Identifikasi Lalat Buah (Diptera Tephritidae) Di Beberapa Kabupaten Di Provinsi Sulawesi Barat

IDENTIFIKASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE)
DI BEBERAPA KABUPATEN DI PROVINSI SULAWESI BARAT

KHAERUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Lalat Buah
(Diptera: Tephritidae) di Beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015
Khaeruddin
NIM A351130444

RINGKASAN
KHAERUDDIN. Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Beberapa
Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT
dan YAYI MUNARA KUSUMAH.
Lalat buah (Diptera: Tephritidae) umumnya bersifat polifag dengan kisaran
inang yang luas, meskipun beberapa diketahui bersifat stenofag dan monofag.
Berdasarkan sebarannya, lalat buah bersifat kosmopolitan dengan daerah sebar
yang luas meliputi daerah tropis dan subtropis. Lalat buah merupakan hama
penting pada tanaman pertanian. Beberapa spesies lalat buah merupakan
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang sangat berbahaya.
Selain itu lalat buah juga berpotensi menurunkan kualitas dan kuantitas produksi
buah-buahan di Provinsi Sulawesi Barat. Sampai saat ini informasi mengenai
jenis dan inang lalat buah di di Provinsi Sulawesi Barat masih sangat terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies lalat buah dan jenins tanaman
inangnya di beberapa kabupaten Provinsi Sulawesi Barat serta menyediakan kunci
identifikasi dikotomi dan kunci interaktif dengan program Lucid Key Phoenix.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah, dan
Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Pemeliharaan buah terserang di
laboratorium Stasiun Karantina Pertanain (SKP) Kelas II Mamuju. Lalat buah
diindetifikasi di laboratorium Biosistematika Serangga IPB. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 sampai Maret 2015. Pangambilan sampel
dengan metode pemeliharaan buah bergejala (host rearing) dan pemasangan
perangkap di kawasan pemukiman dan hutan.
Pengumpulan sampel buah bergejala dengan metode purposive sampling.
Jumlah buah yang diambil di setiap lokasi adalah 1-15 buah. Buah-buah yang
dikoleksi ditempatkan pada wadah plastik pemeliharaan yang dialasi pasir steril,
bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. Buah dibedah setelah 10-14 hari dan
menunggu imago berkembang sempurna (5-7 hari). Lalat buah dimatikan dengan
memasukkan ke dalam freezer. Pengambilan sampel buah dilakukan sebanyak
tiga kali setiap dua minggu.
Perangkap yang digunakan adalah perangkap Steiner menggunakan zat
pemikat (attractant) Methyl Eugenol (ME) dan Cue Lure (CUE). Penentuan lokasi
pengambilan sampel dilakukan dengan metode transek dengan lebar 20 m dan
panjang satu kilometer. Satu perangkap zat pemikat ME dan satu perangkap zat
pemikat CUE di pasang di setiap titik dengan jarak 5-20 m. Jumlah perangkap di
kawasan pemukiman sebanyak 90 buah dan di kawasan hutan sebanyak 84 buah.

Perangkap dipasang secara individual dengan posisi horizontal, ketinggian 2-4 m
dari permukaan tanah. Pengumpulan lalat buah terperangkap dilakukan sebanyak
tiga kali setiap minggu.
Pencatatan lokasi titik koordinat dan ketinggian dari permukaan laut
(mdpl) dengan menggunakan Global Postitioning System (GPS). Peta sebaran
titik sampling dibuat dengan menggunakan program General Information Sistem
(GIS) ArcMap versi 10. Imago lalat buah yang muncul pada pemeliharaan inang
dan yang terperangkap dikoleksi dengan tipe dua tahap penusukan (double
pinning). Identifikasi spesimen lalat buah yang ditemukan berdasarkan karakter
morfologi pada bagian kepala, toraks, sayap, tungkai, dan abdomen.

Jumlah spesies lalat buah hasil pemasangan perangkap dan pemeliharaan
buah bergejala adalah 30 yang terdiri dari dua genus yaitu Dacus dan Bactrocera.
Enam spesies diantaranya berasosiasi dengan 20 spesies tanaman inang. Jumlah
spesies lalat buah yang tertangkap dari kawasan hutan lebih banyak dibandingkan
dengan kawasan pemukiman, yaitu masing-masing 27 dan 23 spesies.
Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae,
B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Zeugodacus) cucurbitae, dan B. (Zeugodacus)
emittens merupakan lalat buah yang bersifat polifag, dan B. (Bactrocera) latifrons
bersifat oligofag. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae,

B. (Bactrocera) umbrosa, B. (Bactrocera) albistrigata, dan B. (Bactrocera)
limbifera merupakan spesies lalat buah dominan yang ditemukan. Beberapa
spesies lalat buah yang ditemukan dilaporkan hanya terdapat di Sulawesi, yaitu B.
(Bactrocera) beckerae, B. (Bactrocera) megaspilus, B. (Bactrocera) sulawesiae,
B. (Bactrocera) trifasciata, B. (Paradacus) angustifinis, B. (Zeugodacus)
emittens, dan Dacus (Mellesis) nanggalae.
Spesies lalat buah yang termasuk ke dalam kategori OPTK A2 yaitu
B. (Bactrocera) musae dan B. (Bactrocera) occipitalis. Sedangkan spesies lalat
buah yang berperan sebagai hama yaitu B. (Bactrocera) albistrigata,
B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) latifrons,
B. (Zeugodacus) cucurbitae, dan B. (Zeugodacus) emittens. Beberapa tanaman
merupakan inang yang belum pernah dilaporkan sebelumnya terserang lalat buah
berikut, yaitu Gambas (L. acutangula) inang dari B. (Bactrocera) dorsalis, Buni
(A. bunius) inang dari B. (Bactrocera) carambolae, Sawo (M. zapota), Belimbing
bintang (A. carambolae), dan Cabai rawit (C. frustescens) inang dari B.
(Bactrocera) albistrigata, Salak (S. zalacca) inang dari B. (Zeugodacus)
cucurbitae, Gambas (L. acutangula) dan Rambutan (N. lappaceum) inang dari B.
(Zeugodacus) emittens, serta Terung (S. melongena) dan Tomat (S. lycopersicum)
inang dari B. (Bactrocera) latifrons.
Kunci identifikasi untuk lalat buah yang ditemukan dari penelitian ini

dibuat dalam format kunci dikotomi dan kunci interaktif yang berbasis komputer
dengan program Lucid Key Phoenix. Kunci identifikasi tersebut dilengkapi
dengan gambar yang disusun berdasarkan karakter morfologi lalat buah yang
ditemukan. Kunci identifikasi ini diharapkan dapat memudahkan pengguna dalam
mengidentifikasi lalat buah yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Barat.

