Jaringan Pedagang Cina Luar Negeri

BAB IV HEGEMONI CINA PERANTAUAN DALAM PEREKONOMIAN ASEAN Sudah sejak masa yang sangat awal hegemoni perekonomian China merupakan suatu yang nyata di kawasan Asia umumnya dan Asia Tenggara pada khususnya walaupun dengan tingkat intensitas yang berbeda. Memang pada suatu saat peran hegemoni ekonomi dibagi dengan peradaban lain pada periode sejarah tertentu, seperti dengan peradaban India pada masa kerajaan-kerajaan Hindu, dengan peradaban Islam pada masa kerajaan-kerajaan Islam, dan dengan peradaban Barat ketika Asia Tenggara memasuki jaman penjajahan Barat. Fakta itu justru menunjukkan bahwa peran hegemoni ekonomi China tidak dapat diabaikan. Semakin membanjirnya produk-produk China akhir-akhir ini hanya bisa dipahami dengan baik bila kita memahami peran China perantauan dalam perekonomian di Asia Tenggara. Sejarah sudah menunjukkan adanya keterkaitan ekonomi antara China dan Asia Tenggara, memang pelaku utama dalam jaringan ekonomi ini mengalami perubahan dari “Chinese Overseas Business Network” ke “Overseas Chinese Business Network”, atau dengan kata lain dari “pedangan China” ke “pedagang China perantauan”.

A. Jaringan Pedagang Cina Luar Negeri

Pada zaman dahulu China merupakan barometer bagi kemajuan peradaban, khususnya di Asia, dan tidak dapat diingkari gaungnya dapat didengar di dunia, sehingga China merupakan salah satu pusat peradaban dunia. Bahkan, dunia Islam mengakui kemajuan peradaban China, hal ini dibuktikan dengan hadits Nabi Muhammad SAW “Tuntutlah ilmu walau sampai kenegeri China”. Kemajuan peradaban itu China dapat dilihat dari adanya suatu imperium yang besar, meliputi suatu wilayah yang luas dan sekaligus memiliki pengaruh yang luas, terutama di Asia. Karena itu, tidaklah mengherankan bila kita membaca buku sejarah kita akan mendapatkan bahwa kerajaan-kerajaan kecil di Asia selalu mengirimkan perwakilannya ke pusat imperium China guna memberikan upeti, disamping adanya fakta bahwa China kadangkala menghukum raja yang dikiranya membangkang. Eksistensi suatu imperium menunjukkan bahwa China memiliki baik “sumber daya manusia” SDM maupun “sumber daya alam” SDA bagi eksistensi suatu imperium yang sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. SDM dan SDA yang dimiliki memungkinkan China membangun peradaban yang tinggi baik secara material maupun non-material. Contohnya, Cina menemukan teknologi kertas dan mesiu. Kemajuan peradaban ini tidak dapat diabaikan begitu saja, hal ini terbukti ketika bangsa Mongol menguasai China. Bangsa Mongol mengadopsi peradaban China yang tinggi itu, atau bisa dikatakan Mongol terserap ke dalam peradaban China. Bahkan bangsa Barat tidak berani menyerang ibu kota China secara langsung karena khawatir akan terserap juga oleh luasnya wilayah dan banyaknya jumlah penduduk. Oleh karena itu bangsa Barat menilai Jepang itu gila berani mendeklarasikan perang dengan China. Pada zaman dahulu kerajaan-kerajaan di Asia tenggara pada menjalin hubungan yang baik dengan imperium China. Hubungan perdagangan pun berkembang, dimana China berfungsi menjadi pusat dari perekonomian di Asia. China membutuhkan hasil-hasil pertanian dan sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan penduduknya yang banyak, disamping bagi pengembangan peradaban China itu sendiri. Untuk keperluan itu, para pedangan China menukarkan barang- barang mewah seperti sutera dan porselin, kepada penguasa-penguasa lokal di kawasan Asia. Sebagian pedagang tinggal di kawasan Asia untuk memastikan terjaminnya suply barang-barang dagangan itu ke China. