ditetapkan  konstitusionalitasnya  dengan voting,  masalah  hukum  berubah  menjadi
masalah politik serta MPR menguji UU pada dasarnya menguji produknya sendiri karena
DPR sebagai unsur utama MPR
9
. MPR  hampir  tidak  pernah  menguji
produk  DPR  dan  presiden,  baik  semenjak MPR terbentuk, maupun setelah tahun 2000
sejak  ditegaskan  hak  mengujinya.  MPR pernah  melakukan  pengujian  berdasarkan
Tap  MPRS  No.  XIXMPRS1966  jo.  No. XXXIXMPRS1968  tentang  peninjauan
kembali  produk-produk  legislatif  di  luar MPRS  yang  tidak  sesuai  UUD  1945,  akan
tetapi  pelaksanaan  pengujian  dilakukan
sendiri  oleh  pembentuk  UU,  bukan  oleh MPRS
10
. Ditetapkannya  lembaga  tersendiri
di  luar  MA, berdasarkan
pemikiran mengatasi  kelemahan-kelemahan  di  atas
dan  konse kuensi  dianutnya  dalam  UUD 1945  pascaamandemen  dengan  paham
pemisahan kekuasaan dengan prinsip checks and  balances  antarlembaga  negara.  Paham
pemisahan  kekuasaan  ini  berpengaruh terhadap  mekanisme  kelembagaan  dan
hubungan  antarlembaga  negara,  termasuk penegasan sistem pemerintahan presidensial
dengan  penataan  sistem  parlemen  dua kamar  bicameralism,  pemilihan  presiden
langsung termasuk soal judicial review. Dalam
menjalankan kewenangan
meng  uji  konstitusionalitas  UU,  MK  sangat banyak mendapat kritik mengenai substansi
perkaranya dan bagaimana hukum formilnya khususnya masalah ultra petita. Bagi sebagian
kalangan,  dengan  tugas  menguji  UU,  dapat disimpulkan  bahwa  MK  telah  memasuki
ranah  legislatif.  Sementara  menyangkut masalah  putusan  ultra  petita  dalam  MK
jelas tidak sesuai asas hukum perdata yang melarang  ultra  petita  serta  ketentuan  ultra
petita sendiri tidak diatur dalam UUD 1945 maupun dengan UU 242003.
E.  Putusan  Ultra  Petita  Mahkamah Konstitusi
Selama  dalam  menjalankan  tugas  dan tanggungjawabnya,  MK  sudah  beberapa
kali membuat putusan ultra petita. Putusan- putusan  dimaksud  adalah  sebagai  berikut:
Pertama ,  pengujian  Pasal  20  UU  202002
tentang Ketenagalistrikan oleh APHI, PBHI, Yayasan  324  dkk  Pemohon  I,  pengujian
Pasal  16,  Pasal  17  ayat  3  serta  Pasal  68 UU 202002 tentang Ketenagalistrikan oleh
Ir. Ahmad  Daryoko,  dan  M.  Yunan  Lubis, S.H., Pemohon II dan Pengujian Undang-
Undang 202002 tentang Ketenagalistrikan, atau setidak-tidaknya Pasal 8 ayat 2 huruf f,
Pasal 16 Pasal 22, dan Pasal 68 oleh Ir. Januar
Muin  dan  Ir.  David  Tombeng  Pemohon III  dalam  Perkara  No.  001-021-022PUU-
I2003 tanggal 15 Desember 2004.
Kedua ,  pengujian  Pasal  2  ayat
1,  Penjelasan  Pasal  2  ayat  1,  Pasal  3, Penjelasan Pasal 3, dan Pasal 15 sepanjang
mengenai  kata  “percobaan”  UU  311999 tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana
Korupsi  sebagaimana  telah  diubah  dengan
9
Lihat UU 61969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai UU dan Perpu.
