Peningkatan absorbsi foton pada film tipis semikonduktor BaxSr1-xTiO3 dengan menggunakan kristal fotonik
PENINGKATAN ABSORBSI FOTON PADA FILM TIPIS
SEMIKONDUKTOR BaxSr1-xTiO3 DENGAN MENGGUNAKAN
KRISTAL FOTONIK
ABD. WAHIDIN NUAYI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Absorbsi
Foton pada Film Tipis Semikonduktor BaxSr1-xTiO3 dengan Menggunakan Kristal
Fotonik” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,
Juli 2013
Abd. Wahidin Nuayi
NRP. G751110021
RINGKASAN
ABD. WAHIDIN NUAYI. Peningkatan absorbsi foton pada film tipis
semikonduktor BaxSr1-xTiO3 dengan menggunakan kristal fotonik. Dibimbing oleh
HUSIN ALATAS dan IRZAMAN.
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan film tipis semikonduktor
BaxSr1-xTiO3 (BST) untuk nilai x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 dan konsentrasi 1
molar dengan menggunakan metode chemical solution depositon (CSD). Bahan
yang digunakan dalam penelitian adalah bubuk barium asetat [Ba(CH3COO)2,
99%], stronsium asetat [Sr(CH3COO)2, 99%], titanium isopropoksida
[Ti(C12O4H28), 97.999%], galium tri oksida [Ga2O3], 2-metoksietanol
[H3COOCH2CH2OH, 99%] dan substratnya adalah kaca transparent conductive
oxide (TCO) berukuran 1 x 1 cm. Pembuatan film tipis BST dibuat sebanyak 2 kali
yaitu untuk film tipis BST yang didadah dengan galium 10% (BGST) sebagai
lapisan tipe-p dan larutan BST murni sebagai tipe-n. Larutan BST untuk tiap nilai
x dibuat dengan cara mencampurkan barium asetat [Ba(CH3COO)2, 99%],
stronsium asetat [Sr(CH3COO)2, 99%] dan titanium isopropoksida [Ti(C12O4H28)]
ke dalam pelarut, 2-metoksietanol [H3COOCH2CH2OH, 99%] sesuai dengan gram
massa yang telah ditentukan untuk tiap nilai x. Sedangkan larutan BGST dibuat
dengan cara yang sama untuk larutan BST, hanya saja ditambahkan galium sebesar
10% dari massa BST yang digunakan. Setelah semua bahan dicampurkan,
kemudian digetarkan dengan menggunakan ultrasonik selama 90 menit, kemudian
diikuti dengan pelapisan film BGST/BST di atas substrat TCO. Setelah terbentuk
lapisan, kemudian diannealing selama 15 jam pada temperatur 500 oC dengan
kenaikan temperatur sebesar 1,67 oC/menit.
Karakterisasi film tipis BST baik yang tidak menggunakan kristal fotonik
maupun ditandem dengan kristal fotonik meliputi karakterisasi absorbansi dan
transmitansi pada spektrum cahaya tampak, serta karakterisasi fotokonduktivitas
listriknya.
Hasil karakteristik film BST sebelum ditandem dengan kristal fotonik
menunjukkan bahwa film tipis yang dihasilkan secara keseluruhan memiliki daerah
absorbsi cahaya pada hampir seluruh rentang spektrum cahaya tampak (visible),
bahkan sampai daerah inframerah dengan kisaran nilai absorbsi di atas dari 67.6%.
Selain itu dapat dilihat bahwa absorbansi maksimum dari film tipis BST untuk
keseluruhan fraksi mol barium berada pada rentang daerah spektrum cahaya biru
sampai hijau, 457 nm ≤ ≤ 570 nm dan absorbansi minimum terletak pada daerah
spektrum cahaya kuning sampai merah, 570 nm ≤ ≤ 678 nm.
Absorbansi terbesar terdapat pada fraksi mol x = 0.25 dengan rata-rata
keseluruhan nilai absorbansi mencapai 92.04% dengan puncak absorbansi
maksimum dan minimum masing-masing pada panjang gelombang 500.89 dan
657.72 nm. Pada fraksi mol x = 0.35 rata-rata keseluruhan nilai absorbansi turun
menjadi 83.55% dengan puncak maksimum pada panjang gelombang 505.73 nm
dan minimum pada panjang gelombang 613.68 nm. Selanjutnya meningkat menjadi
91.16% pada fraksi mol x = 0.45 dengan puncak absorbansi maksimum dan
minimum masing-masing pada panjang gelombang 506.04 dan 618.56 nm, serta
pada fraksi mol x = 0.55 rata-rata keseluruhan nilai absorbansi turun lagi menjadi
80.12% dengan puncak absorbansi pada panjang gelombang 507.85 nm dan
minimum pada panjang gelombang 608.79 nm. Selain itu dapat dilihat bahwa ketika
fraksi mol barium ditambah, puncak maksimum absorbansi atau puncak minimum
transmitansi bertambah besar dan mengalami pergeseran, meskipun masih berada
pada rentang spektrum cahaya yang sama (hijau). Sedangkan puncak minimum
absorbansi atau puncak maksimum transmitansi memiliki kecenderungan mengecil,
meskipun masih pada rentang spektrum cahaya yang sama (biru dan merah).
Ketika ditandem dengan kristal fotonik terjadi peningkatan absorbsi pada
film BST untuk setiap variasi nilai x yang berkisar antara 3.04 sampai 13.33%. Pada
fraksi mol x = 0.25 rata-rata keseluruhan persentase absorbansi meningkat sebesar
3.96% dari 92.4 menjadi 95.68%. Pada fraksi mol x = 0.35 rata-rata peningkatan
persentase absorbansi naik sebesar 7.07 menjadi 89.45% dari sebelumnya 83.55%.
Selanjutnya rata-rata keseluruhan absorbansi film tipis BST pada fraksi mol x =
0.45, meningkat 3.04% dari sebelumnya 91.16 menjadi 93.93%, serta pada fraksi
mol x = 0.55 mengalami peningkatan paling tinggi sebesar 13.33% dari rata-rata
persentase absorbansi sebelumnya 80.13 menjadi 90.81%.
Karakterisasi yang dilakukan pada frekuensi 100 kHz menunjukkan bahwa
semakin besar fraksi mol barium, nilai konduktivitas listrik film BST semakin
meningkat, walaupun tidak secara linier dan ketika film tipis BST dikenai dengan
cahaya, terlihat adanya penurunan nilai konduktivitas listriknya. Adanya perubahan
nilai koduktivitas ini menunjukkan bahwa film tipis yang dihasilkan memiliki sifat
fotokonduktiv. Hasil perhitungan konduktivitas listrik mendapatkan nilai
konduktivitas listrik film tipis BST pada penelitian ini berada pada rentang nilai
dari 0.22 x 10-1 sampai 0.57 x 10-1 S/cm. Bila merujuk pada literatur yang
menggolongkan material berdasarkan nilai konduktivitas listriknya, material
semikonduktor memiliki rentang nilai dari 10-8 sampai 103 S/cm, berdasarkan nilai
ini maka film tipis BST pada penelitian ini masuk kedalam golongan material
semikonduktor.
Dengan melihat salah satu paramater material sel surya yakitu kemampuan
dalam mengabsorbsi foton, maka berdasarkan hasil yang diperoleh, material BST
yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu material sel
surya, dan diperlukan pengujian lebih lanjut terhadap parameter sel surya yang lain.
Kata kunci: Absorbansi, CSD, film tipis, kristal fotonik, semikonduktor.
SUMMARY
ABD. WAHIDIN NUAYI. Enhancement of photon absorbtion on BaxSr1-xTiO3 thin
films semiconductor using photonic crystals. Supervised by HUSIN ALATAS and
IRZAMAN.
In this research, has been conducted BaxSr1-xTiO3 (BST) thin films
manufacturing for mole fraction x = 0.25, 0.35, 0.45, and 0.55; and concentration
of 1 molar using chemical solution depositon (CSD) method. The materials, which
are used in this research, are barium acetate [Ba(CH3COO)2, 99%], strontium
acetate [Sr(CH3COO)2, 99%], titanium isopropoxide [Ti(C12O4H28), 97.999%],
gallium trioxide [Ga2O3], 2-methoxyethanol [H3COOCH2CH2OH, 99%] and 1 x 1
cm of transparent conductive oxide (TCO) glass as substrate. Two BST thin films
are made that for BST thin films which are doped by 10% galium (BGST) as p-type
layer and pure BST solution as n-type. BST solution is made by reacting barium
acetate [Ba(CH3COO)2, 99%], strontium acetate [Sr(CH3COO)2, 99%] and titanium
isopropoxide [Ti(C12O4H28)] into 2-methoxyethanol solvent [H3COOCH2CH2OH,
99%] in accordance with mass gram for each x value. While, BGST solution is
made in the same way as BST solution, plus adding gallium at 10% of the mass of
BST. Once all materials are reacted, then vibrated using ultrasonic for 90 minutes,
and followed by coating BGST / BST on the TCO substrate. Once the layer is
formed, then annealed for 15 hours at temperature of 500 °C with increasing rate of
1.67 oC/minute.
Characterizations of BST thin films with or without photonic crystals
include the absorbance and transmittance in the visible light spectrum, as well as
the electrical photoconductivity characterizations.
From BST thin films without photonic crystals indicate that our thin films
have light absorption area on almost the entire range of the visible light spectrum
even to the infrared range with absorption value over than 67.6%, in addition, it can
be seen that the maximum absorbance of BST thin films for all mole fractions lie
in blue to green light spectrum region, 457 nm ≤ ≤ 570 nm and the minimum in
yellow to red light spectrum region, 570 nm ≤ ≤ 678 nm.
The largest absorbance is found at x = 0.25 with average absorbance value of
92.04% and maximum and minimum absorbance peaks at wavelength of 500.89
and 657.72 nm, respectively. At x = 0.35, average absorbance value decreased to
83.55% with maximum and minimum peaks at 505.73 and 613.68 nm, respectively.
Then increased to 91.16% at x = 0.45 with maximum and minimum peaks at 506.04
and 618.56 nm, respectively. At x = 0.55, average absorbance value decreased to
80.12% with maximum and minimum peaks at 507.85 and 608.79 nm, respectively.
Moreover, it can be seen that the addition of barium mole fraction leads to wider
maximum absorbance or minimum transmittance peaks and narrower minimum
absorbance or maximum transmittance peaks in the same range of the green and
blue & red light spectrums, respectively.
BST thin films with photonic crystals show increasing in absorption for all
x values in the range of 3.04 into 13.33%. At x = 0.25, average absorbance
percentage increased 3.96% from 92.4 into 95.68%, for x = 0.35 average percentage
increased 7.07% into 89.45 from 83.55%. Furthermore, average absorbance of BST
thin films at x = 0.45 increased 3.04% from 91.16 into 93.93% and x = 0.55 has the
highest average absorbance percentage that is 13.33% from 80.13 into 90.81%.
Characterizations which are performed at frequency of 100 kHz show that the
larger barium mole fraction leads to the higher electrical conductivity of BST films,
non-linear, and when it is subjected to the light, its electrical conductivity is
decrease. This phenomenon shows that our BST thin films have photoconductivity
property. In this research, electrical conductivity of BST thin films in the range of
0.22 x 10-1 into 0.57 x 10-1 S/cm. From several literatures, that of semiconductor
materials in the range of 10-8 int0 103 S/cm, based on this, our BST thin films can
be classified as semiconductor materials.
By considering solar cell material ability in absorbing photons, we conclude
that our BST material can be utilized as a solar cell material, however, further
testing on other solar cell properties is required.
Keywords: Absorbance, CSD, photonic crystals, semiconductor, thin film.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENINGKATAN ABSORBSI FOTON PADA FILM TIPIS
SEMIKONDUKTOR BaxSr1-xTiO3 DENGAN MENGGUNAKAN
KRISTAL FOTONIK
ABD. WAHIDIN NUAYI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji luar komisi: Dr R Tony Ibnu Sumaryada Wijaya Puspita, MSi
Judul Tesis : Peningkatan Absorbsi Foton Pada Film Tipis Semikonduktor
BaxSfI-xTi03 dengan Menggunakan Kristal Fotonik
: Abd. Wahidin Nuayi
Nama
: G 751110021
NRP
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
dイャiセ@
Dr Husin Alatas, MSi
Ketua
\v,
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biofisika
Dr Agus Kartono. _ Si
Tanggal Ujian: 22 Juli 2013
Tanggal Lulus:
2 6 JUL 2013
Judul Tesis : Peningkatan Absorbsi Foton Pada Film Tipis Semikonduktor
BaxSr1-xTiO3 dengan Menggunakan Kristal Fotonik
Nama
: Abd. Wahidin Nuayi
NRP
: G751110021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Husin Alatas, MSi
Ketua
Dr Ir Irzaman, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biofisika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Agus Kartono, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 22 Juli 2013
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus: 26 Juli 2013
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “Peningkatan absorbsi foton pada film tipis semikonduktor BaxSr1-xTiO3
dengan menggunakan kristal fotonik”. Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat
kelulusan pada program pascasarjana Mayor S2 Biofisika di Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua, adik serta
seluruh keluarga besar yang selalu memberikan do’a, nasehat dan semangat serta
kasih sayang kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr.
