Study Invasive Alien Insects and Plants Species in Indonesia

KAJIAN SPESIES SERANGGA DAN TUMBUHAN
ASING INVASIF DI WILAYAH PEMERIKSAAN
KARANTINA PERTANIAN DI JAKARTA

RAHMA SUSILA HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Spesies Serangga dan
Tumbuhan Asing Invasif di Wilayah Pemeriksaan Karantina Pertanian di Jakarta”
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Rahma Susila Handayani
NIM A352100144

RINGKASAN
RAHMA SUSILA HANDAYANI. Kajian Spesies Serangga dan Tumbuhan
Asing Invasif di Wilayah Pemeriksaan Karantina Pertanian di Jakarta. Dibimbing
oleh PUDJIANTO dan SRI SUDARMIYATI TJITROSOEDIRDJO.
Badan Karantina Pertanian (BARANTAN) sedang mengembangkan tugas
untuk mencegah masuk dan menyebarnya spesies asing invasif di Indonesia.
Penelitian ini menganalisis spesies asing invasif yang menjadi Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK), pemasukannya secara sengaja melalui
impor, dan pemasukan secara tidak sengaja melalui kontaminasi produk tumbuhan
impor. Hal ini dilakukan untuk menginventaris serangga dan tumbuhan yang
menjadi OPTK dan kontaminan, serta tumbuhan impor yang menjadi spesies
asing invasif, selanjutnya dipelajari potensi invasif serta keberadaannya di
Indonesia.
Penelitian ini difokuskan pada spesies serangga dan tumbuhan. Data

diperoleh dari inventarisasi daftar OPTK, pengambilan contoh produk pertanian
dan kehutanan impor seperti benih atau selain benih untuk diidentifikasi spesies
kontaminannya, hasil intersepsi BARANTAN tahun 2010-2011, koleksi intersepsi
pada Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok dan Soekarno Hatta,
survei tanaman ke nursery di Jabodetabek dan Karawang. Sebagai tambahan
adalah data impor BARANTAN tahun 2010-2011 berupa spesies benih, tanaman
hidup, dan biji bukan benih yang berpotensi tumbuh. Seluruh hasil inventarisasi
disandingkan dengan daftar spesies serangga dan tumbuhan invasif pada Global
Invasive Species Database (GISD). Spesies yang sama adalah spesies invasif yang
kemudian dikaji mengenai bioekologi, sejarah invasi, dan dampaknya. Spesies
yang tidak terdaftar di dalam GISD dilakukan pencarian informasi tentang potensi
invasifnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies asing invasif yang merupakan
target OPTK ada 12 spesies serangga dan 3 spesies gulma. Pemasukan spesies
asing invasif melalui kontaminasi produk impor ada 5 spesies serangga dan 37
spesies tumbuhan. Agrilus sulcicollis dan Megacyllene robiniae merupakan
serangga invasif yang belum terdapat di Indonesia dan tidak termasuk di dalam
daftar OPTK maupun GISD. Ada 5 spesies tumbuhan invasif yang sebelumnya
tidak dilaporkan di Indonesia yaitu Cirsium vulgare, Cirsium arvense (OPTK
kategori A1) Centaurea melitensis, Lepidium virginicum, dan Melilotus albus.

Spesies tumbuhan yang diimpor dan dari hasil survei menunjukkan terdapat 18
spesies tumbuhan berpotensi invasif. Satu dari 18 spesies tersebut memiliki
kesamaan nama spesies OPTK kategori A2 (Asystasia gangetica subsp.
micrantha). Spesies-spesies yang diketahui belum ada di Indonesia dari hasil
penelitian ini, dapat menjadi informasi sebagai bahan penetapan target
pemantauan, target IAS, dan revisi daftar OPTK. Pengelolaan spesies invasif di
pre-border perlu ditingkatkan dengan membuat target pemeriksaan spesies
invasif, peningkatan kemampuan identifikasi, peningkatan standar penerimaan
terhadap kualitas impor, dan penerapan standar Sanitary and Phytosanitary
Measures yang sebaik-baiknya.
Kata kunci: serangga, tumbuhan, asing, invasif, dan karantina

SUMMARY
RAHMA SUSILA HANDAYANI. Study Invasive Alien Insects and Plants
Species in Indonesia. Supervised by PUDJIANTO and SRI SUDARMIYATI
TJITROSOEDIRDJO.
Agricultural Quarantine Agency (AQA) is developing a duty to prevent the
entry and spread of invasive alien species in Indonesia. This study was conducted
to analyze the potency of alien species listed in quarantine pests, introduction
intentionally through import, and introduction unintentionally through

contamination of imports plant products to become invasive and quarantine pest,
its revenue through import intentionally, and unintentionally income through
contamination of plant products imports. This is done to make an inventory of
invasive alien species, to know the character of invasive and existence in
Indonesia.
This study has focus on the species of insects and plants. Data were
obtained from the inventory insects and plants listed as quarantine pests, sampling
of imported agricultural and forestry products such as seed or non-seed to detect
and identify contaminant species, the results AQA interception in 2010-2011,
collection of interception at Agricultural Quarantine of Tanjung Priok Sea Port
and Soekarno Hatta Air Port, as well as survey of plants to the nursery in
Jabodetabek and Karawang. In addition, the data of imported living plants, seeds
and non-seeds in 2010-2011 BARANTAN were also analyzed. All data were
compared to the list of invasive species in Global Invasive Species Database
(GISD). The dentified that were listed in GISD were classified as invasive
species, and then were studied their bioecology, historical invasion, and impact.
Species that are not included in the list of GISD performed invasive potential of
information retrieval.
The results showed that 12 species of insects and 3 species of weeds listed
in the quarantine pests could be classified as invasive species. Five species as

contaminants of imported products were invasive insect species and 37 were
found plants. The invasive insects Agrilus sulcicollis and Megacyllene robiniae
not exist in Indonesia and are not listed in the quarantine pests and GISD. Five of
invasive plants which are not exist in Indonesia were Cirsium vulgare,
Cirsium arvense (quarantine pest A1 category), Centaurea melitensis,
Lepidium virginicum, and Melilotus albus. Introduction invasive alien plants were
imported and the results of survey there are 18 invasive plants species of GISD.
One of 18 plants species is known as quarantine pest A2 category (Asystasia
gangetica subsp. micrantha). The invasive alien species that do not exist in
Indonesia can be used as target material monitoring and revision is a list
quarantine pest. Management of invasive species in the pre-border needs to be
improved by making the target invasive species inspection, increased expertise of
identification, improvement of the quality standards of imported products, and the
acceptance of the application of Sanitary and Phytosanitary Measures as well as.
Key Words: insects, plants, alien, invasive, and quarantine.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN SPESIES SERANGGA DAN TUMBUHAN
ASING INVASIF DI WILAYAH PEMERIKSAAN
KARANTINA PERTANIAN DI JAKARTA

RAHMA SUSILA HANDAYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tesis:

Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc.

