Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL DASAR-DASAR EKOLOGI

Bahan Ajar Pelatihan
Penilaian AMDAL

DASAR-DASAR
EKOLOGI

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
2009

Bahan Ajar Pelatihan
Penilaian AMDAL

DASAR-DASAR
EKOLOGI

Disclaimer
Bahan ajar ini merupakan bahan referensi lepas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan Pelatihan
Penilaian AMDAL. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap
mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku.


KATA PENGANTAR
Bahan ajar ini dimaksudkan sebagai salah satu bahan pendukung dalam proses pembelajaran untuk
Pelatihan Penilaian AMDAL yang diadakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup bekerja sama
dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup untuk membantu Pemerintah Daerah memenuhi persyaratan
lisensi bagi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/
Kota.
Bahan ajar ini disusun atas kerjasama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup dengan Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan
Hidup.
Bahan ajar ini disusun secara singkat dan sederhana agar mudah dipahami oleh peserta diklat, yaitu para
penilai AMDAL, yang umumnya memiliki kemampuan beragam. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh
pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku.
Bahan ajar ini masih perlu disempurnakan, karena itu saran dan kritik membangun untuk penyempurnaannya
sangat diharapkan.

Maret, 2009
Penyusun

iv


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

iv

DAFTAR ISI

v

DAFTAR GAMBAR

vii

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang


1

1.2 Deskripsi Singkat

1

1.3 Tujuan Pembelajaran

1

1.3.1 Kompetensi Dasar

1

1.3.2 Indikator Keberhasilan

1

1.4 Materi pokok
BAB II MEMAHAMI EKOLOGI


1
3

2.1Pengertian Ekologi

3

2.2 Ekologi, Dasar Ilmu Lingkungan

3

2.3 Ekosistem, Lingkungan Hidup, dan Sumberdaya

5

2.4 Gatra Ekologi

7


BAB III HUKUM DAN KETENTUAN ALAM

8

3.1 Hukum Termodinamika I, Hukum Kekekalan Energi

11

3.2 Hukum Termodinamika II atau Hukum Entropi

11

3.3 Daya Dukung, Daya Tampung dan Daya Lenting

12

3.4 Faktor-Faktor Pembatas dan Toleransi

13


3.4.1 Hukum Minimum Leibig

14

3.4.2 Hukum Toleransi Shelford

14

3.4.3 Konsep Gabungan Faktor-Faktor Pembatas

14

3.4.4 Keadaan Eksistensi Sebagai Faktor Pengatur

15

3.4.5 Pentingnya Faktor Fisik Sebagai Faktor Pembatas

15


3.4.6 Indikator Ekologi (Bioindikator)

15

BAB IV ALIRAN ENERGI DAN DAUR MATERI (BIOGEOKIMIA)

17

4.1Rantai Makanan

17

4.2Akumulasi dan Penggandaan Biologi

19

4.3Daur Ulang

20


4.4 Daur (Siklus) Hidrologi

22

BAB VPENUTUP

23

5.1Rangkuman

23

5.2 Evaluasi

23

DAFTAR PUSTAKA

24


v

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Hubungan SNI (NVC) dengan kualitas air (Tandjung (1998)

16

DAFTAR GAMBAR

vi

Gambar 1Tart Biologi

3

Gambar 2 Ekologi sebagai Dasar Ilmu Lingkungan

4


Gambar 3 Lingkungan Hidup disusun oleh SDM, SDH, SDF dan SDB

5

Gambar 4 Tiga Komponen Lingkungan Hidup

6

Gambar 5 Hubungan Antar Komponen Lingkungan

6

Gambar 6 Ekologi Dan Delapan Gatra Kajian

7

Gambar 7 Ruang Lingkup Kajian Ekologi

7


Gambar 8 Perubahan Bentuk Energi

8

Gambar 9 Energi Menurut Hukum Termodinamika I

10

Gambar 10 Entropi Sebagai Sumber Energi

11

Gambar 11 Homeostasis Keberlanjutan Pertumbuhan

12

Gambar 12 Kurva “J” Pertumbuhan Penduduk Dunia

13

Gambar 13 Homeostasis, Keseimbangan

13

Gambar 14 Skema Daur Materi

17

Gambar 15 Skema Jaring Makanan

17

Gambar 16 Rantai Makanan dalam Ekosistem Hutan

18

Gambar 17 Rantai Makanan dalam Ekosistem Perairan

19

Gambar 18 Akumulasi dan Penggandaan Biologi

20

Gambar 19 Daur Ulang Pemanfaatan Sampah Pertanian Terpadu

21

BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembangunan atau suatu kegiatan dilaksanakan di dalam lingkungan yang merupakan ekosistem
atau kumpulan ekosistem. Konsep ekologi yang menyatakan adanya hubungan timbal balik dan saling
mempengaruhi antara organisme dengan habitat atau lingkungan hidupnya telah membuktikan aktivitas
manusia di dalam melaksanakan pembangunan telah menimbulkan perubahan terhadap lingkungan.
Disamping perubahan yang menunjang kesejahteraan manusia timbul pula dampak negatif yang
merugikan manusia misalnya kerusakan dan pencemaran lingkungan. Upaya untuk mengurangi dampak
negatif dan meningkatkan dampak positif atau disebut mitigasi memerlukan kajian analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL). Kajian ini perlu dilandasi pengetahuan tentang ekologi yang merupakan
dasar ilmu lingkungan.

1.2 DESKRIPSI SINGKAT
Modul tentang dasar-dasar ekologi ini memuat uraian tentang ekologi, ekosistem, lingkungan hidup, dan
sumberdaya alam; keberlanjutan lingkungan yang diatur sesuai konsep atau hukum alam Termodinamika I
dan II. Lebih lanjut dikemukakan pula tentang daya dukung, daya tampung dan daya lenting serta faktorfaktor pembatas dan toleransi di dalam ekosistem. Di samping itu dikedepankan pula bahasan tentang
keterkaitan dan ketergantungan dalam ekosistem dengan aliran energi dan materi (biogeokimia) termasuk
rantai dan jaring makanan, akumulasi dan penggandaan biologi, daur ulang, dan daur hidrologi.

1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN
1.3.1 KOMPETENSI DASAR
Setelah mempelajari uraian tentang dasar-dasar ekologi ini, pembelajar diharapkan: mampu menjelaskan
pengertian ekologi, ekosistem, hukum dan ketentuan alam, hubungan timbal balik yang dinamis dan
saling mempengaruhi dalam ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya, dan antara
sesama komponen ekosistem dan unsur-unsur penyokong komponen tersebut.
1.3.2 INDIKATOR KEBERHASILAN
Diharapkan setelah pembelajaran tentang dasar-dasar ekologi yang dilengkapi dengan modul ini, peserta
mempunyai kemampuan untuk menjelaskan beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut:


Pengertian Ekologi, Ekosistem, Sumberdaya dan Lingkungan Hidup



Keterkaitan timbal balik, saling ketergantungan antar komponen ekosistem



Hukum Termodinamika I dan II



Daya dukung, daya tampung, daya lenting, faktor-faktor pembatas dan toleransi



Aliran energi dan daur materi / daur biogeokimia, rantai dan jaring makanan, akumulasi dan
penggandaan biologi, daur ulang, dan daur hidrologi

1.4 MATERI POKOK
Untuk menunjang tercapainya kompetensi dasar tersebut modul dasar-dasar ekologi ini memuat tiga
materi pokok dan dua belas sub materi pokok sebagai berikut:


Materi pokok pertama tentang ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan dengan sub materi pokok
pengertian ekologi, ilmu lingkungan, ekosistem, lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta gatra
ekologi.

