitasnya rendah
terhadap mamalia dan cepat berdegradasi terhadap lingkungan. Berdasarkan sifatsifat tersebut piretroid sintetik digunakan sebagai salah satu insektisida pilihan
sebagai bahan pencelup kelambu (WHO 1989). Penggunaan kelambu sebagai
usaha proteksi terhadap gigitan nyamuk dan serangga telah lama dilakukan oleh
masyarakat. Rozendaal (1989) dan Curtis (1989) menyatakan bahwa kelambu
celup insektisida dapat digunakan di dalam program pengendalian malaria, yaitu
selain berperan sebagai sawar antara nyamuk dan manusia, sekaligus dapat
membunuh dan menghalau nyamuk. Evaluasi mengenai penggunaan kelambu
yaiig dicelup insektisida golongan piretroid sintetik (permetrin, deltametrin dan
lamda sihalotrin) untuk pengendalian vektor malaria di lapangan telah banyak
dilakukan (Curtis 1989;
Gokool 1992; Jaeson 1994). Namun penelitian
mengenai perbandingan efektifitasnya pada kondisi standar masih jarang. Rawina
et a1 (1997) menyatakan bahwa kelambu celup lamda sihalottin 25 mg/m2
mempunyai efek deterent yang lebih besar dibandiig kelambu celup permetrin.
Selain itu baik kelambu celup permettin maupun kelambu celup lamda sihalotrin
mempunyai efek excito-repellent yang sama terhadap vektor malaria di Irian Jaya.
Usaha lain dalam pengendalian vektor malaria di Indonesia adalah dengan
meiakukan pengelolaan lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak lagi
menguntungkan bagi kehidupan vektor. Kegiatan modifikasi lingkungan adalah
kegiatan yang meliputi pengubahan fisik yang sifatnya dapat permanen terhadap
tanah, air dan tanaman dengan tujuan mencegah, menghilangkan atau mengurangi
jumlah tempat perindukan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh samping
terhadap kualitas lingkungan hidup manusia. Termasuk dalam kegiatan ini antara
lain, penimbunan tempat perindukan nyamuk vektor, pengeringan, pengaruh
pengairan, pembuatan bangunan seperti dam, pintu air dan tanggul. Sebagai
contoh yaitu pembersihan lingkungan permukaan lagun dari ganggang atau lumut,
sehiigga lagun tersebut tidak sesuai lagi bagi perkembangan An. sundaicus.
Untuk mengendalikan perkembangbiakan populasi An. aconitus yang mempunyai
tempat perindukan di sawah, maka pemutusan pengairan secara berkala dan
pergantian pola tanaman mempakan tindakan yang efektif (Nalim et a[. 1985a).
Pengendalian dengan menggunakan mahluk hidup (kontrol biotik) juga
dilakukan dengan menggunakan ikan-ikan pemakan jentik. Cara ini pemah
dilakukan di Kabupaten Banjarnegara dengan program mina padi dan peran serta
masyarakat yang kemudian dapat menurunkan kepadatan nyamuk vektor. Dengan
penyebaran ikan Poecilia reticulata umur satu-dua bulan sebanyak dua ekorlm2 di
saluran irigasi yang dilakukan di Desa Pagak Kecamatan Purworejo Klampok,
Kabupaten Banjamegara, pada tahun 1979 sampai dengan 1984 temyata An.
aconitus yang istirahat di sepanjang saluran irigasi pada pagi hari angka
kepadatannya dilaporkan menurun dari 200 ekorlorang/jam pada tahun 1979
menjadi 0.5 ekorlorangljam pada tahun 1984 (Nalim 1985b).
Pengendalian dengan bakteri Bacillus thuringiensis var. israeli tidak
menimbulkan kerugian pada mamalia, tanaman dan organisme bukan sasaran.
Biosida ini toksis terliadap larva Aedes, Culex dan Anopheles (Rishikesh et al.
1983).
Bacillus thuringiensis memproduksi toksin dalam bentuk kristal yang
sangat beracun, oleh larutan alkalis yang terdapat dalam usus serangga terjadi
perubahan pada kristal-kristal dan apabila diabsorbsi ke dalam darah
~nenyebabkankenaikan pH darah. Pada penelitian menggunakan Simulium di dapatkan bahwa serangga akan mati setelah tujuh jam perlakuan dengan Bacillus
thuringiensis (Chilcott et al.
1982). Kimowardoyo et al. (1984) melakukan
aplikasi Bacillus thuringiensis H-14 bentuk cair terhadap larva An. sundaicus
yang disemprotkan ke atas lagun Pameungpeuk Jawa Barat dengan dosis 1.09 2.30 kg/Ha bahan aktif, berhasil menurunkan kepadatan larva stadium tiga dan
stadium empat hingga 80 % lebih.