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Marimin, MS
Dr Ir Naresworo Nugroho, MS

Judul Tesis : Kajian Spesies Serangga dan Tumbuhan Asing Invasif di Wilayah
Pemeriksaan Karantina Pertanian di Jakarta
Nama
: Rahma Susila Handayani
NIM
: A352100144
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudjianto, MSi

Ketua

Dr Sri Sudarmiyati T., MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
24 Februari 2014

Tanggal Lulus:


Judul Tesis : Kajian Spesies Serangga dan Tumbuhan Asing Invasif di Wilayah
Pemeriksaan Karantina Pertanian di Jakarta
: Rahma Susila Handayani
Nama
: A352100144
NIM

Disetujui o1eh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudjianto, MSi
Ketua

Dr Sri Sudarmiyati T., MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Tangga1 Ujian:
24 Februari 2014

Tanggal Lulus:

2 8 FEB 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
di Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta, Laboratorium Balai Besar
Karantina Pertanian Tanjung Priok, Jl. Sambu, No. 9, Baranangsiang, Bogor dan
Laboratorium Herbarium-SEAMEO BIOTROP. Adapun tema dari penelitian ini
yaitu pembelajaran spesies serangga dan tumbuhan asing invasif diharapkan dapat

memberi sumbangsih bagi kegiatan perlindungan pertanian di Indonesia secara
umum. Sumber dana penelitian dan pendidikan pascasarjana penulis ini berasal
dari Anggaran DIPA tahun 2010 Badan Karantina Pertanian-Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Dr Ir Pudjianto,
MSi dan Dr Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo, MSc atas kesabarannya dalam
membimbing penulis hingga selesainya tesis ini. Ungkapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada Ibu dan Bapak tercinta serta Kakak dan Adik yang selalu
memberikan motivasi serta semangat saat melakukan penelitian. Selain itu penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di Wilayah Kerja Karantina
Pertanian Kantor Pos Bogor, Ibu Trisnasari, Bapak Hermawan, Bapak Iman
suryaman, Bagus Seta Chandra W., Epriyanto serta rekan-rekan lainnya yang
telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
Penulis berharap, semoga tesis ini bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Februari 2014

Rahma Susila Handayani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Spesies Asing Invasif (IAS)
Karantina Pertanian di Indonesia

4
4
8

3 METODE
Tempat dan Waktu
Bahan
Alat
Metode Pelaksanaan

10
10
10
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelompok Serangga
Kajian Spesies Serangga Asing Invasif yang Terdaftar sebagai
OPTK Indonesia
Kajian Spesies Serangga Kontaminan yang Berpotensi Invasif di
Indonesia
Kelompok Tumbuhan
Kajian Spesies Tumbuhan Asing Invasif yang Terdaftar sebagai
OPTK Indonesia
Kajian Spesies Tumbuhan Kontaminan yang Berpotensi Invasif
di Indonesia
Kajian Spesies Tumbuhan Impor yang Berpotensi Invasif
di Indonesia
Pengelolaan spesies asing invasif di Pre-Border

14
14

42
48

5 SIMPULAN DAN SARAN

49

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

14
20
27
27
30

109

DAFTAR TABEL
1 Spesies serangga invasif yang tergolong OPTK
2 Lima negara asal barang impor dengan tingkat temuan kontaminasi
serangga dan tumbuhan asing tertinggi di tahun 2010 dan 2011
3 Lima produk pertanian impor tahun 2010 dan 2011 yang sering
terkontaminasi spesies serangga dan tumbuhan asing
4 Lima famili serangga dari Ordo Coleoptera yang sering
mengontaminasi produk pertanian impor di tahun 2010 dan 2011
5 Serangga yang sering ditemukan mengontaminasi kedelai impor di
tahun 2010 dan 2011
6 Status spesies serangga asing yang belum ada di Indonesia
mengontaminasi produk pertanian impor
7 Daftar spesies tumbuhan asing invasif yang merupakan OPTK
kelompok gulma di Indonesia
8 Biji tumbuhan yang sering mengontaminasi produk kedelai impor di
tahun 2010 dan 2011
9 Spesies tumbuhan asing invasif yang terdaftar di GISD dan ditemukan
mengontaminasi produk pertanian impor
10 Spesies tumbuhan asing kontaminan yang telah menjadi invasif di
Indonesia
11 Spesies tumbuhan asing yang berpotensi invasif hasil survei ke nursery
di Jabodetabek dan Karawang
12 Benih dan bibit tumbuhan impor tahun 2010-2011 yang terdaftar
sebagai spesies invasif di dalam GISD

14
21
22
23
23
24
28
31
33
35
43
44

DAFTAR GAMBAR
1 Imago Anthonomus grandis perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi
Penerimaan BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskop stereo
ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s)
2 Imago Ceratitis capitata perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi Penerimaan
BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi
2000-C, kamera AxioCam ERc5s)
3 Imago Trogoderma granarium perbesaran 6.5x (Sumber: Koleksi
Penerimaan BBKP Tanjung Priok, foto oleh Rahma, mikroskops stereo
ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam ERc5s)
4 Proporsi ordo serangga yang mengontaminasi produk pertanian impor
tahun 2010 dan 2011
5 Imago Agrilus sulcicollis perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh Rahma,
mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus 1000HS)

16
17
20
22
25

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
6 Imago Megacylene robiniae perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh
Rahma, mikroskop stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus
1000HS)
7 Imago Pyrrhidium sanguineum betina dan jantan (paling kanan)
perbesaran 6.5x (Sumber: foto oleh Rahma, mikroskop stereo ZEISS
Stemi 2000-C, kamera Canon Ixus 1000HS)
8 Tanaman Asystasia gangetica subsp. micrantha (Sumber: foto oleh
Rahma, kamera Canon Ixus 1000HS)
9 Proporsi famili tumbuhan yang mengontaminasi produk pertanian
impor tahun 2010 dan 2011
10 Polong dan biji melilotus albus perbesaran 10x (Sumber: foto oleh
Rahma, mikroskops stereo ZEISS Stemi 2000-C, kamera AxioCam
ERc5s)

26
27
29
30
40

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil intersepsi serangga dan tumbuhan kontaminan pada produk
pertanian impor dari Amerika Serikat tahun 2010 dan 2011
57
2 Data pelaksanaan deteksi-identifikasi spesies serangga dan tumbuhan
kontaminan pada sampel produk pertanian impor serta jadwal survei
62
3 Beberapa foto serangga hasil hasil deteksi dan identifikasi pada produk
pertanian impor
83
4 Beberapa foto dan deskripsi biji kontaminan hasil deteksi dan
identifikasi pada produk pertanian impor
85
5 Beberapa foto biji tumbuhan asing hasil deteksi dan identifikasi pada
produk pertanian impor
88
6 Impor produk pertanian berupa tanaman hidup, benih, dan hasil
tanaman hidup bukan benih, hasil tanaman mati diolah, dan tanpa
olahan periode tahun 2010
100
7 Impor produk pertanian berupa tanaman hidup, benih, dan hasil
tanaman hidup bukan benih, hasil tanaman mati diolah, dan tanpa
olahan periode tahun 2011
106

