PERIODONTAL DISEASE

(1)

CLASSIFICATION OF PERIODONTAL DISEASES AAP (American Academy of Periodontology) International for Classification of Periodontal Workshop Disease 1999 :

---A. Classification of Periodontal Disease : 1. Gingival Diseases*

- Plaque-induced gingival diseases - Non-plaque-induced gingival lesions 2. Chronic Periodontitis**

- Localized - Generalized

3. Aggressive Periodontitis - Localized

- Generalized

4. Periodontitis as manifes. of systemic diseases 5. Necrotizing Periodontal Diseases

- Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) - Necrotizing ulcerative Periodontitis (NUP) 6. Abscesses of the periodontium

- Gingival Abscess - Periodontal absces - Pericoronal abscess

7. Periodontitis assoc. with Endodontic Lesions - Endodontic-periodontal lesion

- Periodontal-endodontic lesion - Combined lesion

8. Developmental or Acquired Deformities and Conditions

- Localized tooth-related factors that predispose to

plaque-induced gingival or periodontitis

- Mucogingival deformities and conditions around teeth

- Mucogingival deformities and conditions on edentulous ridge

- Occlusal trauma B. Gingival Diseases

* Penyakit yg tjd hanya pd ggv tanpa ada kehilangan perlekatan atau tjd pd ggv dgn kehilangan perlekatan yg stabil dan tdk berkembang.

** Dpt diklasifikasikan menurut : 1. Luas daerah :

- Localized (< 30% terlibat) - Generalized (> 30% terlibat)


(2)

2. Keparahan CAL (clinical attachment loss): - Slight = 1 or 2 mm CAL

- Moderate = 3 or 4 mm CAL - Severe > 5 mm CAL

Dental Plaque-Induced Gingival Diseases

I. Gingivitis associated with dental plaque only

A. Without local contributing factor B. With local contributing factors

II. Gingival diseases modified by systemic factors A. Associated with the endocrine system :

1. Puberty-associated gingivitis

2. Menstrual cycle-associated gingivitis 3. Pregnancy associated

a. Gingivitis

b. Pyogenic granuloma

4. Diabetes mellitus-associated gingivitis B. Associated with blood dyscrasias

1. Leukemia-associated gingivitis 2. Other

III. Gingival diseases modified by medications A. Drug-influences gingival diseases

1. Drug-influences gingival enlargement

2. Drug-influences gingivitis B.Oral contraceptive-associated. G. C. Other

IV. Gingival diseases modified by malnutrition A. Ascorbic acid deficiency gingivitis

B. Other

Non-Plaque-Induced Gingival Lesions

I. Gingival diseases of spesific bacterial origin A. Neisseria gonorrhoe

B. Treponema pallidum C. Streptococcal species

II. Gingival diseases of viral origin A. Herpesvirus infections

1. Primary herpetic gingivostomatitic 2. Recurrent oral herpes

3. Vericella Zoster

III. Gingival diseases of fungal origin A. Candida-species infections:

- Generalized

- gingival candidosis B. Linier gingival erythema C. Histoplasmosis


(3)

IV. Gingival lesions of genetic origin A. Hereditery gingival fibromatosis B. Other

V. Gingival manifestations of systemic conditions A. Mucocutaneous lesions

1. Lichen planus 2. Pemphigoid

3. Pemphigus vulgaris 4. erythema multiforme 5. Lupus erythematosus 6. Drug induced

B. Allergic reactions

1. Dental restorative material: Mercury, nickel, acrylic, other

2. Reactions attributable to a. Toothpaste or dentrifices b. Mouthrinses or mouthwashes c. Chewing gum additive

d. Food and additive

VI. Traumatic lesions (Factitious, iatrogenic, or accidental)

1. Chemical injury

2. Physical injury

3. Thermal injury VII. Foreign body reactions VIII.Not otherwise specified

C. PERIODONTITIS :

- keradangan jar. pendukung gigi - bakteri periodontopatogen

- kerusakan period. ligamen & tlg alveolar - terbentuk poket, resesi ggv atau keduanya - kehilangan perlekatan klinis

Klasifikasi Periodontitis: 1. Chronic Periodontitis 2. Aggressive Periodontitis

3. Periodontitis as a Manifestation of Systemic Diseases

1. Chronic Periodontitis

- umum pd usia dewasa > 35 th (anak-anak bs tjd) - banyaknya kerusakan à faktor lokal

- mikrobial à variable

- Kalkulus subgingival à sering ditemukan - perkembangan penyakit à slow – moderat àkemungkinan bisa cepat

- predisposisi: - p. sistemik (DM, HIV), - faktor lokal

- faktor lingkungan (merokok, stres)

2. Aggressive Periodontitis - 10 – 30 th

- klinis: sehat à t’ ada akumulasi yg besar dr plak & kalkulus


(4)

- kerusakan tulang & loss attachment à cepat - Jml deposit mikrobial ≠ keparahan

- Genetik à familial history

- Actinobacillus actinomycetemcomitans

a. Localized Aggressive Periodontitis :

- usia muda (pubertal)

- molar pertama or insisive dgn proksimal

loss attachment sedikitnya 2 gigi permanen

(M1)

- respon antibodi serum à kuat

b. Generalized Aggressive Periodontitis : - < 30 th (atau lebih )

- sedikitnya pd 3 gigi permanen lain selain dr molar pertama dan insisive

- respon antibodi serum à lemah

Necrotizing Ulcerative Gingivitis

Merupakan keradangan gingiva yg bersifat destruktif dengan tanda-tanda / gejala-gejala spesifik.

Nama lain: Vincent’s infection, Vincent’s stomatitis, Plaut-Vincent stomatitis, acute septic gingivitis, ulcerative gingivitis, acute ulceromembranous gingivitis, spirochetal stomatitis, fusospirillary gingivitis, trench mouth, fetid stomatitis, pseudo-membranous angina

KLASIFIKASI :

 Akut (paling sering)  Sub akut

 Rekuren  Kronis (jarang) Karakteristik :

 Bersifat tiba-tiba / mendadak

 Timbul pada kondisi-kondisi al: penyakit debilitating (mis: infeksi saluran penafasan), perubahan

kebiasaan hidup,kurang istirahat, stress psikologis Tanda-tanda IntraOral :

 NUG dpt tjd bersama-sama dgn gingivitis kronis maupun poket periodontal

 Lesi dpt lokal maupun general

 Jarang tjd pd rongga mulut yg tak bergigi  Sangat sensitif thd sentuhan (mis: mengunyah

makanan pedas, panas)

 Rasa sakit terus menerus & menyebar  Pd RM terasa logam

Tanda-tanda ekstra oral & komplikasi sistemik:

 Umumnya disertai sedikit komplikasi sistemik (lympadenopathy local & suhu sedikit meningkat)  Kasus parah dapat disertai komplikasi sistemik al:

demam tinggi al: demam tinggi, nadi meningkat, lesu, hilang nafsu makan, leukositosis

 Pd anak-anak gejala lebih parah: insomnia, sakit kepala, gangguan gastro-intestinal, konstipasi, depresi mental


(5)

 Bila tidak dirawat, lesi ini akan menyebabkan

destruksi jaringan periodonsium yg hebat (akar gigi terbuka), disertai keparahan komplikasi sistemik yg bersifat toksik

