Pengaruh Komposisi Plastik Polipropilena dan Partikel Batang Pisang Terhadap Kualitas Papan Plastik

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Amilda Y. 2014. Eksplorasi Tanaman Pisang Barangan (Musa Acuminata) Di Kabupaten Aceh Timur. Tesis. Fakultas Pertanian. Program Studi Magister Agroeteknologi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2013. Produksi Tanaman Pisang di Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Clemons C. 2002. Wood-Plastic Compostes in the United states. Forest Products Journal. Vol 52(6): 10-18

Cowd M.A. 1991. Kimia Polimer. Penterjemah: Harry Firman. Penerbit ITB. Bandung.

Dahniah. 2003. Pemanfaatan Limbah Plastik Polyethylene Daur Ulang Sebagai Perekat Kayu Lapis. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Febrianto F. 1999. Preparation and Properties Enhancement Of Moldable Wood-Biodegradable Polymer Composites. Disertasi. Faculty of Agriculture. Division of Forestry and Bio-material Science. Kyoto University.

Han G.S and N. Shiraishi. 1990. Composites of Wood and Polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka. Vol 36(11): 976-982.

Haygreen J.G and Bowyer J.L. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar [Cetakan Ketiga]. Penterjemah: Sutjipto A. Hadikusumo. UGM Press. Yogyakarta.

Kardono L.B.S. 2010. Teknologi Pembuatan Etanol Berbasis Lignoselulosa Tumbuhan Tropis untuk Produksi Biogasoline. Laporan Akhir Program Insentif Peneliti Dan Perekayasa LIPI. Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Karlinasari L, dkk. (2012). Pengujian Sifat Fisis-Mekanis Dan Nondestruktif Metode Gelombang Suara Papan Wol Semen Berkerapatan Sedang-Tinggi Bambu Betung (Dendrocalamus Asper). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 17(1): 16-21.

Kementerian Kehutanan. 2015. Statistik Kehutanan Indonesia 2015. Kementerian Kehutanan. Jakarta.


(2)

Kishi H., Yoshioka M., Yamanoi A and Shiraishi N. 1988. Composites of Wood and Polypropilen I. Tokyo (ID) Mokuzai Gakkaishi. Original Article. Vol 34 (2): 133-139.

Klyosov A. 2007. Wood Plastic Composites . United States of America: Wiley- Interscience.

Kollmann F.P., E.W. Kuenzi and A.J. Stamm. 1975. Principle of Wood Science and Technology, Vol. II Wood Based Materials. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York.

Lisnawita, M.S. Sinaga, S. Mulyati dan I. Mustika. 1998. Analisis Potensi Sinergisme Radopholus similis Cobb. dan Fusarium oxysporum Schlecht, f.sp.cubense (E.F. Smith) Snyd. & Hans. Dalam Perkembangan Layu Fusarium Pada Pisang. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian IPB . Vol 10(2): 11-17.

Lubis M.J. 2009. Kualitas Papan komposit dari Limbah Batang Kelapa Sawit dan Polietilene (PE) daur ulang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Luqman N.A. 2012. Keberadaan Jenis Dan Kultivar Serta Pemetaan Persebaran Tanaman Pisang (Musa Sp) Pada Ketinggian Yang Berbeda Di Pegunungan Kapur Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Program Studi Biologi. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Maloney T.M. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard Manufacturing. Miller Freeman Inc. San Fransisco.

Mawardi I. 2009. Mutu Papan Partikel dari Kayu Kelapa Sawit (KKS) Berbasis Perekat Polistirena. Jurnal Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Banda Aceh. Vol 11(2): 91-96.

Mutiha R. 2010. Ketahanan Papan Komposit Dari Limbah Batang Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Dan Plastik Polipropilena Terhadap Cuaca. Skripsi. Fakultas Pertanian. Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

Nuryawan A., M. Massijaya dan Y.S. Hadi. 2008. Sifat Fisis dan Mekanis Oriented Strand Board (OSB) Dari Akasia, Ekaliptus dan Gmelina Berdiameter Kecil: Pengaruh Jenis Kayu dan Macam Aplikasi Perekat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan. Vol 1(2): 60-66.


(3)

Prayitno T.A. 1995. Teknologi papan partikel. Modul ajar . Fakultas Kehutanan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Rahman H. 2006. Pembuatan Pulp dari Batang Pisang Uter (Musa paradisiaca Linn. var uter) Pascapanen dengan Proses Soda. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Universitas gadjah Mada. Yogyakarta.

Rizki H.Z. 2014. Kualitas Papan Komposit Plastik Dari Limbah Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Dan Polipropilena Daur Ulang. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Departemen Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor . Ruhendi S., Koroh D.N., Syamani F.A., Yanti H., Nurhaida., Saad S., Sucipto T.

2007. Analisis Perekatan Kayu. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saragih R. 2009. Uji Laboratories Daya Tahan Komposit Serbuk Kayu Plastik Polietilena Berkerapatan Tinggi Setelah Pelunturan Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes gestroi). Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Satito A. 2012. Pengujian Sifat Mekanis Komposit Serbuk Kayu Dan Plastik High Density Polyethylene (Hdpe). Jurnal Rekayasa Mesin Politeknik Negeri Semarang. Vol 6(4): 130-136.

Seprianto D. 2008. Karakteristik dan Sifat Material Plastik dan Bahan Aditif. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas pancasila. Jakarta.

Septiari I.A.P.W., I Wayan K., dan Ngadiran K. 2014. Pembuatan Papan Partikel dari Limbah Plastik Polyprophylene (PP) Dan Tangkai Bambu. Jurnal Kimia Visvitalis. Vol 2 (1): 117-126.

Setyawati, D. 2003., Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serbuk Kayu Plastik. SNI (Standar Nasional Indonesia): 03-2105-2006. Papan Partikel. Dewan Standarisasi Nasional – DSN.

Stark N.M and Rowland R.E. 2002. Effect of Wood Fiber Characteristic on Mechanical Properties af Wood/Polypropylene Composites.,Wood and Fiber.

Supriyadi A dan Satuhu S. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syafrudin. 2004. Pengaruh Konsentrasi Larutan dan Waktu Pemasakan Terhadap Rendemen dan Sifat Fisis Pulp Batang Pisang Kepok (Musa spp) Pascapanen. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


(4)

Syarief R., Sentausa S., dan Isyana St. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Tampubolon N. 2015. Fiber Plastic Composite dari Kertas Kardus dan Polipropilena (PP) dengan Penambahan Maleat Anhidrida (MAH) dan Benzoil Peroksida (BP). Skripsi. Fakultas Pertanian. Program Studi Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

Taurista A.Y., A.O. Riani dan K.H. Putra. 2004. Komposit Laminat Bambu Serat Woven Sebagai Bahan Alternatif Pengganti Fiber Glass pada Kulit Kapal. Jurusan Teknik Material. Intitut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Wardani L., M.Y. Massijaya., M.F. Machdie. 2013. Pemanfaatan Limbah Pelepah

Sawit Dan Plastik Daur Ulang (Rpp) Sebagai Papan Komposit Plastik. Jurnal Hutan Tropis Volume 1(1)

Wijaya A. 2002. Pengembangan Teknologi Papan Komposit dari Limbah Batang Pisang (Musa sp): Sifat Fisis Mekanis Papan pada Berbagai Tingkat Asetilasi. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Wulandari F.T. 2013. Produk Papan Komposit Dengan Pemanfaatan Limbah Non Kayu. Media Bina Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Volume 7(6).


(5)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Persiapan bahan baku dan pembuatan papan komposit plastik dilakukan di Workshop Teknologi Hasil Hutan Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan USU, Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU sedangkan untuk pengujian sifat fisis dan mekanis contoh uji dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan USU. Penelitian ini berlangsung pada bulan Juli 2015 sampai bulan Oktober 2015.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan elektrik, oven, plat besi berukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm, mesin hot press, caliper, alluminium foil, kantong plastik, penggaris, alat tulis, k e r t a s label, cutter, desikator, parang, kamera digital, kalkulator, mesi n exst ruder dan UTM (Universal Testing Machine). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel batang pisang barangan dan plastik polipropilena (PP).

Prosedur Penelitian

Secara umum pembuatan papan plastik meliputi persiapan bahan baku, pengeringan bahan baku, pembuatan pelet plastik, pengempaan panas, pengkondisian, pemotongan dan pengujian. Papan plastik yang akan dibuat berukuran 25 x 25 x 1 cm dengan kerapatan target 0,7 g/cm3. Selanjutnya alur kerja disajikan pada Gambar 2.


(6)

Gambar 2. Bagan alur penelitian Bahan baku (batang

pisang barangan dan plastik polipropilena)

Batang pisang dicacah kemudian dikeringkan

secara alami

Pengovenan partikel batang pisang hingga

KA 5%

Pembuatan pelet dengan perbandingan plastik

polipropilena dan partikel batang pisang

yaitu 50:50, 60:40,

Pembentukan lembaran papan (mat forming)

ρ = 0,7 g/cm3 Dimensi = 25 x 25 x 1

Pengempaan Dengan suhu 170 0C

waktu 10 menit dan tekanan 25 kg/cm2 Pemotongan contoh uji

Pengkondisian (conditioning) selama 7 hari Pengujian kualitas

papan plastik (SNI 03-2105-2006)

Sebanyak 3 ulangan Sifat fisis

Kerapatan Kadar air Daya serap air Pengembangan tebal Sifat mekanis Keteguhan lentur Keteguhan patah Keteguhan rekat Pemotongan partikel dengan ukuran panjang ±0,5 cm dan lebar ±0,5


(7)

Persiapan Bahan Baku

Batang pisang barangan yang sudah diambil buahnya atau tidak produktif lagi ditebang dengan menggunakan pisau. Batang pisang ditebang mulai dari batas permukaan tanah sampai batas melekatnya daun pisang pada batang pisang tersebut.Batang pisang tersebut dipotong menjadi beberapa bagian membentuk log/batang sepanjang ±100 cm. Setelah itu untuk mempermudah pencacahan bagian-bagian batang pisang tersebut dipisahkan menjadi beberapa pada setiap log/batang. Batang pisang tersebut dicacah secara manual dengan ukuran seragam yaitu panjang ±3 cm dan tebal ±1 cm.