10
Lihat UU 71969 tentang Penetapan Berbagai Perpu Menjadi UU, Kansil, 1976, Kedudukan dan Ketetapan MPR Lembaga Tertinggi Negara
, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 58-59; Lihat juga buku Mas Subagio, 1983, Lembaran Negara Republik Indonesia Sebagai Tempat Pengundangan dalam Kenyataan, Penerbit Alumni,
Bandung, hlm. 157-161.
UU  202001  tentang  Perubahan  Atas  UU 311999  tentang  Pemberantasan  Tindak
Pidana Korupsi UU PTPK oleh Ir. Dawud Djatmiko  dalam  perkara  No.  003PUU-
IV2006 tanggal 25 Juli 2006.
Ketiga,  pengujian  Pasal  1  angka  5, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 1 huruf e dan
ayat 5, Pasal 23 ayat 2, ayat 3 dan ayat 5, Pasal 24 ayat 1, Pasal 25 ayat 3 dan
ayat 4 UU 222004 tentang Komisi Yudisial UU KY, serta Pasal 34 ayat 3 UU 42004
tentang  Kekuasaan  Kehakiman  UU  KK sepanjang  menyangkut  Hakim  Agung  dan
Hakim  Mahkamah  Konstitusi  oleh  Prof.
Paulus Efendi Lotulung dkk., dalam perkara No.  005PUU-IV2006  tanggal  23 Agustus
2006.
Keempat, pengujian Pasal 27, Pasal 44, Pasal 1 ayat 9 UU 272004 tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi UU KKR oleh ELSAM dkk., dalam perkara No. 006PUU-
IV2006 tanggal 7 Desember 2006.
Kelima, pengujian Pasal 6 dan 12 UU 302002  tentang  Komisi  Pemberantasan
Korupsi UU KPK Pemohon I, pengujian Pasal 1 ayat 3, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 11
huruf b, Pasal 12 ayat 1 huruf a, Pasal 20 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 40 dan Pasal 53
UU KPK Pemohon II dan pengujian Pasal
72  UU  KPK  Pemohon  III  dalam  perkara No.  012-016-019PUU-IV2006  tanggal  19
Desember 2006. Dari sekian banyak putusan ultra petita
yang  dikeluarkan  oleh  MK,  yang  paling banyak  menyedot  perhatian  publik  adalah
putusan  yang  mengabulkan  permohonan uji  materiil  terhadap  UU  222004  Tentang
Komisi  Yudisial.  Dalam  putusan  tersebut, Mahkamah  Konstitusi  menyatakan  Komisi
Yudisial  tidak  dapat  mengawasi  Hakim Konstitusi,  sesuatu  hal  yang  sebenarnya
tidak  diminta  oleh  pemohon.  Padahal
para  pemohon  tidak  memohonkan  pada Mahkamah Konstitusi untuk menilai hakim
mana  yang  harus  diawasi  oleh  Komisi Yudisial.
Dari putusan tersebut justru mengindi- kasikan bahwa ada ketakutan yang berlebih-
an  dari  para  hakim  konstitusi  bahwa  bila suatu  saat  kelak,  ada  pihak  yang  mencoba
melakukan  pengawasan  terhadap  kinerja
mereka. MK seolah ingin membebaskan diri dari  berbagai  bentuk  pengawasan  kinerja,
termasuk oleh Komisi Yudisial. Dari  putusan  ini  juga  sudah  timbul
persoalan  baru,  bahwa  layakkah  MK  me- mutuskan  suatu  perkara  yang  menyangkut
dirinya  sendiri.  MK  memutuskan  bahwa mereka  tidak  termasuk  dalam  kategori
pengawasan  Komisi  Yudisial,  tentu  hal  ini mengindikasikan  bahwa  penafsiran  yang
diberikan  MK  justru  hendak  memperkokoh
posisi  mereka  dari  berbagai  bentuk  meka- nisme pengawasan.
F. Ultra Petita dan Lembaga Superior