SECARA MIKROSKOPIS

 Tampak MO jenis kokus, bacillus fusiformis, spirocheta

 Pd potongan sediaan lesi → tampak 4 zona:

1) Zona bacterial (paling luar), tdd berbagai bakteri 2) Zona kaya neutrofil, nampak bakteri spirocheta

berada di antara lekosit-lekosit

3) Zona nekrotik, tdd sel-sel yg rusak, bakteri spirocheta banyak, organisme lain sedikit 4) Zona infiltrasi spirocheta, tdd jaringan sehat yg

diinfiltrasi spirocheta tanpa organisme lain Etiologi:

→Bakteri :

 Belum diketahui pasti, diduga: bacillus fusiformis, anaerob spirocheta

 Peran bakteri tetap harus didukung adanya perubahan jaringan untuk terjadinya lesi NUG  Dpt tjd pd mulut yg bebas penyakit

→Predisposisi Lokal:

 Adanya gingivitis & poket periodontal  Injury gingiva kronis (mis: palatal bite)  Perokok

 Flap perikorona

→Predisposisi sistemik:

 Penyakit sistematik, mis penyakit debilitating (sifilis, AIDS, TBC, Leukimia, anemia, infeksi

gastro-intestinal, influenza)

 Defisiensi nutrisi: def. vit. B komplek, vit. C →Psikosomatik:

 Stress

Epidemiologi & prevalensi:  NUG dpt tjd pd semua umur  Prevalensi tertinggi: 20-30 th

 Tjd pd individu dgn sosial ekonomi rendah disertai kelemahan sistemik

 NUG bukan penyakit menular Diagnosa banding (DD):

 Acute herpetic gingivostomatis  Desquamative gingivitis

 Streptococcal & gonococcal gingivostomatitis  Difteri, sifilis

 Tuberculous gingiva

 Dermatosis ( mis: pemphigus, erythema multiformis, lichen planus)

Pengaruh Kondisi Sistemik pada Jaringan Periodontal

1. Gangguan Endokrin dan Perubahan Hormonal ◦ Diabetes Mellitus


(6)

◦ Hiperparatiroidisme*

2. Kelainan Hematologi dan Defisiensi Imun ◦ Kelainan Leukosit (Neutrofil) ◦ Leukemia

◦ Anemia*

◦ Trombositopenia *

◦ Kelainan Defisiensi Antibodi* 3. Kelainan Genetika

◦ Sindrom Chédiak-Higashi* ◦ Sindrom Lazy Leukocyte* ◦ Defisiensi Adhesi Leukosit* ◦ Sindrom Papillon-Lefèvre* ◦ Sindrom Down

4. Stres dan Kelainan Psikosomatik ◦ Stres Psikososial dan Depresi* ◦ Imunosupresi karena Stres*

◦ Pengaruh Stres terhadap Hasil Perawatan Periodontal

◦ Pengaruh Psikiatri Pada Cedera yang Disengaja

5. Pengaruh Gizi

◦ Defisiensi Vitamin Larut Lemak* ◦ Defisiensi Vitamin Larut Air*

◦ Defisiensi Protein* 6. Obat-Obatan

◦ Bisphosphonate ◦ Kortikosteroid 7. Kondisi Sistemik Lain

◦ Osteoporosis

◦ Penyakit Jantung Bawaan* ◦ Hypophosphatasia*

◦ Keracunan Logam*  Diabetes Mellitus

 Gangguan metabolisme yang kompleks ditandai dengan hiperglikemia kronis.

 Produksi Insulin berkurang, gangguan kerja insulin, atau kombinasi keduanya  kegagalan glukosa untuk diangkut dari aliran darah ke dalam jaringan  kadar glukosa darah tinggi dan adanya ekskresi gula dalam urin.

 Diabetes juga mempengaruhi metabolisme lipid dan protein.

 Komplikasi diabetes yang tidak terkontrol jangka panjang :

◦ Penyakit mikrovaskuler (retinopati, nefropati, atau neuropati),


(7)

◦ Penyakit makrovaskuler (kardiovaskular, serebrovaskular),

◦ Peningkatan kerentanan terhadap infeksi, ◦ Penyembuhan luka yang buruk.

Tipe Diabetes Mellitus

Tipe 1 (I nsulin- D ependent D iabetes M ellitus (IDDM) ) Defisiensi insulin karena kerusakan sistem autoimun dari sel yang memproduksi insulin beta dari Langerhans di pankreas

 Prevalensi 5-10%, anak-anak dan remaja.  Produksi insulin kurang dan tidak stabil.  Sulit untuk mengontrol.

 Memiliki kecenderungan menuju ketosis dan koma.  Tidak didahului oleh obesitas.

 Membutuhkan suntikan insulin.  Gejala Polifagia, Polidipsia, Poliuria.

Tipe 2 (N on- I nsulin- D ependent D iabetes M ellitus (NIDDM) ) Terjadi resistensi insulin karena lemak, hati, dan sel-sel otot yang tidak merespon dengan benar terhadap insulin, akibatnya, gula darah tidak masuk ke sel-sel yang akan disimpan menjadi energi.

 Prevalensi 90-95%, dewasa.

 Dapat dikontrol dengan diet dan obat hipoglikemik oral.

 Ketosis dan koma jarang terjadi.  Penderita obesitas .

 Gejala sama seperti tipe 1, tapi lebih ringan.

 Tidak sadar terkena penyakit sampai timbul gejala / komplikasi.

 Tipe Diabetes lainnya

 Diabetes Gestational (kehamilan)

 Diabetes karena penyakit sistemik dan pengobatannya

 Acromegali,

Cushing's syndrome

 Tumor,

 Pancreatectomy,

 Obat-obatan atau bahan kimia yang menyebabkan perubahan kadar insulin. Manifestasi Oral

 Cheilosis

Burning mouth syndrome

 Xerostomia


(8)

◦ Candida albicans ◦ Streptokokus ◦ Staphylokokus

Pengaruh pada Jaringan Periodontal  Pembesaran gingiva

 Polip gingiva sessile atau pedunculated,  Pembentukan abses,

 Periodontitis  Kegoyangan gigi

Diabetes yang tidak terkontrol dapat penurunan

mekanisme pertahanan dan kerentanan terhadap infeksi , tetapi tidak menyebabkan gingivitis atau periodontitis. Penyakit diabetes mengubah respon jaringan periodontal terhadap faktor-faktor lokal, mempercepat kehilangan tulang dan memperlambat penyembuhan pascaoperasi. Bakteri

Penderita Diabetes 

Capnocytophaga

 Anaerobic vibrios 

Actinomyces sp

 Bukan Penderita Diabetes 

Porphyromonas gingivalis

Prevotella intermedia

Aggregatibacter actinomycetemcomitans

PMN pada Penderita Diabetes

 Pada pasien dengan diabetes tidak terkontrol peningkatan kerentanan terhadap infeksi karena kekurangan polymorphonuclear leukocyte (PMN) gangguan chemotaksis, fagositosis, perlekatannya.  Fungsi PMN dan makrofag terganggu pertahanan

utama terhadap patogen periodontal berkurang dan memudahkan proliferasi bakteri.

 Tidak ada gangguan fungsi imunoglobulin A (IgA), G (IgG), atau M (IgM).

