Buta Warna

BUTA WARNA

NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR
NIP.19700908 200003 2 001

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN....................................................................................................1
DEFINISI.................................................................................................................2
ANATOMI RETINA...............................................................................................2
FOTOKIMIAWI PENGLIHATAN WARNA.........................................................6
ETIOLOGI...............................................................................................................8
KLASIFIKASI.......................................................................................................10
PEMERIKSAAN...................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25


i
Universitas Sumatera Utara

BUTA WARNA

PENDAHULUAN

Salah satu gangguan yang dapat terjadi pada mata adalah buta warna. Buta warna
pada manuasia adalah ketidakmampuan untuk membedakan persepsi beberapa
warna atau semua warna, dimana orang normal mampu membedakannya
(Daniel,2006). Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan
yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata
untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat
bukan warna sesungguhnya.

Buta warna bisa disebabkan karena beberapa faktor genetis maupun faktor lain
seperti karena Shaken Baby Syndrome, cedera atau trauma pada otak dan retina,
maupun pengaruh sinar ultra violet (Ilyas, 2008). Buta warna yang diturunkan
secara genetic dibawa oleh kromosom X pada perempuan, dan diturunkan pada

anak-anaknya.Ketika seseorang mengalami buta warna, mata mereka tidak
mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata berfungsi
dengan normal.Sementara buta warna yang didapat, biasanya terjadi ketika anak
mengalami kerusakan retina atau trauma pada otak yang menyebabkan
pembengkakan di lobus occipital.Kerusakan akibat paparan sinar ultra violet
karena tidak menggunakan pelindung mata secara benar juga menyebabkan buta
warna.Selain itu konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu yang lama
juga bisa menyebabkan buta warna.

1
Universitas Sumatera Utara

DEFINISI

Buta warna pada manusia adalah ketidakmampuan untuk membedakan persepsi
beberapa warna atau semua warna, dimana orang normal mampu membedakannya
(Daniel, 2006). Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan
penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada
retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang
terlihat bukan warna yang sesungguhnya.


Buta warnamerupakan penyakit keturunan yang terekspresipada para pria, tetapi
tidak pada wanita.Wanita secara genetis sebagai carrier.Istilah buta warnaatau
color blind sebetulnya salah pengertiandikarenakan seorang penderita butawarna
tidak buta terhadap seluruh warna, akanlebih tepat bila disebut gejala defisiensi
dayamelihat warna tertentu saja atau color vision deficiency (CVD).

ANATOMI RETINA

Retina adalah lembaran jaringan saraf yang tipis dan semi transparan yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata (Vaughan, 2008).
Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, yang mengandung selsel kerucut, yang berfungsi untuk penglihatan warna, dan sel-sel batang yang
terutama berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih dan penglihatan dalam
gelap (Guyton, 2007).

Retina membentang ke anterior sampai sejauh korpus siliaris dan berakhir pada
ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada
sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada
sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan

sklera (Vaughan, 2008).

2
Universitas Sumatera Utara

Retina terdiri atas dua bagian. Bagian posterior bersifat fotosensitif; bagian
anterior, yang tidak fotosensitif, menyusun lapisan dalam badan siliar dan bagian
posterior iris (Junqueira, 2007).
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membran limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel batang dan kerucut
10. Epitel pigmen retina. Lapisan dalam membran Bruch sebenarnya merupakan
membran basalis epitel pigmen retina (Vaughan, 2008).

Retina mempunyai tebal 0,1mm pada ora serrata dan 0,56mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,56mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabangcabang pembuluh darah retina temporal. Daerah ini diterapkan oleh ahli anatomi
sebagai area sentralis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang
ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara
anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung
pigmen luteal kuning-xantofil (Vaughan, 2008). Bagian tengah sebesar 1,5 mm
dari makula ditempati oleh fovea (atau fovea sentralis), yang berkomposisi
fotoreseptor, dikhususkan untuk ketajaman penglihatan yang tinggi dan
penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat area tanpa pembuluh darah yang
dikenal sebagai foveal avascular zone (FAZ). Secara histologis, fovea ditandai

3
Universitas Sumatera Utara

dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim
lain karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serabut Henle) berjalan oblik

dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas
secara sentrifugal. Di bagian tengah fovea, 4 mm lateral diskus optikus, terdapat
foveola dengan diameter 0,25 mm dan merupakan bagian paling tipis dari retina,
dan hanya mengandung fotoreseptor sel kerucut (Vaughan, 2008).