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spesies asing invasif yang lebih dikenal dengan invasive alien species (IAS)
menurut McNeely (2001) adalah spesies, subspesies, atau varietas yang masuk ke
dalam suatu ekosistem bukan habitat aslinya baik secara langsung maupun tidak
langsung, menetap, dan bereproduksi sehingga dapat menjadi agen pengubah dan
mengancam ekosistem, habitat, keanekaragaman hayati, merugikan ekonomi dan
kesehatan manusia. Sekarang ini IAS telah menjadi perhatian publik sejak adanya
perjanjian KTT Bumi yang ditandai oleh Convention on Biological Diversity
(CBD) di Rio de Janeiro pada tahun 1992. Prinsip utama perjanjian tersebut
adalah memperhatikan kondisi lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi.
Artikel ke-8 (h) di dalam CBD menyatakan bahwa setiap negara perlu mencegah
introduksi, mengendalikan, dan memusnahkan spesies-spesies asing yang dapat
mengancam ekosistem, habitat, dan spesies lainnya (Lopian 2005). Mengingat
pentingnya keanekaragaman hayati maka Indonesia merativikasi Konvensi
Keanekaragaman Hayati atau CBD melalui Undang-undang No. 5 tahun 1994
tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai
keanekaragaman hayati (Indrawan et al. 2007).
Pelaksanaan perlindungan dari IAS merupakan mandat dari CBD dan
Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) terhadap
International Plant Protection Convention (IPPC) karena peran pencegahan
introduksi spesies asing lebih sesuai dengan peran IPPC (Lopian 2005). Spesies
yang bersifat invasif dapat berupa: (1) bakteri, virus, cendawan, parasit; (2) hewan
liar; (3) serangga dan invertebrata lain; (4) organisme pengganggu ekosistem laut;
dan (5) gulma, (Australian Goverment Department of Sustainability,
Environment, Water, Population, and Communities 2010). Serangga dan gulma
merupakan bagian dari kelompok organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang
keberadaannya dapat dilihat secara makroskopis atau mata telanjang. Dua
kelompok OPT ini juga merupakan sebagian dari target pemeriksaan karantina
yang tercantum dalam daftar OPT-Karantina (OPTK). Menurut Lopian (2005),
tidak semua serangga OPTK merupakan spesies invasif. Oleh karena itu,
penelitian ini lebih mengutamakan pada bahasan serangga sebagai hama dan
tumbuhan yang berpotensi menjadi gulma.
Serangga yang dapat menjadi invasif dalam suatu ekositem umumnya dapat
berperan sebagai predator, polinator, dan hama. Hama merupakan yang paling
umum sebagai perusak. Sebagai contoh: kutu putih Paracoccus marginatus
merupakan serangga asli dari Mexico yang dilaporkan telah masuk dan menjadi
invasif di Indonesia dan India (Muniappan et al. 2008). Kutu putih ini sangat
merugikan secara ekonomi khususnya pada tanaman pepaya.
Tumbuhan yang menjadi gulma adalah tumbuhan yang tumbuh salah
tempat, belum diketahui manfaatnya, atau tidak diharapkan oleh kelompok orang
tertentu, tetapi berdasarkan observasi faktual gulma merupakan tumbuhan yang
efisien dan berhasil di tempat ia tumbuh. Keberhasilan gulma ditentukan oleh
beberapa karakter biologi (Tjitrosoedirdjo et al. 2011).

2
Tumbuhan invasif memiliki karakter yang sama dengan gulma
(Tjitrosoedirdjo 2010). Tumbuhan yang memiliki karakter gulma yang baik
menjadi tumbuhan invasif yang berbahaya (Zihmdal 2007). Di Indonesia, gulma
dapat terjadi di ekosistem pertanian dan ekosistem non-pertanian (Tjitrosoedirdjo
2010). Keberadaan gulma di lingkungan pertanian antara lain dapat mengganggu
sistem produksi pertanian, mengontaminasi produk pertanian sehingga
mempengaruhi kualitas produksi, dan sebagai agens penyebaran OPT (Radosevich
et al. 2007). Menurut Ujiyani (2009), spesies invasif Bromus tectorum ditemukan
mengontaminasi komoditas pertanian yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung
Priok tahun 2006 sampai dengan tahun 2007 yang merupakan salah satu OPTK
kategori A1 (belum ada di Indonesia). B. tectorum dilaporkan menginvasi dan
menyebabkan area pertumbuhan Artemisia tridentata sebagai sumber pakan
hebivora di Amerika Utara menjadi lebih mudah terbakar (Radosevich et al.
2007).
Penelitian tentang spesies invasif di Indonesia masih sangat terbatas.
Peluang masuknya IAS mempengaruhi kehidupan dan lingkungan di Indonesia
dan negara lain. Kejadian invasif bersifat unik di setiap lokasi yang diinvasi.
Globalisasi telah menstimulir peningkatan arus perdagangan, transportasi, dan
arus perjalanan wisatawan. Hal ini dapat menjadi fasilitas kemudahan masuk dan
tersebarnya spesies asing ke suatu area. Jika habitat baru merupakan habitat yang
mirip dengan habitat aslinya, spesies asing dapat bertahan dan bereproduksi.
Suatu spesies menjadi invasif jika mampu berkompetisi dengan organisme asli
untuk memperoleh makanan dan habitat, menyebar melalui lingkungan barunya,
mengalami peningkatan populasi, dan membahayakan ekosistem yang
diintroduksinya (CBD 2009a). Contoh spesies asing invasif yang menetap di
Indonesia dan merugikan secara ekonomi yaitu Paracoccus marginatus (kutu
putih). P. marginatus menghisap cairan tanaman, membentuk koloni yang padat
sehingga menghambat fotosintesis dan pertumbuhan tanaman tersebut, bahkan
menyebabkan kematian tanaman. Dampak dari introduksi P. marginatus memiliki
kontribusi terhadap penurunan produksi pepaya di wilayah kecamatan Sukaraja
(Bogor) hingga mencapai 58% dan terjadi peningkatan biaya produksi 46% akibat
penggunaan pestisida. Petani mengalami kerugian sekitar 14.2 juta ton/ha
(Ivakdalam 2010). Chromolaena odorata (Kirinyuh) merupakan tanaman invasif
yang agresif berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Pertama kali ditemukan di
Indonesia pada tahun 1934 tepatnya di Lubuk Pakam, Sumatera Utara, di
perkebunan tembakau. Kirinyuh ini menyebar sangat cepat di seluruh Indonesia
dari Aceh, Sumatera hingga Papua (Titrosoedirdjo 2005). Senyawa alelopati yang
dihasilkan tanaman ini di dalam tanah dapat mencegah perkecambahan dan
pertumbuhan tanaman yang asli (native). Kerugian yang diakibatkan C. odorata
menyebabkan kehilangan hasil tanaman mencapai 30% sampai dengan 35%,
tetapi kerugian meningkat pada tanaman kopi dan cokelat yaitu 45% (Wise et al.
2007). Enceng gondok (Eichhornia crassipes) telah menginvasi habitat tropis di
seluruh dunia, menyebar ke 50 negara lebih di lima benua. Enceng gondok dapat
menghambat saluran perairan, memusnahkan satwa liar perairan dan mata
pencaharian masyarakat lokal, serta dapat menjadikan kondisi yang ideal untuk
penyakit dan vektornya (CBD 2009b). Bahaya yang ditimbulkan IAS sangat
serius sehingga perlu penanganan khusus untuk meminimalkan peluang masuk ke
suatu wilayah, khususnya negara Indonesia.