Penyimpangan Metabolisme Kolagen pada Penderita Diabetes

Migrasi seluler melalui cross-linked kolagen terhambat dan integritas jaringan terganggu  adanya kolagen yang rusak tersisa di jaringan untuk waktu yang lebih lama (kolagen tidak diganti secara normal).

Kolagen dalam jaringan pada pasien diabetes tidak

terkontrol, lebih tua dan lebih rentan terhadap kerusakan patogen (lebih mudah rusak oleh infeksi periodontal).

• Protein-protein dan molekul matriks menjalani

nonenzymatic glycosylation, accumulated


(9)

glycation end-products (AGEs). Pembentukan

AGEsjuga terjadi pada kadar glukosa normal, tetapi

diabetes, pembentukan AGE berlebihan.

• Kolagen cross-linked dengan pembentukan AGE, sehingga kurang larut dan lebih susah diperbaiki atau diganti.

Hormon Reproduksi Wanita*

 Perubahan gingiva yang berhubungan dengan fluktuasi hormon

◦ Pubertas, kehamilan, menopause, dan kontrasepsi

 Pubertas dan kehamilanperubahan ini ditandai dengan reaksi inflamasi, mudah berdarah.

 Menopause  penipisan mukosa mulut, resesi gingiva, xerostomia, perubahan indrarasa, dan

burning mouth syndrome.

Masa Pubertas

 Sering disertai dengan respon berlebihan dari gingiva terhadap plak.

 Edema dan pembesaran gingiva oleh faktor lokal direspon gingiva relatif ringan.

 Semakin dewasa, tingkat keparahan reaksi gingival berkurang, walaupunmasih tergantung pada faktor lokal.

 Gingivitis dapat dihindari dengan menjaga kebersihan mulut.

Menstruasi

 Prevalensi gingivitis meningkat.

 Adanya keluhan pendarahan gusi atau pembesaran gusi pada hari-hari sebelum menstruasi.

 Gingivitis yang sudah ada, diperburuk oleh menstruasi.

 Mobilitas gigi tidak terpengaruh.  Kehamilan

 Tidak menyebabkan gingivitis.

 Gingivitis disebabkan oleh plak bakteri.

 Perubahan hormon kehamilan menyebabkan respon gingiva berlebihan terhadap plak.

 Tidak ada perubahan penting terjadi pada gingiva selama kehamilan tanpa adanya faktor lokal.  Kontrasepsi


(10)

 Memperburuk respon gingiva terhadap faktor-faktor lokal

 Pemakaian selama lebih dari 1,5 tahun dapat meningkatkan kerusakan periodontal

Menopause

 Selama menopause,dapat timbul gingivostomatitis karena fluktuasi siklus hormonal.

 Kondisi ini terjadi selama menopause atau pada periode pascamenopause.

Hiperparatiroidisme*

 Penyakitnya disebutosteitis fibrosa cystica, atau penyakit tulang von Recklinghausen.

 Hipersekresi paratiroid menyebabkan demineralisasi tulang dan proliferasi jaringan ikat.

 Tahap akhir penyakit hiperparatiroidisme ditandai kehilangan lamina dura dan giant cell tumor di rahang.

 Kehilangan lamina dura juga dapat terjadi pada ◦

Paget's disease,

Fibrous dysplasia,

Osteomalacia.

Kelainan Hematologi dan Defisiensi Imun  Mekanisme hemostatik normal terganggu

Kecenderungan pendarahan.

 Tanda klinis tampak perdarahan abnormal dari gingiva atau mukosa mulut lainnya yang sulit dikendalikan

Petechiae dan ecchymosis sering di daerah palatum

lunak

 Defisiensi imun  memperparah lesi periodontal  Defisiensi dapat dibagi

 primer (diwariskan)

 sekunder (diperoleh), yang disebabkan oleh  terapi obat imunosupresif,

 perusakan patologis sistem limfoid,  Leukemia, penyakit Hodgkin, limfoma,

dan multiple myeloma.  Kelainan Leukosit (Neutrofil)

 PMN (netrofil) pertahanan pertama  berperan penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri.


(11)

 Kelainan produksi atau fungsi leukosit dapat

mengakibatkan kerusakan periodontal yang parah.  Defisiensi kuantitatif leukosit (neutropenia,

agranulositosis) biasanya dikaitkan dengan

kerusakan periodontal yang mempengaruhi semua gigi.

Neutropenia

 Kelainan granulosit yang ditandai dengan jumlah neutrofil dalam darah dengan tingkat rendah.  Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit,

obat-obatan, bahan kimia, infeksi, kondisi idiopatik, atau keturunan.

 Prevalensi pada pasien kemoterapi kanker = 1:3.  Tipe digolongkan menurut absolute neutrophil count

(ANC)

1. 1000-1500 sel/ml - neutropenia ringan 2. 500-1000 sel/ml - neutropenia sedang 3. kurang dari 500 sel/ml - neutropenia berat  Agranulositosis

 Adalah neutropenia yang parah melibatkan tidak hanya neutrofil tetapi juga basofil dan eosinofil. 

ANC kurang dari 100 sel/ml.

 Ditandai dengan penurunan jumlah granulosit beredar,yang memudahkan terjadi infeksi berat, seperti lesi ulseratif nekrosis pada mukosa mulut, kulit, saluran pencernaan dan genital.

 Pemberian obat-obatan  Aminopyrine,

 Barbiturate dan turunannya  Turunan benzene ring

 Sulfonamide  Arsenik  Gejala penyakit

 Demam  Malaise  Lemah

 Sakit tenggorokan.  Pada rongga mulut

 Ulserasi pada orofaring  Perdarahan gingiva  Nekrosis

 Air liur meningkat  Bau busuk


(12)

 Gingivitis ulseratif nekrosis  Noma

 Peradangan amandel akut  Difteri

 Diagnosis pasti tergantung pada hasil pemeriksaan hematologi

Leukemia

 Leukemia  neoplasia ganas  Prekursornya

◦ Penggantian merata sumsum tulang dengan sel leukemia.

◦ Banyaknya jumlah dan bentuk leukosit yang belum matang dalam sirkulasi darah.

◦ Adanya infiltrasi luas pada hati, limpa , kelenjar getah bening, dan bagian tubuh lain.  Menurut perkembangan

◦ Akut ◦ Kronis

 Menurut jenis sel darah yang terlibat ◦ Lymphocytic

 perubahan terjadi pada sel-sel yang biasanya membentuk limfosit.

◦ Myelogenous

 perubahan terjadi pada sel-sel yang biasanya membentuk sel darah merah, beberapa jenis leukosit dan trombosit  Pada leukemia, komponen normal sumsum tulang

diganti dengan sel leukemiaberkurangnya produksi eritrosit, leukosit, dan trombosit

 Eritrosit  anemia oksigenasi jaringan yang buruk, jaringan lebih rapuh dan rentan terhadap kerusakan.  Leukosit  leukopenia  penurunan pertahanan

selular dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi.

 Trombosit  trombositopenia  memudahkan terjadi perdarahan.

Jaringan Periodontal pada Pasien Leukemia  Infiltrasi leukemia

◦ Sel leukemia masuk ke gingiva dan tulang alveolar

 Perdarahan

 Ulserasi dan infeksi

 Lebih sering pada leukemia akut daripada kronis.  Anemia*


(13)

 Anemia kekurangan dalam kuantitas atau kualitas darah  berdampak penurunan jumlah eritrosit dan jumlah hemoglobin.