Kata kunci: Methyl Eugenol, Cue Lure, Bactrocera, Dacus, perangkap Steiner,
pemeliharaan inang

SUMMARY
KHAERUDDIN. Identification of Fruit Flies (Diptera: Tephritidae) in Several
Districts of West Sulawesi Province. Supervised by PURNAMA HIDAYAT and
YAYI MUNARA KUSUMAH.
Fruit flies (Diptera: tephritid) are generally polyphagous with wide host
range, although some are known to be stenophagous and monophagous. Based on
the distribution, fruit flies are cosmopolitan insects with wide spread area includes
tropical and subtropical regions. Fruit flies are important pest of agricultural
crops. Some species of fruit flies are quarantine plant pests which are very
dangerous to fruit production in Indonesia. The Province of West Sulawesi has
high diversity of horticultural plants which may have influence on fruit fly

richness. Information on the diversity of fruit flies and their host plants in this area
was very limited. The aims of this research were to study the diversity of fruit
flies and their host plants as well as to provide the identification keys for fruit flies
found in West Sulawesi Province.
This study was conducted in the Districts of Mamuju, Mamuju Tengah, and
Polewali Mandar, West Sulawesi Province. Fruit flies were collected using two
methods, trapping and host rearing. Host rearing was done in the laboratory of
Aqiculture Quarantine Station (SKP) class II Mamuju. Fruit flies were identified
in the laboratory of Insects Biosistematics, IPB Bogor. The research was
conducted from July 2014 to March 2015.
Trapping of fruit flies was done by determining locations of sampling points
using line transect method. The size of each transect was 20 m in widht and one
km in length. In each sampling point, two traps were installed, one with Methyl
Eugenol (ME) and another with Cue Lure (CUE) attractants. The distance
between two traps were 5-20 m. The number of traps in urban area as much as 90
pieces and in he forest area were pieces. Traps were individually mounted in a
horizontal position, height of 2-4 m from ground level. The collection of trapped
fruit flies were three times a week.
Host rearing was done by collecting fruits infested by fruit flies. The
method of sampling collection was purposive sampling. The number of fruit that

was taken on each location was 1-15 pieces based on availability. Fruits that were
collected placed in plastic containers lined with sterile sand in the bottom.
Infected by fruit flies was incubated for 10-14 days to get perfect growing adults
of fruit flies. The fruit fly was killed by putting the flies into the freezer. Fruit
samplings were replicated three times.
Supporting data such as coordinates and elevation was recorded using the
Global Postitioning System (GPS). To get a map of sampling point distribution,
the General Information System (GIS) ArcMap version 10 was utilized.
Preservation of fruit flies was done by using two stage (double pinning) method.
Identification of fruit flies were based on morphological characters on the head,
thorax, wings, legs, and abdomen using available identification keys. Total of
thirty species of fruit flies were identified.
Bactrocera
(Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae,
B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Zeugodacus) cucurbitae, and B. (Zeugodacus)
emittens were reported as polypaghous fruit flies, while B. (Bactrocera) latifrons

as olygopaghous. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae,
B. (Bactrocera) umbrosa, B. (Bactrocera) albistrigata, and B. (Bactrocera)
limbifera were the dominant fruit fly species. Some species of collected fruit flies

were only reported from Sulawesi, they were B. (Bactrocera) beckerae,
B. (Bactrocera) megaspilus, B. (Bactrocera) sulawesiae, B. (Bactrocera)
trifasciata, B. (Paradacus) angustifinis, B. (Zeugodacus) emittens, and Dacus
(Mellesis) nanggalae.
Collected fruit fly species that included in the category of A2 quarantine
pests in Indonesia were that B. (Bactrocera) musae and B. (Bactrocera)
occipitalis. While the fruit fly species that included as pests were B. (Bactrocera)
albistrigata, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) dorsalis,
B. (Bactrocera) latifrons, B. cucurbitae, and B. emittens. Some plants were hosts
that have not been previously reported. They were Gambas (L. acutangula) were
a host of B. (Bactrocera) dorsalis, Buni (A. bunius) were a host of B. (Bactrocera)
carambolae, Sawo (M. zapota), Belimbing bintang (A. carambolae), and Pepper
(C. frustescens) were host of B. (Bactrocera) albistrigata, Salak (S. zalacca) were
a host of B. (Zeugodacus) cucurbitae, Gambas (L. acutangula) and Rambutan
(N. lappaceum) were host of
B. (Zeugodacus) emittens, and Terung
(S. melongena) and Tomato (S. lycopersicum) were host of B. (Bactrocera)
latifrons.
Identification keys of the fruit flies collected from this research were
constructed based on morphological characters and provided in the traditional

dichotomous key format and computer based dichotomous key using Lucid Key
Phoenix computer program. The keys is expected to be useful for identification of
fruit flies found in the West Sulawesi Province.

Keyword: Methyl Eugenol, Cue Lure, Bactrocera, Dacus, Steiner traps, host
rearing
species and of ecosistems. Different environmental conditions will affect for
biodiversity and living species. It is also applies to insects which environmental
factors influence the life cycle of insect. Oil palm is plant of crude palm oil and
palm kernel oil, it‟s leading commodity non-oil sector. This plant has a production
life up to 25-30 years, and the plant is cultivated as plantations.
At oil palm plantations known presence of ground vegetation, ie plant
communities making up the bottom stratification near the soil surface. Cultivation
practices and different habitat conditions of each oil palm‟s age will certainly
affect for existing ground vegetation. Ground vegetation at palm oil estate is one
of the factors that influence the diversity of insects.
The aim of this reseach was to determine the diversity of insect at oil palm
plantation. The reseach was conducted based age groups of plant: 1st year, 7th
years, and 20th years at Rambutan Estate PTPN III, North Sumatra, Indonesia. In
each age group 15 plots (50 m x 50 m) was specified for insects sampling. Insects


were collected by pitfal trap, light trap, insect net, yellow pan trap, and yellow
sticky trap methods.
Total of 15 960 insect spesiments were collected, consisting of 12 orders,
120 families and 244 morphospecies. Diversity of insects that found in three age
groups of plants showed a high index. This result suggest that age of the plant has
no effect on insect diversity. Insect composition in three age groups of plant are
different. At 1st and 7th years, the ecological functions of insects dominated by
insects as hebivor, and at 20th years ecological functions of insects dominated by
insect as detritivores.
Positive relationship shown by the abundance of ground vegetation around
the plant oil palm for insect abundance. The higher the percentage of ground
vegetation covering land, the higher abundance of insects can be found at location