Batang yang sudah dicacah kemudian dikeringkan secara alami yaitu dengan diangin-anginkan di tempat yang terbuka. Setelah proses pengeringan udara, kadar airnya menjadi berkisar antara 12-15%. Proses pencacahan dan pengeringan ini berlangsung selama ±2 minggu. Bahan baku yang sudah kering kemudian dioven sampai kadar airnya mencapai ±5%. Setelah proses pengeringan partikel batang pisang barangan dipotong secara manual dengan ukuran seragam yaitu panjang ±0,5 cm dan lebar ±0,5 cm

Perhitungan Bahan Baku

Kebutuhan partikel batang pisang dan plastik polipropilena yang digunakan untuk pembuatan papan komposit plastik tergantung pada perlakuan yang dilakukan dan kerapatan sasaran. Kerapatan sasaran yang digunakan adalah 0,7 g/cm3 dengan dimensi papan 25 cm x 25 cm x 1 cm. SNI 03-2105-2006 mensyaratkan nilai kerapatan papan komposit sebesar 0,4 – 0,9 g/cm³.Perhitungan komposisi partikel batang pisang dan plastik yang akan digunakan untuk membuat satu buah papan komposit plastik adalah sebagai berikut:


(8)

Kebutuhan bahan baku = ρ x d

= 0,7 g/cm3 x 25 cm x 25 cm x 1 cm = 437,5 g

Perbandingan plastik polipropilena dan partikel batang pisang yang digunakan adalah 50:50, 60:40, 70:30 dan 80:20 dengan jumlah ulangan 3 kali setiap komposisi bahan baku sehingga jumlah papan yang akan dibuat adalah 12 papan contoh uji. Perbandingan ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ayu et al. (2014) mengenai papan partikel dari limbah plastik polipropilena (PP) dan serbuk bambu tali dengan berbagai variasi komposisi yaitu 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, dan 50:50 (serbuk bambu berbanding limbah plastik PP).

Dalam penelitian ini akan diteliti mengenai kualitas papan komposit plastik yang dihasilkan dari faktor perbedaan komposisi antara plastik propilena dan partikel batang pisang barangan. Kebutuhan bahan baku dari komposisi plastik propilena dan partikel batang pisang barangan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kebutuhan bahan baku papan komposit plastik batang pisang barangan

Komposisi plastik polipropilena dan partikel

Jumlah plastik (g) Jumlah partikel (g) Ulangan

50:50 218,75 218,75 3

60:40 262,5 175 3

70:30 306,25 131,25 3

80:20 350 87,5 3

Pembuatan Papan Plastik Pembuatan pelet

Bahan baku partikel batang pisang barangan dan matriks (plastik polipropilena) ditimbang sesuai dengan komposisinya (50:50, 60:40, 70:30 dan 80:20) . Matriks dicampur dengan partikel dan diaduk sampai merata. Suhu untuk pembuatan pelet adalah 170oC. Proses pembuatan pelet menggunakan mesin


(9)

exstruder disajikan pada Gambar 2.

Gambar 3. Proses pembuatan pelet Pembuatan Lembaran

Rangkaian proses pembuatan lembaran papan plastik adalah terlebih dahulu disiapkan plat besi yang dilapisi lembaran teflon dan diletakkan bingkai cetakan berukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm diatasnya. Pelet dimasukkan ke bingkai cetakan dan ditekan selanjutnya ditutup lagi dengan lembaran teflon dan plat besi. Selama proses pembentukan lembaran pendistribusian partikel pada alat pencetak diusahakan tersebar merata sehingga papan plastik yang dihasilkan memiliki profil kerapatan yang seragam.

Pengempaan

Pelet dalam cetakan besi dikempa dengan mesin kempa panas (hot press) pada suhu 170oC dengan tekanan 25 kg/cm2 selama 10 menit. Hal ini didasarkan pada penelitian penelitian yang telah dilakukan oleh Ayu et al. (2014) mengenai papan partikel dari limbah plastik polipropilena (PP) dan serbuk bambu tali dengan berbagai variasi komposisi dengan menggunakan suhu 170oC dan tekanan 25 kg/cm2.

Pengkondisian

Papan yang baru dibentuk dengan mesin kempa panas (hot press) masih lunak dan rentan terhadap kerusakan oleh sebab itu perlu dilakukan pengkondisian. Pengkondisian ini berfungsi untuk menyeragamkan kadar air,

Matriks PP

Partikel batang pisang

Dicampur dan diaduk

Dimasukkan ke


(10)

menghilangkan tegangan sisa setelah pengempaan serta menjaga agar papan tidak berubah bentuk atau melenting. Papan akan mudah untuk berubah bentuk jika papan masih dalam keadaan panas dan lembek. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan plastik sebagai salah satu komponen pembentuknya. Pengkondisian dilakukan di dalam ruangan selama 7 hari pada suhu kamar.

Pengujian Papan Plastik Pembuatan contoh uji

Papan plastik yang telah mengalami pengkondisian kemudian dipotong sesuai dengan tujuan pengujian yang dilakukan. Ukuran contoh uji disesuaikan dengan standar SNI 03-2105-2006 tentang papan partikel disebabkan SNI tidak menetapkan standar pengujian khusus untuk papan komposit plastik. Pola pemotongan untuk pengujian seperti terlihat pada Gambar 4 .

25 cm

20 cm

25 cm 10 cm

10 cm 5 cm

Gambar 4. Pola pemotongan contoh uji 5 cm


(11)

Keterangan:

A = contoh uji untuk pengujian MOR dan MOE (5 cm x 20 cm) B = contoh uji untuk kadar air dan kerapatan (10 cm x 10 cm)

C = contoh uji untuk daya serap air dan pengembangan tebal (5 cm x 5 cm) D = contoh uji keteguhan rekat (5 cm x 5 cm)

Parameter sifat fisis papan plastik yang diuji adalah kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan daya serap air, sedangkan sifat mekanis papan yang diuji adalah modulus elastisitas (MOE), modulus patah (MOR) dan keteguhan rekat internal. Nilai sifat fisis dan mekanis papan plastik mengacu pada standar SNI 03-2105-2006 tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Sifat Fisis dan Mekanis Papan Plastik Berdasarkan SNI 03-2105-2006

No Sifat fisis dan mekanis Satuan JIS A 5908-2003

1 Kerapatan g/cm3 0,4-0,9

2 Kadar air % ≤ 14

3 Daya serap air % -

4 Pengembangan tebal % ≤ 12

5 MOR Kg/cm2 ≥ 82

6 MOE Kg/cm2 ≥ 20.400

7 Keteguhan rekat internal Kg/cm2 ≥ 1,5

8 Kuat pegang sekrup Kg ≥ 30

9 Garis luasan % -

10 Kekerasan N -

11 Emisi formaldehida Ppm ≤ 0,3

Sumber: SNI 03-2105-2006 Pengujian Sifat Fisis a. Kerapatan

Kerapatan dihitung berdasarkan volume kering udara dan berat contoh uji. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm diukur panjang, lebar, dan tebalnya dengan empat titik pengukuran untuk menentukan volume. Prosedur pengujian kerapatan dilakukan yaitu contoh uji diukur panjangnya pada kedua sisi lebarnya, 25 mm dari tepi dengan ketelitian 0,1 mm (Gambar 5). Contoh uji diukur lebarnya pada kedua sisi panjangnya, 25 mm dari tepi dengan


(12)

ketelitian 0,1 mm. Contoh uji diukur tebalnya pada keempat sudutnya, 25 mm dari sudutnya (pada titik persilangan pengukuran panjang dan lebar) dengan ketelitian 0,05 mm. Contoh uji ditimbang dengan ketelitian 0,01 g. Nilai kerapatan papan komposit plastik dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

ρ = M/V

Keterangan:

ρ = kerapatan (g/cm3)

M = berat contoh uji kering udara (gram) V = volume contoh uji kering udara (cm3)

Gambar 5. Pengukuran kerapatan contoh uji Keterangan gambar:

: tempat pengukuran tebal papan plastik (mm)

b. Kadar air

Kadar air papan komposit plastik dihitung dari berat awal dan berat akhir setelah mengalami pengeringan udara. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm. Prosedur pengujian kadar air dilakukan yaitu contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal dengan ketelitian hingga 0,01 gram. Contoh uji


(13)

dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2°C. Masukkan contoh uji ke dalam desikator, kemudian ditimbang. Kegiatan ini diulang dengan selang 6 jam sampai beratnya tetap (berat kering mutlak), yaitu bila perbedaan beratnya maksimum 0,1%. Selanjutnya kadar air papan dihitung dengan menggunakan rumus:

KA (%) = BA – BKO x 100%

Keterangan:

KA = kadar air (%)

BA = berat awal contoh uji (gram)

BKO = berat tetap contoh uji setelah pengeringan (gram)

c. Daya serap air

Daya serap air papan komposit dihitung berdasarkan berat sebelum dan sesudah perendaman dalam air selama 2 dan 24 jam dengan ukuran contoh uji 5 cm x 5 cm. Terlebih dahulu dilakukan perendaman selama 2 jam dan kemudian contoh uji ditiriskan untuk menghitung daya serap airnya, lalu dilakukan perendaman untuk 24 jam dengan menggunakan contoh uji yang sama selama selama 22 jam. Besarnya daya serap air papan dihitung berdasarkan rumus:

DSA (%) = B2 – B1 x 100

Keterangan:

DSA = daya serap air (%)

B1 = berat contoh uji sebelum perendaman (gram)

B2 = berat contoh uji setelah perendaman 2 jam/24 jam (gram)

d. Pengembangan tebal

Perhitungan pengembangan tebal didasrkan pada selisih tebal sebelum perendaman (T1) dan tebal setelah perendaman (T2) dalam air pada suhu kamar

BKO


(14)

selama 24 jam. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm diukur dengan tiga titik pengukuran. Pengembangan tebal dihitung dengan rumus:

PT (%) = T2 – T1 x 100%

Keterangan:

PT = pengembangan tebal (%)

T1 = tebal contoh uji sebelum perendaman

T2 = tebal contoh uji setelah perendaman 2 jam/24 jam

Pengujian Sifat Mekanis

a. Keteguhan lentur (modulus of elasticity)