3
Pencegahan masuk IAS ke wilayah Indonesia lebih berkaitan dengan
peranan karantina pertanian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lopian (2005)
bahwa IAS berhubungan dengan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
(OPTK). Sebagian besar OPTK merupakan IAS, dan IAS yang merugikan secara
ekonomi pada tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan
OPTK. Tupoksi karantina pertanian di Indonesia selama ini masih terbatas pada
OPTK/HPHK berdasarkan UU No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan, PP No. 14 tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, dan PP No.
82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan. Pengembangan tugas karantina dimulai
tahun 2009 yaitu menangani keamanan pangan. Karantina terus melakukan
pengembangan peran sesuai dengan perkembangan aturan di dunia, seperti
peranannya yang terkait dengan IAS. Badan Karantina Pertanian (BARANTAN)
dan FAO serta SEAMEO-BIOTROP berkolaborasi mempersiapkan program kerja
“Strengthening Quarantine Control System for Invasive Alien Species (IAS)”
beberapa diantaranya menyiapkan peraturan dan pengembangan kapasitas
kelembagaan meliputi sistem manajemen informasi (BARANTAN 2011).
Penelitian ini berkaitan dengan program kerja karantina tersebut sehingga
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai IAS yang diperkirakan dapat
berada di wilayah Indonesia. Penelitian ini mengutamakan ruang lingkup pada
beberapa wilayah layanan pemeriksaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina
Tumbuhan di Jakarta yaitu Bekasi, Bogor, Depok, Jakarta, Karawang, dan
Tangerang (Kementan 2010). Selain itu, target yang menjadi bahan pengamatan
ini dikhususkan pada serangga hama di ekosistem pertanian, kehutanan, dan
serangga gudang, sedangkan untuk tumbuhan meliputi tanaman hias, cover crop,
dan biji tumbuhan kontaminan yang berpotensi menjadi gulma.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk inventarisasi serangga dan tumbuhan yang
menjadi OPTK dan kontaminan, serta tumbuhan impor yang menjadi IAS dan
mempelajari kriteria potensi IAS di Indonesia melalui kajian taksonomi, biologi,
daerah asal, dan sejarah invasi. Kajian tersebut dilakukan terhadap spesies yang
invasif di ekosistem pertanian maupun ekosistem non-pertanian.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini berupa informasi yang dapat digunakan sebagai
bahan dalam penyusunan database IAS di Indonesia, untuk merevisi daftar OPTK,
pencegahan masuk dan tersebarnya IAS, serta penentuan teknik pengelolaan IAS
di Indonesia.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Spesies Asing Invasif (IAS)
Pengertian IAS
Istilah spesies asing invasif ini dikenal pertama kali melalui pertemuan
para ahli lingkungan yaitu dalam CBD yang diorganisasikan oleh United Nations
Environment Programme (UNEP) dalam Earth Summit tahun 1992 dan lebih
dikenal dengan Invasive Alien Spesies (IAS) (Tjitrosoedirdjo 2010). Spesies asing
invasif menurut McNeely et al. (2001) adalah spesies introduksi baik secara
langsung maupun tidak langsung, menetap dan bereproduksi sehingga dapat
menjadi agen pengubah dan mengancam ekosistem, habitat, keanekaragaman
hayati, merugikan ekonomi dan kesehatan manusia. IAS dapat berupa tumbuhan,
hewan, patogen, dan organisme lain yang asing dalam ekosistem, yang
menyebabkan kerugian secara ekonomi, kerusakan lingkungan dan bahkan dapat
mengganggu kesehatan manusia, khususnya berdampak negatif terhadap
keanekaragaman hayati, termasuk penurunan dan penghilangan spesies asli
melalui kompetisi, pemangsaan, atau transmisi patogen dan terganggunya
ekosistem lokal serta fungsi ekosistem (CBD 2009c). Menurut Australian
Goverment Department of Sustainability, Environment, Water, Population,
Communities (2010), spesies invasif merupakan spesies yang terjadi, sebagai
akibat dari aktivitas manusia, diluar distribusi normalnya, dipertimbangkan
merugikan lingkungan, pertanian dan sumber daya lain. Spesies invasif ini
meliputi: (1) patogen dan parasit; (2) hewan liar; (3) serangga dan invertebrata
lain; (4) OPT di ekosistem laut; serta (5) gulma.
Proses Invasi
Invasi merupakan perluasan geografis dari suatu spesies pada daerah yang
sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Tidak semua organisme yang masuk ke
dalam suatu wilayah/habitat baru menjadi invasi. Terkadang invasi dapat terjadi
kegagalan, tetapi invasi yang berhasil adalah peristiwa yang jarang. Invasi yang
berhasil memerlukan bahwa spesies itu sampai kesitu, mapan, bereproduksi,
menyebar, dan mengintegrasikan diri dengan anggota lain dari komunitas yang
diinvasi (Tjitrosoedirdjo 2010). Tiga fase mayor invasi tanaman menurut Raizada
(2007) yaitu introduksi, kolonisasi, dan naturalisasi. Hill (2008) menyatakan suatu
yang berbeda bahwa satu spesies harus dapat melalui enam fase untuk berhasil
menetap di lokasi baru. Hasil dari setiap fase memiliki keterkaitan kemungkinan
berhasil dan setiap fase harus diselesaikan sebelum pindah ke fase berikutnya.
Oleh karena itu, satu spesies harus melalui semua fase untuk berhasil melakukan
invasi yaitu: fase introduksi, fase bertahan secara individu, fase memasuki
lingkungan yang sesuai untuk bertahan jangka panjang, fase sukses bereproduksi
secara individu, fase sukses berkompetisi, dan fase perluasan dan penyebaran
populasi.
Kemiripan habitat baru dengan habitat asli dari suatu spesies yang masuk ke
suatu area dapat menyebabkan spesies tersebut dapat bertahan dan bereproduksi.
Suatu spesies menjadi invasif harus mampu berkompetisi dengan organisme asli