Sel batang dan kerucut, yang diberi nama sesuai bentuknya, adalah neuron yang
terpolarisasi; pada satu kutub terdapat satu dendrit fotosensitif, dan pada kutub
yang lain terdapat sinaps dengan sel lapisan bipolar. Sel batang dan kerucut dapat
dibagi menjadi segmen luar dan segmen dalam, daerah inti, dan daerah sinaps
(Junqueira, 2007). Fotokimiawi yang peka cahaya ditemukan pada segmen luar.
Dalam sel batang terdapat rodopsin, dan dalam sel kerucut terdapat satu dari
ketiga fotokimiawi “warna”, biasanya disebut pigmen warna sederhana, yang
fungsinya hampir sama persis dengan rodopsin kecuali adanya perbedaan dalam
kepekaan terhadap spektrum cahaya (Guyton, 2007).

Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di luar
membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina; serta cabang-cabang dari arteria retinasentralis, yang mendarahi dua pertiga
dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap

kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah
retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar
darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darahretina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina (Vaughan, 2008).

4
Universitas Sumatera Utara

Gambar Anatomi retina

5
Universitas Sumatera Utara

FOTOKIMIAWI PENGLIHATAN WARNA

Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Pigmenpigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu
cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang
tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang
dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda
yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang
lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang

dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi
pengaktifan sel-sel tersebut.

Baik sel batang maupun kerucut mengandung bahan kimia yang akan terurai bila
terpajan cahaya, dan dalam prosesnya, akan merangsang serabut-serabut saraf
yang berasal dari mata. Bahan kimia peka cahaya di dalam sel batang disebut
rodopsin; bahan kimia peka cahaya di dalam sel kerucut, disebut pigmen kerucut,
atau pigmen warna, memiliki komposisi sedikit berbeda dari rodopsin.
Perbedaannya hanya terletak pada bagian protein, atau opsin-yang disebut

6
Universitas Sumatera Utara

fotopsin dalam sel kerucut-sedikit berbeda dengan skotopsin dalam sel batang.
Bagian retinal semua pigmen visual yang ada dalam sel kerucut sama persis
dengan sel batang. Berdasarkan hal tersebut, pigmen peka terhadap warna dari sel
kerucut merupakan kombinasi antara retinal dan fotopsin(Guyton, 2007).

Pada sel kerucut, hanya satu dari tiga jenis pigmen warna yang berbeda, sehingga
menyebabkan sel kerucut mempunyai kepekaan yang selektif terhadap berbagai

warna seperti warna biru, hijau, dan merah. Masing-masing pigmen warna ini
disebut pigmen peka warna biru, pigmen peka warna hijau, dan pigmen peka
warna merah. Sifat absorbsi dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam
kerucut itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi adalah pada panjang gelombang
cahaya, berturut-turut sebesar 445, 535, dan 570 nanometer. Panjang gelombang
ini juga merupakan panjang gelombang untuk puncak sensitivitas cahaya untuk
setiap tipe sel kerucut, yang dapat mulai digunakan untuk menjelaskan bagaimana
retina dapat membedakan warna (Guyton, 2007).

Untuk melihat warna, manusia harus memiliki sedikitnya dua kelas spektrum
berbeda dari sel kerucut. Pada mata manusia normal, ada tiga tipe sel kerucut
dimana ketiganya merupakan tiga sistem cone-opsin. Tiga sistem cone-opsin
tersebut adalah sel kerucut short-wavelength-sensitive (S), middle-wavelengthsensitive (M), dan long-wavelength-sensitive (L)(Gupta et al, 2011). Ketiga
macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari ungu
sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut tersebut
harus bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak
ada, maka terjadi buta warna.