Keteguhan lentur (MOE) menunujukkan ukuran ketahanan papan menahan beban dalam proporsi (sebelum patah). Sifat ini sangat penting jika papan digunakan sebagai bahan konstruksi. Pengujian modulus lentur menggunakan contoh uji berukuran 5 cm x 20 x 1 cm pada kondisi kering udara. Pada saat pengujian dicatat besarnya defleksi yang terjadi setiap selang beban tertentu. Nilai modulus lentur (MOE) dihitung dengan menggunakan rumus:

MOE = ΔPL3

Keterangan:

MOE = modulus lentur (kgf/cm2)

P = beban sebelum batas proporsi (kgf) L = jarak sangga (cm)

Y = lenturan pada beban P (cm) b = lebar contoh uji (cm) h = tebal contoh uji (cm)

b. Keteguhan patah (modulus of rupture)

Modulus patah (MOR) adalah suatu sifat mekanis papan yang menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai MOR,

T1


(15)

maka pengujian pembebanan dilakukan sampai contoh uji patah. Pengujian keteguhan patah (MOR) dilaksanakan bersamaan dengan pengujian keteguhan lentur (MOE). Pengujian modulus patah dilakukan dengan menggunakan mesin uji universal (Universal Testing Machine). Contoh uji berukuran 5 cm x 20 cm pada kondisi kering udara. Nilai MOR papan komposit dihitung dengan rumus:

MOR = 3PL

Keterangan:

MOR = modulus patah (kgf/cm2) P = beban maksimum (kgf) L = jarak sangga (15 cm) b = lebar contoh uji (cm) h = tebal contoh uji (cm)

c. Keteguah rekat internal (internal bond)

Keteguhan rekat diperoleh dengan cara merekatkan kedua permukaan contoh uji pada dua balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik dengan arah berlaanan dan dicatat beban maksimum. Contoh uji keteguhan rekat berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Cara pengujian keteguhan rekat internal disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengujian keteguhan rekat (internal bond) 2bh2


(16)

Keteguhan rekat tersebut dihitung dengan menggunakan rumus : IB = P/A

Keterangan:

IB = keteguhan rekat internal (kg/cm2) P = gaya maksimum yang bekerja (kg) A = luas permukaan contoh uji (cm2) Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan terhadap sifat fisis dan mekanis papan komposit plastik, maka dilakukan analisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan dan menggunakan 4 taraf perlakuan yaitu 50:50, 60:40, 70:30 dan 80:20. Jumlah ulangan pada penelitian ini adalah 3 ulangan dan jumlah papan yang dibuat yaitu 12 papan contoh uji. Model statistik dari rancangan percobaan ini adalah:

Yij = μ + τi + Σij Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan ke-i dan ulangan ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan ke-i

Σij = pengaruh acak (galad) pada perlakuan komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan ke-i dan ulangan ke-j.


(17)

Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 = Perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan tidak mempengaruhi sifat fisis dan mekanis papan komposit plastik.

H1 = Perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan mempengaruhi sifat fisis dan mekanis papan komposit plastik.

Untuk mempengaruhi pengaruh perlakuan yang diberikan, maka dilakukan sidik ragam dengan kriteria pengujian yaitu F hitung < F tabel, maka H0 yang diterima dan jika F hitung > F tabel, maka H1 yang diterima. Untuk mengetahui taraf perlakuan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan yang berpengaruh nyata terhadap sifat fisis dan mekanis papan komposit plastik, maka dilanjutkan dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan (Duncan multi range test) degan tingkat kepercayaan 95 %.


(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sifat Fisis Papan Plastik

Sifat fisis papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan terdiri dari kerapatan (ρ), kadar air (KA), daya serap air (DSA) dan pengembangan tebal (PT). Rata-rata hasil sifat fisis papan plastik disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata nilai sifat fisis papan plastik batang pisang barangan

Komposisi PP:Partikel

Kerapatan (g/cm3)

Kadar Air (%)

Daya Serap Air (%) 2 Jam 24 Jam

Pengembangan Tebal (%) 2 Jam 24 Jam

50:50 0,69 3,08 4,11 13,59 0,36 0,68

60:40 0,52 4,32 11,41 28,48 0,21 0,69

70:30 0,73 2,14 2,43 8,12 0,21 0,43

80:20 0,66 1,67 1,88 5,38 0,41 0,62

Kerapatan

Hasil pengujian kerapatan papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan berkisar antara 0,52-0,73 g/cm3. Data rata-rata kerapatan papan plastik disajikan pada Gambar 7, dan data hasil pengujian kerapatan papan plastik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada Gambar 7 menunjukkan rata-rata kerapatan papan plastik relatif tidak seragam dengan nilai yang paling tinggi adalah papan plastik yang menggunakan komposisi bahan 70:30 yaitu sebesar 0,73 g/cm3 dan nilai kerapatan papan plastik paling kecil adalah papan plastik yang menggunakan komposisi bahan 60:40 yaitu sebesar 0,52 g/cm3. Nilai kerapatan papan plastik menggambarkan kekompakan antara matriks dengan partikel. Semua nilai kerapatan papan plastik yang


(19)

dihasilkan memenuhi standar SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai kerapatan 0,4-0,9 g/cm3.

Gambar 7. Grafik rata-rata kerapatan papan plastik batang pisang barangan

Hasil pengujian kerapatan dengan komposisi bahan 50:50, 60:40, 70:30 dan 80:20 memiliki nilai kerapatan yang beragam yaitu berkisar 0,52-0,73 g/cm3. Hal ini disebabkan oleh ketebalan papan setelah pengkondisian yang dihasilkan lebih besar dari ketebalan target yakni 1 cm. Kondisi ini dikenal dengan istilah springback. Pada penelitian ini nilai springback yang dihasilkan rata-rata sebesar 8,66%. Nuryawan et al. (2008) menyatakan bahwa spring back merupakan usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan yang lebih besar sehingga tebal akhir papan yang diinginkan kurang terpenuhi.

Menurut Mawardi (2009) dalam penelitiannya mengenai papan partikel dari kayu kelapa sawit (KKS) berbasis perekat polistirena (PS), perbandingan

0.69bc

0.52a

0.73c

0.66b

Series2, , 0

K

er

a

pa

ra

n

g

/cm

3

Komposisi PP:Partikel

50:50 60:40 70:30 80:20

SNI 03-2105 2006


(20)

komposisi plastik dengan bahan baku sebagai pengisi, menghasilkan nilai kerapatan tertinggi pada perbandingan 70:30. Pola komposit dengan perbandingan 70:30 terlihat halus, merata, agak rapat dan nampak kompak. Dalam penelitian ini, papan plastik yang menggunakan komposisi 70:30 memiliki nilai kerapatan yang tinggi dibandingkan papan plastik yang menggunakan komposisi 50:50, 60:40 dan 80:20.

Hasil sidik ragam kerapatan papan plastik menunjukkan bahwa perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan plastik (Lampiran 10). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan dengan komposisi bahan 70:30 sangat berbeda nyata dengan perlakuan dengan komposisi bahan 60:40 dan 80:20, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 50:50. Jadi komposisi bahan yang disarankan adalah komposisi bahan 50:50. Karena komposisi bahan 50:50 menghasilkan nilai kerapatan yang perbedaannya tidak signifikan dengan komposisi bahan 70:30. Selain itu, komposisi bahan 50:50 telah menghasilkan nilai kerapatan yang memenuhi standar SNI 03-2105-2006.

Kerapatan papan plastik batang pisang barangan yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mawardi (2009) mengenai papan partikel dari kayu kelapa sawit (KKS) berbasis perekat polistirena (PS). Hasil penelitiannya dengan menggunakan komposisi polistirena (PS) dan partikel kayu kelapa sawit (KKS) yaitu 50:50, 60:40, 70:30, 80:20 menunjukkan nilai kerapatan berkisar 0,60-0,85 g/cm3 sedangkan hasil penelitian ini dengan komposisi polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan yaitu 50:50, 60:40, 70:30, 80:20 memiliki nilai kerapatan


(21)

berkisar 0,52-0,73 g/cm3. Hal ini diduga karena volume papan plastik untuk sampel kerapatan pada hasil penelitian ini meningkat sementara massanya tetap (Lampiran 1) sehingga nilai kerapatan yang dihasilkan lebih rendah.

Target kerapatan papan plastik yang dihasilkan adalah 0,70 g/cm3 tetapi hasil yang diperoleh adalah 0,52-0,73 g/cm3. Papan plastik yang memenuhi target kerapatan yaitu papan plastik yang menggunakan komposisi 50:50, 70:30 dan 80:20 sementara papan plastik yang tidak memenuhi target kerapata terdapat pada papan plastik yang menggunakan komposisi 60:40 yaitu sebesar 0,52 g/cm3. Hal ini diduga karena penyesuaian kadar air papan terjadi pada saat pengkondisian sehingga terjadi kenaikan tebal papan plastik yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya kerapatan papan plastik.

Maloney (1993) mengklasifikasikan kerapatan papan komposit terhadap tiga golongan, yaitu papan berkerapatan rendah (<0,4 g/cm3), berkerapatan sedang (0,4-0,8 g/cm3), dan berkerapatan tinggi (>0,8 g/cm3). Hasil nilai rata-rata kerapatan papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan berkisar 0,52-0,73 g/cm3. Hal tersebut menunjukkan papan plastik yang dihasilkan termasuk dalam golongan papan plastik berkerapatan sedang yaitu 0,4-0,8 g/cm3.

Kadar air

Rata-rata nilai kadar air (KA) papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan berkisar antara 1,67-4,32%. Hasil rata-rata kadar air papan plastik dapat dilihat pada Gambar 8, dan data hasil pengujian kadar air papan plastik secara lengkap dapat dilihat pada


(22)

Lampiran 2.

Gambar 8. Grafik rata-rata kadar air papan plstik batang pisang barangan

Gambar 8 terlihat bahwa nilai kadar air tidak stabil menurun seiring dengan perubahan komposisi bahan. Nilai kadar air tertinggi terdapat pada komposisi bahan 60:40 yaitu 4,32%. Sedangkan nilai kadar air terendah terdapat pada komposisi bahan 80:20 yaitu 1,67%. Semua nilai kadar air papan plastik yang dihasilkan memenuhi standar SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai kadar air ≤14%.

