Efek Air Laut, Zeolit, Dan Bahan Vulkan Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut

(1)

EFEK AIR LAUT, ZEOLIT DAN BAHAN VULKAN TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT

S K R I P S I

OLEH:

FIRLANA 080303068 ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

EFEK AIR LAUT, ZEOLIT DAN BAHAN VULKAN TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT

SKRIPSI OLEH: FIRLANA 080303068 ILMU TANAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(3)

Judul Skripsi : Efek Air Laut, Zeolit, dan Bahan Vulkan Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut Nama : Firlana

NIM : 080303068

Program studi : Agroekoteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Sarifuddin, MP) (Kemala Sari Lubis SP, MP NIP. 19650903 199303 2 002 NIP. 19700831 199510 2 001

)

Mengetahui

Ketua Program Studi Agroekoteknologi

NIP. 19640620 198903 2 001 (Ir. T. Sabrina, MAgr, Sc. PhD.)


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk dapat mempelajari efek pada sifat kimia tanah gambut. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium kesuburan-kimia tanah dan laboratorium riset dan teknologi. Penelitian ini menggunakan RAK faktorial dengan 2 faktor perlakuan terdiri dari bahan mineral (zeolit dan bahan vulkan), dan air laut dengan 3 ulangan. Dosis zeolit dan bahan mineral adalah 200 gram/pot dan 1000 gram/pot. Volume air laut adalah 0 ml (2000 ml air tawar) per pot, 500 ml (+ 1500 ml air tawar) per pot, 1000 ml air laut (+ 1000 ml air tawar) per pot dan 1500 ml (+ 500 ml air tawar) per pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mineral zeolit dan bahan vulkan berpengaruh nyata meningkatkan pH tanah, K-tukar, Ca-tukar, Mg-tukar, jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktip per rumpun. Pemberian air laut berpengaruh nyata meningkatkan pH, DHL, jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktip per rumpun, namun berpengaruh tidak nyata terhadap kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa.


(5)

ABSTRACT

The object of this research is to study effect on chemical properties of peat. This was conducted at green house, fertility-soil chemical laboratory and research laboratories and technology. This research used factorial randomized block design with two (2) factors treatments consist of mineral materials (zeolite and volcanic material) and sea water with three (3) replications. Dossage of zeolite and volcanic material were 200 gram/pot and 1000 gram/pot. Volume of sea water were 500 ml (+ 1500 ml fresh water) per pot, 1000 ml (+ 1000 ml fresh water) per pot dan 1500 ml (+ 500 ml fresh water) per pot. The results showed that application of mineral zeolite and volcanic material influenced significantly increased of soil acidicity, exchange kalium, exchange calsium, exchange magnesium, number of tillers per clump and number of productive tillers per clump. Volume of sea water influenced significantly increase of soil acidicity and electrical conductivity, number of tillers per clump and number of productive tillers per clump, but not significantly effect on cation exchange capacity and base saturation.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dusun IV Patok Besi, Desa Aek Korsek, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara pada tanggal 26 Oktober 1989 dari Ayahanda Budianto dan Ibunda Poniah. Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh besaudara.

Riwayat pendidikan formal penulis yaitu memasuki pendidikian Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 117860 Patok Besi pada tahun 1996 dan selesai pada tahun 2002. Melanjutkan ke jenjang SMP di SMP Negeri 1 Aek Kuo pada tahun 2002 dan selesai pada tahun 2005. Selanjutnya memasuki jenjang pendidikan SMA di SMA Negeri 1 Merbau pada tahun 2005 dan selesai pada tahun 2008. Kemudian penulis memasuki pendidikan di bangku kuliah sebagai mahasiswa strata satu di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008 sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian minat Ilmu Tanah, Departemen Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN.

Akitifitas yang dilakuakan selama di perkuliahan :

1. Anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan tahun 2008.

2. Mengikuti organisasi pengajian Al-Bayan Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2008.

3. Penulis juga sudah aktif dalam organisasi BKM Al-Mukhlisin Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan di Departemen Ukhuwah Islamiyah mulai tahun 2008.


(7)

4. Asisten di Laboratorium untuk mata kuliah Dasar Ilmu Tanah sejak tahun 2010-2012.

5. Tahun 2011 melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di PTPN III Kebun Gunung Monaco.

6. Sejak tahun 2012 menjadi asisten di Laboratorium Kimia Tanah dan Analisis Tanah-Tanaman.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “ Efek Air Laut, Zeolit dan Bahan Vulkan Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut ” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakasanakan penelitian di Fakultas Pertanian Departemen Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rasa sayang dan terimakasih yang sedalam-dalamnya terutama kepada orangtua tercinta Ayahanda Budianto dan Ibunda Poniah atas segala perhatian, kesabaran dalam mendidik dan mendukung penulis tanpa mengenal lelah, dana juga doa restu yang telah diberikan hingga penulis dapat mendapat gelar Strata satu di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada dosen pembimbing yaitu Ir. Sarifuddin, M.P. selaku ketua komisi pembimbing dan Kemala Sari Lubis, S.P., M.P. selaku anggota komisi pembimbing juga terkhusus kepada Bapak Ir. Mukhlis, M.Si selaku orang tua penulis selama di kampus yang telah banyak memberikan pengajaran, kemudahan, bimbingan, nasehat maupun saran kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.

Skripsi ini juga kupersembahkan kepada para dosen yang telah memberikan pengajaran banyak hal. Kupersembahkan pula kepada Abangda Alfian, Birawan, Adindaku Ratih, Pranita dan Kumbara, teruntuk Abangda


(9)

Firman Sakti W. dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Temanku Ahmad Taufik Lubis yang selalu membantu dan bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini hingga selesai, dan tak lupa pula teman-temanku Ardian, Ridwandi, Riyanda, Abror, Muda, Taufik, Rangga, Khairul, Sulvizar yang sudah cukup membantu dan memberikan peran dalam setiap pengambilan air hujan tiap minggunya. Kepada Laboran Bang Rudi yang membantu mengerjakan analisis dengan AAS, Bang Timbul yang membantu dalam pengambilan sampel tanah gambut, kuucapkan terima kasihku untuk kalian semua karena telah membantu dalam menyelsaikan penelitian.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada kita dan pihak-pihak yang membutuhkan informasi.

Medan, Maret 2013


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Pembentukan dan Penyebaran Gambut ... 6

Karakteristik Gambut ... 8

Zeolit... 10

Air laut... 11

Bahan Vulkan ... 14

Budidaya Padi Di Lahan Gambut ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat ... 20

Metode Penelitian ... 21

Pelaksanaan Penelitian ... 22

Analisis Awal ... 23

Parameter Yang Diamati ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Pembahasan ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1. Rata-Rata Konsentrasi Ion Pada Air Laut………...………11 2. Komposisi Mineral Fraksi Pasir Total Dari Pedon-Pedon Di Daerah

Penelitian...………..…... 16 3. Nilai Rataan pH Tanah Gambut untuk Perlakuan Mineral pada Inkubasi

2 Minggu...………..…... 26 4. Nilai Rataan pH Tanah Gambut Pada Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut

(A) serta Interaksinya pada Inkubasi 4 Minggu ………... 26 5. Nilai Rataan DHL Tanah Gambut untuk Perlakuan Mineral pada Inkubasi

2 Minggu...………..…... 27 6. Nilai Rataan DHL Tanah Gambut Pada Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut

(A) serta Interaksinya pada Inkubasi 4 Minggu ……... 28 7. Nilai Rataan KTK Tanah Gambut untuk Perlakuan Mineral pada Inkubasi

2 Minggu...………..…... 29 8. Nilai Rataan KTK Tanah Gambut Pada Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut

(A) serta Interaksinya pada Inkubasi 4 Minggu ……... 29 9. Nilai Rataan Basa-Basa Tukar dan KB Tanah Gambut untuk Perlakuan

Mineral pada Inkubasi 2 Minggu...…..……….………... 30 10. Nilai Rataan Basa-Basa Tukar dan KB Tanah Gambut Pada Perlakuan

Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya padaInkubasi 4 Minggu ………... 31 11. Nilai Rataan pH dan DHL Tanah Gambut Pada Perlakuan Mineral (M) dan

Air Laut (A) serta Interaksinya Setelah Tanam dan Setelah Akhir Vegetatif………... 32 12. Nilai Rataan Jumlah Anakan Per Rumpun Pada Perlakuan Mineral (M)

dan Air Laut (A) serta Interaksinya Setelah Akhir Vegetatif …... 33 13. Nilai Rataan Jumlah Anakan Produktip Per Rumpun Pada Perlakuan

Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya pada Setelah Akhir Vegetatif …..………... 34


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Analisis Awal Tanah Sebelum Perlakuan ... 50

2. Tabel Analisis Kemasaman Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 51

3. Daftar Sidik Ragam Analisis Kemasaman Tanah Inkubasi 2Minggu ... 51

4. Tabel Analisis Kemasaman Tanah Inkubasi 4 Minggu...52

5. Tabel Dwikasta M x A Kemasaman Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 52

6. Daftar Sidik Ragam Analisis Kemasaman Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 52

7. Tabel Analisis DHL Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 53

8. Daftar Sidik Ragam DHL Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 53

9. Tabel Analisis DHL Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 54

10.Tabel Dwikasta M x A DHL Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 54

11.Daftar Sidik Ragam DHL Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 54

12.Tabel Analisis KTK Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 55

13.Daftar Sidik Ragam Analisis KTK Tanah 2 Minggu ... 55

14.Tabel Analisis KTK Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 56

15.Tabel Dwikasta M x A KTK Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 56

16.Daftar Sidik Ragam Analisis KTK Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 56

17.Tabel Analisis Na-tukar Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 57

18.Daftar Sidik Ragam Analisis Na-tukar Tanah 2 Minggu ... 57

19.Tabel Analisis Na-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 58

20.Tabel Dwikasta M x A Na-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 58


(13)

22.Tabel Analisis K-tukar Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 59

23.Daftar Sidik Ragam Analisis K-tukar Tanah 2 Minggu ... 59

24.Tabel Analisis K-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 60

25.Tabel Dwikasta M x A K-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 60

26.Daftar Sidik Ragam Analisis K-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 60

27.Tabel Analisis Ca-tukar Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 61

28.Daftar Sidik Ragam Analisis Ca-tukar Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 61

29.Tabel Analisis Ca-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 62

30.Tabel Dwikasta M x A Ca-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 62

31.Daftar Sidik Ragam Analisis Ca-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 62

32.Tabel Analisis Mg-tukar Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 63

33.Daftar Sidik Ragam Analisis Mg-tukar Tanah 2 Minggu ... 63

34.Tabel Analisis Mg-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 64

35.Tabel Dwikasta M x A Mg-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 64

36.Daftar Sidik Ragam Analisis Mg-tukar Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 64

37.Tabel Analisis Kejenuhan Basa Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 65

38.Daftar Sidik Ragam Analisis Kejenuhan Basa Tanah Inkubasi 2 Minggu ... 65

39.Tabel Analisis Kejenuhan Basa Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 66

40.Tabel Dwikasta M x A Kejenuhan Basa Tanah Inkubasi 4 Minggu ... 66

41.Daftar Sidik Ragam Analisis Kejenuhan Basa Tanah Inkubasi 4 Minggu .... 66

42.Tabel Analisis KemasamanTanah Setelah Akhir Vegetatif ... 67

43.Tabel Dwikasta M x A KemasamanTanah Setelah Akhir Vegetatif ... 67

44.Daftar Sidik Ragam Analisis Kemasaman Tanah Setelah Akhir Vegetatif ... 67


(14)