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE)
DI BEBERAPA KABUPATEN DI PROVINSI SULAWESI BARAT

KHAERUDDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Suputa

Judul Tesis
Nama
Nim

: Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Beberapa
Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat
: Khaeruddin
: A351130444

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, M.Si
Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr

Tanggal ujian : 13 April 2015

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah Identifikasi lalat
buah (Diptera: Tephritidae) di beberapa kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing
dan Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, M.Si. sebagai Anggota Komisi
Pembimbing yang senantiasa mencurahkan ilmu, bimbingan, saran, dan
motivasi kepada penulis selama penelitian sampai dengan selesainya
penulisan tesis ini.
2. Bapak Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. selaku Ketua Program Entomologi, Ibu Prof.
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku Ketua Program Fitopatologi dan
Bapak Dr. Suputa selaku dosen penguji.
3. Ibu Ir. Banun Harpini, M.Sc selaku Kepala Badan Karantina Pertanian, Drh.
Mulyanto, MM, Dr. Ir. Antarjo Dikin, M.Sc, Dr. Ir. Arifin Tasrif, M.Sc, Drh.
Surjarwanto, MM, dan Dr. Ir. Elisa Suryati Rusli, M.Sc selaku Pimpinan
Pusat Badan Karantina Pertanian beserta seluruh jajarannya yang telah
memberikan kesempatan dan beasiswa kepada penulis untuk menempuh
pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
4. Drh. Indra Dewa dan Drh. Priyadi selaku Kepala Stasiun Karantina Pertanian
Kelas II Mamuju beserta segenap staf yang yang senantiasa memberikan
dukungan, semangat dan motivasi selama menempuh pendidikan di Sekolah
Pascasarjana IPB.
5. Ayahanda Dongko Sewang dan Ibunda Nurbiah. Saudara-saudaraku Nuraeni,
Ahmad Natsir, S.Kep, Zainuddin, S.Pd, Abdul Hamid, Ratnawati, SP, Anna
Muliana, Amd.Gz, dan Anni Satriani. Istri tercinta Mar‟atus Shaleha, S.Kep,
anak-anak tersayang Ahmad Dzaky Fahrezi Khaerul dan Muhammad Azzam
Mirza Khaerul yang senantiasa memberikan dukungan moril, spiritual, dan
materil selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
6. Seluruh staf pengajar yang telah yang telah mencurahkan ilmu kepada penulis
selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
7. Sahabat-sahabatku Kelas Khusus Karantina Pertanian 2013, Forum Wacana
Sulselbar, Forum Wacana Proteksi Tanaman IPB, Suleha Thamrin, SP, M.Si,
dan keluarga besar Laboratorium Biosistematika Serangga yang senantiasa
memberikan dukungan, semangat, dan motivasi.
8. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah membantu selama menempuh
pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015
Khaeruddin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA

1
2
2
2
3

Taksonomi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae)
Morfologi Lalat Buah
Ketertarikan Lalat Buah terhadap Atraktan
Gejala Serangan dan Kerugian Ekonomi
Asosiasi dengan Tanaman Inang
Sebaran Lalat Buah
Potensi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Barat
METODE

3
3
6
7
7
8
9
10

Tempat dan Waktu
Pengambilan Buah Terserang
Pemasangan Perangkap
Pemetaan Lokasi Sampling
Koleksi dan Identifikasi Serangga
Pembuatan Kunci Identifikasi Lalat Buah
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
10
14
15
15
16
18

Spesies Lalat Buah yang Ditemukan
Pengaruh habitat terhadap keanekaragaman lalat buah
Asosiasi Lalat Buah dengan Tanaman Inang
Deskripsi Morfologi Spesies Lalat Buah
Kunci Identifikasi Lalat Buah
SIMPULAN DAN SARAN

18
21
22
24
45
50

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

50
50
51

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

83

DAFTAR TABEL
1 Lokasi administratif dan letak geografis titik pengambilan sampel di
Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar
11
2 Jumlah individu lalat buah dan kategori dominansi spesies lalat buah
19
3 Tanaman inang lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan
Polewali Mandar
23

DAFTAR GAMBAR
1 Ciri morfologi kepala lalat buah (White & Harris 1994)
4
2 Ciri morfologi toraks lalat buah pada penampang dorsal (a) dan penampang
lateral (b) (White & Harris 1994)
5
3 Ciri morfologi dan struktur venasi sayap lalat buah (White & Harris 1994) 5
4 Ciri morfologi abdomen lalat buah pada abdomen jantan (a) dan abdomen
betina (b) (White & Harris 1994)
6
5 Peta sebaran titik-titik sampling lalat buah di Kabupaten Mamuju Tengah,
Mamuju, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat
10
6 Buah jambu air yang dicurigai tersenag lalat buah (a) buah yang terserang
lalat buha dikumpulkan di kantong kertas (b)
14
7 Pemeliharaan sampel buah di dalam toples: jambu air (a) dan jambu biji (b) 14
8 Model perangkap Steiner (a) dan pemberian atraktan (b)
15
9 Pemasangan perangkap lalat buah di hutan (a) dan penempatan perangkap
di lokasi penelitian (b)
15
10 Koleksi spesimen lalat buah menggunakan double pinning
16
11 Jumlah spesies lalat buah yang ditangkap pada kawasan pemukiman dan
hutan di tiga kabupaten Sulawesi Barat
21
12 Karakter morfologi Bactrocera (Asiadacus) apicalis (de Meijere) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
25
13 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) pada
kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)
26
14 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) beckerae (Hardy) pada kepala
(a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
26
15 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock
pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago
(f)
27
16 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel) pada kepala
(a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
28
17 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) enigmatica (Hardy) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan spesies utuh
(f)
28
18 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner) pada
kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)
29
19 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) limbifera (Bezzi) pada kepala
(a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
30

