Lutfiya Al-Qarani, Menulis Sejak TK, Jadi Presiden Organisasi Internasional Saat Kuliah

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

Lutfiya Al-Qarani, Menulis Sejak TK, Jadi Presiden Organisasi Internasional Saat Kuliah
Tanggal: 2015-05-28
PRESTASI & INSPIRASI: Kisah hidup Lutfiya
Al-Qarani diisi dengan segudang prestasi dan
inspirasi.

SEJAK kuliah di jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (HI UMM) pada 2013, Lutfiya
Al-Qarani telah menuai segudang prestasi. Bulan ini saja, Lutfiya meraih dua prestasi, yaitu sebagai juara satu
mahasiswa berprestasi (Mawapres) tingkat Kopertis 7 pada 12 Mei lalu, dan terpilih sebagai presiden ASEAN Youth
Leaders' Association (AYLA) Indonesia pada 16 Mei.
Lutfiya menjuarai mawapres setelah bersaing dengan delegasi mahasiswa terbaik dari 45 perguruan tinggi swasta
(PTS) se-Jawa Timur. Sementara terpilihnya Lutfiya sebagai presiden AYLA Indonesia dilatari keterlibatan aktifnya
dalam berbagai proyek pengembangan pemuda ASEAN, khususnya di bidang penegakan hak asasi manusia.
Sebelum menjadi presiden AYLA, Lutfiya semula menjabat director of press freedom and media center di organisasi
tersebut sejak berdiri pada 14 Februari 2014. Menariknya, Lutfiya juga menjadi salah satu inisiator berdirinya AYLA
bersama 14 pemuda lainnya yang berasal dari berbagai negara ASEAN.
Karena inisiasinya yang proaktif dalam pengembangan pemuda ASEAN pula, ia beberapa kali menjadi delegasi

Indonesia dalam berbagai kegiatan internasional. Beberapa di antaranya yaitu International Youth Leaders Summit 2014
yang diadakan oleh Universitas De La Salle Manila, Filiphina, International Youth Peace Festival 2014 yang diadakan
oleh Global Youth Peace dan Gandhi Foundation di India, serta ASEAN University Youth Summit 2015 yang diadakan
oleh Universiti Utara Malaysia.

CINTA INDONESIA: Lutfiya berpose di depan
Taj Mahal, India. DI caption facebook-nya
tentang foto ini, ia menulis "Sampai kapanpun
Indonesia tetap di hati. Tanah airku
Indonesiaku."
Selain itu, Lutfiya juga beberapa kali mengunjungi negara ASEAN, seperti Singapura dan Thailand untuk
kepentingan rapat dengan sejumlah aktivis AYLA dari berbagai negara ASEAN. “Karena AYLA itu beranggotakan para
pemuda se-ASEAN, maka saya harus sering berkomunikasi dengan mereka, tak hanya via online,” kata mahasiswi
yang pernah menjadi aktivis Dewan Anak Lombok Barat kala SMP ini.
Lutfiya berharap, AYLA dapat terus berkembang menjadi wadah bagi para pemimpin muda ASEAN yang memiliki
jiwa kepeloporan dan kepedulian sosial. “Saat ini AYLA tengah berkembang di enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia,
Filiphina, Thailand, Kamboja, dan Singapura. Ke depan akan terus diupayakan agar AYLA bisa berkembang di 10
negara ASEAN,” harap Lutfiya.
Namun, kesuksesan Lutfiya tidak terjadi begitu saja. Sejak kecil, kedua orang tuanya telah membiasakannya agar
menjadi pribadi yang produktif dan bermanfaat bagi orang banyak. Bahkan sewaktu TK, ibunya pernah meminta Lutfiya