Hasil sidik ragam kadar air papan plastik menunjukkan bahwa perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan berpengaruh nyata terhadap kadar air papan plastik (Lampiran 11). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan dengan komposisi bahan 60:40 berbeda nyata dengan perlakuan dengan komposisi bahan 70:30 dan 80:20, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 50:50. Jadi komposisi bahan yang disarankan adalah komposisi bahan 50:50. Karena komposisi bahan 50:50

3.08bc 4.32c

2.14ab 1.67a

Series2, , 0

K

a

da

r

a

ir

(%)

Komposisi PP:Partikel

50:50 60:40 70:30 80:20

SNI 03-2105 2006 KA ≤14%


(23)

menghasilkan nilai kadar air yang perbedaannya tidak signifikan dengan komposisi bahan 60:40. Selain itu, komposisi bahan 50:50 telah menghasilkan nilai kadar air yang memenuhi standar SNI 03-2105-2006 yaitu tidak lebih dari 14%.

Nilai kadar air papan plastik yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan nilai kadar air hasil penelitian Mawardi (2009). Kadar air yang dihasilkan dalam penelitian tersebut berkisar antara 3,60-11,68% sedangkan dalam penelitian ini nilai kadar air berkisar antara 1,67-4,32%.

Rendahnya nilai kadar air yang dihasilkan diduga karena bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah pengeringan di bawah paparan sinar matahari, kemudian dikeringovenkan lagi hingga mencapai kadar air 5%. Setelah itu dilakukan pencampuran partikel dengan plastik polipropilena (PP) menggunakan mesin ekstruder dengan suhu 160 °C mengakibatkan kadar air bahan baku semakin menurun. Selain itu, penggunaan hot press dengan suhu 170 °C, tekanan 25 kgf/cm2, dan waktu 10 menit, dalam proses pembuatan papan plastik dapat menurunkan nilai kadar air hingga dibawah 5%. Plastik polipropilena (PP) yang tercampur pada bahan baku juga menahan uap air sehingga air tidak mudah meresap ke dalam papan plastik. Hal lain diduga, pengkondisian papan plastik selama 7 hari sebelum mencapai kadar air lingkungan. Akibatnya, papan plastik yang dihasilkan memiliki nilai kadar air yang rendah.

Papan plastik dengan komposisi bahan 80:20 memiliki nilai kadar air yang yang paling rendah yaitu 1,67%. Hal ini dapat dipahami karena jumlah partikel batang pisang barangan yang digunakan pada komposisi 80:20 lebih rendah


(24)

dibandingkan dengan komposisi 50:50, 60:40 dan 70:30. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah partikel yang digunakan pada papan plastik dengan komposisi 80:20 memiliki kemampuan yang rendah dalam menyerap air. Kadar air yang yang terlalu rendah menyebabkan ikatan rekat menjadi kuat karena jumlah plastik polipropilena (PP) yang digunakan lebih tinggi. Dahniah (2003) menyatakan bahwa kadar air yang terendah terdapat pada penambahan komposisi plastik polipropilena (PP) yang tinggi dikarenakan oleh semakin banyak polipropilena (PP) yang digunakan pada papan plastik maka dapat mengurangi pengikatan papan plastik terhadap uap air.

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan nilai kadar air berbanding terbalik dengan nilai kerapatan. Semakin tinggi nilai kerapatan maka semakin rendah nilai kadar air yang dihasilkan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ruhendi et al. (2007) yang mengemukakan bahwa kadar air papan partikel dipengaruhi oleh kerapatannya, papan dengan kerapatan tinggi memiliki ikatan antara molekul partikel dengan molekul perekat terbentuk dengan kuat sehingga molekul air sulit mengisi rongga yang terdapat dalam papan komposit karena telah terisi dengan molekul perekat.

Daya Serap Air

Daya serap air (DSA) papan plastik diukur pada waktu 2 jam dan 24 jam setelah perendaman dalam air. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pertambahan nilai DSA papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan yang dihasilkan. Nilai DSA yang dihasilkan dalam penelitian ini untuk 2 jam berkisar antara 1,88-11,41% dan untuk 24 jam berkisar


(25)

5,38-28,48%. Nilai rata-rata daya serap air dapat dilihat pada Gambar 9, sedangkan data hasil pengujian DSA papan plastik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.

Gambar 9. Grafik rata-rata DSA papan plastik batang pisang barangan

Pada Gambar 9 terlihat kecenderungan nilai DSA tidak stabil seiring dengan perubahan komposisi bahan. Nilai daya serap air juga kecendrungan semakin menurun dengan bertambahnya jumlah plastik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mawardi (2009) bahwa penurunan daya serap air dikarenakan perekat yang masuk ke rongga-rongga sel partikel semakin banyak sehingga kontak antar partikel semakin rapat dan uap air akan sulit masuk ke dalam papan plastik.

Nilai DSA baik pada perendaman 2 jam maupun 24 jam yang tertinggi terdapat pada papan plastik dengan komposisi bahan 60:40 yaitu sebesar 11,41%

4.11b

11.41c

2.43ab 1.88a

DSA 2 JAM, , 0 13.59b

28.48c

8.12a

5.38a

DSA 24 JAM, , 0

Da

y

a

s

er

a

p a

ir

(%)

Komposisi PP:Partikel

DSA 2 JAM DSA 24 JAM


(26)

dan 28,48% dan DSA terendah pada komposisi bahan 80:20 yaitu 1,88% dan 5,38%. Nilai DSA papan plastik pada komposisi bahan 60:40 lebih tinggi karena memiliki nilai kerapatan yang lebih rendah dibandingkan komposisi yang lain. Nilai DSA sangat erat hubungannya dengan nilai kerapatan, sehingga semakin rendah kerapatan papan plastik, maka ikatan antar partikel akan semakin tidak kompak dan menyebabkan rongga udara dalam lembaran papan akan semakin besar. Keadaan tersebut akan menyebabkan air menjadi mudah untuk mengisi rongga pada papan plastik tersebut sehingga semakin besar daya serap air papan plastik, demikian pula sebaliknya.

Hasil sidik ragam daya serap air (DSA) papan plastik dengan perendaman 2 jam dan 24 jam menunjukkan bahwa perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan berpengaruh sangat nyata terhadap daya serap air papan plastik (Lampiran 12 dan Lampiran 13). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa DSA dengan perendaman 2 jam dan 24 jam, dengan perlakuan komposisi bahan 80:20 berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 50:50 dan 60:40, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 70:30. Jadi komposisi bahan yang disarankan adalah komposisi bahan 70:30 karena komposisi bahan 70:30 menghasilkan perbedaan nilai DSA yang tidak signifikan dengan komposisi bahan 80:20.

Nilai DSA papan plastik meningkat seiring bertambahnya jumlah partikel batang pisang barangan (filler) dan berkurangnya jumlah plastik polipropilena (matriks) yang digunakan. Hal tersebut disebabkan pada proses perendaman contoh uji, air akan mengisi ruang kosong yang ada dalam papan plastik dan mengakibatkan berkurangnya kontak atau kekompakan antara matriks dengan


(27)

filler sehingga air atau uap air akan semakin mudah masuk ke dalam papan plastik. Selain itu partikel batang pisang barangan sebagai filler bersifat higroskopis sedangkan plastik PP sebagai matriks bersifat hidrofobik. Perbedaan sifat tersebut akan menyebabkan air atau uap air akan semakin mudah masuk mengisi rongga papan partikel, yaitu pada keadaan filler lebih banyak daripada matriks.

Hasil penelitian ini memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Lubis (2009) mengenai papan plastik dari limbah batang kelapa sawit dan polietilene (PE) daur ulang. Pada penelitian tersebut, nilai daya serap air papan plastik tanpa bahan aditif yang dihasilkan dengan perendaman 2 jam berkisar 0,92-3,83% dan untuk perendaman 24 jam berkisar 7,31-16,19%. Hal ini diduga karena semua nilai kerapatan papan plastik yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih rendah sehingga pada saat pengujian DSA, air dengan mudah masuk ke dalam papan, yang menyebabkan nilai DSA papan partikel yang dihasilkan lebih tinggi. Nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan oleh penelitian Lubis berkisar 0,77-0,87 g/cm3, sedangkan nilai kerapatan penelitian ini adalah 0,52-0,73 g/cm3.

Nilai DSA semakin meningkat dengan lamanya waktu perendaman. Hal ini disebabkan oleh air yang masuk mengisi rongga dan dinding sel papan semakin banyak seiring dengan lamanya proses perendaman. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Lubis (2009) yang menunjukkan nilai perendaman 24 jam lebih tinggi dari nilai perendaman 2 jam.

Nilai daya serap air tidak disyaratkan oleh SNI 03-2105-2006, namun batas nilai DSA papan plastik ditentukan sampai kadar air pada kondisi titik jenuh


(28)

dimana keadaan semua air mengisi rongga dan dinding sel partikel batang pisang barangan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan yang terbaik. Nilai DSA yang dihasilkan dalam penelitian ini rendah, sehingga papan plastik dapat digunakan untuk keperluan eksterior atau interior.

Pengembangan Tebal

Pengukuran pengembangan tebal dilakukan bersamaan dengan pengukuran daya serap air dengan contoh uji yang sama yang diukur pada waktu 2 jam dan 24 jam setelah papan direndam dalam air. Nilai pengembangan tebal pada perendaman 2 jam berkisar 0,21-0,41% dan pengembangan tebal pada perendaman 24 jam berkisar 0,43-0,69%. Hasil rata-rata pengembangan tebal papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan disajikan pada Gambar 10, dan hasil pengujian pengembangan tebal papan plastik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.

Pada Gambar 10 terlihat kecenderungan bahwa semakin lama perendaman maka semakin meningkat pengembangan tebal yang dihasilkan. Hasil pengujian menunjukkan pengembangan tebal tertinggi pada perendaman 2 jam dan 24 jam terdapat pada perlakuan komposisi bahan 50:50 yaitu 0,36% dan 0,68%. Sedangkan pengembangan tebal terendah pada perendaman 2 jam dan 24 jam terdapat pada komposisi bahan 70:30 yaitu 0,21% dan 0,43%.


(29)

Gambar 10. Grafik rata-rata PT papan plastik batang pisang barangan

Pengembangan tebal pada perendaman 24 jam lebih besar dari pengembangan tebal pada perendaman 2 jam. Hal ini disebabkan karena semakin lama perendaman, air yang masuk semakin banyak, maka ikatan-ikatan antar partikel semakin lemah sehingga pengembangan tebal meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1996) bahwa meningkatnya kadar air papan partikel mengakibatkan timbulnya pengembangan partikel kayu dan melemahnya ikatan antar partikel sehingga partikel-partikel kayu dapat membebaskan diri dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan. Semakin tinggi penyerapan air maka semakin tinggi pengembangan tebal papan plastik.

