LEADERSHIP DALAM DAKWAH Tugas Akhir Seme

(1)

LEADERSHIP DALAM DAKWAH

Tugas Akhir Semester

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu Dakwah

Dosen Pengampu : Nur Ahmad, S.Sos.I., M.S.I

Disusun Oleh : Nama : Qomaruddin Djamal

NIM : 1340120016

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanggung jawab pemimpin terhdap rakyat tentu harus kita ukur berdasarkan petunjuk dan ketentuan yang diberikan oleh Allah SWT yang dibawa oleh Rasulullah saw. Asy-Syari’ telah menentukan tanggung jawab pemimpin terhadap masyarakat dan dalam semua aspek kehidupan.

Syariah Islam telah mewajibkan pemimpin untuk senantiasa melingkupi rakyat dengan nasihat, tidak mengambil harta rakyat atau menyia-nyiakannya serta memerintah rakyat dengan hukum Islam.

Dalam dakwah islam pemimpin di jadikan pedoman bagi para anggota dakwah, yang kemudian akan di aplikasikan dalam masyarakat apa yang telah di dapatkan dari pemimpinnya, agar masyarakat mampu memiliki pandangan tentang islam yang hakiki.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari leadership ? 2. Bagaimana ciri leadership yang baik ? 3. Bagaimana leadership dalam dakwa ?


(3)

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LEADERSHIP

Dalam hubungan usaha mempelajari leadership, maka Hubert Bonner menyetujuhi bahwa kepemimpinan itu dengan demikian dipandang sebagai hasil dari interaksi antara kepribadian yang bulat dari pemimpin dengan situasi sosial yang dinamis di mana ia hidup. Jadi dengan demikian arti leadership tersebut baru dapat diberikan bila telah berfungsi dalam proses interaksi antara pribadi seorang pemimpin dengan lingkungan sosialnyan yang bercorak dinamis.

Pendapat lainnya yang dihubungkan dengan proses manajemen adalah diberikan oleh Howard W.Hoyt, yang mengandung arti bahwa leadership (kepemimpinan) itu adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, yang merupakan kecakapan mengatur orang lain. Jadi dengan demikian leadership di sini dipandang sebagai abilitas yaitu sebagai suatu kecakapan yang diperoleh berkat adanya belajar, sedang sifat dan ciri-cirinya baru nampak setelah dilaksanakan dalam proses mempengaruhi orang lain.1

Sedangkan menurut Henry Pratt Fairchild menyimpulkan bahwa “kepemimpinan itu merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang


(5)

yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern”.2

Selain itu, kepemimpinan merupakan terjemahan dari leadership dan untuk memberikan definisi terhadap kepemimpinan ini tidaklah mudah. Sebab untuk memberikan pengertian tentang kepemimpinan ini tergantung dari segi mana kita memandangnya. Ada bebrapa pengertian yang tergambarkan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan sebagai suatu fokus dari beberapa proses dalam rangka mencapai tujuan.

2. Kepemimpinan sebagai kepribadian dengan segala efeknya menggambarkan bahwa seseorang pimpinan pribadinya menggambarkan pribadi organisasi yang dipimpin.

3. Kepemimpinan sebagai seni di dalam mengupayakan tercapainya pemenuhan kebutuhan.

4. Kepemimpinan sebagai sumber aktifitas untuk mempengaruhi orang lain agar bertindak dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan organisasi.