Husin Alatas, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Irzaman, M.Si selaku pembimbing, serta
Bapak Dr. Mamat Rahmat, M.Si yang telah memberikan masukan saran dan arahan
demi penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini, serta dorongan motivasi untuk
segera menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada rekan-rekan angkatan 2011 dan 2012 mahasiswa pascasarjana S2 Biofisika
IPB, Endang, Farly, Otto, Idawati, Surianty, Sugianto, Nur Aisyah, Masrur, TB
Gamma, Ridwan, Aminullah, Nurlaeli, Kania, dan Agus serta seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan selama
proses pengambilan dan pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Abd. Wahidin Nuayi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
4
4
5
5
2 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Pembuatan Film Tipis BST dan BGST
Persiapan Substrat
Pembuatan Larutan BST dan BGST
Penumbuhan Film Tipis
Proses Annealing
Pembuatan Kontak pada Film BST
Karakterisasi
Karakterisasi Sifat Optik
Karakterisasi Sifat Listrik
6
6
6
6
7
7
7
8
8
9
9
9
11
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Sifat Optik
Absorbansi dan Transmitansi
Koefisien Absorbansi (α) dan Konstanta Peredaman (k)
Energi Band Gap
Karakterisasi Sifat Listrik
Konduktivitas Listrik dan Fotokonduktivitas
Kapasitansi dan Konstanta Dielektrik
12
12
12
20
26
32
32
35
4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
36
36
36
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
60
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Proses annealing
Struktur sel surya BST menggunakan kristal fotonik
Setup karakterisasi sifat optik
Hubungan antara panjang gelombang terhadap persentase absorbansi
film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol, x = 0.25
(―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan x = 0.55 (―◊―)
Hubungan antara panjang gelombang terhadap persentase transmitansi
film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol, x = 0.25
(―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan x = 0.55 (―◊―)
Hubungan antara panjang gelombang terhadap persentase absorbansi
film tipis BST ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol, x = 0.25
(―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan x = 0.55 (―◊―)
Perbandingan antara absorbansi film tipis BST ketika tidak ditandem
(―∆―) dan ditandem dengan kristal fotonik (―○―) yang dinyatakan
dalam bentuk persentase dengan memvariasikan fraksi mol barium
sebagai fungsi panjang gelombang: (a) fraksi mol x = 0.25; (b) fraksi
mol x = 0.35
Perbandingan antara absorbansi film tipis BST ketika tidak ditandem
(―∆―) dan ditandem dengan kristal fotonik (―○―) yang dinyatakan
dalam bentuk persentase dengan memvariasikan fraksi mol barium
sebagai fungsi panjang gelombang: (a) fraksi molx = 0.45; (b) fraksi
mol x = 0.55
Hubungan antara panjang gelombang terhadap koefisien absorbansi
film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol x = 0.25
(―▲―), x = 0.35 (―■―), x = 0.45 (―●―) dan x = 0.55 (―♦―);
untuk film yang ditandem dengan lapisan kristal fotonik untuk fraksi
mol, x = 0.25 (―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan
x = 0.55 (―◊―)
Hubungan antara panjang gelombang terhadap konstanta peredaman
film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol
x = 0.25 (―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan
x = 0.55 (―◊―)
Hubungan antara panjang gelombang terhadap konstanta peredaman
film tipis BST setelah ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol
x = 0.25 (―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan x = 0.55
(―◊―)
Kurva energi gap terhadap (αhv)1/2 sebelum ditandem dengan
lapisan kristal fotonik: (a) fraksi mol x = 0.25; (b) fraksi mol x = 0.35
Kurva energi gap terhadap (αhv)1/2 sebelum ditandem dengan
lapisan kristal fotonik: (a) fraksi mol x = 0.45; (b) fraksi mol x = 0.55
Kurva energi gap terhadap (αhv)1/2 setelah ditandem dengan
lapisan kristal fotonik: (a) fraksi mol x = 0.25; (b) fraksi mol x = 0.35
Kurva energi gap terhadap (αhv)1/2 setelah ditandem dengan
lapisan kristal fotonik: (a) fraksi mol x = 0.45; (b) fraksi mol x = 0.55
8
9
10
13
14
15
16
17
21
23
24
27
28
29
30
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Beberapa penelitian tentang peningkatan absorbansi sel surya dengan
kristal fotonik (PC)
Massa setiap fraksi mol BST dengan menggunakan metode CSD
Pergeseran puncak panjang gelombang maksimum dan minimum
absorbansi dan transmitansi film BST akibat penambahan fraksi mol
barium
Persentase peningkatan rata-rata keseluruhan nilai absorbansi setiap
fraksi mol tanpa lapisan kristal fotonik (TLPC) dan ditandem
lapisan kristal fotonik (DLPC) pada rentang spekrum cahaya tampak
Persentase penurunan relatif nilai koefisien absorbansi film BST
pengaruh penambahan fraksi mol barium pada panjang gelombang
absorbansi maksimum (1,2) dan minimum (3,4) direntang spektrum
cahaya tampak
Persentase penurunan relatif konstanta peredaman film BST pengaruh
penambahan fraksi mol barium pada panjang gelombang absorbansi
maksimum (1,2) dan minimum (3,4) direntang spektrum cahaya
tampak sebelum ditandem lapisan kristal fotonik
Persentase penurunan relatif konstanta peredaman film BST pengaruh
penambahan fraksi mol barium pada panjang gelombang absorbansi
maksimum (1,) dan minimum (2) direntang spektrum cahaya tampak
setelah ditandem lapisan kristal fotonik
Beberapa nilai energi gap (Eg) film BaSrTiO3 (BST) dengan
menggunakan beberapa metode
Nilai konduktivitas listrik (σ) film tipis BST pada frekuensi 100 kHz
Nilai konduktivitas listrik (σ) film tipis BST setelah dikenai cahaya
dengan intesitas lebih dari 2000 lux (kondisi terang)
Nilai kapasitansi dan konstanta dielektrik film tipis BST pada
frekuensi 100 kHz
3
8
15
19
22
23
26
31
33
34
35
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
a. Data hasil pengukuran absorbansi dan transmitansi film tipis BST
sebelum ditandem dengan kristal fotonik
b. Data hasil pengukuran absorbansi dan transmitansi film tipis BST
setelah ditandem dengan kristal fotonik
a. Data hasil perhitungan nilai koefisien absorbansi (α) film tipis BST
sebelum ditandem dengan kristal fotonik
b. Data hasil perhitungan nilai koefisien absorbansi (α) film tipis BST
setelah ditandem dengan kristal fotonik
a. Data hasil perhitungan nilai konstanta peredaman (k) film tipis
BST sebelum ditandem dengan kristal fotonik
b. Data hasil perhitungan nilai konstanta peredaman (k) film tipis BST
setelah ditandem dengan kristal fotonik
41
44
47
50
53
56
4.
5.
Perhitungan ketebalan lapisan film tipis BST dengan menggunakan
metode volumetrik
Perhitungan nilai konduktivitas listrik dan konstanta dielektrik
film tipis BST
59
60
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai salah satu negara tropis dengan limpahan cahaya matahari yang
sangat melimpah dan mengingat kebergantungan akan masyarakat Indonesia
terhadap sumber energi yang berasal dari fosil yang sangat tinggi, maka
pengembangan devais sel surya sebagai energi sangat potensial. Yuliarto et al.
(2007) memaparkan bahwa potensi energi surya di Indonesia sekitar 4.8
kWh/m2/hari. Nilai tersebut setara dengan nilai peak sun hour (PSH) sebesar 4.8
jam/hari, namun pemanfaatan untuk energi masih sangat rendah.
Berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Indonesia dan kajian dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
tercatat sampai tahun 2011 kapasitas panel surya yang terpasang di Indonesia baru
17 MWp. Jika dibandingkan dengan kapasitas terpasang pembangkit listrik di
Indonesia sebesar 33.7 GW, maka kontribusi tenaga surya untuk pembangkit listrik
baru mencapai 0.05%. Nilai ini masih sangat kecil bila dibandingkan potensi
tersebut, padahal pemanfaatan energi surya misalnya dalam bentuk solar home
system untuk daerah-daerah terpencil merupakan solusi andal untuk elektrifikasi
desa-desa tersebut.
Secara umum seperti yang dipaparkan oleh Bossert et al. (2000), Chopra et
al. (2004), Guo et al. (2010), Torchynska et al. (2004) dan Wenas (2004), terdapat
tiga material yang sedang dikembangkan secara intensif yaitu CulnSe2 (atau
paduannya seperti CulnS2 atau CulnGaSe2), CdTe dan silikon amorf. Dengan
tingkat efisiensi sekitar 10%, sel surya film tipis ini sudah layak untuk diproduksi
massal dengan harga yang dapat bersaing dengan sumber energi listrik yang lain.
Untuk ketiga material di atas hanya dibutuhkan ketebalan sekitar satu mikron untuk
membentuk sel surya yang efisien. Ini disebabkan karena daya serap cahayanya
yang besar.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sel surya film tipis CdTe telah dapat diproduksi
dalam bentuk modul percobaan dengan efisiensi sekitar 10%, jadi cukup layak
untuk diproduksi secara massal. Namun, persoalannya adalah material ini belum
dapat diterima dengan baik karena mengandung unsur cadmium. Bila rumah yang
atapnya dipasang sel surya CdTe terbakar, unsur cadmium ini dapat menimbulkan
polusi yang membahayakan. Selanjutnya, material CuInSe2 juga diharapkan dapat
digunakan secara luas. Material dengan daya absorpsi cahaya yang besar ini, secara
teoritik mempunyai efisiensi 20 %, bahkan lebih. Dalam skala laboratorium saat ini
telah dibuat efisiensi di atas 15%, namun kesulitannya adalah sukarnya mengontrol
komposisi dari ketiga unsur pembentukannya terutama saat diproduksi dalam
ukuran yang besar secara massal, sehingga masih mengalami kesulitan dalam
memproduksi modul dengan kualitas yang sama.
Material terakhir yang dikembangkan adalah adalah silikon amorf. Material
ini juga dikenal sebagai bahan dasar pembuatan flat panel display untuk layar
komputer atau televisi portabel. Ini dimungkinkan karena material ini dapat
ditumbuhkan dalam ukuran besar dengan lebar lebih dari satu meter.
Film tipis silikon amorf biasanya dibuat dengan menguraikan gas monosilane
(SiH4) dalam plasma yang dibangkitkan oleh penguat frekuensi radio (glow
2
discharge) pada suhu yang relatif rendah (250 oC) (Beaucarne 2007). Secara teoritik,
sel surya yang dibuat dari film tipis silikon amorf dapat menghasilkan efisiensi
sekitar 15%-16% (Bossert et al 2000), namun kelemahannya adalah adanya
degradasi/penurunan efisiensi sekitar 30 hari harga awal, saat pertama kali disinari
walaupun pada akhirnya menjadi stabil (efek Staebler Wronski) (Wenas 2004).
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa sel surya film tipis silikon amorf
telah berhasil diproduksi dalam skala laboratorium dengan nilai efisiensi yang tidak
jauh berbeda yaitu 13% (Bergaman 1999), 12% (Chopra et al. 2004; Torchynska
dan Polupan 2004), dan 9,5% (Aberle 2009).
Meskipun stabilitas dan nilai efisiensi sel surya film tipis silikon amorf lebih
rendah rendah bila dibandingkan dengan sel surya film tipis kristalin silikon yang
dapat mencapai 20 sampai 30% dalam skala laboratorium, namun menurut Chopra
et al. (2004) sel surya film tipis silikon amorf masih akan menjadi pilihan untuk
terus diproduksi massal dalam skala megawatt untuk aplikasi khusus. Akan tetapi,
menurut Yuliarto (2011) dan Wenas (2004) untuk produksi dalam negeri sendiri,
teknologi yang dimiliki oleh Indonesia masih belum memungkinkan untuk
membuat divais sel surya berbahan dasar silikon amorf, sehingga perlu alternatif
pembuatan sel surya dalam bentuk kristal dengan bahan lain.
Salah satu material yang dapat dijadikan sebagai alternatif adalah material
ferroelektrik. Secara teoritis, Itskovsky (1999) dan Yang et al. (2009) memaparkan
bahwa sel surya dengan bahan dasar material ferroelektrik memiliki kisaran
efisiensi antara 2.5 sampai 10%, dengan material ferroelektrik yang sudah diuji
secara teoritis untuk dijadikan bahan sel surya diantaranya: triglycine sulphate
(TGS), lithium tantalate (LiTaO3), sodium nitrite (NaNO2), dan bismuth ferrite
(BiFeO3 atau sering disebut BFO).
Selanjutnya, seperti yang dikemukakan oleh Kim et al. (2012) terdapat
beberapa material ferroelektrik yang penting yang saat ini telah menjadi bahan
kajian oleh para ahli, antara lain PbTiO3, Pb(ZrxTi1-x)O3, SrBiTaO3,
Pb(Mg1/3Nb2/3)O3, serta BaTiO3 yang menjadi dasar dari (Ba,Sr)TiO3. Disebabkan
sifat-sifat yang dimilikinya, material BaSrTiO3 merupakan salah satu material yang
beberapa tahun terakhir ini gencar dikaji dan dikembangkan. Salah satunya adalah
dalam bentuk teknologi ferroelektrik film BST yang digunakan untuk aplikasi
sensor cahaya yang kemudian dapat dikembangkan menjadi sel surya (Irzaman
2008). Hasil yang sama seperti ditunjukkan Ridwan (2010) dan Hastuti (2011) dan
Hilaluddin (2011), dari hasil karakterisik yang dilakukan terhadap material barium
strontium titanate (BaSrTiO3) menunjukkan bahwa bahan ferroelektrik BST di atas
permukaan subsrat Si (100) tipe-p memiliki kemungkinan untuk digunakan sebagai
bahan sel surya karena memiliki karakteristik seperti dioda p-n junction yang dapat
berperilaku sebagai sel fotovoltaik.