Hasil sidik ragam pengembangan tebal papan plastik dengan perendaman 2 jam menunjukkan bahwa perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan

0.36b 0.21a

0.21a 0.41b

PT 2 JAM, , 0 PT 24 JAM, 50/50,

0.84 PT 24 JAM, 60/40, 0.61 PT 24 JAM, 70/30, 0.72

PT 24 JAM, 80/20,

0.76 PT 24 JAM, , 0

P

eng

em

ba

ng

a

n

T

eba

l

(%)

Komposisi PP:Partikel

PT 2 JAM PT 24 JAM


(30)

papan plastik (Lampiran 14). Hasil uji lanjut Duncan pada perendaman 2 jam menunjukkan bahwa perlakuan komposisi bahan 60:40 berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 50:50 dan komposisi bahan 80:20, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 70:30.

Sementara pada perendaman 24 jam menunjukkan bahwa perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan plastik. Artinya faktor perlakuan komposisi bahan tidak menghasilkan nilai pengembangan tebal papan plastik yang berbeda secara signifikan pada perendaman 24 jam. Jadi komposisi bahan yang disarankan adalah komposisi bahan 70:30. Perbedaan komposisi bahan 70:30 dengan komposisi bahan 60:40 memang tidak signifikan. Akan tetapi komposisi bahan 60:40 pada perendaman 24 jam menghasilkan nilai PT yang lebih tinggi dibandingkan nilai PT pada komposisi bahan 70:30.

Secara keseluruhan nilai pengembangan tebal dari hasil pengujian pada papan plastik ini dikategorikan rendah yang menandakan bahwa stabilitas dimensinya tinggi. Rizki (2014) menyatakan bahwa tingginya stabilitas dimensi papan komposit disebabkan pengaruh plastik polipropilena yang bersifat hidrofobik, sehingga papan yang dihasilkan menjadi lebih tahan terhadap air. Namun karena bahan filler (partikel batang pisang barangan) yang digunakan bahan berlignoselulosa, sehingga dapat menyerap air dan mempengaruhi ketebalan papan tersebut.

Berdasarkan SNI 03-2105-2006 nilai pengembangan tebal yang disyaratkan maksimal 12%. Rata-rata nilai pengembangan tebal papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan memang


(31)

bernilai rendah sehingga nilai pengembangan tebal yang diperoleh telah memenuhi standar yang ditetapkan.

2. Sifat Mekanis Papan Plastik

Sifat mekanis papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan terdiri dari keteguhan rekat internal (IB), keteguhan lentur (MOE), dan keteguhan patah (MOR). Rata-rata nilai sifat mekanis papan plastik disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata nilai sifat mekanis papan plastik batang pisang barangan

Komposisi PP:Partikel IB (kg/cm2) MOE (kg/cm2) MOR (kg/cm2)

50:50 2,94 5467 77,33

60:40 1,77 2710 50,72

70:30 1,56 4134 99,42

80:20 1,11 6170 128,49

Keteguhan Rekat Internal/ Internal Bond (IB)

Hasil pengujian internal bond (IB) papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan berkisar 1,11-2,94 kg/cm2. Rata-rata hasil pengujian IB disajikan pada Gambar 11 dan hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.

Pada Gambar 11 terlihat kecenderungan semakin rendah jumlah plastik polipropilena dan semakin tinggi partikel batang pisang barangan yang digunakan, maka semakin tinggi internal bond yang dihasilkan. Nilai IB yang paling tinggi terdapat pada perlakuan dengan komposisi bahan 50:50 yaitu sebesar 2,94 kg/cm2, sedangkan yang paling rendah terdapat pada komposisi bahan 80:20 yaitu sebesar 1,11kg/cm2.


(32)

Gambar 11. Grafik rata-rata internal bond papan plastik batang pisang barangan

Nilai IB papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan menghasilkan variasi keteguhan rekat. Nilai IB menurun seiring berkurangya jumlah filler (partikel batang pisang barangan) dan bertambahya jumlah matriks (plastik propilena) yang digunakan, demikian pula sebaliknya. Hal ini diduga karena penggunaan komposisi poliprolina (PP) dan partikel batang pisang barangan yang tidak seragam sehingga ikatan daya rekat semakin berkurang seiring berubahnya komposisi bahan. Haygreeen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa kekuatan internal adalah suatu uji pengendalian kualitas yang penting karena menunjukkan kebaikan pencampuran partikel dan perekat, pembentukannya, dan proses pengempaan papan tersebut.

Nilai IB tertinggi terdapat pada papan plastik dengan komposisi bahan 50:50 yaitu sebesar 2,94 kg/cm2. Hal ini diduga karena komposisi polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan yang digunakan seragam. Prayitno (1995) menjelaskan bahwa komposisi partikel berpengaruh sangat nyata terhadap

2.94b

1.77ab

1.56a

1.11a

Series2, , 0

K et eg uh a n r ek a t inte rna l (k g /cm 2) Komposisi PP:Partikel

SNI 03-2105 2006 IB ≥ 1,5 kg/cm2


(33)

keteguhan rekat internal. Semakin seimbang (seragam) komposisi partikel yang digunakan, maka keteguhan rekat internalnya semakin baik.

Hasil sidik ragam keteguhan rekat internal papan plastik menunjukkan bahwa perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat internal papan plastik (Lampiran 16). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan komposisi bahan 50:50 berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 80:20 dan 70:30, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 60:40. Jadi komposisi bahan yang disarankan adalah komposisi bahan 60:40.

Nilai IB dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Tampubolon (2015) tentang kualitas papan komposit plastik dari kertas kardus dan polipropilena (PP) dengan penambahan maleat anhidrida (MAH) dan benzoil peroksida (BP) serta berbagai variasi komposisi yaitu 50:50, 60:40 dan 70:30 yang menghasilkan nilai IB berkisar antara 4,77-8,29 kg/cm2. Hal ini dikarenakan adanya peran MAH yang dapat meningkatkan kekompakan antara biji plastik dan serat kardus pada penelitian tersebut. Sementara dalam penelitian ini tidak adanya penambahan MAH maupun BP, menunjukkan hasil pengujian pada keteguhan rekat internal lebih rendah.

Nilai rata-rata IB yang dihasilkan dalam penelitian ini hanya sebagian memenuhi SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai IB papan plastik ≥1,5 kg/cm2. Jika dibandingkan dengan SNI 03-2105-2006, maka nilai IB papan plastik dengan komposisi bahan 50:50, 60:40 dan 70:30 yang sesuai dengan standar yang ditetapkan sedangkan papan plastik dengan komposisi bahan 80:20 tidak memenuhi standar SNI 03-2105-2006 .


(34)

MOE (Modulus of Elasticity)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata MOE papan plastik dari komposisi antara plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan berkisar 2.710-6.170 kg/cm2. Hasil rata-rata nilai MOE disajikan dalam Gambar 12 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 12. Grafik rata-rata MOE papan plastik batang pisang barangan

Pada Gambar 12 terlihat nilai MOE kecenderungan tidak stabil, nilai MOE papan plastik dari komposisi bahan 50:50 menurun pada komposisi bahan 60:40 namun selanjutnya meningkat sampai pada komposisi bahan 80:20. Rata-rata nilai MOE pada Gambar 12 menunjukkan bahwa nilai MOE paling tinggi terdapat pada perlakuan komposisi bahan 80:20 yaitu sebesar 6.170 kg/cm2 sedangkan yang paling rendah terdapat pada komposisi bahan 60:40 yaitu sebesar 2.710 kg/cm2.

Papan plastik dengan komposisi bahan 60:40 menghasilkan nilai MOE yang lebih rendah dari nilai MOE dengan komposisi bahan 50:50, 70:30 dan

5467bc

2710a

4134ab

6170c

Series2, , 0

M

O

E

(

k

g

/cm

2)

Komposisi PP:Partikel SNI 03-2105 2006 MOE ≥ 20.400 kg/cm2


(35)

80:20 yaitu sebesar 2.710 kg/cm2. Hal ini diduga karena adanya pengaruh kerapatan papan plastik. Karlinasari et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin tinggi kerapatan papan maka sifat mekanisnya semakin meningkat, demikian juga sebaliknya. Dalam penelitian ini papan plastik pada komposisi 60:40 menghasilkan nilai kerapatan yang lebih rendah dibandingkan papan plastik yang lain sehingga menghasilkan nilai MOE yang lebih rendah juga. Hasil sidik ragam MOE papan plastik menunjukkan bahwa perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan berpengaruh nyata terhadap MOE papan plastik (Lampiran 17). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan komposisi bahan 80:20 berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 60:40 dan komposisi bahan 70:30, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 50:50. Jadi komposisi bahan yang disarankan adalah komposisi bahan 50:50.

Hasil penelitian ini memiliki nilai MOE yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Mawardi (2009) tentang papan partikel dari kayu kelapa sawit (KKS) berbasis perekat polistirena (PS) dengan berbagai variasi komposisi yang menghasilkan nilai MOE berkisar 5000-8000 kg/cm2. Hal ini diduga karena kurangnya kekompakan antar bahan baku.

Nilai MOE yang rendah diduga pula karena pengaruh suhu kempa dan waktu kempa yang rendah. Pada penelitian Mawardi (2009) pencetakan papan dilakukan pada suhu ruang, dan dibiarkan kering dan mengeras selama14 hari sebelum dilakukan pengujian. Sementara pada penelitian Lubis (2009), pembuatan pelet plastik menggunakan mesin ekstruder terlebih dahulu, kemudian suhu kempa yang digunakan dalam pengempaan adalah 1650C dengan waktu


(36)

kempa 15 menit. Sedangkan pada penelitian ini suhu kempa yang digunakan adalah 1700C dengan waktu kempa 10 menit.