5. Kepemimpinan sebagai pemrakarsa dan sebagai pencetus inovasi baru, untuk lebih efisien dan efektifnya mencapai tujuan organisasi.3

2 Winardi, Kepemimpinan Dalam Manajemen, hal. 47


(6)

B. CIRI-CIRI LEADERSHIP (PEMIMPIN)

Pada umumnya pemimpin mempunyai peranan yang aktif dalam segala macam masalah yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan anggota kelompoknya. Seorang pemimpin harus mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinnya dapat merealisasikan tujuan kelompok dalam kerja sama yang produktif, karena walau anggota kelompok mempunyai yang sama mereka sering memiliki pandangan yang berbeda mengenai pandangan kelompok dan tugas masing-masing. Maka seorang pemimpin harus mengintegrasikan pandangan anggota kelompok yang menyeluruh mengenai situasi dalam kelompok dan luar kelompok. Pandangan tersebut hendaknya dapat diterima oleh semua anggota kelompok yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Robert B. Myers melakukan studi tentang hal yang sama dengan Ralph M. Stogdill dengan menghasilkan kesimpulan yaitu:

1. Sifat-sifat jasmaniyah manusia tidak ada hubungannya dengan leadership.

2. Walaupun pemimpin cenderung untuk lebih tinggi dalam kecerdasan dari pada orang yang dipimpinnya, akan tetapi tidak ada hubungan yang berarti antara kelebihan kecerdasan tersebut dengan soal kepemimpinan itu.


(7)

3. Pengetahuan yang dimanfaatkan untuk memecahkan problem yang dihadapi kelompok yang dipimpin merupakan bantuan yang sangat berarti pada status kepemimpinan.

4. Ciri dan watak yang mempunyai korelasi dengan kepemimpinan adalah kemampuan melihat problem yang dihadapi, inisiatif, kerja sama, ambisi, ketekunan, emosi yang stabil, popularitas, dan kemampuan berkomunikasi.

Selain melakukan penelitian melalui pendekatan sifat dan ciri kepribadian, para ahli juga mengadakan penelitian melalui pendekatan-pendekatan sebagai berukut:

1. Pendekatan dari sudut pembawaan atau dalam teori genetis.

Berdasarkan pendekatan di atas, Gordon Lippit mengemukakan sebagai berikut, “pemimpin itu adalah orang besar yang dilahirkan dan pembuat sejarah”. Dengan kata lain, kepemimpinan tidak bisa dibentuk melalui pendidikan dan latihan karena merupakan sifat dan watak bawaan. 2. Pendekatan berdasarkan pada keadaan atau dalam teori sosial.

Pendekatan ini menggunakan hipotesis bahwa tingkah laku seorang pemimpin dalam suatu keadaan akan berbeda bila ia berada dalam keadaan lain. Melalui pendekatan ini dapat dapat disimpulkan bahwa diperlukan flesibelitas dalam memilih pemimpin demikian juga kepekaannya dan pendidikannya.


(8)

Pendekatan ini menyatakan bahwa kepemimpinan itu terjadi bila berbagai macam tugas pekerjaan dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik, serta fungsi atau tugas tersebut dapat pula dilaksanakan oleh si terpimpin dengan jalan kerja sama.

4. Pendekatan bersdasarkan gaya kepemimpinan.

Menurut pendekatan ini, kepemimpinan dapat dibedakan menjadi: a. Gaya authoritarian.

Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara otoriter. Dialah yang memastikan apa yang dilakukan kelompok, anggota kelompok tidak diajak untuk turut memnentukan langkah atau perencanaan kegiatan kelompok. Sikap pemimpin otoriter tidak berinteraksi denngan anggota kelompoknya. Ia hanya saling berhubungan ketika memberikan instruksi mengenai langkah kegiatan yang akan dilakukan kelompok. b. Gaya demokratis.

Pemimpin dalam gaya demokratis mengajak anggota kelompok nuntuk menentukan bersama tujuan kelompok serta perencanaan dengan musyawarah dan mufakat. Pemimpin memberikan saran, penghargaan, dan kritik secara objektif dan positif. Dengan demikian, pemimpinan ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.

c. Gaya bebas.