5
untuk makanan dan habitat, menyebar melalui lingkungan barunya, populasi
meningkat, dan membahayakan ekosistem yang diintroduksinya (CBD 2009a).
Ada 4 tahapan proses invasi tumbuhan yang idealistik menurut
Tjitrosoedirdjo (2010), yaitu:
1. Berada di daerah baru
Tahapan ini merupakan periode pemeliharaan, seperti untuk tumbuhan yang
dibudidayakan dan tanaman hias, sedangkan untuk tumbuhan lain merupakan
periode dorman.
2. Mapan secara spontan
Periode telah menghasilkan 1 generasi dalam daerah baru tersebut tanpa
bantuan manusia.
3. Mapan secara permanen
Periode telah membentuk populasi dan mampu bertahan di daerah baru
tersebut.
4. Persebaran di daerah baru tersebut telah tuntas
Periode telah terjadi invasi di seluruh lokasi yang cocok untuk
pertumbuhannya sebagai implikasi sebaran baru telah tercapai.
Keberhasilan invasi tergantung spesies dan kemudahan invasi dari habitat.
Kemampuan spesies menginvasi meliputi karakter sejarah kehidupan, sebaran asli
secara geografis luas, dan pola taksonomi. Kemudahan invasi dari habitat peran
pengrusakan dan peran keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber daya
alam. Pengelolaan yang baik terhadap organisme dapat meminimalkan terjadinya
invasi.
Kriteria Tumbuhan Invasif
Tumbuhan invasif, salah satunya adalah gulma. Gulma merupakan
tumbuhan yang efisien dan berhasil di tempat ia tumbuh. Keberhasilannya
ditentukan oleh karakter biologi (Tjitrosoedirdjo et al. 2011).
Karakter biologis gulma ideal (Baker 1974 di dalam Tjtrosoedirdjo et al.
2011), yaitu:
1. Syarat perkecambahan dapat terpenuhi oleh berbagai lingkungan
2. Biji mempunyai viabilitas yang lama dan perkecambahan bersifat
diskontinyu
3. Pertumbuhan yang cepat dari fase vegetatif sampai ke taraf pembungaan
4. Terus menerus memproduksi biji sepanjang kondisi lingkungan
memungkinkan
5. Self-compatible, tetapi tidak autogami atau apomixis penuh
6. Perkawinan silang; bila terjadi tidk memerlukan polinator khusus ataupun
angin.
7. Produksi biji sangat tinggi, dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan
8. Produksi biji dapat terjadi dalam rentang kondisi lingkungan yang lebar,
toleran, dan plastis.
9. Teradaptasi untuk penyebaran jarak jauh maupun jarak dekat
10. Apabila berupa tumbuhan tahunan, reproduksi vegetatif sangat subur, atau
dapat ber-regenerasi dari fragmentasi
11. Apabila berupa tumbuhan semusim, bersifat mudah patah, sehingga tidak
mudah dicabut dari tanah

6
12. Mempunyai kemampuan berkompetisi antar spesies dengan alat khusus
(roset, mencekik tumbuhan lain, dan alelopati)
Tingkat keinvasifan suatu spesies sangat beragam. Tingkat invasi
tumbuhan ditentukan dengan mengevaluasi karakteristik biologis dan ekologis
terhadap kriteria yang mencakup persyaratan menetap (established), tingkat
pertumbuhan dan kemampuan berkompetisi, metode reproduksi, dan mekanisme
pemencaran (Weiss dan Laconis 2002).
Karakter keinvasifan tumbuhan dapat diprediksi. Prediksi utama tingkat
keinvasifan menurut Rejmanek (2001) sebagai berikut:
1. Memiliki kebugaran yang konstan baik secara individu maupun populasi di
berbagai lingkungan.
2. Ukuran genom yang kecil, umumnya berkaitan dengan masa generasi yang
pendek, peridoe juvenile yang pendek, ukuran benih yang kecil, membuat
naungan yang cepat, tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi
3. Keinvasifan spesies tumbuhan berkayu dihubungkan dengan ukuran masa
biji yang ringan, periode penghasilan biji yang panjang, periode juvenil
yang pendek, dan periode pembentukan buah yang panjang
4. Dapat disebarkan oleh vertebrata
5. Spesies yang merupakan invasif di daerah sebaran aslinya
6. Dapat bereproduksi secara vegetatif
7. Tumbuhan asing berasal dari genus asing dan lebih invasif daripada di
habitat aslinya
8. Spesies tidak memiliki simbiosis mutualisme yang spesifik
9. Tumbuhan komunitas yang tidak berbahaya secara natural atau semi natural
akan lebih menginvasi tumbuhan yang tinggi
10. Penyebaran spesies asing umumnya tergantung pada aktivitas manusia.
Menurut (Weber 2003) tumbuhan invasif dapat berasal dari jenis tanaman
hias, tumbuhan untuk pengendali erosi, tumbuhan berkayu, pakan ternak, tanaman
pangan, tumbuhan pelindung, dan masih banyak lagi jenis yang belum dikenal.
Kriteria Serangga Invasif
Serangga merupakan bagian dari taksonomi Kingdom Animal yang
memiliki tubuh beruas-ruas dan bertungkai 3 pasang. Peranan serangga di dalam
suatu ekosistem antara lain sebagai bahan makanan serangga lain, herbivor,
predator, polinator, pesaing, vektor, parasit, parasitoid, dekomposer atau detrivor.
Invasif dapat berpengaruh terhadap perekonomian dan lingkungan secara
langsung melalui pemakanan dan persaingan, sedangkan cara tidak langsung
seperti penyebaran patogen.
Karakteristik yang mencirikan spesies serangga invasif menurut Worner
(2002) antara lain: berasosiasi dengan aktivitas manusia sehingga dapat menyebar
luas di wilayah aslinya, kelimpahan tinggi di wilayah aslinya, memiliki
kemampuan peningkatan populasi yang tinggi, berperan pada kondisi yang luas,
memiliki daya pencar yang besar, siklus hidup menyesuaikan lingkungan yang
baru secara cepat, memiliki reproduksi dengan berbagai cara, dan memiliki
keragaman genetik yang tinggi.
Menurut Sanders et al. (2010), kunci utama dalam menentukan karakteristik
spesies arthropoda invasif meliputi nama spesies, wilayah sebaran asli, kerusakan
di wilayah sebaran aslinya, kisaran wilayah introduksi, mekanisme introduksi,

