163
Sejarah Indonesia
kembali oleh Indonesia dan Belanda. Pihak Belanda mengusulkan agar diadakan perundingan ditempat yang netral. Atas jasa Amerika Serikat,
maka digunakannya kapal yang mengangkut tentaranya, dengan nama USS Renville didatangkan ke teluk Jakarta dari Jepang. Tentang perjanjian Renville
ini akan dibahas lebih lanjut dibagian berikutnya.
d. Konferensi Malino
Dalam situasi politik yang tidak menentu di Indonesia, Belanda melakukan tekan politik dan militer di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan
menyelenggarakan Konferensi Malino, yang bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris
dan Australia kepada Belanda. Disamping itu, di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan minoritas. Konferensi Malino
diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Diharapkan daerah-daerah ini akan mendukung
Belanda dalam pembentukan negara federasi. Di samping itu, Belanda juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan demikian kadar
permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Namun usaha- usaha diplomasi terus dilakukan. Sebagai contoh tanggal 14 Oktober 1946
tercapai persetujuan gencatan senjata. Usaha-usaha perundingan pun terus diupayakan.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995.
Gambar 6.13 Schermerhom dan Syahrir sedang memaraf naskah Persetujuan Linggarjati.
164
Kelas XI SMAMASMKMAK Semester 2
Setelah perjanjian Linggarjati Van Mook mengambil inisiatif untuk mendirikan pemerintahan federal sementara sebagai pengganti Hindia Belanda. Tindakan
Van Mook itu menimbulkan kegelisahan di kalangan negara-negara bagian yang tidak terwakili dalam susunan pemerintahan. Pada kenyataannya
pemerintah federal yang didirikan Van Mook itu tidak beda pemerintah Hindia Belanda. Untuk itulah negara-negara federal mengadakan rapat di
Bandung pada Mei – Juli 1948. Konferensi Bandung itu dihadiri oleh empat negara federal yang sudah terbentuk yaitu Negara Indonesia Timur, Negara
Sumatera Timur, Negara Pasundan, dan Negara Madura. Juga dihadiri oleh daerah-daerah otonom seperti, Bangka, Banjar, Dayak Besar, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, dan Jawa Tengah. Sebagai ketua adalah Mr. T. Bahriun dari Negara Sumatera Timur.
Rapat itu diberi nama Bijeenkomst voor federal Overleg BFO, yaitu suatu pertemuan untuk Musyawarah Federal. Pengambil inisiatif BFO itu adalah
Ida Agung Gde Agung, seorang perdana menteri Negara Indonesia Timur. juga R.T. Adil Puradiredja, seorang perdana menteri Negara Pasunan. BFO itu
dimaksudkan untuk mencari solusi dari situasi politik yang genting akibat dari perkembangan politik antara Belanda dan RI yang juga berpengaruh pada
perkembangan negara-negara bagian. Pertemuan Bandung juga dirancang untuk menjadikan pemerintahan peralihan yang lebih baik daripada
pemerintahan Federal Sementara buatan Van Mook. kamu dapat membaca lebih lanjut tentang peran BFO dalam perjuangan diplomasi pada buku Taufik
Abdullah dan A.B.Lapian ed atau buku-buku yang lain.
2. Agresi Militer Belanda I