KITAB-KITAB TENTANG MUSHAF

KHAZANAH

KITAB-KITAB TENTANG MUSHAF
PROF. DRS. SA’AD ABDUL WAHID

P

ada masa Usman, Al-Qur’an telah
dibukukan menjadi satu kitab yang
dinamakan “Mushaf”. Pembukuan
tersebut dilakukan karena adanya perbedaan bacaan yang ditemukan di daerahdaerah di sekitar Jazirah Arabiyyah, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan
munculnya perpecahan di kalangan umat
Islam. Maka perlu diupayakan penyatuan
bacaan agar umat Islam di masa yang
akan datang tidak bercerai-berai.
Al-Hamdu li Allah usaha dan perjuangan Khalifah Usman berhasil dengan baik
dan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut. Waktu terus berlalu, dan para ulama
tetap menaruh perhatian terhadap Mushaf,
baik yang lama maupun yang baru. Maka
lahirlah kitab-kitab yang membahasnya,
antara lain ialah:

1. Ikhtilaf masahif asy-Syam wa al-Hijaz
wa al-’Iraq, susunan Ibnu ‘Amir (118
H.)
2. Ikhtilaf masahifi ahli al-Madinah wa ahli
al-Kufah wa ahli al-Basrah, susunan
al-Kisa’iy (189 H.)
3. Ikhtilaf ahli al-Kufah wa al-Basrah wa
asy-Syam fi al-masahif, susunan alFarra’ (207 H.)
4. Ikhtilaf al-masahif, susunan Khalaf Ibnu
Hisyam (229 H.)
5. Ikhtilaf al-masahif wa jami’ al-Qira’at,
susunan al-Mada’iniy (231 H.)
6. Ikhtilaf al-masahif, susunan Abi Hatim
Sahal ibnu Muhammad as-Sijistaniy
(248H.)
7. Al-Masahif wa al-Hija’, susunan
Muhammad ibnu Isa al-Asbahaniy
(253 H.)
8. Al-Masahif, susunan Abi ‘Abdillah ibni
Abi Dawud as-Sijistaniy (316 H.)

9. Al-Masahif, susunan Ibnu al-Ansariy
(327 H.)
10. Al-Masahif, susunan Ibnu Asytah alAsbahaniy (360 H.)
Al-Ibyariy mengatakan bahwa penam24

6 - 21 RAMADLAN 1431 H

pilan kitab-kitab tersebut, setelah diteliti dengan cermat, memberikan isyarat bahwa
Mushaf al-Imam tidak menghapus semua
mushaf secara tuntas, sebab mushaf-mushaf lainnya tetap eksis sekalipun berbeda
dengan Mushaf Usmaniy.
Kitab yang pertama kali membahas
mushaf, adalah kitab susunan Ibnu Amir
yang wafat pada tahun 118 H, delapan puluh
tiga tahun sesudah terbunuhnya ‘Usman
(35 H.).
Adapun yang sampai kepada kita di
antara kitab-kitab itu ialah, Kitab al-Masahif,
susunan Abu Bakar as-Sijistaniy, kitab tersebut dapat menghimpun hampir semua
pendapat ulama sebelumnya, karena masa hidup Abu Bakar lebih akhir daripada

masa hidup mereka. Namun demikian,
sesudah Abu Bakar pun banyak kitab yang
membahas perbedaan mushaf. (Ibrahim
al-Ibyariy, 1965: 100).
Keberanian ulama salaf menyusun kitab tentang perbedaan mushaf, sebenarnya sangat riskan, sebab akan menghidupkan kembali perbedaan pendapat yang
telah dihapus oleh empat khalifah (Abu
Bakr, Umar, Usman dan Aliy).
Usaha pertama telah diselesaikan oleh
Abu Bakr dan Umar, usaha kedua telah
diselesaikan oleh Usman dan seterusnya
ditetapkan oleh Aliy. Sebagian besar sahabat ikut serta memberikan kontribusi dalam penghapusan perbedaan bacaan tersebut, sekalipun di antara mereka ada yang
memiliki mushaf pribadi, seperti Ubai.
Kebijaksanaan Usman dalam hal ini
sangat berperan, dia tidak tergesa-gesa
bertindak sebelum khawatir akan terjadinya
pertentangan. Ia tidak mau melaksanakan
kehendaknya sebelum merasa tenang
jiwanya, ia belum merasa tenang, sebelum
dimusyawarahkan dan dibantu orang banyak. Sesudah itu barulah ia menetapkan
sikapnya yang mantap dan meyakinkan,

kemudian memerintahkan kepada daerahdaerah supaya berpegang pada Mushaf

al-Imam dan membakar mushaf lainnya.
Tujuan tindakan ini adalah untuk menutup
jalan pertentangan, sebagaimana terjadi sebelumnya. Jika Usman tidak mempunyai
tujuan kebaikan, niscaya tidak mungkin dapat lahir suatu keputusan yang meyakinkan. Mungkin kita masih ingat tindakan
Marwan ketika membakar mushaf yang
disimpan Hafsah yang menjadi salah satu
sumber Mushaf Usman. Tujuan pembakaran itu adalah agar manusia tidak kembali ke belakang, sehingga timbul di antara
mereka pertentangan mengenai al-Kitab,
sekalipun Allah telah menegaskan dalam
firman-Nya:

“Sesungguhnya, Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya
Kami pula-lah yang memeliharanya”. (AlHijr [15]: 9).
Satu abad kemudian, setelah kaum
muslimin hanya berpegang pada satu
mushaf, yaitu Mushaf Usmaniy muncullah
karya Ibnu Amir yang membahas
perbedaan mushaf Syam, Hijaz dan Iraq.

Dalam Tarikh Al-Qur’an, al-Ibyariy
menjelaskan bahwa karya Ibnu ‘Amir yang
membahas perbedaan mushaf itu hanyalah membangkitkan khilafiyah yang seharusnya tidak perlu terjadi. Membangkitkan
khilafiyah seperti itu bukanlah merupakan
suatu ijtihad, melainkan hanya merupakan
studi yang sia-sia yang tidak menggunakan
metode ilmiah yang benar. Mempelajari
perbedaan pendapat mengenai mushaf
sesudah itu adalah suatu upaya yang siasia. Ia dengan tegas menyatakan: Seandainya saya memilikinya niscaya saya musnahkan buku itu sebagaimana dilakukan
oleh Usman dan pembelanya, Aliy bin Abi
Talib terhadap mushaf-mushaf selain
Mushaf Usman. (Ibrahim al-Ibyariy, 1965:
102).l