Penelitian dengan menggunakan ekstrak tumbuhan di Indonesia barn
dalam taraf studi pendahuluan. Aminah et al. (1985) telah melakukan beberapa
studi pendahuluan di antaraliya penggunaan sari bawang merah (Allium cepa),
Konsentrasi 1 % dapat memacu pertumbuhan pradewasa Aedes aegypti,
konsentrasi 5 % dan 10 % menghambat pertumbuhan sedangkan konsentrasi 25 %
mematikan. Penggunaan ekstrak bawang merah
yang paling efektif
ialah
daunnya kemudian diikuti ekstrak akar dan umbinya.
Pemakaian ekstrak biji jarak (Ricinus communis) konsentrasi 1500 ppm
menimbulkan kematian larva Aedes aegypti sebesar 97 % setelah 72 jam pasca
perlakuan (Aminah dan Hermawanto 1988). Pengaruh ekstrak bunga sungsang
(Gloriosa su~erba),daun sembung (Blumea balsamifera) dan buah serta daun
pucung (Pangium edule) terhadap larva Aedes aegypti telah diuji coba oleh
Aminah et al. (1991). Didapatkan bahwa LC95 untuk daun sungsang, buah
pucung, daun sembung dan dam pucung berturut-turut ialah 600, 1200, 2250
dan 3250 ppm.
3 Peranan Anopheles sebagai vektor malaria.
Penularan penyakit di alam terjadi karena adanya interaksi antara faktor
penyebab penyakit, hospes dan lingkungan. Bembahnya salah satu faktor akan
merubah keseimbangan yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit. Di
Indonesia telah ditemukan sebanyak 86 jenis nyamuk Anopheles (O'connor dan
Sopa 1981). Sembilan belas jenis diantaranya mempakan vektor malaria atau
filaria di beberapa daerah (Depkes 1987). Dari sekian banyak tersebut, maka
Anopheles aconitus mempakan vektor penyakit malaria yang utama di daerah
persawahan (Joshi et al. 1977).
Menurut Sundararaman et al. (1957) di Jawa hanya terdapat empat spesies
vektor malaria, yaitu An. aconitus dan An. sundaicus mempakan vektor utama, .
sedangkan An. subpictus dan An. maculatus vektor sekunder. An. aconifus
mempakan vektor di daerah pedalaman, yaitu di daerah pertanian padi, temtama
yang sistem persawahannya bertingkat. An. sundaicus bertindak sebagai sebagai
vektor di daerah sepanjang pantai dan tempat perkembakbiakannya hanya terbatas
di air payau. An. subpictus juga berperan sebagai vektor di daerah pantai,
sedangkan An. maculatus di daerah pegunungan.
Di Jawa dan Bali, vektor sekunder yang penting adalah An. balabacensis,
An. flavirosfris dan An. sinensis. Selama survei di Sumatera dengan menggunakan
koleksi umpan,
didapatkan An. aconitus, An. annularis,
An. barbirostris,
An. maculatus, An. nigerrimus, An. sundaicus dan An. vagus ( Singh 1955- dalam
Wernsdorfer dan McGregor 1988).
Di Sulawesi yang dinyatakan sebagai vektor malaria adalah An. aconitus,
An. barbirostris, An. flaviroshis, An. nigerrirnus, An. subpictus, An. tessellatus
dan An. vagus (Lien et a1 1977). Di Timor 14 Anopheles sudah diidentifikasi, di
antaranya yang mungkin dapat berperan sebagai vektor malaria di Timor adalah
An. annularis, An. barbirostris, An. flavirostris, An. subpictus dan An. sundaicus
(Lien et al. 1975). Vektor malaria di Irian Jaya, yaitu dari punctulatus group
(An. punctulatus, An. koliensis dan An. farauti) dapat hidup dimana-mana (Lee et
al. 1980)
Vektor
malaria
An. nigerrirnus, di
di
Kalimantan
adalah An.
balabacensis
dan
Sulawesi An. ludlowae dan An. barbirostris, di Sumatra
An. sinensis dan An. nigerrimus (Bonne-Wepster dan Swellengrebel
1953,
Horsfall 1955). Menurut Van Peenen et al. (1975) yang berperan sebagai vektor
malaria di Kalimantan adalah nyamuk dari kelompok An. hyrcanus, An. subpictus
dan An. kochi.
Suatu species nyamuk dapat menjadi vektor penyakit, bila memenuhi
beberapa syarat tertentu antara lain, umur nyamuk hams cukup lama sehingga
parasit dapat menyelesaikan siklus hidupnya di dalam tubuh nyamuk. Sebagai
suatu contoh perkiraan pertumbuhan parasit Plasnzodiurn vivar adalah tujuh hari,
P. falciparurn 10 hari dan P. malariae 14 sampai 16 hari, sedangkan larva cacing
Brugia tirnori pada nyamuk Anopheles barbirostris 12 hari dan pada Aedes togoi
7.5 hari (Soeroto et al. 1985 dalam Depkes 1987).