1

2



Materi pokok kedua adalah tentang hukum dan ketentuan alam dengan sub materi pokok hukum
termodinamika I dan II, daya dukung, daya tampung, daya lenting, faktor-faktor pembatas dan
toleransi.



Materi pokok ketiga adalah tentang aliran energi dan daur materi (biogeokimia) dengan sub materi
pokok rantai makanan, akumulasi dan penggandaan biologi, daur ulang, dan daur hidrologi.

BAB II.
MEMAHAMI EKOLOGI
2.1 PENGERTIAN EKOLOGI
Istilah ekologi diperkenalkan oleh seorang ahli biologi Jerman, Ernst Haeckel, pada tahun 1869. Asal kata
“Ekologi” adalah oikos (rumah tangga) dan logos (ilmu pengetahuan). Jadi ekologi ialah ilmu pengetahuan
tentang hubungan timbal balik yang dinamis antara makhluk hidup dengan rumah tangga atau
lingkungannya. Beberapa deinisi Ekologi antara lain menurut Miller (1975) yang menyatakan bahwa
“Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dan sesamanya serta dengan
lingkungan tempat tinggalnya”. Kemudian Odum (1971) mendeinisikan: “Ekologi adalah kajian interaksi
antara sesama organisme dengan lingkungannya”, atau “Ekologi adalah kajian tentang rumah tangga bumi
termasuk lora, fauna, mikroorganisme dan manusia yang hidup bersama saling tergantung satu sama
lain”.

Gambar 1: Tart Biologi. Ekologi adalah salah satu
cabang Biologi (Modiikasi dari Odum,1971)

Ekologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi. Bila biologi dimisalkan sebagai sebuah tart, diiris-iris
horizontal dan dipotong-potong vertikal, setiap lapisan horizontal mulai dari lapisan paling bawah sampai
lapisan paling atas menggambarkan biologi dasar yang membicarakan prinsip-prinsip dasar kehayatan,
misalnya: biologi sel, biologi perkembangan, genetika, ekologi dan lain-lain. Potongan-potongan vertikal
menggambarkan kelompok taksonomi, seperti: bakteriologi, parasitologi, ikologi, briologi, entomologi,
ikhtiologi, mammologi dan lain-lain (gambar 1).
Odum (1971) menjelaskan tentang ecosystem adalah singkatan dari Ecological System atau dalam bahasa
Indonesia adalah Sistem Ekologi yang lebih sering dikenal dengan sebutan ekosistem. Sebagai sebuah
sistem, ekosistem terdiri atas komponen-komponen sistem ekologi. Misalnya, pada sebuah ekosistem
waduk komponen sistem tersebut terdiri atas: ekologi ikan, ekologi udang, ekologi lumut, ekologi plankton
serta ekologi-ekologi makhluk hidup lainnya.
Oleh karena ekologi adalah cabang biologi, yang mempelajari makhluk hidup atau organisme di tempat
tinggalnya, maka pasangan kata ekologi adalah suatu kata yang menggambarkan nama makhluk hidup
atau kelompoknya (spesies atau populasi), seperti: ekologi belalang, ekologi burung, ekologi tanaman
rotan, ekologi jati dan lain sebagainya, bukan ekosistem belalang, ekosistem burung, ekosistem tanaman
rotan, ekosistem jati dan lain sebagainya. Sementara itu dibelakang kata ekosistem diikuti oleh nama benda
misalnya ekosistem perkotaan (urban ecosystem), ekosistem pedesaan (rural ecosystem), ekosistem hutan
(forest ecosystem), ekosistem waduk (reservoire ecosystem). Jadi ekologi menekankan pada pengetahuan
kehayatan (biological science), sedangkan ekosistem menekankan pada pengetahuan kebendaan (physical
science).

2.2 EKOLOGI, DASAR ILMU LINGKUNGAN
Odum (1971) menyebut ekologi adalah biologi lingkungan (environmental biology), sementara ilmu
lingkungan adalah environmental science. Biologi adalah salah satu cabang dari sains (science). Cabang
sains lain adalah isika, kimia dan geograi, sehingga ada istilah environmental physics, environmental
chemistry, environemtal geography yang bersama-bersama dengan environmental biology merupakan
bagian dari environmental science. Dengan demikian ekologi (environmental biology) tidak sama dengan

3

ilmu lingkungan (environmental science), karena biology adalah bagian dari science. Akibatnya kurang
tepat menyebut ahli di bidang ekologi sebagai ahli di bidang lingkungan, karena ekologi adalah dasar ilmu
lingkungan.
Parker (1990) menulis: “The study of environmental science encompasses the ield of ecology, geophysiscs,
geochemistry, forestry, public health, meteorology, agriculture, oceanography, soil science, and mining,
civil, petroleum, and power engineering”. Dari pernyataan tersebut jelas sekali ekologi merupakan salah
satu bagian kajian ilmu lingkungan. Bermacam lapangan pengetahuan itu ada yang sebagian membentuk
kajian khusus, misalnya: agroforestri (agriculture dan forestry) dan ekohidrologi (ecology dan civil
engineering).
Ada pendapat yang menyatakan bahwa ekologi tidak hanya sekedar salah satu bagian ilmu lingkungan,
melainkan ekologi adalah dasar ilmu lingkungan. Pendapat ini dapat dipahami kebenarannya, setelah
mencermati gambar 2. Dalam gambar tersebut posisi ekologi diletakkan di antara ilmu lingkungan
kehayatan (life “environmental” science, bio-science) dan ilmu lingkungan kebendaan (physical
“environmental” science, physico-science). Bio-science, dalam bahasa Indonesia - biosains, mempelajari
makhluk hidup atau organisme, misalnya tentang bentuk meliputi: warna (morfologi), perilaku (ethologi),
dan sistem klasiikasi (taksonomi). Physico-science, dalam bahasa Indonesia - isikosains, mengkaji alam
terdiri dari alam padat, gas, dan cair; misalnya: tentang tanah pertanian (agronomi), cuaca (meteorologi),
dan air (hidrologi).

