ARTIKEL ILMIAH DEBAT MK 2015 REFORMASI

REFORMASI INSTITUSI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN DAN
KEPERCAYAAN MASYARAKAT

SHELA NATASHA
(1306200330)

KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI 2015

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
APRIL 2015

1

SURAT PERNYATAAN
Saya bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Shela Natasha


Tempat/Tanggal Lahir

: Medan/13 November 1995

Program Studi

: Ilmu Hukum

Fakultas

: Hukum

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Judul Artikel Ilmiah

: Reformasi Institusi Kepolisian Negara Republik
Indonesia Dalam Meningkatkan Pelayanan Dan

Kepercayaan Masyarakat

Dengan ini menyatakan bahwa Artikel Ilmiah yang saya sampaikan pada kegiatan
Debat Konstitusi 2015 ini adalah benar karya saya sendiri atau bukan merupakan
plagiasi.
Apabila di kemudian hari ditemukan bahwa Artikel Ilmiah yang saya sampaikan
bukan karya saya sendiri/plagiasi, saya bersedia menerima sanksi dalam bentuk
pembatalan keikutsertaan dalam Kompetisi Debat Konstitusi 2015.
Medan, 3 April 2015
Yang menyatakan

Shela Natasha

2

DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN..........................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................6
PENUTUP..............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

3

PENDAHULUAN
Indonesia

sebagai

negara

yang

berkonsep

welfare

state

(negara


kesejahteraan) mempunyai sebuah cita-cita yang pasti, yaitu mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian,
negara tidak hanya sebagai “penjaga malam” yang tugasnya dibatasi seminimal
mungkin dan hanya berfokus pada penegakan hukum, melainkan juga
mencampuri kondisi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia. Hal tersebut dilakukan
demi terwujudnya cita-cita tunggal untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat
Indonesia. Indonesia pada dasarnya telah menunjukkan keseriusannya untuk
menjadi negara yang turut serta memperhatikan segala aspek kehidupan penduduk
Indonesia, seperti membentuk berbagai macam lembaga negara untuk menunjang
kinerja negara dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Lembaga negara di Indonesia pada dasarnya terbagi berdasarkan tugas
masing-masing, beberapa contohnya seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
yang masuk ke dalam lembaga legislatif, Mahkamah Agung (MA) sebagai
lembaga yudikatif, Presiden sebagai lembaga eksekutif, serta Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sebagai lembaga eksaminatif. Selain, itu ada pula lembaga
konstitusional lainnya yang turut menopang beban negara dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta Kepolisian
Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut POLRI). Berbicara tentang
POLRI yang menanggungjawabi bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat (Jimly Asshiddiqie, 2006: 209), tentunya masih lekat dalam ingatan
dan goresan historikal bangsa Indonesia bahwa POLRI pernah didudukkan dalam
satu “kelas” dengan TNI dengan nama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI). Namun, pada akhirnya Tentara Nasional Indonesia dan POLRI
dipisahkan berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat No. VI/MPRRI/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI. (Dewi Fortuna, dkk., 2004: 71)
Pemisahan yang dilakukan merupakan salah satu bentuk reformasi institusi
POLRI yang membawa dampak perubahan independensi POLRI dalam
melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, meskipun POLRI hingga saat ini masih
menjadi lembaga yang independen dengan tugas tersendiri, tetap saja masih

4

banyak penduduk Indonesia yang tidak mengetahui apa sebenarnya tugas POLRI.
Adapun POLRI berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa tugas pokok
POLRI adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, dan memberikan perlindungan, pegayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Meskipun demikian, ada pula penduduk Indonesia yang sadar akan
tugas POLRI tersebut, namun kebanyakan dari mereka dihadapkan pada
pandangan dimana POLRI dianggap belum mampu melayani masyarakat dalam

rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Tingkat kepercayaan
masyarakat pada kemampuan POLRI dalam memberikan pelayanan masyarakat
masih di bawah rata-rata dikarenakan masyarakat menganggap meskipun POLRI
telah menjadi independen, tetap saja ada pihak luar yang mengganggu
independensi POLRI, sehingga tentu akan menjadi suatu kegelisahan mengenai
dimana seharusnya POLRI didudukkan, apakah perlu dilakukan reformasi
institusi POLRI dengan meletakkan POLRI di bawah kementerian agar tugas
POLRI dalam memberi pelayanan pada masyarakat dapat lebih ditingkatkan
sehingga menambahkan kepercayaan atau tetap membiarkan POLRI pada
posisinya yang sekarang akan tetapi independensinya diperkuat agar tidak ada lagi
intervensi dari pihak luar pada POLRI. Inilah isu yang menarik untuk dibahas
sekarang, dimana perlu pemahaman yang mendalam agar kedepannya tidak
terdapat lagi kebimbangan mengenai posisi apa yang baik untuk POLRI di
Indonesia.

5

PEMBAHASAN
Reposisi TNI dan POLRI mengembalikan posisi POLRI kembali ke
“khitah” tahun 1946-1959, yaitu bertanggung jawab langsung kepada Presiden

selaku Kepala Negara. (Dewi Fortuna, dkk., 2004: 71) Akan tetapi, ada banyak
hambatan dan tatangan yang dihadapi POLRI sehingga tingkat kepercayaan
masyarakat mengenai kemampuan POLRI dalam memberikan pelayanan pada
masyarakat itu sendiri menjadi turun. Kendatipun POLRI sudah lebih dari
setengah abad melayani bangsa Indonesia, itu tidak mengandung arti bahwa
POLRI sudah menjalankan tugasnya tanpa cacat. (Satjipto Rahardjo, 2007: 25)
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap POLRI dipandang tidak stabil sehingga
pasti akan sulit mendapat jawaban yang pasti mengenai apakah masyarakat lebih
condong menginginkan POLRI berdiri sendiri atau berada di bawah naungan
Kementerian tertentu. Untuk itu akan dikupas di pembahasan ini mengenai
pendapat pro dan kontra mengenai kedudukan kepolisian di bawah kementerian
berdasarkan perspektif ekfektivitas tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan POLRI.
1.

POLRI di Bawah Kementerian
Apabila dipahami lebih dalam, dapat diketahui bahwa peletakan
kedudukan POLRI di bawah Kementerian adalah langkah yang tepat dan
tidak bertentangan sama sekali dengan Undang-Undang manapun, termasuk
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia maupun terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang membewahi
berbagai peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Pada
dasarnya di dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia
tepatnya pada Bab III tentang Susunan dan Kedudukan Kepolisian Negara
Republik Indonesia tidak ada pelarangan menganai reposisi kedudukan
POLRI. Undang-Undang tersebut hanya menyebutkan melalui Pasal 8 ayat
(1) Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa
“Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.” Hal
tersebut menunjukkan apabila POLRI didudukkan ke dalam Kementerian

6

yang notabene adalah pembantu Presiden bukan merupakan pelanggaran,
karena pada dasarnya Kementerian masih berada langsung di bawah
Presiden sehingga meskipun berada di bawah kementerian, POLRI masih
bisa diatur oleh Presiden.
Selain menilik dari tidak adanya larangan Undang-Undang Kepolisian
Negara Republik Indonesia tersebut, kita juga harus menilik pada UndangUndang Dasar Tahun 1945 sebagai Staatsgrundgezets, dimana apabila
dilihat di dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, hanya disebutkan bahwa POLRI merupakan alat negara yang

menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat dan menegakkan hukum. Jadi, jelas tidak
ada sama sekali pelarangan peletakan kedudukan Kepolisian di bawah
Kementerian.
Kemudian, apabila dianalisis dari sudut pandang selain hukum,
POLRI yang kini tengah diragukan masyarakat dalam menjalankan
tugasnya, POLRI dianggap memerlukan “induk” yang jelas dan senantiasa
mengawasi setiap gerakannya agar POLRI dapat secara efektif memberikan
pelayanan kepada masyarakat, bukan hanya sekedar menegakkan hukum
saja. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan POLRI dalam
memberikan pelayanan masih naik-turun, karena pada POLRI masih
dianggap lemah dalam melayani masyarakat dan masih banyak stigma
negatif melekat pada diri POLRI. (Ahmad Setiyaji, 2010: 35) Untuk itu
perlu suatu lembaga lain yang menaungi POLRI di bawahnya agar tercapai
efektivitas dan kestabilan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan POLRI. Lembaga yang dianggap paling sempurna untuk menjadi
induk bagi POLRI adalah Kementerian yang dalam hal ini lebih difokuskan
lagi ke bidang khusus yang memang benar-benar dapat menaungi berbagai
institusi yang mengakomodir pertahanan dalam negeri. Pembentukan suatu
Kementerian baru yang khusus ini dilakukan agar tidak menganggu