Untuk pengembangan lebih lanjut sebagai material yang dapat digunakan
untuk sel surya, material BST perlu dilakukan kajian lebih lanjut, misalnya dari segi
kemampuan BST dalam mengabsorbsi foton, karena salah satu syarat material sel
surya adalah material tersebut harus bersifat antireflektif, artinya bahwa material
tersebut sedapat mungkin mengabsorbsi foton sebanyak-banyaknya.
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian karakteristik fotokonduktivitas,
konstanta dielektrik, konduktivitas listrik, absorbansi, koefisien absorbansi,
konstanta peredaman dan energi gap film tipis semikonduktor BaxSr1-xTiO3 dengan
variasi x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 yang dibuat dengan menggunakan metode
3
chemical solution deposition (CSD. Kemudian diikuti dengan bagaimana pengaruh
lapisan kristal fotonik pada karakteristik-karakteristik tersebut, khususnya terhadap
besaran absorbsi foton yang dihasilkan.
Pemilihan kristal fotonik (PC) sebagai substrat yang digunakan berdasarkan
struktur dan sifat dari kristal fotonik. Sukhiovanov (dalam Mardanih 2010)
menjelaskan bahwa kristal fotonik merupakan kumpulan lapisan medium optik
dengan struktur yang tersusun secara alami. Adanya kumpulan lapisan medium
optik dengan indeks bias yang berbeda ini, maka perambatan cahaya dengan
frekuensi dan arah tertentu dapat dicegah, yang mana rentang daerah frekuensi
tersebut dinamakan photonic band gap (PBG).
Dengan sifat ini, maka diharapkan foton yang diserap oleh BST lebih
maksimal, sehingga berdampak pada meningkatnya konversi arus yang dihasilkan
nanti. Ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa
penggunaan fotonik kristal yang ditandem pada silikon dapat meningkatkan
absorbsi sinar matahari.
Beberapa penelitian yang menggunakan kristal fotonik sebagai devais sel
surya diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Bermel et al. (2007)
dengan desain sel surya yang terdiri atas lapisan anti refleksi pada bagian atas dan
Tabel 1 Beberapa penelitian tentang peningkatan absorbansi sel surya dengan
kristal fotonik (PC)
Struktur
PC
Material
1D
3D
1D
c-Si
1D
a-Si berpola pada
lapisan kaca
16
14
2D
28
3D
lapisan perak
(Ag), ZnO, a-Si:H
pada lapisan ito
mikrokristalin
silikon ( c-Si atau
kristal fotonik cSi)
3D
Si, SiO2, ITO
?
c-Si
Peningkatan
Absorbansi
(%)
26.3
26.5
20.92
24.21
18.7% (SC),
28.7% (BCC)
dan 27.4%,
22.9% (FCC)
Komentar
ketebalan sel 2 m
ketebalan sel 10
m
a-Si berpola
a-Si tidak berpola
ketebalan 100 nm
Ketebalan 100 nm
substrat kaca
ditutupi oleh sel
surya c-Si pada
keempat sisi dan
sebuah reflektor
pada bagian
bawah, dengan
tiga jenis opal
berbasis PC
Efisiensi
meningkat 1520%
Sumber
Bermel et
al. 2007
Chutinan
et al. 2009
Park et al.
2009
Gomard et
al. 2010
Chen et al.
2011
Deinega,
John 2012
4
kristal fotonik pada bagian bawah yang dibuat dari kisi segitiga (triangular) 1D dari
lubang udara pada silikon, dengan jari-jari r = 0375a, dengan a adalah periodisitas
kisi. Hasilnya membuktikan adanya peningkatan absorbansi sebesar 26.3% (PC 1D)
dan 26.5% (PC 3D).
Selanjutnya adalah Chutinan et al. (2009) yang menggunakan struktur sel
surya konvensional dengan kisi penghambur yang terdiri atas lapisan anti refleksi
pada bagian atas, kemudian lapisan c-Si yang seragam, dan pada bagian bawah
berupa kisi penghambur dan sebuah reflektor. Kristal fotonik digunakan sebagai
lapisan penyerap, yang mana untuk memberikan perubahan adiabatik dari lapisan
seragam ke dalam struktur diskrit PC, dibuat kisi-kisi 1D yang ujungnya meruncing
yang menghubungkan lapisan seragam anti refleksi ke kristal fotonik yang
berbentuk persegi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan
absorbsi sebesar 20.λ2% (ketebalan sel 2 m) dan 24.21% (ketebalan sel 10 m).
Park et al. (2009) juga melakukan hal yang sama dengan bentuk sel surya
terdiri atas lapisan a-Si yang terpola pada substrat kaca yang merupakan struktur
planar PC 1D . Nilai absorbsi yang didapatkan sebesar 16% pada lapisan a-Si
berpola dan 14% pada lapisan a-Si yang tidak berpola.
Lebih lanjut, Gomard et al. (2010) mendapatkan nilai absorbsi sebesar 28%
dengan desain sel surya yang terdiri dari lapisan perak (Ag), ZnO, a-Si-H yang
dilapisi ITO. Dua lapisan terakhir sebagai kristal fotonik 2D dengan ukuran persegi.
Chen et al. (2011) membuat sel surya yang terdiri atas lapisan anti refleksi (ARC)
yang berupa lapisan mikrokristalin silikon ( c-Si atau kristal fotonik c-Si),
substrat kaca yang ditutupi oleh sel surya c-Si pada keempat sisi dan sebuah
reflektor pada bagian bawah. Dengan menggunakan tiga jenis opal berbasis PC
(kubus sederhana SC, kubus berpusat badan BCC, dan kubus berpusat muka FCC)
diperoleh absorbsi cahaya matahari untuk SC, BCC dan FCC masing-masing
sebesar 18.7, 28.7 dan 27.4, 22.9%. Deinega dan John (2012) memperoleh
peningkatan absorbsi sebesar 15 sampai 20% dengan desain sel surya yang terdiri
atas lapisan Si, SiO2 dan ITO. Secara ringkas, ikhtisar penelitian yang dilakukan
oleh beberapa peneliti tersebut di atas, seperti terlihat pada Tabel 1.
Perumusan Masalah
1.
2.
Bagaimana karakteristik sifat optik dan listrik dari film tipis semikonduktor
feroelektrik BaxSr1-xTiO3 (x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55) yang di tumbuhkan
pada substrat TCO baik yang tidak menggunakan maupun menggunakan
(tandem) lapisan kristal fotonik?
Bagaimana pengaruh lapisan kristal fotonik terhadap karakteristik sifat optik
dan listrik dari film tipis semikonduktor BaxSr1-xTiO3 (x = 0.25, 0.35, 0.45 dan
0.55)?
Tujuan Penelitian
1.
Mengkarakterisasi dan mengetahui sifat optik dan listrik dari film tipis
semikonduktor feroelektrik BaxSr1-xTiO3 (x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55).
5
2.
Menguji efektivitas lapisan kristal fotonik dalam meningkatkan karakteristik
sifat optik dan listrik film tipis semikonduktor feroelektrik BaxSr1-xTiO3 (x =
0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan material
alternatif dalam pembuatan sel surya, sehingga ketergantungan terhadap satu
material dasar dapat diminimalisir.
Ruang Lingkup Penelitian
Pembuatan dan karakteritik sel surya berbasis film tipis semikonduktor
BaxSr1-xTiO3 dengan variasi nilai x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 dibuat dengan
menggunakan metode chemical solution deposition (CSD). Proses pembuatan
dilakukan dalam dua tahapan. Pertama dengan menggunakan kaca transparant
conductive oxide (TCO) sebagai substrat penumbuhan film, dan yang kedua dengan
menggunakan kristal fotonik (tandem). Proses penumbuhan film tipis pada substrat
ini dilakukan dengan mengontrol kecepatan putaran alat spin-coating pada putaran
6000 rpm dan proses anneling pada temperatur 500 0C.
2 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bubuk barium asetat
[Ba(CH3COO)2, 99%], stronsium asetat [Sr(CH3COO)2, 99%], titanium
isopropoksida [Ti(C12O4H28), 97.999%], galium tri oksida [Ga2O3], 2-metoksietano
[H3COOCH2CH2OH, 99%], etanol 96%, kaca TCO, kristal fotonik, aquades atau
di water (deionisasi water), pasta perak, kaca preparat dan alumunium foil.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik model
Sartonius BL6100, reaktor spin coater, mortar, pipet, pinset, gelas ukur, pinset,
gunting, spatula, stopwatch, tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan petris,
isolasi, LCR meter tipe HIOKI 3522-50 LCR HiTester, spektrophotometer UVVIS-NIR OceanOptics, masker, potensiometer, resistor, ultrasonik dengan model
Branson 2.210, furnace model VulcanTM-3-130, dan kabel.
Prosedur Penelitian
Film BST dapat dibuat dengan menggunakan peralatan yang cukup sederhana,
biaya murah dan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Material barium
stronsium titanat (BST) memiliki potensi untuk menggantikan film tipis SiO2 pada
sirkuit semikonduktor (MOS,) namun konstanta dielektrik yang dimiliki oleh BST
tersebut masih rendah dibandingkan dengan bentuk bulknya. Hal ini berkaitan
dengan mikro butir yang baik, tingkat tekanan yang baik, kekosongan oksigen,
formasi lapisan dan oksidasi pada silikon (Irzaman 2008, 2009, 2010).
Pembuatan film tipis BST dapat dilakukan dengan beberapa teknik seperti
metalorganic chemical vapor deposition (MOCVD) oleh Fitsilis et al. (2001)
metode sol-gel oleh Singh et al. (2008), Xin et al. (2011), Ibrahim et al. (2012) dan
Verma et al. (2012), metode atomic layer deposition (ALD) oleh Tyunina et al.
(2008), metode sintesis hidrotermal oleh Daojiang et al (2003), metal-organic
decomposition (MOD) oleh Kouttsaroff et al. (2003) dan Suherman et al (2009),
serta chemical solution deposition (CSD) oleh Iriani et al (2008), Irzaman et al
(2011), Sirikultrat N (2011) dan Aygun et al (2011).
Pada penelitian ini, pembuatan film tipis BST dilakukan dengan
menggunakan metode chemical solution deposition (CSD). Menurut Irzaman
(2011), keunggulan dari metode CSD (Chemical Solution Deposition) adalah dapat
mengontrol stokiometri film dengan kualitas yang baik, prosedur yang mudah dan
membutuhkan biaya yang relatif murah.
Hamdani et al. (2009) menjelaskan bahwa metode chemical solution
deposition (CSD) merupakan metode pembuatan film tipis dengan pendeposisian
larutan bahan kimia di atas substrat, kemudian dipreparasi dengan spin coating pada
kecepatan putar tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses spin coating dapat
dipahami dengan perilaku aliran larutan pada piringan substrat yang berputar, yang
7
mana mula-mula aliran volumetrik cairan dengan arah radial pada substrat
diasumsikan bervariasi pada permukaan substrat. Penggenangan awal dan
pembasahan menyeluruh pada permukaan substrat terjadi pada saat t = 0, yang pada
saat tersebut tegangan permukaan diminimalisasi (tidak ada getaran, noda kering
dan sebagainya), selanjutnya piringan dipercepat dengan kecepatan rotasi yang
spesifik, sehingga menyebabkan bulk dari cairan terdistribusi merata.
Pembuatan film tipis BST sendiri terdiri atas lapisan tipe-p yang terbuat dari
BST yang didadah dengan galium 10% dan lapisan tipe-n yang terbuat dari BST,
yang kemudian ditumbuhkan di atas substrat berupa kaca transparent conductive
oxyde (TCO) dan kristal fotonik.
Selanjutnya Irzaman (2009) menjelaskan bahwa dengan penambahan galium
tri oksida menyebabkan semikonduktor BST yang semula merupakan tipe-n
menjadi semikonduktor tipe-p. Hal ini disebabkan atom galium memiliki tiga
elektron terluar dalam kulit terluarnya (trivalen). Penambahan (doping) galium
yang merupakan atom-atom yang tidak murni ke dalam kristal intrinsik
menyebabkan adanya perubahan daya konduksi listrik dari BST. Adanya
penambahan atom trivalen ini, maka masing-masing hole akan membantu untuk
menerima sebuah elektron bebas selama rekombinasi (atom akseptor).
Secara garis besar prosedur dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) tahapan
utama yang meliputi proses pembuatan dan karakterisasi sel surya berbasis film
tipis semikonduktor ferroelektrik BST.
Pembuatan Film Tipis BST dan BGST
Persiapan Substrat
Substrat yang digunakan berupa kaca TCO dan kristal fotonik satu dimensi,
kemudian dipotong membentuk persegi dengan ukuran 1 cm x 1 cm. Setelah proses
pemotongan, kemudian dilanjutkan dengan pencucian dengan menggunakan
berturut-turut aquadest dan etanol. Proses pencucian dilakukan selama 60 detik, dan
bertujuan untuk membersihkan substrat dari kotoran yang ada.
Pembuatan Larutan BST dan BGST
Larutan BaxSr1-xTiO3 (BST) yang ditumbuhkan di atas substrat dengan
metode CSD dibuat dari asetat barium [Ba (CH3COOH)2, 99%], strontium asetat
Tabel 2 Massa setiap fraksi mol BST dengan menggunakan metode CSD
Material
Fraksi mol
Massa (g)
Ba (CH3COOH)2
0.25
0.35
0.45
0.55
0.3193
0.4470
0.5747
0.7024
Sr (CH3COOH)2
0.75
0.65
0.55
0.45
0.7714
0.6686
0.5657
0.4628
Ti(C12O4H28)
1.00
1.4211
8
[Sr (CH3COOH)2, 99%)], titanium isopropoksida [Ti(C12O4H28), 99% ], dan 5 ml
2-metoksietanol [H3COOCH2CH2OH, 99%] sebagai pelarut. Keseluruhan bahan
tersebut dicampur dalam ultrasonik model Branson 2.210 selama 1 jam (campuran
disebut prekursor). Sedangkan untuk pembuatan larutan BGST sama seperti dengan
pembuatan BST, hanya saja ditambahkan galium tri oksida sebesar 10% dari BST.