Semua nilai MOE papan plastik dari komposisi antara plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan bernilai rendah dan masih jauh dari standar SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai MOE papan plastik ≥20.400 kg/cm2. Hal ini diduga karena partikel batang pisang barangan yang digunakan tidak berupa serbuk melainkan partikel yang berukuran 0,5 cm, sehingga kurang sempurnanya pencampuran plastik poliproplena (PP) dengan partikel batang pisang barangan di dalam mesin ekstruder dan pada saat pengempaan dalam pembuatan papan plastik. Hal ini mengakibatkan sifat keteguhan lentur hanya terdapat pada beberapa bagian papan plastik dan daya ikat perekat plastik polipropilena (PP) terhadap partikel menjadi berkurang. Maloney (1993) menyatakan bahwa nilai MOE dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan panjang serat.

MOR (Modulus of Rupture)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata MOR papan plastik dari komposisi antara plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan berkisar 50,72-128,49kg/cm2. Hasil rata-rata nilai MOR disajikan dalam Gambar 13 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.


(37)

Gambar 13. Grafik rata-rata MOR papan plastik batang pisang barangan

Pada Gambar 13 terlihat nilai MOR papan plastik bervariasi karena perbedaan komposisi bahan dengan nilai MOR menurun dari 77,33 kg/cm2 pada papan plastik dengan komposisi 50:50 menjadi sebesar 50,72 kg/cm2 pada papan plastik dengan komposisi 60:40, kemudian semakin meningkat sampai pada komposisi bahan 70:30 dan 80:20 menjadi sebesar 128,49 kg/cm2. Hal ini diduga karena nilai kerapatan papan plastik pada komposisi bahan 60:40 lebih rendah dibandingkan papan plastik yang lainnya sehingga nilai MOR menjadi lebih rendah.

Nilai rata-rata MOR paling tinggi terdapat pada perlakuan komposisi bahan 80:20 yaitu 128,49 kg/cm2, sedangkan nilai MOR paling rendah terdapat pada perlakuan komposisi bahan 60:40 yaitu 50,72 kg/cm2. Nilai ini menunjukkan bahwa perlakuan komposisi bahan 50:50 dan komposisi bahan 60:40 tidak memenuhi SNI 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai MOR papan partikel ≥82 kg/cm2. Sementara papan plastik dengan komposisi bahan 70:30 dan 80:20

77.33ab

50.72a

99.42bc

Series2, , 0

M

O

R

(

k

g

/c

m

2)

Komposisi PP:Partikel SNI 03-2105 2006

MOR ≥82 kg/cm2

50:50 60:40 70:30 80:20


(38)

menghasilkan nilai MOR yang memenuhi standar yaitu sebesar 99,42 kg/cm2 dan 128,49 kg/cm2.

Hasil sidik ragam MOR papan plastik menunjukkan bahwa perbedaan komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan berpengaruh nyata terhadap MOR papan plastik (Lampiran 16). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan komposisi bahan 80:20 berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 50:50 dan komposisi bahan 60:40, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi bahan 70:30. Jadi komposisi bahan yang disarankan adalah komposisi bahan 70:30. Karena pada komposisi bahan 70:30, perbedaan nilai MOR papan yang dihasilkan tidak signifikan dengan perlakuan komposisi bahan 80:20. Selain itu, pada komposisi bahan 70:30, nilai MOR yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI 03-2105-2006.

Hasil penelitian ini memiliki nilai MOR yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Septiari et al. (2014) tentang papan partikel dari limbah plastik polipropilena (PP) dan serbuk bambu dengan berbagai variasi komposisi bahan dengan nilai MOR berkisar 500-878 kg/cm2. Hal ini diduga karena pada penelitian tersebut menggunakan variasi tekanan kempa yaitu 15 kg/cm2, 20 kg/cm2, 25 kg/cm2, 30 kg/cm2, dan 35 kg/cm2, sedangkan dalam penelitian ini hanya menggunakan tekanan kempa 25 kg/cm2. Septiari et al. (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jika semakin besar tekanan yang diberikan saat proses pencetakan papan partikel maka nilai kuat tekan papan partikel semakin besar, terlihat pada data papan partikel yang dicetak dengan memberikan tekanan 35 kg/cm2 menghasilkan nilai kuat tekan terbesar yaitu 878 kg/cm2. Sementara pada penelitian ini nilai MOR tertinggi yaitu sebesar 128,49 kg/cm2. Hal ini


(39)

disebabkan karena pada saat proses pencetakan papan partikel diberikan tekanan yang besar, maka dapat mempengaruhi interaksi antar partikel dengan plastik yang akan menyebabkan papan plastik menjadi semakin rapat sehingga proporsi ruang kosong semakin sedikit. Sehingga, pada saat pengujian kuat tekan papan partikel akan memberikan gaya tekan yang besar demikian juga sebaliknya.

Papan plastik yang menggunakan komposisi bahan 60:40 menghasilkan nilai MOR yang paling rendah. Hal ini disebabkan karena papan plastik tersebut menghasilkan nilai kerapatan yang paling rendah sehingga menyebabkan bertambahnya daerah yang tidak berinteraksi karena partikel-partikel tidak dapat memasuki daerah interaksi atau rongga pada polimer plastik polipropilena yang mempunyai kemampuan mengikat. Akibatnya, kuat papan palastik akan menurun. Nilai MOR papan plastik pada komposisi bahan 70:30 meningkat hingga pada komposisi bahan 80:20. Tingginya nilai MOR seiring dengan perubahan komposisi bahan disebabkan oleh semakin kuatnya ikatan antara partikel dengan perekat, sehingga papan yang dihasilkan menjadi lebih kuat. Maloney (1993) menunjukkan hubungan antara nilai MOR yang semakin tinggi dengan semakin meningkatnya kadar resin. Selanjutnya, Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa semakin banyak resin yang digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin stabil dimensi papannya.

Kualitas Papan Plastik

Kualitas papan plastik diketahui dengan membandingkan hasil pengujian terhadap SNI 03-2105-2006. Berdasarkan hasil pengujian sifat fisis dan mekanis papan plastik dari berbagai variasi komposisi plastik polipropilena (PP) dan


(40)

partikel batang pisang barangan maka diperoleh rekapitulasi kualitas papan partikel seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Kualitas sifat fisis dan mekanis papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan berdasarkan SNI 03-2105-2006

Komposisi PP:Partikel

Kerapatan (g/cm3)

KA (%)

DSA (%) 2 Jam 24 Jam

PT (%) 2 Jam 24 Jam

IB (kgf/cm2)

MOE (kgf/cm2)

MOR (kgf/cm2)

50:50 0,69* 3,08* 4,11 13,59 0,36* 0,68* 2,94* 5467 77,33 60:40 0,52* 4,32* 11,41 28,48 0,21* 0,69* 1,77* 2710 50,72 70:30 0,73* 2,14* 2,43 8,12 0,21* 0,43* 1,56* 4134 99,42* 80:20 0,66* 1,67* 1,88 5,38 0,41* 0,62* 1,11 6170 128,49* SNI 03

2105-2006 0,4-0,9 ≤14 ts ts ≤12% ≤12% ≥1,5 ≥20.400 ≥ 82

Keterangan :

* = memenuhi standar SNI 03-2105-2006 ts = tidak disyaratkan SNI 03-2105-2006

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa semua hasil pengujian kerapatan, kadar air, dan pengembangan tebal papan papan plastik dari berbagai variasi komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan telah memenuhi SNI 03-2105-2006. Pada pengujian MOE, semua contoh uji tidak memenuhi SNI 03-2105-2006. Akan tetapi pada pengujian MOR beberapa contoh uji memenuhi SNI 03-2105-2006, contoh uji yang tidak memenuhi standar terdapat pada perlakuan komposisi bahan 50:50 dan 60:40. Pada pengujian internal bond (IB) hampir semua contoh uji memenuhi SNI 03-2105-2006, contoh uji yang tidak memenuhi standar hanya pada perlakuan komposisi bahan 80:20.

Sifat fisis papan plastik yang dihasilkan semua memenuhi SNI 2105-2006, akan tetapi sifat mekanis yang dihasilkan banyak tidak memenuhi SNI 03-2105-2006. Hal ini diduga karena papan plastik dari komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan menghasilkan nilai


(41)

kerapatan yang lebih rendah sehingga mempengaruhi sifat mekanis papan plastik menjadi rendah.

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa perlakuan dengan komposisi bahan 70:30 menghasilkan sifat fisis dan mekanisme papan plastik yang paling banyak memenuhi SNI 03-2105-2006 yaitu kerapatan, kadar air, PT 2 jam dan 24 jam, IB dan MOR. Jadi komposisi plastik polipropilena (PP) dan partikel batang pisang barangan yang terbaik dalam penelitian ini adalah 70:30. Sedangkan kualitas papan plastik yang terburuk adalah papan plastik dengan perlakuan komposisi bahan 60:40. Hal ini karena sifat fisis papan plastik lebih rendah dan sifat mekanis sedikit memenuhi SNI 03-2105-2006.


(42)

KESIMPULAN

DAN SARAN

Kesimpulan

1. Variasi komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan berpengaruh nyata terhadap sifat fisis dan mekanis papan plastik yang dihasilkan, yaitu pada pengujian kerapatan, kadar air (KA), pengembangan tebal (PT), daya serap air (DSA), internal bond (IB), MOE (Modulus of Elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture).

2. Komposisi bahan yang terbaik dari penelitian papan plastik dari komposisi antara plastik polipropilena dan partikel batang pisang barangan adalah komposisi bahan 70:30.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kombinasi perlakuan yang berbeda untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat fisis mekanis papan partikel, misalnya dengan memasukkan unsur tekanan dan waktu kempa sebagai perlakuan.


(43)

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang Barangan (Musa paradisiaca sapientum L)

Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan penting di Indonesia yang diusahakan secara meluas dari dataran rendah sampai dataran tinggi (Lisnawita et al. 1998). Sumatera Utara memiliki produksi pisang yang cukup stabil. Pada tahun 2012 produksi pisang sebesar 363.061 ton dengan jumlah tanaman yang menghasilkan sebesar 4.044.320 rumpun. Produksi pisang menurun sebesar 15,49% dibanding tahun 2011 sebesar 429.628 ton. Selama 6 (enam) tahun terakhir produksinya menunjukkan kenaikan dengan rata-rata pertahun sebesar 11,36% (BPSSU, 2013).

Pisang barangan merupakan salah satu komoditas buah unggulan nasional. Pisang sebagai salah satu di antara tanaman buah-buahan memang merupakan tanaman asli Indonesia. Hampir di setiap wilayah banyak dijumpai tanaman ini. Jika tanaman pisang barangan dibudidayakan secara komersial keuntungannya tidak kalah dengan komoditi lain (Supriyadi dan Satuhu, 2008).