20 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel) pada kepala
(a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
30
21 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) megaspilus (Hardy) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
31
22 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) melastomatos Drew &
Hancock pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e),
dan imago (f)
32
23 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) musae (Tryon) pada kepala
(a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan imago (f)
32
24 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) moluccensis (Perkins) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
33
25 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
34
26 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) ritsemai (Weyenbergh) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 34
27 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) sulawesiae Drew & Hancock
pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago
(f)
35
28 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) trifasciata (Hardy) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
36
29 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) umbrosa (Fabricius) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
36
30 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) usitata Drew & Hancock pada
kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)
37
31 Karakter morfologi Bactrocera (Paradacus) angustifinis (Hardy) pada
kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)
38
32 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) abnormis (Hardy) pada
kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e) dan imago (f)
38
33 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
39
34 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) emittens (Walker) pada
kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f)
40
35 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) exornata (Hering) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan spesies utuh
(f)
40
36 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) heinrichi (Hering) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), dan abdomen (d)
41
37 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) persignata (Coquillett) pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
42
38 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) tau (Walker) pada kepala (a),
toraks (b), lateral toraks (c), abdomen (d), sayap (e), dan imago (f)
42
39 Karakter morfologi Dacus (Mellesis) conopsoides de Meijere pada kepala
(a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
43
40 Karakter morfologi Dacus (Callantra) longicornis Wiedemann pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
44
41 Karakter morfologi Dacus (Mellesis) nanggalae Drew & Hancock pada
kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
44

42 Karakter morfologi Bactrocera sp. pada kepala (a), toraks (b), sayap (c),
abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f)
45
43 Tampilan pertama kunci identifikasi dikotomi dalam program Lucid
Phoenix
46
44 Langkah pertama tampilan “Preview Key” untuk memulai langkah
identifikasi lalat buah
47
45 Langkah kedua memilih karakter berdasarkan sampel lalat buah yang
diidentifikasi
48
46 Langkah ketiga memilih karakter berdasarkan sampel lalat buah yang
diidentifikasi
48
47 Langkah keempat identifikasi sampel telah selesai (nama spesies telah
diketahui
49
48 Hasil identifikasi (nama spesies telah diketahui), pernyataan karakter
morfologi (a), pernyataan karakter yang telah dipilih (b), spesies yang telah
diidentifikasi (c)
49

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sebaran spesies lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan
Polewali Mandar
56
2 Matriks karakter morfologi lalat buah di Sulawesi Barat (Bagian 1)
62
3 Matriks karakter morfologi lalat buah di Sulawesi Barat (Bagian 2)
65
4 Kunci Identifikasi Lalat Buah di Sulawesi Barat
68

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lalat buah (Diptera: Tephritidae) umumnya bersifat polifag dengan kisaran
inang yang luas, meskipun beberapa diketahui bersifat stenofag dan monofag.
Berdasarkan sebarannya, lalat buah bersifat kosmopolitan dengan daerah sebar
yang luas meliputi daerah tropis dan subtropis. Beberapa spesies lalat buah
diketahui berperan sebagai hama pada tanaman pertanian. Dampak kerusakan
yang ditimbulkan lalat buah menjadi perhatian dunia, sehingga terus ditingkatkan
upaya pengendaliannya, inventarisasi keanekaragaman spesies, kisaran inang, dan
pemetaan daerah sebaran melalui surveilan (Christenson & Foote 1960; Bateman
1972; Aluja & Liedo 1993; White & Harris 1994; Aluja & Norrbom 1999).
Drew dan Romig (2012b) mengemukakan bahwa informasi spesies lalat
buah di suatu negara bermanfaat dalam negosiasi perdagangan komoditas
pertanian, pengendalian hama pada pertanaman, dan pengawasan karantina.
Informasi ini sangat diperlukan dalam deteksi dini lalat buah eksotis yang tidak
diinginkan, sehingga tingkat kerusakan dan penyebaran lalat buah yang mungkin
terjadi dapat diminimalkan. AQIS (2008) mengemukakan bahwa identifikasi
spesies lalat buah sangat penting, karena beberapa kelompok taksa lalat buah
memiliki variasi karakter morfologi yang hampir sama. Identifikasi spesies lalat
buah juga diperlukan dalam pengawasan karantina yang meliputi kegiatan
intersepsi lalat buah pada pintu pemasukan lalu lintas komoditas pertanian,
surveilan untuk mendeteksi serangan baru, surveilan untuk menjamin kawasan
bebas, dan surveilan untuk mengembangkan daftar OPT dalam kesepakatan
WTO-SPS (ISPM 2006, 2007, 2008).
Beberapa spesies lalat buah dikoleksi oleh Wallace tahun 1860 dari
beberapa pulau yang sekarang menjadi bagian dari Indonesia (Drew & Romig
2012a). AQIS (2008) melaporkan spesies lalat buah di Indonesia sebanyak 63
spesies. Drew dan Romig (2012a) melaporkan lalat buah di Indonesia sebanyak
122 spesies, namun hanya 11 spesies yang berperan sebagai hama. Spesies lalat
buah yang berperan sebagai hama yaitu Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de
Meijere), B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) dorsalis
(Hardy), B. (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner), B. (Bactrocera) latifrons (Hendel),
B. (Bactrocera) musae (Tryon), B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi),
B. (Bactrocera) umbrosa (Fabricius), B. (Zegodacus) caudata (Fabricius),
B. (Zegodacus) cucurbitae (Coquillett), dan B. (Zegodacus) tau (Walker).
Indonesia perlu mewaspadai invasi lalat buah dari luar negeri dan dari
daerah endemik tertentu. Beberapa spesies lalat buah merupakan organisme
pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri (OPTK A1) dan pada suatu
kawasan tertentu di dalam wilayah Republik Indonesia (OPTK A2). Permentan
nomor 93 tahun 2011 tentang jenis OPTK di Indonesia, menyebutkan lalat buah
yang termasuk kategori OPTK A1 sebanyak 27 spesies (Genus Anastrepha,
Bactrocera Ceratitis, dan Rhagoletis) dan OPTK A2 sebanyak 3 spesies yaitu
B. (Bactrocera) bryoniae (Tryon), B. (Bactrocera) musae (Tryon), dan
B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) (Kementan 2011).