7
terkait dengan habitat buatan manusia, kisaran inang yang luas, dan kemampuan
sebagai vektor penyakit. Faktor lain yang dapat mendukung keinvasifan serangga
adalah faktor kondisi dan habitat. Faktor kondisi berupa tersedianya kesempatan
bagi spesies serangga untuk muncul dan menang dalam persaingan pemanfaatan
sumber daya. Habitat yang diperlukan adalah habitat yang telah mengalami
gangguan atau kerusakan. Habitat yang demikian rentan terhadap invasi (Worner
2002).
Penyebaran IAS
Penyebaran spesies asing dapat terjadi secara sengaja atau tidak sengaja.
Proses penyebaran IAS secara sengaja dapat dipicu dengan adanya globalisasi.
Globalisasi telah mendorong peningkatan perdagangan, transportasi, perjalanan
dan wisatawan. Hal ini dapat menjadi fasilitas untuk masuk dan tersebarnya
spesies asing ke suatu area. Jika habitat baru merupakan habitat yang memadai
habitat asli spesies tersebut, memungkinkan spesies tersebut untuk bertahan dan
bereproduksi. Suatu spesies menjadi invasif harus mampu berkompetisi dengan
organisme asli untuk makanan dan habitat, menyebar melalui lingkungan barunya,
meningkatkan populasi, dan membahayakan ekosistem yang diintroduksinya
(CBD 2009a). Penyebaran IAS secara tidak sengaja dapat berupa adanya
organisme yang menjadi kontaminan atau menginvestasi komoditas pertanian
yang diedarkan.
Dampak Negatif IAS
Faktor yang dapat menyebabkan terganggunya keanekaragaman hayati di
suatu kawasan, salah satunya adalah pengaruh spesies asing (eksotik). Spesies
asing yang mempunyai daya adaptasi tinggi dan bersifat invasif mampu
mengubah ekosistem lokal (Shiva et al. dalam Kumalasari 2006). Kerugian yang
diakibatkan oleh IAS bervariasi tergantung spesies dan lingkungannya.
E. crassipes yang awalnya sebagai tanaman hias di aquarium, sekarang
menyebabkan kerugian secara ekonomi dan mengganggu ekosistem air.
Tumbuhan ini diketahui menjadi berbahaya setelah 30 tahun dari pemasukannya
(Tjitrosoedirdjo 2007). Mikania micrantha dari Amerika Selatan dapat merusak
ekosistem hutan di Indonesia dengan cara merambati kanopi sehingga
menghambat pertumbuhan vegetasi asli (Tjitrosoedirdjo & Subiakto 2010).
Penghambatan pertumbuhan dan perusakan keanekaragaman hayati menyebabkan
kerugian secara ekonomi. Sebagai contoh: P. marginatus merusak tanaman
pepaya dengan cara menusuk dan menghisap cairan tanaman dan membentuk
koloni yang padat sehingga menghambat fotosintesis dan pertumbuhan tanaman
tersebut. Dampak dari introduksi P. marginatus memiliki kontribusi terhadap
penurunan produksi pepaya di wilayah kecamatan Sukaraja (Bogor) hingga
mencapai 58%, tetapi terjadi peningkatan biaya produksi 46% akibat penggunaan
pestisida. Petani mengalami kerugian sekitar 14.2 juta ton/ha (Ivakdalam 2010).
Gulma di Indonesia dilaporkan dapat terjadi di berbagai tempat antara lain
pekarangan, lahan pertanian tanaman pangan, lahan perkebunan, dan hutan serta
perairan. Ageratum conyzoides merupakan gulma yang dapat ditemukan
diberbagai macam tempat di Indonesia kecuali di area perairan (Soerjani et al.
1986). Gulma ini merupakan spesies tumbuhan yang invasif. Selain menjadi
gulma, A. conyzoides menjadi inang beberapa penyakit tumbuhan. Alelopati yang

8
dihasilkan dapat menginterfensi tumbuhan lain sehingga dapat menghambat
perkecambahan dan pertumbuhan tanaman lain. Gulma tersebut dapat
menyebabkan alergi dan mengganggu kesehatan manusia (ISSG 2011). Spesies
invasif lebih umum diketahui berasal dari spesies asing yang masuk, menetap dan
berkembang biak di negara lain. Ada sedikit pengecualian bahwa spesies dapat
menjadi invasif di daerah sebaran aslinya, seperti Imperata cyliandrica dan
Phragmites vallatoria yang merupakan spesies invasif asli di Indonesia
(Tjirosoedirdjo 2007).

Karantina Pertanian di Indonesia
Landasan Hukum Karantina Pertanian Terkait dengan IAS
Badan Karantina Pertanian mempunyai tugas pokok dan fungsi terkait
pencegahan masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan
karantina/hama dan penyakit hewan karantina dengan dasar UU No. 16 tahun
1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, PP No. 14 tahun 2002
tentang Karantina Tumbuhan, dan PP No. 82 tahun 2000 tentang Karantina
Hewan. Karantina mulai mengembangkan tugas sesuai dengan peraturan dunia
yaitu dengan mengawasi keamanan pangan pada tumbuhan atau bahan asal
tumbuhan segar tahun 2009 sebagai implementasi Peraturan Menteri Pertanian
No. 27 /Permentan/PP.340/5/ Tahun 2009 juncto Peraturan Menteri Pertanian
Nomor: 38/Permentan/PP.340/8/2009. Peraturan yang terkait dengan spesies
invasif di Indonesia masih dalam proses pembentukan, tetapi karantina telah
menyiapkan berbagai sarana dan konsep untuk pelaksanaan kegiatan yang terkait
dengan spesies invasif. Pembentukan peraturan IAS didasarkan pada tindak lanjut
ratifikasi Indonesia terhadap peraturan CBD. Persiapan pembentukan peraturan
dan sistem informasi tentang IAS tersebut melibatkan kerjasama dengan berbagai
pihak di lingkungan instansi maupun lembaga penelitian serta lembaga
pendidikan. Seperti halnya IPB, SEAMEO-BIOTROP, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat
Karantina Ikan, Badan Penelitian Dan Pengembangan (Litbang) Kehutanan, Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas LIPI, Balai Besar Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI,
dan Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Tindakan Karantina Pertanian Berkaitan dengan IAS
Karantina pertanian untuk penanganan IAS masih terbatas dalam
persiapan. Pencegahan IAS pada umumnya telah dilakukan seiring dengan
pencegahan OPTK. Kegiatan pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan
karantina baik di tempat masuk dan pengeluaran maupun di luar tempat tersebut.
Wilayah pelayanan pemeriksaan karantina tumbuhan di luar tempat pemasukan
dan pengeluaran ditetapkan oleh Menteri Pertanian yaitu nomor 56/Permentan/
OT.140/9/2010 tentang pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan di luar tempat
pemasukan dan pengeluaran. BARANTAN bekerja sama dengan SEAMOBIOTROP, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), FAO dan instansi lain untuk
menyusun payung hukum mengenai IAS di Indonesia. Langkah awal untuk
mewujudkan tindakan karantina dalam menangani IAS salah satunya dengan

9
menyusun database IAS di Indonesia untuk dijadikan pedoman sasaran
pemeriksaan seperti halnya daftar OPTK.