Batang pisang merupakan limbah dari tanaman pisang yang telah ditebang untuk diambil buahnya dan merupakan limbah pertanian potensil yang belum banyak pemanfaatannya. Beberapa penelitian telah mencoba untuk

memanfaatkannya antara lainuntuk papan partikel dan papan serat (Rahman, 2006).

Serat batang pisang merupakan jenis serat yang berkualitas baik, dan merupakan salah satu bahan potensial alternatif yang dapat digunakan sebagai filler pada pembuatan komposit. Batang pisang sebagai limbah dapat


(44)

dimanfaatkan menjadi sumber serat agar mempunyai nilai ekonomis. Rahman (2006) menyatakan bahwa perbandingan bobot segar antara batang, daun, dan buah pisang berturut-turut 63, 14 dan 23%. Batang pisang memiliki bobot jenis 0,293 g/cm dengan ukuran panjang serat 4,20–5,46 mm dan kandungan lignin 33,51% (Syafrudin, 2004).

Menurut Sunarjono (2000) dalam Amilda (2014) mengemukakan bahwa pisang merupakan tanaman yang berbatang semu (pseudoterm). Daunnya lebar, panjang, tulang daunnya besar dan tepi daunnya tidak mempunyai ikatan yang kompak sehingga mudaha robek bila terkena tiupan angin kencang. Panjang daun mencapai 150-400 cm dan lebar 70-100 cm.

Pisang merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian mati. Tingginya antara 2-9 m, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bongol) yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru. Pisang mempunyai batang semu yang tersusun atas tumpukan pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan 20-50 cm (Luqman , 2012).

Pisang barangan termasuk tanaman yang gampang tumbuh. Agar produktivitas tanaman optimal, sebaiknya pisang ditanam di dataran rendah. Ketinggian tempat harus di bawah 1000m dpl. Iklim yang dikehendaki adalah iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun (1.500-2.500 mm/tahun). Temperatur 15-35oC, optimal 27oC. Tanaman pisang barangan memberikan hasil yang baik pada musim hujan. Tanaman pisang barangan tumbuh optimal pada tanah bertekstur liat atau tanah alluvial, mengandung kapur, kaya akan bahan organik dengan pH tanah 4,5-7,5 (Supriadi dan Satuhu, 2008).


(45)

Potensi sektor pertanian khususnya hortikultura cukup besar bagi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lahan hortikultura yang diusahakan di kecamatan ini didominasi oleh pisang terutama pisang barangan. Pisang barangan merupakan salah satu buah spesifik Sumatera Utara. Berdasarkan data dari dinas pertanian provinsi Sumatera Utara tahun 2008 tercatat luas panen produktivitas dan produksi tanaman pisang tahun 2007 yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data luas panen produktivitas dan produksi tanaman pisang tahun 2007

NO Kabupaten/Kota Panen (Ha) Produktivitas(Kw/Ha) Produksi (Ton)

1 Medan 6 121,26 79

2 Langkat 138 187,2 2.576

3 Deli Serdang 3.186 228,23 72.715

4 Simalungun 892 223,04 19.904

5 Tanah Karo 126 164,44 2.066

6 Asahan 135 156,13 2.107

7 Labuhan Batu 32 197,49 629

8 Tapanuli Utara 229 143,24 3.274

9 Tapanuli Tengah 57 180,2 1.020

10 Tapanuli Selatan 34 368,41 1.265

11 Nias 22 126,2 280

12 Dairi 47 118,02 557

13 Tebing Tinggi 2 91,77 18

14 Tanjung Balai 13 83,99 107

15 Binjai 4 104,95 37

16 Pematang Siantar - - -

17 Tobasa 6 97,24 54

18 Madina 17 203,25 339

19 Padang Sidempuan 6 113,32 64

20 Humbang Hasundutan 34 109,29 371

21 Pak-Pak Barat - - -

22 Samosir 4 32,73 13

23 Serdang Bedagai 227 101,26 602.303

24 Nias Selatan 44 110,54 482

Jumlah 5.261 3262,1 110.260

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008

Batang pisang sebagian berisi air dan serat (selulosa), mineral, kalium dan fosfor. Komposisi kimia batang pisang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu komposisi tanah, frekuensi pemotongan, fase per tumbuhan, pemupukan, iklim setempat dan ketersediaan air (Small, 1954 dalam Wijaya, 2002).


(46)

dipengaruhi oleh kandungan kimia yang ada pada tanaman pisang. Kandungan tanaman pisang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia dari bagian-bagian tanaman pisang

Komponen (%) Daun Batang Bonggol Buah dan kulit Kulit

Bahan kering 17,5-24,3 3,6-9,8 6,2-13,87 20,9-21,2 14,08-18

Protein kasar 8,6-13,6 2,4-8,3 2,95-6,4 4,5-6,0 6,56-9,5

Lemak kasar 12,6 3,2-8,1 0,96-7,0 0,87-2,1 6,7-8,3

Ekstrak bebas

nitrogen 50,1 31,6-53,0 39,5 82,87 33,5

Total abu - 18,4-24,7 10,64 5,5 11,15-22,0

Abu tidak larut 1,52 0,85-1,7 1,92 - -

Serat kasar 22,6 13,4-31,7 9,99-16,1 4-5,2 15,32-26,7

Serat Deterjen

Netral (NDF) 47,6-63,5 40,5-64,1 35,2 16,6 -

Serat Deterjen

Asam (ADF) 30,5-39,3 35,6-45,5 36,7 - -

Selulosa 20,5-23,5 19,7-35,2 - - -

Hemiselulosa 17,1-24,2 4,9-18,7 - - -

Lignin 4,5-10,4 1,3-9,2 8,8 - -

Sumber: Kardono (2010)

Wood Polymer Composite (WPC) atau papan plastik

Wood Polymer Composite (WPC) atau papan plastik adalah komposit plastik yang mengadung kayu dari berbagai bentuk yang berfungsi sebagai pengisi (filler) dan plastik yang berfungsi sebagai matriks atau perekat. Kelahiran industri WPC menyangkut pertemuan dua industri yaitu industri kayu dan plastik yang keduanya memiliki pengetahuan, kepakaran, dan perspektif yang sangat berbeda. (Maloney, 1993).

Komposit kayu dengan resin termoset lahir pada awal tahun 1990-an. Komersil produk tersebut pertama kali dipasarkan dengan nama dagang Bakelite yang merupakan gabungan antara fenol formaldehida dengan serbuk kayu (Gordon, 1998 dalam Mutiha, 2010). Komposit polimer merupakan komposit yang menggabungkan serbuk kayu dengan polimer termoplastik. Termoplastik yang umum digunakan di industri adalah termoplastik berbentuk pelet atau butiran dengan kerapatan 500 kg/m3.


(47)

Papan plastik merupakan gabungan matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler) yang mempunyai sifat gabungan kedua bahan. Penambahan matriks ke dalam filler bertujuan meningkatkan kerapatan, kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer di dalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).

Menurut Taurista et al. (2004) komposit plastik adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material dengan sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda. Dikarenakan karakteristik pembentuknya berbeda-beda maka akan dihasilkan material baru, yaitu komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material-material pembentuknya. Komposit plastik dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu:

1. Penguat (reinforcement) yang mempunyai sifat kurang elastis tetapi lebih kaku serta lebih kuat

2. Matriks umumnya lebih elastis tetapi mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah.

Tahapan Pembuatan Papan Plastik

Pada dasarnya pembuatan papan komposit serbuk plastik dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual, kemudian dimasukkan kedalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap, bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur bersamaan didalam kneader dan


(48)

dibentuk menjadi papan plastik. Sedangkan proses kontinyu merupakan gabungan antara proses satu tahap dan proses dua tahap. Pada proses ini, bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan kedalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk papan plastik (Han dan Shiraishi, 1990). Gambaran proses pembuatan papan plastik disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pembuatan Papan Plastik Polipropilena

Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. Polimer adalah suatu bahan yang terdiri atas unit molekul yang disebut monomer. Jika monomernya sejenis disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda akan menghasilkan kopolimer. Polimer alam yang telah kita kenal antara lain selulosa, protein, karet alam dan sejenisnya. Pada mulanya manusia menggunakan polimer alam hanya untuk membuat perkakas dan senjata, tetapi keadaan ini hanya bertahan hingga akhir abad XIX dan selanjutnya manusia mulai memodifikasi polimer menjadi plastik. Plastik yang pertama kali dibuat secara komersial adalah nitroselulosa. Material plastik telah berkembang pesat dan sekarang mempunyai peranan yang sangat penting di bidang elektronika, pertanian, tekstil, transportasi, furniture, konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak-anak dan produk-produk industri lainnya (Seprianto, 2008).

Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan Penyiapan

partikel

Penyiapan plastik

Pembuatan pellet

Pembentukan papan plastik


(49)

kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic. Yang termasuk thermoplastic antara lain polietilena (PE), polipropilena (PP), dan polistirena (PS) (Setyawati, 2003).

Plastik merupakan polimer organik yang memiliki variasi jenis dan fungsi beragam sesuai monomer penyusunnya. Plastik memiliki derajat kekristalan yang lebih rendah dibandingkan dengan serat dan dapat dicetak atau dilunakkan pada suhu tinggi (Cowd, 1991 dalam Saragih, 2009).

Kishi et al. (1988) menyatakan bahwa plastik mempunyai sifat hidrofobik, sehingga komposit yang dihasilkan lebih tahan terhadap air dan kelembaban. Selain itu bahan plastik tidak disukai rayap, sehingga tanpa perlakuan pengawetan, papan komposit berbahan plastik tidak akan dimakan rayap, bebas emisi formaldehida dan ramah lingkungan. Saat ini jenis termoplastik yang dapat digunakan untuk tujuan pembuatan papan plastik adalah jenis polipropilena dan polietilena. Polipropilena merupakan bahan yang bersifat termoplastik, memiliki sifat padat, keras, kuat dan kedap air, yang sukar terdegradasi secara alamiah, sehingga menjadi penyebab pencemaran lingkungan yang potensial.