46.Tabel Dwikasta M x A DHL Setelah Akhir Vegetatip ... 68 47.Daftar Sidik Ragam Analisis DHL Setelah Akhir Vegetatif ... 68 48.Tabel Data Jumlah Anakan Per Rumpun Setelah Akhir Vegetatif ... 69 49.Tabel Dwikasta M x A Jumlah Anakan Per Rumpun Setelah Akhir Vegetatif ... 69 50.Daftar Sidik Ragam Jumlah Anakan Per Rumpun Setelah Akhir Vegetatif .. 70 51.Tabel Data Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun Setelah Akhir Vegetatif .. ... 70 52.Tabel Dwikasta M x A Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun Setelah Akhir Vegetatif ... 71 53.Daftar Sidik Ragam Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun Setelah Akhir

Vegetatif ... 71 54.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air . Laut Tanpa Bahan Mineral Ulangan I ... 72 55.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan

Mineral Zeolit Ulangan I ... 72 56.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan

dengan Bahan Vulkan Ulangan I ... 73 57.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan

dengan Campuran Zeolit dan Bahan Vulkan Ulangan I ... 73 58.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air . Laut Tanpa Bahan Mineral Ulangan II ... 74 59.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan

Mineral Zeolit Ulangan II ... 74 60.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan

dengan Bahan Vulkan Ulangan II ... 75 61.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan

dengan Campuran Zeolit dan Bahan Vulkan Ulangan II ... 75 62.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air . Laut Tanpa Bahan Mineral Ulangan III ... 76


(15)

63.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan Mineral Zeolit Ulangan III ... 76 64.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan

dengan Bahan Vulkan Ulangan III ... 77 65.Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan

dengan Campuran Zeolit dan Bahan Vulkan Ulangan III ... 77 66.Peta Pengambilan Sampel Tanah Gambut ... 78 67.Diskripsi Tanaman Padi Varietas Dendang ... 79


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk dapat mempelajari efek pada sifat kimia tanah gambut. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium kesuburan-kimia tanah dan laboratorium riset dan teknologi. Penelitian ini menggunakan RAK faktorial dengan 2 faktor perlakuan terdiri dari bahan mineral (zeolit dan bahan vulkan), dan air laut dengan 3 ulangan. Dosis zeolit dan bahan mineral adalah 200 gram/pot dan 1000 gram/pot. Volume air laut adalah 0 ml (2000 ml air tawar) per pot, 500 ml (+ 1500 ml air tawar) per pot, 1000 ml air laut (+ 1000 ml air tawar) per pot dan 1500 ml (+ 500 ml air tawar) per pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mineral zeolit dan bahan vulkan berpengaruh nyata meningkatkan pH tanah, K-tukar, Ca-tukar, Mg-tukar, jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktip per rumpun. Pemberian air laut berpengaruh nyata meningkatkan pH, DHL, jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktip per rumpun, namun berpengaruh tidak nyata terhadap kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa.


(17)

ABSTRACT

The object of this research is to study effect on chemical properties of peat. This was conducted at green house, fertility-soil chemical laboratory and research laboratories and technology. This research used factorial randomized block design with two (2) factors treatments consist of mineral materials (zeolite and volcanic material) and sea water with three (3) replications. Dossage of zeolite and volcanic material were 200 gram/pot and 1000 gram/pot. Volume of sea water were 500 ml (+ 1500 ml fresh water) per pot, 1000 ml (+ 1000 ml fresh water) per pot dan 1500 ml (+ 500 ml fresh water) per pot. The results showed that application of mineral zeolite and volcanic material influenced significantly increased of soil acidicity, exchange kalium, exchange calsium, exchange magnesium, number of tillers per clump and number of productive tillers per clump. Volume of sea water influenced significantly increase of soil acidicity and electrical conductivity, number of tillers per clump and number of productive tillers per clump, but not significantly effect on cation exchange capacity and base saturation.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar

21 juta hektar, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik

dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian (Agus dan Subiksa, 2008).

Sesuai dengan arahan Departemen Pertanian (BB Litbang SDLP, 2008), lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut dangkal (<100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki resiko lingkungan lebih rendah dibandingkan gambut dalam.

Lahan gambut dengan kedalaman 1,4 - 2 m tergolong sesuai marjinal untuk berbagai jenis tanaman pangan. Faktor pembatas utama adalah kondisi media perakaran dan unsur hara yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan yang mampu beradaptasi adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang panjang dan berbagai jenis sayuran lainnya (Agus dan Subiksa, 2008).


(19)

Secara umum permasalahan karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density) yang rendah, daya menahan beban (bearing capacity) yang rendah, penurunan permukaan, dan mengering tidak balik (irriversible drying). Sedangkan karakteristik kimia yaitu lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 - 5. Di sisi lain kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi, sedangkan jumlah basa tukar rendah sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah. Selain itu karena adanya beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman sehingga juga ikut menurunkan pertumbuhan tanaman.

Sebagian lahan gambut di daerah Asahan tergolong ke dalam gambut ombrogen. Menurut tingkat kesuburannya lahan gambut tersebut tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan relatif kurang subur dibandingkan dengan gambut topogen. Dari hasil analisis awal menujukan bahwa tanah gambut ombrogen memiliki tingkat kemasaman (pH) 3,78, DHL 0,056 mmhos/cm dan BD 0,13 gram/cm3 dimana karakteristik fisik dan kimia ini menunjukan bahwa gambut topogen lebih baik. Hasil penelitian Wiratmoko dkk. (2008) menyatakan gambut topogen memiliIki karakteristik fisik dan kimia yang lebih baik, seperti tingkat kemasaman (pH) 3,5-3,6, berat volume 0,31 gram/cm3, dan kadar abu 15,81%, dibandingkan gambut ombrogen yang memiliki pH 3,2-3,4, berat volume 0,26 gram/cm3 begitu juga dengan hasil produksi kelapa sawit, pada umur

tanaman yang sama gambut topogen mampu meningkatkan produktivitas 19,64-25,53 ton TBS/ha/tahun, sedangkan pada lahan gambut ombrogen hanya


(20)

vegetasi hutan alami yang belum ada aktifitas manusia. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan pangan, khususnya beras sebagian lahan gambut tersebut dialihfungsikan menjadi sawah, sehingga penduduk melakukan budidaya padi sawah.

Rendahnya produktivitas padi di lahan gambut selain karena kandungan asam-asam fenolat yang tinggi sehingga dapat meracuni tanaman, rendahnya kation-kation esensial merupakan faktor penting penyebab rendahnya produktivitas lahan gambut. Secara umum produksi padi menunjukan variasi yang cukup besar berkisar dari 0,2 sampai 4,1 ton/hektar gabah kering panen dan terlihat dengan rata-rata produksi padi sawah pada tanah gambut ketebalan 100 cm dibandingkan dengan ketebalan kurang dari 60 cm menunjukan penuruan 36,7% sedangkan produksi tertinggi tercapai pada ketebalan gambut kurang dari 60 cm (Abdullah, 1997). Hal ini juga sejalan dari hasil penelitian yang melaporkan dengan masih tergolong tingginya jumlah gabah hampa per malai untuk pengujian empat varietas padi yaitu Batang Piaman 23,5 butir,

Ciherang 19,7 butir, Cisadane 21,1 butir, dan IR64 16,5 butir (Zulman dan Widodo, 2009).

Zeolit merupakan mineral kristalin aluminosilikat terhidrasi dan struktur berongga yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Rongga-rongga tersebut diisi oleh kation dan air sehingga zeolit dapat digunakan sebagai penukar ion, penyaring dan penjerap molekul serta katalis. Dengan sifat-sifat tersebut zeolit dapat dimanfaatkan sebagai pengikat hara untuk meningkatakan efisiensi penggunaan pupuk. Dengan melihat sifat mineral zeolit pula maka diharapkan zeolit ini mampu meningkatakan pH tanah gambut yang


(21)

rendah dan menurunkan DHL tanah melalui penjerapan garam-garam terlarut terutama Na juga dengan kandungan Al2O3

Pemberian mineral bahan induk tanah juga penting di dalam perubahan tanah, memberikan kembali serta memineralisasi tanah yang penting dari rencana pengelolaan tanah gambut. Upaya pemberian mineral bahan induk tanah sebagai alternatif pada tanah gambut adalah dengan pemberian bahan vulkan yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan gunung berapi yang subur mengandung unsur hara yang tinggi diantaranya unsur logam Al, Ca, Mg, Si dan Fe. Adanya kation polivalen juga (seperti Al dan Fe) dapat mengurangi efek buruk dari asam-asam organik pada tanah gambut. Dengan sifat ini diharapakan mampu meningkatkan perbaikan sifat fisik maupun kimia serta mampu menurunkan tingkat kemasaman tanah yang tinggi, dan meningkatkan basa-basa tukar pada tanah gambut.

yang tinggi mampu menetralisir asam-asam organik di tanah gambut.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan rendahnya produktivitas budidaya padi di lahan gambut tersebut salah satu alternatif adalah juga dengan pemberian air laut yang diharapkan dapat meningkatkan basa-basa tukar di tanah gambut dan meningkatkan pH tanah gambut. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gambut yang dipengaruhi pasang surut air laut lebih subur.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti perubahan produktivitas padi sawah yang telah diberi air laut dan zeolit serta bahan vulkan pada tanah gambut.


(22)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh air laut, zeolit dan bahan vulkan serta pemberian pupuk N, P, K dalam memperbaiki kesuburan tanah gambut untuk meningkatkan produktivitas padi sawah.

Hipotesis Penelitian

a. Pemberian zeolit, bahan vulkan dan air laut dapat memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut

b. Pemberian air laut, zeolit dan bahan vulkan dapat meningkatkan kesuburan tanah gambut dan pertumbuhan padi sawah.

Kegunaan Penelitian

a. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan bagi para petani dalam memperbaiki sifat kimia tanah gambut dengan pemberian amelioran untuk meningkatakan produktivitas padi sawah

b. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Departemen Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Pembentukan dan Penyebaran Gambut Pembentukan dan Penyebaran Gambut

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986; Agus dan Subiksa, 2008).

Pembentukan gambut diduga terjadi pada peroide holosin antara 10.000-5.000 tahun silam karena pencairan es di kutub yang menaikan muka air laut hingga tergenang pada bagian puncakanya akibat adanya pembentukan daratan pantai (regresi) dan garis pantai mengalami pergeseran (transgresi) yang menjorok lebih ke laut dimana dataran pantai yang berupa cekungan tersebut mengalami penimbunan sisa-sisa seperti pakis, tanaman air dan bakau secara berlapis-lapis dalam keadaan anaerob. Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa pembentukan gambut memerlukan waktu yang sangat panjang. Gambut tumbuh dengan kecepatan antara 0-3 mm/tahun. Di Barambai Delta Pulau Petak, Kalimantan Selatan laju pertumbuhan gambut sekitar 0,05 mm dalam satu tahun, sedangkan di Pontianak sekitar 0,13 mm/tahun. Di Sarawak Malaysia, laju


(24)

pertumbuhan berjalan lebih cepat yaitu sekitar 0,22–0,48 mm per tahun (Noor, 2001).