2
Sulawesi Barat memiliki potensi menghasilkan berbagai macam buahbuahan tropis. Salah satu ancaman bagi produksi buah-buahan di Provinsi
Sulawesi Barat adalah lalat buah. Informasi mengenai spesies lalat buah dan jenis
tanaman inangnya di wilayah ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian tentang jenis lalat buah dan dan tanaman inangnya di
Provinsi Sulawesi Barat. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi
mengenai jenis spesies lalat buah, jenis tanaman inang, dan menyediakan kunci
identifikasi lalat buah yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Barat.
Perumusan Masalah
Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi tanaman hortikultura yang
melimpah dengan pintu-pintu pemasukan dan pengeluaran komoditas pertanian
yang menghubungkan dengan daerah lain di dalam wilayah RI, maupun ke luar
wilayah RI. Hal ini membuka peluang penyebaran lalat buah melalui media
pembawa komoditas pertanian semakin meningkat, sehingga memengaruhi status
spesies lalat buah di suatu daerah. Selain itu informasi mengenai spesies lalat buah
di Sulawesi Barat masih sangat terbatas, oleh karena itu perlu penelitian mengenai
identifikasi stastus spesies lalat buah, jenis tanaman inang serta penyediaan kunci
identifikasi lalat buah yang ditemukan di Sulawesi Barat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies lalat buah dan tanaman
inangnya di beberapa kabupaten Provinsi Sulawesi Barat serta membuat kunci
identifikasi untuk lalat buah yang ditemukan.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengelolaan hama lalat
buah di Provinsi Sulawesi Barat.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae)
Lalat buah termasuk dalam Dunia Animalia, Filum Arthropoda, Kelas
Insekta, Ordo Diptera, Subordo Brachycera, Famili Tephritidae (Hardy 1969;
Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White & Harris 1994; Aluja & Norrbom
1999). Menurut White dan Harris (1994), Famili Tephritidae terdiri dari 3
Subfamili yaitu Dacinae, Trypetinae, dan Tephritinae. Subfamili Dacinae terdiri
dari Tribe Ceratitini dan Dacini. Subfamili Trypetinae terdiri dari Tribe
Acanthonevrini, Adramini, Eupharantini, Phytalmiini, Rivelliomimini,
Toxotrypanini, dan Trypetini. Subfamili Tephritinae terdiri dari Tribe Myopitini,
Tephrellini, Terelliini, dan Tephritini.
Famili Tephritidae terdiri dari 5 Genus yaitu Ceratitis, Anastrepha,
Bactrocera, Rhagoletis, Dacus. Genus Ceratitis terdiri dari Subgenus Cerattis,
Ceratalaspis, Pardalaspis, dan Pterandus. Genus Bactrocera terdiri dari
Subgenus Afrodacus, Bactrocera, Diplodacus, Gymnodacus, Hemigymnodacus,
Javadacus, Notodacus, Tetradacus, Daculus, Sinodacus, dan Zeugodacus. Genus
Dacus terdiri Subgenus Callantra, Didacus, dan Dacus Genus Bactrocera
merupakan spesies di daerah tropis. Lalat buah ini sebelumnya diidentifikasi
sebagai Genus Dacus, kemudian diketahui merupakan kekeliruan identifikasi dari
Genus Bactrocera. Genus Dacus merupakan spesies asli dari Afrika, biasanya
berasosiasi dengan bunga dan buah dari jenis tanaman cucurbits (Cucurbitaceae)
dan tanaman kacang-kacangan (Hardy 1968, 1969; Drew 1989; Drew & Hancock
1994; White & Harris 1994; Mahmood 2004; Siwi et al. 2006; Suputa & Taufiq
2006; AQIS 2008; PHA 2011; Drew & Romig 2012a).
Bactrocera (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera)
philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock,
dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White merupakan spesies lalat
buah yang memiliki karakter morfologi dan genetik yang sangat mirip dengan B.
(Bactrocera) dorsalis (Hendel). Revisi taksonomi Schutze et al. (2014)
mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B.
(Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel),
dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White memiliki kesamaan
karakter morfologi, molekuler genetik, cytogenetic, sexual compatibility, dan
chemoecology. Revisi taksonomi ini mengemukakan bahwa B. (Bactrocera)
dorsalis (Hendel) sebagai sinonim senior B. (Bactrocera) papayae Drew &
Hancock syn.n. dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White syn.n.
Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock tetap merupakan
kelompok taksa yang terpisah. Perubahan taksonomi ini berimplikasi pada
perlindungan tanaman, pengendalian hama, karantina, perdagangan internasional,
pengelolaan pascapanen, dan penelitian dasar.
Morfologi Lalat Buah
Tubuh imago lalat buah berbentuk memanjang seperti tabung dan bilateral.
Imago rata-rata berukuran 0.7 mm × 0.3 mm. Imago memiliki tiga bagian utama
yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kepala memiliki bagian utama sebagai ciri

4
penting dalam identifikasi yaitu mata, antena, mulut, dan bercak pada muka
(facial spot). Antena lalat buah bertipe aristat. Wajah memiliki warna dan pola
dengan bentuk dan ukuran yang beragam (Gambar 1) (White & Harris 1994).
Toraks terdiri dari 3 ruas yaitu bagian anterior protoraks, mesotoraks, dan
bagian posterior metatoraks. Toraks terdapat bristles, lateral postsutural vittae,
medial postsutural vittae, sayap, dan tungkai. Mesotoraks memiliki sepasang
sayap, metatoraks memiliki sepasang halter. Toraks berwarna oranye, merah
kecokelatan, cokelat, atau hitam. Toraks terdiri dari dua bagian penting yang
disebut dengan skutum atau mesonotum (dorsum toraks atas) dan skutelum
(dorsum toraks bawah). Bristles pada bagian toraks memiliki jumlah terbatas
(Gambar 2) (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; Drew & Hancock 1994; White
& Harris 1994; Drew et al. 1998; AQIS 2008; Drew et al. 2011; Drew & Romig
2012a).
Sayap mempunyai ciri-ciri pola pembuluh sayap, yaitu costal (pembuluh
sayap sisi anterior), subcostal, anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus
(pembuluh sayap utama), median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh
sayap radius), dan pembuluh sayap melintang. Beberapa spesies lalat buah
diketahui memiliki pola yang berbeda pada sayap. Venasi sayap kadang tidak
tampak jelas akibat perpaduan dari beberapa pembuluh darah (Gambar 3) (Drew
1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White & Harris 1994; AQIS 2008).
Karakter morfologi abdomen Genus Bactrocera memiliki ruas-ruas
abdomen terga I dan II menyatu, terga III-V terpisah. Genus Dacus memiliki ruasruas abdomen menyatu dan mempunyai pinggang ramping (petiole) sehingga
menyerupai tawon. Abdomen umumnya memiliki dua pita melintang dan satu pita
membujur warna hitam atau bentuk huruf „T’ yang kadang-kadang tidak jelas.
Abdomen memiliki ceromae, ovipositor pada serangga betina, aculeus pada
bagian ujung ovipositor. Abdomen dengan garis medial longitudinal pada terga
III-V dan berwarna hitam di sisi lateral. Terga III di kedua sisi lateral abdomen
terdapat pecten (Gambar 4) (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White &
Harris 1994; Drew et al. 1998; AQIS 2008).