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadi penasehat bagi raja-raja lokal, sehingga mereka dapat mengontrol perekonomian lokal. Hal ini menunjukkan bahwa hegemoni perekonomian China terjadi berkat pertumbuhan dan ekspansi komunitas China di luar negeri. 1 Perdagangan maritim China di Asia dapat dilacak pada abad ke-1. Jalur sutera melalui laut dari dari Canton melalui Asia Tenggara ke Eropa sudah ada sejak 2000 tahun yang lalu, meskipun pada periode tertentu kadang tidak berlangsung secara rutin. Mengingat majunya tekonologi pembuatan kapal, teknologi pelayaran, dan industri kerajinan, serta komoditi ekspor yang berlimpah maka para pedagang China memainkan peranan yang menentukan dalam perdagangan dari kawasan Asia Tenggara ke timur; sedangkan para pedagang Muslim memainkan peranan yang sama dari Asia Tenggara ke barat sejak abad ke-8 M. 2 Ketika pedagang China mendatangi pelabuhan-pelabuhan perdagangan di Asia Tenggara, mereka harus mendirikan basis perdagangan dan hasilnya adalah berdirinya komunitas tetap pedangan China. Pada permulaan abad ke-15 M, beberapa komunitas China dalam jumlah besar terbentuk di Jawa, Sumatera, dan bagian lain di Asia Tenggara; masing-masing komunitas terdiri dari ribuan orang China sehingga sejak abad ke-15 hubungan dagang sudah stabil. Ekspansi Barat ke Asia memberi spirit baru bagi perkembangan jaringan bisnis China. Pada satu sisi, Eropa melibatkan pedagang China maupun pedangan 1 Zhuang Guotu, “Trends of Overseas Chinese Business Network in East Asia: As Mirrored from Overseas Chinese Investment in Mainland China since 1978”, Ritsumeikan International Affairs, Vol. 4, 2006, hal. 3. 2 Ibid., hal. 3. China perantauan ke dalam pasar dunia sehingga lambat laun produk China menjadi semakin penting di pasar dunia dan konsekuensinya volume dagang semakin besar. Pada sisi lain, kolonisasi Asia Tenggara oleh Eropa mendorong emigrasi besar- besaran China ke Asia Tenggara. Ketika bangsa Eropa, baik Belanda di Indonesia, Inggris di Malaysia, Spanyol di Philipina, atau Perancis di Indo-China, bersaing mendirikan bais perdagangan dan mengeksploitasi daerah koloninya maka mereka mencoba merekrut orang-orang China. Nampaknya pedagang dan buruh China sangat diperlukan oleh kaum koloni di Asia Tenggara. Pedagang China mensuply komoditi seperti the, porselin, dan sutera which dibutuhkan oleh Eropa dan mereka membawa juga barang-barang kebutuhan sehari-hari bagi keperluan daerah koloni. Buruh China juga pandai dalam pekerjaan di perkotaan, agribisnis, pertambangan, kerajinan, dan konstruksi sistem transportasi ketika Eropa meningkatkan pembangunan daerah koloni. 3 Suply imigran sepenuhnya tergantung pada jaringan bisnis China karena bangsa Eropa tidak diperbolehkan mendirikan basis dagangnya di wilayah China kecuali Portugis di Macao which juga mendapat pengawasan yang sangat ketat dari penguasa China. Hanya jaringan bisnis China yang memungkinkan emigrasi dalam skala besar terjadi karena hanya mereka yang memberikan alat transportasi, informasi luar negeri, dan komoditas bagi emigran. Ekspansi koloni Eropa mendorong ekspansi jaringan bisnis China dan juga mendorong gelombang pertama emigrasi dari daerah pantai timur China, dimana pusat jaringan bisnis China berada. Pada pertengahan abad ke-17 lebih dari 100.000 orang China telah menetap di Asia Tenggara dan Taiwan, dimana sebagian besar merupakan pedagang dan penjual. Sebagian besar dari mereka tinggal di kota-kota 3 Ibid., hal. 4 pelabuhan sepanjang rute perdagangan China seperti Batavia Belanda, Manila Spanyol, Malakka Portugis, Taiwan Belanda, Nagasaki dan beberapa daerah pelabuhan lain di Asia Tenggara. Mereka termasuk dalam jaringan bisnis China dan mereka adalah saka guru dari jaringan ini. Bersamaan dengan ekspansi perdagangan luar negeri China dari daerah pantai