Berdasarkan pengamatan Jongerius dan Pons (1962; Abdullah 1997) menambahkan bahwa awal dari proses pedogenesis tanah gambut atau rijping terbagi dalam tiga jenis rijping yaitu:

a. Fisika rijping atau pematangan fisik yaitu suatu proses fisika dimana proses pematangan disebabkan dehidrasi yang diakibatkan oleh draenase, evaporasi dan perakaran

b. Disintegrasi atau kimiawi dan mikrobiologikal rijping atau pematangan kimiawi atau mikrobiologi yaitu suatu proses dimana masuknya udara ke dalam pori-pori tanah akibat hilangnya kelembaban sehingga terjadi pematangan kimia dan biologi

c. Moulding atau biologikal rijping atau pematangan biologi yaitu proses perombakan yang dilakukan oleh organisme kecil yang aktif pada permukaan gambut.

Luas lahan gambut dunia berkisar 38 juta ha dengan lebih 50% berada di Indonesia. Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 26 juta ha. Hampir seluruh cadangan gambut yang ada di Indonesia tersebut terdapat di luar pulau Jawa yang merupakan pulau-pulau tujuan transmigrasi, tersebar di Pulau Sumatera 8,9 juta ha, Pulau Kalimantan 6,3 juta dan Pulau Irian 10,9 juta ha. Di wilayah Sumatera, sebagian gambut berada di pantai Timur, sedangkan di kalimantan ada di Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan. Di Sumatera lahan gambut ditemukan di pantai timur mulai dari Lampung, Sumatera Selatan, Jambi samapai ke Riau dan Sumatera Utara (Hasibuan, 2008).


(25)

Karakteristik Gambut

Kebanyakan Histosol dicirikan dan dikenal melalui epipedon histik yang tebalnya lebih dari 12 inchi, jenuh dengan air sekurang-kurangnya 30 hari terus menerus dalam setahun, dan mengandung paling sedikit 20 persen bahan organik. Histosol ditemukan di seluruh dunia, jumalah luas keseluruhanya kurang dari 1 persen dari permukaan tanah dunia (Foth, 1994).

Tingkat kemasaman gambut mempunyai kisaran yang sangat lebar. Umumnya tanah gambut tropik, terutama ombrogen (oligotropik), mempunyai kisaran pH 3,0-4,5, kecuali yang mendapat penyusupan air laut atau payau. Kemasaman tanah gambut cenderung makin tinggi jika gambut makin tebal. Gambut dangkal mempunyai pH antara 4,0-5,1, sedangkan gambut dalam pH nya anatara 3,1-3,9 dimana sumber kemasaman yang berperan pada tanah gambut adalah pirit dan asam-asam organik (Noor, 2001).

Gambut di Indonesia umumnya merupakan gambut ombrogen, terutama gambut pedalaman yang terdiri atas gambut tebal dan miskin unsur hara, digolongkan ke dalam tingkat oligotrofik (Radjaguguk, 1997; Hartatik et al. 2011). Sedangkan pada gambut pantai pada umumnya tergolong gambut topogen dengan status eutrofik yang kaya akan basa-basa, karena adanya sumbangan Ca, Mg, dan K dari air pasang surut.

Dari hasil penelitian Wiratmoko et al. ( 2008 ) menyatakan gambut topogen memiliki karakteristik fisik maupun kimia yang lebih baik, seperti tingkat kemasaman (pH) 3,5-3,6, berat volume 0,31 g/cm3, dan kadar abu 15,81%, dibandingkan gambut ombrogen yang memiliki pH 3,2-3,4, berat volume 0,26 g/cm3 dan kadar abu 2,52%.


(26)

Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat beragam dan ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis tanaman penyusun gambut, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Polak (1975; Hartatik dkk., 2011) mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan umumnya didominasi oleh bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu komposisi bahan organiknya sebagian besar adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan kering, sedangkan kandungan komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein umumnya tidak melebihi 11%.

Nitrogen pada tanah gambut sangat rendah bila dibandingkan dengan kadar carbon (C) sehingga ratio C/N menjadi sangat tinggi. Hal ini menunjukan sanagat lambatnya proses dekomposisi bahan organik. Hal ini juga menyebabkan kurang tersedianya N untuk tanaman. Unsur hara makro lainya seperti Fosfat,

Kalium, Magnesium dan Kalsium juga rendah, akibat rendahnya pH tanah (Hasibuan, 2008)

Kandungan kation-kation basa (Ca, Mg, K, dan Na) umumnya terdapat dalam jumlah yang rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut kandungan abu semakin rendah dan kandungan Ca dan Mg dan kejenuhan basa menurun (Driesen dan Supraptohardjo, 1974; Barchia 2006). Di sisi lain kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi, sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah (Agus dan Subiksa, 2008).

Tingginya nilai KTK gambut disebabkan oleh muatan negatif bergantung pH yang sebagian besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil dari fenol (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974 ; Barchia, 2006).


(27)

Zeolit

Zeolit merupakan aluminosilikat kristalin berpori mikro terhidasi yang mengandung pori yang saling berhubungan dengan ukuran 3 sampai 10 Ǻ. Zeolit tersusun oleh silikon, oksigen dan alumunium dalam suatu kerangka struktur tiga dimensi dengan pori-porinya mengandung molekul air yang dapat menyerap kation yang saling bertukar (catión exchange). Secra kimia zeolit mempunyai rumus empiris : M+2 ,M+2Al2O3_gSiO2_ZH2O, dimana M+ biasanya Na atau K,

M+2

Zeolit merupakan mineral yang bersifat basa yang belakangan ini mulai banyak digunakan sebagai bahan pembenah tanah. Adapun komposisi kimia dari zeolit antara lain: SiO

adalah Mg, Ca, atau Fe (Warmada dan Titisari, 2004).

2(60,18%), Al2O3(14,25%), CaO, MgO, Al2O3, Fe2O3,

SiO2, K2O, Na2O, TiO2

Zeolit pada dasarnya memiliki tiga variasi struktur yang berbeda yaitu: a) struktur seperti rantai (chain-like structure), dengan bentuk kristal acicular dan prismatic, contoh: natrolit, b) struktur seperti lembaran (sheet-like structure), dengan bentuk kristal platy atau tabular biasanya dengan basal cleavage baik, contoh: heulandit, c) struktur rangka, dimana kristal yang ada memiliki dimensi yang hampir sama, contoh: kabasit. Zeolit mempunyai kerangka terbuka, sehingga memungkinkan untuk melakukan adsorpsi Ca bertukar dengan 2 (Na, K) atau CaAl dengan (Na, K) Si. Morfologi dan struktur kristal yang terdiri dari rongga-rongga yang berhubungan ke segala arah menyebabkan permukaan zeolit menjadi luas. Morfologi ini terbentuk dari unit dasar pembangunan dasar primer yang membentuk unit dasar pembangunan sekunder dan begitu seterusnya (Rodhie, 2006).


(28)

Suatu usaha yang belum banyak dilakukan untuk memperbaiki sifat tanah ini yaitu dengan pemberian zeolit. Pemberian zeolit pada tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Zeolit merupakan bahan pemantap pada tanah yang dapat meningkatkan reaksi pada tanah masam dan memperbaiki sifat kimia tanah, meningkatkan kemampuan memegang air serta memegang haradan melepasnya secara perlahan-lahan (Mumpton, 1983).

Menurut Suwardi dan Suryaningtyas (1995) bahwa pemberian zeolit pada tanah tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai KTK tanah. Secara teoritis semakin besar dosis zeolit dan semakin tinggi KTK zeolit maka semakin tinggi pula KTK tanah. Namun kadang kenaikan yang kecil ini cukup sulit terdeteksi karena adanya keragaman dalam penetapan KTK tanah itu sendiri.

Air Laut

Mengingat tingginya kandungan kation, air laut dapat digunakan sebagai salah satu sumber hara bagi tanaman termasuk tanaman yang sensitif terhadap kadar garam yang tinggi (glycophyte plants).

Tabel 1. Rata-Rata Konsentrasi Ion Pada Air Laut

Ion Berat Per Seribu Bagian

Chloride, Cl- 18.980

Sodium, Na+ 10.556

Sulphate, SO42- 2.649

Magnesium, Mg2+ 1.272

Calcium, Ca2+ 0.400

Potassium, K+ 0.380

Bicarbonate, HCO3- 0.140

Bromide, Br- 0.065

Borate, H2BO3- 0.026

Srontium, Sr2+ 0.013

Fluoride, F- 0.001


(29)

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 14 jenis ion pada air laut. Dari jumlah itu, konsentrasi Chlorite dan Natrium terdapat dalam jumlah yang sangat tinggi. Hal inilah yang menyebabkan tingginya salinitas air laut. Di samping itu sulfat, magnesium (Mg), kalsium (Ca) dan kalium (K) juga terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan unsur lainnya. Tingginya kandungan nutrien yang terdapat pada air laut, khususnya unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti Mg, Ca dan K memberi petunjuk bahwa air laut dapat menjadi salah satu sumber alternatif nutrien bagi tanaman. Berkaitan dengan tingginya salinitas air laut, tantangan yang dihadapi adalah upaya untuk memanfaatkan unsur-unsur hara tersebut dengan menurunkan kandungan Na dan Cl sampai pada level yang tidak merugikan pada tanaman. Di samping itu unsur Na juga dapat dimanfaatkan sebagai unsur hara untuk jenis-jenis tanaman tertentu yang membutuhkannya baik sebagai unsur tambahan/menguntungkan maupun

sebagai pengganti sebagian dari kebutuhan akan unsur K (Yufdy and Jumberi, 2008).

Pemanfaatan air laut sebagai pelindi berhubungan dengan perannya sebagai penetral dan pendesak Al untuk menurunkan kemasaman di tanah sulfat masam. Air laut selain mempunyai pH netral (pH 6-7) juga mempunyai muatan ionik yang tinggi (DAL 54 dS m-1). Adanya desakan terhadap aluminium oleh natrium/magnesium dari tapak jerapan lempung untuk kemudian terbebaskan keluar dari sistem, maka kemasaman tanah dapat diturunkan. Adapun pemberian bahan amelioran berhubungan dengan perbaikan tahana (status) hara sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Kemasaman tanah menurun dengan didesaknya aluminium oleh natrium/magnesium dari tapak jerapan lempung untuk kemudian


(30)

terbebaskan keluar dari sistem. Pada pH yang tinggi, Al3+

Al

selanjutnya diendapkan sebagai Al-hidroksi atau basic sulfat dan dibebaskannya asam-asam terlarut untuk selanjutnya dilindi keluar dari sistem seperti digambarkan persamaan berikut.

3+

(aq) + 3 H2O → Al (OH)3

Penelitian Sudarman (2002) menunjukkan pelindian pada tanah reaktif kuat dengan air tawar yang dilanjutkan dengan air laut menurunkan pH dari 2,63 menjadi 2,44, tetapi pH naik kembali dengan pelindian air tawar menjadi 3,42. Pola perubahan pH pada tanah tidak reaktif serupa menurun dari pH 5,81 menjadi 3,74 dan meningkat kembali menjadi 6,81. Ini memberikan gambaran bahwa air laut mempunyai kemampuan lebih baik dalam mendesak ion-ion toksis seperti Al

+ 3 H+ (aq) (Noor dkk., 2005).