Syarief et al. (1989) menyebutkan, bahwa PP termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Dikembangkan sejak 1950 dengan berbagai nama dagang seperti : bexphene, dynafilm, luperen, escon, olefane dan profax. Disebutkan pula sifat-sifat utama dari PP yaitu :


(50)

1. Ringan (kerapatan 0,90 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film.

2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE (polyethylene). Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu -30oC mudah pecah sehingga perlu menambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan.

3. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang.

4. Lebih kaku dari PE dan tidak gambang sobek sehingga lebih mudah penanganannya.

5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150oC 6. Titik leleh cukup tinggi pada suhu 170oC

7. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Tidak terpengaruh pada suhu kamar kecuali HCl.

8. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzena, siklena, toluena, terpentin dan asam nitrat kuat.

Penelitian di Lembaga Politeknik Milan pada tahun 1955, Profesor Natta menemukan bahwa dengan menggunakan katalis Ziegler, polimer khas ruang (stereospecific) propylene dapat dihasilkan dengan derajat keteraturan tinggi dalam konfigurasi polimernya. Polipropilena termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propylene. Jenis plastik ini digunakan untuk bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil, kursi, tangkai pegangan, kotak, keranjang, pipa, isolator listrik, kemasan makanan dan barang (Cowd, 1991).

Polipropilena sangat rentan terhadap sinar ultra violet dan oksidasi pada suhu tinggi. Senyawa ini dapat terdegradasi membentuk produk dengan berat


(51)

molekul rendah. Perbaikan dapat dilakukan dengan menambahkan beberapa antioksidan dan penstabil ultra violet (Klyosov, 2007).

Menurut Klyosov (2007) polipropilena terbagi menjadi dua jenis yaitu homopolimer dan kopolimer. Apabila dibandingkan dengan polipropilena kopolimer, jenis homopolimer lebih berbentuk kristal, memiliki titik leleh yang lebih tinggi dan memiliki nilai kekakuan yang lebih besar. Karakteristik polipropilena menurut Bost (1980) dalam Syarief et al. (1989) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik polipropilena

No Karakteristik Satuan Besaran

1 Kerapatan pada suhu 20oC g/cm3 0,90

2 Suhu melunak oC 149

3 Titik lebur oC 170

4 Kristalinitas % 60-70

5 Indeks fluiditas 0,2-2,5

6 MOE Kg/cm2 11.000-13.000

7 Tahanan volumetrik Ohm/cm2 1017

8 Konstanta dielektrik 60-108 cycles 2,3

9 Permeabilitas gas -

10 Nitrogen 4,4

11 Oksigen 23

12 Gas karbon 92

13 Uap air 600

Sumber : Bost (1980) dalam Syarief et al. (1989)

Komposisi Plastik dan Partikel

Komposit kayu plastik umumnya mengandung 50% kayu, meskipun beberapa produk menggunakan sangat sedikit kayu dan beberapa lainnya


(52)

menggunakan kayu sampai dengan 70%. Pilihan umum adalah diantara 30% sampai 65% (Clemons, 2002). Berdasarkan penelitian Satito (2012) mengenai pengujian sifat mekanis komposit serbuk kayu dan plastik high density polyethylene (HDPE) yang menggunakan variasi komposisi plastik dan serbuk kayu yaitu 50:50, 60:40 dan 70:30 menyatakan bahwa bahwa komposit dengan material 50 % serbuk plastik HDPE memiliki kekuatan tarik terbesar. Hasil pengujian secara keseluruhan menunjukkan bahwa semakin tinggi komposisi plastik dalam komposit akan menaikkan kekuatan komposit.

Sedangkan Stark dan Rowland (2002), meneliti tentang efek karakteristik serat kayu dan tepung kayu sebagai pengisi (filler) terhadap sifat mekanis pada komposit kayu dan polypropylene (PP). Hasilnya pada nisbah (ratio) antara tepung kayu ataupun serat kayu dan polypropylene sebesar 80:20 lebih baik sifat mekanisnya dibandingkan pada nisbah 60:40.

Setyawati (2003) melakukan penelitian tentang sifat fisik dan mekanis dari komposit kayu dan limbah plastik PP dengan variabel ukuran butiran pengisi ataupun matriks dengan penambah material stabilyzer MAH sebesar 2,5 %. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel pengisi maka sifat mekanis maupun sifat fisik komposit akan meningkat. Hasil paling optimum dicapai oleh komposit dengan nisbah serbuk kayu dan matriks PP sebesar 50:50.


(53)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan teknologi khususnya di bidang komposit telah menghasilkan produk papan komposit yang sebagian besar menggunakan partikel kayu sebagai bahan baku. Akibatnya ketersediaan kayu sebagai bahan baku papan komposit akan menipis seiring dengan meningkatnya produksi kayu setiap tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan (2015) kebutuhan kayu bulat berdasarkan sumber produksi tahun 2011-2013 terus meningkat, tercatat bahwa produksi kayu pada tahun 2013 sebesar 50,437 juta m3 meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 49,258 juta m3 dan tahun 2011 sebesar 47,429 juta m3 . Upaya yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan kayu solid adalah penggunaan bahan baku non kayu sebagai material pengganti dalam pembuatan papan komposit.

Papan komposit sangat ideal dikembangkan sebagai pengganti produk utama kayu karena memiliki keunggulan antara lain adalah bahan bakunya berasal dari berbagai limbah non kayu (limbah pertanian, limbah perkebunan dan limbah rumah tangga). Dengan demikian juga dapat mengatasi masalah sampah yang saat ini juga menjadi masalah besar di Indonesia. Sehingga limbah-limbah tersebut akan menjadi produk-produk daur ulang yang dapat memberikan nilai manfaat dan nilai ekonomi bagi masyarakat (Wulandari, 2013).

Batang pisang merupakan limbah pertanian potensial yang belum banyak dimanfaatkan. Dirjen Bina Produksi Hortikultura menyebutkan bahwa potensi buah pisang mencapai 31,87% dari total produksi buah di Indonesia. Batang


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Barangan (Musa paradisiacal sapientum L) ... 5

Wood Polymer Composite (WPC) atau papan plastik ... 8

Tahapan Pembuatan Papan Plastik ... 9

Polipropilena ... 10

Komposisi Plastik dan Partikel ... 14

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 15

Alat dan Bahan ... 15

Prosedur Penelitian ... 15

Persiapan Bahan Baku ... 17

Perhitungan Bahan Baku ... 17

Pembuatan Papan Plastik ... 18

Pengujian Papan Plastik ... 20

Pengujian Sifat Fisis ... 21

Pengujian Sifat Mekanis ... 24

Analisis Data ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis Papan Plastik ... 27

Kerapatan ... 27

Kadar Air ... 30


(2)

Daya Serap Air ... 34

Pengembangan Tebal ... 38

Sifat Mekanis Papan Plastik ... 41

Keteguhan Rekat Internal/Internal Bond ... 41

MOE (Modulus of Elasticity) ... 44

MOR (Modulus of Rupture) ... 46

Kualitas Papan Plastik ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 51

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(3)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Data Luas panen produktivitas dan produksi tanaman pisang tahun

2007 ... 7

2. Komposisi kimia dari bagian-bagian tanaman pisang ... 8

3. Karakteristik polipropilena ... 13

4. Kebutuhan bahan baku papan plastik batang pisang barangan ... 18

5. Nilai Sifat Fisis dan Mekanis Papan Plastik Berdasarkan Standar SNI 03-2105-2006 ... 21

6. Rata-rata Nilai Sifat Fisis papan plastik batang pisang barangan ... 27

7. Rata-rata Nilai Sifat Mekanis papan plastik batang pisang barangan ... 40

8. Kualitas Sifat Fisis dan Mekanis Papan Plastik dari Komposisi Plastik Polipropilena (PP) dan Partikel batang Pisang barangan berdasarkan SNI 03-2105-2006 ... 49


(4)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Proses Pembuatan Papan Plastik ... 10

2. Bagan Alur Penelitian ... 16

3. Proses Pembuatan Pelet ... 19

4. Pemotongan Contoh Uji ... 20

5. Pengukuran Kerapatan Contoh Uji ... 22

6. Pengujian Keteguhan Rekat (internal bond) ... 25

7. Grafik rata-rata kerapatan papan plastik batang pisang barangan ... 28

8. Grafik rata-rata kadar air papan plstik batang pisang barangan... 31

9. Grafik rata-rata DSA papan plastik batang pisang barangan ... 34

10. Grafik rata-rata PT papan plastik batang pisang barangan ... 38

11. Grafik rata-rata internal bond papan plastik batang pisang barangan ... 41

12. Grafik rata-rata MOE papan plastik batang pisang barangan ... 43


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Data kerapatan papan plastik batang pisang barangan ... 56 2. Data kadar air papan plastik batang pisang barangan ... 56 3. Data daya serap air 2 jam papan plastik batang pisang barangan………. 57 4. Data daya serap air 24 jam papan plastik batang pisang barangan…..57 14.Data pengembangan tebal 2 jam papan plastik batang pisang barangan….58 15.Data pengembangan tebal 24 jam papan plastik batang pisang barangan.. 58 16. Data Keteguhan rekat internal papan plastik batang pisang barangan... . 59 17. Data MOE papan plastik batang pisang barangan ... 59 18.Data MOR papan plastik batang pisang barangan………. 60 19. Analisis keragaman kerapatan dan hasil uji duncan papan plastik

batang pisang barangan ... 61 20. Analisis keragaman kadar air dan hasil uji duncan papan plastik

batang pisang barangan ... ….. 61 21. Analisis keragaman daya serap air 2 jam dan hasil uji duncan papan

plastik batang pisang barangan ... 62 22. Analisis keragaman daya serap air 24 jam dan hasil uji duncan papan

plastik batang pisang barangan ... 62 23. Analisis keragaman pengembangan tebal 2 jam dan hasil uji duncan

papan plastik batang pisang barangan ... …. 63 24.Analisis keragaman pengembangan tebal 24 jam dan hasil uji

duncan papan plastik batang pisang barangan……….. 63 25.Analisis keragaman internal bond (IB) dan hasil uji duncan papan

plastik batang pisang barangan………63

26.Analisis keragaman keteguhan lentur (MOE) dan hasil uji duncan papan

plastik batang pisang barangan……….. ....64

27.Analisis keragaman keteguhan patah (MOR) dan hasil uji duncan papan

plastik batang pisang barangan………65

28.Perhitungan bahan baku papan plastik batang pisang barangan…………...66


(6)