Faktor lain adalah kepadatan nyamuk yang pada umumnya dipengaruhi
oleh topografi daerah, kesuburan daerah yang berarti terdapat orang dan ternak
sebagai sumber makanan nyamuk, rumah dan halaman serta kebun-kebun sebagai
tempat hinggap dan istirahat nyamuk serta ada sumber air atau genangangenangan air sebagai tempat perindukan. Faktor tersebut kiranya sangat didukung
oleh alam dan topografi daerah Jawa Tengah bahwa Anopheles aconitus dapat
berkembang dengan baik karena pada umumnya persawahan di daerah ini banyak
berteras-teras dengan keadaan temak penduduk yang tersebar merata sehiigga
menciptakan suasana yang cocok untuk perkembangbiakannya (Joshi e! al.
1977).
Faktor yang tak kalah penting adalah tersedianya sumber penularan yaitu
adanya orang sakit dengan pertumbuhan parasit pada tingkat stadium tertentu
dalam darahnya sebagai sumber penularan.
Faktor-faktor tersebut di atas sifatnya dapat khusus bagi masing-masing
spesies nyamuk dan berkaitan erat dengan sifat-sifat genetik masing-masing
nyamuk, oleh karena itu spesies yang sama merupakan vektor suatu penyakit
tertentu di suatu daerah, tetapi bukan atau tidak berperan sebagai vektor di daerah
lain. Hal ini disebabkan salah satu faktor penting yang a& di suatu daerah belum
tentu sama atau tersedia bagi kelangsungan hidup parasit maupun vektor yang
bersangkutan. Satu contoh adalah Anopheles maculatus merupakan vektor
penyakit malaria di Malaysia tetapi bukan sebagai vektor penyakit tersebut di
daerah Kalimantan (Kettle 1984) ha1 ini disebabkan faktor umur spesies yang
bersangkutan dan kelembaban udara di kedua tempat berlainan.
4 Perilaku istirahat nyamuk Anopheles.
Kebiasaan hiiggap/istirahat dari nyamuk mempunyai dua pengertian,
yaitu: (1)Hinggaplistirahat yang bersifat sementara, yaitu pada waktu malam,
pada waktu nyamuk tersebut akan atau selesai mengisap darah. Nyamuk yang
masuk ke runah untuk mencari darah, dibagi menjadi empat kemungkinan yaitu :
(a) nyamuk masuk ke dalam rumah langsung menggigit, kemudian langsung
keluar, (b) nyamuk masuk ke dalam m a h langsung menggigit, lalu hinggap di
dinding, barn kemudian keluar, (c) nyamuk masuk ke dalam rumah, kemudian
hinggap di dinding, lalu menggigit, kemudian langsung keluar, dan (d) nyamuk
masuk ke dalam rumah, lalu hinggap di dinding, kemudian menggigit, setelah itu
hiiggap didinding lagi, barn kemudian keluar.
(2)
Istirahat yang sebenarnya di "resting place" selama menunggu
proses perkembangan telumya (2-3 hari).
dibagi atas dua golongan yaitu :
Istirahat yang sebenamya inilah yang
(a) endofilik, adalah sifat atau kebiasaan
nyamuk yang suka hinggaplistirahat di dalam rnmah atau kandang hewan sampai
saat telumya sudah masak dan nyamuk tersebut keluar hanya untuk masa
meletakkan telumya di tempat perindukan, nyamuk ini istirahat ditempat
berlindung manusialhewan selama atau sebahagian dari waktu
silkus
gonotropiknya. (b) eksofilik, adalah sifat atau kebiasaan nyamuk yang suka
hiiggap istirahat di luar rumah atau kaqdang hewan sampai saat telumya sudah
masak dan siap untuk diletakkan ditempat perindukan. Nyamuk ini menggunakan
sebagian besar dari waktu siklus gonotropiknya di luar tempat berlindung manusia
atau kandang hewan.
Menurut Joshi et al. (1977) Anopheles aconitus bersifat eksofilik, pada
waktu pagi hari, 4.1 % ditemukan beristirahat di dalam rumah, 19.3 % di dalam
kandang temak, dan 76.6 % di habitat aslinya seperti di semak-semak, tebing
sungai dan saluran irigasi. Pada malam hari yang hinggap di dalam rumah sedikit
karena sebagian besar nyamuk masuk ke dalam rumah hanya untuk mencari
darah, kemudian langsung keluar rumah. Nyamuk yang di dalam rumah dan
kandang sebagian besar hinggap pada ketinggian kurang dari satu meter dari
permukaan tanah. Selama pematangan telur, nyamuk istirahat di tempat teduh
dekat permukaan tanah atau tepi hutan dekat persawahan yang lembab, parit
dekat sungai kecil.
Kimowardoyo (1979) dari penelitiannya di daerah Banjamegara
menemukan bahwa pada malam hari waktu aktif mencari darah, An. aconitus
yang masuk ke dalam mmah atau kandang sebagian akan hinggap di dinding
sebelum men