7
Universitas Sumatera Utara


ETIOLOGI

Buta warna adalah kondisi yang seringkali diturunkan secara genetik, tetapi dapat
juga didapat karena disebabkan oleh kerusakan pada mata, nervus, atau otak. Buta
warna yang diturunkan secara genetik dibawa oleh kromosom X pada perempuan,
dan diturunkan pada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami buta warna,
mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan
untuk mata berfungsi dengan normal. Cacat mata ini merupakan kelainan genetik
yang diturunkan oleh ayah atau ibu.

Buta warna karena yang diturunkan dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta
warna total), dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus
trikromasi (tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua
jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi,
khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya,
penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun
dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda.
Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia
juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna.


Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Buta warna
hampir tidak pernah terjadi pada perempuan karena setidaknya satu dari dua
kromosom X akan hampir selalu memiliki gen normal untuk setiap jenis sel
kerucut (Shah et al, 2013). Karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X,
gen yang hilang dapat menyebabkan buta warna. Karena kromosom X pada lakilaki selalu diturunkan dari ibu, dan tidak pernah dari ayahnya, buta warna
diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya, dan ibu tersebut dikatakan sebagai
carrier buta warna; keadaan tersebut terjadi pada sekitar 8% dari seluruh
perempuan (Guyton, 2007). Menurut salah satu riset, 5-8% pria dan 0,5% wanita
dilahirkan buta warna dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi,
protanopia, dan deuteranopia.

8
Universitas Sumatera Utara

Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW
(Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1
Middle Wave)yang menyandi pigmen hijau (Deeb, S.S., & Motulsky, A.G., 2011).

Sementara, buta warna yang didapat, dapat terjadi pada :
1. Trauma. Kecelakaan atau pukulan yang menyebabkan kerusakan pada mata
dapat menyebabkan buta warna.
2. Obat. Beberapa antibiotik (obat-obat anti TBC),barbiturat, obat-obat
hipertensi.
3. Toksin industri. Bahan-bahan kimia dengan kadar tinggi dapat menyebabkan
buta warna, seperti karbon monoksida, karbon disulfida.
4. Umur. Pada umur di atas 60 tahun dapat terjadi perubahan dalam kapasitas
pengelihatan warna.

Buta warna yang di dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik,
sedang pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan
kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah
dan hijau (Ilyas, 2008). Buta warna yang didapat bisa karena pengaruh dari
kerusakan daerah otak bagian atas (cranial) karena daerah otak bagian atas
memiliki peran dalam identifikasi warna yang meliputi “parvocellular pathway”
dari nuklei lateral geniculate dari talamus, visual area V4 dari korteks
penglihatan. Buta warna yang didapat tidak sama dengan buta warna karena
pengaruh genetik, misalnya, sangat mungkin mengalami buta warna pada satu
porsi dari daerah penglihatan warna namun daerah lainnya berfungsi normal.
Penurunan penglihatan warna merupakan indikator sensitif untuk beberapa bentuk
dari kelainan makula yang didapat atau penyakit saraf, seperti pada optik neuritis
atau tekanan saraf optik oleh karena adanya massa, kelainan penglihatan warna
lebih awal muncul dibanding penurunan tajam penglihatan.

9
Universitas Sumatera Utara

KLASIFIKASI
Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat
disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa dan
merupakan

