Tingkah laku Makalah Heidi Retnoningtyas Octopus

Selain berkaitan dengan jenis kelamin, hasil eksperimen lain menyatakan bahwa pada stadium paralarva, kecepatan makan gurita meningkat seiring bertambahnya usia Iglesias et. al. 2006.

3. Tingkah laku

Gurita merupakan predator Mather, 1993 in Vaz-Pires, 2004 yang lebih bersifat bentik dibandingkan pelagis. Gurita cenderung aktif pada siang hari atau hari terang, dan berburu makanan pada waktu malam. Mereka memiliki kemampuan menyamarkan diri yang sangat mengagumkan. Tidak hanya menyamarkan warna kulit dengan warna, gurita juga memiliki kemampuan meniru pola dan tekstur substrat yang mereka diami. Octopus vulgaris, misalnya, dapat berkamuflase menyerupai rumput laut, dengan cara mengubah warna dan tekstur kulitnya hingga menyerupai helaian daun rumput laut. Kemampuan gurita dalam berkamuflase disebabkan oleh ribuan sel kulit yang disebut chromatophore, yang mengandung beragam pigmen warna. Berubahnya warna tubuh merupakan hasil dari cahaya yang melewati kromatofor, kemudian dipantulkan oleh sel iridocyte sehingga menyebabkan warna tubuh semakin atraktif. Gurita memiliki telur yang transparan dan terkadang gurita yang masih dalam fase telur ini sudah dapat menyorotkan kromatofornya, Packard, 1988. Kendali sel kromatofor berada pada sistem syaraf dan kemungkinan juga sistem hormon. Young 1971 in Packard 1988 menyebutkan bahwa kemungkinan besar terdapat kendali yang lebih rinci mengenai distribusi spasial kontraksi otot pada permukaan kulit gurita dibandingkan otot-otot pada lengan manusia. Gambar 7. Strategi pertahanan gurita dengan berkamuflase a atau memipihkan diri selebar mungkin Sumber: http:www.teara.govt.nz dan http:i.ehow.com Bagi gurita, strategi kamuflase merupakan bentuk pertahanan diri primer, sedangkan strategi melarikan diri adalah bentuk pertahanan sekunder. Saat merasa terancam, gurita akan memipihkan tubuhnya sepipih mungkin dan menunjukkan elaborasi warna ‘bertahan’, termasuk didalamnya perubahan warna tubuh secara berangsur- angsur, dan bulatan besar hitam di sekeliling mata Rupert and Barnes, 1996. Sedangkan untuk mengamuflasekan tekstur tubuh, gurita dapat meningkatkan atau menurunkan benjolan-benjolan kecil papila di permukaan tubuhnya. Selain menyamarkan diri, gurita juga memiliki mekanisme pertahanan dengan cara menyemprotkan tinta berwarna ungu kehitaman untuk mengaburkan pandangan musuhnya Packard, 1988. Gambar di sebelah kiri merupakan rekaman video oleh Roger Hanlon, seorang peneliti gurita, yang dikutip oleh Myers 2007 dalam http:scienceblogs.com pharyngula . Gambar paling atas menunjukkan kamuflase sempurna dari Octopus vulgaris yang sedang menempel pada rumput laut. gurita tersebut merasa terancam oleh gerakan mendekat si pengambil gambar sehingga ia bersiap kabur dengan terlebih dahulu melepaskan kamuflasenya. Gambar 8. Rekaman video kamuflase gurita Octopus vulgaris terhadap rumput laut Sumber: http:scienceblogs.compharyngula Berdasarkan catatan waktu diketahui bahwa gurita mengubah warna tubuh, pola, sekaligus teksturnya dengan sangat cepat, hanya dua milidetik. Dalam analisisnya, Hanlon in Myers, 2007 menyatakan bahwa ada beberapa hal yang diperlukan oleh gurita untuk berkamuflase, yaitu :  Sistem visual yang baik. Untuk menyesuaikan warna tubuh, gurita harus dapat melihat bentuk latar secepat mungkin sebelum predator mengenali tubuhnya.  Koneksi yang cepat kepada organ efektor. Cephalopoda memiliki syaraf motorik yang tersambung langsung dari otak ke organ kromatofor tanpa penundaan sinaptis.  Organ cutaneous kromatofor harus bisa mengubah intensitas dan tekstur dengan resolusi spasial yang seimbang. Gurita memiliki kantung pigmen yang kecil dan tersebar acak di seluruh tubuhnya, dimana setiap kantung dikelilingi dengan otot yang dapat menutupkan selaput untuk menyembunyikan pigmen tersebut, atau mengembangkan kantung untuk menampakkan pigmen yang dibutuhkan. Gurita juga memiliki papila berotot yang bekerja secara hidrostatik untuk mengubah tekstur kulit dari halus menjadi kasar atau berduri.  Sebuah algoritma, yaitu mekanisme yang menerjemahkan pandangan visual menjadi pola kulit yang efektif untuk menyembunyikan tubuh. Gurita pada umumnya hidup antara 12 hingga 18 bulan, termasuk masa planktonik selama 45 – 60 hari. Sebagian besar gurita memiliki umur yang pendek, meskipun ada juga jenis gurita, misalnya gurita raksasa Pasifik Utara Enteroctopus dofleini yang bisa hidup hingga lima tahun dalam situasi lingkungan tertentu. Dalam siklus hidupnya, gurita lahir kemudian tumbuh dengan cepat, lalu dewasa dalam waktu sekitar dua tahun. Setelah mencapai usia dewasa, gurita berpasangankawin dan –apabila betina, bertelur. Gurita jantan biasanya mati beberapa saat setelah melakukan perkawinan, dan karena gurita merupakan binatang semelparous, gurita hanya bereproduksi satu kali sepanjang hidupnya. Ada tingkah laku gurita yang menarik untuk diketahui, yaitu tingkah laku menjelang kematian beberapa saat setelah reproduksi, yang dalam Anderson, et.al. 2002 disebut senescent. Sering terjadi salah tafsir dimana gurita yang mengalami senescent disangka menderita penyakit tertentu akibat kualitas lingkungan yang buruk. Padahal, senescent adalah peristiwa yang terjadi secara alami. Pada gurita jantan, kondisi senescent terjadi setelah individu mencapai usia dewasa dan kawin, sedangkan senescent pada gurita betina terjadi beberapa saat setelah bertelur. Anderson menjelaskan empat kondisi yang menandakan peristiwa senescent, yaitu 1 hilangnya nafsu makan hingga mengakibatkan turunnya berat badan; 2 pengerutan kulit di sekitar mata; 3 pergerakan yang tidak terarahtidak terkoordinasi; dan 4 munculnya luka berwarna putih di permukaan kulit. Senescent merupakan bagian dari siklus hidup yang sifatnya hormonal. Namun demikian, fase ini merupakan fase signifikan dari keseluruhan hidup gurita yang singkat, dan karena itu masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai fisiologi, pertumbuhan, dan tingkah laku gurita yang sedang mengalami senescent.

4. Penutup