10

3 METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP)
Soekarno-Hatta (Jakarta), di Laboratorium BBKP Tanjung Priok-Wilayah Kerja
Kantor Pos Bogor dan di Herbarium SEAMEO-BIOTROP, Bogor. Pengambilan
sampel dan survei dilakukan pada bulan September 2011 sampai dengan Januari
2012.

Bahan
Data yang dipergunakan di dalam penelitian ini bersumber dari data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil deteksi dan identifikasi
spesies serangga dan tumbuhan kontaminan pada sampel produk pertanian impor
dan hasil survei nursery yang dipertimbangkan banyak melakukan importasi
tanaman hias, tanaman penutup tanah, dan tanaman pelindung. Data sekunder
diperoleh dari data pemasukan tanaman hidup dan benih yang terekam di dalam
database Eplaq System BARANTAN tahun 2010-2011, data intersepsi yang
terekam di dalam database Eplaq System BARANTAN tahun 2010-2011, data
koleksi biji tumbuhan dan serangga hasil intersepsi di BBKP Tanjung Priok dan
Soekarno-Hatta, dan data koleksi media pembawa OPT/OPTK impor di BBKP
Tanjung Priok dan Soekarno-Hatta. Selain itu, data yang digunakan berupa daftar
spesies OPTK kelompok serangga dan gulma yang tertera pada Lampiran
Peraturan Menteri Pertanian nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang
Spesies Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina dan data spesies serangga
dan tumbuhan invasif internasional yang ada pada Global Invasive Species
Database (GISD) tahun 2011 [http://www.issg.org/database/welcome/].
Serangga yang menjadi bahan penelitian berupa arthropoda dari Kelas
Insekta yang menjadi hama gudang, hama di ekosistem hutan, dan di ekosistem
pertanian. Tumbuhan yang menjadi bahan kajian penelitian berupa benih atau
bibit tanaman hias, tanaman penutup tanah, rumput-rumputan, dan biji tumbuhan
yang mengontaminasi media pembawa OPT/OPTK (dalam penelitian ini disebut
produk pertanian impor).

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kamera digital Canon Ixus
1000HS, mikroskop stereo binokuler ZEISS Stemi 2000-C dengan kamera digital
AxioCamERc5s. Literatur berupa buku, internet, dan CD-ROM CABI 2007 untuk
identifikasi biji tumbuhan dan serangga.

11
Metode Pelaksanaan
Pengambilan Sampel
Sampel produk pertanian impor diambil untuk dilakukan deteksi dan
identifikasi spesies serangga dan biji kontaminan. Produk pertanian tersebut
berupa tanaman hidup dan benih, hasil tanaman hidup bukan benih, dan hasil
tanaman mati yang tidak diolah atau telah diolah. Sampel hasil tanaman mati yang
diolah atau tidak diolah seperti beras, tepung jagung, bungkil kedelai, kayu, dan
lain sebagainya. Sampel hasil tanaman hidup bukan benih, contoh jagung, kedelai,
kacang tanah yang pemasukannya tidak dipergunakan sebagai benih atau untuk
ditanam.
Sampel produk pertanian impor yang berupa tanaman hidup dan benih yaitu
tanaman hias, rumput-rumputan, kelapa sawit, dan tanaman penutup tanah
diperoleh dari laboratorium Karantina Tumbuhan di BBKP Tanjung Priok dan
BBKP Soekarno-Hatta. Pengambilan sampel benih biji-bijian dilakukan sesuai
dengan panduan pada pedoman teknis pengambilan sampel biji-bijian untuk benih
yang dikeluarkan oleh BARANTAN tahun 2007, sedangkan untuk pelaksanaan
pengambilan sampel non-benih mengadopsi dan memodifikasi dari pedoman
tersebut. Ukuran sampel yang digunakan bergantung pada jenis produk pertanian
impor, jumlah produk pertanian yang diimpor, jenis kemasan, ukuran kemasan,
jumlah kemasan, dan alat yang digunakan untuk pengambilan sampel. Jenis
kemasan yang dimaksud adalah kemasan dalam bentuk kantong/kontainer dan
curah. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Sampel produk pertanian
impor yang dipergunakan minimum 200 g dan maksimum 5 000 g.
Sampel yang berupa hasil tanaman hidup bukan benih, dan hasil tanaman
mati yang tidak diolah atau telah diolah diperoleh dari Depo Arcola, Depo
Transporindo, laboratorium Karantina Tumbuhan di BBKP Tanjung Priok dan
BBKP Soekarno-Hatta. Sampel diambil selama penelitian berlangsung dengan
periode 1 minggu sekali.
Pendeteksian dan Identifikasi Spesies Kontaminan pada Sampel Produk
Pertanian Impor
Sampel produk pertanian impor yang diperoleh, kecuali tanaman hidup
dilakukan pemaparan sampel. Sampel yang diperoleh diletakkan dan dipaparkan
di dalam nampan plastik. Selanjutnya, sampel diperiksa untuk dideteksi
organisme kontaminannya dengan memilah antara sampel dan kontaminan
menggunakan kuas dan spatula di bawah magnifier lamp. Kontaminan kelompok
serangga dapat berupa bagian tubuh serangga atau stadia serangga, sedangkan
untuk kelompok tumbuhan ditemukan berupa biji. Hal ini tidak menutup
kemungkinan jika ditemukan bagian dari tanaman yang dapat diidentifikasi untuk
menentukan spesies. Hasil pendeteksian kontaminan diletakkan di dalam cawan
petri, kemudian diidentifikasi di bawah mikroskop stereo. Setelah teridentifikasi
spesies yang ditemukan dicatat.
Sampel produk pertanian yang berupa tanaman hidup dilakukan
pendeteksian langsung di Laboratorium Karantina Tumbuhan BBKP Tanjung
Priok dan BBKP Soekarno-Hatta yaitu dengan memeriksa fisik tanaman secara
cermat dengan bantuan magnifier lamp dan kuas untuk dideteksi keberadaan