pelaksanaan tugas dan wewenang Kementerian yang telah ada sebelumnya,
karena apabila dimasukkan suatu institusi lain ke dalam suatu lembaga,

7

tentunya perlu perombakan yang cukup mendalam sehingga dikhawatirkan
akan mengganggu kinerja lembaga yang bersangkutan. Keurgensian
pembentukan suatu Kementerian khusus dirasakan sangat tinggi agar
terjamin suatu lembaga yang benar-benar hanya fokus menaungi dan
menjadi wadah pengontrol bagi institusi POLRI untuk melaksanakan
tugasnya dalam melayani masyarakat. Kementerian dianggap paling cocok
menjadi induk bagi POLRI karena Kementerian merupakan lembaga yang
secara langsung dibawahi oleh kepresidenan sehingga bisa menjamin bahwa
POLRI secara tidak langsung pun tetap berada di bawah Presiden. Peletakan
kedudukan Kepolisian di bawah Kementerian akan meminimalisir
kemungkinan penyalahgunaan yang menjurus pada perubahan POLRI yang
bukan lagi menjadi alat negara, melainkan menjadi alat pemerintah.
Bagaimanapun POLRI harus menjadi alat negara, bukan alat pemerintah,
serta bukan pula alat politik. (Denny Indrayana, 2008: 208)
Ada begitu banyak dampak positif apabila POLRI didudukkan di

bawah Kementerian karena Kementerian akan senantiasa melakukan kontrol
terhadap POLRI dalam melaksanakan administrasinya dalam melayani
masyarakat serta dengan adanya lembaga yang menaungi POLRI,
kemungkinan besar masyarakat akan mengembalikan kepercayaannya
kepada kinerja POLRI yang kini dibantu oleh Kementerian. Akan tetapi,
perlu dicatat bahwa meskipun POLRI didudukkan di bawah Kementerian,
kedudukan itu seyogianya hanya mempengaruhi hal-hal administratif saja
Kegiatan administratif dipilih untuk menjamin sempurnanya pelaksanaan
tugas POLRI dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat dan
menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial dalam masyarakat baik
preventif maupun represif. ((Satjipto Rahardjo, 2007: 25) Kementerian pada
hakikatnya tidak berhak mencampuri secara utuh hal-hal yang menyangkut
tentang Kepolisian, karena apabila Kementerian mencampuri secara utuh
urusan Kepolisian, maka tentunya tidak akan ada lagi independensi yang
Kepolisian miliki sehingga Kepolisian nantinya akan menjadi lembaga yang
tak lebih dari sekedar “kerbau yang dicucuk hidungnya” oleh Kementerian.

8

Selain itu, perlu dicatat bahwa untuk menjaga independensi
Kepolisian meskipun tengah berada di bawah Kementerian, perlu dibentuk
suatu aturan khusus mengenai apa saja hal-hal dalam Kepolisian yang
menjadi wewenang Kementerian (dalam hal ini adalah hal administratif),
sehingga jelas apa saja batasan-batasan yang diberikan kepada Kementerian
sehingga independensi Kepolisian dapat tetap terjaga dan tidak terganggu
oleh wewenang yang diberikan kepada Kementerian sebagai induk dari
Kepolisian nantinya.
2.