Larutan BST yang didopping dengan galium nantinya akan ditumbuhkan menjadi
lapisan tipe-p dan larutan BST murni sebagai lapisan tipe-n. Massa dari masingmasing bahan untuk setiap fraksi mol diberikan dalam Tabel 2.
Penumbuhan Film Tipis
Proses penumbuhan film yang pertama kali dilakukan adalah penumbuhan
lapisan tipe-p yang berupa larutan BST yang didadah galium dengan menggunakan
reaktor spin coating. Substrat TCO yang telah dicuci sebelumnya, diletakkan di
atas piringan reaktor spin coating yang telah ditempeli dengan doubletip pada
bagian tengahnya. Setelah itu, 2/3 permukaan substrat silikon tipe-p yang telah
ditempelkan pada permukaan piringan spin coating ditutupi dengan merekatkan
solatif. Perekatan solatif ini bertujuan untuk menghindari agar tidak semua
permukaan substrat TCO terlapisi atau tertutupi oleh larutan BST, dan penempelan
doubletip bertujuan agar substrat tidak terlepas saat piringan reaktor spin coating
berputar.
Substrat yang telah ditempatkan di atas piringan spin coating ditetesi larutan
BST sebanyak 3 tetes, kemudian reaktor spin coating diputar dengan kecepatan
6000 rpm selama 30 detik. Proses penetesan dilakukan sebanyak 3 kali dengan jeda
setiap ulangan adalah 60 detik. Setelah penetesan, substrat diambil dengan
menggunakan pinset, kemudian dipanaskan di atas hot plate selama 15 sampai 20
menit untuk menguapkan sisa pelarut yang masih tersisa.
Untuk penumbuhan lapisan tipe-n yang berupa larutan BST murni dengan
fraksi mol yang berbeda, dilakukan dengan cara yang sama seperti penumbuhan
lapisan tipe-p, dan ditumbuhkan di atas lapisan tipe-p. Akan tetapi proses
penumbuhan lapisan tipe-n ini dilakukan setelah lapisan tipe-p di annealing .
Proses Annealing
Proses annealing bertujuan untuk mendifusikan larutan BST dengan substrat.
Proses annealing dilakukan dengan menggunakan furnace model VulcanTM-3-130
dan dilakukan secara bertahap. Pemanasan dimulai dari suhu ruang kemudian
Gambar 1 Proses annealing
9
Gambar 2 Struktur sel surya BST menggunakan kristal fotonik
dinaikkan hingga suhu annealing yang diinginkan yaitu sebesar 500 °C dengan
kenaikan suhu pemanasan yang disesuaikan (1.67 °C/menit), kemudian suhu
pemanasan tersebut ditahan konstan hingga 15 jam. Selanjutnya dilakukan furnace
cooling sampai didapatkan kembali suhu ruang. Pada penelitian ini waktu
penahanan yang digunakan selama 15 jam (Gambar 1). Cara yang sama dilakukan
untuk lapisan tipe-n.
Pembuatan Kontak pada Film BST
Lubang kontak pada film tipis dibuat berbetuk persegi dengan ukuran 2 mm
x 2 mm pada lapisan BST dan menutup bagian lain dari film BST yang tersisa
dengan dengan menggunakan aluminium foil. Poses selanjutnya adalah metalisasi
aluminium (Al) sebagai media kontak film yang dilakukan secara evaporasi pada
ruang vakum udara. Langkah terakhir adalah pemasangan hidder dan kawat
tembaga yang berukuran halus dengan menggunakan pasta perak.
Struktur film tipis semikonduktor ferroelektrik BST dengan menggunakan
kristal fotonik seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.
Karakterisasi
Karakterisasi Sifat Optik
Karakterisasi sifat optik film tipis semikonduktor BST dengan tipe-p BST
yang telah didadah dengan galium 10% pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan spektroskopi optik yang menggunakan alat VIS-NIR
spectrophotometer model ocean optics DT-mini-2. Karakterisasi optik yang
dilakukan meliputi pengukuran nilai absorbansi, transmitansi dan reflektansi film
BST. Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan nilai konstanta absorbansi
dan konstanta peredaman, serta band gap dari film tipis BST yang dihasilkan.
Pengukuran sifat optik ini dilakukan dengan melewatkan sumber cahaya
polikromatis (putih) ke lapisan semikonduktor, kemudian cahaya yang dipancarkan
ditransmisikan dengan serat optik untuk kemudian diteruskan dan diolah oleh
Ocean Optic USB 2000 Vis-Nir spectrophotometer Optic USB 2000 Vis-Nir
spectrophotometer yang terhubung ke komputer. Kemudian dengan menggunakan
perangkat lunak (software) khusus, data diekstrak dan diolah lebih lanjut
menggunakan pengolah data tertentu (misalnya Microsoft Office Excell atau Sigma
Plot).
10
Gambar 3 Setup karakterisasi sifat optik (Maddu, Timuda 2010)
Prosedur pengambilan data yang pertama kali dilakukan adalah merekam data
intensitas gelap/background (ID), kemudian merekam data intensitas referensi (I0)
dalam hal ini adalah intensitas transmisi gelas TCO dan kristal fotonik dan terakhir
adalah merekam data intensitas sampel (I) (Maddu dan Timuda, 2010). Setup
karakterisasi optik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Kemampuan suatu bahan dalam menyerap/mengabsorbsi radiasi disebut
dengan absorbsitivitas yang dinyatakan dalam bentuk koefisien absorbansi (α), dan
untuk nilai absorbsitivitas pada bahan atau material semikonduktor terletak pada
rentang panjang gelombang tertentu. Maddu dan Timuda (2010) menyatakan
besarnya absorbansi dan koefisien absorbansi dapat dihitung dari menurunkan
persamaan persamaan
I0
A= �
(1)
I
atau dapat dituliskan dalam bentuk lain,
�0 − ��
)
(2)
A = �(
� − ��
dan pada lapisan film tipis berlaku hubungan
I0
= ��
(3)
I
Apabila persamaan (3) disubtitusikan ke persamaan (2), maka diperoleh
persamaan matematis untuk menghitung nilai koefisien absorbansi
�
(4)
�= .
dengan α adalah koefisien absorbansi, A adalah absorbansi (a.u), d adalah ketebalan
lapisan film (cm), I0 merupakan intensitas awal, dan I adalah intensitas sampel.
Bila dihubungkan dengan transmitansi nilai koefisien absorbansi dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan
� [ /�]
�=
(5)
dengan α menyatakan koefisien absorbansi, T adalah nilai transmitansi dan d adalah
ketebalan lapisan film (cm) ( Leng et al. 2006).
Nilai koefisien absorbansi (α) pada semikonduktor selain merupakan fungsi
dari panjang gelombang yang terkait, juga merupakan fungsi dari energi foton, yang
berturut-turut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis
11
�=
�
�
(6)
dan
�
� ∝ (ℎ� − �� )
(7)
dengan k merupakan koefisien peredaman (extinction), hv adalah energi foton (eV),
λ adalah panjang gelombang (nm), serta n adalah konstanta yang menyatakan
transisi elektron pada semikonduktor (1/2 untuk transisi langsung dan 2 untuk
transisi tidak langsung (Leng et al. 2006).
Dengan memperhatikan nilai koefisien absorbansi (α) dan menggunakan
metode Tauc plot nilai energi gap film tipis BST pada penelitian ini dapat
ditentukan, yaitu dengan melakukan ekstrapolasi pada bagian plot linier yang
memotong absis dari kurva (αhv) 1/n terhadap hv (Pontes et al. 2002 dan Leng et al.
2006).
Karakterisasi Sifat Listrik
Sifat listrik dari film tipis BST salah satunya dapat diketahui dari karakterisasi
konduktivitas listrik, fotokonduktivitas dan konstanta dielektrik. Karakterisasi
konduktivitas listrik, fotokonduktivitas dan konstanta dielektrik dilakukan dengan
mengukur nilai konduktansi (G) dan kapasitansi (C) dari film tipis semikonduktor
BST. Pengukuran konduktansi dilakukan pada kondisi terang dan gelap, serta nilai
kapasitansi diukur dengan menggunakan LCR meter tipe HIOKI 3522-50 LCR
HiTester. Data konduktansi digunakan untuk menentukan nilai konduktivitas listrik
dari film tipis semikonduktor BST dengan menggunakan persamaan
�=
Gl
A
(8)
dengan σ menyatakan nilai konduktivitas listrik (S/cm), G adalah nilai konduktansi
(S), l adalah ketebalan film (cm) dan A adalah luas permukaan film (cm2) (Giancoli
2001).
Nilai dari konduktivitas ini juga dapat digunakan untuk menguji apakah film
tipis BST yang dihasilkan bersifat isolator, konduktor atau semikonduktor.
Sedangkan pengukuran pada kondisi terang-gelap digunakan untuk mengetahui
seberapa besar perubahan konduktivitas film tipis BST yang terbentuk terhadap
perubahan intensitas cahaya yang jatuh pada film tipis BST tersebut (uji
fotokonduktif).
Data kapasitansi (C) digunakan untuk menghitung besar nilai konstanta
dielektrik dengan menggunakan persamaan
Cd
(λ)
=
�0 A
dengan k menyatakan kontanta dielektrik, C adalah nilai kapasitansi (F), d adalah
jarak antara kontak film (cm), A adalah luas permukaan film tipis (cm2) dan ε0
adalah nilai permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12 F/m) (Irzaman et al. 2011).
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Sifat Optik
Absorbansi dan Transmitansi
Karakterisasi sifat optik film tipis BST dilakukan pada rentang cahaya dengan
panjang gelombang 400-800 nm. Dari karakterisasi sifat optik diperoleh data
keluaran yang berupa hubungan antara panjang gelombang terhadap absorbansi
yang dinyatakan dalam optical density (OD), serta transmitansi dan reflektansi yang
dinyatakan dalam bentuk persen. Pada penelitian ini proses karakterisasi dan
pengukuran sifat optik film tipis BST diamati pada empat variasi fraksi mol (x) BST
yaitu x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55. Selain variasi fraksi mol barium, proses
pengukuran dan perhitungan juga dilakukan dengan melakukan pengamatan
terhadap ada tidaknya pengaruh lapisan kristal fotonik pada nilai absorbansi serta
parameter optik lain film tipis BST yang ditandem dan tidak ditandem dengan
fotonik kristal.
Besarnya nilai absorbansi yang dinyatakan dalam bentuk persen dan
transmitansi film tipis BST untuk masing-masing fraksi mol BST tanpa ditandem
lapisan fotonik kristal seperti yang diperlihatkan oleh hubungan antara panjang
gelombang terhadap persentase absorbansi dan transmitansi pada Gambar 4 dan 5.
Untuk film tipis BST yang ditandem lapisan fotonik kristal seperti pada Gambar 7
dan Gambar 8.
Peristiwa absorbansi terjadi pada saat foton masuk bertumbukan langsung
dengan atom-atom material dan menyerahkan energinya pada elektron atom
penyusun BST. Selanjutnya foton mengalami perlambatan dan akhirnya berhenti,
sehingga pancaran sinar yang keluar dari material berkurang dibanding saat masuk
ke material. Absorbansi dari energi cahaya dapat menyebabkan elektron tereksitasi
ke tingkat energi yang lebih tinggi apabila energi yang diabsorbsi tersebut lebih
besar dari tingkat energi elektron tersebut, atau dengan kata lain proses absorbsi
hanya terjadi jika spektrum cahaya dengan panjang gelombang yang datang
memiliki energi yang bersesuaian dengan energi yang dibutuhkan oleh elektron
yang terikat pada kulit atom BST untuk bertransisi ke tingkat energi yang lebih
tinggi.
Gambar 4 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan persentase absorbansi
dari film tipis BST (dengan tipe-p BST didadah dengan galium 10%) yang
ditumbuhkan pada substrat TCO memiliki daerah serapan cahaya pada hampir
seluruh rentang spektrum cahaya tampak (visible) bahkan sampai daerah
inframerah dengan kisaran nilai serapan di atas dari 67.6%. Selain itu, berdasarkan
Gambar 4 dapat dilihat bahwa absorbansi maksimum dari film tipis BST untuk
keseluruhan fraksi mol barium berada pada rentang daerah spektrum cahaya biru
sampai hijau, 457 nm ≤ ≤ 570 nm dan absorbansi minimum terletak pada daerah
spektrum cahaya kuning sampai merah, 570 nm ≤ ≤ 678 nm. Adanya variasi
fraksi mol BST untuk nilai x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 terlihat pergeseran puncak
maksimum dan puncak minimum penyerapan energi foton yang dipancarkan
meskipun tidak terlalu jauh, serta adanya kecenderungan penurunan besaran
absorbansi meskipun tidak secara linier, karena pada fraksi mol, x = 0.45 nilai
absorbansi meningkat lagi.