 Terjadi karena kehilangan darah, kegagalan pembentukan darah, atau peningkatan penghancuran sel darah merah

 Anemia diklasifikasikan

Macrocytic hyperchromic anemia (pernicious

anemia),

Microcytic hypochromic anemia (iron

deficiency anemia),

Sickle cell anemia

Normocytic-normochromic anemia (hemolytic

or aplastic anemia).

Pernicious anemia

◦ Lidah tampak merah, halus, dan mengkilap karena atrofi papila, gingiva pucat

Iron deficiency anemia

◦ Lidah tampak merah, halus, dan mengkilap karena atrofi papila dan perubahan gingiva ◦

Plummer-Vinson syndrome– glossitis,

disfagia,iron deficiency anemia

Sickle cell anemia

 Pucat, ikterus, lemah, manifestasi arthritis, dan luka pada kaki.  Perubahan oral

 Osteoporosis pada rahang gambaran khas dari trabekula dari septa interdental

 Mukosa mulut pucat dan kekuningan

Aplastic anemia

 Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit.

 Etiologi efek toksik obat pada sumsum atau pergantian sel darah merah oleh sel leukemia.

 Perubahan oral perubahan warna pucat mukosa mulut dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi

Trombositopenia *

Berkurangnya jumlah trombosit yang dihasilkan oleh karena kurangnya produksi trombosit atau peningkatan penghancuran trombosit.


(14)

 Peningkatan penghancuran trombosit salah satu penyebab adalah trombositopenia purpura,

◦ Idiopatik, etiologi tidak diketahui ◦ Sekunder, beberapa faktor etiologi

 Aplasia, megakaryocytes, tumor sumsum tulang belakang

 kerusakan sumsum akibat radiasi  obat-obatan seperti benzena,

aminopyrine, dan arsenik.  Kelainan Defisiensi Antibodi*

Agammaglobulinemia atau

hypogammaglobulinemiadefisiensi imun yang

dihasilkan dari produksi antibodi yang tidak memadai disebabkan oleh kekurangan sel B.  Bersifat kongenital atau diperoleh (late-onset )

Agammaglobulinemia kongenital  Disebabkan oleh gen X-linked, resesif.  Penderita laki-laki.

 Ditandai dengan kecil atau tidak adanya amandel, kelenjar gondok dan kelenjar getah bening perifer

Agammaglobulinemia

late-onset

 Sering dikenal sebagai common variable

immunodeficiency disease(CVID)

 Kelainan ini ditandai dengan timbulnya infeksi bakteri berulang pada dekade usia kedua dan ketiga akibatnya penurunan drastis kadar immunoglobulin dan antibodi.

 Imunologi dasar dalam CVID  kegagalan limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma.

 Perbedaan dengan agammaglobulinemia kongenital, pasien dengan CVID  pembesaran limfa dan

kelenjar getah bening.

 Penyebab penyakit  tidak diketahui dan tidak genetik.

 Penderita laki-laki dan perempuan.  Kelainan Genetika

Kelainan genetik  mengakibatkan kurangnya jumlah atau fungsi neutrofil

Kelainan neutrofil primer • Neutropenia • Agranulositosis


(15)

Chédiak-Higashi Syndrome

Lazy Leukocyte Syndrome

Kelainan neutrofil sekunder

Down syndrome

Papillon-Lefèvre Syndrome,

Inflammatory Bowel Disease

Chédiak-Higashi Syndrome

*

Penyakit langka yang mempengaruhi produksi organ yang hampir ditemukan di setiap sel

Melanosit, trombosit dan fagosit 

Albinisme parsial, gangguan perdarahan ringan dan infeksi bakteri berulang.

Lazy Leukocyte Syndrome

*

 Ditandai dengan kerentanan terhadap infeksi

mikroba yang parah, neutropenia, kegagalan respon khemotaktis oleh neutrofildan respon inflamasi abnormal.

 Penderita rentan terhadap periodontitis agresif dengan kerusakan tulang dan kehilangan gigi.

Leukocyte Adhesion Deficiency

 Kelainan genetik yang sangat langka.  Penyakit kongenital

 Dikategorikan sebagai immunodeficiency primer  Paling sering didiagnosis pada saat lahir.

Papillon-Lefèvre Syndrome

*

 Pertama kali dijelaskan oleh dokter dari Perancis, Papillon dan Lefèvre kondisi yang diwariskan sangat langka yang muncul mengikuti pola resesif autosomal. Orang tua tidak terpengaruh, dan keduanya harus membawa gen autosomal untuk sindrom ini muncul pada keturunannya.

 Frekuensi 1-4 kasus per 1 juta orang.

 Perubahan kulit dan periodontal biasanya muncul bersama-sama antara usia 2 dan 4 tahun.

 Pada kulit

 Hiperkeratosis dan ichthyosis pada telapak tangan, telapak kaki, lutut,dan siku.


(16)

 Inflamasi awal  hilangnya tulang dan gigi.  Semua gigi susu tanggal saat umur 5-6 tahun

 gigi tetap tumbuh, beberapa tahun kemudian  gigi tetap juga tanggal karena penyakit periodontal

Down Syndrome

 Penyakit bawaan yang disebabkan oleh kelainan kromosom dan ditandai oleh defisiensi mental dan hambatan pertumbuhan.

 Prevalensi penyakit periodontal pada sindrom Down tinggi disebabkan

◦ Plak dan kalkulus,

◦ Faktor lokal (diastema, gigi berjejal, frenulum tinggi, dan maloklusi),

◦ Kebersihan rongga mulut buruk. ◦

Stres dan Kelainan Psikosomatik

 Kondisi psikologis, stres psikososial indikator risikopenyakit periodontal

 Contohnya hubungan stres psikologis yang berat denganacute necrotizing ulcerative gingivitis (NUG), yaitu adanya kondisi seperti parit yang didiagnosis

“trench mouth”, tetapi untuk memastikan hubungan

antara kondisi psikologis dari penyakit periodontal sangat sulit.

 Hubungan ini sulit dijelaskan etiologi dan

patogenesis penyakit periodontal adalah multifaktor dan peran faktor risiko individu berbeda.

Stres Psikososial dan Depresi*

 Semua orang pernah mengalami stres, namun tidak selalu mengakibatkan periodontitis destruktif.

 Jenis stres yang dapat memperparah kerusakan periodontal bersifat terus-menerus atau jangka panjang dan susah dikendalikan oleh individu.  Misalnya kehilangan orang yang dicintai (pasangan

atau anggota keluarga), hubungan yang gagal, kehilangan pekerjaan, dan kesulitan keuangan.

Imunosupresi karena Stres*

 Stres dan gangguan psikosomatik berdampak pada kesehatan periodontal melalui perubahan perilaku dan interaksi kompleks endokrin, saraf, dan sistem kekebalan tubuh.


(17)

 Individu yang stres kecenderungan memiliki

kebersihan mulut buruk, peningkatan clenching dan

grinding gigi dan sering merokok.

 Semua perubahan perilaku meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan penyakit periodontal.

 Stres meningkatkan produksi kortisol dari korteks adrenal dengan merangsang peningkatan pelepasan

adrenocorticotropic hormone(ACTH) dari kelenjar

pituitari.