4

Gambar 2: Ekologi sebagai Dasar Ilmu Lingkungan (Tandjung,2001)

Hubungan antar cabang ilmu (interdisiplin) seperti disebutkan di atas dapat dilihat pada fenomena
yang terjadi di Inggris. Sampai abad ke-13 di London khususnya dan Inggris pada umumnya, terdapat
sejenis belalang yang badan dan sayapnya berwarna putih, disebut Locusta alba. Belalang putih ini
hinggap pada dinding-dinding bangunan, yang pada saat itu juga berwarna putih. Dengan melaksanakan
mimicry, belalang putih tidak terlihat dengan jelas oleh burung pemangsanya. Pada awal abad ke-20, saat
pemakaian batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan kegiatan industri meningkat pesat,
pencemaran udara di kota London mencapai puncaknya. Udara yang tercemar mengandung belangkin
atau ter (tar), yaitu butiran arang amat kecil, sekitar satu mikrometer (0,001 mm), dan bercampur dengan air
(Kupcella and Hyland, 1990). Zat pencemar itu telah merubah warna dinding bangunan dari putih menjadi
abu-abu bahkan ada yang hitam. Belalang putih sudah tidak kelihatan lagi hinggap di dinding bangunan
itu, namun bila dicermati, ternyata ada jenis serangga lain berwarna tidak putih seperti pada awal abad

ke-13. Serangga yang kelihatan hinggap pada dinding yang sudah berubah berwarna dari putih menjadi
abu-abu atau hitam adalah belalang berwarna abu-abu dan hitam, masing-masing dengan nama Locusta
grisea dan Locusta nigrita. Warna yang merupakan salah satu ciri morfologi telah berubah. Bersamaan
dengan perubahan morfologi ini telah berubah pula nama belalang atau telah terjadi perubahan dalam
taksonomi. Perubahan yang berlangsung perlahan dari abad 13 sampai abad 20, atau sekitar 700 tahun itu
disebut sebagai evolusi. Uraian tersebut di atas memperlihatkan keterkaitan atau hubungan antar ilmuilmu biosains. Selanjutnya akan dicermati hubungan antar ilmu-ilmu isikosains.
Kegiatan pertambangan menggunakan pengetahuan geologi pertambangan. Pada pertambangan
emas, tembaga, dan perak oleh P.T. Freeport Indonesia (PTFI) umpamanya, galian mengandung limbah
yang disebut tailing. Tailing PTFI yang dibuang ke sungai Aykwa menimbulkan pencemaran perairan
(Anonimus, 1998). Kerusakan ekosistem ini menimbulkan masalah lingkungan bila dikaji dari sudut
pengetahuan hidrologi. Dari kejadian di atas, ada keterkaitan antara sesama pengetahuan isikosains,
dalam hal ini antara geologi dan hidrologi. Kalau dicermati dan dikaji lebih dalam, ternyata lingkungan
perairan tercemar dapat mempengaruhi biota yang hidup didalamnya, misalnya ikan. Apabila air jernih
menjadi tercemar maka ikan mas yang semula berwarna merah akan berubah warnanya menjadi pucat
atau kuning keputihan (Tandjung, 1994). Konsep ekologi, hubungan timbal balik antara organisme dan
lingkungannya terlihat pada fenomena di atas.. Pada ekologi manusia misalnya bagaimanapun baiknya
kualitas sumber daya manusia (SDM) tidak akan dapat berkembang optimal apabila lingkungannya (sosial
budaya) tidak mendukung.

2.3 Ekosistem, Lingkungan Hidup, dan Sumberdaya
Menurut Undang-Undang Republik Indoensia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UPLH) pasal 1 butir 4 disebutkan: “Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup”. Pada butir 10 pasal 1 ini dijelaskan apa yang dimaksud
dengan unsur lingkungan hidup. Disebutkan “sumberdaya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumberdaya manusia (SDM), sumber daya alam hayati (SDH), sumber daya alam non hayati atau isik (SDF)
dan sumber daya buatan (SDB)” (Anonimus, 1997). Dengan demikian tatanan kesatuan secara utuh antara
manusia, tumbuhan, hewan, udara, air, dan tanah membentuk sebuah ekosistem.

Gambar 3: Lingkungan hidup disusun oleh SDM, SDH, SDF, SDB

SDM, SDH, dan SDF adalah sumber daya yang alamiah sudah ada, sementara SDB adalah hasil karya
manusia. Karena manusia dinilai dari apa yang dilakukannya, SDM dan SDB tidak dapat dipisahkan,
sehingga keduanya disebut sebagai sumber daya kultural (cultural). Dengan demikian, seperti pada gambar
4 lingkungan hidup disusun oleh 3 komponen (Tandjung, 1995), yaitu:
(1) A-Abiotic environment atau lingkungan isik terdiri dari unsur-unsur air, udara, lahan, dan energi serta
bahan mineral terkandung di dalamnya.
(2) B-Biotic environment atau lingkungan hayati terdiri dari unsur-unsur hewan, tumbuhan dan
margasatwa lainnya serta bahan baku hayati industri.

5

(3) C-Cultural environment atau lingkungan kultural SOSEKBUD terdiri dari unsur-unsur sistem-sistem
sosial, ekonomi, dan budaya serta kesejahteraan.

Gambar4 : Ketiga komponen Lingkungan Hidup saling bersentuhan. a-b,
a-c, b-c dan a-b-c menggambarkan interaksi yang dinamis antar ketiga
komponen lingkungan. Setiap kegiatan yang dilakukan pada komponen
lingkungan isik (a) akan berpengaruh pada komponen lingkungan hayati
(b) pada a-b, pengaruh lain adalah pada b-c dan a-c.

Perlu dipahami terdapat interaksi dan hubungan timbal balik dinamis antar ketiga komponen lingkungan
itu. Interaksi ketiga komponen lingkungan itu menghasilkan hubungan timbal balik dan saling
ketergantungan dinamis (Tandjung, 1995). Keberadaan lingkungan hayati lora, misalnya perkebunan
anggrek (lingkungan biotik, B), tidak terlepas dari keberadaan lahan, air dan energi (lingkungan geoisik,
A) yang menopang kehidupan lora itu. Manusia (lingkungan kultural, C) dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) menjaga keberadaan lora tersebut dengan penyediaan bibit unggul, pemupukan,
penyiraman, dan sebagainya(lingkungan kultural, Cultural Environment, C).

6

Komponen isik dan biologi sangat erat hubungannya dalam hal fungsinya sebagai tempat tinggal bagi
manusia dan sistem-sistem sosekbud. Karena itu kedua komponen tersebut digabung menjadi satu
komponen dengan nama bioisik, sebagai satu sistem penyokong kehidupan. Menurut gambar 5 skema
ekologi manusia adalah hasil penjabaran interaksi komponen SOSEKBUD dengan komponen Bioisik yang
tak lain adalah lingkungan hidup. Karena SOSEKBUD berada di dalam ranah kependudukan, maka yang
sesungguhnya terjadi adalah interaksi antara Kependudukan dengan Lingkungan Hidup. Kependudukan
tidak dapat dipisahkan dengan antropologi, sosiologi, dan demograi. Membicarakan kependudukan
dengan lingkungan hidup adalah ranah ekologi manusia. (Tandjung, 1997).

Gambar 5: Hubungan timbal balik antara komponen
lingkungan kultural/sosekbud (cultural environment) dengan
komponen lingkungan bioisik (Biotic-Abiotic environment).

Memperhatikan gambar 5 di atas, untuk melaksanakan produksi atau kegiatan usaha dimanfaatkan
sumber daya alam biotik dan abiotik pada saat dikonsumsi dan digunakan jasa kegiatan tersebut, tidak
dapat dihindari terjadinya pencemaran (entropi) yang dikembalikan ke komponen bioisik atau lingkungan
hidup. Jadi, selama ada kegiatan yang menggunakan sumber daya, maka pencemaran lingkungan tidak
dapat dihindari. Karena entropi adalah sisa energi yang tidak terpakai lalu dibuang. Buangan ini adalah

pencemaran, namun karena entropi adalah energi juga maka pencemaran dapat dikurangi dengan
memanfaatkannya.