13
100
95
% Absorbansi
90
85
80
75
70
65
0
400
500
600
700
800
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 4 Hubungan antara panjang gelombang terhadap persentase
absorbansi film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk
fraksi mol, x = 0.25 (―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―)
dan x = 0.55 (―◊―)
Absorbansi terbesar terdapat pada fraksi mol x = 0.25 dengan rata-rata
keseluruhan nilai absorbansi mencapai 9
SEMIKONDUKTOR BaxSr1-xTiO3 DENGAN MENGGUNAKAN
KRISTAL FOTONIK
ABD. WAHIDIN NUAYI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Absorbsi
Foton pada Film Tipis Semikonduktor BaxSr1-xTiO3 dengan Menggunakan Kristal
Fotonik” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,
Juli 2013
Abd. Wahidin Nuayi
NRP. G751110021
RINGKASAN
ABD. WAHIDIN NUAYI. Peningkatan absorbsi foton pada film tipis
semikonduktor BaxSr1-xTiO3 dengan menggunakan kristal fotonik. Dibimbing oleh
HUSIN ALATAS dan IRZAMAN.
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan film tipis semikonduktor
BaxSr1-xTiO3 (BST) untuk nilai x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 dan konsentrasi 1
molar dengan menggunakan metode chemical solution depositon (CSD). Bahan
yang digunakan dalam penelitian adalah bubuk barium asetat [Ba(CH3COO)2,
99%], stronsium asetat [Sr(CH3COO)2, 99%], titanium isopropoksida
[Ti(C12O4H28), 97.999%], galium tri oksida [Ga2O3], 2-metoksietanol
[H3COOCH2CH2OH, 99%] dan substratnya adalah kaca transparent conductive
oxide (TCO) berukuran 1 x 1 cm. Pembuatan film tipis BST dibuat sebanyak 2 kali
yaitu untuk film tipis BST yang didadah dengan galium 10% (BGST) sebagai
lapisan tipe-p dan larutan BST murni sebagai tipe-n. Larutan BST untuk tiap nilai
x dibuat dengan cara mencampurkan barium asetat [Ba(CH3COO)2, 99%],
stronsium asetat [Sr(CH3COO)2, 99%] dan titanium isopropoksida [Ti(C12O4H28)]
ke dalam pelarut, 2-metoksietanol [H3COOCH2CH2OH, 99%] sesuai dengan gram
massa yang telah ditentukan untuk tiap nilai x. Sedangkan larutan BGST dibuat
dengan cara yang sama untuk larutan BST, hanya saja ditambahkan galium sebesar
10% dari massa BST yang digunakan. Setelah semua bahan dicampurkan,
kemudian digetarkan dengan menggunakan ultrasonik selama 90 menit, kemudian
diikuti dengan pelapisan film BGST/BST di atas substrat TCO. Setelah terbentuk
lapisan, kemudian diannealing selama 15 jam pada temperatur 500 oC dengan
kenaikan temperatur sebesar 1,67 oC/menit.
Karakterisasi film tipis BST baik yang tidak menggunakan kristal fotonik
maupun ditandem dengan kristal fotonik meliputi karakterisasi absorbansi dan
transmitansi pada spektrum cahaya tampak, serta karakterisasi fotokonduktivitas
listriknya.
Hasil karakteristik film BST sebelum ditandem dengan kristal fotonik
menunjukkan bahwa film tipis yang dihasilkan secara keseluruhan memiliki daerah
absorbsi cahaya pada hampir seluruh rentang spektrum cahaya tampak (visible),
bahkan sampai daerah inframerah dengan kisaran nilai absorbsi di atas dari 67.6%.
Selain itu dapat dilihat bahwa absorbansi maksimum dari film tipis BST untuk
keseluruhan fraksi mol barium berada pada rentang daerah spektrum cahaya biru
sampai hijau, 457 nm ≤ ≤ 570 nm dan absorbansi minimum terletak pada daerah
spektrum cahaya kuning sampai merah, 570 nm ≤ ≤ 678 nm.
Absorbansi terbesar terdapat pada fraksi mol x = 0.25 dengan rata-rata
keseluruhan nilai absorbansi mencapai 92.04% dengan puncak absorbansi
maksimum dan minimum masing-masing pada panjang gelombang 500.89 dan
657.72 nm. Pada fraksi mol x = 0.35 rata-rata keseluruhan nilai absorbansi turun
menjadi 83.55% dengan puncak maksimum pada panjang gelombang 505.73 nm
dan minimum pada panjang gelombang 613.68 nm. Selanjutnya meningkat menjadi
91.16% pada fraksi mol x = 0.45 dengan puncak absorbansi maksimum dan
minimum masing-masing pada panjang gelombang 506.04 dan 618.56 nm, serta
pada fraksi mol x = 0.55 rata-rata keseluruhan nilai absorbansi turun lagi menjadi
80.12% dengan puncak absorbansi pada panjang gelombang 507.85 nm dan
minimum pada panjang gelombang 608.79 nm. Selain itu dapat dilihat bahwa ketika
fraksi mol barium ditambah, puncak maksimum absorbansi atau puncak minimum
transmitansi bertambah besar dan mengalami pergeseran, meskipun masih berada
pada rentang spektrum cahaya yang sama (hijau). Sedangkan puncak minimum
absorbansi atau puncak maksimum transmitansi memiliki kecenderungan mengecil,
meskipun masih pada rentang spektrum cahaya yang sama (biru dan merah).
Ketika ditandem dengan kristal fotonik terjadi peningkatan absorbsi pada
film BST untuk setiap variasi nilai x yang berkisar antara 3.04 sampai 13.33%. Pada
fraksi mol x = 0.25 rata-rata keseluruhan persentase absorbansi meningkat sebesar
3.96% dari 92.4 menjadi 95.68%. Pada fraksi mol x = 0.35 rata-rata peningkatan
persentase absorbansi naik sebesar 7.07 menjadi 89.45% dari sebelumnya 83.55%.
Selanjutnya rata-rata keseluruhan absorbansi film tipis BST pada fraksi mol x =
0.45, meningkat 3.04% dari sebelumnya 91.16 menjadi 93.93%, serta pada fraksi
mol x = 0.55 mengalami peningkatan paling tinggi sebesar 13.33% dari rata-rata
persentase absorbansi sebelumnya 80.13 menjadi 90.81%.
Karakterisasi yang dilakukan pada frekuensi 100 kHz menunjukkan bahwa
semakin besar fraksi mol barium, nilai konduktivitas listrik film BST semakin
meningkat, walaupun tidak secara linier dan ketika film tipis BST dikenai dengan
cahaya, terlihat adanya penurunan nilai konduktivitas listriknya. Adanya perubahan
nilai koduktivitas ini menunjukkan bahwa film tipis yang dihasilkan memiliki sifat
fotokonduktiv. Hasil perhitungan konduktivitas listrik mendapatkan nilai
konduktivitas listrik film tipis BST pada penelitian ini berada pada rentang nilai
dari 0.22 x 10-1 sampai 0.57 x 10-1 S/cm. Bila merujuk pada literatur yang
menggolongkan material berdasarkan nilai konduktivitas listriknya, material
semikonduktor memiliki rentang nilai dari 10-8 sampai 103 S/cm, berdasarkan nilai
ini maka film tipis BST pada penelitian ini masuk kedalam golongan material
semikonduktor.
Dengan melihat salah satu paramater material sel surya yakitu kemampuan
dalam mengabsorbsi foton, maka berdasarkan hasil yang diperoleh, material BST
yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu material sel
surya, dan diperlukan pengujian lebih lanjut terhadap parameter sel surya yang lain.
Kata kunci: Absorbansi, CSD, film tipis, kristal fotonik, semikonduktor.
SUMMARY
ABD. WAHIDIN NUAYI. Enhancement of photon absorbtion on BaxSr1-xTiO3 thin
films semiconductor using photonic crystals. Supervised by HUSIN ALATAS and
IRZAMAN.
In this research, has been conducted BaxSr1-xTiO3 (BST) thin films
manufacturing for mole fraction x = 0.25, 0.35, 0.45, and 0.55; and concentration
of 1 molar using chemical solution depositon (CSD) method. The materials, which
are used in this research, are barium acetate [Ba(CH3COO)2, 99%], strontium
acetate [Sr(CH3COO)2, 99%], titanium isopropoxide [Ti(C12O4H28), 97.999%],
gallium trioxide [Ga2O3], 2-methoxyethanol [H3COOCH2CH2OH, 99%] and 1 x 1
cm of transparent conductive oxide (TCO) glass as substrate. Two BST thin films
are made that for BST thin films which are doped by 10% galium (BGST) as p-type
layer and pure BST solution as n-type. BST solution is made by reacting barium
acetate [Ba(CH3COO)2, 99%], strontium acetate [Sr(CH3COO)2, 99%] and titanium
isopropoxide [Ti(C12O4H28)] into 2-methoxyethanol solvent [H3COOCH2CH2OH,
99%] in accordance with mass gram for each x value. While, BGST solution is
made in the same way as BST solution, plus adding gallium at 10% of the mass of
BST. Once all materials are reacted, then vibrated using ultrasonic for 90 minutes,
and followed by coating BGST / BST on the TCO substrate. Once the layer is
formed, then annealed for 15 hours at temperature of 500 °C with increasing rate of
1.67 oC/minute.
Characterizations of BST thin films with or without photonic crystals
include the absorbance and transmittance in the visible light spectrum, as well as
the electrical photoconductivity characterizations.
From BST thin films without photonic crystals indicate that our thin films
have light absorption area on almost the entire range of the visible light spectrum
even to the infrared range with absorption value over than 67.6%, in addition, it can
be seen that the maximum absorbance of BST thin films for all mole fractions lie
in blue to green light spectrum region, 457 nm ≤ ≤ 570 nm and the minimum in
yellow to red light spectrum region, 570 nm ≤ ≤ 678 nm.
The largest absorbance is found at x = 0.25 with average absorbance value of
92.04% and maximum and minimum absorbance peaks at wavelength of 500.89
and 657.72 nm, respectively. At x = 0.35, average absorbance value decreased to
83.55% with maximum and minimum peaks at 505.73 and 613.68 nm, respectively.
Then increased to 91.16% at x = 0.45 with maximum and minimum peaks at 506.04
and 618.56 nm, respectively. At x = 0.55, average absorbance value decreased to
80.12% with maximum and minimum peaks at 507.85 and 608.79 nm, respectively.
Moreover, it can be seen that the addition of barium mole fraction leads to wider
maximum absorbance or minimum transmittance peaks and narrower minimum
absorbance or maximum transmittance peaks in the same range of the green and
blue & red light spectrums, respectively.
BST thin films with photonic crystals show increasing in absorption for all
x values in the range of 3.04 into 13.33%. At x = 0.25, average absorbance
percentage increased 3.96% from 92.4 into 95.68%, for x = 0.35 average percentage
increased 7.07% into 89.45 from 83.55%. Furthermore, average absorbance of BST
thin films at x = 0.45 increased 3.04% from 91.16 into 93.93% and x = 0.55 has the
highest average absorbance percentage that is 13.33% from 80.13 into 90.81%.
Characterizations which are performed at frequency of 100 kHz show that the
larger barium mole fraction leads to the higher electrical conductivity of BST films,
non-linear, and when it is subjected to the light, its electrical conductivity is
decrease. This phenomenon shows that our BST thin films have photoconductivity
property. In this research, electrical conductivity of BST thin films in the range of
0.22 x 10-1 into 0.57 x 10-1 S/cm. From several literatures, that of semiconductor
materials in the range of 10-8 int0 103 S/cm, based on this, our BST thin films can
be classified as semiconductor materials.
By considering solar cell material ability in absorbing photons, we conclude
that our BST material can be utilized as a solar cell material, however, further
testing on other solar cell properties is required.
Keywords: Absorbance, CSD, photonic crystals, semiconductor, thin film.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENINGKATAN ABSORBSI FOTON PADA FILM TIPIS
SEMIKONDUKTOR BaxSr1-xTiO3 DENGAN MENGGUNAKAN
KRISTAL FOTONIK
ABD. WAHIDIN NUAYI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji luar komisi: Dr R Tony Ibnu Sumaryada Wijaya Puspita, MSi
Judul Tesis : Peningkatan Absorbsi Foton Pada Film Tipis Semikonduktor
BaxSfI-xTi03 dengan Menggunakan Kristal Fotonik
: Abd. Wahidin Nuayi
Nama
: G 751110021
NRP
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
dイャiセ@
Dr Husin Alatas, MSi
Ketua
\v,
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biofisika
Dr Agus Kartono. _ Si
Tanggal Ujian: 22 Juli 2013
Tanggal Lulus:
2 6 JUL 2013
Judul Tesis : Peningkatan Absorbsi Foton Pada Film Tipis Semikonduktor
BaxSr1-xTiO3 dengan Menggunakan Kristal Fotonik
Nama
: Abd. Wahidin Nuayi
NRP
: G751110021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Husin Alatas, MSi
Ketua
Dr Ir Irzaman, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biofisika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Agus Kartono, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 22 Juli 2013
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus: 26 Juli 2013
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “Peningkatan absorbsi foton pada film tipis semikonduktor BaxSr1-xTiO3
dengan menggunakan kristal fotonik”. Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat
kelulusan pada program pascasarjana Mayor S2 Biofisika di Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua, adik serta
seluruh keluarga besar yang selalu memberikan do’a, nasehat dan semangat serta
kasih sayang kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr.