3+

, H+, Mn2+

Maas et al. (1999; Sudarman et al. 2002) menambahkan bahwa air laut dapat berfungsi sebagai amelioran karena air laut mempunyai daya penukar yang besar sehingga Al

untuk masuk kedalam air lindian.

3+

dan Fe2+ yang berada pada kompleks pertukaran dapat digantikan oleh Na+, Ca2+, atau Mg2+

Hasil penelitian ditingkat laboratorium dan rumah kaca menunjukan bahwa pelindian dengan air laut (yang diencerkan 50%) memberikan hasil lindian berupa kemasaman terlarut (H

dari air yang ditambahkan. Oleh karena itu air laut dengan konsentrasi tertentu dapat berperan sebagai ion exchange , atau sebagai bahan amelioran.

+

dan Al3+ terlarut) dan sulfat terlarut lebih tinggi dibandingkan dengan air tawar. Semakin pekat (0-50%) air laut yang digunakan sebagai pelindi, semakin tinggi kadar kemasaman (Al3+ dan H+) air lindian (Maas et al. 2000; Noor, 2004).


(31)

Pelindian akan membawa senyawa beracun yang terbentuk oleh oksidasi pirit sehingga pH tanah akan naik. Akan tetapi meskipun kristalisasi pada tanah sulfat masam di Indonesia sangat reaktif terhadap suasana oksidatif, namun karena pirit terisolasi di dalam matriks tanah yang kohesif structureless, maka upaya penghilangan sumber kemasaman tanah dan unsur beracun oleh pencucian kurang berjalan lancar. Upaya pemebentukan agregasi dari bahan liat kohesif dengan penambahan gambut yang mempunyai kadar serat yang cukup untuk mengurangi isolasi pirit sebelum dilakukan pelindian diharapkan akan cepat mengurangi sumber kemasaman pada tanah sulfat masam (Sudarman et al. 2002).

Bahan Vulkan

Tanah vulkanik atau tanah gunung berapi adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan gunung berapi yang subur mengandung unsur hara yang tinggi. Vulkanik yang dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi umumnya dicirikan oleh kandungan mineral liat allophan yang tinggi (Anonimous, 2012).

Mineral tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu tanah, antara lain sebagai indikator cadangan sumber hara dalam tanah dan indikator muatan tanah beserta lingkungan pembentukannya (Balai Penelitian Tanah, 2005). Mineralogi bahan vulkan yang berasal dari gunung Merapi dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: (1) Mineral skeletal yang berasal dari mineral primer (mineral pasir dan debu) serta agregat mikro kristalin. (2) Fragment yang semuanya berasal dari bahan induk, mineral liat dan liat amorf. Mineral skeletal


(32)

terdiri atasi: (a) Pasir atau debu yang masing-masing butir merupakan satu macam mineral primer. (b) Agregat mikro kristalin yang terdiri atas abu vulkan (campuran berbagai mineral primer) dan (c) chert (silica mikrokristalin). Fragmen merupakan pecahan batuan dalam ukuran pasir maupun debu yang terdiri dari berbagai macam mineral primer. Untuk mineral liat dan liat amorf terdiri atas: (a)

Layer aluminium silicate clay (liat aluminium silikat berkisi/berlapis). (b) Hydrous iron oxide yang merupakan hidroksida Fe serta gibbist yang berupa

hidroksida dari Al pada tanah-tanah dengan pelapukan lanjut. c. Allophan yang merupakan alluminosilicate amorph pada tanah dari abu vulkanik di daerah humid (Sudaryo dan Sutjipto, 2009).

Fungsi pasir gunung api sebenarnya sama dengan pasir biasa. Namun, kandungan silika (SiO) yang tinggi membuat kualitasnya menjadi sangat baik. Pasir gunung api baik digunakan untuk penjernih air. Pola silika yang berujung runcing membuat kemampuan pasir menyerap partikel tidak diinginkan jauh lebih baik ketimbang pasir biasa. Meski demikian, penggunaan pasir gunung api sebagai penjernih air tetap membutuhkan bahan lain, seperti zeolit dan arang kayu, selain silika, pasir gunung api juga memiliki kandungan besi (FeO). Kandungan besi pasir gunung api sangat baik karena belum mengalami pelapukan (Kompas, 2010). Material yang menyeliputi butir pasir dalam tanah umumnya berupa bahan organik. Namun pada beberapa jenis tanah, material penyeliput tersebut selain oleh bahan organik, juga oleh besi (pada tanah merah) dan oleh karbonat (pada tanah kapur) (Balai Penelitian Tanah, 2005).

Hasil penelitian Hikmatullah (2010) menjelaskan komposisi mineral fraksi pasir dari keempat pedon yang diteliti menunjukan komposisi yang relatif sama


(33)

dengan jumlah yang berbeda umumnya didominasi oleh gelas volkanik dan mineral mudah lapuk dari kelompok plagioklas intermedier (labradorit, andesin, bitownit), dan kelompok piroksen (augit dan hiperstin). Mineral opak dan kuarsa yang merupakan mineral resisten jumlahnya sedikit dengan variasi masing-masing 5-14 % dan 1-22 %, yang mencerminkan tingkat pelapukan masih dalam tahap awal. Komposisi mineral dengan asosiasi augit, hiperstin dan labradorit menunjukkan bahan volkan bersifat intermedier. Jumlah cadangan mineral mudah lapuk termasuk gelas volkan persentasenya masih sangat tinggi, yaitu antara 48-81 %. Dengan demikian cadangan hara tanah cukup tinggi hasil pelapukan mineral-mineral tersebut. Tingkat pelapukan relatif (LR) yang diduga dari rasio mineral-mineral mudah lapuk (ML) terhadap mineral resisten (MR) menunjukkan sekuen dari yang paling rendah tingkat pelapukannya berturut-turut adalah pedon P1, P3, P2, dan P4. Berikut tabel komposisi mineral fraksi pasir keempat pedon dari hasil peneltian tersebut.

Tabel 2. Komposisi Mineral Fraksi Pasir Total Dari Pedon-Pedon Di Daerah Penelitian

Keterangan: Op = opak; Kk = kuarsa keruh; Kj = kuarsa jernih; Li = limonit; Lp = lapukan mineral; Fb = fragmen batuan; Gv = gelas volkanik; Ol = oligoklas; An = andesin; La = labradorit; Bi = bitownit; Au = augit; Hy = hiperstin; ML = jumlah mineral mudah lapuk, termasuk gelas volkan; MR = jumlah mineral resisten (opak dan kuarsa); dan LR = rasio ML/MR.

Sumber: Hikmatullah, 2010

Pedon Hor. Op Kk Kj Li Lp Fb Gv Ol An La Bi Au Hi ML MR LR

P1 A 5 - - 1 6 8 45 - - 25 2 5 3 80 5 16

Bw1 6 - - 1 6 3 51 - - 21 1 7 4 84 6 14

P2 A 13 - - 1 1 6 37 - - 25 2 7 8 79 13 6.1

Bw1 15 - - - - 6 39 - - 27 - 4 9 79 15 5.3

Bw2 14 - 2 1 - 2 46 - - 17 - 6 12 81 16 5.1

P3 A 10 - - - - 9 44 - - 16 1 7 13 81 10 8.1

Bw1 12 - - - 1 7 45 - - 23 1 7 4 80 12 6.7

P4 A 6 1 4 1 4 25 20 - 9 13 - 5 12 59 11 5.4

Bw1 7 3 10 2 4 22 20 1 3 10 - 5 13 52 20 2.6

Bw2 9 - 22 - 5 6 22 1 3 11 - 6 15 58 31 1.9


(34)

Berdasarkan tujuh daerah lokasi sekitar Gunung Merapi menghasilkan bahwa tanah vulkanik yang berasal dari lokasi sepanjang sungai Kaliadem, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta mengandung unsur kandungan unsur antara: (1,8 – 5,9 %), Mg (1 – 2,4 %), Si (2,6 – 28 %) dan Fe (1,4 – 9,3 %). Adapun akurasi untuk unsur logam Al, Mg, Si dan Fe mempunyai kisaran: 4,29 - 9,74 %; presisi: 10,89 - 12,59 % dan batas deteksi untuk Al = 1 %, Mg = 0,05 %, Si = 2 % dan untuk Fe = 1 %. Sedangkan berdasarkan uji komposisi Kimia Tanah Abu Vulkanik Gunung Merapi Yogyakarta yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) (1994) Yogyakarta menunjukkan bahwa: SiO2 (54.56 %), Al2O3 (18.37 %), Fe2O3 (18.59 %), CaO (8.33 %), MgO (2.45 %),

Na2O (3.62 %), K2O (2.32 %), MnO (0.17 %), TiO2 (0.92 %), P2O5(0.32 %),

H2

Dari hasil data analisis kimia tanah untuk bahan vulkan yang digunakan dalam penelitian ini, menunjukan bahwa: pH (H

O (0.11 %), HD (0.2 %) (Anonimous, 2012).

2O) (5,59), pH (KCl) (5,44),

P-tersedia (5,33 ppm), Retensi P ( 24,19%), P-Total (0,045%), K (0,041 cmol/kg),

Ca (0,21 cmol/kg), Mg (0,046 cmol/kg), Na (0,053 cmol/kg), Al (0,68 cmol/kg), KTK (6,3 me/100gram), dan kandungan C-organik (0,057%)

(Ridwanadi et al, 2013). Hikmatullah (2010) menambahkan dari hasil peneltiannya bahwa kadar Alo pada dari semua pedon tanah vulkan cukup tinggi


(35)

Budidaya Padi di Lahan Gambut

Lahan gambut yang sesuai untuk padi sawah adalah gambut dengan (20-50 cm gambut) dan gambut dangkal (0,5-1 m). Padi kurang sesuai pada

gambut sedang (1-2 m) dan tidak sesuai pada gambut tebal (2-3 m) dan sangat tebal (lebih dari 3 m). Pada gambut tebal dan sangat tebal, tanaman padi tidak dapat membentuk gabah karena kahat unsur hara mikro (Subagyo et al. 1996).

Pembuatan saluran drainase mikro sedalam 10 - 50 cm diperlukan untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman pangan pada lahan gambut. Tanaman padi sawah pada lahan gambut hanya memerlukan parit sedalam 10-30 cm. Fungsi drainase adalah untuk membuang kelebihan air, menciptakan keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian asam-asam organik. Semakin pendek interval/jarak antar parit drainase maka hasil tanaman semakin tinggi. Walaupun drainase penting untuk pertumbuhan tanaman, namun semakin dalam saluran drainase akan semakin cepat laju subsiden dan dekomposisi gambut (Agus dan Subiksa, 2008).