2.4 GATRA EKOLOGI
Ekologi dipandang dari disiplin biologi, ialah pengetahuan yang mempelajari spesies dan populasi,
habitat dan komunitas, ekosistem, frekuensi, nilai penting, keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi
seperti digambarkan berikut pada gambar 6. Dengan perkataan lain ke 8 gatra tersebut di atas merupakan
kajian ekologi. Perubahan pada spesies atau keanekaragaman hayati (biodiversitas) umpamanya memberi
petunjuk akan adanya perubahan pada ekologi atau lingkungan.

Gambar 6: Ekologi dan 8 gatra kajian

Gambar 7 pada halaman berikut menunjukkan keberadaan ekologi dalam ranah kehidupan. Organisme
sejenis berkumpul dalam satu populasi, beberapa populasi membentuk komunitas. Ekosfer adalah
kesatuan beberapa ekosistem. Interaksi antara makhluk hidup (organisme) secara individu atau populasi
maupun dalam satu komunitas besar dengan ekosistem itulah yang disebut ekologi.

Gambar 7: Ruang lingkup kajian ekologi di dalam organisasi
materi dan organisme

7

BAB III.
HUKUM DAN KETENTUAN ALAM
Hukum-hukum yang berlaku di alam atau lingkungan yaitu hukum termodinamika I dan hukum
termodinamika II merupakan bagian yang sangat mendasar dari ekologi.

3.1 HUKUM TERMODINAMIKA I, HUKUM KEKEKALAN
ENERGI
Hukum termodinamika adalah hukum alam yang sangat penting karena memuat pengertian bagaimana
makhluk hidup dan ekosistem berfungsi di lingkungan. Hukum Termodinamika membicarakan tentang
energi. Energi dikelompokkan menjadi 2 katagori yaitu:
1. Energi kinetik atau energi aktif
2. Energi potensial atau energi berkapasitas (Nebel, 1987).
Energi kinetik adalah energi yang dalam keadaan bergerak atau menimbulkan “aksi”. Energi potensial
mempunyai kemampuan menghasilkan energi kinetik. Sinar matahari, radiasi, panas, gerakan putaran
roda kincir, listrik adalah contoh energi kinetik. Energi potensial misalnya air terjun penggerak turbin listrik,
energi kimia di dalam baterai dan bahan bakar fosil, bahan peledak dan kayu bakar.
Dari gambaran tentang energi di atas jelaslah bahwa yang kita bicarakan adalah masalah alam. Hukum
termodinamika adalah hukum alam (Soemarwoto, 1989), dengan demikian hukum ini mengikat atas segala
fenomena yang terjadi di dalam alam. Ada 2 bentuk hukum termodinamika yaitu Hukum Termodinamika I
atau Hukum Kekekalan/ Konservasi Energi dan Hukum Termodinamika II atau Hukum Entropi

8

Hukum Termodinamika I atau Hukum Konservasi Energi. Hukum ini membicarakan tentang kekekalan
energi atau konservasi energi yang dalam buku teks berbahasa Inggris disebut sebagai The law of Energy
Conservation. Dalam hukum ini dijelaskan bahwa energi yang berasal dari energi sinar matahari itu
sesampai di bumi tidak pernah habis dipakai. Yang terjadi adalah perubahan energi sinar surya menjadi
bentuk energi lain. Dalam hal ini dapat kita lihat perubahan itu sebagai berikut:

Gambar 8: Perubahan Bentuk Energi dari
Energi Sinar Matahari sampai Tenaga
Mesin

(1) Energi sinar matahari sampai di bumi memanaskan daratan dan lautan. Daratan karena lebih padat
dari air laut maka lebih dulu menjadi panas dibandingkan dengan lautan. Tempat yang panas
materinya menjadi renggang, tekanannya menjadi turun. Karena tekanan di darat lebih rendah
daripada di lautan, sehingga terjadilah aliran udara yang disebut angin dari laut ke darat pada waktu
siang hari. Pada malam hari sebaliknya angin bertiup dari darat ke laut. Pada malam hari nelayan
melaut, siang hari mereka mendarat.
(2) Aliran angin itu adalah energi yang kita sebut energi kinetik karena dia dapat menggerakkan balingbaling atau kipas atau turbin.
(3) Energi dari baling-baling ini dapat untuk memutar dinamo atau generator listrik sehingga terjadi
tenaga listrik.
(4) Tenaga atau energi listrik dapat berubah menjadi energi penggerak motor atau tenaga mesin (lihat
gambar 8).
Energi listrik dapat pula dirubah menjadi energi panas misalnya kompor listrik, seterika listrik serta dapat
pula berubah menjadi energi suara misalnya pada pengeras suara atau lempeng suara yang disebut
sebagai laser disc (LD). Demikianlah energi sinar matahari dapat berubah secara alami atau dirubah secara
rekayasa manusia menjadi bentuk energi lainnya. Hukum konservasi energi ini juga menjelaskan bahwa
energi itu tidak dapat dirusak dan juga tidak dapat dibuat. Seperti diterangkan diatas energi ini hanya
berubah bentuk. Manakala dikatakan bahwa lingkungan semakin panas karena penebangan pohon, hal
itu dapat dijelaskan seperti berikut:
(1) Sinar matahari (SM) yang merupakan sumber energi itu jatuh di bumi. Untuk memudahkan
memahami perubahan energi ini katakan energi dari matahari itu yang jatuh di bumi, dengan
jumlah 100 %. (Gambar 9)
(2) Untuk memudahkan pengertian kita umpamakan energi SM yang 100 % itu jatuh pada 4 bagian
bumi yaitu hutan, bangunan/rumah yang dibuat manusia, tanah terbuka, dan perairan terbuka. Ada
2 sifat energi yang sampai ke bumi. Pertama, energi itu terpakai untuk kegiatan di bumi. Misalnya
terpakai untuk kegiatan tumbuhan yang disebut transpirasi tumbuhan (TT) atau untuk penguapan
air yang disebut dengan evaporasi (EV). Kedua, energi itu dipantulkan sebagai radiasi panas, misalnya
pemantulan oleh Rumah (RR) dan pemantulan oleh tanah (RT). Dalam hal ini untuk mempermudah
pengertian kita anggap TT, EV, RR, dan RT, sepadan jumlahnya jadi masing-masing 25 %. Keadaan ini
dapat kita gambarkan sebagai persamaan:
SM = TT + EV + RR + RT
Dalam persamaan ini energi yang dipantulkan ke alam sekitar atau lingkungan adalah RR + RT saja,
yaitu 50 % jumlahnya, sementara 50 % lainnya terpakai oleh TT dan EV. Energi yang 50 % terpantul
itulah (RR + RT) yang kita rasakan sebagai suhu lingkungan kita. (Gambar 9a)
(3) Dengan permainan simulasi perubahan penggunaan dan pemantulan energi, misalkan pada
Gambar 9b semua tumbuhan dan tanaman di babat habis untuk dijadikan tempat permukiman
berupa rumah-rumah dan sarana lainnya. Kita lihat saat ini rumah baru ini juga memantulkan panas
(RR1 ) sehingga persamaan energi menjadi: SM = RR1 + EV + RR + RT atau saat ini 75 % energi (RR1
+ RR + RT) dipantulkan, lebih banyak dari keadaan di Gambar 9a. Terlihat bahwa semua energi sinar
matahari yang sampai di bumi dipantulkan sebagai radiasi panas yaitu RR1 + RK + RR + RT, sehingga
lingkungan dengan pelabuhannya menjadi semakin panas (lihat Gambar 9c). Itulah sebabnya
kawasan pelabuhan suatu kota lebih panas dari bagian kota yang terletak jauh dari pelabuhan.