untuk menulis surat untuk Pak Harto (almarhum Soeharto). Permintaan itu dilatari kakaguman ibunya pada sosok
presiden Indonesia di era orde baru tersebut.
Selain itu, keinginan ibunya agar anaknya menjadi penulis juga disebabkan oleh cita-cita ibunya yang tak
kesampaian. “Dulu ibu saya sangat ingin jadi penulis, tapi ga tercapai karena keterbatasan dana dan sarana-prasarana.
Karena itu, beliau sangat ingin saya jadi penulis,” ungkap gadis yang lahir dari pasangan Solihin dan Baqyusriana ini.
Dukungan itu juga dibuktikan dengan kebiasaan ibunya membelikan Lutfiya buku sejak ia kecil. Selain membelikan
buku, ibunya juga menuliskan kata-kata motivasi bagi Lutfiya agar ia lebih produktif dalam menulis. Salah satu kata-kata
yang sangat diingat Lutfiya, yaitu kutipan kata-kata ibunya di salah satu buku yang pernah diberikan ibunya, yaitu,
“Wahai anakku, hidup itu berat, tapi jadi ringan ketika kita mengetahui hidup ini untuk apa, dari siapa, akan kemana,

page 1 / 2

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

dan siapa kita sebenarnya… Jangan pernah lupa bahwa hidup yang berguna adalah untuk orang banyak.”
Dorongan kuat dari ibunya membuat ia terus mengasah kemampuan menulisnya. Hal itu pula yang membuat
Lutfiya telah memiliki tiga karya buku yang semuanya diterbitkan sebelum ia menginjak bangku kuliah. Tiga buku
tersebut merupakan hasil kompetisi menulis yang ia ikuti saat SMA dan semuanya terbit pada tahun 2012.

Uniknya, buku pertamanya memiliki keterkaitan dengan UMM, padahal saat itu ia masih menjadi siswa di Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) 2 Mataram. Pasalnya, pada Mei 2012 Lutfiya mengikuti Lomba Menulis Inspiratif (LMI) yang
diadakan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMM, dan dari 380 siswa SMA/SMK/MA yang
mengirimkan karyanya dipilih 50 terbaik untuk dibukukan, dan tulisan Lutfiya merupakan salah satunya. Buku itu
akhirnya diterbitkan oleh penerbit UMM Press dengan judul ‘Jika Aku Menjadi Guru Inspiratif’.
Selain buku tersebut, ia juga menulis di buku ‘Chocolate, I Love It’ (Metakata, 2012) dan ‘Simfoni Balqis’ (Kedutaan
Besar Yaman, 2012). Buku yang disebutkan terakhir bahkan merupakan hasil dari kompetisi menulis internasional, yaitu
International Writing Competition yang diadakan oleh Kedutaan Besar Yaman. Buku ini bahkan telah diterjemahkan dan
diterbitkan dalam lima bahasa.
Kemampuan menulisnya itu mebuat Lutfiya banyak terlibat dalam kegiatan jurnalistik. Saat SMA, ia pernah menjadi
penyiar radio Ardan FM dan presenter TV 9 Lombok. Sementara saat kuliah semester satu, ia pernah terlibat dalam
reporter pada Young Journalist and Reporter (YJAW) sebagai jejaring jurnalis muda internasional yang didirikan oleh
Pakistan. Saat itu, dari 20 reporter muda perwakilan berbagai negara dunia, Lutfiya menjadi satu-satunya yang berasal
dari Indonesia.
Bagi Lutfiya peran terbesar yang paling mempengaruhi jalan hidupnya yaitu kedua orangtuanya. Saat kumpul
keluarga, kedua orangtuanya selalu mengajaknya untuk berdiskusi soal permasalahan bangsa. “Jadi kalau di rumah,
saya selalu diajak berbincang soal Indonesia. Kami juga dilarang nonton sinetron,” kata Lutfiya.
Ia juga mengaku berterima kasih pada UMM karena telah membangun suasana yang kondusif untuk belajar dan
mengembangkan diri. “Seneng. Ga kebayang dulu bisa masuk UMM. Padahal, dulu itu saya juga lulus di kampus
negeri ternama di Jakarta, tapi saya pilih UMM. So far, UMM keren banget. Dosennya seru-seru, isu-isu internasional

juga updated banget.”
Kepada mahasiswa yang lain, Lutfiya berpesan agar selama masih hidup, berjuanglah, lakukan hal yang
bermanfaat bagi orang banyak. “Saya punya motto; take action, miracle happen, no action, nothing miracle. Lakukan
sesuatu, maka keajaiban akan datang, karena jika tidak melakukan apa-apa maka takkan ada keajaiban,” tandasnya
penuh semangat. (han)

page 2 / 2