Najiyati et al. (2005) menyatakan bahwa dalam budidaya padi sawah di lahan gambut beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya varietas padi yang dianjurkan untuk ditanam di lahan rawa bisa dibedakan atas varietas unggul lokal dan varietas unggul introduksi karena varietas unggul lokal biasanya memiliki adaptasi yang relatif lebih baik sehingga sangat dianjurkan untuk lahan yang baru dibuka. Persiapan lahan yang dilakukan meliputi kegiatan pembuatan atau perbaikan saluran, pengolahan tanah, dan penataan lahan. Di lahan rawa, umumnya padi unggul ditanam sebanyak dua kali yaitu pada awal musim hujan dan akhir musim hujan. Padi dapat ditanam secara monokultur atau tumpang sari


(36)

dengan tanaman lainnya. Pemeliharaan tanaman terdiri atas: penyulaman, penyiangan, penggunaan bahan amelioran & pemupukan, pengaturan air, dan pengendalian hama. Penanaman padi sawah bisa dilaksanakan melalui tanam benih langsung dengan sistem tabela (tanam benih langsung) atau tidak langsung melalui persemaian. Kemudian pemanenan dilakukan apabila tanaman sudah mencukupi umur dengan melihat tanda-tanda kematangan buah/bulir Padi. Buah padi yang masak akan terlihat berisi, warna kuning, kandungan air sekitar 25%. Tanaman padi yang sudah dapat dipanen terlihat batangnya mulai menguning dan menunduk (tidak tegak) pada lebih dari 80% luas areal tanaman.

Pada tanah sawah dengan kandungan bahan organik tinggi, asam-asam organik menghambat pertumbuhan, terutama akar, mengakibatkan rendahnya

produktivitas bahkan kegagalan panen. Leiwakabessy dan Wahjudin (1979 ; Radjagukguk 1997) menunjukkan hubungan erat antara ketebalan gambut

dan produksi gabah padi sawah. Pada percobaan pot dengan tanah yang diambil dari lapis 0-20 cm, diperoleh hasil gabah padi (ditanam secara sawah) yang sangat rendah apabila tebal gambut > 80 cm, dan yang paling tinggi apabila ketebalan gambut 50 cm. Ditunjukkan pula bahwa ada kesamaan antara pola perubahan kejenuhan Ca, kejenuhan Mg, pH dan kandungan abu bersama ketebalan gambut dengan perubahan tingkat hasil gabah.


(37)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan ini dilakukan di Rumah Kaca, Laboratorium Kesuburan-Kimia Tanah dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, USU Medan.

Waktu penelitian meliputi penanaman padi hingga akhir vegetatif, analisis sampel di laboratorium dan analisis data, dimulai pada bulan September 2012 sampai Februari 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bahan tanah gambut dengan kematangan haplosaprists dari Desa Rawasari Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan. Zeolit diperoleh dari PT. Dunia Windu Medan, air laut diambil dari perairan laut Pantai Cermin dan bahan vulkan diambil dari wilayah Gunung Sinabung Karo. Bahan pupuk sebagai pupuk dasar adalah pupuk urea, SP36 dan MOP, bibit padi varietas Dendang diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang, Jawa Barat sebagai tanaman indikator untuk melihat kesesuaian media gambut tersebut sebagai media tanam secara langsung. Obat-obatan untuk pengendalian hama dan penyakit jika diperlukan.

Alat yang digunakan adalah pH meter, DHL meter, tempat media tanam dan timbangan serta alat-alat yang digunakan di laboratorium untuk analisis.


(38)

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari 2 perlakuan dengan masing-masing tingkat dosis air laut dan 2 jenis mineral dengan 3 ulangan yaitu :

Faktor I : Jenis mineral yang terdiri dari :

M0 = Tanpa pemberian Zeolit dan Bahan Vulkan

M1 = Mineral Zeolit sebanyak 2 % contoh tanah (200 gram/pot*) M2 = Bahan Vulkan sebanyak 10 % (1000 gram/pot)

M3 = Campuran Mineral Zeolit (2%) dan Bahan Vulkan (10%) Faktor II : Dosis Air Laut yang terdiri dari :

A0 = 0 ml Air Laut (2000 ml Air Tawar) per pot A25 = 500 ml Air Laut (+ 1500 ml Air Tawar) per pot A50 = 1000 ml Air Laut (+ 1000 ml Air Tawar) per pot A75 = 1500 ml Air Laut (+ 500 ml Air Tawar) per pot .*) setara 10 kg ≈10 L gambut basah

Jumlah unit percobaan sebanyak 4 x 4 dengan 3 ulangan: 48 unit percobaan.

Metode Linier untuk Rancangan Acak Kelompok 2 Faktor Yijk = μ +βi + Mj + Ak + (MA)jk + ε

Dimana :

ijkl

Yijkl

μ = niai tengah umum

= nilai pengamatan karena pengaruh faktor β ke-i, faktor M ke-j dan faktor A ke-k pada blok atau ulangan ke-l


(39)

Mj

A

= pengaruh faktor M yang ke-j

k

(MA)

= pengaruh faktor A yang ke-k

ik ε

= pengaruh interaksi faktor M ke-i dan faktor A ke-k

ijk

Analisis lanjutan untuk uji beda rataan menggunakan Uji Jarak Duncan (Gomez dan Gomez, 1984).

= error karena pengaruh faktor ke-j dan faktor ke-k pada blok ke-i

Kombinasi perlakuan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

M0A0 M1A0 M2A0 M3A0

M0A25 M1A25 M2A25 M3A25

M0A50 M1A50 M2A50 M3A50

M0A75 M1A75 M2A75 M3A75

Pelaksanaan Penelitian

Sebanyak 10 liter (setara 10 kg basah) bahan tanah gambut diberikan perlakuan zeolit sebanyak 2% dan bahan vulkan 10% dari berat gambut sesuai perlakuan kemudian diinkubasi selama 2 minggu. Kemudian dilakukan pengambilan sampel untuk analisis yang telah ditentukan. Selanjutnya masing-masing perlakuan diatas dilakukan pelindian pertama dengan air laut sesuai perlakuan yang telah ditentukan yaitu tanpa air laut (2000 ml air tawar), 500 ml air laut (+ 1500 ml air tawar), 1000 ml air laut (+ 1000 ml air tawar), dan 1500ml air laut (+ 500 ml air tawar) per pot. Air pelindian masing-masing perlakuan ditampung dan dekembalikan kembali kedalam pot masing-masing secara berulang hingga air lindian habis dan diinkubasi selama 2 minggu, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel untuk analisis yang telah ditentukan.


(40)

Kemudian kedalam tanah gambut tersebut diberikan 1/3 Urea, SP36 dan MOP sesuai tingkat dengan dosis masing-masing selanjutnay diaduk merata dalam kondisi macak-macak, sebelum penanaman dilakukan pelindian yang kedua (minggu ke 15) dengan air tawar untuk mengurangi garam-garam terlarut dengan bahan organik selanjutnya ditanamai bibit padi yang berumur 1 bulan masing-masing sebanyak 4 tanaman per pot dengan kondisi tanah macak-macak sekitar 5 hari hingga tanaman pulih. Selanjutnya dilakukan penggenangan setinggi kira-kira 5 cm dan dikeringkan kembali hingga kondisi macak-macak sehari sebelum dan sesudah pemupukan N yang kedua (minggu ke 18) dan pemupukan N ke 3 (minggu ke 23) setelah pindah tanam dan dikeringkan kembali pada kondisi macak-macak hingga pengisian biji sempurna. Dosis pupuk dasar yang diberikan adalah 200 kg N/ha, 100 kg P2O5/ha, dan 60 kg K2O/ha (setara 2,22 gr N/pot,

4,86 gr P2O5/pot, dan 3,85 gr K2

Pemeliharaan tanaman dilakukan secara rutin meliputi penyiraman, penyiangan, dan penyemprotan hama dan penyakit jika ada serangan berarti.

O/pot).

Analisis Awal

Analisis awal untuk air laut yang dilakukan terdiri dari pH, DHL, K-tukar, Ca-tukar, Mg-tukar, dan Na-tukar. Sedangkan analisis awal untuk tanah

gambut meliputi pH, DHL, N-total, K-tukar, Ca-tukar, Mg-tukar, Na-tukar, KTK, KB, C/N dan C-organik (Lampiran 1).

Parameter Yang Diamati

1. Setelah pemberian zeolit dan bahan vulkan (2 minggu inkubasi): a. Kemasaman tanah 1:2,5 (potensiometrik)


(41)

b. Daya hantar listrik (DHL) (potensiometrik)

c. Basa-basa tukar dan kejenuhan basa (ekstrak Amonium Klorida 1 N) d. Kapasitas tukar kation (ekstrak Amonium Klorida 1 N)

2. Setelah pelindian dengan air laut (2 minggu inkubasi): a. Kemasaman tanah 1:2,5 (potensiometrik)

b. Daya hantar listrik (DHL) (potensiometrik)

c. Basa-basa tukar dan kejenuhan basa (ekstrak Amonium Klorida 1 N) d. Kapasitas tukar kation (ekstrak Amonium Klorida 1 N)

3. Setelah akhir vegetatif :

a. Kemasaman tanah 1:2,5 (potensiometrik) dan daya hantar listrik (DHL) (potensiometrik)

b. Jumlah anakan per rumpun


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil analisis sidik ragam terlihat adanya pengaruh terhadap pemeberian bahan mineral berupa bahan vulkan dan zeolit dengan air laut untuk beberapa perubahan sifat kimia tanah gambut. Terlihat dengan adanya perbedaan yang nyata pada perlakuan faktor tunggal namun secara umum tidak berbeda nyata pada interaksi untuk parameter setelah beberapa minggu inkubasi tanah meliputi pH, DHL, KTK, basa-basa tukar dan kejenuhan basa, jumlah anakan per rumpun dan jumlah anakan produktif per rumpun. Penjelasan untuk beberapa parameter tanah di atas dijelaskan berikut ini.

Reaksi Tanah (pH)

Hasil analisis sidik ragam pH tanah beberapa minggu inkubasi tanah yaitu pengamatan 2 minggu dan 4 minggu inkubasi, menunjukkan bahwa perlakuan pemberian bahan mineral secara keseluruhan sangat berpengaruh nyata pada inkubasi 2 minggu, namun setelah 4 minggu inkubasi tidak berpengaruh nyata pada interaksi bahan mineral dan air laut tetapi sangat berpengaruh nyata pada masing-masing pemberian perlakuan baik air laut maupun mineral terhadap perubahan pH tanah dapat dilihat pada Lampiaran 2 dan 6. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) hasil analisis pH tanah menunjukan bahwa gambut tersebut masih tergolong sangat masam hingga masam, dengan pH 3,93-4,83.

Hasil uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pengaruh perlakuan pemberian bahan mineral pada inkubasi 2 minggu dan faktor air laut


(43)

maupun faktor bahan mineral pada inkubasi 4 minggu terhadap pH tanah dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Nilai Rataan pH Tanah Gambut untuk Perlakuan Mineral pada Inkubasi 2 Minggu

Perlakuan Rataan

Kontrol 3.94a

Zeolit 2% 4.05b

Bahan Vulkan 10% 4.19c

Zeolit + Bahan Vulkan 4.14bc

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %

Dari Tabel 3 menunjukan bahwa perlakuan bahan vulkan 10% (1000 gram/pot) berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol, zeolit dan campuran zeolit dengan bahan vulkan, namun secara keseluruhan faktor bahan mineral memberikan pengaruh terhadap perubahan pH tanah gambut.