9

10

SM
TT
EV
RT

= Sinar Matahari, sumber = 100 %
= Transpirasi terpakai = 25 %
= Evaporasi, terpakai = 25 %
= Radiasi tanah, dipantulkan 25 %

RR = Radiasi rumah, dipantulkan 25 %
RR1 = Radiasi rumah dipantulkan 25 %
RK = Radiasi Kapal, dipancarkan 25 %

Gambar 9: Energi hanya “pindah” tempat, tidak dapat dirusak atau diperbaharui, sesuai Hukum
Termodinamika I atau Hukum Kekekalan Energi.

Dengan demikian jelaslah bahwa konversi tumbuhan (hutan) menjadi perumahan atau lahan terbuka
menyebabkan bertambahnya energi panas atau naiknya suhu bumi.
Pada saat tidak ada hutan (Gambar 9b) suhu bumi meningkat. Hutan berperan sebagai pengatur iklim
mikro, tumbuhan hijau berperan sebagai penyerap energi panas.. Pada gambar 9c di perairan yang semula
kosong, telah berubah menjadi pelabuhan. Kapal memantulkan energi panas (RK).
Banyak contoh lain tentang Hukum Termodinamika I (yang juga disebut Hukum Konservasi Energi). Salah
satu yang paling menonjol dalam fakta tentang energi ialah bahwa bentuk energi yang bagaimanapun
dapat dirubah menjadi energi panas yang dapat diukur dengan kalori. Kalori ialah jumlah panas yang
diperlukan untuk menaikkan temperatur satu gram air 1 C (satu derajad Celcius). Contoh bentuk energi yang
dapat dikonversi menjadi energi panas ialah energi sinar matahari, energi bahan bakar, dan energi listrik.
Sebagai contoh tentang kalori misalnya dalam proses pemecahan glukosa pada saat terjadi metabolisme
gula glukosa di dalam tubuh, hasilnya ialah CO2 dan H2 O yang kita keluarkan pada saat bernapas.
Dari sudut pandang ilmu kimia, maka contoh yang paling mudah untuk pemahaman Hukum Termodinamika
I ini adalah reaksi kimia pembakaran atau oksidasi molekul glukosa tersebut. Reaksi kimia berikut ini
memperlihatkan bahwa memang yang terjadi hanya penyusunan kembali molekul baru dari perombakan
molekul glukosa.
C6 H12 O6 + 6 O2
Glukosa + Oksigen

6 CO2 + 6 H2 O
Karbondioksida + Air

Disebelah kiri tanda panah ada reaksi oksidasi molekul glukosa C6 H12 O6 dengan oksigen (O2) menjadi
reaksi karbon dioksida dan air di kanan. Jumlah atom-atom penyusun reaksi ini sama di kiri dan di kanan
panah.

3.2 HUKUM TERMODINAMIKA II ATAU HUKUM ENTROPI
Setiap pemakaian suatu bentuk atau unit energi tidak pernah tercapai eisiensi 100 %. Dalam suatu proses
tertentu perubahan satu bentuk energi menjadi energi yang lain selalu menghasilkan sisa yang tidak
terpakai pada proses itu. Sisa energi yang tidak terpakai itu disebut entropi. Sehingga hukum Termodinamika
II sering disebut hukum entropi, atau di dalam buku teks berbahasa Inggris disebut dengan istilah The
law of energy entropy. Karena entropi itu tidak terpakai pada proses itu maka entropi itu disebut sebagai
limbah. Jadi berdasarkan konsep ini, dengan melihat hampir semua kegiatan merupakan perubahan energi
dari satu bentuk yang lain maka berarti pencemaran (limbah, entropy) selalu terjadi. Contoh pada saat
membuat papan dari balok kayu maka entropinya adalah serbuk gergaji. Karena limbah serbuk gergaji ini
pada hakekatnya adalah energi yang berarti dapat dipakai untuk proses lainnya, misalnya sebagai bahan
bakar atau keperluan lain. Papan tadi apabila akan dibuat menjadi meja atau lemari, limbahnya adalah
disamping serbuk gergaji, adalah potongan-potongan kayu. Potongan kayu itu tetap akan berupa sampah
(limbah) bila dibuang begitu saja di sembarang tempat. Tetapi akan menjadi berguna apabila dijadikan
kayu bakar atau pembuat mainan anak-anak atau malah sebagai pencampur papan partikel.
Contoh lain tentang hukum entropi ialah perubahan sebentuk energi yang terdapat di dalam sebuah
mangga. Mangga adalah energi yang baik untuk manusia. Ketika kita memakan mangga, entropinya
berupa biji dan kulit mangga, yang lalu kita buang sebagai sampah. Namun apabila kulit mangga dan
biji ini diketemukan oleh semut dan jenis binatang pemakan sampah lainnya, biji dan kulit ini merupakan
energi pula bagi mereka, dengan entropinya berupa serabut-serabut yang terdiri dari bahan selulose yang
tidak dapat dicerna oleh hewan tersebut. Serabut-serabut dari buah mangga ini merupakan sumber energi
pula bagi jamur atau mikroba tertentu yang biasanya mengambil cairannya, sehingga serabut pada kulit
dan biji itu seolah-olah menjadi rapuh dan terurai menjadi serbuk yang tidak lain adalah entropi juga.
Akhirnya serbuk inipun akan menghilang dari permukaan tanah karena telah dijadikan sumber energi
pula oleh bakteri. Sebenarnya semua sampah organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan hewan yang
adalah entropi atau sampah dari manusia itu apabila ditimbun di dalam tanah dengan proses seperti
diuraikan diatas akhirnya akan menjadi tanah kembali. Tidak hanya itu, irisan mangga, nasi, daging dan
ikan yang telah kita makan sebagai sumber energi tidak semuanya menjadi “darah daging” kita namun
ada entropinya yaitu urine dan faces yang kalau jatuh di tanah akan terurai kembali menjadi bagian materi
penyusun tanah.

Gambar 10: Perubahan dari balok kayu menjadi
meja mengeluarkan entropi serbuk gergaji dan
potongan kayu yang dapat dipakai sebagai
sumber energi berikutnya

Ringkasnya, dari hukum termodinamika II atau hukum entropi ini ada dua hal yang dapat kita petik:
1. Pencemaran selalu terjadi dan tidak dapat dihindari karena adanya entropi.
2. Pencemaran dapat diperkecil dengan menggunakan entropi itu sebagai sumber energi bagi proses
lain.
Untuk jelasnya pengertian Hukum Termodinamika II ini dapat dilihat pada gambar 10.

11

12

Hukum Termodinamika II juga dinyatakan dalam bentuk lain, yaitu bahwa: energi mengalir hanya menuju
satu arah, kearah yang lebih rendah. Dari panas menjadi dingin, adalah contoh perubahan panas yang
temperaturnya rendah. Berarti dalam aliran energi ini ada pengurangan energi, energi yang hilang pada
saat konversi dari panas ke dingin ini disebut entropi. Hukum Entropi adalah landasan daur ulang yang
dibicarakan dengan lebih lanjut pada bab lain dalam modul ini.