Husin Alatas, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Irzaman, M.Si selaku pembimbing, serta
Bapak Dr. Mamat Rahmat, M.Si yang telah memberikan masukan saran dan arahan
demi penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini, serta dorongan motivasi untuk
segera menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada rekan-rekan angkatan 2011 dan 2012 mahasiswa pascasarjana S2 Biofisika
IPB, Endang, Farly, Otto, Idawati, Surianty, Sugianto, Nur Aisyah, Masrur, TB
Gamma, Ridwan, Aminullah, Nurlaeli, Kania, dan Agus serta seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan selama
proses pengambilan dan pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Abd. Wahidin Nuayi
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
4
4
5
5
2 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Pembuatan Film Tipis BST dan BGST
Persiapan Substrat
Pembuatan Larutan BST dan BGST
Penumbuhan Film Tipis
Proses Annealing
Pembuatan Kontak pada Film BST
Karakterisasi
Karakterisasi Sifat Optik
Karakterisasi Sifat Listrik
6
6
6
6
7
7
7
8
8
9
9
9
11
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Sifat Optik
Absorbansi dan Transmitansi
Koefisien Absorbansi (α) dan Konstanta Peredaman (k)
Energi Band Gap
Karakterisasi Sifat Listrik
Konduktivitas Listrik dan Fotokonduktivitas
Kapasitansi dan Konstanta Dielektrik
12
12
12
20
26
32
32
35
4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
36
36
36
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
60
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Proses annealing
Struktur sel surya BST menggunakan kristal fotonik
Setup karakterisasi sifat optik
Hubungan antara panjang gelombang terhadap persentase absorbansi
film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol, x = 0.25
(―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan x = 0.55 (―◊―)
Hubungan antara panjang gelombang terhadap persentase transmitansi
film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol, x = 0.25
(―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan x = 0.55 (―◊―)
Hubungan antara panjang gelombang terhadap persentase absorbansi
film tipis BST ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol, x = 0.25
(―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan x = 0.55 (―◊―)
Perbandingan antara absorbansi film tipis BST ketika tidak ditandem
(―∆―) dan ditandem dengan kristal fotonik (―○―) yang dinyatakan
dalam bentuk persentase dengan memvariasikan fraksi mol barium
sebagai fungsi panjang gelombang: (a) fraksi mol x = 0.25; (b) fraksi
mol x = 0.35
Perbandingan antara absorbansi film tipis BST ketika tidak ditandem
(―∆―) dan ditandem dengan kristal fotonik (―○―) yang dinyatakan
dalam bentuk persentase dengan memvariasikan fraksi mol barium
sebagai fungsi panjang gelombang: (a) fraksi molx = 0.45; (b) fraksi
mol x = 0.55
Hubungan antara panjang gelombang terhadap koefisien absorbansi
film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol x = 0.25
(―▲―), x = 0.35 (―■―), x = 0.45 (―●―) dan x = 0.55 (―♦―);
untuk film yang ditandem dengan lapisan kristal fotonik untuk fraksi
mol, x = 0.25 (―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan
x = 0.55 (―◊―)
Hubungan antara panjang gelombang terhadap konstanta peredaman
film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol
x = 0.25 (―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan
x = 0.55 (―◊―)
Hubungan antara panjang gelombang terhadap konstanta peredaman
film tipis BST setelah ditandem kristal fotonik untuk fraksi mol
x = 0.25 (―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―) dan x = 0.55
(―◊―)
Kurva energi gap terhadap (αhv)1/2 sebelum ditandem dengan
lapisan kristal fotonik: (a) fraksi mol x = 0.25; (b) fraksi mol x = 0.35
Kurva energi gap terhadap (αhv)1/2 sebelum ditandem dengan
lapisan kristal fotonik: (a) fraksi mol x = 0.45; (b) fraksi mol x = 0.55
Kurva energi gap terhadap (αhv)1/2 setelah ditandem dengan
lapisan kristal fotonik: (a) fraksi mol x = 0.25; (b) fraksi mol x = 0.35
Kurva energi gap terhadap (αhv)1/2 setelah ditandem dengan
lapisan kristal fotonik: (a) fraksi mol x = 0.45; (b) fraksi mol x = 0.55
8
9
10
13
14
15
16
17
21
23
24
27
28
29
30
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Beberapa penelitian tentang peningkatan absorbansi sel surya dengan
kristal fotonik (PC)
Massa setiap fraksi mol BST dengan menggunakan metode CSD
Pergeseran puncak panjang gelombang maksimum dan minimum
absorbansi dan transmitansi film BST akibat penambahan fraksi mol
barium
Persentase peningkatan rata-rata keseluruhan nilai absorbansi setiap
fraksi mol tanpa lapisan kristal fotonik (TLPC) dan ditandem
lapisan kristal fotonik (DLPC) pada rentang spekrum cahaya tampak
Persentase penurunan relatif nilai koefisien absorbansi film BST
pengaruh penambahan fraksi mol barium pada panjang gelombang
absorbansi maksimum (1,2) dan minimum (3,4) direntang spektrum
cahaya tampak
Persentase penurunan relatif konstanta peredaman film BST pengaruh
penambahan fraksi mol barium pada panjang gelombang absorbansi
maksimum (1,2) dan minimum (3,4) direntang spektrum cahaya
tampak sebelum ditandem lapisan kristal fotonik
Persentase penurunan relatif konstanta peredaman film BST pengaruh
penambahan fraksi mol barium pada panjang gelombang absorbansi
maksimum (1,) dan minimum (2) direntang spektrum cahaya tampak
setelah ditandem lapisan kristal fotonik
Beberapa nilai energi gap (Eg) film BaSrTiO3 (BST) dengan
menggunakan beberapa metode
Nilai konduktivitas listrik (σ) film tipis BST pada frekuensi 100 kHz
Nilai konduktivitas listrik (σ) film tipis BST setelah dikenai cahaya
dengan intesitas lebih dari 2000 lux (kondisi terang)
Nilai kapasitansi dan konstanta dielektrik film tipis BST pada
frekuensi 100 kHz
3
8
15
19
22
23
26
31
33
34
35
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
a. Data hasil pengukuran absorbansi dan transmitansi film tipis BST
sebelum ditandem dengan kristal fotonik
b. Data hasil pengukuran absorbansi dan transmitansi film tipis BST
setelah ditandem dengan kristal fotonik
a. Data hasil perhitungan nilai koefisien absorbansi (α) film tipis BST
sebelum ditandem dengan kristal fotonik
b. Data hasil perhitungan nilai koefisien absorbansi (α) film tipis BST
setelah ditandem dengan kristal fotonik
a. Data hasil perhitungan nilai konstanta peredaman (k) film tipis
BST sebelum ditandem dengan kristal fotonik
b. Data hasil perhitungan nilai konstanta peredaman (k) film tipis BST
setelah ditandem dengan kristal fotonik
41
44
47
50
53
56
4.
5.
Perhitungan ketebalan lapisan film tipis BST dengan menggunakan
metode volumetrik
Perhitungan nilai konduktivitas listrik dan konstanta dielektrik
film tipis BST
59
60
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai salah satu negara tropis dengan limpahan cahaya matahari yang
sangat melimpah dan mengingat kebergantungan akan masyarakat Indonesia
terhadap sumber energi yang berasal dari fosil yang sangat tinggi, maka
pengembangan devais sel surya sebagai energi sangat potensial. Yuliarto et al.
(2007) memaparkan bahwa potensi energi surya di Indonesia sekitar 4.8
kWh/m2/hari. Nilai tersebut setara dengan nilai peak sun hour (PSH) sebesar 4.8
jam/hari, namun pemanfaatan untuk energi masih sangat rendah.
Berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Indonesia dan kajian dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
tercatat sampai tahun 2011 kapasitas panel surya yang terpasang di Indonesia baru
17 MWp. Jika dibandingkan dengan kapasitas terpasang pembangkit listrik di
Indonesia sebesar 33.7 GW, maka kontribusi tenaga surya untuk pembangkit listrik
baru mencapai 0.05%. Nilai ini masih sangat kecil bila dibandingkan potensi
tersebut, padahal pemanfaatan energi surya misalnya dalam bentuk solar home
system untuk daerah-daerah terpencil merupakan solusi andal untuk elektrifikasi
desa-desa tersebut.
Secara umum seperti yang dipaparkan oleh Bossert et al. (2000), Chopra et
al. (2004), Guo et al. (2010), Torchynska et al. (2004) dan Wenas (2004), terdapat
tiga material yang sedang dikembangkan secara intensif yaitu CulnSe2 (atau
paduannya seperti CulnS2 atau CulnGaSe2), CdTe dan silikon amorf. Dengan
tingkat efisiensi sekitar 10%, sel surya film tipis ini sudah layak untuk diproduksi
massal dengan harga yang dapat bersaing dengan sumber energi listrik yang lain.
Untuk ketiga material di atas hanya dibutuhkan ketebalan sekitar satu mikron untuk
membentuk sel surya yang efisien. Ini disebabkan karena daya serap cahayanya
yang besar.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sel surya film tipis CdTe telah dapat diproduksi
dalam bentuk modul percobaan dengan efisiensi sekitar 10%, jadi cukup layak
untuk diproduksi secara massal. Namun, persoalannya adalah material ini belum
dapat diterima dengan baik karena mengandung unsur cadmium. Bila rumah yang
atapnya dipasang sel surya CdTe terbakar, unsur cadmium ini dapat menimbulkan
polusi yang membahayakan. Selanjutnya, material CuInSe2 juga diharapkan dapat
digunakan secara luas. Material dengan daya absorpsi cahaya yang besar ini, secara
teoritik mempunyai efisiensi 20 %, bahkan lebih. Dalam skala laboratorium saat ini
telah dibuat efisiensi di atas 15%, namun kesulitannya adalah sukarnya mengontrol
komposisi dari ketiga unsur pembentukannya terutama saat diproduksi dalam
ukuran yang besar secara massal, sehingga masih mengalami kesulitan dalam
memproduksi modul dengan kualitas yang sama.
Material terakhir yang dikembangkan adalah adalah silikon amorf. Material
ini juga dikenal sebagai bahan dasar pembuatan flat panel display untuk layar
komputer atau televisi portabel. Ini dimungkinkan karena material ini dapat
ditumbuhkan dalam ukuran besar dengan lebar lebih dari satu meter.
Film tipis silikon amorf biasanya dibuat dengan menguraikan gas monosilane
(SiH4) dalam plasma yang dibangkitkan oleh penguat frekuensi radio (glow
2
discharge) pada suhu yang relatif rendah (250 oC) (Beaucarne 2007). Secara teoritik,
sel surya yang dibuat dari film tipis silikon amorf dapat menghasilkan efisiensi
sekitar 15%-16% (Bossert et al 2000), namun kelemahannya adalah adanya
degradasi/penurunan efisiensi sekitar 30 hari harga awal, saat pertama kali disinari
walaupun pada akhirnya menjadi stabil (efek Staebler Wronski) (Wenas 2004).
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa sel surya film tipis silikon amorf
telah berhasil diproduksi dalam skala laboratorium dengan nilai efisiensi yang tidak
jauh berbeda yaitu 13% (Bergaman 1999), 12% (Chopra et al. 2004; Torchynska
dan Polupan 2004), dan 9,5% (Aberle 2009).
Meskipun stabilitas dan nilai efisiensi sel surya film tipis silikon amorf lebih
rendah rendah bila dibandingkan dengan sel surya film tipis kristalin silikon yang
dapat mencapai 20 sampai 30% dalam skala laboratorium, namun menurut Chopra
et al. (2004) sel surya film tipis silikon amorf masih akan menjadi pilihan untuk
terus diproduksi massal dalam skala megawatt untuk aplikasi khusus. Akan tetapi,
menurut Yuliarto (2011) dan Wenas (2004) untuk produksi dalam negeri sendiri,
teknologi yang dimiliki oleh Indonesia masih belum memungkinkan untuk
membuat divais sel surya berbahan dasar silikon amorf, sehingga perlu alternatif
pembuatan sel surya dalam bentuk kristal dengan bahan lain.
Salah satu material yang dapat dijadikan sebagai alternatif adalah material
ferroelektrik. Secara teoritis, Itskovsky (1999) dan Yang et al. (2009) memaparkan
bahwa sel surya dengan bahan dasar material ferroelektrik memiliki kisaran
efisiensi antara 2.5 sampai 10%, dengan material ferroelektrik yang sudah diuji
secara teoritis untuk dijadikan bahan sel surya diantaranya: triglycine sulphate
(TGS), lithium tantalate (LiTaO3), sodium nitrite (NaNO2), dan bismuth ferrite
(BiFeO3 atau sering disebut BFO).
Selanjutnya, seperti yang dikemukakan oleh Kim et al. (2012) terdapat
beberapa material ferroelektrik yang penting yang saat ini telah menjadi bahan
kajian oleh para ahli, antara lain PbTiO3, Pb(ZrxTi1-x)O3, SrBiTaO3,
Pb(Mg1/3Nb2/3)O3, serta BaTiO3 yang menjadi dasar dari (Ba,Sr)TiO3. Disebabkan
sifat-sifat yang dimilikinya, material BaSrTiO3 merupakan salah satu material yang
beberapa tahun terakhir ini gencar dikaji dan dikembangkan. Salah satunya adalah
dalam bentuk teknologi ferroelektrik film BST yang digunakan untuk aplikasi
sensor cahaya yang kemudian dapat dikembangkan menjadi sel surya (Irzaman
2008). Hasil yang sama seperti ditunjukkan Ridwan (2010) dan Hastuti (2011) dan
Hilaluddin (2011), dari hasil karakterisik yang dilakukan terhadap material barium
strontium titanate (BaSrTiO3) menunjukkan bahwa bahan ferroelektrik BST di atas
permukaan subsrat Si (100) tipe-p memiliki kemungkinan untuk digunakan sebagai
bahan sel surya karena memiliki karakteristik seperti dioda p-n junction yang dapat
berperilaku sebagai sel fotovoltaik.