Tabel 4. Nilai Rataan pH Tanah Gambut Pada Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya pada Inkubasi 4 Minggu (Saat Tanam)

Perlakuan Konsentrasi Air Laut Rataan

0% 25% 50% 75%

Kontrol 4.62 4.21 4.10 4.03 4.24a

Zeolit 2 % 4.74 4.21 4.06 4.02 4.26ab

Bahan Vulkan 10% 4.83 4.34 4.42 4.30 4.47c

Zeolit + Bahan Vulkan 4.81 4.42 4.29 4.34 4.47bc

Rataan 4.75c 4.30b 4.22ab 4.17a

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %

Dari Tabel 4 menunjukan bahwa pemberian bahan vulkan 10% (1000 gram/pot) berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, zeolit dan pengaruh tidak nyata dengan campuran zeolit dan bahan vulkan. Konsentrasi air laut berbeda nyata terhadap kontrol.


(44)

Daya Hantar Listrik (DHL)

Dari hasil analisis sidik ragam DHL tanah beberapa minggu inkubasi tanah yaitu pengamatan 2 minggu dan 4 minggu inkubasi, menunjukkan bahwa pemberian perlakuan bahan mineral secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata pada inkubasi 2 minggu juga pada interaksi dan pemberian bahan mineral setelah 4 minggu inkubasi namun sangat berpengaruh nyata pada pemberian perlakuan air laut terhadap perubahan DHL tanah dapat dilihat pada Lampiaran 8 dan 11. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) hasil analisis DHL tanah gambut tersebut masih tergolong sangat rendah hingga tinggi, dengan DHL 0,073-2,93 mmhos/cm. Tingginya nilai DHL ini terlihat sangat nyata setelah pemberian air laut setelah inkubasi 4 minngu.

Hasil uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pengaruh perlakuan pemberian bahan mineral pada inkubasi 2 minggu dan faktor air laut maupun faktor bahan mineral pada inkubasi 4 minggu terhadap DHL tanah dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Nilai Rataan DHL Tanah Gambut untuk Perlakuan Mineral pada Inkubasi 2 Minggu

Perlakuan Rataan

mmhos/cm

Kontrol 0.098

Zeolit 2% 0.090

Bahan Vulkan 10% 0.080

Zeolit + Bahan Vulkan 0.080

Dari Tabel 5 menunjukan bahwa pemberian faktor bahan mineral terhadap nilai DHL tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan.


(45)

Tabel 6. Nilai Rataan DHL Tanah Gambut Pada Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya pada Inkubasi 4 Minggu

Perlakuan Konsentrasi AirLaut Rataan

0% 25% 50% 75%

………...mmhos/cm…...

Kontrol 0.107 1.077 1.767 2.533 1.371

Zeolit 2 % 0.107 0.950 1.867 2.933 1.464

Bahan Vulkan 10% 0.085 1.343 1.333 2.200 1.240 Zeolit + Bahan Vulkan 0.257 0.680 1.280 1.867 1.021

Rataan 0.139a 1.013b 1.562c 2.383d

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %

Dari Tabel 6 menunjukan bahwa secara keseluruhan faktor air laut dengan konsentrasi yang semakin tinggi memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata untuk DHL tanah gambut sedangkan faktor bahan mineral tidak menunjukan pengaruh nyata.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Hasil analisis sidik ragam KTK tanah beberapa minggu inkubasi tanah yaitu pengamatan 2 minggu dan 4 minggu inkubasi, memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian bahan mineral pada inkubasi 2 minggu maupun pada interaksi dan pemberian bahan mineral serta air laut setelah 4 minggu inkubasi belum memberikan pengaruh yang nyata pada tanah gambut terhadap KTK dapat dilihat pada Lampiaran 11 dan 14. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) hasil analisis KTK tanah gambut tersebut masih tergolong sangat tinggi.

Hasil uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pengaruh perlakuan pemberian bahan mineral pada inkubasi 2 minggu dan faktor air laut dan bahan mineral pada inkubasi 4 minggu terhadap KTK tanah disajikan pada Tabel 7 dan 8.


(46)

Tabel 7. Nilai Rataan KTK Tanah Gambut untuk Perlakuan Mineral pada Inkubasi 2 Minggu

Perlakuan Rataan

me/100gram

Kontrol 69.88

Zeolit 2% 75.25

Bahan Vulkan 10% 63.46

Zeolit + Bahan Vulkan 72.22

Dari Tabel 7 menunjukan bahwa kapasitas tukar kation tertinggi terdapat pada perlakuan faktor tunggal pemberian zeolit 2% (200 gram/pot) sedangkan terendah pada perlakuan faktor tunggal pemberian bahan vulkan 10% (1000 gram/pot).

Tabel 8. Nilai Rataan KTK Tanah Gambut Pada Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya pada Inkubasi 4 Minggu

Perlakuan Konsentrasi AirLaut Rataan

0% 25% 50% 75%

……….me/100gram……….

Kontrol 62.17 54.17 34.50 27.00 44.458

Zeolit 2 % 46.17 47.33 37.33 35.83 41.667

Bahan Vulkan 10% 38.33 51.17 44.50 53.50 46.875 Zeolit + Bahan Vulkan 69.50 67.00 31.00 61.17 57.167

Rataan 54.042 54.917 36.833 44.375

Tabel 8 menunjukan bahwa kapasitas tukar kation tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian campuran zeolit dengan bahan vulkan sedangkan terendah pada perlakuan pemberian air laut dengan konsentrasi 50%. (1000 ml air laut + 1000 ml air tawar per pot). Terlihat bahwa pemberian bahan vulkan justru meningkatkan KTK pada tanah gambut yang begitu berarti.


(47)

Basa-Basa Tukar dan Kejenuhan Basa (KB)

Hasil analisis sidik ragam kejenuhan basa tanah beberapa minggu inkubasi tanah yaitu pengamatan 2 minggu dan 4 minggu inkubasi, memperlihatkan bahwa basa-basa tukarnya hanya berpengaruh nyata dengan pemberian bahan mineral

terhadap K-tukar, Ca-tukar dan Mg-tukar pada inkubasi 2 minggu (Lampiran 18,21, 23, 26, 28,31, 33, 36), namun pada inkubasi 4 minggu hanya

berpengaruh nyata terhadap K-tukar dan Ca-tukar tanah (Lampiran 26, 36, 31, 41). Sedangkan, kejenuhan basanya perlakuan pemberian bahan mineral pada inkubasi 2 minggu dan pemberian bahan mineral serta air laut setelah 4 minggu inkubasi maupun pada interaksi belum memberikan pengaruh yang nyata pada tanah gambut terhadap kejenuhan basa dapat dilihat pada Lampiaran 38 dan 41. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) hasil analisis kejenuhan basa tanah gambut tersebut masih tergolong sangat rendah.

Hasil uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pengaruh perlakuan pemberian bahan mineral pada inkubasi 2 minggu dan faktor air laut dan bahan mineral pada inkubasi 4 minggu terhadap basa-basa tukar dan kejenuhan basa tanah disajikan pada Tabel 9 dan 10.

Tabel 9. Nilai Rataan Basa-Basa Tukar dan Kejenuhan Basa Tanah Gambut untuk Perlakuan Mineral pada Inkubasi 2 Minggu

Perlakuan Basa-Basa Tukar

Kejenuhan Basa

Na K Ca Mg

…….me/100 gram……. ...%... Kontrol 0.1384 0.0003a 0.0026a 0.0032a 0.0772 Zeolit 2% 0.1638 0.0015c 0.0026a 0.0039ab 0.0783 Bahan Vulkan 10% 0.1481 0.0005ab 0.0028ab 0.0033a 0.0862 Zeolit + Bahan Vulkan 0.1559 0.0011bc 0.0031b 0.0041b 0.0797

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %


(48)

Dari Tabel 9 menunjukan bahwa kejenuhan basa tertinggi terdapat pada perlakuan faktor tunggal pemberian bahan vulkan 10 % yakni 1000 gram/pot sedangkan terendah pada perlakuan kontrol. Pemberian bahan mineral hanya berbeda nyata pada K-tukar tanah dengan perlakuan zeolit 2 %. Perlakuan campuran zeolit dengan bahan vulkan berbeda nyata pada Ca-tukar dan Mg-tukar tanah.

Tabel 10. Nilai Rataan Basa-Basa Tukar dan Kejenuhan Basa Tanah Untuk Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya Inkubasi 4 Minggu

Perlakuan Basa-Basa Tukar

Kejenuhan Basa

Na K Ca Mg

…….me/100 gram……. ...%...

Kontrol 0.0190 0.0055a 0.0261ab 0.0060 0.0672

Zeolit 2% 0.0107 0.0213c 0.0228a 0.0053 0.0689 Bahan Vulkan 10% 0.0104 0.0086ab 0.0258ab 0.0062 0.0615 Zeolit + Bahan Vulkan 0.0114 0.0164bc 0.0339b 0.0066 0.0765 Konsentrasi Air Laut 0% 0.0109 0.0096 0.0283 0.0065 0.0638 Konsentrasi Air Laut 25% 0.0112 0.0105 0.0275 0.0060 0.0622 Konsentrasi Air Laut 50% 0.0184 0.0155 0.0268 0.0059 0.0794 Konsentrasi Air Laut 75% 0.0110 0.0162 0.0260 0.0057 0.0688 Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda

nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %

Dari Tabel 10 menunjukan bahwa Kejenuhan Basa tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian campuran mineral zeolit 2% dan bahan vulkan 10 % sedangkan terendah pada perlakuan pemberian bahan vulkan 10 % yakni 1000 gram/pot. Sedangakan pemberian bahan mineral berbeda nyata pada K-tukar tanah dengan perlakuan zeolit 2 %, sedangkan perlakuan campuran zeolit dengan bahan vulkan berbeda nyata pada Ca-tukar tanah.


(49)

Reaksi Tanah (pH) dan Daya Hantar Listrik (DHL) Setelah Akhir Vegetatif Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 44 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian baik bahan mineral maupun air laut secara keseluruhan sangat berpengaruh nyata, namun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap kemasaman tanah setelah akhir vegetatif. Sedangkan daya hantar listriknya (Lampiran 47) secara keseluruhan pengaruh yang nyata hanya terlihat pada pemberian perlakuan air laut.

Hasil uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pengaruh perlakuan pemberian bahan mineral dan air laut terhadap reaksi tanah (pH) dan daya hantar listrik (DHL) akhir vegetatif dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Rataan Perubahan pH dan DHL Tanah Untuk Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya Setelah Tanam dan Setelah Akhir Vegetatif

Perlakuan Setelah Tanam Setelah Akhir Vegetatif

pH DHL pH DHL

mmhos/cm mmhos/cm

Kontrol 4.241a 1.371 4.159b 0.779

Zeolit 2 % 4.258ab 1.464 4.077a 0.744

Bahan Vulkan 10% 4.472c 1.240 4.528d 0.715 Zeolit + Bahan Vulkan 4.465bc 1.021 4.373c 0.771 Konsentrasi Air Laut 0% 4.752c 0.139a 4.605c 0.134a Konsentrasi Air Laut 25% 4.295b 1.013b 4.273b 0.460ab Konsentrasi Air Laut 50% 4.218ab 1.562c 4.185b 0.873b Konsentrasi Air Laut 75% 4.171a 2.383d 4.073a 1.543c

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %

Dari Tabel 11 menunjukan bahwa telah terjadi perubahan yang nilai pH dan DHL tanah gambut setelah tanam dan setelah akhir vegetatif yang disebabkan oleh pelindian. Untuk nilai pH setelah akhir vegetatif pada semua perlakuan pemberian perlakuan mineral memberikan pengaruh yang berbeda nyata,


(50)

sedangkan perlakuan pemberian air laut berbeda nyata terhadap kontrol. Pada nilai DHLnya, pemberian air laut secara keseluruhan dengan peningakatan konsentrasinya membrikan pengaruh yang berbeda nyata.