3.3 DAYA DUKUNG, DAYA TAMPUNG DAN DAYA
LENTING
Ekosistem berfungsi karena adanya aliran energi dan daur materi. Aliran energi ialah perpindahan energi
di dalam rantai makanan, dimulai dari mata rantai pertama (produsen) ke konsumen-konsumen (I, II, III,
...... n) dan berakhir pada pengurai (decomposer). Bila hasil penguraian berupa unsur mineral (anorganik)
dikembalikan pada produsen terbentuklah daur materi. Di dalam aliran energi atau rantai makanan terlihat
tumbuhan dimakan oleh serangga dan atau tikus, ke dua hewan ini disebut konsumen pertama. Serangga
dimakan burung buas (konsumen dua), burung dimakan serigala (konsumen tiga), serigala dimakan
harimau (konsumen empat), dan akhirnya harimau diburu manusia.
Pasangan tumbuhan-serangga adalah hubungan antar spesies mangsa (tumbuhan) dan pemangsa atau
predator (serangga). Pada pasangan serangga burung, maka burung berperan sebagai predator. Pada
setiap pasangan mangsa dimakan predator, namun tidak pernah punah. Tumbuhan misalnya rumput
dimakan oleh serangga hama tanaman, walaupun daun rumput kelihatannya habis, suatu saat dari akar
yang tersisa rumput tumbuh subur lagi. Serangga hampir habis dimakan burung, namun masih ada yang
tersisa, larva serangga itu, sehingga suatu saat larva tumbuh berkembang dan serangga bertambah lagi
populasinya. Peristiwa itu terjadi sepanjang rantai makanan. Keadaan tetap adanya tumbuhan dan hewanhewan itu, tidak punah dan tetap hidup karena adanya kelentingan ekologi.
Adanya kehidupan yang berkelanjutan dalam keseimbangan disebut sebagai equilibrium atau homeostasis
(Gambar 11). Puncak homeostasis adalah batas daya dukung suatu ekosistem. Daya dukung (carrying
capacity) ialah kemampuan alami ekosistem untuk melanjutkan kehidupan dan pertumbuhan. Apabila
daya dukung ekosistem mendapat masukan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terciptalah
daya tampung (supporting capacity). Daya tampung lebih tinggi kemampuannya dari daya dukung dalam
menyokong kehidupan dan pertumbuhan. Tidak rusaknya daya dukung, bahkan dapat dirubah menjadi
daya tampung menggambarkan adanya kelentingan ekosistem.

Gambar 11: Homeostasis keberlanjutan pertumbuhan
predator dan mangsa dalam ekosistem

Pada gambar 11 diperlihatkan pertumbuhan predator berdampak negatif pada mangsa. Pada saat ini
mangsa semakin sedikit, bahkan habis atau punah, sehingga predator akan kekurangan makanan lalu
kelaparan yang berakibat kematian. Berkurangnya populasi predator memberi kesempatan kepada
populasi mangsa untuk tumbuh kembali. Hal ini merupakan keadaan positif bagi predator, karena dengan
adanya makanan maka predatorpun tumbuh kembali populasinya. Keberlanjutan keberadaan predator
dan mangsa karena adanya daya lenting.
Populasi yang tumbuh terus dan melampaui daya dukung memberikan tekanan pada daya dukung tersebut.
Tekanan terhadap daya dukung menyebabkan berkurangnya kemampuan daya dukung menyokong
kehidupan, sehingga jumlah populasi menurun. Naik turunnya populasi menghasilkan resultante yaitu

keseimbangan atau equilibrium, yang dicapai pada suatu daya dukung tertentu, yaitu pada puncak
homeostasis.
Gambar 12 dan Gambar 13 pada halaman berikut menggambarkan proses menuju homeostasis.

Gambar 12: Kurva J pertumbuhan penduduk dunia (Miller, 1975)

Gambar 13: Homeostasis keadaan tercapainya equilibrium (keseimbangan) populasi (Miller, 1975)

3.4 FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS DAN TOLERANSI
Keberlanjutan fungsi ekosistem ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan toleransi yang terdiri atas
(1) Hukum Minimum Leibig
(2) Hukum Toleransi Shelford
(3) Konsep Gabungan Faktor Pembatas
(4) Keadaan Eksistensi sebagai Faktor Pengatur
(5) Pentingnya Faktor Fisik sebagai Faktor Pembatas
(6) Indikator Ekologi
Keenam butir tersebut diatas merupakan faktor-faktor pembatas dan toleransi didalam lingkungan.

13

14

3.4.1 HUKUM MINIMUM LEIBIG
Leibig menemukan dalam percobaannya bahwa untuk pertumbuhan diperlukan unsur Boron (Bo)
walaupun hanya sedikit. Kalau Boron ini tidak ada, tumbuhan tidak akan hidup dan ternyata bila Boron
ini berlebihan tidak akan memacu pertumbuhan lebih baik. Maka yang optimum bagi pertumbuhan
menyangkut unsur Boron ialah bahwa Boron yang berlebihan tidaklah menguntungkan (karena boros
pemakaiannya), tetapi yang mencukupilah yang terbaik walaupun jumlahnya sedikit. Pada pertumbuhan
tanaman ternyata unsur hara yang lain diperlukan dalam jumlah yang memadai sehingga apabila unsur
tersebut kurang tersedia di dalam tanah perlu ditambah yang biasanya kita sebut sebagai pemupukan
misalnya penambahan unsur N, P, K.
Dari penemuannya itu Leibig menarik suatu kesimpulan yang lebih dikenal sebagai Hukum Minimum
Leibig: “Pertumbuhan tanaman tergantung akan jumlah bahan makanan yang tersedia dalam jumlah
minimum”.
Hukum Minimum Leibig juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari pada manusia yang memerlukan
makanan untuk hidup. Dalam skala besar diperlukan 4 kelompok makanan yang mengandung karbonhidrat,
lemak, protein, dan vitamin yang dapat diwakili oleh beras, lemak daging sapi, telur, dan buah atau sayuran.
Keempat kelompok di atas disebut sebagai empat sehat lalu untuk sempurnanya ialah tambahan susu
yang sesungguhnya di dalam air susu itu juga terdapat protein dan lemak. Vitamin (dan meneral tertentu)
diperlukan hanya dalam jumlah yang kecil seperti Bo pada tumbuhan karena kalau ketiadaan vitamin
orang akan mengalami gangguan kesehatan atau sakit yang disebut avitaminosis, misalnya ketiadaan
vitamin C di dalam makanan, dapat menimbulkan penyakit sariawan. Sebaliknya apabila kelebihan vitamin
C dapat pula menimbulkan penyakit lambung yang disebabkan oleh karena cairan lambung menjadi asam.
Penyakit yang ditimbulkan oleh terlalu banyaknya memakan vitamin disebut hypervitaminosis.
3.4.2 HUKUM TOLERANSI SHELFORD
Menurut Shelford kehadiran dan keberhasilan suatu organisme menempati suatu habitat dan nisia (niche)
ditentukan oleh kelengkapan kondisi lingkungannya. Tidak adanya atau gagalnya organisme di suatu
tempat mungkin diatur oleh kuantitas dan kualitas faktor-faktor yang dapat ditoleransi oleh organisme
tersebut. Untuk itu berlaku apa yang disebut Lima Prinsip Hukum Toleransi yaitu:
(1) Organisme mempunyai rentangan batas toleransi yang lebar (eury….) untuk suatu faktor, dan
sempit (steno….) untuk faktor lain.
(2) Organisme dengan rentangan batas toleransi yang lebar, mempunyai penyebaran yang luas.
(3) Bila kondisi tidak optimum untuk suatu spesies mengenai satu faktor, maka batas toleransi menjadi
berkurang terhadap faktor lain.
(4) Organisme di alam tidak betul-betul hidup pada kondisi optimal ditinjau dari satu sektor isik
tertentu.
(5) Masa pertumbuhan adalah masa yang paling kritis karena batas toleransi bibit/benih, telur/embrio
dan larva adalah lebih sempit.
Kegiatan manusia di alam dapat mempengaruhi status faktor-faktor itu. Misalnya di perairan yang
menerima buangan dari sistem pendinginan suatu pabrik, air buangan dapat menaikan suhu perairan
yang menerimanya, sehingga kenaikan itu tidak dapat ditoleransi oleh organisme stenotermal yang hidup
di perairan itu. Akibatnya adalah kepunahan suatu populasi dan penurunan keanekaragaman hayati.
3.4.3 KONSEP GABUNGAN FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS
Keberadaan dan keberhasilan suatu populasi, organisme atau sekelompok komunitas pada suatu tempat
ditentukan oleh kelengkapan faktor-faktor pembatas. Setiap keadaan yang mendekati atau melampaui
batas toleransi akan berperan sebagai faktor pembatas.
Contoh yang diperlihatkan Hukum Minimum Leibig ialah bahwa boron (Bo) diperlukan hanya sedikit sekali.