Untuk pengembangan lebih lanjut sebagai material yang dapat digunakan
untuk sel surya, material BST perlu dilakukan kajian lebih lanjut, misalnya dari segi
kemampuan BST dalam mengabsorbsi foton, karena salah satu syarat material sel
surya adalah material tersebut harus bersifat antireflektif, artinya bahwa material
tersebut sedapat mungkin mengabsorbsi foton sebanyak-banyaknya.
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian karakteristik fotokonduktivitas,
konstanta dielektrik, konduktivitas listrik, absorbansi, koefisien absorbansi,
konstanta peredaman dan energi gap film tipis semikonduktor BaxSr1-xTiO3 dengan
variasi x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 yang dibuat dengan menggunakan metode
3
chemical solution deposition (CSD. Kemudian diikuti dengan bagaimana pengaruh
lapisan kristal fotonik pada karakteristik-karakteristik tersebut, khususnya terhadap
besaran absorbsi foton yang dihasilkan.
Pemilihan kristal fotonik (PC) sebagai substrat yang digunakan berdasarkan
struktur dan sifat dari kristal fotonik. Sukhiovanov (dalam Mardanih 2010)
menjelaskan bahwa kristal fotonik merupakan kumpulan lapisan medium optik
dengan struktur yang tersusun secara alami. Adanya kumpulan lapisan medium
optik dengan indeks bias yang berbeda ini, maka perambatan cahaya dengan
frekuensi dan arah tertentu dapat dicegah, yang mana rentang daerah frekuensi
tersebut dinamakan photonic band gap (PBG).
Dengan sifat ini, maka diharapkan foton yang diserap oleh BST lebih
maksimal, sehingga berdampak pada meningkatnya konversi arus yang dihasilkan
nanti. Ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa
penggunaan fotonik kristal yang ditandem pada silikon dapat meningkatkan
absorbsi sinar matahari.
Beberapa penelitian yang menggunakan kristal fotonik sebagai devais sel
surya diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Bermel et al. (2007)
dengan desain sel surya yang terdiri atas lapisan anti refleksi pada bagian atas dan
Tabel 1 Beberapa penelitian tentang peningkatan absorbansi sel surya dengan
kristal fotonik (PC)
Struktur
PC
Material
1D
3D
1D
c-Si
1D
a-Si berpola pada
lapisan kaca
16
14
2D
28
3D
lapisan perak
(Ag), ZnO, a-Si:H
pada lapisan ito
mikrokristalin
silikon ( c-Si atau
kristal fotonik cSi)
3D
Si, SiO2, ITO
?
c-Si
Peningkatan
Absorbansi
(%)
26.3
26.5
20.92
24.21
18.7% (SC),
28.7% (BCC)
dan 27.4%,
22.9% (FCC)
Komentar
ketebalan sel 2 m
ketebalan sel 10
m
a-Si berpola
a-Si tidak berpola
ketebalan 100 nm
Ketebalan 100 nm
substrat kaca
ditutupi oleh sel
surya c-Si pada
keempat sisi dan
sebuah reflektor
pada bagian
bawah, dengan
tiga jenis opal
berbasis PC
Efisiensi
meningkat 1520%
Sumber
Bermel et
al. 2007
Chutinan
et al. 2009
Park et al.
2009
Gomard et
al. 2010
Chen et al.
2011
Deinega,
John 2012
4
kristal fotonik pada bagian bawah yang dibuat dari kisi segitiga (triangular) 1D dari
lubang udara pada silikon, dengan jari-jari r = 0375a, dengan a adalah periodisitas
kisi. Hasilnya membuktikan adanya peningkatan absorbansi sebesar 26.3% (PC 1D)
dan 26.5% (PC 3D).
Selanjutnya adalah Chutinan et al. (2009) yang menggunakan struktur sel
surya konvensional dengan kisi penghambur yang terdiri atas lapisan anti refleksi
pada bagian atas, kemudian lapisan c-Si yang seragam, dan pada bagian bawah
berupa kisi penghambur dan sebuah reflektor. Kristal fotonik digunakan sebagai
lapisan penyerap, yang mana untuk memberikan perubahan adiabatik dari lapisan
seragam ke dalam struktur diskrit PC, dibuat kisi-kisi 1D yang ujungnya meruncing
yang menghubungkan lapisan seragam anti refleksi ke kristal fotonik yang
berbentuk persegi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan
absorbsi sebesar 20.λ2% (ketebalan sel 2 m) dan 24.21% (ketebalan sel 10 m).
Park et al. (2009) juga melakukan hal yang sama dengan bentuk sel surya
terdiri atas lapisan a-Si yang terpola pada substrat kaca yang merupakan struktur
planar PC 1D . Nilai absorbsi yang didapatkan sebesar 16% pada lapisan a-Si
berpola dan 14% pada lapisan a-Si yang tidak berpola.
Lebih lanjut, Gomard et al. (2010) mendapatkan nilai absorbsi sebesar 28%
dengan desain sel surya yang terdiri dari lapisan perak (Ag), ZnO, a-Si-H yang
dilapisi ITO. Dua lapisan terakhir sebagai kristal fotonik 2D dengan ukuran persegi.
Chen et al. (2011) membuat sel surya yang terdiri atas lapisan anti refleksi (ARC)
yang berupa lapisan mikrokristalin silikon ( c-Si atau kristal fotonik c-Si),
substrat kaca yang ditutupi oleh sel surya c-Si pada keempat sisi dan sebuah
reflektor pada bagian bawah. Dengan menggunakan tiga jenis opal berbasis PC
(kubus sederhana SC, kubus berpusat badan BCC, dan kubus berpusat muka FCC)
diperoleh absorbsi cahaya matahari untuk SC, BCC dan FCC masing-masing
sebesar 18.7, 28.7 dan 27.4, 22.9%. Deinega dan John (2012) memperoleh
peningkatan absorbsi sebesar 15 sampai 20% dengan desain sel surya yang terdiri
atas lapisan Si, SiO2 dan ITO. Secara ringkas, ikhtisar penelitian yang dilakukan
oleh beberapa peneliti tersebut di atas, seperti terlihat pada Tabel 1.
Perumusan Masalah
1.
2.
Bagaimana karakteristik sifat optik dan listrik dari film tipis semikonduktor
feroelektrik BaxSr1-xTiO3 (x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55) yang di tumbuhkan
pada substrat TCO baik yang tidak menggunakan maupun menggunakan
(tandem) lapisan kristal fotonik?
Bagaimana pengaruh lapisan kristal fotonik terhadap karakteristik sifat optik
dan listrik dari film tipis semikonduktor BaxSr1-xTiO3 (x = 0.25, 0.35, 0.45 dan
0.55)?
Tujuan Penelitian
1.
Mengkarakterisasi dan mengetahui sifat optik dan listrik dari film tipis
semikonduktor feroelektrik BaxSr1-xTiO3 (x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55).
5
2.
Menguji efektivitas lapisan kristal fotonik dalam meningkatkan karakteristik
sifat optik dan listrik film tipis semikonduktor feroelektrik BaxSr1-xTiO3 (x =
0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan material
alternatif dalam pembuatan sel surya, sehingga ketergantungan terhadap satu
material dasar dapat diminimalisir.
Ruang Lingkup Penelitian
Pembuatan dan karakteritik sel surya berbasis film tipis semikonduktor
BaxSr1-xTiO3 dengan variasi nilai x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 dibuat dengan
menggunakan metode chemical solution deposition (CSD). Proses pembuatan
dilakukan dalam dua tahapan. Pertama dengan menggunakan kaca transparant
conductive oxide (TCO) sebagai substrat penumbuhan film, dan yang kedua dengan
menggunakan kristal fotonik (tandem). Proses penumbuhan film tipis pada substrat
ini dilakukan dengan mengontrol kecepatan putaran alat spin-coating pada putaran
6000 rpm dan proses anneling pada temperatur 500 0C.
2 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bubuk barium asetat
[Ba(CH3COO)2, 99%], stronsium asetat [Sr(CH3COO)2, 99%], titanium
isopropoksida [Ti(C12O4H28), 97.999%], galium tri oksida [Ga2O3], 2-metoksietano
[H3COOCH2CH2OH, 99%], etanol 96%, kaca TCO, kristal fotonik, aquades atau
di water (deionisasi water), pasta perak, kaca preparat dan alumunium foil.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik model
Sartonius BL6100, reaktor spin coater, mortar, pipet, pinset, gelas ukur, pinset,
gunting, spatula, stopwatch, tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan petris,
isolasi, LCR meter tipe HIOKI 3522-50 LCR HiTester, spektrophotometer UVVIS-NIR OceanOptics, masker, potensiometer, resistor, ultrasonik dengan model
Branson 2.210, furnace model VulcanTM-3-130, dan kabel.
Prosedur Penelitian
Film BST dapat dibuat dengan menggunakan peralatan yang cukup sederhana,
biaya murah dan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Material barium
stronsium titanat (BST) memiliki potensi untuk menggantikan film tipis SiO2 pada
sirkuit semikonduktor (MOS,) namun konstanta dielektrik yang dimiliki oleh BST
tersebut masih rendah dibandingkan dengan bentuk bulknya. Hal ini berkaitan
dengan mikro butir yang baik, tingkat tekanan yang baik, kekosongan oksigen,
formasi lapisan dan oksidasi pada silikon (Irzaman 2008, 2009, 2010).
Pembuatan film tipis BST dapat dilakukan dengan beberapa teknik seperti
metalorganic chemical vapor deposition (MOCVD) oleh Fitsilis et al. (2001)
metode sol-gel oleh Singh et al. (2008), Xin et al. (2011), Ibrahim et al. (2012) dan
Verma et al. (2012), metode atomic layer deposition (ALD) oleh Tyunina et al.
(2008), metode sintesis hidrotermal oleh Daojiang et al (2003), metal-organic
decomposition (MOD) oleh Kouttsaroff et al. (2003) dan Suherman et al (2009),
serta chemical solution deposition (CSD) oleh Iriani et al (2008), Irzaman et al
(2011), Sirikultrat N (2011) dan Aygun et al (2011).
Pada penelitian ini, pembuatan film tipis BST dilakukan dengan
menggunakan metode chemical solution deposition (CSD). Menurut Irzaman
(2011), keunggulan dari metode CSD (Chemical Solution Deposition) adalah dapat
mengontrol stokiometri film dengan kualitas yang baik, prosedur yang mudah dan
membutuhkan biaya yang relatif murah.
Hamdani et al. (2009) menjelaskan bahwa metode chemical solution
deposition (CSD) merupakan metode pembuatan film tipis dengan pendeposisian
larutan bahan kimia di atas substrat, kemudian dipreparasi dengan spin coating pada
kecepatan putar tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses spin coating dapat
dipahami dengan perilaku aliran larutan pada piringan substrat yang berputar, yang
7
mana mula-mula aliran volumetrik cairan dengan arah radial pada substrat
diasumsikan bervariasi pada permukaan substrat. Penggenangan awal dan
pembasahan menyeluruh pada permukaan substrat terjadi pada saat t = 0, yang pada
saat tersebut tegangan permukaan diminimalisasi (tidak ada getaran, noda kering
dan sebagainya), selanjutnya piringan dipercepat dengan kecepatan rotasi yang
spesifik, sehingga menyebabkan bulk dari cairan terdistribusi merata.
Pembuatan film tipis BST sendiri terdiri atas lapisan tipe-p yang terbuat dari
BST yang didadah dengan galium 10% dan lapisan tipe-n yang terbuat dari BST,
yang kemudian ditumbuhkan di atas substrat berupa kaca transparent conductive
oxyde (TCO) dan kristal fotonik.
Selanjutnya Irzaman (2009) menjelaskan bahwa dengan penambahan galium
tri oksida menyebabkan semikonduktor BST yang semula merupakan tipe-n
menjadi semikonduktor tipe-p. Hal ini disebabkan atom galium memiliki tiga
elektron terluar dalam kulit terluarnya (trivalen). Penambahan (doping) galium
yang merupakan atom-atom yang tidak murni ke dalam kristal intrinsik
menyebabkan adanya perubahan daya konduksi listrik dari BST. Adanya
penambahan atom trivalen ini, maka masing-masing hole akan membantu untuk
menerima sebuah elektron bebas selama rekombinasi (atom akseptor).
Secara garis besar prosedur dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) tahapan
utama yang meliputi proses pembuatan dan karakterisasi sel surya berbasis film
tipis semikonduktor ferroelektrik BST.
Pembuatan Film Tipis BST dan BGST
Persiapan Substrat
Substrat yang digunakan berupa kaca TCO dan kristal fotonik satu dimensi,
kemudian dipotong membentuk persegi dengan ukuran 1 cm x 1 cm. Setelah proses
pemotongan, kemudian dilanjutkan dengan pencucian dengan menggunakan
berturut-turut aquadest dan etanol. Proses pencucian dilakukan selama 60 detik, dan
bertujuan untuk membersihkan substrat dari kotoran yang ada.
Pembuatan Larutan BST dan BGST
Larutan BaxSr1-xTiO3 (BST) yang ditumbuhkan di atas substrat dengan
metode CSD dibuat dari asetat barium [Ba (CH3COOH)2, 99%], strontium asetat
Tabel 2 Massa setiap fraksi mol BST dengan menggunakan metode CSD
Material
Fraksi mol
Massa (g)
Ba (CH3COOH)2
0.25
0.35
0.45
0.55
0.3193
0.4470
0.5747
0.7024
Sr (CH3COOH)2
0.75
0.65
0.55
0.45
0.7714
0.6686
0.5657
0.4628
Ti(C12O4H28)
1.00
1.4211
8
[Sr (CH3COOH)2, 99%)], titanium isopropoksida [Ti(C12O4H28), 99% ], dan 5 ml
2-metoksietanol [H3COOCH2CH2OH, 99%] sebagai pelarut. Keseluruhan bahan
tersebut dicampur dalam ultrasonik model Branson 2.210 selama 1 jam (campuran
disebut prekursor). Sedangkan untuk pembuatan larutan BGST sama seperti dengan
pembuatan BST, hanya saja ditambahkan galium tri oksida sebesar 10% dari BST.