defisit

penglihatan

warna

yang

sering

dijumpai.Anomalous

trichromacy terdiri dari protanomaly (1% laki-laki dan 0.01% wanita), penderita
kurang sensitive terhadap warna merah,deuteranomaly (lebih umum pada 6%
laki-laki, 0.4% wanita) penderita lemah terhadap warna hijau, warna hijau tua
diasumsikan sebagai warna hitam, dan tritanomaly (kejadiannya jarang pada lakilaki dan wanita). Padaanomalous trichromacy, penderitamemiliki tiga sel kerucut
yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu
dari tiga sel reseptor warna tersebut.Pasien buta warna dapat melihat berbagai
warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda daripada normal. Kelainan yang
paling sering ditemukan adalah:
a. Trichromat anomaly, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment
(blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spektrum merah. Pasien
mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal,
kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen
kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada
anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.
b. Deutronomaly, disebabkan oleh kelainan bentuk middle-wavelenght (green)
pigment dimana ditemukan cacat pada pigmen hijau sehingga diperlukan
lebih banyak pigmen hijau.
c. Protanomalyadalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan
terhadap long-wavelenght (red) pigment, sehingga menyebabkan rendahnya
sensitifitas terhadap warna merah yang mengakibatkan penderita protanomaly
tidak akan mempu membedakan warna merah dan melihat campuran warna
merah yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami
penglihatan yang buram terhadap spektrum warna merah. Hal ini
mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam.

10
Universitas Sumatera Utara

Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak
ada atau tidak berfungsi.Akibat dari disfungsi salah satu pigmen pada sel kerucut,
seseorang yang menderita dichromacyakan mengalami gangguan penglihatan
terhadap

warna-warna

tertentu.Dichromacy

dibagi

menjadi

tiga

bagian

berdasarkan pigmen yang rusak:
a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak
adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan
terhadap warna merah tidak ada. Nuetral point berada pada panjang
gelombang 492nm (titik dimana penderita tidak bisa membedakan warna ini
dengan warna putih). Penderita hanya melihat satu warna yang mendekati
warna kuning. Oranye yang merupakan gabungan warna primer merah dan
kuning hanya terlihat kuning oleh penderita. Warna merah dibingungkan
dengan warna hitam atau abu-abu tua. Bunga warna merah muda yang
merupakan kombinasi warna merah dan biru, terlihat hanya berwarna biru
oleh penderita, demikian halnya dengan warna sekunder lain seperti ungu
yang merupakan gabungan warna primer merah dan biru, hanya terlihat biru
oleh penderita dan lampu lalu lintas yang berwarna merah dilihat padam oleh
penderita, dan warna biru-hijau terlihat abu-abu oleh penderita. Dichromacy
tipe ini terjadi pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering
ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal
dengan buta warna merah-hijau.
b. Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan
tidak adanya photoreceptor retina hijau. Kekurangan sensitivitas sel kerucut
terhadap gelombang medium (medium wavelength/M-cones) ini juga dikenal
sebagi Daltonism. Kelainannya menyerupai pada protanopia. Neutal point
berada pada 498nm, sehingga warna yang memiliki panjang gelombang
besar, lebih sulit dibedakan dengan warnaputih. Warna hijau, kuning dan
merah sulit dinilai karena dilihat sama menyerupai warna merah, warna hijau
gelap dilihat hitam, sedangkan warna violet, ungu dan biru terlihat sama oleh
penderita. Warna hijau terlihat abu-abu oleh penderita. Pada defek

11
Universitas Sumatera Utara

penglihatan warna ini, intensitas cahayanya tidak mengalami perubahan. Hal
ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan
hijau (red-green hue discrimination).
c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki shortwavelength cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan dalam
membedakan warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tampak.
Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe
dichromacy yang sangat jarang dijumpai(kurang dari 1% laki-laki) (Shah et
al, 2013).

Monochromacy
Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya
memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien
hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang).Pada
monokromat kerucut, penderita hanya dapat membedakan warna dalam arti
intensitasnya saja dan biasanya tajam penglihatannya 6/30. Pada orang dengan
buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan
bersifat autosomal resesif. Terdapat dua bentuk monokromatisme, walaupun
penderitanya tidak memiliki diskriminasi warna sama sekali dengan kata lain
hanya mampu membedakan tingkat kecerahan, akantetapi adalah dua entitas yang
berbeda, yaitu:
a. Rod monochromacy (Monokromatisme batang) atau disebut juga suatu
akromatopsia di mana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan
keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia,
skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat
gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat
buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat
adanya makula dengan pigmen abnormal.
b. Cone monochromacy(Monokromatisme kerucut), di mana terdapat hanya
sedikit cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak nistagmus.