Menekan respon kekebalan melalui aktivitas neutrofil, produksi IgG dan IgA saliva sekresi. 

Respon imun sangat penting terhadap patogen periodontal.

Stres dapat juga mempengaruhi respon imun seluler. 

Melalui peningkatan pelepasan neurotransmiter (epinefrin, norepinefrin, neurokinin, dan substansi P). 

Berinteraksi langsung dengan limfosit, neutrofil, dan monosit/makrofag melalui reseptor.

Penurunan pertahanan tubuh.

Pengaruh Stres terhadap Hasil Perawatan Periodontal • Beberapa penelitaan menyimpulkan

(Carranza, 2011)

 depresi memiliki efek negatif pada hasil perawatan periodontal (penelitian 1299 kasus dari health maintenance

organization (HMO))

 stres merusak respon inflamasi dan degradasi matriks

 tidak responsif terhadap perawatan periodontal

Pengaruh Psikiatri pada Cedera yang Disengaja

• Kelainan psikosomatik dapat mengakibatkan efek berbahaya bagi kesehatan jaringan di rongga mulut melalui timbulnya kebiasaan buruk.

Grinding atau clenching gigi,

• Menggigit benda asing (misalnya


(18)

• Menggigit kuku, • Merokok berlebihan.  Pengaruh Gizi*

 Defisiensi vitamin larut lemak ◦ Vitamin A, D, dan E  Defisiensi vitamin larut air

◦ Vitamin B dan C  Defisiensi protein Vitamin A

 Fungsi utama untuk menjaga kesehatan sel-sel epitel pada kulit dan selaput lendir.

 Kekurangan vitamin A manifestasi pada kulit, mukosa, dan mata.

 Bila tidak ada vitamin A, perubahan degeneratif terjadi pada jaringan epitel, mengakibatkan

keratinizing metaplasia.

 Vitamin A berperan penting melindungi dari invasi mikroba dengan mempertahankan integritas epitel.

Vitamin D

 Sangat penting untuk penyerapan kalsium dari saluran pencernaan dan pemeliharaan

keseimbangan kalsium-fosfor.

 Defisiensi vitamin D  berdampak rakhitis pada anak-anak dan osteomalacia pada orang dewasa. Vitamin E

 Berfungsi sebagai antioksidan untuk membatasi reaksi radikal bebas dan melindungi sel-sel dari peroksidasi lipid.

Vitamin B

 Vitamin B-kompleks termasuk ◦ Vitamin B1thiamin ◦ Vitamin B2riboflavin ◦ Vitamin B3niacin

◦ Vitamin B5panthotenic acid ◦ Vitamin B6pyridoxine

◦ Vitamin B7biotin ◦ Vitamin B9 folic acid ◦ Vitamin B12cobalamin


(19)

 Penyakit mulut jarang disebabkan oleh kekurangan satu komponen.

 Perubahan rongga mulutgingivitis, glositis, glossodynia, angular cheilitisdan peradangan mukosa mulut.

Defisiensi

Thiamin

 Ditandai dengan ◦ Kelumpuhan

◦ Gejala kardiovaskular  Edema

 Kehilangan nafsu makan Defisiensi

Riboflavin

 Ariboflavinosis glossitis, angular cheilitis,

seborrheic dermatitis, dan superficial vascularizing

keratitis. Glossitis ditandai dengan perubahan warna

magenta dan atrofi papila.

◦ Pada keadaan ringan-sedang

 Pada dorsum lidah suatu atrofi papila merata dan papila fungiformis

membesar.

◦ Pada keadaan yang parah

 Seluruh dorsum lidah merata dengan permukaan kering dan pecah-pecah. Defisiensi

Niasin

Pellagra dermatitis, gangguan pencernaan,

gangguan neurologis dan mental (dermatitis, diare, atau demensia), glositis, gingivitis, stomatitis.

 Jarang terjadi  terjadi karena malabsorpsi atau alkoholisme.

Defisiensi

Folic Acid

 Menyebabkan macrocytic anemia dengan

megaloblastic erythropoiesisdisertai dengan kelainan

rongga mulut, lesi gastrointestinal, diaredan

malabsorpsi usus

 Klinis stomatitis yang disertai dengan glossitis ulserasi dan cheilitis.

Defisiensi Vitamin C

Scurvydiatesis hemoragik dan penundaan penyembuhan

luka

 Mempengaruhi

◦ Pembentukan dan pemeliharaan kolagen ◦ Penurunan atau penghentian pembentukan


(20)

◦ Gangguan fungsi osteoblastik ◦ Peningkatan permeabilitas kapiler

◦ Kerentanan terhadap perdarahan spontan  Manifestasi klinis

◦ Lesi hemoragik pada otot-otot ekstremitas, sendi, dan kuku,

◦ Pendarahan petechie di sekitar folikel rambut, ◦ Kerentanan terhadap infeksi,

◦ Gangguan penyembuhan luka

◦ Perdarahan, gingiva bengkak,dan gigi goyang Kemungkinan Sebagai Faktor Etiologi

Vitamin C mungkin memainkan peran dalam penyakit periodontal melalui satu atau beberapa mekanismeberikut

1. Kekurangan vitamin C mempengaruhi metabolisme kolagen dalam periodonsiumyang menurunkan kemampuan jaringan untuk meregenerasi dan memperbaiki diri.

2. Kekurangan vitamin C mengganggu pembentukan tulang yang menyebabkan rusaknya tulang

periodontal. Perubahan yang terjadi pada tulang alveolar dan tulang lainnya akibat dari kegagalan osteoblas untuk membentuk osteoid.

3. Kekurangan vitamin C meningkatkan permeabilitas mukosa mulutke tritiated endotoxin dan tritiated

inulin; dan epitel crevikular ke tritiated dextran.

Tingkat optimal vitamin C mempertahankan fungsi barrier epitel terhadap produk bakteri.

4. Kadar vitamin C yang tinggi meningkatkan kemotaktis dan migrasi leukosit tanpa

mempengaruhi aktivitas fagositosisnya. Vitamin C dosis tinggi mengganggu aktivitas bakterisida terhadap leukosit.

5. Tingkat optimal vitamin C diperlukan untuk menjaga integritas jaringan mikrovaskular periodontal serta respon vaskular terhadap plak bakteri dan

penyembuhan luka.

6. Kekurangan vitamin C mengganggu keseimbangan bakteri dalam rongga mulut dan meningkatkan patogenisitasnya.

7. Pada gingivitis, kekurangan vitamin C memperburuk respon gingiva terhadap plak dan memperburuk edema, pembesaran, dan perdarahan. Dengan memperbaiki kekurangan,dapat mengurangi

keparahan gangguan, gingivitis akan ada bila faktor lokal belum dihilangkan

8. Pada Periodontitis, Kekurangan vitamin C sangat mempengaruhi serat periodontal. Kekurangan vitamin C tidak menyebabkan kerusakan


(21)

meningkatkan kedalaman poket dan kehilangan perlekatan.

Defisiensi Protein

Hypoproteinemiaperubahan patologis

◦ Atrofi otot

◦ Lemah

◦ Penurunan berat badan ◦ Anemia

◦ Leukopenia ◦ Edema

◦ Gangguan menyusui

◦ Penurunan daya tahan terhadap infeksi ◦ Penyembuhan luka lambat

◦ Gangguan limfoid,

◦ Pengurangan kemampuan membentuk hormon dan sistem enzim tertentu.