Bila boron berlebihan, kehidupan tanaman terganggu. Hukum toleransi memberikan rentangan batas
toleransi, misalnya suatu kerang hidup di perairan karena tersedia pakan yang cukup berupa itoplankton
dari spesies tertentu. Kegiatan di sekitar perairan berupa peternakan dapat mempersubur kehidupan
itoplankton di perairan itu karena kotoran ternak yang mengandung unsur hara atau pupuk memacu
pertumbuhan itoplankton, bahkan menambahkan keanekaragaman hayati. Bertambahnya jumlah spesies
dapat berakibat hilangnya atau musnahnya spesies itoplankton tertentu karena “kalah” dalam kompetisi,
yang pada gilirannya dapat mematikan karang.
3.4.4 KEADAAN EKSISTENSI SEBAGAI FAKTOR PENGATUR
Di darat faktor lingkungan yang penting ialah cahaya, suhu dan curah hujan, sedangkan di laut yang
penting adalah cahaya, suhu dan salinitas. Khusus di perairan tawar oksigen terlarut (DO, dissolved oxygen)
memegang peranan penting. Ringkasnya, kehidupan memerlukan kelengkapan faktor lingkungan isik
dan kimia.
Cahaya diperlukan dalam lama waktu tertentu saja. Sebab itulah berbeda jenis organisme yang hidup
pada 2 tempat yang lama pencahayaannya berbeda, walaupun masih dalam satu benua. Contohnya lama
pencahayaan siang hari pada bulan Juni di Winnipeg Kanada sekitar 16 jam, sementara di bulan Desember
di tempat yang sama lamanya siang hari hanya 8 jam. Untuk Miami Florida pada bulan-bulan di atas lama
siang hari adalah 13 dan 10 jam. Perberdaan pencahayaan itu sangat mempengaruhi bentuk kehidupan
yang ada pada bulan yang berbeda di suatu tempat, dan pada bulan yang sama di tempat yang berbeda.
Perubahan pencahayaan, suhu dan kadar oksigen oleh kegiatan manusia, misalnya karena pencemaran
udara oleh debu dan asbut (asap-kabut; smog/ smoke + fog), pencemaran panas, dan buangan limbah
pabrik ke perairan, akan berpengaruh pada aspek-aspek kehidupan organismo.
3.4.5 PENTINGNYA FAKTOR FISIK SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS
Suhu atau temperatur yang dapat menghidupi organisme mempunyai rentangan sebesar 300 C yaitu
antara –200 C sampai 100 C. Suhu rendah digunakan untuk mengawetkan benih, disebut benih beku
sementara beberapa mikrobia dari kelompok algae dan bakteri ada yang dapat hidup dan berkembang
biak pada suhu tinggi mendekati titik didih. Rentangan suhu lebih pendek di perairan dari pada di darat,
secara sederhana hewan akuatik cenderung lebih banyak yang stenothermal, sementara hewan darat lebih
banyak yang eurithermal. Faktor isik lain seperti cahaya, air atau kelembaban, gas, garam-garam, unsur
makro dan mikro dan lainnya dapat pula menjadi faktor pembatas.
3.4.6 INDIKATOR EKOLOGI (BIOINDIKATOR)
Indikator biologi adalah organisme (spesies, populasi) yang dapat dijadikan petunjuk keadaan lingkungan.
Ada 3 macam bioindikator, yaitu:
(1) bioindikator penunjuk lokasi geograi
(2) bioindikator penunjuk akan terjadi perubahan alam
(3) bioindikator penunjuk kualitas lingkungan.
Burung pinguin adalah bioindikator lokasi geograi, artinya burung ini memberi petunjuk lingkungan
tempat tinggalnya yaitu Kutub Selatan. Orang utan yang hidup di pegunungan Leuser, komodo yang
hidup di lingkungan perairan Pulau Komodo dan Pulau Rica, serta pohon maple yang tumbuh di Canada
semuanya adalah bioindikator lokasi atau lingkungan geograi. Kawanan burung yang muncul tiba-tiba
di suatu tempat yang tidak biasa didatanginya, garengpung yang mulai bernyanyi di siang hari adalah
bioindikator yang memberi petunjuk akan terjadi perubahan alami dalam lingkungan, dalam hal ini
kemungkinan gunung akan meletus, akan terjadi tsunami, atau datangnya musim kemarau. Ikan mas
yang semula berwarna merah lalu menjadi pucat warnanya misalnya oranye atau kuning muda memberi
petunjuk adanya perubahan kualitas lingkungan. Setyono (2006) menemukan dalam penelitiannya suatu
bioindikator yang dapat pula dilihat pada tingkat molekuler.

15

16

Keadaan kehidupan organisme sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya. Ini sesuai
dengan deinisi ekologi yaitu adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara organisme dengan
lingkungannya. Di darat, tumbuhan dipakai sebagai indikator ekologi karena peka atas perubahan
lingkungan. Daun hijau yang biasanya mengkilat, pinggirnya terbuka dapat berubah menjadi kekuningkuningan, kasap atau pucat dan pinggirnya menggulung karena perubahan kualitas lingkungan.. Di
dalam air ikan-ikan dapat berubahan bentuk “ideal”nya, karena pertumbuhan yang dapat dilihat dari
perbandingan berat dan panjangnya dipengaruhi kualitas air. Status nutrisi ikan (SNI) atau Nutrition Value
Coeicient (NVC) dapat digunakan untuk menduga tingkat pencemaran air (Tandjung, 1989). NVC adalah
berat ikan dalam gram dikalikan 100, dibagi panjang ikan dalam cm pangkat 3, sebagai berikut:

Keterangan: Bg = berat dalam gram, P cm = panjang dalam sentimeter
Bila hasil NVC 1,7 atau lebih (Lucky, 1979 dalam Tandjung, 1989) air itu bersih. Perubahan NVC dari 1,7
manjadi lebih rendah memberi informasi bahwa perairan tempat ikan itu hidup mengalami pencemaran.
Penelitian selanjutnya terhadap rasio berat dan panjang ikan ternyata sangat dipengaruhi oleh asupan
energi makanan untuk ikan. Bila air tercemar maka ikan tidak mau menelan makanan misalnya pelet yang
sudah terkontaminasi oleh bahan pencemar, atau air yang keruh mengganggu ikan dalam menemukan
makananannya. Akibatnya ikan menjadi berkurang beratnya karena kekuarangan asupan gizi. Tandjung
(1998) menemukan hubungan antara SNI dengan tingkat pencemaran air habitat ikan tersebut, sebagai
berikut:
Tabel 1. Hubungan SNI (NVC) dengan kualitas air (Tandjung (1998)
SNI
> 1,7

Tingkat Kualitas Air
Bersih

1,3 – 1,69

Terkontaminasi

0,9 – 1,29

Tercemar ringan

0,5 – 0,89

Tercemar

< 0,5

Tercemar berat

BAB IV.
ALIRAN ENERGI DAN
DAUR MATERI (BIOGEOKIMIA)
4.1 RANTAI MAKANAN
Pada prinsipnya sebuah ekosistem dapat berfungsi dengan adanya rantai makanan (aliran energi) dan daur
materi (daur biogeokimia). Rantai makanan ialah suatu sistem kehidupan yang disusun oleh tumbuhan
sebagai mata rantai pertama yang disebut produsen dimakan oleh hewan tertentu yang disebut konsumen
I atau herbivora, seterusnya konsumen I dimakan oleh konsumen II atau karnivora, konsumen II dimakan
oleh konsumen III dan berakhir pada konsumen konsumen ke-n .

Gambar 14: Skema daur materi
digambarkan dengan sebuah rantai
makanan

Rantai makanan atau aliran energi itu dapat digambarkan sebagai sebuah garis lurus, dan
daur materi digambarkan dengan sebuah lingkaran tertutup, yang dimulai dari produsen lalu
rangkaian konsumen dan kembali ke produsen lagi.
Semua jenis konsumen bahkan produsen akhirnya akan mati dan materi tubuhnya akan
diuraikan oleh kelompok mikrobia yang hidup di tanah yang terdiri atas antara lain jamur dan
bakteri. Hasil penguraian oleh bakteri berupa unsur mineral yang lalu diserap oleh akar tumbuhan
digunakannya sebagai sumber makanan dan kehidupannya sehingga tumbuhan kembali tetap
terjaga keberadaannya.
Kadang kala ada beberapa rantai makanan yang saling terhubung misalnya ada 4 macam rantai
makanan a, b, c, dan d. Konsumen pada salah satu dari 4 rantai makanan itu menjadi konsumen
pula bahkan menjadi yang dimakan atau mangsa dari konsumen pada rantai makanan yang
lain. Keberadaan demikian membentuk yang disebut jaring-jaring makanan (gambar 14).

Gambar 15: Skema terbentuknya jaring-jaring
makanan

17

Pada uraian di atas disebutkan bahwa rantai makanan dapat menggambarkan ekosistem. Contoh sebuah
rantai makanan yang terdapat di dalam ekosistem hutan adalah seperti pada gambar 16.

Gambar 16: Rantai makanan
pada ekosistem hutan. Rantai
makanan diawali oleh tumbuhan
hutan sebagai produsen kemudian
konsumen belalang, burung,
srigala dan harimau. Rantai
makanan lain dimulai dari padi
lalu tikus, burung dan seterusnya.

18
Pada gambar 16 terlihat bahwa tumbuhan hutan sebagai mata rantai pertama atau produsen. Sebagai
mata rantai kedua atau konsumen I yang sifatnya adalah herbivorous ialah belalang. Selanjutnya dalam
gambar terlihat konsumen II, III, dan IV yang semuanya adalah hewan karnivorous yang dalam hal ini
adalah burung, srigala, dan harimau. Terlihat pula di sini burung selain memakan belalang juga memakan
tikus dan tikus memakan padi sehingga disini terbentuk sebuah jaring makanan. Burung, srigala, dan
harimau mati dan lalu diuraikan oleh organisme pengurai (decomposer) yang terdiri dari bermacam jenis
mikrobia. Mineral hasil penguraian akhirnya kembali diserap oleh akar tumbuhan untuk melangsungkan
kehidupannya sehingga pada ekosistem hutan ini juga terlihat sebuah daur materi. Pada umumnya bila
salah satu rantai makanan terganggu maka ekosistem dapat terganggu atau rusak sama sekali. Ekosistem
yang rusak dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan di sekitarnya. Misalnya, mata rantai pertama
atau produsen yang berupa tumbuhan di hutan rusak karena kebakaran hutan, atau kerusakan lain yang
disebabkan pencurian kayu hutan (illegal logging).
Kerusakan hutan dapat menimbulkan beberapa kejadian misalnya: serangga yang tinggal dan makan
daun-daun di hutan yang terbakar akan kehilangan tempat tinggalnya dan sumber makanannya. Belalang
tersebut akan terbang ke tempat lain lalu memakan tumbuh-tumbuhan atau tanaman penduduk, dan
menjadi hama bagi tanaman manusia. Burung yang biasanya memangsa serangga akan kehilangan sumber
makanannya sehingga burung-burung tersebut akan meninggalkan habitat asalnya bermigrasi ke tempat
lain. Perginya burung yang merupakan predator tikus membuat tikus akan lebih leluasa berkembang biak
sehingga hama tanaman padi semakin meningkat. Serigala yang kehilangan mangsanya karena burungburung melakukan migrasi ke tempat lain, terpaksa mencari sumber makanan lain. Tidak jarang serigala ini
masuk kampung memangsa ayam, bebek, angsa dan itik milik penduduk. Dengan kepergian serigala maka
harimaupun kehilangan mangsanya sehingga masuk kampung menyerang ternak penduduk, bahkan
manusiapun dapat menjadi korban.

Jelaslah bahwa kerusakan atau gangguan pada salah satu mata rantai ekosistem hutan berpengaruh pula
pada ekosistem di luar hutan yaitu tanaman budidaya penduduk yang diserang hama, dan ternak mereka
dibunuh oleh serigala dan harimau.
Pada rantai makanan yang terdapat di dalam ekosistem perairan (gambar 16) di bawah ini terlihat manusia
sebagai mata rantai konsumen terakhir. Kerusakan ekosistem perairan berawal pada saat penangkap ikan
menggunakan bom, aliran listrik atau racun tuba (sianida) untuk menangkap ikan. Ketiga cara menangkap
ikan tersebut diatas dan pemakaian pukat harimau, merupakan perbuatan yang melanggar hukum serta
dapat mematikan semua mata rantai makanan sehingga menimbulkan kepunahan ikan atau kerusakan
ekosistem perairan.

Gambar 17: Rantai makanan
(aliran energi) pada ekosistem
perairan 1. Fitoplankton, 2.
Zooplankton, 3. Ikan kecil, 4. Ikan
besar, 5. Manusia

4.2 AKUMULASI DAN PENGGANDAAN BIOLOGI
Pada ekosistem perairan, sebagai contoh misal sebuah rantai makanan disusun berturut-turut oleh
produsen sampai konsumen ialah itoplankton, zooplankton, ikan kecil dari keluarga Cyprinidae, ikan besar
dari keluarga Belonidae dan burung air dari keluarga Phalacroc