12
Universitas Sumatera Utara

PEMERIKSAAN

Tes buta warna adalah suatu tes yangdigunakan untuk mengetahui apakah
seseorangmengalami buta warna atau tidak.Hasil dari tesbuta warna ada tiga
macam yaitu buta warna total,buta warna sebagian (parsial) dan normal.Hasiltes
buta warna sangat penting, terutama untukmelanjutkan pendidikan dan bekerja di
bidang-bidangtertentu seperti teknik elektro, teknik informatika, desain danlainlain.Salah satu metode tes buta warna yaitu uji Ishihara.Uji Ishihara merupakan
uji untuk mengetahui adanya defek pengelihatan warna, didasarkan pada
menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna
(Ilyas, 2008).Menurut Guyton (2007) Metode Ishihara adalah suatu metode yang
dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna
didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik.Kartu ini disusun dengan
menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.

Metode Ishihara ini dikembangkan menjadi Tes Buta Warna Ishihara oleh Dr.
Shinobu Ishihara.Tes ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1917 di Jepang
dan terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang.Tes buta warna Ishihara
terdiri darilembaran yang didalamnya terdapat titik-titikdengan berbagai warna
dan ukuran.Titikberwarna tersebut disusun sehingga membentuklingkaran. Warna
titik itu dibuat sedemikianrupa sehingga orang buta warna tidak akanmelihat
perbedaan

warna

seperti

yang

dilihat

orang

normal

(pseudo-

isochromaticism).Dalam tes buta warna Ishihara inidigunakan 38 plate atau
lembar gambar, dimana gambar-gambar tersebut memiliki urutan1 sampai
38.Plate 1-25 merupakan plate dengan gambar angka (numeral) yang sebaiknya
dijawab dalam waktu tidak lebih dari 3 detik.Jika anak tidak mampu membaca
angka, dapat digunakan plate 26-38, dimana anak diminta untuk menghubungkan
garis yang harus diselesaikan dalam waktu 10 detik.

13
Universitas Sumatera Utara

Ishihara 38 Plate

Plate 1

Plate 2

Plate 3

Plate 4



Semua akan melihat angka 12



Normal : angka 8



Defisiensi merah-hijau : angka 3



Normal : angka 6



Defisiensi merah-hijau : angka 5



Normal : angka 29



Defisiensi merah-hijau : angka
70

14
Universitas Sumatera Utara

Plate 5



Normal : angka 57



Defisiensi merah-hijau : angka
35

Plate 6

Plate 7

Plate 8



Normal : angka 5



Defisiensi merah-hijau : angka 2



Normal : angka 3



Defisiensi merah-hijau : angka 5



Normal : angka 15



Defisiensi merah-hijau : angka
17

15
Universitas Sumatera Utara

Plate 9



Normal : angka 74



Defisiensi merah-hijau : angka
21



Normal : angka 2



Defisiensi merah-hijau :
kebanyakan orang buta warna

Plate 10

tidak melihat apa-apa atau tidak
dapat melihat angka dengan
jelas



Normal : angka 6



Defisiensi merah-hijau :
kebanyakan orang buta warna

Plate 11

tidak melihat apa-apa atau tidak
dapat melihat angka dengan
jelas

Plate 12



Normal : angka 97



Defisiensi merah-hijau :
kebanyakan orang buta warna
tidak melihat apa-apa atau tidak
dapat melihat angka dengan
jelas

16
Universitas Sumatera Utara



Normal : angka 45



Defisiensi merah-hijau :
kebanyakan orang buta warna

Plate 13

tidak melihat apa-apa atau tidak
dapat melihat angka dengan
jelas


Normal : angka 5



Defisiensi merah-hijau :
kebanyakan orang buta warna

Plate 14

tidak melihat apa-apa atau tidak
dapat melihat angka dengan
jelas


Normal : angka 7



Defisiensi merah-hijau :
kebanyakan orang buta warna

Plate 15

tidak melihat apa-apa atau tidak
dapat melihat angka dengan
jelas

Plate 16



Normal : angka 16



Defisiensi merah-hijau :
kebanyakan orang buta warna
tidak melihat apa-apa atau tidak
dapat melihat angka dengan
jelas