Pemimpin menjalankan peranan yang pasif, ia menyerahkan segla penentuan utjuan dan kegiatan kelompok kepada anggota kelompok. Ia tidak mengambil inisiatif apapun dalam kegiatan kelompok, berada di tengah-tengah kelompok tapi tidak berinteraksi dengan mereka.4

Sebagai pemimpin, da’i minimal harus memiliki tiga ciri:

a) Memiliki kecakapan minimal yang diperlukan untuk tekhnis kepemimpinan khasnya.


(9)

b) Memiliki yang secara umum (kecakapan itu) dimiliki orang lain yang bukan pemimpin.

c) Memiliki kecapan sampai pada tingkatan tertentu dalam hal-hal yang berhubungan dengan bidang kepemimpinannya.5

C. LEADERSHIP DALAM DAKWAH

Dakwah adalah pekerjaan mengkomunikasikan pesan Islam keapda manusia secara lebih operasional, dakwah adalah mengajak atau mendorong manusia kepada tujuan yang definitif yang rumusannya bisa diambil dari al-Qur’an-hadits, atau dirumuskan oleh da’i. Sesuai dengan ruang lingkup dakwahnya. Dakwah ditunjukkan kepada manusia, sementara manusia bukan hanya telinga dan mata tetapi makhluk yang biasa menerima dan bisa menolak sesuai dengan persepsinya terhadap dakwah yang diterima.

Sebagai dai (mubaligh) sudah seharusnya memiliki sifat dan kepribadian seperti yang dijelaskan oleh rasul SAW, salah satunya adalah sifat kepemimpinan dalam melakukan aktifitas atau proses dakwah. Sesuai sabda Nabi :

.

هتتييعتري ننعي للؤنسنمي ويههوي ععاريمهايماتلنايف هتتتييعتاريننعي للؤهسنمي منكهللهكهوي ععاريمنكهللهكه

ت

“Masing-masing kamu adalah penggembala, masing-masing kamu bertanggung jawab terhadap yang digembalakanya. Maka, pemimpin adalah penggambala bertanggungjawab atas gembalanya”.


(10)

Mubaligh (komunikator) adalah sebagai pemimpin, sudah barang tentu usahanya tidak hanya terbatas pada usaha menyampaikan pesan (statement of fact) semata-mata, tetapi dia harus juga concern terhadap kelanjutan dari efek komunikasinya terhadap mad’unya, apakah pesan-pesan tersebut sudah cukup membangkitkan rangsangan/dorongan bagi mad’u untuk melakukan usaha tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan, ataukah mad’u tetap pasif mendengar tetapi tidak mau melaksanakan).

Karena komunikasi yang disampaikan itu membuuhkan follow up (suatu hal yang sangat kurang diperhatikan mubaligh), maka setiap mubaligh harus mampu mengidentifisir dirinya sebagai pemimpin dari kelompok (jamaahnya).

Dalam hal kepemimpinan yang harus dimiliki oleh mubaligh, hal-hal dibawah ini merupakan faktor penunjang yang cukup penting untuk diperhatikan, yaitu diantaranya :

1. Kebutuhan terhadap pengetahuan (need for knowledge). 2. Kebutuhan pengembangan diri (need for achievment)

3. Kebutuhan untuk membuktikan (need for improvement) Kehidupan manusia, tidak dapat melpaskan diri dari rangsangan lingkungannya. Apa lagi kehidupan modern dewasa ini memberikan rangsangan (stimulans) yang lebih banyak dan komplex yang dihadapi oleh manusia,s ehingga terkadang setiap manusia selalu dihadapkan kepada berbagai alternatif yang cukup menyulitkan dirinya dalam mengambil keputusan.

Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh mubaligh sebagai pemimpin, maka berdasarkan dasar-dasar yang objektif, muballigh dapat ikut membantu


(11)

mengarahkan bahkan ikut memecahkan persoalan yang dihadapi oleh mad’unya suatu keharusan, suatu a must, khususnya dalam hal berlomba atau bersaing dengan rangsangan-rangsangan lingkungan yang mungkin kurang tepat dengan misi dakwah yang dibawakan oleh muballigh tersebut6

Seorang pemimpin harus mempunyai nilai-nilai kepemimpinan dan kemauan serta keahlian manajemen. Adapun sifat, ciri atau nilai-nilai pribadi yang hendaknya dimiliki oleh pemimpin dakwah itu antara laiin adalah sebagai berikut: Berpandangan jauh kemasa depan, Bersikap dan bertindak bijaksana, Berpengetahuan luas, Bersikap dan bertindak adil, Berpendirian teguh, Mempunyai keyakinan bahwa misinya akan berhasil, Berhati ikhas, Memiliki kondisi fisik yang baik, Mampu berkomunikasi.7

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan dakwah adalah tenaga-tenaga profesional dimana mereka yang mempunyai ciri-ciri atau nilai-nilai pribadi pemimpin dan keahlian kepemimpinan.8

D. TUGAS-TUGAS LEADERSHIP ( PEMIMPIN)

Pemimpin harus menjadi juru bicara (spokesman) kelompoknya. Dalam hal itu seorang pemimpin harus dapat merasakan dan menerangkan kebutuhan kelompok ke dunia luarnya baik mengenai sikap, pengharapan, tujuan, dan kekhawatiran- kekhawatiran kelompok. Untuk dapat menjadi juru bicara

6http://sufijayabooks.blogspot.com/2010/05/peran-leadership-dalam-proses-dakwah.html

7 Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Da’wah Islam, hal. 229-230


(12)

kelompok ia harus dapat menafsirkan sendiri di mana letak kebutuhan kelompok secara tepat.

Tugas pemimpin tersebut memerlukan kecakapan dan sifat tertentu ynag harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kecakapan dan sifat yang harus dimiliki pemimpin dalam semua kelompok tidak bisa dirumuskan secara terperinci, hal ini disebabkan karena sifat pimpinan yang menyebabkan ia dipilih sebagai pemimpin oleh suatu kelompok sangat berhubungan erat dengan tujuan kelompok, jenis-jenis kegiatan yang harus dipimpin, ciri-ciri anggota kelompok, dan kondisi yang terdapat di sekitar anggopta kelompok. Walaupun demikian, terdapat sifat

(kecakapan) yang hendak dimiliki pimpinan secara umum. Menurut pendapat Ralph M. Stogdill, seorang pemimpin harus memiliki beberapa kelebihan:

a) Kapasitas, seperti kecerdasan, kewaspadaan kemampuan berbicara atau verbal facility, kemampuan menilai.

b) Prestasi, seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olahraga, dan lain-lain.

c) Tanggung jawab, seperti mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.

d) Partisipasi, seperti aktif, memiliki sosiabilitas yang tinggi, mampu bergaul, suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, dan punya rasa humor. e) Status yang meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi,


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin H.M. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.

Winardi. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Rineka Apta, 1990. Anogara Pandji. Psikologi Kepemimpinan, Jakarta: PT. Rineka Apta, 1992. Effendi Faizah Muchsin. Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006. Mubarok Achmad. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002. Shaleh Rosyad Abd. Manajemen Da’wah Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1993. Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009.

Sufi Mustabiq Tahif. 2010, Peran Leadership Dalam Proses Dakwah, 28


(1)

Pendekatan ini menyatakan bahwa kepemimpinan itu terjadi bila berbagai macam tugas pekerjaan dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik, serta fungsi atau tugas tersebut dapat pula dilaksanakan oleh si terpimpin dengan jalan kerja sama.

4. Pendekatan bersdasarkan gaya kepemimpinan.

Menurut pendekatan ini, kepemimpinan dapat dibedakan menjadi: a. Gaya authoritarian.

Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara otoriter. Dialah yang memastikan apa yang dilakukan kelompok, anggota kelompok tidak diajak untuk turut memnentukan langkah atau perencanaan kegiatan kelompok. Sikap pemimpin otoriter tidak berinteraksi denngan anggota kelompoknya. Ia hanya saling berhubungan ketika memberikan instruksi mengenai langkah kegiatan yang akan dilakukan kelompok. b. Gaya demokratis.