Gambar 1 Ciri morfologi kepala lalat buah (White & Harris 1994)
Keterangan:
ar – arista, comp eye – compound eye, fc – face, flgm 1 – 1st flagellomere, fr –
frons, fr s – frontal setae, gn – gena (plural: genae), gn grv – genal groove, g ns
– genal seta, i vt s – inner vertical seta, lun – lunule, oc – ocellus, oc s – ocellar
seta, o vt s – outer vertical seta, orb s – orbital setae, pafc – parafacial kawasan,
ped – pedicel, poc s – postocellar seta, pocl s – postcular setae, ptil fis – ptilinal
fissure, scp – scape, vrt – vertex

5

(a)

(b)

Gambar 2 Ciri morfologi toraks lalat buah pada penampang dorsal (a) dan
penampang lateral (b) (White & Harris 1994)
Keterangan :
a npl s – anterior notopleural seta, a sctl s – apical scutellar seta, a spal s – anterior
supra-alar seta, a spr – anterior spiracle, anatg – anatergite, anepm – anepimeron,
anepst – anepisternum, anepst – anepisternum, anepst s – upper anepisternal seta, b sctl s
– basal scutellar seta, cx – coxa, dc s – dorsocentral seta, hlt – halter or haltere, ial s –
intra-alar seta, kepst – katepisternum, kepst s – katepisternal seta, ktg – katatergite, npl –
notopleuron, p npl s – posterior notopleural seta, p spal s – posterior supra-alar seta, p
spr – posterior spiracle, pprn lb – postpronotal lobe, pprn s – postporontal seta, prepst –
propisternum, presut kawasan – presutural kawasan, presut spal s –preutural supraalar
seta, psctl acr s –prescutellar acrostichal seta, psut sct – postcutural scutum, sbsctl –
subscutellum, scape – scapula setae, sctl – scutellum, trn sut – transverse scuture

Gambar 3 Ciri morfologi dan struktur venasi sayap lalat buah (White & Harris
1994)
Keterangan:
Bc - basal cell, cg bk - costagial break, h bk - humeral break, bm - basal medial, bc basal costal, C - costal, Sc - sub costal, st - stem vein, h - humeral, R - radius

6

(a)

(b)

Gambar 4 Ciri morfologi abdomen lalat buah pada abdomen jantan (a) dan
abdomen betina (b) (White & Harris 1994)
Keterangan:
acul – aculeus, ev ovp sh – eversible ovipositor sheath, ovsc – oviscape, st – sternites, tg
– tergites

Ketertarikan Lalat Buah terhadap Atraktan
Keberadaan populasi lalat buah dapat dideteksi dengan melakukan surveilan
untuk mengantisisipasi kemungkinan masuknya lalat buah eksotik. Deteksi dapat
dilakukan dengan menggunakan perangkap yang diberi atraktan berupa
paraferomon untuk menarik lalat buah di daerah persebarannya (White & Harris
1994; Vargas et al. 2000; Siwi et al. 2006; Maryati 2008; Vargas et al. 2010;
Drew & Romig 2012a; Shelly et al. 2014). Lalat buah menggunakan sejumlah
isyarat visual ataupun isyarat kimia untuk menemukan inangnya. Kesesuaian
isyarat visual maupun kimia menentukan ketertarikan lalat buah terhadap
inangnya (Chuah et al. 1997; Aluja & Norrbom 1999; Hasyim et al. 2010;
Binyameen 2013; Shelly et al. 2014). Penggunaan perangkap berkaitan dengan
sifat atraktan, paling banyak digunakan adalah yang mengandung paraferomon
atau feromon untuk jantan (Cowley 1990; IAEA 2003). Atraktan yang umum
digunakan adalah Cue lure (4-p-hydroxyphenyl-2-butanone acetate), dan Methyl
eugenol (Benzene,1, 2-dimethoxy-4-2-propenyl). Methyl eugenol (ME)
menangkap sebagian besar spesies Bactrocera termasuk B. (Bactrocera) dorsalis,
B. (Bactrocera) zonata, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera)
philippinensis, B. (Bactrocera) musae, beberapa Subgenus Ceratitis
(Pardalapsis), dan tiga spesies Dacus spp. yaitu D. melanohumeralis, D.
memnonius, D. pusilus, tetapi tidak untuk Subgenus B. (zeugodacus) spp. Cue lure
(CUE) juga menangkap sejumlah besar Bactrocera termasuk B. (zeugodacus)
cucurbitae (Coquillett), B. (Bactrocera) tryoni (Froggatt), dan Dacus spp. (White
& Harris 1994; IAEA 2003; Shelly et al. 2014).
Menurut IAEA (2003), penggunaan perangkap bertujuan untuk surveilan
pembatasan dan surveilan monitoring. Deteksi dilakuan untuk mengetahui
keberadaan spesies lalat buah di suatu daerah. Surveilan pembatasan untuk
menentukan batas-batas suatu daerah dianggap bebas lalat buah. Surveilan
monitoring merupakan surveilan berkelanjutan untuk memverifikasi populasi lalat
buah termasuk fluktuasi musiman dan kelimpahan spesies. Cowley (1990)