Jumlah Anakan Per Rumpun

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 50 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian baik bahan mineral maupun air laut secara keseluruhan sangat berpengaruh nyata, namun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap keragaan jumlah anakan per rumpun setelah akhir vegetatif.

Hasil uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pengaruh perlakuan pemberian bahan mineral dan air laut terhadap keragaan jumlah anakan per rumpun setelah akhir vegetatif dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Rataan Jumlah Anakan Per Rumpun Pada Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya Setelah Akhir Vegetatif

Perlakuan Konsentrasi Air Laut Rataan

0% 25% 50% 75%

………batang…………..

Kontrol 7.33 7.00 5.67 2.67 5.667a

Zeolit 2 % 8.33 13.33 6.00 4.33 8.000ab

Bahan Vulkan 10% 14.00 13.67 15.67 4.00 11.833b Zeolit + Bahan Vulkan 16.00 16.67 8.00 6.33 11.750b

Rataan 11.417b 12.667b 8.833ab 4.333a Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda

nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %

Tabel 12 menunjukan bahwa keragaan jumlah anakan per rumpun dengan nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian air laut dengan konsentrasi 25% (500 ml air laut + 1500 ml air tawar per pot) yakni 12,667 batang dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan nilai rataanya yang terendah ditunjukan pada perlakuan pemberian air laut dengan konsentrasi 75%


(51)

yakni 4,333 batang. Dari tabel memperlihatkan bahwa konsentrasi air laut 25 % memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peningkatan jumlah anakan vegetatif, namun peningkatan konsentrasi air lautnya justru menurunkan pertumbuhan jumlah anakan.

Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 53 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian baik bahan mineral maupun air laut serta interaksinya sangat berpengaruh nyata terhadap keragaan jumlah anakan produktif per rumpun setelah akhir vegetatif.

Hasil uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pengaruh perlakuan pemberian bahan mineral dan air laut terhadap jumlah anakan produktif per rumpun setelah akhir vegetatif dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai Rataan Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun Pada Perlakuan Mineral (M) dan Air Laut (A) serta Interaksinya Setela Akhir Vegetatif

Perlakuan Konsentrasi Air Laut Rataan

0% 25% 50% 75%

………batang…………..

Kontrol 4.00a 5.33ab 6.00ab 3.33a 4.67a

Zeolit 2 % 6.00ab 8.33bc 3.33a 3.00a 5.17a

Bahan Vulkan 10% 15.67f 11.67cde 12.67def 4.33a 11.08b Zeolit + Bahan Vulkan 10.00cde 15.00ef 6.00ab 4.00a 8.75b

Rataan 8.92bc 10.08c 7.00b 3.67a

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %

Tabel 13 menunjukan bahwa jumlah anakan produktif per rumpun dengan nilai rataan tertinggi pada perlakuan interkasi pemberian bahan vulkan 10% tanpa air laut yakni 15,67 batang dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan nilai rataan yang terendah ditunjukan pada perlakuan interaksi


(52)

pemberian zeolit 2% dengan konsentrasi air laut 75% yakni 3,00 batang. Dari tabel terlihat bahwa interkasi perlakuan pemberian bahan vulkan pengaruhnya sangat berbeda nyata terhadap peningkatan jumlah anakan produktif, namun dengan peningkatan konsentrasi air lautnya mengakibatkan penurunan jumlah anakan produktifnya.

Pembahasan

Kemasaman tanah (pH) inkubasi 2 dan 4 minggu pada Tabel 3 dan 4 memperlihatkan bahwa pemberian bahan mineral baik zeolit maupun vahan vulkan menunjukan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan pH pada tanah gambut. Namun berdasarkan kriteria BPPM (1982) hasil analisis pH tanah menunjukan bahwa gambut tersebut masih tergolong sangat masam hingga masam, dengan pH 3,93-4,83. Kemasaman tanah merupakan suatu ukuran aktifitas ion hidrogen dalam larutan air tanah, dimana nilai kemasaman tanah dipengaruhi oleh kelarutan unsur-unsur seperti Fe-fosfat, Al-fosfat, Ca-fosfat, ion MoO4-, yang cenderung berimbang dengan fase padat (Damanik et al, 2010) dan

bila semua kelarutanya meningkat, maka akan meningkatkan pula nilai pH tanah. Bahan vulkan memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol dan zeolit. Hal ini disebabkan mineral bahan vulkan mengandung unsur-unsur diantaranya senyawa logam Al, Mg, Si dan Fe yang merupakan kation polivalen yang mampu membentuk kompleks logam organik menjadi garam kompleks. Adanya ikatan anatara logam dan asam organik memungkinkan beberapa kation dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan reaktivitas asam-asam


(53)

organik dari bahan humat diantaranya melalui ikatan elektrostatis, khelatasi dan adsorpsi. Meningkatnya aktivitas kation mampu meningkatkan nilai pH tanah akibat berkurangnya pengaruh dari asam-asam organik. Hal ini sesuai pernyataan Barchia (2006) bahwa interaksi asam humat dengan kation meningkat dengan naiknya pH dan kandungan asam humat, begitu sebaliknya dengan menurunya konsentrasi kation-kation Cu, Zn, Mn, Fe, Co, Al, Ni, Pb, Cd dan Hg.

Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa pemberian zeolit belum mampu meningkatkan pH, hal ini disebabkan zeolit tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mengikat asam-asam organik menjadi garam kompleks, melainkan dengan sifatnya itu hanya sebagai buffer (penyangga) dan menjerap kelarutan baik pada senyawa air laut yang mengandung ion Ca, K, Mg, maupun bahan vulkan yang mengandung logam-logam keras seperti Fe dan Al (bila konsetrasinya mencapai > 5 gram/cm3

Kemasaman tanah (pH) inkubasi 4 minggu pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa pemberian bahan mineral bahan vulkan mampu menunjukan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan pH pada tanah gambut tetapi air laut justru dapat meracuni tanah dan tanaman), dimana diketahui unsur-unsur tersebut konsentrasinya cukup tinggi sehingga ketersediaanya lebih stabil di dalam tanah dan tidak meracuni tanaman. Zeolit

dengan struktur framework mempunyai luas permukaan yang besar dan mempunyai

saluran yang dapat menjerap ion/molekul (molecular sieving) dimana, bila atom Al pada zeolit dinetralisir dengan kation polivalen, zeolit dapat berfungsi sebagai katalis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Warmada dan Anastasia (2004) bahwa penggunaan komersial zeolit antara lain sebagai “penyaring molekuler” dan sebagai penukar kation.


(54)

menurunkan pH tanah dan interaksinya tidak perpengaruh nyata. Air laut dari senyawa garamnya mengandung kation-kation basa Na, K, Ca, dan Mg tetapi inkubasinya dengan asam-asam organik dari gambut justru meningkatkan kemasaman tanah gambut. Adanya desakan terhadap ion H+ dari asam-asam organik oleh ion Na+ dari tapak jerapan untuk kemudian terbebaskan keluar dari sistem, menyebabkan kemasaman tanah menjadi turun. Kation-kation yang memungkinkan membentuk senyawa kompleks yang kaitanya dengan unsur hara bagi tanaman dapat digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu kation-kation yang essensial bagi tanaman tetapi tidak membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik, yaitu K+, Na+, Ca2+, Mg2+, kation-kation yang essensial bagi tanaman dan mampu membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik, yaitu Cu2+, Zn2+, Mn2+, Fe2+, Fe3+, Co2+ dan kation-kation yang belum diketahui fungsinya secara jelas bagi tanaman, tetapi dapat terakumulasi dan membentuk kompleks dengan senyawa organik, yaitu Al3+, Ni2+, Pb2+, Cd2+, Hg2+ (Stevenson, 1982 ; Barchia, 2006). Jika pada zeolit terjadi kejenuhan Ca2+, larutan garam NaCl pekat dapat dilewatkan pada zeolit sehingga ion Ca2+ pada zeolit diganti oleh Na+ dari NaCl untuk membentuk kembali Na-zeolit (Na2Al2Si3O10.2H2

Nilai DHL inkubasi 2 minggu pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa pemberian bahan mineral baik zeolit maupun bahan vulkan menunjukan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai DHL pada tanah gambut. Pada Tabel 6, setelah pemberian air laut, zeolit dan bahan vulkan juga tidak berpengaruh nyata begitu O). Dengan cara seperti ini, larutan yang mengandung logam-logam keras seperti konsentrasi Ca, K,

Mg, Al dan Fe yang cukup tinggi dapat disaring dengan zeolit (Warmada dan Anastasia, 2004).


(55)

pula interaksinya setelah 4 minggu inkubasi. Hal ini disebabkan bahan mineral zeolit dan bahan vulkan dapat mengurangi kelarutan garam-garam bebas dari air laut melalui mekanisme jerapan ion. Pada dasarnya nilai DHL meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam-garam di larutan, begitu sebaliknya. Pengukuran parameter ini didasarkan pada konsep bahwa arus listrik dihantarkan oleh larutan garam dibawah kondisi standar akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam di larutan (Mukhlis, dkk., 2011).

Nilai DHL inkubasi 4 minggu pada Tabel 6 juga memperlihatkan bahwa pemberian air laut menunjukan pengaruh berbeda sangat nyata untuk setiap perlakuanya dalam meningkatkan DHL pada tanah gambut. Hal ini dikarenakan air laut tersebut mengandung konsentrasi senyawa garam-garam terlarut yang sangat tinggi terutama Cl dan Na dan hal inilah yang menyebabkan tingkat salinitas dari air laut tersebut menjadi sangat tinggi. Selain itu terdapat senyawa Mg, K dan Ca juga yang cukup tinggi pula yang mampu mempengaruhi tingkat salinitasnya. Tingginya kadar garam terlarut ini tentunya juga akan meningkatkan nilai DHL pada tanah gambut. Terdapat 14 jenis ion pada air laut. Dari jumlah itu, konsentrasi Klorida dan Natrium terdapat dalam jumlah yang sangat tinggi. Hal inilah yang menyebabkan tingginya salinitas air laut. Di samping itu sulfat, magnesium (Mg), calsium (Ca) dan kalium (K) juga terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan unsur lainnya (Yufdy dan Jumberi, 2008).