Pemimpin dalam gaya demokratis mengajak anggota kelompok nuntuk menentukan bersama tujuan kelompok serta perencanaan dengan musyawarah dan mufakat. Pemimpin memberikan saran, penghargaan, dan kritik secara objektif dan positif. Dengan demikian, pemimpinan ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.

c. Gaya bebas.

Pemimpin menjalankan peranan yang pasif, ia menyerahkan segla penentuan utjuan dan kegiatan kelompok kepada anggota kelompok. Ia tidak mengambil inisiatif apapun dalam kegiatan kelompok, berada di tengah-tengah kelompok tapi tidak berinteraksi dengan mereka.4

Sebagai pemimpin, da’i minimal harus memiliki tiga ciri:

a) Memiliki kecakapan minimal yang diperlukan untuk tekhnis kepemimpinan khasnya.


(2)

b) Memiliki yang secara umum (kecakapan itu) dimiliki orang lain yang bukan pemimpin.

c) Memiliki kecapan sampai pada tingkatan tertentu dalam hal-hal yang berhubungan dengan bidang kepemimpinannya.5

C. LEADERSHIP DALAM DAKWAH

Dakwah adalah pekerjaan mengkomunikasikan pesan Islam keapda manusia secara lebih operasional, dakwah adalah mengajak atau mendorong manusia kepada tujuan yang definitif yang rumusannya bisa diambil dari al-Qur’an-hadits, atau dirumuskan oleh da’i. Sesuai dengan ruang lingkup dakwahnya. Dakwah ditunjukkan kepada manusia, sementara manusia bukan hanya telinga dan mata tetapi makhluk yang biasa menerima dan bisa menolak sesuai dengan persepsinya terhadap dakwah yang diterima.

Sebagai dai (mubaligh) sudah seharusnya memiliki sifat dan kepribadian seperti yang dijelaskan oleh rasul SAW, salah satunya adalah sifat kepemimpinan dalam melakukan aktifitas atau proses dakwah. Sesuai sabda Nabi :

.

هتتييعتري ننعي للؤنسنمي ويههوي ععاريمهايماتلنايف هتتتييعتاريننعي للؤهسنمي منكهللهكهوي ععاريمنكهللهكه

ت

“Masing-masing kamu adalah penggembala, masing-masing kamu bertanggung jawab terhadap yang digembalakanya. Maka, pemimpin adalah penggambala bertanggungjawab atas gembalanya”.


(3)

Mubaligh (komunikator) adalah sebagai pemimpin, sudah barang tentu usahanya tidak hanya terbatas pada usaha menyampaikan pesan (statement of fact) semata-mata, tetapi dia harus juga concern terhadap kelanjutan dari efek komunikasinya terhadap mad’unya, apakah pesan-pesan tersebut sudah cukup membangkitkan rangsangan/dorongan bagi mad’u untuk melakukan usaha tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan, ataukah mad’u tetap pasif mendengar tetapi tidak mau melaksanakan).

Karena komunikasi yang disampaikan itu membuuhkan follow up (suatu hal yang sangat kurang diperhatikan mubaligh), maka setiap mubaligh harus mampu mengidentifisir dirinya sebagai pemimpin dari kelompok (jamaahnya).

Dalam hal kepemimpinan yang harus dimiliki oleh mubaligh, hal-hal dibawah ini merupakan faktor penunjang yang cukup penting untuk diperhatikan, yaitu diantaranya :

1. Kebutuhan terhadap pengetahuan (need for knowledge).

2. Kebutuhan pengembangan diri (need for achievment)

3. Kebutuhan untuk membuktikan (need for improvement) Kehidupan manusia, tidak dapat melpaskan diri dari rangsangan lingkungannya. Apa lagi kehidupan modern dewasa ini memberikan rangsangan (stimulans) yang lebih banyak dan komplex yang dihadapi oleh manusia,s ehingga terkadang setiap manusia selalu dihadapkan kepada berbagai alternatif yang cukup menyulitkan dirinya dalam mengambil keputusan.

Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh mubaligh sebagai pemimpin, maka berdasarkan dasar-dasar yang objektif, muballigh dapat ikut membantu


(4)

mengarahkan bahkan ikut memecahkan persoalan yang dihadapi oleh mad’unya suatu keharusan, suatu a must, khususnya dalam hal berlomba atau bersaing dengan rangsangan-rangsangan lingkungan yang mungkin kurang tepat dengan misi dakwah yang dibawakan oleh muballigh tersebut6

Seorang pemimpin harus mempunyai nilai-nilai kepemimpinan dan kemauan serta keahlian manajemen. Adapun sifat, ciri atau nilai-nilai pribadi yang hendaknya dimiliki oleh pemimpin dakwah itu antara laiin adalah sebagai berikut: Berpandangan jauh kemasa depan, Bersikap dan bertindak bijaksana, Berpengetahuan luas, Bersikap dan bertindak adil, Berpendirian teguh, Mempunyai keyakinan bahwa misinya akan berhasil, Berhati ikhas, Memiliki kondisi fisik yang baik, Mampu berkomunikasi.7

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan dakwah adalah tenaga-tenaga profesional dimana mereka yang mempunyai ciri-ciri atau nilai-nilai pribadi pemimpin dan keahlian kepemimpinan.8

D. TUGAS-TUGAS LEADERSHIP ( PEMIMPIN)

Pemimpin harus menjadi juru bicara (spokesman) kelompoknya. Dalam hal itu seorang pemimpin harus dapat merasakan dan menerangkan kebutuhan kelompok ke dunia luarnya baik mengenai sikap, pengharapan, tujuan, dan kekhawatiran- kekhawatiran kelompok. Untuk dapat menjadi juru bicara

6http://sufijayabooks.blogspot.com/2010/05/peran-leadership-dalam-proses-dakwah.html

7 Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Da’wah Islam, hal. 229-230


(5)

kelompok ia harus dapat menafsirkan sendiri di mana letak kebutuhan kelompok secara tepat.

Tugas pemimpin tersebut memerlukan kecakapan dan sifat tertentu ynag harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kecakapan dan sifat yang harus dimiliki pemimpin dalam semua kelompok tidak bisa dirumuskan secara terperinci, hal ini disebabkan karena sifat pimpinan yang menyebabkan ia dipilih sebagai pemimpin oleh suatu kelompok sangat berhubungan erat dengan tujuan kelompok, jenis-jenis kegiatan yang harus dipimpin, ciri-ciri anggota kelompok, dan kondisi yang terdapat di sekitar anggopta kelompok. Walaupun demikian, terdapat sifat

(kecakapan) yang hendak dimiliki pimpinan secara umum. Menurut pendapat Ralph M. Stogdill, seorang pemimpin harus memiliki beberapa kelebihan:

a) Kapasitas, seperti kecerdasan, kewaspadaan kemampuan berbicara atau verbal facility, kemampuan menilai.

b) Prestasi, seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olahraga, dan lain-lain.

c) Tanggung jawab, seperti mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.

d) Partisipasi, seperti aktif, memiliki sosiabilitas yang tinggi, mampu bergaul, suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, dan punya rasa humor.

e) Status yang meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer, tenar.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin H.M. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.

Winardi. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Rineka Apta, 1990.

Anogara Pandji. Psikologi Kepemimpinan, Jakarta: PT. Rineka Apta, 1992.

Effendi Faizah Muchsin. Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006.

Mubarok Achmad. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.

Shaleh Rosyad Abd. Manajemen Da’wah Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1993.

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009.

Sufi Mustabiq Tahif. 2010, Peran Leadership Dalam Proses Dakwah, 28