7
mengemukakan bahwa penggunaan atraktan CUE dan ME dengan jarak interval
sekitar 1200 m. Hal ini memberikan kepadatan perangkap sekitar satu per km2
untuk atraktan ME.
Gejala Serangan dan Kerugian Ekonomi
Lalat buah betina meletakkan telur pada jaringan buah. Adanya tusukan
ovipositor imago betina sebagai tempat peletakan telur ini menyebabkan
terjadinya noda/titik kecil berwarna hitam yang tidak terlalu jelas sebagai gejala
awal serangan lalat buah. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang
hampir masak. Tingginya persentase serangan juga disebabkan oleh umur
tanaman dan jumlah buah yang tersedia di lapangan. (Aluja & Liedo 1993; White
& Harris 1994; Siwi et al. 2006).
Buah yang terinfestasi lalat buah akan diikuti dengan munculnya nekrosis di
sekitar tusukan. Telur menetas menjadi larva di dalam buah. Larva memakan
daging buah yang menyebabkan noda-noda kecil berkembang menjadi bercak
coklat dan mengalami pembusukan. Buah yang terserang menjadi busuk dan
gugur sebelum mencapai kematangan. Larva-larva dengan ukuran antara 4-10
mm. Larva biasanya meloncat/melenting apabila tersentuh dan buah dibelah
(White & Harris 1994; Enkerlin & Mumford 1997; Siwi et al. 2006; Vayssières et
al. 2009)
Allwood et al. (2002) mengemukakan bahwa lalat buah (Oriental fruit fly)
telah menjadi hama utama pada pertanaman hortikultura di Hawaii sejak tahun
1946. Pada awalnya menyerang tanaman mangga, alpukat dan pepaya, namun
inang lalat buah terus bertambah mencapai 125 jenis tanaman buah-buahan dan
sayuran. Lalat buah menyerang buah-buahan dan sayuran yang berakibat
menurunnya kualitas dan kuantitas produksi. Pada tahun 1960 dan 1990 biaya
pengendalian lalat buah ini mencapai US$44 juta sampai US$176 juta di
California. Tahun 1992 di Papua New Guinea biaya pengendalian lalat buah
mencapai AU$35 juta. Infestasi hama lalat buah juga menyebabkan adanya
pembatasan perdagangan komoditas pertanian di banyak negara.
Asosiasi dengan Tanaman Inang
Lalat buah umumnya bersifat polifag dengan kisaran inang yang luas
meskipun beberapa diketahui bersifat stenofag, oligofag, dan monofag (White &
Harris 1994; Allwood et al. 1999; Leblanc et al. 2013). Dalam suatu ekosistem,
ketika memilih tanaman inang, serangga dapat menggunakan berbagai indera,
seperti olfactory system, gustatory system, penglihatan, dan sentuhan. Pada
umumnya serangga menggunakan olfactory system berupa kemoreseptor dalam
mencari pasangan dan tanaman inang (Christenson & Foote 1960; Bernays &
Chapman 1994; Aluja & Norrbom 1999; Binyameen 2013). Menurut West dan
Cunningham (2002), faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pemilihan tanaman
inang adalah (1) sifat kekhususan dari tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk
makan dan meletakkan telur, (2) tanaman memiliki kualitas yang cukup untuk
perkembangan larva karena ketersediaan gizi, mikrohabitat atau kelimpahan
musuh alami yang kecil, dan (3) variasi dalam kualitas dan kelimpahan tanaman
inang.

8
Seleksi tanaman inang diawali dengan pencarian, seleksi, penerimaan,
preferensi, dan pengenalan inang. Perbedaan kisaran inang yang dimiliki oleh
spesies lalat buah dipengaruhi oleh spektrum warna, senyawa kimiawi volatil
yang dikeluarkan oleh tanaman inang, preferensi serta persepsi lalat buah terhadap
morfologi, nutrisi, persebaran, dan kuantitas tanaman inang serta interaksi
terhadap organisme serta individu lain (Christenson & Foote 1960; Bernays &
Chapman 1994; Aluja & Norrbom 1999; Finch & Collier 2000; Binyameen 2013).
Lalat buah bergerak aktif untuk mencari makanan, keberadaan makanan dalam
suatu ekosistem memengaruhi tingkat populasi (Nishida 1980).
Perkembangan populasi sangat dipengaruhi oleh hubungan lalat buah
dengan inangnya. Nishida (1980) menyatakan bahwa ketersediaan makanan
penting dan sangat memengaruhi tingkah laku dan persebaran lalat buah. Dalam
suatu daerah lalat buah akan berpindah jika sumber makanan telah berkurang.
Larasati et al. (2013) mengemukakan bahwa interaksi yang terjadi antara lalat
buah dan inangnya juga dipengaruhi oleh proses koevolusi yang dapat
memengaruhi perilaku serta sistem fisiologi lalat buah terhadap sensitifitas
spesies lalat buah terhadap inangnya.
Harris et al. (2001) menyatakan bahwa keanekaragaman inang yang tinggi
sangat memengaruhi keanekaragaman spesies, kelimpahan individu, dan
persebaran lalat buah di suatu wilayah, sedangkan habitat homogen umumnya
terdiri atas inang dengan jenis yang terbatas sehingga menyebabkan adanya
keterbatasan spesies lalat buah yang terdapat pada wilayah tersebut. Menurut
Vayssières et al. (2009), keberadaan tanaman yang dibudidayakan dalam jumlah
tinggi sangat memengaruhi populasi spesies lalat buah yang menjadi hama
tanaman tersebut. Menurut Magid et al. (2012), tanaman budidaya menjamin
ketersediaan inang sepanjang waktu, disamping itu sistem budidaya tanaman yang
kompleks dengan berbagai macam jenis tumbuhan yang berpotensi jadi inang
mendukung kehadiran dan berkembangnya lalat buah.
Sebaran Lalat Buah
White dan Harris (1994) mengemukakan bahwa wilayah sebaran lalat buah
di dunia terbagi menjadi enam kawasan yaitu Afrotropical, Oriental, Australasian
dan Oceanic, Palaeartic, Nearctic dan Neotropical. Kawasan Afrotropical meliputi
wilayah Afrika Selatan dan Ethiopia terdiri dari 184 genus yaitu 14 Bactrocera
spp., Ceratitis spp, dan sekitar 170 Dacus spp. Kawasan Oriental meliputi wilayah
Asia termasuk Indonesia, India, Thailand, Filipina, dan Kepulauan Ryukyu
(Jepang dan China Selatan) terdiri dari 210 genus yaitu 180 Bactrocera spp, dan
30 Dacus spp. Kawasan Australasian dan Oceanic meliputi Australia, PNG, New
Zaeland, dan Kepuauan Pasifik terdiri dari 297 genus yaitu 270 Bactrocera spp.,
27 Dacus spp., dan Ceratitis spp. Kawasan Palaeartic meliputi Eropa, Asia
beriklim dingin, Timur Tengah, dan Afrika Utara terdiri dari 140 genus yaitu 13
Bactrocera spp., Ceratitis spp., 5 Dacus spp., dan 22 Rhagoletis spp. Kawasan
Nearctic meliputi Kanada, USA, dan Pegunungan Utara Meksiko terdiri 60 genus
yaitu 20 Anastrepha spp. dan 24 Rhagoletis spp. Kawasan Neotropical meliputi
sebagian Amerika terdiri dari 90 genus yaitu 180 Anastrepha spp., kelompok B.
dorsalis kompleks di Suriname dan Perancis, Ceratitis spp., dan 21 Rhagoletis
spp.