Nilai kapasitas tukar kation inkubasi 2 minggu pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa pemberian bahan mineral baik zeolit maupun bahan vulkan tidak menunjukan pengaruh nyata terhadap KTK tanah gambut. Nilai KTK tertinggi pada perlakuan zeolit 2 % (200 gram/pot) sedangkan terendah pada


(56)

perlakuan bahan vulkan 10% (1000 gram/pot). Begitupula nilai kapasitas tukar Kation inkubasi 4 minggu pada Tabel 8 setelah pemberian air laut pada inkubasi 4 minggu menunjukan bahwa pemberian bahan mineral baik zeolit maupun bahan vulkan dan air laut serta inkubasinya tidak menunjukan pengaruh nyata dalam menurunkan KTK pada tanah gambut. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) hasil analisis KTK tanah gambut tersebut masih tergolong sangat tinggi. Hal ini disebabkan masih sangat tingginya nilai KTK tanah gambut bila dibandingkan dengan KTK bahan amelioran baik bahan mineral maupun air laut yang digunakan yang masih sangat rendah. KTK yang tinggi menunjukkan kapasitas jerapan gambut yang tinggi, sedangkan kekuatan jerapan bahan amelioran baik bahan mineral maupun air laut masih sangat lemah, akibatnya kation-kation basa yang terkandung pada bahan mineral dan air laut yang tidak dapat membentuk ikatan koordinasi sehingga akan sangat mudah tercuci yang terjadi pada pencucian. Sesuai dengan penelitian Manik (2012) yang mengkaji mengenai pengaruh air laut dan mineral zeolit terhadap perubahan sifat kimia tanah gambut dimana dari hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian air laut berpengaruh dalam menurunkan KTK tanah gambut sedangkan pemberian mineral zeolit tidak berpengaruh dalam menurunkan KTK tanah gambut, namun hal yang perlu diketahui dari data penelitiannya, pengaruh penurunan yang terjadi pada KTK tanah gambut masih tergolong sangat tinggi sampai pada inkubasi 3 bulan dengan nilai KTK tertinggi 68,542 me/100gram sedangkan terendah 41,875 me/100gram. Tingginya KTK pada tanah gambut disebabkan oleh muatan negatif bergantung pH, dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan yang sebagian besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil dari fenol. Agus dan Subiksa (2008)


(57)

menjelaskan bahwa muatan negatif (yang menentukan KTK) pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tergantung pH (pH dependent charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan. Muatan negatif yang terbentuk adalah hasil dissosiasi hidroksil pada gugus karboksilat atau fenol. Oleh karenanya penetapan KTK menggunakan pengekstrak amonium acetat pH 7 akan menghasilkan nilai KTK yang tinggi, sedangkan penetapan KTK dengan pengekstrak amonium klorida (pada pH aktual) akan menghasilkan nilai yang lebih rendah. KTK tinggi menunjukkan kapasitas jerapan (sorption capacity) gambut tinggi, namun kekuatan jerapan (sorption power) lemah, sehingga kation-kation K, Ca, Mg dan Na yang tidak membentuk ikatan koordinasi akan mudah tercuci.

Nilai KTK tanah gambut dari Tabel 7 dan 8 juga memperlihatkan bahwa secara umum <100 me/100gram dan nilai ini cukup rendah dari nilai KTK pada umumnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya kompleks stabil oleh ion-ion logam Fe, Al dari mineral bahan vulkan dengan fraksi lignin dan substansi humat yang relatif stabil yang bersifat hidrofilik dan agresif. Sebagaimana diketahui sebagian besar gambut ombrogen ditentukan oleh frkasi lignin dan senyawa humat, diduga dengan pemberian mineral bahan vulkan akan mempengaruhi nilai KTK tanah gambut tersebut dari nilai KTK pada umumnya hingga mencapai <50 me/100gram. Hal ini sesuai dengan penyataan Radjagukguk (2000 ; Barchia, 2006) bahwa kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut berkisar dari <50 me/100gram sampai lebih dari 100 me/100gram bila dinyatakan atas dasar berat, tetapi relatif rendah bila didasarkan atas dasar volume.


(58)

memperlihatkan bahwa basa-basa tukarnya hanya berpengaruh nyata dengan pemberian bahan mineral terhadap K-tukar, Ca-tukar dan Mg-tukar pada inkubasi 2 minggu, namun pada inkubasi 4 minggu hanya berpengaruh nyata terhadap K-tukar dan Ca-K-tukar tanah. Sedangkan, kejenuhan basanya perlakuan pemberian bahan mineral pada inkubasi 2 minggu dan pemberian bahan mineral serta air laut setelah 4 minggu inkubasi maupun pada interaksi belum memberikan pengaruh yang nyata pada tanah gambut terhadap kejenuhan basa. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) hasil analisis kejenuhan basa tanah gambut tersebut masih tergolong sangat rendah. Kejenuhan basa tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian campuran mineral zeolit 2% dan bahan vulkan 10 % sedangkan terendah pada perlakuan pemberian bahan vulkan 10 % (1000 gram/pot). Hal ini diduga faktor pelindian pada perlakuan baik pada bahan mineral maupun air laut yang dilakukan setelah tanam berpengaruh terhadap konsentrasi kation-kation terlarut. Keadaan ini berpengaruh cukup besar terhadap penurunan jumlah kation tertukar meliputi Ca, Mg, K, dan Na yang terdapat pada kompleks jerapan yang akhirnya juga menurunkan nilai kejenuhan basanya. Hasil penelitian Noor et al, (2005) menunjukan bahwa macam pelindi air laut dengan air tawar menunjukkan pengaruh yang nyata dalam menurunkan nilai kejenuhan basa setelah pelindian menurun dibandingkan dengan keadaan awal.

Adanya penurunan nilai pH dan DHL setelah akhir vegetatif dari Tabel 11 memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian baik bahan mineral

maupun air laut keseluruhan sangat berpengaruh nyata, namun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap kemasaman tanah setelah akhir vegetatip. Sedangkan Daya hantar listriknya keseluruhan pengaruh yang nyata hanya terlihat pada


(59)

pemberian perlakuan air laut. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) hasil analisis Kemasaman tanah gambut tersebut masih tergolong sangat masam hingga akhir vegetatif sedangkan DHLnya menjadi sangat rendah. Dari Tabel 11 memperlihatkan terjadi perubahan nilai pH dan DHL pada setelah tanam hingga setelah akhir vegetatif akibat pelindian dan hal ini sangat mendukung berkurangnya jumlah kation-kation basa K, Ca, Na, Mg. Perubahan nilai pH tanah tidak menunjukan pengaruh yang cukup berarti setelah pelindian, namun tingkat DHLnya menunjukan respon yang tinggi akibat pelindian yang cukup lama hingga konsentrasi air laut tertinggi 75% dari 2.383 menjadi 1.543 mmhos/cm. Masih tergolong masamnya nilai pH setelah pelindian hingga akhir vegetatif disebabkan oleh adanya amelioran bahan mineral dan air laut yang mengandung senyawa logam telah membentuk ikatan yang stabil dengan bahan organik pada kompleks jerapan. Sedangakan DHLnya menjadi sangat rendah diduga pelindian tersebut mampu menurunkan DHLnya akibat pencucian dengan air tawar, akibatnya sebagian besar ion-ion Cl dan Na terlarut karena reaktivitas tanah yang lemah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Noor et al, (2005) menyatakan bahwa pelindian dengan air payau yang dibilas dengan air tawar kemudian berhasil menurunkan DAL hingga 1,38 dS. m-1 pada tanah reaktif kuat ditunjukkan oleh adanya jarosit dan warna matriks tanah lebih gelap keabu-abuan dan 1,18 dS. m-1 pada tanah reaktif lemah, pelindian pada tanah reaktif lemah dengan warna matriks tanah kecokelatan tanpa jarosit mampu menurunkan DAL dari 1,95 dS. m-1 menjadi rata-rata 0,52 dS. m-1

Sebelum dilakukannya pelindian tanaman sulit untuk tumbuh disebabkan oleh konsentrasi air laut yang cukup tinggi hingga minggu ke 12 setelah tanam.


(60)

Adanya pelindian untuk mengurangi konsentrasinya pada minggu ke 15, tanaman baru dapat tumbuh yang ditanam saat umur 3 minggu. Data pertumbuhanya pada jumlah anakan per rumpun setelah akhir vegetatif dari Tabel 12 memperlihatkan bahwa perlakuan bahan mineral maupun air laut secara keseluruhan sangat berpengaruh nyata, namun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap keragaannya. Dengan jumlah anakan per rumpun tertinggi terlihat pada pemberian perlakuan konsentrasi air laut 25 % sedangkan terendah terlihat pada perlakuan pemeberian air laut dengan konsentrasi 75%. Hal ini disebabkan perlakuan dengan pemberian air laut dengan konsentrasinya yang optimal mengandung senyawa kation-kation basa K, Ca, Mg, Na sebagai unsur hara yang mampu mendukung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Selain itu Na juga merupakan unsur esensial pada konteks fotosintesis untuk tanaman padi khususnya dalam fungsi osmo-regulation, pemeliharaan turgor, mengontrol aktifitas stomata. Peningkatan serapan Na pada tanaman akibat aplikasi air laut pada konsentrasinya yang optimal juga mampu meningkatkan serapan K, Ca dan Mg baik pada daun, akar maupun batang tanaman (Py et al, 1987; Yufdy and Jumberi, 2008). Sedangkan penurunan jumlah anakan per rumpunnya yang pengaruhnya sangat nyata dengan peningkatan konsentrasi air laut diatas 25%, disebabkan oleh tingginya Na yang menyebabkan terdispersinya baik bahan mineral maupun tanah gambut yang didominasi partikel liat dan bahan organik yang tinggi menjadi berukuran partikel lebih kecil dan menyumbat pori tanah. Hal ini menyebabkanpula berkurangnya aliran air dan udara khususnya oksigen, sehingga menghambat pertumbuhan akar pada tanah dan tanaman yang mengakibatkan kematian pada sebagian anakan yang sudah muncul dan tumbuh.


(1)

Laut Tanpa Bahan Mineral Ulangan II

Lampiran 33. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan Mineral Zeolit Ulangan II


(2)

Lampiran 34. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan Bahan Vulkan Ulangan II

Lampiran35. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan Campuran Zeolit dan Bahan Vulkan Ulangan II


(3)

Laut Tanpa Bahan Mineral Ulangan III

Lampiran 37. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan Mineral Zeolit Ulangan III


(4)

Lampiran 38. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan Bahan Vulkan Ulangan III

Lampiran 39. Gambar Perbandingan Visual Tanaman Padi Pada Interaksi Air Laut dengan Campuran Zeolit dan Bahan Vulkan Ulangan III


(5)

(6)

Lampiran 67. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Dendang Nomor seleksi : IR52952B-3-3-2

Asal persilangan : Osok/IR5657-33-2

Golongan : Cere

Umur tanaman : 123 - 127 hari Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 90 - 100 cm Anakan produktif : 15 - 20 batang

Warna kaki : HijauWarna batang:Tidak berwarna Warna telinga daun : Tidak berwarna

Warna lidah daun : -

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Miring Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Tahan

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 19,5 %Bobot 1000 butir : 24 g Rata-rata hasil : 4,0 t/ha Potensi hasil : 5,0 t/ha Ketahanan terhadap:

Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2 Penyakit : Agak tahan terhadap blas dan bercak coklat, rentan

terhadap hawar daunbakteri strain III dan IV Cekaman lingkungan : Cukup toleran terhadap Fe dan salinitas,toleran

terhadap keracunan Al.

Anjuran tanam : Baik ditanam pada lahan gambut dan sulfatmasam Pemulia : Suwarno, T. Suhartini, B. Kustianto, dan Adidjono

P.TeknisiSudarna, Basaruddin Nasution, Supartopo,Gusnimar Allidawati

Dilepas tahun : 1999

Sumber:Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, 2009.