Menjaga Kemandirian Institusi POLRI
Peletakan kedudukan Kepolisian di bawah Kementerian meskipun tidak
bertentangan dengan aturan hukum manapun, tetap saja akan memberikan
dampak negatif jangka panjang apabila tidak dilaksanakan dengan matang.
Ada suatu keyakinan yang mendalam mengenai ketidaksiapan dan
ketidakcocokan Kementerian dalam menaungi Kepolisian, dimana dari segi
ketidaksiapan Kementerian dianggap sudah terlalu banyak membawahi
berbagai dinas-dinas yang ada di setiap tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Peletakan Kepolisian di bawah Kementerian tentunya akan menambah
masalah baru bagi Kementerian. Sedangkan dari segi ketidakcocokan,
Kementerian dianggap tidak memiliki wewenang sama sekali untuk
menaungi Kepolisian di bawahnya karena tidak ada aturan hukum yang
menyatakan secara tegas bahwa Kepolisian dapat diletakkan di bawah
kedudukan Kementerian. Adapun analisis dan pemahaman secara tersirat
saja tidak cukup kuat untuk menjadi dasar yang membolehkan Kementerian
untuk menaungi Kepolisian. Kalaupun dibentuk suatu Kementerian baru
yang khusus menaungi institusi-institusi yang berwenang menjaga
pertahanan dalam negeri, dimana POLRI termasuk di dalamnya, maka
tentunya hal tersebut malah akan menimbulkan isu politik, selain itu perlu
disadari pula bahwa membentuk suatu Kementerian baru bukanlah hal
mudah seperti membalikkan kedua telapak tangan.

9

Jikalau peletakan kedudukan Kepolisian hanya diperuntukkan untuk
meningkatkan pelayanan POLRI kepada masyarakat, tentunya hal tersebut
akan menimbulkan berbagai dampak negatif, hambatan dan tantangan.
Peningkatan pelayanan POLRI pada dasarnya dapat ditingkatkan dengan
cara memperbaiki sistem administrasi POLRI secara langsung tanpa harus
meleteakkan kedudukan POLRI di bawah Kementerian. Perubahan
kedudukan itu hanya akan menghambat kinerja Kementerian dalam
membantu tugas pemerintah, karena akan perlu banyak aturan serta program
kerja baru yang dibentuk sehingga yang seharusnya Kementerian bisa
maksimal dalam melaksanakan tugas yang biasa dipikulnya menjadi pecah
konsentrasi dalam mengurusi Kepolisian yang rencananya akan masuk ke
bagiannya.
Reposisi Kepolisian di bawah Kementerian secara otomatis akan
mengganggu independensi Kepolisian. Pembatasan-pembatasan hanya
menjadi bayang-bayang semu yang setiap saat dapat dilanggar oleh
Kementerian, sehingga dikhawatirkan Kepolisian akan menjadi semakin
lemah di mata masyarakat karena sebagai lembaga yang independen,
seharusnya Kepolisian harus benar-benar mandiri dalam melaksanakan
segala urusannya, baik dalam hal administratif maupun hal-hal lainnya.
Cita-cita perbaikan urusan administratif dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat akan dilangkahi lebih jauh oleh Kementerian dan pada
akhirnya Kepolisian hanya akan menjadi alat pemerintah dan alat partai
politik, karena selain berada di bawah Kementerian, secara tidak langsung
Kepolisian juga berada di bawah Presiden.
Selain berbagai dampak negatif di atas, perlu disadari bahwa peletakan
kedudukan POLRI di bawah Kementerian akan menimbulkan kebingungan
mengenai dimana sebenarnya status kelembagaan POLRI, karena setelah
menjadi “anak buah” dari Kementerian, tentunya POLRI bukan lagi
termasuk di dalam lembaga independen di Indonesia karena sekalipun tidak
terusik semua hal tentang POLRI oleh Kementerian, tentu saja pengaturan
yang sedikit banyak dilakukan oleh Kementerian pada POLRI akan

10

mengikis sedikit demi sedikit tingkat independensi POLRI sehingga pada
akhirnya independensi tersebut semakin tipis dan pada akhirnya akan habis.
Independensi Kepolisian perlu benar-benar dijaga sehingga institusi
POLRI hanya akan patuh kepada pimpinan negara dan peraturan perundangundangan yang berlaku. (Jenderal (Purn.) Sutarman, 2014) Kepolisian yang
terlalu banyak diatur oleh Kementerian dikhawatirkan akan semakin
kehilangan wibawa dan taringnya di mata masyarakat. Kepolisian akan
dianggap sebagai lembaga lemah yang hanya bisa menggantungkan dirinya
pada lembaga lain, sehingga pastinya tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan POLRI akan semakin turun setiap waktunya.