9
Spesies lalat buah di dunia sekitar 800-an spesies yang tersebar di Afrika
(200 spesies), Asia (300 spesies), dan Pasifik Selatan (300 spesies). Sekitar 10
spesies Bactrocera berasal dari India kemudian menyebar ke Asia Tenggara dan
Kepulauan Pasifik. Genus Dacus merupakan spesies asli dari Afrika, dan biasanya
berasosiasi dengan bunga dan buah dari jenis tanaman Cucurbitaceae dan
tanaman kacang-kacangan (White & Harris 1994; Drew 2004).
Beberapa spesies lalat buah dikoleksi oleh Wallace tahun 1860 dari
beberapa pulau yang sekarang menjadi bagian dari Indonesia. Spesies tersebut
dideskripsikan oleh Walker di Natural History Museum di London (Drew &
Romig 2012a). Menurut AQIS (2008), spesies lalat buah di Indonesia sebanyak
63 spesies. Drew dan Romig (2012a) melaporkan lalat buah di Indonesia
sebanyak 122 spesies, namun hanya 11 spesies yang berperan sebagai hama.
Revisi taksonomi ini memuat informasi tentang daftar spesies lalat buah, sebaran
geografi, status hama lalat buah dan risiko biosekuriti.
Ginting (2009) mengemukakan bahwa spesies lalat buah di Jakarta,
Depok, dan Bogor terdiri dari 14 spesies lalat buah. Sarjan et al. (2010)
mengemukakan hasil penelitian di lahan kering Kabupaten Lombok Barat
ditemukan 10 spesies lalat buah. Suputa et al. (2010) mengemukakan bahwa hasil
surveilan lalat buah pada 24 provinsi di Indonesia ditemukan 44 spesies dari 9
Subgenus. Larasati et al. (2013) mengemukakan bahwa di Kabupaten Bogor dan
sekitarnya ditemukan 18 spesies lalat buah. Menurut Drew dan Romig (2012a),
beberapa spesies lalat buah yang ditemukan dilaporkan hanya terdapat di
Sulawesi, yaitu B. (Bactrocera) beckerae, B. (Bactrocera) megaspilus, B.
(Bactrocera) sulawesiae, B. (Bactrocera) trifasciata, B. (Paradacus) angustifinis,
B. (Zeugodacus) emittens, dan Dacus (Mellesis) nanggalae.
Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah. Musuh
alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen. Di lapang dijumpai
parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Biosteres spp. dan Opius spp.
Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang, dan
cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp. (Siwi et
al. 2006)
Potensi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Barat memliki potensi sumber daya alam (SDA)
pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, kelautan,
pertambangan, dan pariwisata. Wilayah ini merupakan salah satu jalur lalu lintas
pelayaran nasional dan internasional. Bandar udara Tampa Padang
menghubungkan Makassar - Mamuju dan Mamuju – Balikpapan (BPS 2013).
Potensi pertanian yang telah dikelola sebesar 274 401 ha yang terdiri dari
lahan kering 219 727 ha, lahan sawah tadah hujan 25 985 ha, irigasi desa 14 393
ha, Irigasi setegah teknis 3013 ha dan irigasi teknis 11 283 ha serta lahan potensial
untuk percetakan sawah baru seluas 20 600 ha. Produksi komoditas potensial yang
telah dicapai antara lain: padi 348 859 ton GKP, jagung 14 616 ton, ubi jalar 9216
ton, kacang tanah 896 ton, kedele 970 ton, kacang hijau 1487 ton, ubi kayu 68 624
ton, sayuran 2 499 ton, jeruk 109 483 ton, rambutan 17 378 ton, manggis 13.8 ton,
durian 81 595 ton, dan markisa 63.4 ton (BPS 2013).

10

METODE
Tempat dan Waktu
Pengambilan sampel lalat buah dengan metode pengumpulan buah bergejala
dan pemasangan perangkap dilaksanakan di Kabupaten Mamuju Tengah,
Mamuju, dan Polewali Mandar (Gambar 5). Pemeliharaan buah terserang di
laboratorium Stasiun Karantina Pertanain (SKP) Kelas II Mamuju. Lalat buah
diindetifikasi di laboratorium Biosistematika Serangga IPB. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 sampai Maret 2015. Pencatatan lokasi titik
koordinat dan ketinggian dari permukaan laut (mdpl) dengan menggunakan
Global Postitioning System (GPS). Daftar lokasi pengambilan sampel disajikan
pada Tabel 1.

Gambar 5 Peta sebaran titik-titik sampling lalat buah di Kabupaten Mamuju
Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat
Pengambilan Buah Terserang
Buah yang terindikasi terserang lalat buah dicirikan dengan gejala tusukan
disertai dengan nekrosis (Gambar 6a). Buah diambil di kawasan pemukiman dan
hutan. Penentuan lokasi di kawasan hutan dengan memilih lima kawasan hutan
yang terdapat pada setiap kabupaten. Pada kawasan pemukiman dengan memilih
lima kecamatan di setiap kabupaten. Penentuan unit contoh secara purposive
sampling