17
Universitas Sumatera Utara



Normal : angka 73



Defisiensi merah-hijau :
kebanyakan orang buta warna

Plate 17

tidak melihat apa-apa atau tidak
dapat melihat angka dengan
jelas


Plate 18

apa-apa


Defisiensi merah-hijau : angka 5



Normal : tidak melihat angka

Plate 19

Plate 20

Normal : tidak melihat angka

apa-apa


Defisiensi merah-hijau : angka 2



Normal : tidak melihat angka
apa-apa



Defisiensi merah-hijau : angka
45

18
Universitas Sumatera Utara


Plate 21

Normal : tidak melihat angka apaapa



Defisiensi merah-hijau : angka 73



Normal : angka 26



Protanopia atau protanomaly :
angka 6 atau angka 6 dan samar-

Plate 22

samar angka 2


Deuteranopia atau deuteranomaly
: angka 2 atau angka 2 dan samarsamar angka 6



Normal : angka 42



Protanopia atau protanomaly :
angka 2 atau angka 2 dan samar-

Plate 23

samar angka 4


Deuteranopia atau deuteranomaly
: angka 4 atau angka 4 dan samarsamar angka 2



Normal : angka 35



Protanopia atau protanomaly :
angka 5 atau angka 5 dan samar-

Plate 24

samar angka 3


Deuteranopia atau deuteranomaly
: angka 3 atau angka 3 dan samarsamar angka 5

19
Universitas Sumatera Utara



Normal : angka 96



Protanopia atau protanomaly :
angka 6 atau angka 6 dan samar-

Plate 25

samar angka 9


Deuteranopia atau deuteranomaly
: angka 9 atau angka 9 dan samarsamar angka 6



Normal : titik merah dan ungu



Protanopia atau protanomaly :

Plate 26

hanya garis ungu


Deuteranopia atau deuteranomaly
: hanya garis merah



Normal : titik merah dan ungu



Protanopia atau protanomaly :

Plate 27

hanya garis ungu


Deuteranopia atau deuteranomaly
: hanya garis merah


Plate 28

Normal : tidak melihat angka apaapa



Defisiensi merah-hijau : garis

20
Universitas Sumatera Utara


Plate 29

Plate 30

Normal : tidak melihat angka apaapa



Defisiensi merah-hijau : garis



Normal : garis biru-hijau



Defisiensi merah-hijau : tidak
melihat gambar apa-apa

Plate 31



Normal : garis biru-hijau



Defisiensi merah-hijau : tidak
melihat gambar apa-apa

Plate 32



Normal : garis oranye



Defisiensi merah-hijau : tidak
melihat gambar apa-apa atau
melihat garis yang salah

21
Universitas Sumatera Utara

Plate 33



Normal : garis oranye



Defisiensi merah-hijau : tidak
melihat gambar apa-apa atau
melihat garis yang salah


Plate 34

Normal : garis biru-hijau dan
kuning-hijau



Defisiensi merah-hijau : hanya
garis merah-hijau dan violet


Plate 35

Normal : garis biru-hijau dan
kuning-hijau



Defisiensi merah-hijau : hanya
garis biru-hijau dan violet

Plate 36



Normal : garis violet dan oranye



Defisiensi merah-hijau : hanya
garis biru-hijau dan violet

22
Universitas Sumatera Utara

Plate 37



Normal : garis violet dan oranye



Defisiensi merah-hijau : hanya
garis biru-hijau dan violet



Plate 38

Semuanya melihat garis yang
sama

Pengambilan Kesimpulan Tes Buta Warna
Nomor
Kesimpulan Tes
Pengambilan Kesimpulan
1.
Buta Warna Total
a. Jika plate 1 sampai plate 11 hanya
terlihat angka pada plate 1
2.

Buta Warna Parsial

a. Jika plate 1 benar, plate 2 sampai
plate 16 ada salah lebih dari 3 atau
b. Jika plate 1 benar, plate 22 sampai
plate 25 jawaban hanya benar pada
salah satu plate atau
c. Jika plate 1 benar,plate 18 sampai
plate 21 terlihat angka

3.