11

PENUTUP
Kepolisian sebagai lembaga independen di Indonesia harus tetap dijaga
independensinya agar tidak diintervensi oleh pihak manapun. Namun, pemerintah
mempunyai pekerjaan rumah pula untuk membenahi sistem administratif
Kepolisian agar Kepolisian mampu menjalankan tugasnya dalam rangka
memberikan pelayanan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peletakan
kedudukan Kepolisian di bawah Kementerian (dalam hal ini suatu Kementerian
baru yang khusus) tidak menyalahi aturan manapun sehingga dapat dilakukan
dengan catatan berupa pembatasan-pembatasan sehingga urusan Kepolisian tidak
dikuasai secara utuh oleh Kementerian.
Adapun jika Kepolisian tetap diletakkan di bawah Kementerian, harus ada
aturan hukum yang benar-benar menjamin bahwa independensi Kepolisian tidak
akan terganggu. Pemerintah harus mempu bertindak tegas dalam setiap tindakan
Kementerian yang dapat mengikis independensi Kepolisian, karena apabila
Kepolisian kehilangan independensinya, maka efektivitas tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan POLRI akan menurun drastis.
Perbaikan administrasi kepolisian tanpa meletakkan kedudukan POLRI di
bawah Kementerian akan melahirkan dampak positif maupun dampak negatif.
Dampak negatifnya adalah pelaksanaannya akan memakan waktu yang lama dan
cenderung ke arah gagal karena tidak ada lembaga yang benar-benar menjadi
“induk” yang membatu perbaikannya. Namun, dampak positif yang dapat
diperoleh dengan perbaikan di tubuh POLRI secara langsung, akan meminimalisir
gangguan terhadap pelaksanaan pemerintahan yang tentunya akan pecah
konsentrasi ketika harus membentuk suatu Kementerian baru dengan tugas khusus
untuk menaungi Kepolisian beserta institusi-institusi lain yang turut menyokong
pertahanan dalam negeri.
Solusi paling tepat adalah membentuk aturan hukum yang benar-benar
secara total dapat membatasi gerak Kementerian khusus yang dibentuk dalam
menaungi POLRI sebelum memasukkan POLRI di bawah kedudukan
Kementerian sehingga independensi POLRI dapat tetap terjaga sehingga wibawa

12

POLRI akan tetap ada sekaligus efektivitas tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan POLRI dapat senantiasa stabil melalui perbaikan administrasi
yang dilakukan oleh Kementerian.

13

DAFTAR PUSTAKA
A.

Buku-buku

Achmad Setiyaji. 2010. Mereka Menuduh Saya. Yogyakarta: Galangpress
Denny Indrayana. 2008. Negeri Para Mafioso: Hukum di Sarang Koruptor.
Jakarta: Kompas
Dewi Fortuna, dkk.. 2004. Relasi TNI-POLRI dalam Penanganan Keamanan
Dalam Negeri. Jurnal yang dipublikasikan dalam buku Pusat Penelitian
Politik: Quo Vadis Politik Indonesia
Jimly Asshiddiqie. 2006. Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI
Satjipto Rahardjo. 2007. Membangun Polisi Sipil: Perspektif Hukum, Sosial, dan
Kemasyarakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
B.

Lain-lain

Pernyataan Jenderal (Purn.) Sutarman dalam wawancara dengan pers online
detik.com di Jalan RE. Martadinata I/1, Tanjung Priok Priuk, Jakarta Utara
pada hari Senin, 1 Desember 2014 yang dipublikasikan melalui
http://news.detik.com/read/2014/12/01/094459/2763669/10/ dengan judul
artikel “Kapolri Tolak POLRI di Bawah Kementerian: Polisi Harus
Independen”

14