Bisphosphonate

 Digunakan pada pengobatan kanker (intravena (IV)) dan osteoporosis (oral).

 Berfungsimenghambat aktivitas ostesklas untuk menurunkan

◦ resorpsi tulang, ◦ remodeling tulang

 Dalam pengobatan kanker mencegah ketidakseimbangan aktivitas osteoklas.

 Dalam pengobatan osteoporosismeminimalkan aktivitas osteoklastik untuk mencegah kehilangan tulang dan meningkatkan massa tulang.

 Pertama kali disintesis pada tahun 1950 sebagai pengganti pirofosfat, suatu senyawa yang digunakan dalam deterjen.

 Kemampuan bifosfonat untuk meningkatkan massa tulang ditemukan setelah studi pada hewan tahun 1966. Pada tahun 1995, The Food and Drug

Administration (FDA) baru menyetujui penggunaan

alendronate untuk osteoporosis.

 Struktur kimia bifosfonat terdiri dari dua kelompok fosfat kovalen yang terikat pada satu karbon.

 Selain dua kelompok fosfat, karbonjuga memiliki dua rantai samping, R1 dan R2.

 Keduanya (R1, rantai pendek dan R2, rantai panjang)mempengaruhi sifat-sifat kimia dan


(22)

farmakokinetik. R2 juga mempengaruhi cara kerja dan kekuatan atau potensi obat.

 Bifosfonat menghambat osteoklas dengan dua mekanisme yang bergantung pada ada tidaknya nitrogen pada R2.

◦ Non-aminobisphosphonates dimetabolisme oleh osteoklas untuk membentuk adenosine

triphosphate (ATP)mengganggu produksi

energi dan menyebabkan apoptosis osteoklas. ◦ Aminobisphosphonates (risedronate,

zoledronate, ibandronate, dan alendronate)

lebih kuat dan memiliki efek ganda pada osteoklas, termasuk

 Inaktivasi ATP,

 Gangguan osteoklas cytoskeletal,  Penurunan pembentukan osteoklas,  Induksi osteoblas untuk memproduksi

faktor penghambat osteoklas

 Memiliki afinitas tinggi terhadap hidroksiapatit  cepat diserap tulang khususnya didaerah aktivitas tinggi  menjelaskan mengapa

bisphosphonate-induced osteonecrosis(ONJ) hanya ditemukan di

rahang.

 Molekul bifosfonat masuk kedalam tulang tanpa dimetabolisme atau dimodifikasiSelama resorpsi osteoklas tulang, biofosfonat didalam tulangterlepas dan dapat mempengaruhi resorpsi osteoklas

berikutnya.

 Waktu paruh bifosfonat dalam tulang diperkirakan 10 tahun atau lebih.

Bisphosphonate-induced ONJ

(BIONJ)terbukanya/nekrosis tulang rahang pada

pasien terapi biphosphonate lebih dari 8 minggu tanpa ada catatan terapi radiasi pada rahang.  Tahap osteonekrosis

◦ Tahap 0 - pasien terapi dengan IV atau oral tetapi tidak memiliki tulang terbuka/nekrotik yang jelas.

◦ Tahap 1 – pasien terapi dengan IV atau oral memiliki tulang terbuka/nekrotik yang jelas tetapi tidak ada gejala infeksi.

◦ Tahap 2 - pasien terapi dengan IV atau oral memiliki tulang terbuka/nekrotik yang jelasdengan nyeri dan infeksi.

◦ Tahap 3 pasien terapi dengan IV atau oral memiliki tulang terbuka/nekrotik yang jelasdengan nyeri dan satu atau lebih


(23)

kelainan: fraktur patologis, fistula ekstraoral, atau osteolisis sampai ke inferior.

 Secara klinistulang alveolar terbuka spontan atau setelah prosedur perawatan gigi

 Indurasi jaringan lunak, peradangan, infeksi dan drainase.

 Secara radiografis lesi radiolusen, sclerosis dari lamina dura atau pelebaran ligamen periodontal gigi.  Faktor resiko yang berpotensi menimbulkanBIONJ

◦ Terapi kortikosteroid sistemik ◦ Merokok

◦ Alkoholisme

◦ kebersihan mulut buruk ◦ Kemoterapi

◦ Radioterapi ◦ Diabetes

◦ Penyakit hematologi Faktor pencetus BIONJ

◦ Ekstraksi

◦ Perawatan saluran akar ◦ Infeksi periodontal ◦ Bedah periodontal ◦ Operasi implant gigi

Corticosteroid

 Administrasi sistemik  bukan pencetus atau meningkatkan keparahan penyakit gingiva dan periodontal.

 Namun, pada pasien transplantasi ginjal dengan terapi imunosupresif (prednison, methylprednisone,

azathioprine atau cyclophosphamide)  peningkatan

peradangan gingiva dibandingkan pasien lain

dengan jumlah yang sama plak

Kondisi Sistemik Lain : Osteoporosis

 Ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural yang meningkatkan risiko patah tulang.

 Prevalensi pria : wanita = 1 : 4

 Logis untuk menduga hubungan antara osteoporosis dan periodontitis  tapi keduanya merupakan

penyakit multifaktor  kerusakan dan kehilangan tulang yang diperburuk oleh faktor-faktor lokal dan sistemik

◦ Jenis kelamin, genetik,gizi, alkohol, merokok, hormon, dan obat-obatan.

Penyakit Jantung Bawaan*

 Sianosis  peredaran darah dari kanan ke kiri, sehingga darah kotor kembali ke sirkulasi sistemik.


(24)

 Pada keadaan parah, sianosis terjadi saat lahir, khususnya dalam tetralogi Fallot.

 Hipoksia kronis  gangguan perkembangan, kompensasi polisitemia (peningkatan sel darah merah/hemoglobin) dan edema pada jari kaki dan jari

 Beresiko terkena infeksi endokarditis  Secara klinis

 Sianosis jelas pada bibir dan mukosa mulut,  Erupsi tertunda, gigi susu dan tetap,

 Malposisi gigi,  Enamel hipoplasia.

 Gigi tampak putih kebiruan karena peningkatan vaskularisasi pulpa.

 Peningkatan penyakit periodontal disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk dan kurang perawatan gigi.

Tetralogy of Fallot

 Tetralogi Fallot ditandai oleh 4 cacat jantung: 1. Defek septum ventrikel

2. Stenosis pulmonal

3. Malposisi dari aorta ke kanan

4. Pembesaran kompensasi ventrikel kanan.  Gambaran klinis

1. Sianosis,

2. Jantung berdebar-debar 3. Sesak napas

 Sianosis dan sesak napas anoksia serebral dan sinkop.

 Perubahan rongga mulut

1. Perubahan warna merah keunguan pada bibir dan gusi.

2. Kerusakan gingivitis dan periodontal yang parah pada marginal

3. Lidah tampak dilapisi plak, pecah-pecah, dan pembengkakan,

4. Kemerahan ekstrim dari fungiform dan filiform papila.

5. Jumlah kapiler subepitel meningkat


(25)

 Ditandai dengan aliran darah lebih besar dari

ventrikel kiri yang lebih kuat ke ventrikel kanan (alur mundur) melalui defek septum peningkatan aliran darah parufibrosis paru progresifdan retensi tinggi pembuluh darah paru.