ke pedalaman di Asia Tenggara dan Taiwan pada abad ke-18 dan 19, para pedagang China mengembangkan basis perdagangannya dari bidang pemasaran komoditas ke bidang produksi komoditas. Begitu pula para imigran China menyebar dari daerah pantai ke daerah pedalaman untuk keperluan penanaman, pertambangan, dan produksi barang kerajinan. Ekspansi peerdagangan China dari pantai ke daerah pedalaman menjadi tahap baru bagi masuknya imigran China dan menawarkan kehidupan baru yang lebih bergairah daripada sekedar perdagangan. Sampai pertengahan abad ke-19 sekitar 1,5 juta China tinggal di Asia Tenggara dan lebih dari 2 juta tinggal di Taiwan. Ratusan pemukiman China menyebar sepanjang Asia Tenggara dan mayoritas penduduk China ini tidak sebagai pedagang tetapi penanam, penambang, dan pengrajin, meskipun China masih unggul dalam bidang perdagangan. 4 Keberadaan pemukim China di luar negeri sangat signifikan bagi keberadaan jaringan perdagangan China karena pertumbuhan komunitas China pada gilirannya akan menawarkan pasar luar negeri yang lebih besar, dan ini berarti suply barang dan buruh yang lebih besar bagi perluasan jaringan perdagangan luar negeri China. Bahkan, ketika China dipaksa untuk membuka diri bagi negara-negara Barat dan pedagang China kehilangan monopoli pada produk dan pasar China setelah Perang 4 Wang Gungwu, “Sojourning: the Chinese Experience in Souteast Asia, in Anthony Reid, ed., Sojourners and Settlers: Histories of Souteast Asia and the Chinese, Australia: Alen and Unwin, 1996, hal. 4. Opium tahun 1940, pedagang China dapat memindahkan pusat jaringan perdagangannya dari China ke komunitas China di luar negeri, yang pada tahun 1930an sudah mencapai 6 juta. Dengan berpindahnya pusat perdagangan dari China ke luar negeri maka ”jaringan pedagang China luar negeri” beralih kepada ”jaringan pedagang perantau China.” 5 Namun demikian pasar, produk, dan buruh dari China tetap merupakan pilar paling penting dalam jaringan pedagang perantau China. Pedagang perantau China masih dapat menjalin hubungan yang dekat dengan kota kelahiran melalui kegiatan investasi, perdagangan, kiriman uang maupun dengan menjadi donatur. Dari akhir abad ke-19 sampai tahun 1949, investasi China perantauan di China mencapai US 128.74 milyar US value in 1937, 80 diantaranya terpusat di daerah pantai Guangdong dan Fujian, tempat para perantau China berasal. 6 Investasi ke China bukanlah pola umum keterlibatan ekonomi bagi China perantauan sebelum tahun 1949. Kiriman uang ke kota kelahiran terjadi sedini keberadaan emigrasi China di luar negeri. Dibandingkan dengan kiriman uang dari tahun 1864-1949 yang berjumlah US 3.510 milyar, maka total investasi US 128.74 milyar pada waktu yang sama menjadi tidak berarti. Perlu diketahui bahwa jaringan bisnis China berbeda dari jaringan bisnis Eropa. Jaringan dagang Eropa didominasi oleh perusahaan seperti VOC bagi Belanda dan EIC bagi Inggris yang memiliki organisasi yang teratur dan tersentralisasi pada lapisan pimpinan, yang terdiri dari sejumlah dewan perdagangan di daerah pelabuhan sepanjang rute perdagangan dan didukung oleh pemerintahan kolonial, kekuatan militer dan pemerintahan di negara-negara Eropa. Sebaliknya, pedangan China memiliki organisasi yang longgar sehingga ada kemungkinan bagi partisipasi; dan 5 Zhuang Guotu, op. cit., hal. 6. 6 Ibid., hal. 6. mereka mendapatkan tekanan dari pemerintah China sendiri pada dari abad ke-17 sampai pertengahan abad ke-19 dan pemerintah China juga tetap bersikap kurang bersahabat kepada China perantauan. Karena kurangnya sistem pengamanan maka China perantauan sangat tergantung pada usaha membangun ikatan dalam jaringan. 7

B. Jaringan Pedagang Perantau China