Normal

a. Jika plate 1 sampai plate 17 benar,
atau plate 1 harus benar dan lebih
dari 13 plate dijawab benar
b. plate 22 sampai plate 24 benar atau
2 plate benar

23
Universitas Sumatera Utara

Buku Ishihara dapat mendiagnosa defek penglihatan warna dengan klasifikasi
red-green deficiency, buta warna total, protanopia atau strong protanomaly,
protanomaly, deuteranopia atau strong deuteranomaly, dan deuteranomaly.
Kelainan tritanomaly tidak dapat dilihat disini. Tes Ishihara digunakan untuk
mendiagnosis defek penglihatan warna kongenital, untuk mengetahui penyebab
yang didapat (saraf, kelainan makula, trauma kranial) perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut (Vaughan, 2008).

.

24
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, S., Mulia, T. & Sidik, M., 2012. Instrumen Pengujian Buta Warna
Otomatis. Jurnal Ilmiah Elite Elektro 3(1):15-22.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional.
Botts, P., 2010.Color Blindness.School of Earth and Environment.
Daniel, 2006.Color Blind Essentials.
Dargahi, H., Einollahi, N. & Dashti, N., 2009. Color Blindness Defect and
Medical Laboratory Technologists: Unnoticed Problems and the Care for
Screening.ActaMedicaIranica 48(3): 172-177.
Deeb, S.S., & Motulsky, A.G., 2011. Red-Green Color Vision Defects.
Gupta, A., Laxmi, G., Nittala, M.G. &Raman, R., 2011. Structural and Functional
Correlates in Color Vision Deficiency. Eye (25): 909-917.
Gupta, M., Gupta, B.P., Chauhan, A & Bhardwaj, A., 2009. Ocular Morbidity
Prevalence among School Children in Shimla, Himachal, North India. Indian
J Ophthalmol 57(2): 133-138.
Guyton, A.C & Hall, J.E. 2007.Buku Ajar FisiologiKedokteran.Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Handayani, E., 2011. GambaranPengetahuanMahasiswa/iStambuk 2008-2010 FK
USU mengenaiButaWarna. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Heidary, F. &Gharebaghi, R., 2013.A Modified Pseudoisochromatic Ishihara
Colour Vision Test Based on Eastern Arabic Numerals. MEHDI Ophthalmol
2(3): 83-85.
Ilyas, S., 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Junqueira, L.C. &Carneiro, J., 2007.Histologi Dasar :teksdan atlas. Edisi

25
Universitas Sumatera Utara

10.Jakarta: EGC.
Kolb, H., 2012. Simple Anatomy of the Retina.Moran Eye Institue, University of
Utah School of Medicine, Salt Lake City.
Niroula, D.R. & Saha, C.G., 2010. The Incidence of Color Blindness among Some
School Children of Pokhara, Western Nepal. Nepal Med Coll J 12(1): 48-50.
Randolph, S.A., 2013. Color Vision Deficiency. Workplace Health Saf 61(6): 280.
Shah, A., Hussain, R., Fareed, M. &Afzal, M., 2013. Prevalence of Red-Green
Color Vision Defects among Muslim Males and Females of Manipur, India.
Iranian J Publ Health 42(1): 16-24.
Simunovic, M.P., 2010. Color Vision Deficiency. Eye (24): 747-755
Situmorang,

A.M.,

2010.

PrevalensiButaWarnapadaSiswa-Siswi

SMA

di

Kecamatan Medan Helvetia. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Vaughan, G.D. & Asbury, T., 2008.General Ophthalmology.17th Edition. USA:
McGraw-Hill Companies.
Widianingsih, R., Kridalaksana, A.H. & Hakim, A.R., 2010. Aplikasi Tes Buta
Warna dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer. Jurnal Informatika
Mulawarman (5): 36-41.
Wolters Kluwer Health, 2014. Study reveals that color vision abnormalities
increasewith age.

26
Universitas Sumatera Utara