 Sianosis tampak pada bibir, pipi, dan membran mukosa bukal, tetapi lebih ringan dibandingkan pada tetralogi Fallot.

Hypophosphatasia

*

 Penyakit tulang keturunan langka yang ditandai dengan

◦ Rakhitis,

◦ Pembentukan tulang tengkorak buruk, ◦

Craniostenosis,

◦ Kehilangan gigi susu prematur, terutama gigi seri

 Kehilangangigi tanpa adanya peradangan gingiva dan tampakpengurangan pembentukan sementum  Pada remaja, penyakit ini menyerupai periodontitis

agresif lokal

Keracunan Logam* : Bismuth

 Keracunan logam bismut kronis ditandai

◦ Gangguan pencernaan, ◦ Mual,

◦ Muntah, ◦ Sakit kuning,

◦ Gingivostomatitis ulseratif pigmentasi

berwarna hitam tipis kebiruan dan rasa logam, ◦ Sensasi terbakar pada mukosa mulut,

◦ Lidah sakit dan meradang, ◦ Urtikaria,

◦ Lesi exanthematoustipe bulosa dan purpura, dan lesi seperti herpes zoster,

◦ Pigmentasi pada kulit.  Timbal

Lama diserapdan gejala keracunan tidak terlalu menonjol  Tanda klinis

◦ Pucat di wajah dan bibir ◦ Gejala gastrointestinal

 Mual,  Muntah ,


(26)

 Hilang nafsu makan.  Pada rongga mulut

◦ Banyak air liur, ◦ Lidah dilapisi plak, ◦ Rasa manis yang aneh,

◦ Pigmentasi linier gingiva (burtonian line) berwarna keabu-abuan,

◦ Ulserasi,

◦ Dapat terjadi tanpa gejala toksik.  Merkuri

 Tanda klinis

◦ Sakit kepala, ◦ Insomnia,

◦ Gejala kardiovaskular, ◦ Ptyalism,

◦ Rasa logam,

◦ Pigmentasi linier gingiva karena pengendapan sulfida merkuri.

◦ Merkuri  iritan

◦ Memperparah peradangan yang sudah ada sebelumnya

◦ Ulserasi mukosa dan gingiva ◦ Resorbsi tulang alveolar  Kesimpulan

 Sebagai dokter gigi perlu memahami berbagai

kondisi sistemik yang berpengaruh terhadap jaringan periodontal untuk merencanakan pengobatan pasien dengan kondisi sistemik

 Dokter gigi mungkin dokter pertama untuk mendiagnosa penyakit sistemik berdasarkan keadaan klinisnya.

 Pada diabetes lebih sering terjadi abses periodontal rekuren, inflamasi gingiva dan kehilangan tulang alveolar.

 Pada leukemia, bisa terdiagnosis dini karena pola abnormal hiperplasia gingiva, nekrosis, dan

perdarahan yang disebabkan oleh trombositopenia, yang ditandaipendarahan internal tidak normal dan

ecchymosis di jaringan gingiva.

 Pada defisiensi PMN seperti pada sindrom Papillon

Lefèvre syndrome, Down syndrome, dan

Chédiak-Higashi syndrome, ditandai dengan periodontitis

agresif.


(27)

 Pada perubahan hormonprogesteron-estrogen memperparah gingivitis oleh plak pada saat

kehamilan, menstruasi, pubertas, dan penggunaan kontrasepsi.

 Pada defisiensi gizi yang parah dan berkepanjangan  barulah terlihat manifestasi pada jaringan

periodontal

 Pada penyakit sistemik lain, khususnya osteoporosis tidak memiliki pengaruh terhadap jaringan

periodontal yang berat  pengaruhnya lebih ke tulang alveolar edentulous daripada tulang alveolar bergigi.

 Pada penggunaan obat-obatan,

biphosphonateterjadi secara spontan atau setelah

prosedur bedah seperti ekstraksi gigi, bedah

periodontal, atau operasi implan.

 Pemberian intravena  berisiko lebih tinggi dan perlu penanganan oleh dokter gigi spesialis.

 Pemberian oral  memang berisiko lebih rendah gejala, tetapi lebih baik diobati dengan terapi nonsurgical.


(1)

farmakokinetik. R2 juga mempengaruhi cara kerja

dan kekuatan atau potensi obat.

Bifosfonat menghambat osteoklas dengan dua

mekanisme yang bergantung pada ada tidaknya

nitrogen pada R2.

◦ Non-aminobisphosphonates dimetabolisme

oleh osteoklas untuk membentuk adenosine

triphosphate (ATP)mengganggu produksi

energi dan menyebabkan apoptosis osteoklas.

◦ Aminobisphosphonates (risedronate,

zoledronate, ibandronate, dan alendronate)

lebih kuat dan memiliki efek ganda pada

osteoklas, termasuk

Inaktivasi ATP,

Gangguan osteoklas cytoskeletal,

Penurunan pembentukan osteoklas,

Induksi osteoblas untuk memproduksi

faktor penghambat osteoklas

Memiliki afinitas tinggi terhadap hidroksiapatit 

cepat diserap tulang khususnya didaerah aktivitas

tinggi  menjelaskan mengapa

bisphosphonate-induced osteonecrosis(ONJ) hanya ditemukan di

rahang.

Molekul bifosfonat masuk kedalam tulang tanpa

dimetabolisme atau dimodifikasiSelama resorpsi

osteoklas tulang, biofosfonat didalam tulangterlepas

dan dapat mempengaruhi resorpsi osteoklas

berikutnya.

Waktu paruh bifosfonat dalam tulang diperkirakan 10

tahun atau lebih.

Bisphosphonate-induced ONJ

(BIONJ)terbukanya/nekrosis tulang rahang pada

pasien terapi biphosphonate lebih dari 8 minggu

tanpa ada catatan terapi radiasi pada rahang.

Tahap osteonekrosis

◦ Tahap 0 - pasien terapi dengan IV atau oral

tetapi tidak memiliki tulang terbuka/nekrotik

yang jelas.

◦ Tahap 1 – pasien terapi dengan IV atau oral

memiliki tulang terbuka/nekrotik yang jelas

tetapi tidak ada gejala infeksi.

◦ Tahap 2 - pasien terapi dengan IV atau oral

memiliki tulang terbuka/nekrotik yang

jelasdengan nyeri dan infeksi.

◦ Tahap 3 pasien terapi dengan IV atau oral

memiliki tulang terbuka/nekrotik yang

jelasdengan nyeri dan satu atau lebih


(2)

kelainan: fraktur patologis, fistula ekstraoral,

atau osteolisis sampai ke inferior.

Secara klinistulang alveolar terbuka spontan atau

setelah prosedur perawatan gigi

Indurasi jaringan lunak, peradangan, infeksi dan

drainase.

Secara radiografis lesi radiolusen, sclerosis dari

lamina dura atau pelebaran ligamen periodontal gigi.

Faktor resiko yang berpotensi menimbulkanBIONJ

◦ Terapi kortikosteroid sistemik

◦ Merokok

◦ Alkoholisme

◦ kebersihan mulut buruk

◦ Kemoterapi

◦ Radioterapi

◦ Diabetes

◦ Penyakit hematologi

Faktor pencetus BIONJ

◦ Ekstraksi

◦ Perawatan saluran akar

◦ Infeksi periodontal

◦ Bedah periodontal

◦ Operasi implant gigi

Corticosteroid

Administrasi sistemik  bukan pencetus atau

meningkatkan keparahan penyakit gingiva dan

periodontal.