Larutan BST yang didopping dengan galium nantinya akan ditumbuhkan menjadi
lapisan tipe-p dan larutan BST murni sebagai lapisan tipe-n. Massa dari masingmasing bahan untuk setiap fraksi mol diberikan dalam Tabel 2.
Penumbuhan Film Tipis
Proses penumbuhan film yang pertama kali dilakukan adalah penumbuhan
lapisan tipe-p yang berupa larutan BST yang didadah galium dengan menggunakan
reaktor spin coating. Substrat TCO yang telah dicuci sebelumnya, diletakkan di
atas piringan reaktor spin coating yang telah ditempeli dengan doubletip pada
bagian tengahnya. Setelah itu, 2/3 permukaan substrat silikon tipe-p yang telah
ditempelkan pada permukaan piringan spin coating ditutupi dengan merekatkan
solatif. Perekatan solatif ini bertujuan untuk menghindari agar tidak semua
permukaan substrat TCO terlapisi atau tertutupi oleh larutan BST, dan penempelan
doubletip bertujuan agar substrat tidak terlepas saat piringan reaktor spin coating
berputar.
Substrat yang telah ditempatkan di atas piringan spin coating ditetesi larutan
BST sebanyak 3 tetes, kemudian reaktor spin coating diputar dengan kecepatan
6000 rpm selama 30 detik. Proses penetesan dilakukan sebanyak 3 kali dengan jeda
setiap ulangan adalah 60 detik. Setelah penetesan, substrat diambil dengan
menggunakan pinset, kemudian dipanaskan di atas hot plate selama 15 sampai 20
menit untuk menguapkan sisa pelarut yang masih tersisa.
Untuk penumbuhan lapisan tipe-n yang berupa larutan BST murni dengan
fraksi mol yang berbeda, dilakukan dengan cara yang sama seperti penumbuhan
lapisan tipe-p, dan ditumbuhkan di atas lapisan tipe-p. Akan tetapi proses
penumbuhan lapisan tipe-n ini dilakukan setelah lapisan tipe-p di annealing .
Proses Annealing
Proses annealing bertujuan untuk mendifusikan larutan BST dengan substrat.
Proses annealing dilakukan dengan menggunakan furnace model VulcanTM-3-130
dan dilakukan secara bertahap. Pemanasan dimulai dari suhu ruang kemudian
Gambar 1 Proses annealing
9
Gambar 2 Struktur sel surya BST menggunakan kristal fotonik
dinaikkan hingga suhu annealing yang diinginkan yaitu sebesar 500 °C dengan
kenaikan suhu pemanasan yang disesuaikan (1.67 °C/menit), kemudian suhu
pemanasan tersebut ditahan konstan hingga 15 jam. Selanjutnya dilakukan furnace
cooling sampai didapatkan kembali suhu ruang. Pada penelitian ini waktu
penahanan yang digunakan selama 15 jam (Gambar 1). Cara yang sama dilakukan
untuk lapisan tipe-n.
Pembuatan Kontak pada Film BST
Lubang kontak pada film tipis dibuat berbetuk persegi dengan ukuran 2 mm
x 2 mm pada lapisan BST dan menutup bagian lain dari film BST yang tersisa
dengan dengan menggunakan aluminium foil. Poses selanjutnya adalah metalisasi
aluminium (Al) sebagai media kontak film yang dilakukan secara evaporasi pada
ruang vakum udara. Langkah terakhir adalah pemasangan hidder dan kawat
tembaga yang berukuran halus dengan menggunakan pasta perak.
Struktur film tipis semikonduktor ferroelektrik BST dengan menggunakan
kristal fotonik seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.
Karakterisasi
Karakterisasi Sifat Optik
Karakterisasi sifat optik film tipis semikonduktor BST dengan tipe-p BST
yang telah didadah dengan galium 10% pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan spektroskopi optik yang menggunakan alat VIS-NIR
spectrophotometer model ocean optics DT-mini-2. Karakterisasi optik yang
dilakukan meliputi pengukuran nilai absorbansi, transmitansi dan reflektansi film
BST. Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan nilai konstanta absorbansi
dan konstanta peredaman, serta band gap dari film tipis BST yang dihasilkan.
Pengukuran sifat optik ini dilakukan dengan melewatkan sumber cahaya
polikromatis (putih) ke lapisan semikonduktor, kemudian cahaya yang dipancarkan
ditransmisikan dengan serat optik untuk kemudian diteruskan dan diolah oleh
Ocean Optic USB 2000 Vis-Nir spectrophotometer Optic USB 2000 Vis-Nir
spectrophotometer yang terhubung ke komputer. Kemudian dengan menggunakan
perangkat lunak (software) khusus, data diekstrak dan diolah lebih lanjut
menggunakan pengolah data tertentu (misalnya Microsoft Office Excell atau Sigma
Plot).
10
Gambar 3 Setup karakterisasi sifat optik (Maddu, Timuda 2010)
Prosedur pengambilan data yang pertama kali dilakukan adalah merekam data
intensitas gelap/background (ID), kemudian merekam data intensitas referensi (I0)
dalam hal ini adalah intensitas transmisi gelas TCO dan kristal fotonik dan terakhir
adalah merekam data intensitas sampel (I) (Maddu dan Timuda, 2010). Setup
karakterisasi optik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Kemampuan suatu bahan dalam menyerap/mengabsorbsi radiasi disebut
dengan absorbsitivitas yang dinyatakan dalam bentuk koefisien absorbansi (α), dan
untuk nilai absorbsitivitas pada bahan atau material semikonduktor terletak pada
rentang panjang gelombang tertentu. Maddu dan Timuda (2010) menyatakan
besarnya absorbansi dan koefisien absorbansi dapat dihitung dari menurunkan
persamaan persamaan
I0
A= �
(1)
I
atau dapat dituliskan dalam bentuk lain,
�0 − ��
)
(2)
A = �(
� − ��
dan pada lapisan film tipis berlaku hubungan
I0
= ��
(3)
I
Apabila persamaan (3) disubtitusikan ke persamaan (2), maka diperoleh
persamaan matematis untuk menghitung nilai koefisien absorbansi
�
(4)
�= .
dengan α adalah koefisien absorbansi, A adalah absorbansi (a.u), d adalah ketebalan
lapisan film (cm), I0 merupakan intensitas awal, dan I adalah intensitas sampel.
Bila dihubungkan dengan transmitansi nilai koefisien absorbansi dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan
� [ /�]
�=
(5)
dengan α menyatakan koefisien absorbansi, T adalah nilai transmitansi dan d adalah
ketebalan lapisan film (cm) ( Leng et al. 2006).
Nilai koefisien absorbansi (α) pada semikonduktor selain merupakan fungsi
dari panjang gelombang yang terkait, juga merupakan fungsi dari energi foton, yang
berturut-turut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis
11
�=
�
�
(6)
dan
�
� ∝ (ℎ� − �� )
(7)
dengan k merupakan koefisien peredaman (extinction), hv adalah energi foton (eV),
λ adalah panjang gelombang (nm), serta n adalah konstanta yang menyatakan
transisi elektron pada semikonduktor (1/2 untuk transisi langsung dan 2 untuk
transisi tidak langsung (Leng et al. 2006).
Dengan memperhatikan nilai koefisien absorbansi (α) dan menggunakan
metode Tauc plot nilai energi gap film tipis BST pada penelitian ini dapat
ditentukan, yaitu dengan melakukan ekstrapolasi pada bagian plot linier yang
memotong absis dari kurva (αhv) 1/n terhadap hv (Pontes et al. 2002 dan Leng et al.
2006).
Karakterisasi Sifat Listrik
Sifat listrik dari film tipis BST salah satunya dapat diketahui dari karakterisasi
konduktivitas listrik, fotokonduktivitas dan konstanta dielektrik. Karakterisasi
konduktivitas listrik, fotokonduktivitas dan konstanta dielektrik dilakukan dengan
mengukur nilai konduktansi (G) dan kapasitansi (C) dari film tipis semikonduktor
BST. Pengukuran konduktansi dilakukan pada kondisi terang dan gelap, serta nilai
kapasitansi diukur dengan menggunakan LCR meter tipe HIOKI 3522-50 LCR
HiTester. Data konduktansi digunakan untuk menentukan nilai konduktivitas listrik
dari film tipis semikonduktor BST dengan menggunakan persamaan
�=
Gl
A
(8)
dengan σ menyatakan nilai konduktivitas listrik (S/cm), G adalah nilai konduktansi
(S), l adalah ketebalan film (cm) dan A adalah luas permukaan film (cm2) (Giancoli
2001).
Nilai dari konduktivitas ini juga dapat digunakan untuk menguji apakah film
tipis BST yang dihasilkan bersifat isolator, konduktor atau semikonduktor.
Sedangkan pengukuran pada kondisi terang-gelap digunakan untuk mengetahui
seberapa besar perubahan konduktivitas film tipis BST yang terbentuk terhadap
perubahan intensitas cahaya yang jatuh pada film tipis BST tersebut (uji
fotokonduktif).
Data kapasitansi (C) digunakan untuk menghitung besar nilai konstanta
dielektrik dengan menggunakan persamaan
Cd
(λ)
=
�0 A
dengan k menyatakan kontanta dielektrik, C adalah nilai kapasitansi (F), d adalah
jarak antara kontak film (cm), A adalah luas permukaan film tipis (cm2) dan ε0
adalah nilai permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12 F/m) (Irzaman et al. 2011).
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Sifat Optik
Absorbansi dan Transmitansi
Karakterisasi sifat optik film tipis BST dilakukan pada rentang cahaya dengan
panjang gelombang 400-800 nm. Dari karakterisasi sifat optik diperoleh data
keluaran yang berupa hubungan antara panjang gelombang terhadap absorbansi
yang dinyatakan dalam optical density (OD), serta transmitansi dan reflektansi yang
dinyatakan dalam bentuk persen. Pada penelitian ini proses karakterisasi dan
pengukuran sifat optik film tipis BST diamati pada empat variasi fraksi mol (x) BST
yaitu x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55. Selain variasi fraksi mol barium, proses
pengukuran dan perhitungan juga dilakukan dengan melakukan pengamatan
terhadap ada tidaknya pengaruh lapisan kristal fotonik pada nilai absorbansi serta
parameter optik lain film tipis BST yang ditandem dan tidak ditandem dengan
fotonik kristal.
Besarnya nilai absorbansi yang dinyatakan dalam bentuk persen dan
transmitansi film tipis BST untuk masing-masing fraksi mol BST tanpa ditandem
lapisan fotonik kristal seperti yang diperlihatkan oleh hubungan antara panjang
gelombang terhadap persentase absorbansi dan transmitansi pada Gambar 4 dan 5.
Untuk film tipis BST yang ditandem lapisan fotonik kristal seperti pada Gambar 7
dan Gambar 8.
Peristiwa absorbansi terjadi pada saat foton masuk bertumbukan langsung
dengan atom-atom material dan menyerahkan energinya pada elektron atom
penyusun BST. Selanjutnya foton mengalami perlambatan dan akhirnya berhenti,
sehingga pancaran sinar yang keluar dari material berkurang dibanding saat masuk
ke material. Absorbansi dari energi cahaya dapat menyebabkan elektron tereksitasi
ke tingkat energi yang lebih tinggi apabila energi yang diabsorbsi tersebut lebih
besar dari tingkat energi elektron tersebut, atau dengan kata lain proses absorbsi
hanya terjadi jika spektrum cahaya dengan panjang gelombang yang datang
memiliki energi yang bersesuaian dengan energi yang dibutuhkan oleh elektron
yang terikat pada kulit atom BST untuk bertransisi ke tingkat energi yang lebih
tinggi.
Gambar 4 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan persentase absorbansi
dari film tipis BST (dengan tipe-p BST didadah dengan galium 10%) yang
ditumbuhkan pada substrat TCO memiliki daerah serapan cahaya pada hampir
seluruh rentang spektrum cahaya tampak (visible) bahkan sampai daerah
inframerah dengan kisaran nilai serapan di atas dari 67.6%. Selain itu, berdasarkan
Gambar 4 dapat dilihat bahwa absorbansi maksimum dari film tipis BST untuk
keseluruhan fraksi mol barium berada pada rentang daerah spektrum cahaya biru
sampai hijau, 457 nm ≤ ≤ 570 nm dan absorbansi minimum terletak pada daerah
spektrum cahaya kuning sampai merah, 570 nm ≤ ≤ 678 nm. Adanya variasi
fraksi mol BST untuk nilai x = 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 terlihat pergeseran puncak
maksimum dan puncak minimum penyerapan energi foton yang dipancarkan
meskipun tidak terlalu jauh, serta adanya kecenderungan penurunan besaran
absorbansi meskipun tidak secara linier, karena pada fraksi mol, x = 0.45 nilai
absorbansi meningkat lagi.
13
100
95
% Absorbansi
90
85
80
75
70
65
0
400
500
600
700
800
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 4 Hubungan antara panjang gelombang terhadap persentase
absorbansi film tipis BST tanpa ditandem kristal fotonik untuk
fraksi mol, x = 0.25 (―∆―), x = 0.35 (―□―), x = 0.45 (―○―)
dan x = 0.55 (―◊―)
Absorbansi terbesar terdapat pada fraksi mol x = 0.25 dengan rata-rata
keseluruhan nilai absorbansi mencapai 9