12
organisme yang terbawa pada sampel. Organisme yang ditemukan selanjutnya
dilakukan identifikasi morfologi dan dicatat.
Identifikasi morfologi dilakukan dengan mencocokkan morfologi
organisme kontaminan dengan master koleksi, buku identifikasi, kunci identifikasi
on-line, master koleksi, dan CD-ROM CABI 2007 atau menanyakan spesies
organsime tersebut dengan pakarnya.
Survei ke Nursery
Survei dilakukan pada enam wilayah layanan pemeriksaan UPT Karantina
Tumbuhan yang ada di Jakarta. UPT tersebut yaitu BBKP Tanjung Priok dan
BBKP Soekarno-Hatta. Adapun wilayah layanan pemeriksaan UPT tersebut yang
digunakan survei adalah Bekasi, Bogor, Depok, Jakarta, Karawang, dan
Tangerang (Peraturan Menteri Pertanian nomor 56/Permentan/ OT.140/9/2010
tentang pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan di luar tempat pemasukan dan
pengeluaran). Informasi lokasi nursery diperoleh dari pencarian di internet,
informasi dari BBKP Tanjung Priok-Soekarno Hatta, dan informasi dari pihak
lain. Lokasi survei di Jakarta (Griya Dina Nursery dan Toko Trubus Bintaro),
Bogor (Top Nursery), Bekasi (Anisa Adenium Nursery dan R & D Nursery),
Tangerang (Flora Alam Sutra dan Bunga Desa Nursery), Depok (PT. Godong Ijo
Nursery), dan di Karawang (PT. Benara Nursery).
Survei difokuskan pada tanaman hias, tanaman penutup tanah, dan tanaman
pelindung. Survei dilakukan dengan melakukan interview kepada pemilik
mengenai importasi tanaman hias yang dilakukan dan jenisnya.
Kelompok Serangga
Kajian spesies OPTK kelompok serangga yang berpotensi invasif.
Daftar OPTK Kategori A1 (yang belum ada di Indonesia) dan A2 (yang sudah ada
di Indonesia dengan wilayah sebaran terbatas) diseleksi dan dikumpulkan khusus
spesies yang termasuk kelompok serangga baik OPTK ekosistem pertanian dan
OPTK tanaman kayu/hutan. Daftar tersebut disandingkan dengan daftar spesies
serangga invasif dari GISD khusus kelompok serangga. Selanjutnya, spesies yang
sama dari hasil penyandingan dilakukan kajian informasi bioekologi, dampak,
daerah asal, deskripsi, status keberadaan di Indonesia, sebaran geografi, dan
taksonomi.
Kajian spesies serangga kontaminan yang berpotensi invasif. Kajian
serangga kontaminan ini menggunakan bahan yang berasal dari spesies hasil
deteksi dan identifikasi, hasil intersepsi kelompok serangga dari database Eplaq
Sytem BARANTAN tahun 2010-2011, hasil koleksi serangga intersepsi dari
BBKP Tanjung Priok. Selanjutnya, semua data tersebut digabungkan dan
kemudian disandingkan dengan data spesies serangga invasif dari GISD. Spesies
yang sama dilakukan kajian informasi seperti metode sebelumnya.
Spesies serangga kontaminan yang tidak terdaftar GISD dilakukan kajian
status mengenai keberadaannya di Indonesia serta peranannya. Data intersepsi
dari database Eplaq Sytem BARANTAN tahun 2010-2011 umumnya berupa
organisme dari kelompok bakteri, cendawan, gulma, nematoda, serangga, dan
virus. Setiap satu jenis produk pertanian impor kemungkinan dapat tercatat lebih
dari 1 organisme temuan dan berasal dari berbagai kelompok sehingga perlu
penyeleksian data organisme khusus kelompok serangga.

13

Kelompok Tumbuhan
Kajian spesies OPTK kelompok gulma yang berpotensi invasif. Daftar
spesies gulma yang ada di dalam lampiran OPTK baik kategori A1 dan A2
dikumpulkan dan selanjutnya disandingkan dengan daftar spesies tumbuhan
invasif dari GISD. Spesies yang sama dalam kedua daftar dilakukan kajian
informasi bioekologi, dampak, daerah asal, deskripsi, status keberadaan di
Indonesia, sebaran geografi, dan taksonomi.
Kajian spesies biji tumbuhan kontaminan yang berpotensi invasif.
Bahan yang digunakan dalam kajian ini adalah spesies hasil deteksi dan
identifikasi, spesies intersepsi kelompok serangga yang terekam di database Eplaq
Sytem BARANTAN tahun 2010-2011, dan spesies biji tumbuhan hasil koleksi
intersepsi dari BBKP Tanjung Priok. Selanjutnya, data tersebut digabungkan dan
disandingkan dengan data spesies tumbuhan invasif dari GISD. Spesies yang
sama dilakukan kajian informasi seperti metode sebelumnya. Spesies biji
tumbuhan kontaminan yang tidak terdaftar GISD dilakukan kajian status
mengenai keberadaannya di Indonesia serta peranannya.
Kajian spesies tumbuhan impor yang berpotensi invasif. Data yang
digunakan dalam kajian ini berasal dari spesies hasil survei ke nursery, hasil
koleksi media pembawa OPT/OPTK impor di BBKP Tanjung Priok dan BBKP
Soekarno Hatta, serta data pemasukan impor berupa tanaman hidup dan benih
yang terekam di database Eplaq Sytem BARANTAN tahun 2010-2011. Semua
data tersebut digabungkan, kemudian disandingkan dengan data spesies tumbuhan
invasif dari GISD. Spesies yang sama dilakukan kajian informasi seperti metode
sebelumnya. Spesies biji tumbuhan kontaminan yang tidak terdaftar GISD
dilakukan kajian status mengenai keberadaannya di Indonesia serta peranannya.

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelompok Serangga
Kajian Spesies Serangga Asing Invasif yang Terdaftar sebagai OPTK
Indonesia
Spesies serangga yang terdaftar sebagai OPTK di dalam Lampiran
Keputusan Kepala BARANTAN No 28/Kpts/HK.060/1/2009 Tahun 2009
berjumlah 226 spesies yang termasuk kategori A1 dan 33 spesies yang termasuk
kategori A2. Spesies serangga yang terdaftar di dalam GISD tahun 2011 yang
telah di up date tahun 2011 berjumlah 86 spesies. Hasil penyandingan spesies
pada daftar OPTK tahun 2011 dengan daftar GISD diperoleh 11 spesies
berpotensi invasif tergolong OPTK kategori A1 dan 1 spesies yang tergolong
OPTK kategori A2 (Tabel 1). OPTK yang berpotensi invasif didominasi ordo
Coleoptera. Spesies serangga OPTK yang terdaftar invasif pada umumnya
merupakan hama pada tanaman kayu/kehutanan dan hama lapangan tanaman
pangan dan hortikultura, sedangkan untuk hama gudang hanya 1 spesies yang
terdaftar sebagai OPTK yang berpotensi invasif yaitu Trogoderma granarium.

Tabel 1. Spesies serangga invasif yang tergolong OPTK*)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
*)

Spesies
Agrilus planipennis
Anoplophora glabripennis
Anthonomus grandis
Bactrocera tryoni
Ceratitis capitata
Coptotermes formosanus
Hypanthria cunea
Ips typographus
Icerya purchasi
Lymantria dispar
Sirex noctilio
Trogoderma granarium

Kategori

Ordo

Famili

A1
A1
A1
A1
A1
A1
A1
A1
A2
A1
A1
A1

Coleoptera
Coleoptera
Coleoptera
Diptera
Diptera
Isoptera
Lepidotera
Coleoptera
Hemiptera
Lepidoptera
Hymenoptera
Coleoptera

Buprestidae
Cerambycidae
Curculionidae
Tephritidae
Tephritidae
Rhinotermitidae
Arctidae
Scolytidae
Mar