Namun, pada pasien transplantasi ginjal dengan

terapi imunosupresif (prednison, methylprednisone,

azathioprine atau cyclophosphamide)  peningkatan

peradangan gingiva dibandingkan pasien lain

dengan jumlah yang sama plak

Kondisi Sistemik Lain : Osteoporosis

Ditandai dengan massa tulang yang rendah dan

kerusakan struktural yang meningkatkan risiko patah

tulang.

Prevalensi pria : wanita = 1 : 4

Logis untuk menduga hubungan antara osteoporosis

dan periodontitis  tapi keduanya merupakan

penyakit multifaktor  kerusakan dan kehilangan

tulang yang diperburuk oleh faktor-faktor lokal dan

sistemik

◦ Jenis kelamin, genetik,gizi, alkohol, merokok,

hormon, dan obat-obatan.

Penyakit Jantung Bawaan*

Sianosis  peredaran darah dari kanan ke kiri,

sehingga darah kotor kembali ke sirkulasi sistemik.


(3)

Pada keadaan parah, sianosis terjadi saat lahir,

khususnya dalam tetralogi Fallot.

Hipoksia kronis  gangguan perkembangan,

kompensasi polisitemia (peningkatan sel darah

merah/hemoglobin) dan edema pada jari kaki dan

jari

Beresiko terkena infeksi endokarditis

Secara klinis

Sianosis jelas pada bibir dan mukosa mulut,

Erupsi tertunda, gigi susu dan tetap,

Malposisi gigi,

Enamel hipoplasia.

Gigi tampak putih kebiruan karena

peningkatan vaskularisasi pulpa.

Peningkatan penyakit periodontal disebabkan oleh

kebersihan mulut yang buruk dan kurang perawatan

gigi.

Tetralogy of Fallot

Tetralogi Fallot ditandai oleh 4 cacat jantung:

1. Defek septum ventrikel

2. Stenosis pulmonal

3. Malposisi dari aorta ke kanan

4. Pembesaran kompensasi ventrikel kanan.

Gambaran klinis

1. Sianosis,

2. Jantung berdebar-debar

3. Sesak napas

Sianosis dan sesak napas anoksia serebral dan

sinkop.

Perubahan rongga mulut

1. Perubahan warna merah keunguan pada bibir

dan gusi.

2. Kerusakan gingivitis dan periodontal yang

parah pada marginal

3. Lidah tampak dilapisi plak, pecah-pecah, dan

pembengkakan,

4. Kemerahan ekstrim dari fungiform dan filiform

papila.

5. Jumlah kapiler subepitel meningkat

Eisenmenger's Syndrome


(4)

Ditandai dengan aliran darah lebih besar dari

ventrikel kiri yang lebih kuat ke ventrikel kanan (alur

mundur) melalui defek septum peningkatan aliran

darah parufibrosis paru progresifdan retensi tinggi

pembuluh darah paru.

Sianosis tampak pada bibir, pipi, dan membran

mukosa bukal, tetapi lebih ringan dibandingkan pada

tetralogi Fallot.

Hypophosphatasia*

Penyakit tulang keturunan langka yang ditandai

dengan

◦ Rakhitis,

◦ Pembentukan tulang tengkorak buruk,

Craniostenosis,

◦ Kehilangan gigi susu prematur, terutama gigi

seri

Kehilangangigi tanpa adanya peradangan gingiva

dan tampakpengurangan pembentukan sementum

Pada remaja, penyakit ini menyerupai periodontitis

agresif lokal

Keracunan Logam* : Bismuth

Keracunan logam bismut kronis ditandai

◦ Gangguan pencernaan,

◦ Mual,

◦ Muntah,

◦ Sakit kuning,

◦ Gingivostomatitis ulseratif pigmentasi

berwarna hitam tipis kebiruan dan rasa logam,

◦ Sensasi terbakar pada mukosa mulut,

◦ Lidah sakit dan meradang,

◦ Urtikaria,

◦ Lesi exanthematoustipe bulosa dan purpura,

dan lesi seperti herpes zoster,

◦ Pigmentasi pada kulit.

Timbal

Lama diserapdan gejala keracunan tidak terlalu menonjol

Tanda klinis

◦ Pucat di wajah dan bibir

◦ Gejala gastrointestinal

Mual,

Muntah ,


(5)

Hilang nafsu makan.

Pada rongga mulut

◦ Banyak air liur,

◦ Lidah dilapisi plak,

◦ Rasa manis yang aneh,

◦ Pigmentasi linier gingiva (burtonian line)

berwarna keabu-abuan,

◦ Ulserasi,

◦ Dapat terjadi tanpa gejala toksik.

Merkuri

Tanda klinis

◦ Sakit kepala,

◦ Insomnia,

◦ Gejala kardiovaskular,

◦ Ptyalism,

◦ Rasa logam,

◦ Pigmentasi linier gingiva karena pengendapan

sulfida merkuri.

◦ Merkuri  iritan

◦ Memperparah peradangan yang sudah ada

sebelumnya

◦ Ulserasi mukosa dan gingiva

◦ Resorbsi tulang alveolar

Kesimpulan

Sebagai dokter gigi perlu memahami berbagai

kondisi sistemik yang berpengaruh terhadap jaringan

periodontal untuk merencanakan pengobatan pasien

dengan kondisi sistemik

Dokter gigi mungkin dokter pertama untuk

mendiagnosa penyakit sistemik berdasarkan

keadaan klinisnya.

Pada diabetes lebih sering terjadi abses periodontal

rekuren, inflamasi gingiva dan kehilangan tulang

alveolar.

Pada leukemia, bisa terdiagnosis dini karena pola

abnormal hiperplasia gingiva, nekrosis, dan

perdarahan yang disebabkan oleh trombositopenia,

yang ditandaipendarahan internal tidak normal dan

ecchymosis di jaringan gingiva.

Pada defisiensi PMN seperti pada sindrom Papillon

Lefèvre syndrome, Down syndrome, dan

Chédiak-Higashi syndrome, ditandai dengan periodontitis

agresif.


(6)

Pada perubahan hormonprogesteron-estrogen

memperparah gingivitis oleh plak pada saat

kehamilan, menstruasi, pubertas, dan penggunaan

kontrasepsi.

Pada defisiensi gizi yang parah dan berkepanjangan

 barulah terlihat manifestasi pada jaringan

periodontal

Pada penyakit sistemik lain, khususnya osteoporosis

tidak memiliki pengaruh terhadap jaringan

periodontal yang berat  pengaruhnya lebih ke

tulang alveolar edentulous daripada tulang alveolar

bergigi.

Pada penggunaan obat-obatan,

biphosphonateterjadi secara spontan atau setelah

prosedur bedah seperti ekstraksi gigi, bedah

periodontal, atau operasi implan.

Pemberian intravena  berisiko lebih tinggi

dan perlu penanganan oleh dokter gigi

spesialis.

Pemberian oral  memang berisiko lebih

rendah gejala, tetapi lebih baik diobati dengan

terapi nonsurgical.